Validitas Pemberitaan Obyektivitas Pemberitaan

Sumber: Data Primer Dalam pemberitaan Konferensi Gay-lesbian pada harian Surya sebanyak 100 sample telah menunjukkan kesadaran untuk pentingnya menjaga obyektivitas pemberitaan melalui menyajikan data seputar sumber berita dengan lengkap ataupun jelas sehinnga berita Konferensi Gay-Lesbian dapat dikatakan telah Obyektive, seperti pada contoh Kode berita no 2 Gay-Lesbian Kongres di Surabaya Herry de Costa, ketua GaYa Nusantara –organisasi gay tertua di Indonesia—mengatakan bahwa organisasinya didapuk sebagai panitia local karena posisi Indonesia sebagai tuan Rumah Tabel. 4.9 Validitas Pemberitaan Dalam Sub Kategori Kejelasan Sumber Berita Berita konferensi Gay-Lesbian KEJELASAN IDENTITAS SUMBER BERITA Kode Judul Berita jelas Tdk jelas 1 Gay-Lesbian kongres Di surabaya Terdapat pada baris 2,10, dan 11 2 Usir Gay dan Lesbian Massa serbu hotel Oval Terdapat pada baris 4,8,9,11,12,13 dan 15 3 Sempat Kesengsem Pria Saat Gelar Demo Menolak Konferensi Gay Terdapat bari ke 4 F 3 JML 100 Dari 66,7 sample dalam penelitian ini, sumber berita telah menggunakan sumber berita yang tergolong Obyektif dan berkompeten. Kompetensi pihak yang dijadikan sumber berita yang mendapatkan informasi yang digunakan untuk mengetahui validitas suatu kronologi peristiwa berita yang menyangkut peristiwa dengan kronologi kejadiannya Apakah seseorang menjadi nara sumber berasal dari apa yang dilihat, atau hanya sekedar kedekatannya dengan media yang bersangkutan atau karena jabatannya. Kategori kompetensi wartawan dan pelaku langsung digolongkan sebagai dimensi yang memiliki tingkat validitas yang tinggi dibandingkan dengan sumber berita yang berasal dari bukan pelaku langsung. Kompetensi yang valid dari sisi Wartawan, apabila peristiwa yang diberitakan merupakan hasil pengamatan wartawan secara langsung, yaitu mengungkap informasi sesuai dengan apa yang dilihat, didengar dan diketahui oleh wartawan itu sendiri serta kompetensi dari sisi pelaku langsung, apabila peristiwa yang diberitakan merupakan hasil wartawan dengan sumber berita yang mengalami peristiwa tersebut pelaku langsung interaksi sosial. Dalam berita Konferensi gay-lesbian di Surya, massa FPUI dan Anggota Konferen diberitakan sebagai saksi mata atau orang yang memang langsung terlibat dengan peristiwa itu sendiri atau memang ada dilokasi ketika peristiwa itu terjadi. Bukan pelaku langsung digolongkan sebagai sumber berita yang kurang valid karena dilihat dari peristiwa yang diberitakan merupakan hasil wawancara dengan sumber berita yang tidak mengalami langsung peristiwa tersebut. Hanya karena jabatan atau memiliki akses informasi lalu menjadi sumber berita. Dalam berita seputar Konferensi Gay-Lesbian ini. Salah satu bentuk kompetensi sumber berita yang merupakan bukan pelaku langsung sebagai berikut: Contoh judul berita no 3 Sempat Kesengsem Pria Saat Gelar Demo Menolak Konferensi Gay Habib mahdi kepada surya mengatakan, dirinya hanya sebatas mendukung aksi tersebut “ saya mendukung ide dari Hasyim untuk berunjuk rasa toh ini untuk kebaikan.” Tabel. 4.10 Validitas Pemberitaan Dalam Sub Kategori Kompetensi Pihak Sumber Berita Sumber: Data Primer Berita Konferensi Gay-Lesbian KOMPETENSI SUMBER BERITA Kode Judul Berita wartawan pelaku langsung bukan pelaku langsung 1 Gay-Lesbian kongres Di surabaya Poedjati tan, herry da costa. 2 Usir Gay dan Lesbian Massa serbu hotel Oval M.Choidrudin, Maria Mustika 3 Sempat Kesengsem Pria Saat Gelar Demo Menolak Konferensi Gay Habib Mahdi F 2 1 JML 66,7 33,3 Dikarenakan Habib Mahdi Bukan pelaku langsung yang tidak mengalami langsung peristiwa tersebut.dan dapat digolongkan sebagai sumber berita yang kurang valid karena dilihat dari peristiwa yang diberitakan merupakan hasil wawancara wartawan BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

5.1. Kesimpulan Berdasarkan hasil analisis tentang obyektivitas terhadap berita berita pembubaran

Konferensi Internasional Lesbian dan Gay di Surabaya pada surat kabar Surya periode 23, 27-28 Maret 2010 Memang ada realita lahiriah yang disajikan dalam pemberitaan berita pembubaran Konferensi Internasional Lesbian dan Gay di Surabaya pada surat kabar Surya periode 23, 27-28 Maret 2010 masih mendominasi isi pemberitaan seputar pro-kontra lesbian dan gay. Meski dalam dimensi fairness sumber berita prasangkabias, kemampuan memilih berita terbukti tidaklah obyektive 1. Akurasi pemberitaan surat kabar dalam memuat berita pembubaran Konferensi Internasional Lesbian dan Gay di Surabaya pada surat kabar Surya periode 23, 27- 28 Maret 2010 telah memenuhi teori obyektivitas pemberitaan karena telah terdapat kesesuaian antara judul berita dengan isi berita, terdapat data pendukung serta tidak adanya pencampuran antara fakta dan opini dalam jumlah yang dominan. 2. Fairness ketidakberpihakan berita pembubaran Konferensi Internasional Lesbian dan Gay di Surabaya pada surat kabar Surya periode 23, 27-28 Maret 2010 masih belum tergolong obyektif karena meski dalam jumlah berita yang digunakan sudah sesuai namun luas kolom yang digunakan dalam memberitakan suatu 73 3. Validitas keabsahan berita yang ditulis sebagai berita pembubaran Konferensi Internasional Lesbian dan Gay di Surabaya pada surat kabar Surya periode 23, 27- 28 Maret 2010 baik dalam kejelasan data sumber berita yang digunakan maupun dari kompetensi pihak yang menjadi sumber berita sudahlah valid dan merefleksikan prinsip obyektivitas dalam sumber berita. 4. Dari ketiga penghitungan objektivitas menurut kategorisasi di atas berita yang diterbitkan oleh surat kabar harian surya ini masih belum bisa dikatakan sebagai berita yang objektiv karena belum sepenuhnya memasukan unur realita yang sebenar-benarnya.

5.2. Saran

Berdasarkan kesimpulan yang didapat dari hasil analisis isi terhadap obyektivitas berita berita pembubaran Konferensi Internasional Lesbian dan Gay di Surabaya pada surat kabar Surya periode 23, 27 dan 28 Maret 2010 maka dapat diberikan saran sebagai berikut: 1. Penelitian ini diharapkan mampu memberikan kontribusi bagi pengembangan konsep obyektifitas pemberitaan pers, bagaimana mengukurnya, dan apa kaitannya dengan konsep-konsep akurasi, validitas dan fairness. 2. Mengingat masih terdapat dimensi fairness yang masih tidak memenuhi syarat obyektivitas, melalui jurnalis maupun editornya, Jawa Pos sebaiknya lebih meningkatkan kualitas pemberitaannya, sekaligus koreksi terhadap berita yang disajikan agar tetap berjalan atas prinsip ketidak berpihakanfair