Pengaruh dukungan sosial, loneliness, dan trait kepribadian terhadap gejala depresi narapidana remaja di lembaga pemasyarakatan

(1)

Skripsi

Diajukan untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Psikologi (S.Psi)

Disusun Oleh :

YASHIKA ANGESTI FARADHIGA 1110070000026

FAKULTAS PSIKOLOGI

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA


(2)

(3)

(4)

(5)

iv

adanya peluang bagi kegagalan.

Pusatkanlah perhatian anda hanya pada

kekuatan anda daripada kelemahan anda

-Paul J.

Meyer-Persembahan:

Skripsi ini kupersembahkan untuk Bapak dan

Bunda yang selalu mendoakan keberhasilanku serta

adik-adikku yang selalu mengukir senyum dan

semangat untukku


(6)

v ABSTRAK

A) Fakultas Psikologi Universitas Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta B) Januari 2015

C) Yashika Angesti Faradhiga

D) Pengaruh Dukungan Sosial,LonelinessdanTraitKepribadian terhadap Gejala Depresi Narapidana Remaja di Lembaga Pemasyarakatan

E) xiv + 102 Halaman + Lampiran

F) Penelitian ini bertujuan untuk menguji pengaruh dukungan sosial, loneliness dan trait kepribadian terhadap gejala depresi narapidana remaja di lembaga pemasyarakatan. Penelitian yang menggunakan pendekatan kuantitatif dengan analisis regresi berganda ini mengambil narapidana remaja di beberapa LAPAS sebagai populasinya. Dari populasi tersebut peneliti menggunakan teknik non-probability sampling / non-random sampling untuk pemilihan sampel sebanyak 220 orang yang berusia 12 – 20 tahun. Instrumen pengumpulan data dengan menggunakan skala gejala depresi yang dikembangkan oleh Maria Kovacs (2007), skala dukungan sosial yang dikembangkan oleh Zimet, Dahlem, Zimet & Farley (1988), skala loneliness yang dikembangkan oleh Russell (1996) dan skala trait kepribadian yang dikembangkan oleh John & Srivastava (1999). Analisis data penelitian menggunakansoftware SPSS versi 20.0, sedangkan untuk pengujian validitas konstruk menggunakan Lisrel 8.70.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa ada pengaruh yang signifikan dukungan sosial, loneliness dan trait kepribadian terhadap gejala depresi narapidana remaja. Hasil uji hipotesis minor yang menguji pengaruh dari independent variable, dimensi dari variabel dukungan sosial dan loneliness memberikan pengaruh terhadap gejala depresi narapidanan. Selanjutnya dari variabel trait kepribadian hanya dimensi extraversiondan agreeableness yang berpengaruh terhadap gejala depresi narapidana. Hasil penelitian ini juga menunjukkan proporsi varians dari gejala depresi yang dijelaskan oleh seluruh independent variable adalah sebesar 21.1%, sedangkan 78.9% dipengaruhi oleh variabel lain di luar penelitian ini.

Untuk penelitian selanjutnya, penulis menyarankan agar menggunakan variabel lain seperti coping strategies, resiliensi, parental acceptance-rejection dan tingkat stres atau independent variable lain yang mungkin berpengaruh terhadap gejala depresi.


(7)

vi C) Yashika Angesti Faradhiga

D) Impact of Social Support, Loneliness and Trait Personality to Symptoms of Depression Youth Inmates in Prison

E) xiv + 102 pages + appendix

F) This study aimed to examine impact of social support, loneliness and personality traits to symptoms of depression youth inmates in prisons. The study, using a quantitative approach with multiple regression analysis is taking youth inmates in some prisons as a population. Of the population of researchers using non-probability sampling technique/non-random sampling for selecting a sample of 220 people aged 12-20 years. Data collection instrument using a depressive symptoms scale developed by Maria Kovacs (2007), social support scale developed by Zimet, Dahlem, Zimet & Farley (1988), loneliness scale developed by Russell (1996) and the personality trait scale developed by John & Srivastava (1999). Research data analysis using SPSS software version 20.0, while for the construct validity testing using Lisrel 8.70.

The results showed that there was a significant effect of social support, loneliness and personality traits to symptoms of depression youth inmates. The results of minor hypothesis test that examines the impact of independent variable, the dimensions of social support and loneliness variables give a significant effect on depressive symptoms inmates. Furthermore, the personality trait of variable dimensions, only extraversion and agreeableness give significantly impact to depressive symptoms inmates. The results of this study also shows the proportion of the variance of depressive symptoms described by all the independent variable is equal to 21.1%, while 78.9% was influenced by other variables outside of this research.

For further study, the researchers suggested that using other variables such as coping strategies, resilience, parental acceptance-rejection and the level of stress or other independent variables that may affect the symptoms of depression.


(8)

vii

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur peneliti panjatkan kehadirat Allah SWT karena berkat rahmat dan izin-Nya peneliti dapat menyelesaikan penelitian skripsi dengan judul“Pengaruh Dukungan Sosial,LonelinessdanTraitKepribadian terhadap Gejala Depresi Narapidana Remaja di Lembaga Pemasyarakatan”. Tak lupa shalawat serta salam peneliti selalu curahkan kepada junjungan kita Nabi Muhammad SAW, berikut para keluarga dan sahabat.

Terwujudnya skripsi ini tidak lepas dari bantuan berbagai pihak. Oleh karena itu, dalam kesempatan ini peneliti ingin mengucapkan terima kasih kepada:

1. Prof. Dr. Abdul Mujib, M.Ag, M.Si selaku Dekan Fakultas Psikologi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta dan jajarannya serta seluruh civitas akademik Fakultas Psikologi. Terima kasih atas segala bantuan, bimbingan dan arahan selama ini.

2. Dra. Zahrotun Nihayah, M.Si selaku dosen pembimbing I dan Luh Putu Suta Haryanti, Psi selaku dosen pembimbing II. Terima kasih atas waktu, tenaga, pikiran, dan ilmu yang diberikan kepada peneliti.

3. Neneng Tati Sumiati, M.Si, Psi selaku dosen pembimbing akademik. Terima kasih atas semangat dan nasehat ibu di dalam ataupun luar perkuliahan. 4. Untuk kedua orang tuaku, Bapak M.I.A Budiharto dan Bunda Megawati,

serta adik-adikku Aryadwipa Angesti F, Rahmahwati Allraudha N.M. dan All Att’ Thoyibah, terima kasih atas semua dukungan, sumber inspirasi, kasih


(9)

viii

yang diberikan sehingga peneliti terus optimis untuk menyelesaikan skripsi ini.

6. Kepala Kantor Kementerian Hukum dan HAM Republik Indonesia beserta seluruh staf, terima kasih telah memberikan ijin peneliti untuk melakukan penelitian dibawah institusi Kementerian Hukum dan HAM.

7. Seluruh Anak Didik Lapas Kelas II-A Salemba, Lapas Kelas II-A Anak Pria Tangerang dan Lapas Kelas II-B Anak Wanita Tangerang yang telah berpartisipasi dengan baik dalam penelitian ini.

8. Untuk Sonia Pebriani, terima kasih telah menjadi sahabat yang selalu berada di samping peneliti baik suka maupun duka selama menjalani perkuliahan di Fakultas Psikologi.

9. Untuk teman-teman peneliti, Dewi Mayangsari, Rahmatul Aufa, Khirzah Nurmala, Intan Suryani dan teman-teman Psikologi angkatan 2010 khususnya kelas A, terima kasih atas dukungan dan semangat yang kalian berikan kepada peneliti.

10. Untuk Pak Deden beserta seluruh staf perpustakaan, terima kasih telah memberikan banyak waktu dan bantuan di saat peneliti membutuhkan banyak referensi buku untuk keperluan penyelesaian skripsi.

11. Kepada semua pihak yang telah membantu peneliti, karena dukungan dan pengertian mereka sehingga peneliti dapat menyelesaikan skripsi ini. Hanya


(10)

ix

doa yang dapat peneliti panjatkan kepada mereka. Semoga kalian semua mendapatkan balasan pahala berlipat ganda dari Allah SWT.

Peneliti menyadari bahwa dalam penyusunan skripsi ini terdapat banyak kekurangan. Oleh karena itu, segala kritik dan saran yang bersifat membangun sangat diharapkan untuk penyempurnaan penelitian ini. Semoga skripsi ini dapat memberikan kontribusi pada penelitian selanjutnya.

Jakarta, 08 Januari 2015


(11)

x

MOTTO DAN PERSEMBAHAN... iv

ABSTRAK... v

KATA PENGANTAR... vii

DAFTAR ISI... x

DAFTAR TABEL... xii

DAFTAR GAMBAR... xiii

DAFTAR LAMPIRAN... xiv

BAB 1 PENDAHULUAN... 1-12 1.1. Latar Belakang Masalah……….. 1

1.2. Pembatasan dan Perumusan Masalah……….. 8

1.2.1. Batasan masalah………. 8

1.2.2. Rumusan masalah………... 9

1.3. Tujuan dan Manfaat Penelitian……….... 10

1.4. Sistematika Penulisan……….. 11

BAB 2 KAJIAN PUSTAKA... 13-43 2.1. Gejala Depresi………. 13

2.1.1. Pengertian gejala depresi…..……….. 13

2.1.2. Gejala-gejala depresi……….………. 15

2.1.3. Faktor-faktor penyebab munculnya depresi pada remaja ...………... 18

2.1.4. Pengukuran gejala depresi..……….... 22

2.2.Dukungan Sosial……….. 22

2.2.1. Pengertian dukungan sosial..………... 22

2.2.2. Aspek-aspek dukungan sosial...……….. 24

2.2.3. Pengaruh dukungan sosial terhadap gejala depresi... 25

2.2.4. Pengukuran dukungan sosial………... 26

2.3.Loneliness……….... 26

2.3.1. Pengertianloneliness……….………. 26

2.3.2. Aspek-aspek loneliness………...…...…... 29

2.3.3. Lonelinesspada remaja... 29

2.3.4. Pengaruhlonelinessterhadap gejala depresi... 30

2.3.5. Pengukuranloneliness……….………... 31

2.4.TraitKepribadian……….... 31

2.4.1. Pengertiantraitkepribadian……….... 31

2.4.2. Kepribadian pada remaja... 32

2.4.3. TraitkepribadianBig Five………..……….... 33

2.4.4. Pengaruhtraitkepribadian terhadap gejala depresi... 36


(12)

xi

2.5. Narapidana Remaja………... 37

2.5.1. Pengertian narapidana... 37

2.5.2. Pengertian remaja... 37

2.5.3. Remaja dan penyesuaian diri... 38

2.6.Kerangka Berpikir……….……….. 40

2.7.Hipotesis……….………. 43

BAB 3 METODE PENELITIAN... 44-72 3.1. Populasi dan Sampel………... 44

3.2.Variabel Penelitian……….. 45

3.3.Definisi Operasional Variabel………. 45

3.4.Pengumpulan Data……….. 47

3.4.1. Teknik pengumpulan data………... 47

3.4.2. Instrumen pengumpulan data……….... 48

3.5. Uji Validitas Konstruk………... 51

3.5.1. Uji validitas alat ukur depresi………... 3.5.2. Uji validitas alat ukur dukungan sosial………... 3.5.3. Uji validitas alat ukurloneliness………... 3.5.4. Uji validitas alat ukurtraitkepribadian……….... 3.5.4.1. Uji validitas dimensineuroticsm………... 3.5.4.2. Uji validitas dimensiextraversion…….………. 3.5.4.3. Uji validitas dimensiagreeableness…………... 3.5.4.4. Uji validitas dimensiopenness…….…………... 3.5.4.5. Uji validitas dimensiconscientiousness..…….... 52 54 56 59 59 61 62 64 66 3.6. MetodeAnalisis Data……….. 68

3.7.Prosedur Penelitian……….. 71

BAB 4 ANALISIS DATA... 73-84 4.1. Deskripsi Umum Subyek Penelitian……….... 73

4.1. Deskripsi subjek penelitian berdasarkan data demografi ………….……….. 74

4.2. Hasil Analisis Deskriptif………. 76

4.3. Kategorisasi Skor Variabel Penelitian………... 76

4.4. Hasil Uji Hipotesis Nihil………... 78

4.4.1 Analisis regresi variabel penelitian…...……….. 78

4.4.2 Pengujian proporsi varian masing-masing IV…..……... 82

BAB 5 HASIL PENELITIAN... 85-98 5.1. Kesimpulan... 85

5.2. Diskusi... 86

5.3. Saran... 95

5.3.1. Saran teoritis... 95

5.3.2. Saran praktis... 97 DAFTAR PUSTAKA


(13)

xii

Tabel 3.3 Blue print skala dukungan sosial... 49

Tabel 3.4 Blue print skalaloneliness... 50

Tabel 3.5 Blue print skalatraitkepribadian... 50

Tabel 3.6 Analisis faktor item gejala depresi... 54

Tabel 3.7 Analisis faktor item dukungan sosial... 56

Tabel 3.8 Analisis faktor itemloneliness... 58

Tabel 3.9 Analisis faktor item kepribadianneuroticsm... 60

Tabel 3.10 Analisis faktor item kepribadianextraversion... 62

Tabel 3.11 Analisis faktor item kepribadianagreeableness... 64

Tabel 3.12 Analisis faktor item kepribadianopenness... 66

Tabel 3.13 Analisis faktor item kepribadianconscientiousness... 68

Tabel 4.1 Deskripsi subjek penelitian berdasarkan data demografi... 75

Tabel 4.2 Analisis deskriptif... 76

Tabel 4.3 Norma skor variabel... 77

Tabel 4.4 Kategorisasi skor variabel... 77

Tabel 4.5 R-square... 78

Tabel 4.6 Anova... 79

Tabel 4.7 Koefisien regresi... 79


(14)

xiii

DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1 Bagan kerangka berpikir... 42

Gambar 3.1 Path diagramvariabel gejala depresi... 53

Gambar 3.2 Path diagramvariabel dukungan sosial... 55

Gambar 3.3 Path diagramvariabelloneliness... 57

Gambar 3.4 Path diagramvariabelneuroticsm... 59

Gambar 3.5 Path diagramvariabelextraversion... 61

Gambar 3.6 Path diagramvariabelagreeableness... 63

Gambar 3.7 Path diagramvariabelopenness... 65

Gambar 3.8 Path diagramvariabelconscientiousness... 67


(15)

xiv Lampiran C Kuesioner penelitian


(16)

1 BAB 1 PENDAHULUAN

Dalam bab pendahuluan ini akan dibahas mengenai latar belakang penelitian, pembatasan dan perumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian dan sistematika penelitian.

1.1. Latar Belakang Masalah

Tingkat kriminalitas yang terjadi di Indonesia termasuk ke dalam tingkatan yang tinggi. Hal tersebut dapat terlihat dari semakin meningkatnya jumlah narapidana dalam Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) dan Rumah Tahanan (Rutan). Selain itu, meningkatnya kriminalitas yang terjadi, dapat dilihat juga dari jumlah kasus kriminal yang dilaporkan setiap harinya di media massa maupun media sosial. Kasus kriminalitas di Indonesia tidak hanya melibatkan orang dewasa, tetapi juga anak-anak dibawah umur dan remaja.

Kasus pelanggaran hukum dengan pelaku remaja ternyata menjadi fenomena tersendiri di berbagai negara. Remaja yang terlibat dalam kasus kriminal terpaksa harus berhadapan dengan hukum sehingga kelompok ini diistilahkan dengan Anak yang Berhadapan dengan Hukum atau Anak yang Berkonflik dengan Hukum (ABH). Indeks pelaku kejahatan remaja di Indonesia mengalami peningkatan yang signifikan setiap tahunnya.

Menurut data Badan Pusat Statistik (BPS), hingga Juli 2013 di Indonesia terdapat 136.000 anak yang berkonflik dengan hukum dan setiap tahun sedikitnya 400 kasus pelanggaran hukum dilakukan oleh anak (Komnas HAM, 2013). Data


(17)

yang didapat dari Direktorat Jenderal Pemasyarakatan (Ditjen PAS) Kementerian Hukum dan HAM juga mencatat sebanyak 3.164 anak menjadi tahanan pidana di 33 daerah di Indonesia dalam periode waktu Januari–Juli 2014.

Anak-anak dan remaja yang bermasalah dengan hukum, mengharuskan mereka untuk masuk ke dalam Lapas dan hal ini dapat memberikan tekanan untuk mereka. Masuk ke Lapas bagi narapidana anak dan remaja berarti ia harus mengalami banyak kehilangan, seperti kehilangan kemerdekaan yang disertai kehilangan otonomi, kehilangan rasa aman, serta pelayanan pribadi.

Perasaan sedih yang dialami mereka setelah menerima hukuman serta berbagai hal yang lainnya, seperti rasa bersalah, hilangnya kebebasan, perasaan malu, sanksi ekonomi dan sosial serta kehidupan dalam penjara yang penuh dengan tekanan psikologis dapat memperburuk dan mengintesifkan pemicu tekanan yang terjadi sebelumnya. Tidak mengherankan jika Lapas menjadi tempat yang potesial bagi timbulnya gangguan-gangguan psikologis seperti depresi.

Penelitian Irene Y.H. Ng, et.al. (2011) tentang narapidana remaja di penjara Michigan, Amerika Serikat, menunjukkan bahwa remaja yang dipenjara karena pelanggaran serius lebih mungkin mengalami depresi daripada pemuda yang melakukan pelanggaran kurang serius. Selain itu, mereka juga menemukan ada indikasi bahwa penahanan remaja di penjara dewasa dapat meningkatkan risiko depresi lebih lanjut. Selain itu penelitian yang dilakukan oleh Adhyana (2008) di Lapas Anak Medan, menunjukkan bahwa dari total 274 orang napi terdapat sebanyak 54 orang napi anak di Lapas ini yang mengalami gejala depresi.


(18)

3

Depresi merupakan kondisi emosional yang biasanya ditandai dengan kesedihan yang amat sangat; perasaan bersalah; menarik diri dari orang lain; tidak dapat tidur, kehilangan selera makan, hasrat seksual dan minat serta kesenangan dalam aktivitas yang biasa dilakukan (Davidson, Neale & Kring, 2002). Sedangkan menurut Kartono (2002) depresi adalah kemuraman hati seperti kepedihan, kesenduan, dan keburaman perasaan yang patologis sifatnya. Biasanya timbul oleh rasa inferior, sakit hati yang dalam, penyalahan diri sendiri dan trauma psikis.

Depresi yang terjadi pada remaja pada umumnya tidak terdiagnosis. Hal ini dikarenakan depresi pada remaja tidak selalu muncul sebagai kesedihan, tetapi sebagai perasaan mudah terganggu, bosan, atau ketidakmampuan untuk mengalami rasa bosan (Papalia, Olds & Feldman, 2009). Depresi pada remaja dapat diakibatkan oleh berbagai hal seperti kematian dari anggota keluarga atau teman, putus cinta, perceraian orang tua, kegagalan di sekolah atau kejadian yang tidak menyenangkan.

Lingkungan Lapas yang menjauhkan napi dari kebebasan dan dukungan sosial dari orang terdekat, seperti keluarga dan teman terdekat, akan membuat napi semakin rentan terhadap berbagai gangguan psikologis. Sehingga tidak mengherankan beberapa napi anak di Indonesia memilih untuk bunuh diri saat masih berada dalam tahanan karena tidak bisa menghadapi masalah yang mereka hadapi dan tekanan yang ada di Lapas.

Di dalam lapas maupun rutan kasus bunuh diri narapidana yang diduga karena depresi dalam setahun terakhir mencapai sepuluh orang dari seluruh lapas


(19)

yang tersebar di Indonesia (Ditjen PAS, 2013). Kasus bunuh diri yang terliput media yaitu pada Desember 2011, dua narapidana anak di daerah Sumatera Barat ditemukan tewas gantung diri. Mereka diduga tewas karena mengalami depresi akibat hukuman penjara yang dijatuhkan kepada mereka.

Bunuh diri yang dilakukan oleh narapidana mungkin merupakan jalan terakhir yang mereka pilih disaat mereka sudah tidak bisa mengatasi masalah yang mereka hadapi karena adanya tekanan di dalam Lapas. Selain kasus bunuh diri yang dilakukan oleh dua orang narapidana anak diatas, kasus terbaru yang melibatkan narapidana remaja di daerah Bangka Belitung yang mengalami depresi berat pada November 2013. Dilaporkan bahwa remaja ini sudah berulang kali mencoba bunuh diri disaat penjagaannya lengah. Remaja ini mengalami depresi berat diduga karena mengalami kekerasan pada saat diinterograsi masalah hukumnya.

Dari kasus serta penjelasan diatas dapat dilihat bahwa tidak sedikit narapidana yang mengalami depresi sehingga memilih untuk bunuh diri. Data tentang tingginya tingkat depresi yang dialami oleh narapidana diperkuat oleh hasil penelitian yang dilakukan oleh Eddyanto et.al, (2003) dengan diperolehnya data prevalensi depresi para narapidana Rumah Tahanan Kelas I di Surakarta adalah 69,9%; adapun derajatnya untuk tingkat ringan sebanyak 26,9%, tingkat sedang sebanyak 29,0% dan tingkat berat sebanyak 14%.

Penelitian yang dilakukan oleh Hertinjung dan Purwandi pada tahun 2007 (dalam Retno & Margareta, 2011) di Lapas Wanita Kelas II A Sragen juga menunjukkan bahwa tingkat depresi yang dialami narapidana wanita di Lapas ini


(20)

5

cukup tinggi yaitu 72%. Selanjutnya penelitian yang dilakukan oleh Retno dan Margareta (2011) di Lapas Wanita Kelas II A Semarang menunjukkan bahwa 35,36% narapidana mengalami depresi ringan dan 13,81% mengalami depresi berat.

Penelitian diatas menunjukkan bahwa depresi dapat terjadi pada siapapun dalam keadaan yang tertekan seperti di dalam Lapas atau Rutan. Berdasarkan hasil elisitasi yang dilakukan oleh peneliti menggunakan alat ukur BDI (Beck Depression Inventory) terhadap 20 responden pada rentang usia 17– 20 tahun di Lapas Kelas II B Anak daerah Jambi menunjukkan bahwa narapidana anak di lapas ini mengalami depresi dengan tingkatan yang rendah sebanyak 44,5% dan tingkatan yang tinggi sebanyak 55,5%. Mereka yang mengalami depresi tingkat tinggi ini memaparkan bahwa mereka memiliki perasaan yang sangat sedih, menyalahkan diri sendiri untuk segala hal yang terjadi, memiliki perasaan yang gelisah dan mengalami kesulitan untuk tertarik terhadap sesuatu.

Banyaknya tekanan yang dialami remaja khususnya narapidana remaja membuat mereka mudah mengalami gejala depresi. Tanpa adanya dukungan dari lingkungan terhadap mereka, kemungkinan terjadinya angka bunuh diri yang tinggi pada napi remaja bisa saja meningkat. Oleh karena itu, dukungan dari lingkungan menjadi penting untuk mereka dalam menghadapi tekanan-tekanan yang terjadi pada mereka selama berada di dalam Lapas.

Menurut Teori Interpersonal Depresi, depresi dapat timbul karena kurangnya dukungan sosial terhadap mereka yang memiliki gejala depresi. Berkurangnya dukungan sosial dapat melemahkan kemampuan mereka untuk


(21)

mengatasi masalah dan membuat mereka semakin rentan terhadap depresi (Davidson, et.al, 2002). Selain itu, Nevid, Rathus dan Greene (2005) menjelaskan bahwa faktor-faktor seperti keterampilan coping, bawaan genetis dan ketersediaan dukungan sosial memberikan kontribusi pada kecenderungan depresi saat menghadapi kejadian yang penuh tekanan.

Beberapa studi mengungkapkan bahwa dukungan sosial memengaruhi munculnya gejala depresi. Penelitian Allogower, Wardle dan Steptoe (2001) mengungkapkan bahwa tingkat dari dukungan sosial secara umum tinggi terhadap munculnya gejala depresi pada pria dan wanita muda. Selain itu, penelitian yang dilakukan oleh Peirce, Frone, Russell, Cooper dan Mudar (2000) mengungkapkan bahwa penelitian longitudinal terhadap hubungan antara depresi dan penerimaan dukungan sosial memiliki hubungan yang negatif. Mereka menemukan bahwa depresi secara tidak langsung didahului dari kontak sosial dan persepsi dari dukungan sosial yang rendah.

Selain dukungan sosial, loneliness juga merupakan faktor penting munculnya gejala depresi. Peplau dan Perlman (1981) menggambarkanloneliness sebagai pengalaman yang tidak menyenangkan yang terjadi ketika jaringan sosial individu mengalami kekurangan baik secara kualitatif maupun kuantitatif. Wawancara yang sebelumnya peneliti lakukan dengan beberapa narapidana remaja di Lapas Kelas II-B Anak daerah Jambi, menemukan bahwa beberapa dari mereka mengalami perasaan loneliness karena harus jauh dari keluarga maupun teman-teman mereka. Masuknya mereka ke dalam Lapas, membuat mereka harus menyesuaikan diri dengan keadaan di dalam Lapas. Ketika mereka tidak dapat


(22)

7

menyesuaikan diri dengan baik, maka perasaan loneliness ini akan muncul pada mereka.

Beberapa studi mengungkapkan bahwaloneliness memengaruhi munculnya gejala depresi. Penelitian Lasgaard, Goossens dan Elklit (2011) tentang loneliness ditemukan berkorelasi dengan gejala depresi pada tingkat cross sectional, independen dari jenis kelamin, faktor demografis lainnya, beberapa variabel psikososial dan keinginan sosial. Selain itu, penelitian meta-analisis sebelumnya terhadap 33 sampel remaja juga menunjukkan bahwa hubungan antara depresi dan loneliness berada dalam kisaran ukuran efek besar. Hasil penelitian Qualter, Brown, Munn dan Rotenberg (2010) menunjukkan bahwa bertahannyaloneliness antara teman sebaya selama masa kanak-kanak merupakan suatu stressor interpersonal yang menjadikan predisposisi anak-anak untuk gejala depresi remaja. Penelitian Swami, et.al., (2006) juga menyebutkan bahwa depresi secara positif dan signifikan berkorelasi denganloneliness.

Selain dua faktor diatas, faktor lain yang dapat menyebabkan munculnya gejala depresi antara lain adalah trait kepribadian. Penelitian Sen, Nesse, Stoltenberg, Li dan Gleiberman (2003) membuktikan bahwa trait neuroticsm berhubungan kuat dengan depresi. Penelitian Klein, Kotov dan Bufferd (2011) juga menyatakan bahwa depresi berhubungan dengan trait seperti neuroticsm (emosi negatif), extraversion (emosi positif) dan conscientiousness. Selain itu, karakteristik kepribadian terlihat menyumbang pada awal dan serangkaian gejala depresi melalui berbagai macam cara. Penelitian Cox, McWilliams, Enns dan Clara (2004) yang menggunakan analisis regresi terpisah menunjukkan bahwa


(23)

masing-masing dimensi kepribadian secara bermakna dikaitkan dengan depresi berat seumur hidup.

Berdasarkan penjelasan yang telah diuraikan diatas, peneliti tertarik untuk melakukan sebuah penelitian dengan tujuan melihat apakah terdapat pengaruh yang signifikan antara dukungan sosial, loneliness dan trait kepribadian terhadap gejala depresi narapidana remaja di dalam Lembaga Pemasyarakatan.

Oleh karena itu peneliti akan melakukan penelitian yang berjudul

“Pengaruh Dukungan Sosial, Loneliness dan Trait Kepribadian terhadap Gejala Depresi Narapidana Remaja di Lembaga Pemasyarakatan”.

1.2. Pembatasan dan Perumusan Masalah 1.2.1 Batasan masalah

Penelitian ini dibatasi hanya mengenai pengaruh dari variabel prediktor, yaitu dukungan sosial, lonelinessdantrait kepribadian terhadap gejala depresi. Adapun batasan tentang konsep variabel yang digunakan, yaitu :

1. Gejala depresi adalah perilaku dan perasaan yang secara spesifik muncul dapat dikelompokkan sebagai gejala awal munculnya depresi seperti kesedihan, sikap meremehkan diri, kenakalan, kebencian terhadap diri sendiri, menyalahkan diri sendiri, keinginan bunuh diri, lekas marah, berkurangnya minat sosial, ketidaktegasan, gangguan tidur, kelelahan, nafsu makan berkurang, kesepian, tidak suka sekolah, kurangnya teman, merasa tidak dicintai, dan perkelahian (Kovacs, 2007).

2. Dukungan sosial adalah diterimanya dukungan yang diberikan oleh orang-orang terdekat individu meliputi dukungan keluarga, dukungan pertemanan dan


(24)

9

dukungan dari orang-orang yang berarti disekitar individu (Zimet, Dahlem, Zimet dan Farley, 1998).

3. Loneliness adalah adanya pola yang lebih stabil dari perasaan kesepian yang terkadang berubah dalam situasi tertentu, atau individu yang mengalami kesepian karena disebabkan kepribadian mereka; kesepian yang terjadi karena individu tidak mendapatkan kehidupan sosial yang diinginkan pada kehidupan dilingkungannya; dan kesepian yang terjadi merupakan salah satu gangguan alam perasaan seperti perasaan sedih, murung, tidak bersemangat, merasa tidak berharga dan berpusat pada kegagalan yang dialami oleh individu (Russell, 1996).

4. Trait kepribadian dalam penelitian ini yaitu terdiri dari trait kepribadian Big Five Personality yaituopeness, conscientiousness, extraversion, agreeableness danneuroticsm(John dan Srivastava, 1999).

5. Sampel penelitian ini adalah narapidana lapas yang berusia antara 12 – 20 tahun dan sudah berada di dalam lembaga pemasyarakatan kurang dari satu tahun.

1.2.2 Rumusan masalah

Adapun perumusan masalah yang penulis ambil dalam penelitian ini adalah: 1. Apakah ada pengaruh yang signifikan dukungan sosial, loneliness, dan trait

kepribadian terhadap gejala depresi pada narapidana remaja di Lembaga Permasyarakatan?


(25)

2. Seberapa besar proporsi varian dari variabel gejala depresi yang dapat secara bersama-sama diprediksi oleh variabel dukungan sosial, loneliness dan trait kepribadian?

3. Apakah ada pengaruh yang signifikan dukungan sosial terhadap gejala depresi pada narapidana remaja di Lembaga Permasyarakatan?

4. Apakah ada pengaruh yang signifikan loneliness terhadap gejala depresi pada narapidana remaja di Lembaga Permasyarakatan?

5. Apakah ada pengaruh yang signifikan dimensi-dimensi trait kepribadian terhadap gejala depresi pada narapidana remaja di Lembaga Permasyarakatan? 6. Prediktor apa saja yang paling dominan pengaruhnya terhadap gejala depresi

pada narapidana remaja di Lembaga Permasyarakatan? 1.3. Tujuan dan Manfaat Penelitian

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh signifikan antara dukungan sosial, loneliness, dan trait kepribadian terhadap gejala depresi pada Narapidana di Lembaga Pemasyarakatan.

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberi manfaat sebagai berikut: 1.3.1 Manfaat teoritis

Sebagai masukan bagi para ilmuwan dalam usaha mengembangkan ilmu-ilmu psikologi khususnya psikologi forensik dan klinis yang berkaitan dengan munculnya gejala depresi yang terjadi pada narapidana remaja selama berada di dalam Lapas.


(26)

11

1.3.2 Manfaat praktis

Dapat memberikan gambaran tentang munculnya gejala depresi pada narapidana remaja selama berada di dalam Lapas yang meliputi gejala-gejala depresi, faktor-faktor yang mempengaruhi depresi dan penanganan yang tepat untuk narapidana remaja yang depresi. Sehingga penelitian ini diharapkan mampu memberikan masukan kepada pihak Lapas dalam hal perencanaan program correctional kepada narapidana selama berada di dalam Lapas.

1.4 Sistematika Penulisan

Untuk memudahkan pembahasan, proposal penelitian ini terbagi dalam tiga bab dengan sistematika sebagai berikut :

BAB 1: PENDAHULUAN

Membahas tentang latar belakang masalah atau alasan yang menyebabkan penulis memilih masalah ini sebagi topik penelitian, pembatasan dan perumusan masalah, tujuan dan manfaat masalah, serta sistematika penulisan.

BAB 2: KAJIAN PUSTAKA

Terdiri dari kajian teori mengenai simptom depresi yang meliputi pengertian, faktor-faktor yang mempengaruhi munculnya gejala depresi, dan depresi pada tahanan; kajian teori mengenai dukungan sosial; kajian teori mengenailoneliness; kajian teori mengenai trait kepribadian; kajian teori mengenai narapidana remaja; serta kerangka berpikir dan hipotesis.


(27)

BAB 3: METODE PENELITIAN

Terdiri dari populasi dan sampel, teknik pengambilan sampel, variabel penelitian, definisi operasional variable, instrumen pengumpulan data, prosedur pengumpulan data, pengujian validitas alat ukur, prosedur pengumpulan data, dan metode analisis data.

BAB 4: ANALISA DATA PENELITIAN

Terdiri dari gambaran subjek penelitian, deskripsi data dan hasil uji hipotesis.

BAB 5: KESIMPULAN, DISKUSI DAN SARAN

Terdiri dari rangkuman keseluruhan isi penelitian dan menyimpulkan hasil penelitian. Pada bab ini juga akan dimuat diskusi dan saran.


(28)

13 BAB 2

KAJIAN PUSTAKA

Pada bab 2 ini akan dijelaskan tentang teori-teori yang terkait dengan variabel penelitian ini, antara lain gejala depresi, dukungan sosial, loneliness, trait kepribadian dan narapidana remaja. Selanjutnya kerangka berpikir dan hipotesis. 2.1 Gejala Depresi

2.1.1 Pengertian gejala depresi

Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (Tim Redaksi Pusat Bahasa, 2008), gejala merupakan suatu hal (keadaan, peristiwa, dsb) yang tidak biasa dan patut untuk diperhatikan. Sedangkan Lubis (2009) mendefinisikan gejala sebagai sekumpulan peristiwa, perilaku, atau perasaan yang sering (namun tidak selalu) muncul pada waktu bersamaan.

Pengertian depresi juga diartikan dengan berbagai pengertian. Menurut Chaplin (dalam Kamus Lengkap Psikologi, 2009) mendefinisikan depresi menjadi: (1) Pada orang normal, merupakan keadaan kemurungan (kesedihan, kepatahan semangat) yang ditandai dengan perasaan tidak pas, menurunnya kegiatan, dan pesimisme menghadapi masa yang akan datang; (2) Pada kasus patologis, merupakan ketidakmauan ekstrem untuk mereaksi terhadap perangsang, disertai menurunnya nilai diri, delusi ketidakpasan, tidak mampu, dan putus asa.

Depresi merupakan kondisi emosional yang biasanya ditandai dengan kesedihan yang amat sangat, perasaan tidak berani dan bersalah; menarik diri dengan orang lain, dan tidak dapat tidur, kehilangan selera makan, hasrat seksual


(29)

dan minat serta kesenangan dalam aktivitas yang biasa dilakukan (Davidson et.al., 2010). Hoeksema (2007) mendefinisikan depresi sebagai pengalaman kesedihan, kehilangan minat dalam aktivitas yang biasa dilakukan, perubahan pola tidur dan tingkat aktivitas, dan adanya pikiran bahwa diri tidak berharga, putus asa dan keinginan bunuh diri.

Kovacs (2007) menggambarkan depresi sebagai kesedihan, pesimisme, sikap meremehkan diri, anhedonia, kenakalan, pesimis mengkhawatirkan, kebencian terhadap diri sendiri, menyalahkan diri sendiri, keinginan bunuh diri, menangis mantra, lekas marah, berkurangnya minat sosial, ketidaktegasan, citra tubuh negatif, kesulitan sekolah-kerja, gangguan tidur, kelelahan, nafsu makan berkurang, kekhawatiran somatik, kesepian, tidak suka sekolah, kurangnya teman, merasa tidak dicintai, ketidaktaatan, dan perkelahian.

Berdasarkan pengertian yang telah dijabarkan diatas, peneliti menggunakan pengertian Kovacs (2007) yang menggambarkan depresi sebagai kesedihan, pesimisme, sikap meremehkan diri, anhedonia, kenakalan, pesimis mengkhawatirkan, kebencian terhadap diri sendiri, menyalahkan diri sendiri, keinginan bunuh diri, lekas marah, berkurangnya minat sosial, ketidaktegasan, citra tubuh negatif, kesulitan sekolah atau kerja, gangguan tidur, kelelahan, nafsu makan berkurang, kekhawatiran somatik, kesepian, tidak suka sekolah, kurangnya teman, merasa tidak dicintai, ketidaktaatan dan perkelahian.


(30)

15

2.1.2 Gejala-gejala depresi

Secara umum, depresi mengambil alih seluruh emosi, fungsi tubuh, perilaku dan pikiran seseorang. Hoeksema (2007) membagi depresi menjadi empat gejala yaitu:

1. Gejala Emosional

Gejala emosi yang paling umum terjadi pada depresi adalah kesedihan. Kesedihan ini bukan tipe berbagai perasaan, yang kita semua rasakan kadang-kadang, tapi lebih mendalam, seperti rasa sakit tak henti-hentinya. Di samping itu, banyak orang yang didiagnosis dengan depresi melaporkan bahwa mereka telah kehilangan minat dalam segala hal dihidup (gejala ini disebut sebagai anhedonia). Bahkan ketika mereka mencoba untuk melakukan sesuatu yang menyenangkan, mereka mungkin merasa tidak ada reaksi emosional.

2. Gejala psikologis dan perilaku

Dalam depresi, banyak fungsi tubuh yang terganggu. Seperti adanya perubahan-perubahan dalam nafsu makan, tidur, dan tingkat aktivitas yang bisa dalam berbagai bentuk. Beberapa orang dengan depresi kehilangan nafsu makan, tetapi yang lainny amenemukan diri mereka makan lebih banyak, bahkan mungkin makan berlebihan. Beberapa orang dengan depresi ingin tidur sepanjang hari. Sedangkan yang lain merasa sulit untuk tidur dan mungkin mengalami bentuk insomnia atau dikenal sebagai terbangun dini hari, di mana mereka terbangun di 3atau 4 pagi setiap hari dan tidak bias kembali tidur.

Secara perilaku, banyak orang dengan depresi menjadi melambat, kondisi yang dikenal sebagai retardasi psikomotor. Mereka berjalan lebih lambat,


(31)

gerakan lebih lambat, dan berbicara lebih lambat dan lebih tenang. Mereka mengalami kecelakaan lebih banyak, karena mereka tidak bias bereaksi terhadap krisis secepat mungkin yang diperlukan untuk menghindarinya. Banyak orang dengan depresi kekurangan energy dan dilaporkan merasa kelelahan kronis. Sebagian dari orang dengan depresi memiliki agitasi psikomotor dari pada retardasi. Mereka merasa gelisah secara fisik, tidak bisa duduk diam, dan mungkin bergerak disekitar atau gelisah tanpa tujuan.

3. Gejala Kognitif

Pikiran orang dengan depresi biasanya diisi dengan tema dari ketidakberhargaan, rasa bersalah, putus asa, dan bahkan bunuh diri. Mereka sering mengalami kesulitan berkonsentrasi dan membuat keputusan. Dalam beberapa kasus yang parah, kognisi orang dengan depresi kehilangan sentuhan yang lengkap dengan kenyataan, dan mereka mengalami delusi dan halusinasi. Delusi adalah keyakinan tanpa dasar realitas, dan halusinasi meliputi melihat, mendengar, atau merasakan hal-hal yang tidak nyata.

Selain empat simptom yang telah dikategorisasikan oleh Hoeksema sebagai gejala depresi, Davidson et.al. (2010) menyebutkan kriteria depresi menurut DSM IV-TR yaitu :

1. Mood sedih dan tertekan, hampir sepanjang hari, hampir setiap hari selama dua minggu atau kehilangan minat dan kesenangan dalam aktivitas yang biasa dilakukan, ditambah sekurang-kurangnya empat gejala berikut.


(32)

17

2. Sulit tidur (insomnia); pada awalnya tidak dapat tidur; tidak dapat kembali tidur bila terbangun ditengah malam dan bangun pada dini hari; atau, pada beberapa pasien, keinginan untuk tidur selama mungkin.

3. Perubahan kadar aktivitas, menjadi lemas (retardasi psikomotorik) atau terlalu bersemangat.

4. Nafsu makan sangat berkurang dan berat badan turun, atau nafsu makan meningkat dan berat badan bertambah.

5. Kehilangan energi, sangat fatik.

6. Konsep diri negatif, menuding dan menyalahkan diri sendiri; merasa tidak berarti dan bersalah.

7. Mengeluh sulit berkonsentrasi atau terlihat sulit berkonsentrasi, seperti lambat berpikir dan tidak dapat mengambil keputusan.

8. Pikiran tentang kematian atau bunuh diri yang terus menerus timbul.

Menurut Kovacs (2007) gejala depresi yang akan muncul pada anak-anak usia sekolah dan remaja meliputi dua masalah yaitu:

1. Masalah Emosional

Masalah emosional yang terjadi pada anak-anak usia sekolah dan remaja yang mengalami gejala depresi terdiri dari emosi negatif atau gejala fisik yang terlihat seperti kesedihan, cepat marah, gangguan tidur, kelelahan dan nafsu makan berkurang; serta adanya harga diri negatif seperti citra tubuh negatif, pesimisme, sikap meremehkan diri, kebencian terhadap diri sendiri dan menyalahkan diri sendiri.


(33)

2. Masalah Fungsional

Masalah fungsional yang terjadi pada anak-anak usia sekolah dan remaja yang mengalami gejala depresi terdiri dari ketidakefektifan dalam melakukan kegiatan seperti berkurangnya minat sosial, ketidaktegasan, kesulitan sekolah atau kerja; dan masalah personal seperti kesepian, tidak suka sekolah, kurangnya teman, merasa tidak dicintai, ketidaktaatan dan perkelahian.

Berdasarkan gejala depresi yang telah dijelaskan diatas, peneliti mengambil kriteria gejala depresi berdasarkan pada dua masalah yang terjadi pada anak-anak usia sekolah dan remaja menurut Kovacs (2007). Dimana kriteria gejala depresi menurut dua masalah inilah yang akan peneliti gunakan sebagai landasan mengukur gejala depresi dengan alat ukur yang diterjemahkan dan dimodifikasi dari Children’s Depression Inventory-II Short Subscale yang akan dijelaskan lebih jelas dalam subbab pengukuran depresi.

2.1.3 Faktor-faktor penyebab munculnya gejala depresi pada remaja

Penyebab depresi tidak dapat diketahui secara pasti faktor apa yang mempengaruhi munculnya. Jarang terjadi bahwa depresi disebabkan oleh satu faktor saja, tetapi lebih sering disebabkan oleh berbagai faktor yang berinteraksi dalam berbagai kombinasi sehingga menciptakan suatu kondisi tertentu yang berpengaruh terhadap tinggi rendahnya tingkat dan frekuensi depresi. Perkembangan depresi pada anak dan remaja juga melibatkan sesuatu yang kompleks, faktor yang multifaktorial. Tidak ada faktor risiko tunggal yang bertanggung jawab atas semua atau bahkan sebagian dari depresi. Sebaliknya, itu


(34)

19

lebih mungkin bahwa kumpulan atau interaksi antara beberapa faktor risiko akan menyebabkan depresi terjadi (Naylor, 2009).

Menurut buku Depression in Children (Naylor, 2009) terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi munculnya gejala depresi yaitu:

1. Faktor Genetik Keluarga

Keluarga, penelitian kembar dan adopsi didokumentasikan memiliki efek dari kedua faktor genetik dan lingkungan untuk depresi unipolar. Dalam sebuah studi besar tentang remaja kembar perempuan, faktor genetik menyumbang 40,4 % dari varians dalam risiko untuk varian utama. Demikian pula, studi berskala besar menunjukkan bahwa paparan situasi awal yang buruk (misalnya, kehilangan orang tua, lingkungan keluarga yang kacau, pelecehan anak) melaporkan untuk lebih dari 50 % dari risiko yang timbul untuk depresi. Yang paling penting, gen dan pengalaman awal saling berinteraksi.

2. Temperamen dan Kepribadian

Temperamen secara luas didefinisikan sebagai perbedaan individu dalam gaya emosi dan perilaku yang muncul pada awal kehidupan, konsisten dari waktu ke waktu dan selama situasi, dan diduga memiliki dasar genetik atau biologis. Meskipun demikian, penting untuk dicatat bahwa pengalaman dan pembelajaran, terutama dalam konteks sosial, juga dapat mempengaruhi perkembangan dan ekspresi dari temperamen. Sifat yang berhubungan dengan gangguan emosional kebanyakan telah diberikan berbagai label oleh teori yang berbeda, termasuk perilaku yang terhambat, menghindari bahaya, efektivitas yang negatif, neurotism, dan sifat kecemasan, meskipun ada tumpang tindih


(35)

yang signifikan antara konstruksi ini baik dari perspektif konseptual dan empiris.

3. Faktor Lingkungan

a. Hubungan Interpersonal

Teori Interpersonal depresi menekankan pentingnya lingkungan sosial pada emosional, regulasi perilaku dan penyesuaian sosial. Kerentanan terhadap depresi mungkin muncul dalam konteks lingkungan keluarga awal di mana kebutuhan anak-anak untuk keamanan, kenyamanan dan penerimaan yang tidak terpenuhi. Penelitian tentang hubungan antara lingkungan keluarga dan depresi menunjukkan bahwa keluarga dari anak-anak depresi ditandai dengan masalah dengan keterikatan, komunikasi, konflik, kohesi dan dukungan, serta cara membesarkan anak yang kurang. Gejala depresi dan perilaku terkait yang dianggap menimbulkan reaksi negatif dari orang lain, ini pengalaman interpersonal yang tidak menyenangkan kemudian mendorong kegigihan atau memburuknya depresi. Konsisten dengan model interpersonal, anak-anak depresi menunjukkan kesulitan dalam banyak aspek dari hubungan dengan rekan-rekan dan anggota keluarga. Studi longitudinal pada hubungan antara hubungan interpersonal dan depresi menunjukkan bahwa masalah sosial secara temporal mendahului depresi, dan depresi yang juga berkontribusi terhadap kesulitan interpersonal.


(36)

21

b. Life Stress

Stres memainkan peran penting dalam sebagian besar teori depresi, dan ada hubungan yang jelas antara stres dan depresi pada anak dan remaja. Hubungan antara stres dan depresi tampaknya lebih kuat pada remaja dibandingkan pada anak-anak, khususnya pada anak perempuan. Alasan untuk hal ini tidak sepenuhnya jelas, efek hormonal, konsolidasi gaya kognitif, beban stres kumulatif, dan reaktivitas stres mungkin memiliki peran potensial. Salah satu teori mengusulkan bahwa kesulitan anak mengubah proses neurobiologis dan psikososial dimana individu dapat peka terhadap efek dari peristiwa stres baru-baru ini, yang mengarah ke depresi pada tingkat stres yang lebih rendah, atau dengan reaktivitas fisiologis yang lebih besar untuk efek stres. Model lain menunjukkan bahwa stres berkontribusi terhadap beban stres masa kanak-kanak seumur hidup dan independen memprediksi depresi bersama dengan stres baru-baru ini.

c. Coping with Stress

Meskipun stres jelas memainkan peran dalam depresi, individu bervariasi dalam respon mereka terhadap stres, dan bagaimana mereka merespon stres dapat mempengaruhi kesejahteraan emosional dan penyesuaian masa depan mereka. Selain gaya adaptif kognitif dijelaskan di atas, jenis lain dari mekanisme koping, seperti gaya perilaku dan kemampuan memecahkan masalah, telah diperiksa dalam kaitannya dengan depresi pada anak dan remaja. Teori-teori sebelumnya dibedakan antara emotion-focused dan problem-focused coping. Problem-focused coping melibatkan tanggapan


(37)

yang bertindak langsung pada sumber stres, sedangkan emotion-focused coping melibatkan langkah-langkah paliatif untuk melawan emosi negatif yang muncul dari situasi stres. Studi pada anak-anak dan remaja menunjukkan bahwa tingkat yang lebih tinggi yang terlibat dan problem focused coping berhubungan dengan rendahnya tingkat gejala depresi, sedangkan pelepasan dan emotion-focused coping terkait dengan tingkat yang lebih tinggi pada gejala depresi dalam keadaan stres. Penyelidikan terbaru juga telah mulai meneliti peran metode koping dalam hubungan antara temperamen dan gejala depresi pada anak-anak.

2.1.4 Pengukuran gejala depresi

Untuk mengukur gejala depresi pada penelitian ini digunakan salah satu instrument yang mengukur gejala depresi pada anak-anak dan remaja yaitu Children Depression Inventory-II Short Subscale yang dikembangkan oleh Maria Kovacs (2007) yang berisi 12 item, diukur berdasarkan emotional problem dan functional problem. Skala ini terdiri dari tiga kelompok pernyataan dari masing-masing item yang mendeskripsikan berbagai level dari gejala depresi yang dirasakan oleh anak dan remaja.

2.2. Dukungan Sosial

2.2.1 Pengertian dukungan sosial

Taylor, Peplau dan Sears (2012) mendeskripsikan dukungan sosial sebagai pertukaran interpersonal yang dicirikan oleh perhatian emosi, bantuan instrumental, penyediaan informasi, atau pertolongan lainnya. Dukungan sosial


(38)

23

diyakini bisa menguatkan orang dalam menghadapi efek stress dan mungkin meningkatkan kesehatan fisik pula.

Sarason, Sarason dan Pierce (1990) mendefinisikan dukungan sosial sebagai keberadaan dan kesediaan orang lain yang dapat kita andalkan, seseorang yang mengizinkan kita tahu bahwa mereka peduli, menghargai, dan mencintai kita. Sarason et al. juga menyatakan bahwa bantuan langsung, saran, dorongan, persahabatan, dan ungkapan kasih sayang, semuanya terkait dengan hasil positif terhadap orang-orang yang menghadapi berbagai dilemma dan tekanan hidup.

Sarafino dan Timothy (2011) mendefinisikan dukungan sosial sebagai perasaan kenyamanan, perhatian, penghargaan atau bantuan yang diterima oleh orang banyak atau kelompok lain. Mereka menambahkan bahwa orang-orang yang menerima dukungan sosial memiliki keyakinan bahwa mereka dicintai, bernilai, dan merupakan bagian dari kelompok yang dapat menolong mereka disaat membutuhkan bantuan.

Taylor (2003) mendefinisikan dukungan sosial sebagai informasi yang diterima oleh orang lain yang membuat individu tersebut merasa disayangi, diperhatikan, dihargai, dan bernilai dan merupakan bagian dari jaringan komunikasi dari orang tua, suami atau orang yang dicintai, sanak keluarga, teman, hubungan sosial dan komunitas.

Zimet, Dahlem, Zimet dan Farley (1988) menggambarkan dukungan sosial sebagai diterimanya dukungan yang diberikan oleh orang-orang terdekat individu meliputi dukungan keluarga, dukungan pertemanan dan dukungan dari orang-orang yang berarti disekitar individu.


(39)

Shumaker and Brownell (dalam Zimet et.al., 1988) mendeskripsikan dukungan sosial sebagai pertukaran sumber daya antara setidaknya dua individu yang dirasakan oleh penyedia atau penerima yang akan dimaksudkan untuk meningkatkan kesejahteraan penerima.

Berdasarkan pengertian yang telah dijabarkan diatas, peneliti menggunakan pengertian dukungan sosial menurut Zimet, Dahlem, Zimet dan Farley (1988) yang menggambarkan dukungan sosial sebagai diterimanya dukungan yang diberikan oleh orang-orang terdekat individu meliputi dukungan keluarga, dukungan pertemanan dan dukungan dari orang-orang yang berarti disekitar individu.

2.2.2 Aspek-aspek dukungan sosial

Sarafino dan Timothy (2011) membagi dukungan sosial menjadi lima dimensi, yaitu:

1. Dukungan emosi yaitu suatu bentuk dukungan yang diekspresikan melalui perasaan positif yang berwujud empati, perhatian dan kepedulian terhadap individu lain.

2. Dukungan penghargaan yaitu suatu bentuk dukungan yang diekspresikan melalui penghargaan dan tanpa syarat atau apa adanya. Bentuk dukungan sosial seperti ini dapat menimbulkan perasaan berharga dan kompeten.

3. Dukungan instrumental yaitu dukungan sosial yang diwujudkan dalam bentuk langsung yang mengacu pada penyediaan barang dan jasa.

4. Dukungan informasi yaitu suatu dukungan yang diungkapkan dalam bentuk pemberian nasehat atau saran.


(40)

25

5. Dukungan jaringan yaitu bentuk hubungan yang diperoleh melalui keterlibatan dalam suatu aktivitas kelompok yang diminati oleh individu yang bersangkutan.

Zimet, Dahlem, Zimet dan Farley (1988) menggambarkan dukungan sosial sebagai diterimanya dukungan yang diberikan oleh orang-orang terdekat individu yaitu:

1. Dukungan keluarga (family support) atau bantuan-bantuan yang diberikan oleh keluarga terhadap individu seperti membantu dalam membuat keputusan maupun kebutuhan secara emosional.

2. Dukungan teman (friend support) atau bantuan-bantuan yang diberikan oleh teman-teman individu seperti membantu dalam kegiatan sehari-hari maupun bantuan dalam bentuk lainnya.

3. Dukungan orang yang istimewa (significant other support) atau bantuan-bantuan yang diberikan oleh seseorang yang berarti dalam kehidupan individu seperti membuat individu merasa nyaman dan merasa dihargai

2.2.3 Pengaruh dukungan sosial terhadap gejala depresi

Dukungan sosial dapat membantu seseorang menyelesaikan masalah-masalah yang dihadapi. Individu yang mendapatkan dukungan, akan lebih mampu mereduksi perasaan tertekan seperti depresi, cemas, atau perasaan menekan lainnya. Sebaliknya, individu yang kurang mendapatkan dukungan pada waktu mengalami tekanan akan kurang mampu menghadapi masalah tersebut.

Salah satu masalah yang dialami oleh individu yang kurang mendapatkan dukungan adalah munculnya depresi. Menurut Teori Interpersonal Depresi,


(41)

depresi dapat timbul karena kurangnya dukungan sosial terhadap mereka yang memiliki gejala depresi (Davidson et.al., 2002). Hal ini dibuktikan oleh penelitian Allogower, Wardle dan Steptoe (2001) yang mengungkapkan bahwa tingkat dari dukungan sosial secara umum tinggi terhadap munculnya gejala depresi pada pria dan wanita muda. Selain itu, penelitian yang dilakukan oleh Peirce, Frone, Russell, Cooper dan Mudar (2000) juga mengungkapkan bahwa penelitian longitudinal terhadap hubungan antara depresi dan penerimaan dukungan sosial memiliki hubungan yang negatif. Artinya semakin tinggi seseorang menerima dukungan sosial dari lingkungannya, maka semakin rendah kecenderungan seseorang untuk mengalami depresi.

2.2.4 Pengukuran dukungan sosial

Pengukuran dukungan sosial pada penelitian ini menggunakan alat ukur yang diterjemahkan dan dimodifikasi dari Multidimensional scale of perceived social support (MSPSS) yang dikembangkan oleh Zimet, Dahlem, Zimet dan Farley (1998). MSPSS terdiri dari 3 subskala, yaitu keluarga, teman dan significant other (orang yang istimewa). MSPSS terdiri dari 12 item yang masing-masing subskalanya terbagi menjadi 4 item. Pernyataan yang disajikan memiliki empat rentang pilihan jawaban dari 1 (sangat tidak sesuai) sampai 4 (sangat sesuai). 2.3. Loneliness

2.3.1 Pengertianloneliness

Loneliness menurut Perlman dan Peplau (1982) merupakan pengalaman tidak menyenangkan yang terjadi ketika jaringan seseorang hubungan sosial kekurangan dalam beberapa cara penting, baik secara kuantitatif maupun


(42)

27

kualitatif; dan meskipun kesepian terkadang mencapai proporsi patologis, kita kebanyakan peduli dengan rentang kesepian "normal" di kalangan masyarakat umum. Dalam definisi ini ada tiga poin umum untuk diperhatikan, yang juga dimiliki oleh definisi lain yang telah ditawarkan: pertama, hasil kesepian dari kekurangan dalam hubungan sosial orang tersebut; kedua, kesepian merupakan fenomena subjektif (itu tidak selalu identik dengan isolasi obyektif, sehingga orang bisa sendirian tanpa kesepian); ketiga, kesepian merupakan perasaan tidak menyenangkan dan menyedihkan.

Loneliness menurut de Jong-Gierveld (dalam Peplau & Perlman 1982) merupakan pengalaman kegagalan antara kenyataan dan keinginan hubungan interpersonal sebagai pengalaman tidak menyenangkan atau tidak dapat diterima, terutama ketika seseorang merasakan ketidakmampuan pribadi untuk mewujudkan hubungan interpersonal yang diinginkan dalam jangka waktu yang wajar.

Cacioppo, Hawkley dan Berntson (2003) mendefinisikan lonelinesssebagai pengalaman menyedihkan yang terjadi ketika hubungan sosial seseorang yang dianggap kurang dalam kuantitas, terutama dalam kualitas, dari yang diinginkan. Loneliness dikaitkan dengan gejala depresi, dukungan sosial yang buruk, neurotisisme, dan introversi.

Russell dan Pearlman (dalam Anderson, 2004) mendefinisikan Loneliness sebagai pengalaman tidak menyenangkan yang terjadi ketika jaringan seseorang hubungan sosial kekurangan dalam beberapa cara penting, baik secara kuantitatif


(43)

maupun kualitatif. Kesepian bisa ringan dan cepat berlalu tetapi juga dapat menjadi bertahan, pengalaman yang menyedihkan.

Russell (1996) menggambarkan loneliness sebagai adanya pola yang lebih stabil dari perasaan kesepian yang terkadang berubah dalam situasi tertentu, atau individu yang mengalami kesepian karena disebabkan kepribadian mereka; kesepian yang terjadi karena individu tidak mendapatkan kehidupan sosial yang diinginkan pada kehidupan dilingkungannya; dan kesepian yang terjadi merupakan salah satu gangguan alam perasaan seperti perasaan sedih, murung, tidak bersemangat, merasa tidak berharga dan berpusat pada kegagalan yang dialami oleh individu.

Peplau, Sears dan Freedman (1994) mendefinisikan Loneliness sebagai kegelisahan subjektif yang kita rasakan pada saat hubungan sosial kita kehilangan ciri-ciri pentingnya. Hilangnya ciri-ciri tersebut bisa bersifat kuantitatif seperti kehilangan teman atau sesuatu yang tidak kita inginkan.

Berdasarkan pengertian yang telah dijabarkan diatas, peneliti menggunakan pengertian Russell (1996) menggambarkan loneliness sebagai adanya pola yang lebih stabil dari perasaan kesepian yang terkadang berubah dalam situasi tertentu, atau individu yang mengalami kesepian karena disebabkan kepribadian mereka; kesepian yang terjadi karena individu tidak mendapatkan kehidupan sosial yang diinginkan pada kehidupan dilingkungannya; dan kesepian yang terjadi merupakan salah satu gangguan alam perasaan seperti perasaan sedih, murung, tidak bersemangat, merasa tidak berharga dan berpusat pada kegagalan yang dialami oleh individu.


(44)

29

2.3.2 Aspek-aspekloneliness

Menurut Russell dalam UCLA Loneliness Scale (1996), loneliness didasari pada tiga aspek yaitu:

1. Trait loneliness yaitu adanya pola yang lebih stabil dari perasaan kesepian yang terkadang berubah dalam situasi tertentu, atau individu yang mengalami kesepian karena disebabkan kepribadian mereka. Kepribadian yang dimaksud adalah seseorang yang memiliki kepercayaan yang kurang dan ketakutan akan orang asing.

2. Social desirability loneliness yaitu kesepian yang terjadi karena individu tidak mendapatkan kehidupan sosial yang diinginkan pada kehidupan dilingkungannya.

3. Depression loneliness yaitu kesepian yang terjadi merupakan salah satu gangguan alam perasaan seperti perasaan sedih, murung, tidak bersemangat, merasa tidak berharga dan berpusat pada kegagalan yang dialami oleh individu.

2.3.2.Lonelinesspada remaja

Dari penelitian-penelitian mengenai loneliness, diketahui bahwa berdasarkan tingkat usia, remaja memiliki tingkat kesepian yang lebih tinggi daripada kelompok usia lainnya (Peplau & Perlman, 1982). Peplau dan Perlman (1982) menjelaskan bahwa masa remaja merupakan masa dimana perasaan kesepian pertama kali muncul dan lebih sering dirasakan serta lebih mudah untuk dikenali oleh individu yang merasakannya. Hal ini dapat dipahami, mengingat salah satu


(45)

tugas perkembangan yang dilakukan oleh remaja adalah membina hubungan yang lebih matang dengan teman sebayanya.

Adapun faktor-faktor yang dapat memunculkan perasaan kesepian pada remaja diantaranya adalah perpisahan dengan orang tua; perceraian orang tua yang menyebabkan fungsi keluarga tidak utuh lagi; meningkatnya rasa kebebasan yang menakutkan; pencarian identitas diri; status remaja dalam masyarakat yang belum dominan; harga diri yang rendah; dan tidak memiliki tujuan yang mengarah pada kegagalan sehingga cenderung menarik diri (Peplau & Perlman, 1982). 2.3.3. Pengaruhlonelinessterhadap gejala depresi

Loneliness juga merupakan faktor penting munculnya gejala depresi. Beberapa orang yang mengalami loneliness selama bertahun-tahun dapat mengakibatkan mereka mengalami loneliness kronis. Mereka yang mengalami loneliness kronis menganggap dirinya sebagai “manusia kesepian”. Loneliness yang parah ini biasanya diasosiasikan dengan berbagai problem sosial, seperti depresi, penyalahgunaan narkoba dan minuman beralkohol (Taylor, Peplau & Sears, 2012) Hal ini dibuktikan oleh penelitian Lasgaard, Goossens dan Elklit (2011) tentanglonelinessditemukan berkorelasi dengan gejala depresi pada tingkatcross sectional, independen dari jenis kelamin, faktor demografis lainnya, beberapa variabel psikososial dan keinginan sosial. Selain itu, penelitian meta-analisis sebelumnya terhadap 33 sampel remaja juga menunjukkan bahwa hubungan antara depresi dan loneliness berada dalam kisaran ukuran efek besar. Hasil penelitian Qualter, Brown, Munn dan Rotenberg (2010) menunjukkan bahwa bertahannyalonelinessantara teman sebaya selama masa kanak-kanak merupakan


(46)

31

suatu stressor interpersonal yang menjadikan predisposisi anak-anak untuk gejala depresi remaja. Penelitian Swami et.al. (2006) juga menyebutkan bahwa depresi secara positif dan signifikan berkorelasi denganloneliness.

2.3.4. Pengukuranloneliness

Untuk mengukur loneliness pada penelitian ini digunakan salah satu instrument skala baku yaitu UCLA Loneliness Scale Version 3(UCLA LS 3) yang dikembangkan oleh Daniel W. Russell (1996) yang berisi 20 item. Skala ini terdiri

dari empat pilihan jawaban yaitu “tidak pernah”, “jarang”, “kadang-kadang” dan “sering”.

2.4. TraitKepribadian 2.4.1 Definisi Kepribadian

Menurut Allport (1927) kepribadian merupakan organisasi dinamis dalam individu sebagai sistem psikofisis yang menentukan caranya yang khas dalam menyesuaikan diri terhadap lingkungan. Kepribadian bukan merupakan organisasi yang statis, namun terus menerus berkembang dan berubah.

Menurut Jung, kepribadian mencakup keseluruhan fikiran, perasaan dang tingkah laku, kesadaran dan ketidaksadaran. Dimana kepribadian ini membimbing orang untuk menyesuaikan diri dengan lingkungan sosial dan lingkungan fisik (Alwisol, 2011).

Menurut Pervin, Cervone dan Jhon (2010) kepribadian merupakan karakteristik seseorang yang menyebabkan munculnya konsistensi perasaan, pemikiran, dan perilaku. Definisi ini memungkinkan untuk melihat kepribadian


(47)

seseorang berdasarkan banyak aspek yang membahas pola konsistensi perilaku dan kualitas dalam diri seseorang.

Feist dan Feist (2010) mendeskripsikan pola sifat dan karakteristik tertentu yang relatif permanen dan memberikan baik konsistensi maupun individualitas pada perilaku seseorang. Sifat (trait) merupakan faktor penyebab adanya perbedaan antar individu dalam perilaku, konsistensi perilaku, dan stabilitas perilaku dalam berbagai situasi. Sedangkan karakteristik merupakan kualitas tertentu yang dimiliki seseorang termasuk didalamnya beberapa karakter seperti temperamen, fisik dan kecerdasan.

McCrae dan Costa (dalam Feist & Feist, 2010) mendefinisikan kepribadian sebagai suatu karakteristik seseorang yang terdiri dari lima karakter kepribadian yaitu ekstraversi, neurotisme, keterbukaan (openness), keramahan (agreeableness) dan kesadaran (conscientiousness).

Berdasarkan pengertian yang telah dijabarkan diatas, peneliti menggunakan pengertian kepribadian menurut McCrae dan Costa (dalam Feist & Feist, 2010) mendefinisikan kepribadian sebagai suatu karakteristik seseorang yang terdiri dari lima karakter kepribadian yaitu ekstraversi, neurotisme, keterbukaan (openness), keramahan (agreeableness) dan kesadaran (conscientiousness).

2.4.2 Kepribadian pada remaja

Sudah sejak lama para ahli tertarik untuk menemukan sifat-sifat inti dari kepribadian dan akhir-akhir ini pencarian tersebut berfokus padabig five factor of personality: openness, conscientiousness, extraversion, agreeableness dan neuroticsm. Banyak peneliti mengenai “big five” berfokus pada orang dewasa


(48)

33

namun beberapa ahli juga menemukan adanya bukti yang menyatakan adanya faktor-faktor ini di masa remaja. Penelitian Lounsbury, et al., pada tahun 2004 menemukan bahwa remaja yang memiliki karakteristik openness, conscientiousness, dan emotional stability cenderung kurang memiliki kebiasaan untuk absen disekolahnya (Santrock, 2003).

Meskipun kepribadian seseorang di masa remaja mengalami lebih banyak perubahan dibandingkan di masa dewasa, namun stabilitas di masa remaja masih tetap ada. Sebuah studi longitudinal yang menilai kepribadian individu dalam tiga masa perkembangan: sekolah menengah atas tingkat awal, sekolah menengah atas tingkat, dan usia 30 hingga 40 tahun. Perubahan kepribadian yang terjadi dari masa remaja hingga dewasa mencerminkan perubahan yang menuju ke arah kematangan, di mana banyak remaja menjadi lebih terkontrol, lebih yakin diri secara sosial dan kurang mudah marah seperti orang dewasa (Santrock, 2003). 2.4.3 TraitKepribadianBig Five

Teori Big Five pertama kali diperkenalkan oleh Goldberg’s pada tahun 1981. Goldberg’s menamakan faktor-faktor kepribadian ini setelah melihat penelitian 35 faktor yang dikemukakan oleh Cattel dan kemudian diringkas oleh Norman pada tahun 1963 menjadi 5 faktor. Munculnya strukur Big Five ini bukan berarti membatasi tipe kepribadian hanya pada lima tipe saja, melainkan lima dimensi ini mewakili kepribadian pada tingkatan yang luas dan masing-masing dimensi meringkaskan sejumlah besar perbedaan, yang dispesifikasikan menjadi karakteristik kepribadian (John & Srivastava, 1999).


(49)

Pada awal tahun 1980-an, McCrae dan Costa melakukan validasi teori kepribadian Big Five, berdasarkan pengujiannya terhadap kuesioner kepribadian Cattel dan Eysenck. Secara khusus, hasilnya menunjukkan keberhasilan pengukuran kepribadian pada nilai yang bersumber dari kuesioner yang didasarkan pada analisis inventori Eysenck dan 16 PF Cattel (dalam Pervin, Cervone & Jhon, 2010).

Kepribadian Big Five menurut Costa dan McCrae dapat didefinisikan sebagai suatu pendekatan dalam psikologi untuk melihat kepribadian manusia melalui trait yang tersusun dalam lima buah domain kepribadian yang dibentuk dengan menggunakan analisis faktor. Lima buah domain tersebut adalah extraversion, agreeableness, conscientiousness, neuroticsm dan openness to experiences(dalam Feist & Feist, 2010).

Sebagai usaha untuk menjawab kebutuhan akan instrumen tes yang praktis dan singkat serta mampu mengukur dan mengidentifikasi komponen dari kepribadian Big Five, maka John, Donahue dan Kentle membuat suatu konstruk yang bernama Big Five Inventory. Tujuan dari pembuatan tes ini adalah terciptanya inventori yang ringkas, fleksibel dan efisien. Alat ukur ini tidak menggunakan kata sifat tunggal sebagai item, melainkan menggunakan frase atau kalimat yang singkat yang merupakan representasi kata sifat dan trait dari dimensi (John & Sivastava, 1999).

Adapun aspek-aspek kepribadian yang dikembangkan oleh John dan Srivastava (1999) yaitu :


(50)

35

1) Neuroticism (N)

Dimensi ini menilai kestabilan dan ketidakstabilan emosi. Orang dengan nilai neurotik yang tinggi cenderung pencemas, temperamental, sentimentil, emosional, tertekan, gelisah dan tidak aman. Sedangkan orang dengan nilai neurotik yang rendah cenderung tenang, terkadang temperamen, bangga terhadap diri, tidak emosional dan kuat.

2) Extraversion (E)

Dimensi ini menilai kuantitas dan intensitas interaksi interpersonal, level aktivitasnya, kebutuhan untuk didukung, kemampuan untuk berbahagia. Orang yang nilai ekstraversinya tinggi cenderung ramah, penuh kasih sayang, bersemangat dan menghabiskan banyak waktu untuk mempertahankan dan menikmati sejumlah besar hubungan. Sementara orang yang nilai ekstraversinya rendah cenderung tidak peduli, penyendiri, pendiam, serius dan tidak berperasaan.

3) Openness to Experience (O)

Dimensi ini menilai usahanya secara proaktif dan penghargaannya terhadap pengalaman demi kepentingannya sendiri. Orang dengan nilai openness tinggi, ia akan cenderung menjadi imajinatif, kreatif, inovatif, punya rasa penasaran yang tinggi dan bebas. Sementara orang dengan nilai openness rendah terlihat lebih konvensional, relitas, tidak kreatif, dan punya pemikiran yang konservatif.


(51)

4) Agreeableness

Menilai kualitas orientasi individu dengan kontinum nulai dari lemah lembut sampai antagonis didalam berpikir, perasaan dan perilaku. Orang dengan nilai agreeableness tinggi berhati lembut, mudah percaya dengan orang lain, dermawan dan ramah. Sedangkan orang dengan nilai agreeableness rendah cenderung keras hati, penuh rasa curiga, kritis dan mudah marah.

5) Conscientiousness

Menilai kemampuan individu didalam organisasi, baik mengenai ketekunan dan motivasi dalam mencapai tujuan sebagai perilaku langsungnya. Orang dengan nilai conscientiousness tinggi cenderung teliti, pekerja keras, teratur, tepat waktu dan ambisius. Sementara yang nilai conscientiousness rendah ia akan cenderung menjadi ceroboh, pemalas, tidak teratur dan mudah menyerah. 2.4.4 Pengaruhtraitkepribadian terhadap gejala depresi

Aspek-aspek kepribadian berpengaruh terhadap kerentanan dan tingkat depresi yang dialami seseorang. Individu yang lebih rentan terhadap depresi salah satunya adalah individu yang berkepribadian neurotiscm. Hal ini dibuktikan oleh penelitian Sen, Nesse, Stoltenberg, Li dan Gleiberman (2003) membuktikan bahwatrait neuroticsmberhubungan kuat dengan depresi.

Penelitian Klein, Kotov dan Bufferd (2011) juga menyatakan bahwa depresi berhubungan dengantrait sepertineuroticsm(emosi negatif),extraversion (emosi positif) dan conscientiousness. Mereka menemukan bahwa karakteristik kepribadian terlihat menyumbang pada awal dan serangkaian gejala depresi melalui berbagai macam cara.


(52)

37

2.4.5 PengukuranTraitKepribadian

Alat ukur trait kepribadian yang digunakan dalam penelitian ini yaitu Big Five Personality (BFI) yang dikembangkan oleh John dan Srivastava (1999) terdiri dari 44 item. Diukur berdasarkan neurotic, extraversion, agreeableness, openness, dan conscientiousness. Peneliti memodifikasi alat ukur ini menjadi berbahasa Indonesia. Alat ukur ini terdiri dari empat pilihan jawaban yaitu SS (Sangat Sesuai), S (Sesuai), TS (Tidak Sesuai),danSTS (Sangat Tidak Sesuai). 2.5. Narapidana Remaja

2.5.1 Pengertian Narapidana

Narapidana, menurut Pasal 1 angka 7 Undang-Undang No. 12 Tahun 1995 tentang Pemasyarakatan adalah terpidana yang menjalani pidana hilang kemerdekaan di Lembaga Pemasyarakatan (LAPAS). Sedangkan, pengertian terpidana sendiri adalah seseorang yang dipidana berdasarkan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap (Pasal 1 angka 6 Undang-Undang No. 12 Tahun 1995 tentang Pemasyarakatan).

2.5.2 Pengertian remaja

Menurut Santrock (2007), remaja adalah masa perkembangan transisi antara masa kanak-kanak dan masa dewasa yang mencakup perubahan biologis, kognitif, dan sosial-emosional. Remaja digambarkan sebagai suatu periode transisi dari masa awal anak-anak hingga masa awal dewasa, yang dimasuki pada usia kira kira 10 hingga 12 tahun dan berakhir pada usia 18 tahun hingga 22 tahun.

Santrock (2003) membedakan masa remaja menjadi periode awal dan periode akhir. Masa remaja awal berlangsung di masa sekolah menengah pertama


(53)

atau sekolah menengah akhir dan perubahan pubertal terbesar terjadi dimasa ini. Masa remaja awal dimulai dari usia 10 hingga usia 15 tahun. Sedangkan masa remaja akhir kurang lebih terjadi pada pertengahan dasawarsa yang kedua dari kehidupan. Minat karir, pacaran, dan eksplorasi identitas seringkali lebih menonjol di masa remaja akhir dibandingkan masa remaja awal. Masa remaja diakhir dimulai dari usia 16 hingga usia 22 tahun.

Papalia dan Olds (2009) menyatakan bahwa remaja adalah suatu periode yang panjang sebagai proses transisi dari masa kanak-kanak menuju masa dewasa. Umumnya, remaja dikaitkan dengan mulainya pubertas, yaitu proses yang mengarah pada kematangan seksual, atau fertilitas yang merupakan kemampuan untuk reproduksi. Kemudian ditambahkan lagi bahwa remaja dimulai dari usia 11 atau 12 tahun sampai 19 atau 20 tahun.

Dari penjelasan diatas peneliti menggunakan definisi remaja berdasarkan teori Santrock (2003) yaitu seseorang yang memasuki usia kira kira 10 hingga 12 tahun dan berakhir pada usia 18 tahun hingga 22 tahun dan dapat disimpulkan bahwa narapidana remaja pada penelitian ini adalah seseorang yang berusia 10 hingga 12 tahun dan berakhir pada usia 18 tahun hingga 22 tahun yang dipidana berdasarkan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap. 2.5.3 Remaja dan penyesuaian diri

Salah satu tugas perkembangan masa remaja yang tersulit adalah yang berhubungan dengan penyesuaian sosial. Remaja harus menyesuaikan diri dengan lawan jenis dalam hubungan yang sebelumnya belum pernah ada dan harus menyesuaikan dengan orang dewasa di luar lingkungan keluarga dan sekolah.


(54)

39

Menurut Hurlock (1980) beberapa kondisi yang menyebabkan seorang remaja diterima dan ditolak lingkungan sekitar di antaranya:

1. Sindroma penerimaan

• Kesan pertama yang menyenangkan sebagai akibat dari penampilan yang menarik perhatian, sikap yang tenang dan gembira.

• Reputasi sebagai seorang yang sportif menyenangkan.

• Penampilan diri yang sesuai dengan penampilan teman-teman sebaya. • Status sosial ekonomi yang sama atau sedikit di atas anggota-anggota lain

dalam kelompoknya dan hubungan yang baik dengan anggota-anggota keluarga.

• Tempat tinggal yang dekat dengan kelompok sehingga mempermudah hubungan dan partisipasi dalam berbagai kegiatan kelompok.

2. Sistem Alienasi

• Kesan pertama yang kurang baik karena penampilan diri yang kurang menarik atau sikap menjauhkan diri, yang mementingkan diri sendiri. • Terkenal sebagai seorang yang tidak sportif.

• Penampilan yang tidak sesuai dengan standar kelompok dalam hal daya tarik fisik atau tentang kerapian.

• Status sosial ekonomi berada di bawah status sosioekonomi kelompok dan hubungan yang buruk dengan anggota-anggota keluarga.

• Tempat tinggal terpencil dari kelompok atau ketidakmampuan untuk berpartisipasi dalam kegiatan kelompok karena tanggung jawab keluarga atau karena bekerja sambilan.


(55)

2.6 Kerangka Berpikir

Keberadaan remaja di lembaga pemasyarakatan mengakibatkan mereka berada dalam lingkungan yang kurang baik dan menekan. Di dalam lembaga permasyarakatan, para narapidana remaja ini secara tidak langsung akan mengalami banyak penyesuaian baru yang dapat memunculkan stress. Selain itu tekanan saat menjalani masa tahanan juga dapat mengakibatkan munculnya gejala depresi. Depresi pada remaja tidak selalu muncul sebagai kesedihan, tetapi sebagai perasaan mudah terganggu, bosan, atau ketidakmampuan untuk mengalami rasa bosan. Tetapi beberapa penelitian telah menemukan faktor-faktor yang menyebabkan semakin intensifnya gejala depresi pada remaja.

Seperti yang sudah dijelaskan sebelumnya, bahwa terdapat beberapa faktor yang mengakibatkan munculkan gejala depresi pada remaja, yaitu faktor genetik keluarga, temperamen dan kepribadian, serta faktor lingkungan. Dalam penelitian ini, faktor-faktor gejala depresi yang dijadikan independen variabel adalah dukungan sosial,lonelinessdantraitkepribadian.

Faktor pertama yang mempengaruhi munculnya gejala depresi adalah dukungan sosial. Dukungan sosial telah banyak diteliti dalam kaitannya terhadap munculnya gejala depresi. Dukungan sosial merupakan dukungan sumber materi, informasi dan psikologi yang diperoleh dari jaringan sosial, dimana seseorang dapat mengandalkannya untuk membantu menanggulangi stres. Dengan memberikan dukungan sosial, seseorang akan mampu melewati tekanan psikologis yang memicu munculnya gejala depresi. Menurut penelitian Allogower, Wardle dan Steptoe (2001) mengungkapkan bahwa tingkat dari


(56)

41

dukungan sosial secara umum tinggi terhadap munculnya gejala depresi pada pria dan wanita muda. Selain itu ditemukan bahwa depresi secara tidak langsung didahului dari kontak sosial dan persepsi dari dukungan sosialyang rendah (Peirce et.al., 2000).

Faktor kedua yang mempengaruhi munculnya gejala depresi adalah loneliness. Loneliness merupakan perasaan yang muncul akibat tidak adanya beberapa hubungan yang dibutuhkan individu yang muncul secara fisik atau tidak ada orang yang disekitarnya yang mau berhubungan dengannya maupun secara emosi atau dia tetap merasakan kesepian walaupun banyak orang lain disekitarnya. Bertahannya loneliness antara teman sebaya selama masa kkanak merupakan suatu stressor interpersonal yang menjadikan predisposisi anak-anak untuk gejala depresi remaja (Qualter, Brown, Munn & Rotenberg, 2010).

Faktor terakhir yang mempengaruhi munculnya gejala depresi adalah trait kepribadian. Trait kepribadian yang peneliti gunakan dalam penelitian ini adalah Big Five Personality. Banyak penelitian yang menunjukkan bahwa faktor kepribadian menjadi faktor yang mempengaruhi munculnya gejala depresi. Salah satunya adalah penelitian yang dilakukan oleh Cox, McWilliams, Enns dan Clara (2004) yang menggunakan analisis regresi terpisah menunjukkan bahwa masing-masing dimensi kepribadian secara bermakna dikaitkan dengan depresi berat seumur hidup.

Berdasarkan berbagai penjelasan yang telah diungkapkan diatas, peneliti membuat kerangka berpikir tentang pengaruh dukungan sosial, loneliness dan trait kepribadian terhadap gejala depresi narapidana remaja lembaga


(57)

pemasyarakatan. Apabila dukungan sosial tinggi danlonelinessrendah maka kecil kemungkinan timbul gejala depresi pada narapidana remaja. Namun sebaliknya, apabila dukungan sosial rendah dan loneliness tinggi maka besar kemungkinan timbul gejala depresi pada narapidana remaja. Begitupun dengan trait kepribadian, jika seseorang memiliki nilai trait kepribadian extraversion, agreeableness dan opennes yang tinggi maka kecil kemungkinan timbul gejala depresi. Namun sebaliknya, jika nilai trait kepribadian neuroticsm dan conscientiousness tinggi maka besar kemungkinan timbul gejala depresi. Berikut bagan kerangka berpikir untuk menjelaskan hal tersebut:

Gambar 2.1.

Bagan pengaruh dukungan sosial, loneliness dan trait kepribadian terhadap gejala depresi narapidana remaja di Lembaga Pemasyarakatan

DUKUNGAN SOSIAL

LONELINESS

GEJALA DEPRESI

TRAITKEPRIBADIAN:

4. Openness 2. Extraversion

3. Agreeableness

5. Conscientiousness 1. Neuroticsm


(58)

43

2.7 Hipotesis

2.6.1. Hipotesis Mayor

Ha :Ada pengaruh yang signifikan dukungan sosial, loneliness dan trait kepribadian terhadap gejala depresi narapidana remaja di Lembaga Permasyarakatan

2.6.2. Hipotesis Minor

Ha1 : Ada pengaruh yang signifikan dukungan sosial terhadap gejala depresi narapidana remaja di Lembaga Permasyarakatan

Ha2 : Ada pengaruh yang signifikan loneliness terhadap gejala depresi narapidana remaja di Lembaga Permasyarakatan

Ha3 : Ada pengaruh yang signifikantraitkepribadianneuroticismterhadap gejala depresi narapidana remaja di Lembaga Permasyarakatan

Ha4 : Ada pengaruh yang signifikan trait kepribadian extraversion

terhadap gejala depresi narapidana remaja di Lembaga Permasyarakatan

Ha5 : Ada pengaruhyang signifikan trait kepribadian openness terhadap

gejala depresi narapidana remaja di Lembaga Permasyarakatan

Ha6 : Ada pengaruh yang signifikan trait kepribadian agreeableness

terhadap gejala depresi narapidana remaja di Lembaga Permasyarakatan

Ha7 : Ada pengaruh yang signifikan trait kepribadian conscientiousness terhadap gejala depresi narapidana remaja di Lembaga Permasyarakatan


(59)

44

Pada bab ini peneliti akan memaparkan mengenai populasi dan sampel, variabel penelitian, definisi operasional dari variabel, instrument pengumpulan data, prosedur pengumpulan data, dan metode analisis data.

3.1. Populasi dan Sampel

Dalam penelitian ini yang dijadikan populasi adalah narapidana remaja di beberapa Lembaga Pemasyarakatan, diantaranya:

1. Lapas Kelas II A Salemba

2. Lapas Kelas II A Anak Pria Tangerang 3. Lapas Kelas II B Anak Wanita Tangerang

Peneliti memilih populasi di beberapa lembaga pemasyarakatan tersebut karena di tempat tersebut terdapat sampel narapidana remaja dengan rentang usia 12–20 tahun. Teknik pengambilan sampel pada penelitian ini menggunakan non-probability sampling/non-random sampling. Alasan peneliti menggunakan teknik ini karena populasi dalam penelitian ini adalah narapidana remaja dengan kriteria sampel berusia 12–20 tahun dan sudah berada di dalam lembaga pemasyarakatan kurang dari satu tahun. Selanjutnya, jumlah sampel penelitian yang peneliti gunakan adalah sebanyak 220 sampel dari total populasi sebanyak 412 orang, karena tidak semua populasi bisa dijadikan sampel dan banyaknya sampel ditentukan oleh pihak Lapas.


(1)

item4 0.20 0.22 -0.08 1.00

item5 0.12 -0.03 0.03 0.15 1.00

item6 0.11 0.11 0.00 0.26 -0.04 1.00 item7 -0.03 0.30 0.35 -0.14 -0.04 -0.01 item8 0.03 0.33 0.24 0.07 0.11 0.05 item9 0.26 0.23 0.27 0.35 0.06 0.06 item10 0.34 0.18 0.04 0.28 0.34 -0.06 Item11 0.14 0.10 0.16 0.13 0.15 -0.02 item12 0.14 0.31 0.04 0.29 0.14 0.10

Correlation Matrix

item7 item8 item9 item10 Item11 item12 --- --- --- --- --- ---item7 1.00

item8 0.08 1.00

item9 0.10 0.17 1.00

item10 -0.14 0.14 0.19 1.00

Item11 0.15 0.17 0.16 0.02 1.00

item12 0.13 0.08 0.09 0.08 0.22 1.00

UJI VALIDITAS DEPRESI Parameter Specifications

LAMBDA-X DEPRESI

---Item1 1

item2 2

item3 3

item4 4

item5 5

item6 6

item7 7

item8 8

item9 9

item10 10

Item11 11

item12 12

THETA-DELTA Item1 item2 item3 item4 item5 item6 --- --- --- --- --- ---Item1 13

item2 0 14

item3 15 0 16

item4 0 0 17 18

item5 0 19 0 0 20

item6 0 21 0 22 0 23

item7 0 24 25 26 0 0

item8 0 28 0 0 0 0

item9 0 0 0 0 0 0

item10 31 0 0 0 32 0

Item11 0 0 0 0 0 0

item12 0 36 0 0 0 0

THETA-DELTA item7 item8 item9 item10 Item11 item12 --- --- --- --- --- ---item7 27

item8 0 29


(2)

item10 33 0 0 34

Item11 0 0 0 0 35

item12 0 0 0 0 0 37

UJI VALIDITAS DEPRESI Number of Iterations = 22

LISREL Estimates (Maximum Likelihood) LAMBDA-X

DEPRESI ---Item1 0.35 (0.08) 4.30 item2 0.43 (0.07) 5.88 item3 0.47 (0.09) 5.34 item4 0.60 (0.08) 7.22 item5 0.20 (0.08) 2.69 item6 0.10 (0.09) 1.17 item7 0.19 (0.09) 2.02 item8 0.27 (0.07) 3.61 item9 0.59 (0.07) 8.04 item10 0.34 (0.08) 4.48 Item11 0.31 (0.07) 4.23 item12 0.31 (0.07)


(3)

4.20

PHI

DEPRESI ---1.00

THETA-DELTA

Item1 item2 item3 item4 item5 item6 --- --- --- --- --- ---Item1 0.87

(0.09) 9.67

item2 - - 0.81

(0.08) 9.85

item3 -0.37 - - 0.79

(0.07) (0.10) -5.61 8.33

item4 - - - - -0.37 0.64

(0.07) (0.09) -5.69 7.04

item5 - - -0.14 - - - - 0.96

(0.05) (0.09) -2.50 10.36

item6 - - 0.06 - - 0.19 - - 0.99

(0.06) (0.07) (0.10) 1.08 2.81 10.41

item7 - - 0.19 0.20 -0.22 - -

-(0.06) (0.07) -(0.06) 3.25 2.92 -3.51

item8 - - 0.22 - - -

-(0.06) 3.69

item9 - - -

-item10 0.17 - - - 0.26

-(0.06) -(0.06) 2.73 4.17

Item11 - - -

-item12 - - 0.17 - - -

-(0.06) 2.88


(4)

item7 item8 item9 item10 Item11 item12 --- --- --- --- --- ---item7 0.95

(0.09) 10.23

item8 - - 0.93

(0.09) 10.24

item9 - - - - 0.66

(0.08) 8.46

item10 -0.14 - - - - 0.87

(0.06) (0.09) -2.47 10.08

Item11 - - - 0.90

(0.09) 10.16

item12 - - - 0.90

(0.09) 10.15

Squared Multiple Correlations for X - Variables

Item1 item2 item3 item4 item5 item6 --- --- --- --- --- ---0.12 0.19 0.22 0.36 0.04 0.01 Squared Multiple Correlations for X - Variables

item7 item8 item9 item10 Item11 item12 --- --- --- --- --- ---0.04 0.07 0.34 0.12 0.10 0.10

Goodness of Fit Statistics Degrees of Freedom = 41

Minimum Fit Function Chi-Square = 60.64 (P = 0.025)

Normal Theory Weighted Least Squares Chi-Square = 56.76 (P = 0.052) Estimated Non-centrality Parameter (NCP) = 15.76

90 Percent Confidence Interval for NCP = (0.0 ; 39.68) Minimum Fit Function Value = 0.28

Population Discrepancy Function Value (F0) = 0.072 90 Percent Confidence Interval for F0 = (0.0 ; 0.18) Root Mean Square Error of Approximation (RMSEA) = 0.042 90 Percent Confidence Interval for RMSEA = (0.0 ; 0.066)

P-Value for Test of Close Fit (RMSEA < 0.05) = 0.68 Expected Cross-Validation Index (ECVI) = 0.60 90 Percent Confidence Interval for ECVI = (0.53 ; 0.71)

ECVI for Saturated Model = 0.71 ECVI for Independence Model = 2.17

Chi-Square for Independence Model with 66 Degrees of Freedom = 452.23 Independence AIC = 476.23


(5)

Saturated AIC = 156.00 Independence CAIC = 528.96

Model CAIC = 293.32 Saturated CAIC = 498.70 Normed Fit Index (NFI) = 0.87 Non-Normed Fit Index (NNFI) = 0.92 Parsimony Normed Fit Index (PNFI) = 0.54

Comparative Fit Index (CFI) = 0.95 Incremental Fit Index (IFI) = 0.95

Relative Fit Index (RFI) = 0.78 Critical N (CN) = 235.57

Root Mean Square Residual (RMR) = 0.054 Standardized RMR = 0.054

Goodness of Fit Index (GFI) = 0.96 Adjusted Goodness of Fit Index (AGFI) = 0.92 Parsimony Goodness of Fit Index (PGFI) = 0.50 UJI VALIDITAS DEPRESI

Modification Indices and Expected Change No Non-Zero Modification Indices for LAMBDA-X No Non-Zero Modification Indices for PHI

Modification Indices for THETA-DELTA

Item1 item2 item3 item4 item5 item6 --- --- --- --- ---

---Item1

-item2 0.22

-item3 - - 1.18

-item4 3.19 0.10 - -

-item5 0.47 - - 0.01 0.21

-item6 3.18 - - 0.00 - - 0.07

-item7 3.57 - - - 1.07 0.46

item8 0.94 - - 0.22 3.27 0.39 0.61 item9 2.49 0.10 0.95 0.47 1.50 0.00

item10 - - 0.43 1.58 3.49 - - 4.12

Item11 0.69 2.37 0.00 0.40 2.39 0.27 item12 0.02 - - 3.79 3.32 1.88 0.53

Modification Indices for THETA-DELTA

item7 item8 item9 item10 Item11 item12 --- --- --- --- ---

---item7

-item8 0.00

-item9 0.03 0.14

-item10 - - 0.30 0.00

-Item11 1.95 3.10 0.27 3.02

-item12 3.25 0.00 3.79 0.43 5.38 -Expected Change for THETA-DELTA

Item1 item2 item3 item4 item5 item6 --- --- --- --- ---

---Item1

-item2 0.02

-item3 - - 0.07


(6)

-item5 0.04 - - -0.01 -0.03

-item6 0.11 - - 0.00 - - -0.02

-item7 -0.12 - - - -0.07 -0.04

item8 -0.06 - - 0.03 -0.11 0.04 0.05 item9 0.10 -0.02 0.08 0.06 -0.07 0.00

item10 - - 0.04 -0.08 0.11 - - -0.11

Item11 0.05 -0.08 0.00 -0.04 0.09 -0.03 item12 -0.01 - - -0.12 0.12 0.08 0.05

Expected Change for THETA-DELTA

item7 item8 item9 item10 Item11 item12 --- --- --- --- ---

---item7

-item8 0.00

-item9 -0.01 0.02

-item10 - - 0.03 0.00

-Item11 0.08 0.11 -0.03 -0.10

-item12 0.11 0.00 -0.11 -0.04 0.14 -Maximum Modification Index is 5.38 for Element (12,11) of THETA-DELTA UJI VALIDITAS DEPRESI

Standardized Solution LAMBDA-X

DEPRESI ---Item1 0.35 item2 0.43 item3 0.47 item4 0.60 item5 0.20 item6 0.10 item7 0.19 item8 0.27 item9 0.59 item10 0.34 Item11 0.31 item12 0.31

PHI

DEPRESI ---1.00