7
Perilaku non-verbal seperti tari mentransformasikan berbagai hal yang tidak dapat dituangkan dalam tulisan atau kata-kata atau gambar, sehingga
terapi keratif ini memegang peranan penting dalam konseling interkultur dan psikoterapi
karena hampir
secara keseluruhan
menyentuh tingkat
ketidaksadaran Wessels-Bloom, 2004. Tujuan terapi tari sendiri adalah untuk membebaskan emosi-emosi yang ditekan dan disimpan dalam tubuh sebagai
tekanan dan keyakinannya terhadap nilai pelepasan katarsis tari Chodrow, 2008.
Selanjutnya, terapi tari dapat meningkatkan komunikasi dimana individu dapat memanfaatkan ini sebagai sarana menjauhkan diri dari tekanan,
kecemasan, kemarahan, mengurangi depresi, serta meningkatkan dan mengkonstitusi ulang bentuk tubuhnya Seide, 1986. Terapi tari dapat
diterapkan dalam berbagai latar belakang budaya dengan prinsip dasar bahwa bahasa tubuh merupakan bentuk komunikasi paling dasar yang dapat dipahami
di berbagai budaya.
B. Rumusan Masalah
Apakah terapi tari berpengaruh terhadap tingkat depresi perempuan dengan HIVAIDS?
C. Tujuan Penelitian
Berdasarkan rumusan masalah di atas, tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui apakah terapi tari memiliki pengaruh terhadap tingkat depresi
perempuan dengan HIVAIDS.
8
D. Manfaat Penelitian
1. Manfaat Teoritis
Penelitian ini dapat menjadi sumbangan bagi dunia kesehatan mental dan psikoterapi bahwa terapi tari atau DanceMovement Therapy DMT
merupakan sarana mengungkapkan emosi-emosi yang ditekan dan mampu meningkatkan komunikasi individu, dalam hal ini ODHA perempuan, sehingga
individu menurun tingkat depresinya. 2.
Manfaat Praktis Penelitian ini dapat menjadi alternative terapi psikologis bagi ODHA
perempuan karena terapi ini dapat menjadi sarana bagi mereka untuk mengekspresikan diri sekaligus melepaskan rasa terisolasi dari penyakit yang
mereka derita. Selain itu terapi ini dapat menjadi sarana meningkatkan komunikasi dan menurunkan tingkat depresi.
9
BAB II
LANDASAN TEORI
A. Tingkat Depresi Perempuan dengan HIVAIDS
1. Depresi
a. Definisi Depresi
Menurut DSM-IV depresi merupakan kondisi dimana seseorang merasa sedih, kosong, atau terganggu yang diikuti perubahan kognisi dan somatic
yang secara signifikan mempengaruhi kapasitas fungsional individu. Individu yang mengalami depresi akan merasa putus asa dan kehilangan
harapan. Seringkali mereka berpikir mengenai kematian dan mengakhiri hidupnya atau bunuh diri karena merasa tidak mampu bangkit kembali dari
keadaan mereka dan melakukan berbagai hal. Bahkan untuk penderita depresi mayor yang berat, berpakaian saja menjadi hal yang sangat berat
untuk dilakukan. Depresi akan diikuti oleh perubahan fisik, seperti gangguan makan atau
gangguan tidur. Mereka yang mengalami depresi mungkin kehilangan nafsu makan atau malah makan dalam jumlah yang berlebihan. Mereka
juga rentan mengalami kesulitan tidur, kesulitan berkonsentrasi, dan terus merasa lelah dan kehilangan energy. Beberapa penderita depresi bahkan
10
mengalami reaksi fisik seperti pusing atau rasa sakit yang seringkali tidak dapat dijelaskan Lynch Kilmartin, 2013.
Depresi mayor atau yang sering dikenal dengan istilah depresi unipolar terjadi dua kali lebih sering pada perempuan dibanding laki-laki di
berbagai belahan dunia. Hal ini dikarenakan perempuan cenderung memiliki tipe hormon yang berbeda dibanding laki-laki. Para ahli
meyakini bahwa pada saat perempuan berada dalam tahun-tahun reproduktifnya, perempuan mengalami fluktuasi hormon yang konstan,
selain itu perubahan hormon yang fluktuatif ini dapat memicu depresi pada perempuan Nonacs, 2006.
Dalam penelitian ini, pengertian depresi terbatas pada definisi dan etiologi yang dikemukakan oleh teori kognitif bahwa depresi disebabkan
oleh adanya pandangan diri yang negatif sehingga berpengaruh terhadap menurunnya penghargaan diri Carr, 2001. Depresi merupakan suatu
gangguan yang berkaitan dengan perubahan suasana hati, adanya cara pandang diri yang negatif dan penyalahan diri, serta regresi dan keinginan
untuk bunuh diri yang diikuti perubahan vegetatif serta perubahan tingkat aktivitas seperti retardasi dan agitasi Beck, 1967.
b. Gejala-Gejala Depresi
Berdasarkan definisi yang dikemukakan Beck 1967, depresi dapat dikenali melalui gejala-gejalanya. Menurut Beck, gejala depresi dapat
dikenali berdasarkan manifestasinya dalam diri individu. Manifestasi tersebut meliputi manifestasi emosional, manifestasi kognitif, manifestasi
11
motivasional, manifestasi fisik dan vegetatif, serta adanya delusi dan halusinasi.
1 Manifestasi Emosional
Manifestasi emosional depresi berkaitan dengan berbagai perubahan pada perasaan atau perilaku nyata individu yang secara langsung
diakibatkan oleh keadaan emosinya. Gejala-gejala ini meliputi : a
Dejected mood merupakan perasaan ditolak. Individu merasa kesepian, bosan, dan tidak memiliki siapapun.
b Munculnya berbagai perasaan negatif mengenai diri sendiri, dalam
gejala ini individu merasa benci terhadap diri sendiri dan merasa diri tidak berharga.
c Hilangnya kepuasan, dalam hal ini yang dimaksud adalah kepuasan
dalam melakukan berbagai hal yang biasanya dilakukan individu. Gejala ini sampai juga pada hilangnya kepuasan akan kegiatan
makan, tidur, dan kepuasan seksual. d
Kehilangan kelekatan emosional dengan orang lain atau kegiatan yang biasa dilakukan diikuti hilangnya kepuasan terhadap kegiatan
tersebut. e
Meningkatnya frekuensi menangis atau tidak dapat menangis meskipun sebenarnya ingin.
f Kehilangan kegembiraan. Individu yang mengalami depresi kerap kali
merasa kehilangan rasa humor dan kegembiraan.
12
2 Manifestasi Kognitif
Manifestasi kognitif terdiri atas tiga kelompok perilaku individu yang menyimpang. Kelompok pertama meliputi perilaku akibat tanggapan
penderita yang menyimpang mengenai dirinya. Gejala-gejala yang termasuk dalam kelompok ini adalah penilaian diri yang rendah,
gambaran diri yang menyimpang dan harapan yang negatif. Kelompok kedua menggambarkan dugaan pasien tentang penyebab terjadinya
masalah yang sedang dihadapinya. Sedangkan kelompok ketiga adalah penyimpangan yang berhubungan dengan pengambilan keputusan. Pada
umumnya individu merasa bimbang dan terombang-ambing ketika harus mengambil sebuah keputusan Beck, 1967.
Berikut ini adalah gejala yang termasuk dalam tiga kelompok seperti yang telah disebutkan di atas.
a Penilaian yang rendah terhadap diri sendiri. Individu yang mengalami
depresi melihat dirinya sendiri sebagai pribadi yang kurang dalam segala hal seperti kemampuan, kecerdasan, kesehatan, kekuatan, daya
tarik personal, popularitas, dan kekayaan. b
Adanya harapan yang negatif, individu cenderung murung dan pesimis terhadap berbagai hal serta kehilangan harapan. Mereka
cenderung membayangkan hal-hal yang buruk dan menolak kemungkinan adanya perkembangan dalam kehidupannya.
13
c Individu mencela atau mengkritik dirinya sendiri bila tidak dapat
memenuhi atau melakukan tuntutan-tuntutan atau kewajiban- kewajiban yang terlalu tinggi.
d Sulit mengambil keputusan, bahkan dalam hal-hal kecil sekalipun.
Individu cenderung melakukan prokrastinasi dalam melakukan berbagai hal.
e Memiliki gambaran diri body image yang buruk. Gejala ini lebih
sering muncul pada perempuan dibanding pada laki-laki. 3
Manifestasi Motivasional Manifestasi motivasional merupakan manifestasi yang tampak paling
menonjol dalam depresi. Manifestasi ini meliputi pengalaman sadar akan hasrat dan dorongan-dorongan yang ada dalam diri individu. Gejala ini
dapat dilihat dengan cara mengamati perilaku individu yang mengalami depresi. Karakteristik yang menonjol pada individu ditinjau dari
manifestasi ini adalah adanya kemunduran sifat dasar regressive nature
. Individu menarik diri dari aktivitas yang sebenarnya berguna bagi dirinya. Mereka juga cenderung menghindar dari tanggung jawab,
tidak memiliki inisiatif, serta mengalami penurunan kuantitas energi. Gejala-gejala manifestasi motivasional secara lebih spesifik adalah
sebagai berikut : a
Hilangnya motivasi dan keinginan untuk melakukan berbagai aktivitas bahkan aktivitas yang paling sederhana sekalipun, seperti
14
makan, minum, atau mengkonsumsi obat untuk meringankan stressnya.
b Keinginan untuk menghindar, melarikan diri, dan menarik diri dari
berbagai aktivitas. c
Keinginan untuk bunuh diri yang seringkali muncul. d
Meningkatnya ketergantungan terhadap orang lain secara berlebihan. Ketergantungan disini dimaksudkan lebih pada keinginan untuk
dibantu, dibimbing, atau diarahkan daripada proses nyata bergantung terhadap orang lain.
4 Manifestasi Fisik dan Vegetatif
Dalam manifestasi fisik dan vegetatif dijelaskan oleh beberapa peneliti sebagai bukti adanya gangguan otonomi dasar atau hipotalamus
yang merupakan penyebab timbulnya depresi. Gangguan otonomis dasar merupakan gangguan pada sistem syaraf otonomis yang mengakibatkan
gangguan pada detak jantung, tekanan darah, dan gangguan-gangguan lain yang sejenis. Sedangkan gangguan hipotalamus adalah gangguan
pada bagian otak yang mengatur pengendalian emosi, fungsi tidur, dan fungsi fisiologis lainnya.
Manifestasi-manifestasi fisik dan vegetatif tampak pada hal-hal sebagai berikut :
15
a Kehilangan selera makan
b Gangguan tidur, bisa berupa insomnia atau hypersomnia
c Kehilangan dorongan seksual
d Mudah merasa lelah
5 Delusi dan Halusinasi
Delusi atau yang dikenal juga dengan istilah waham adalah keyakinan yang keliru, yang tetap dipertahankan sekalipun dihadapkan dengan
cukup bukti tentang kekeliruannya, dan tidak serasi dengan latar belakang pendidikan dan dosial budaya orang yang bersangkutan.
Sedangkan halusinasi adalah penghayatan seperti persepsi yang dialami melalui panca indera dan terjadi tanpa adanya stimulus eksternal.
Delusi dan halusinasi merupakan gejala hilangnya kontak individu dengan realitas atau lingkungan Fauziah widury, 2008.
c. Jenis-Jenis Depresi
Depresi dapat diklasifikasikan menjadi beberapa jenis. Beck 1967 mengklasifikasikan depresi menurut penyebab etiology depresi yang
menghasilkan depresi endogen dan depresi eksogen. Depresi endogen adalah depresi yang disebabkan oleh faktor internal atau dari dalam diri
individu yang bisa berupa kekacauan biologis atau genetis individu. Depresi eksogen adalah depresi yang disebabkan oleh faktor eksternal atau
dari luar individu. Faktor eksternal ini bisa berupa kejadian yang menyedihkan seperti kematian, kehilangan pekerjaan, atau kesulitan
16
finansial. Depresi eksogen seringkali disebut juga dengan istilah depresi reaktif karena terjadi setelah adanya sebuah kejadian pada diri individu.
Selanjutnya Beck 1967 mengemukakan klasifikasi selanjutnya berdasarkan tingkat aktivitas utama individu menjadi depresi agitasi dan
depresi retardasi. Depresi agitasi ditandai dengan adanya aktivitas berlebihan atau tidak henti-hentinya. Individu cenderung tidak bisa
berhenti bergerak, sering meremas-remas tangan, atau menggaruk bagian tubuhnya hingga terluka. Depresi retardasi ditandai dengan berkurangnya
aktivitas spontan, dimana individu cenderung diam pada satu posisi dalam jangka waktu yang lebih lama dari jangka waktu normal.
Selain klasifikasi yang diberikan Beck, depresi juga diklasifikasikan berdasarkan fase depresi yang dialami individu yaitu depresi mayor
unipolar dan depresi mania bipolar. Pada depresi mayor individu akan mengalami kesedihan yang mendalam, kehilangan gairah terhadap hal-hal
yang menyenangkan atau yang dulu pernah diminati. Sedangkan depresi mania ditandai dengan adanya periode mania yaitu adanya perasaan
gembira, optimism, dan gairan yang berlebihan atau meluap-luap APA, 2003.
Secara singkat, jenis depresi dapat dibedakan menjadi 3 tiga klasifikasi yaitu berdasarkan penyebab yakni depresi endogen dan
eksogen, berdasarkan tingkat aktivitas utama yakni depresi agitasi dan depresi retardasi, dan berdasarkan fase depresi yakni depresi
mayorunipolar dan depresi mania bipolar.
17
d. Faktor-Faktor Penyebab Depresi
Faktor-faktor penyebab depresi dibedakan menjadi 4 empat dimensi yaitu dimensi biologis, dimensi psikologis, dimensi sosial, dan dimensi
sosiokultural Sue et al., 2008 1
Dimensi Biologis Pendekatan biologis terhadap penyebab depresi secara umum
berfokus pada kecenderungan genetis, disfungsi fisiologis, dan kombinasi keduanya. Faktor genetika cenderung menjadi penyebab
utama depresi pada individu. Selain itu, faktor biologis lain seperti fungsi neurotransmitter yang meningkatkan hormon kortisol yang
menjadi penyebab utama depresi. Jika hormon ini tidak ditekan laju sekresinya akan memperburuk kondisi depresi individu.
2 Dimensi Psikologis
Ditinjau dari dimensi psikologis ada tiga sudut pandang yang diambil. Dari sudut pandang psikodimanima, individu dapat mengalami
depresi ketika terjadi peristiwa keterpisahan misalnya karena seseorang yang dikasihi meninggal atau pergi. Selain itu individu dapat
mengalami depresi
ketika kekurangan
atau tidak
mampu mengekspresikan amarahnya. Selanjutnya dari sudut pandang
behavioral, individu dapat mengalami depresi karena kehilangan seseorang yang dicintai hanya saja dalam sudut pandang ini lebih
berfokus pada berkurangnya penguatan reinforcement individu setelah peristiwa kehilangan tersebut. Kemudian dari sudut pandang kognitif
18
memandang bahwa depresi disebabkan oleh karena pandangan individu yang negatif tentang berbagai hal di hidupnya. Pandangan negatif ini
berlaku dalam cara individu memandang kesehariannya. Pandangan inilah yang berpengaruh terhadap menurunnya penghargaan diri self-
esteem sebagai faktor yang menyebabkan depresi.
3 Dimensi Sosial
Dimensi sosial berfokus pada hubungan dan stressor interpersonal serta dukungan sosial yang membuat seseorang rentan atau sebaliknya
tahan terhadap depresi. Dimensi ini diangkat dari sudut pandang teori sistem keluarga. Hal ini dikuatkan dengan temuan bahwa orang-orang
di dunia barat lebih rentan mengalami depresi karena adanya pola budaya dimana diri sendiri menajdi lebih penting dari orang lain
sehingga seseorang sulit menemukan makna hidup dan mengarah kepada meningkatnya depresi Sue, 2008
4 Dimensi Sosiokultural
Dimensi sosiokultural berfokus pada budaya, demografi, dan faktor sosioekonomi yang menjadi penyebab meningkat atau menurunnya
depresi. Contohnya, perempuan memiliki kecenderungan tingkat depresi yang jauh lebih tinggi dari laki-laki. Berbagai faktor biologis
maupun psikologis juga telah dikemukakan terkait perbedaan jenis kelamin
sebagai penyebab
depresi. Nolen-Hoeksema
2010 mengemukakan hipotesis bahwa cara seseorang merespon suasana hati
depresif berkontribusi terhadap kronisitas dan kambuhnya episode
19
depresi dalam dirinya. Perempuan cenderung memikirkan dan memperkuat suasana hati depresi mereka, sedangkan laki-laki
cenderung meredam atau menentukan cara untuk meminimalkannya.
e. Alat Ukur Depresi
Depresi oleh beck diukur dengan menggunakan alat ukur yang dikenal sebagai Beck Depression Inventory II BDI-II dalam versi Bahasa
Indonesia. BDI-II merupakan instrumen pengukuran mandiri yang terdiri dari 21 aitem pernyataan untuk mengukur tingkat depresi pada dewasa dan
remaja di atas usia 13 tahun. BDI-II disusun sebagai indikator adanya simtom-simtom depresi sesuai kriteria DSM-IV. Instrumen ini
dikembangkan oleh Aaron T. Beck, Robert A. Steer, dan Gregory K. Brown. BDI-II merupakan paper and pencil questionnaire yang pada
umumnya diadministrasikan selama 5-10 menit oleh subjek sendiri atau disajikan seara oral wawancara. 21 aitem pada BDI-II terdiri dari 4 skala
rasio 0-3. Total skor yang mungkin adalah 0-63, dimana total skor ini nantinya dikonversi untuk mennetukan kondisi atau keberadaan simtom
depresi pada individu Community-University Partnership for the Study of Children, Youth, and Families, 2011.
Robinson dalam Aditomo Retnowati, 2004 mencatat bahwa BDI-II memiliki reliabilitas konsistensi internal yang baik yaitu 0,93 dengan
reliabilitas test-retest 0,70. Leigh Anthony Tolbert 2001 dalam The Pharma Innovation Journal 2013 menemukan reliabilitas test-retest BDI-
II sebesar 0,76. Validitas BDI-II berkisar antara 0,6-0,9. Di Indonesia,
20
BDI-II telah diadaptasi dan diteliti beberapa kali reliabilitasnya. Prabandari dalam Hasanat, 1994 mencatat reliabilitas BDI-II versi
Bahasa Indonesia adalah sebesar 0,93.
2. Perempuan dengan HIVAIDS
Perempuan dengan HIVAIDS atau ODHA adalah individu berjenis kelamin perempuan yang telah positif terinfeksi virus HI Human
Immunodeficiency . ODHA adalah akronim dari Orang Dengan HIVAIDS.
Dalam bahasa Inggris ODHA disebut dengan PLWHA People Living With HIVAIDS
.
B. Terapi Tari
Association of DanceMovement Therapy ADMT memberikan definisi
terapi tari sebagai penggunaan gerakan menjadi salah satu metode psikoterapi dimana seseorang dapat terlibat secara kreatif dalam sebuah proses integrasi
emosional, kognitif, fisik, dan sosial yang lebih dalam Karkou Sanderson, 2006. Terapi tari berdiri dengan prinsip bahwa melalui gerakan ekspresif dan
tari individu dapat ikut mengalami pertumbuhan personalnya karena terdapat hubungan antara gerak dan emosi seseorang Payne, 1992. Melalui eksplorasi
gerak yang dialami ini memungkinkan individu untuk meningkatkan keseimbangan secara spontan dan adaptif. Melalui gerak dan tari ini pula,
individu berbagi simbol diri mereka ketika menari bersama rekan-rekannya yang memunculkan hubungan nyata antara satu individu dengan yang lain.
Terapis tari memfasilitasi supaya tercipta suasana yang erat dimana setiap
21
perasaan individu dapat secara aman diekspresikan, dipahami, dan dikomunikasikan Payne, 1992.
Pemahaman Jung dalam Chodorow, 2008 terhadap nilai terapeutik dari pengalaman artistik sangat esensial terhadap teori dan praktek dari DMT.
Menurut Jung, simbol dari diri seseorang muncul dari dalam diri melalui gerakan atau movement Jung, 1969. Dalam hal ini individu diajak melakukan
gerakan-gerakan movements sesuai dengan afek yang ingin digambarkannya. Melalui movements inilah individu diajak menyadari, menerima, dan
memahami dirinya yang dalam pandangan humanistik cara ini mampu meningkatkan penghargaan diri self-esteem sebagai faktor penting dari
kesehatan mental individu Benson; Collin; Ginsburg; Grand; Lazyan; Weeks, 2012.
Movements itu sendiri memperkuat sistem kardiovaskular, sistem endokrin,
sistem kekebalan tubuh, dan sistem syaraf pusat sehingga otak pun menjadi aktif melalui sistem motoric. Movements meningkatkan level endorphin dalam
otak dimana ada 3 tiga neurotransimitter utama disana yaitu norepinephrine, dopamine, dan serotonin. Ketiga neurotransmitter ini berhubungan erat dengan
mood , kognisi, perilaku, dan kepribadian sehingga terimplikasi pada efek
peningkatan mood. Movements meningkatkan fungsi neurotransmitter yang membantu regulasi mood, mengontrol kecemasan, dan kemampuan mengatasi
stress dan agresi, serta membuat individu menjadi semakin atentif dan mudah bersosialisasi Hall, 1998.
22
Dalam terapi tari dikenal penggunaan active mirroring of movement yang dikenal juga dengan istilah empathetic reflection atau kinaesthetic empathy.
Ketika individu melakukan gerakan secara bersama-sama, tumbuhlah empati dan perasaan positif terhadap rekannya yang mengarah kepada munculnya
dukungan sosial, termasuk di dalamnya interaksi terapeutik dimana peran dari neuron mirror dalam keterlibatan empatis teridentifikasi Karkou et al., 2012.
Empati sendiri adalah kemampuan individu untuk memahami individu lain Fischman dalam ChaiklinWengrower, 2009 sehingga melalui kinesthetic
empathy juga terapis memfasilitasi perkembangan diri individu ketika
prosesnya terhenti atau terganggu oleh suatu kondisi, misalnya depresi Fischman dalam ChaiklinWengrower, 2009.
Bagi individu dengan depresi, DMT memungkinkan untuk memberikan efek positif. Contohnya, suasana hati individu akan meningkat karena penggunaaan
gerak dan tari merupakan salah satu bentuk latihan fisik. Latihan fisik telah terbukti memberikan efek positif berupa relaksasi sehingga simtom depresi
dapat berkurangmenurun Mead, 2010. Perwujudan kreativitas, imajinasi gerak, penggunaan gerakan simbolis, dan penggunaan gerak sebagai metafora
dapat menjadi ciri unik dari DMT yang melatarbelakangi adanya efek spesifik pada perubahan terapeutik individu Karkou, 2006. Metafora gerak juga
merupakan sarana yang berguna baik untuk mengurangi jarak emosional antara terapis dank lien serta mendekatkan jarak emosional terhadap perasaan dan
kenangan klien yang menyakitkan Karkou et al., 2012.
23
Proses kreatif dari DMT memiliki 4 empat tahap. Setiap tahap memiliki seperangkat tujuan yang berkorelasi dengan tujuan DMT yang lebih besar.
Dalam penelitian ini, tujuan DMT adalah untuk mengekspresikan emosi individu dalam rangka menurunkan simtom depresi. Tahap-tahap DMT
tergolong progresif dan biasanya ditinjau kembali dari keseluruhan proses DMT
http:adta.org . Adapun tahap-tahap tersebut adalah :
1 Preparation
Tahap ini merupakan tahap awal DMT atau disebut tahap persiapan dimana individu disiapkan untuk menjalani proses terapi. Pada tahap ini
terapis menyiapkan ruang gerak yang aman dan nyaman tanpa gangguan dan pengalih perhatian dalam rangka membangun relasi supportif dengan
individu-individu yang diterapi. Hal ini dilakukan dengan cara menyiapkan ruang terapi yang bersih dan lapang serta mencairkan suasana melalui
introduksi diri terapis dan apa yang akan mereka lakukan bersama serta manfaat yang ingin dicapai bersama-sama. Pada tahap ini individu disiapkan
untuk bergerak, secara biologis kondisi fisik mereka disiapkan supaya tidak mengalami shock dan ketegangan fisik ketika melakukan gerakan. Lebih
dari itu, terapis memfasilitasi individu agar merasa nyaman dan aman untuk mulai bergerak dengan mata tertutup. Tujuan menutup mata saat bergerak
ini adalah supaya masing-masing individu secara bebas dan tanpa judgement dapat mulai mencoba mengekspresikan perasaannya melalui gerakan. Selain
itu menutup mata bertujuan agar individu mulai memupuk rasa percaya
24
dirinya karena antara satu sama lain berfokus pada diri masing-masing dan tidak melihat rekan-rekannya.
2 Incubation
Tahap ini adalah tahap relaksasi dimana individu diajak melepaskan kontrol kesadaran sehingga gerakan tubuh meraka menjadi simbol dari alam
bawah sadar mereka. pada tahap ini individu masih bergerak dengan menutup matanya. Terapis mengajak individu untuk mulai bergerak
mengikuti apa yang mereka rasakan dan pikirkan tanpa harus melihat rekan- rekan lain. Jadi, dalam tahap ini terapis sekaligus memfasilitasi individu
untuk dapat mengeksplorasi perasaan mereka dan memaksimalkan ketubuhan mereka dalam gerak.
3 Illumination
Tahap ini adalah tahap dimana makna dari setiap gerakan menjadi lebih jelas. Bisa jadi gerakan yang muncul memuat emosi negatif atau emosi
positif. Proses ini diintegrasikan kedalam kesadaran melalui dialog dengan terapis selama mereka bergerak. Melalui refleksi atau diskusi ini, individu
dapat mengungkapkan pengalaman bawah sadarnya dan terapis dapat memberikan affirmasi dan penguatan yang dapat diterima oleh individu.
Jadi, dalam tahap ini terapis mengajak individu untuk berbagi apa saja yang mereka ungkapkan melalui gerak-gerak yang tercipta. Melalui proses
illumination inilah individu menyadari hal-hal mengenai dirinya,
pengalaman masa lalunya, bagaimana cara pandangnya terhadap diri dan
25
pengalaman tersebut. Setelah mereka menyadarinya, individu diajak menerima kemudian menghargai apa yang sudah dilewatinya. Setelah
individu menerima dan menghargai pengalaman mereka dan menyadari cara pandangnya, terapis mengajak dan mendorong individu untuk merubah cara
pandangnya yang keliru dan negatif menjadi lebih positif. 4
Evaluation Tahap ini merupakan tahap dimana individu dan terapis mendiskusikan
signifikansi proses terapi dan mengeksplorasi pengalaman individu, serta mempersiapkan individu untuk mengakhiri sesi terapi. Terapis memberikan
penguatan atau reinforcement untuk dapat melangkah lagi dari apa yang sudah pernah berhenti karena depresi yang dialami individu.
Gerakan tubuh sebagai komponen inti dari tari itu sendiri menjadi sarana penilaian dan intervensi dari terapi tari. Secara keseluruhan, terapi tari
menggunakan kombinasi sudut pandang psikodinamika, behavioral, humanistik, dan kognitif. Individu diajak menyadari pengalaman masa lalu
mereka menjadi salah satu indikator adanya sudut pandang psikodinamika. Pemberian reinforcement dalam rangka memberi pemahaman kepada
individu bahwa “it’s okay to have a bad past time” menjadi ciri khas pandangan behavioral. Selanjutnya dari sudut pandang humanistik, terapi
tari mengajak individu menerima dan menghargai apa yang menjadi pengalaman mereka dan menghargai diri mereka. Hal ini terkait dengan self-
26
esteem yang menjadi salah satu faktor depresi yang harus ditingkatkan untuk
menurunkan tingkat depresi. Akhirnya, setelah individu menyadari, menerima, dan menghargai diri
dan pengalaman hidup mereka, mendapat penguatan reinforcement untuk melangkah lagi, mereka dapat mengubah cara pandang yang keliru dan
negatif seperti yang dikemukakan teori kognitif bahwa cara pandang yang keliru dan negatif merupakan faktor penyebab depresi.
C. Pengaruh Terapi Tari terhadap Tingkat Depresi Perempuan dengan