Pengaruh Massa Adsorben Dan Waktu Kontak Terhadap Penurunan Bilangan Peroksida Pada Minyak Goreng Bekas Oleh Arang Aktif Tempurung Kemiri (Aleurites Moluccana)

(1)

PENGARUH MASSA ADSORBEN DAN WAKTU KONTAK TERHADAP PENURUNAN BILANGAN PEROKSIDA PADA MINYAK GORENG

BEKAS OLEH ARANG AKTIF TEMPURUNG KEMIRI (Aleurites Moluccana)

SKRIPSI

M AIDIL ASYHAR 090802032

DEPARTEMEN KIMIA

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN 2014


(2)

PENGARUH MASSA ADSORBEN DAN WAKTU KONTAK TERHADAP PENURUNAN BILANGAN PEROKSIDA PADA MINYAK GORENG

BEKAS OLEH ARANG AKTIF TEMPURUNG KEMIRI (Aleurites Moluccana)

SKRIPSI

Diajukan untuk melengkapi tugas dan memenuhi syarat mencapai gelar Sarjana Sains

M AIDIL ASYHAR

090802032

DEPARTEMEN KIMIA

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN 2012


(3)

PERSETUJUAN

Judul : PENGARUH MASSA ADSORBEN DAN

WAKTU KONTAK TERHADAP

PENURUNAN BILANGAN PEROKSIDA PADA MINYAK GORENG BEKAS OLEH ARANG AKTIF TEMPURUNG KEMIRI (Aleurites Moluccana)

Kategori : SKRIPSI

Nama : M AIDIL ASYHAR

Nomor Induk Mahasiswa : 090802032

Program Studi : SARJANA( S1) KIMIA

Departemen : KIMIA S-1

Fakultas : MATEMATIKA DAN ILMU

PENGETAHUAN ALAM (FMIPA) UNIVERSITAS SUMATERA UTARA Disetujui di :

Medan, Mei 2014

Komisi Pembimbing :

Pembimbing 2, Pembimbing 1

Dr. Yugia Muis, M.Si. Prof. Basuki Wirjosentono, M.S, Ph.D NIP.195310271980032003 NIP. 195204181980021001

Diketahui/Disetujui oleh:

Departemen Kimia FMIPA USU Ketua,

Dr. Rumondang Bulan Nst., MS NIP.195408301985032001


(4)

PERNYATAAN

PENGARUH MASSA ADSORBEN DAN WAKTU KONTAK TERHADAP PENURUNAN BILANGAN PEROKSIDA PADA MINYAK GORENG

BEKAS OLEH ARANG AKTIF TEMPURUNG KEMIRI (Aleurites Moluccana)

SKRIPSI

Saya mengakui bahwa skripsi ini adalah hasil kerja pembimbing dan saya sendiri, kecuali beberapa kutipan dan ringkasan masing-masing disebutkan sumbernya.

Medan, Mei 2014

M AIDIL ASYHAR 090802032


(5)

PENGHARGAAN

Puji dan syukur Penulis panjatkan kepada Allah SWT yang telah memberikan Rahmat dan Karunia-Nya kepada Penulis sehingga skripsi ini dapat Penulis selesaikan dengan tepat waktu sebagai salah satu persyaratan untuk meraih gelar Sarjana Sains jurusan Kimia pada Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Sumatera Utara.

Selajutnya Penulis menyampaikan penghargaan dan cinta kasih yang terdalam dan tulus kepada Ayahanda tersayang Asyhadi Syafi’i dan Ibunda tercinta Herfisah atas segala do’a, bimbingan, semangat, pengorbanan waktu dan materi serta kasih sayangnya yang telah diberikan kepada Penulis sehingga Penulis bisa menyelesaikan studi sampai sekarang ini. Serta kakak dan adik tercinta Aida Hasni Wulandari dan Ainal Azhmi serta Anes Octaviani yang selalu mendukung Penulis dalam suka dan duka.

Dengan segala kerendahan hati, Penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada :

Prof. Basuki Wirjosentono selaku dosen pembimbing 1 dan Dr. Yugia Muis, M.Si selaku dosen pembimbing 2 yang telah banyak memberikan pengarahan, bimbingan, masukan dan saran hingga terselesaikannya skripsi ini. Dr. Rumondang Bulan Nst., MS dan Drs. Albert Pasaribu, M.Sc selaku Ketua dan Sekretaris Departemen Kimia FMIPA USU, seluruh staff pegawai Departemen Kimia. Bapak dan Ibu dosen yang telah memberikan ilmunya selama masa studi Penulis di FMIPA USU. Dan tak lupa Penulis menyampaikan penghargaan dan cinta kasih yang terdalam dan tulus kepada Kepala Laboratorium Kimia Fisika, staff dan seluruh rekan-rekan Asisten Laboratorium Kimia Fisika USU, teman-teman seperjuangan Supran, Deasy, Mira dan Neni, serta adik-adik Iis, Gita, Diana, Leni, Choliq, Habibi, Uci, Suci ,Uli, Haikal, Habib, Agus, Nanda yang telah memberikan semangat dan kerjasama yang baik selama ini. Bang Edi yang telah membantu Penulis dalam mengoperasikan alat praktikum. Seluruh keluarga besar almarhum Hasan Asyhuri dan Harun Alrasyid, dan sepupu-sepupu Penulis tersayang yang telah memberikan saya semangat dan motivasi. Teman-teman stambuk 2009 dan adik-adik 2012 serta seluruh teman yang tidak dapat Penulis sebutkan satu persatu yang selalu memberikan dukungan dan memotivasi Penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.

Medan, Mei 2014


(6)

ABSTRAK

Adsorpsi minyak goreng bekas terhadap arang aktif tempurung kemiri telah dilakukan. Tempurung kemiri yang telah dicuci bersih dan kering ditanur pada suhu 750o C selama 90 menit selanjutnya arang diayak dengan ayakan 100 mesh. Kemudian arang yang lolos saringan 100 mesh direndam dalam larutan NaCl 30% selama 24 jam lalu dicuci dengan aquades dan dikeringkan dalam oven pada suhu 110oC selama 3 jam. Karakterisasi arang aktif meliputi uji kadar air, kadar abu, uji ukuran partikel dan uji analisa permukaan dengan SEM. Proses adsorpsi minyak goreng bekas dengan variasi waktu kontak dengan adsorben selama 30, 60,dan 90 menit serta variasi massa adsorben 2, 4, dan 6 g. Parameter pengujian kualitas minyak goreng bekas berdasarkan penurunan bilangan peroksidanya. Hasil penelitian menunjukkan semakin lama waktu kontak dan semakin besar massa adsorben maka semakin tinggi kapasitas adsorpsi, proses adsorpsi maksimum terjadi pada variasi waktu 90 menit dengan massa adsorben 2 g yang dapat mereduksi bilangan peroksida minyak bekas dari 34 meq/kg menjadi 12 meq/kg dan persen reduksi mencapai 64,70%. Analisa penurunan bilangan peroksida mengikuti persamaan isotherm Langmuir dan Freundlich.


(7)

THE EFFECT OF ADSORBENT MASS AND CONTACT TIME TO REDUCE PEROXIDE VALUE USED COOKING OIL

BY CANDLENUT SHELL ACTIVATED CHARCOAL (Aleurites Moluccana)

ABSTRACT

Adsorption of used cooking oil to the candlelnut shell activated charcoal has been done. Pecan shell that has been washed and dried in the furnace at a temperature of 750o C for 90 minutes then the charcoal sieved with 100 mesh sieve. Then

charcoal filter that passes 100 mesh soaked in 30 % NaCl solution for 24 hours and then washed with distilled water and dried in the oven at 110o C for 3 hours. Characterization of activated charcoal include test moisture content, ash content, particle size and surface analysis with SEM test. Adsorption process used cooking oil with the variation of time in contact with the adsorbent for 30, 60, and 90 minutes and the variations mass of adsorbent 2, 4, and 6 g. Parameters of used cooking oil quality testing by a reduce its peroxide value ( PV ). The results showed the longer contact time and the greater mass of the adsorbent than increase the adsorption capacity, maximum adsorption process occurs on a time variation of 90 minutes with 2 g of adsorbent which can reduce peroxide value of used cooking oil of 34 meq / kg to 12 meq / kg and % reduction reached 64,70 %. Analysis of reduced peroxide value followed the Langmuir and Freundlich isothermic equation.


(8)

DAFTAR ISI

Halaman

Persetujuan iii

Pernyataan iv

Penghargaan v

Abstrak vi

Abstract vii

Daftar Isi viii

Daftar Tabel x

Daftar Gambar xi

Daftar Lampiran xii

Bab 1. Pendahuluan

1.1. Latar Belakang 1

1.2. Permasalahan 3

1.3. Pembatasan Masalah 3

1.4. Tujuan Penelitian 4

1.5. Manfaat Penelitian 4

1.6. Metodologi Penelitian 4

1.7. Lokasi Penelitian 6

Bab 2. Tinjauan Pustaka

2.1. Adsorpsi 7

2.1.1. Jenis-jenis adsorpsi 8

2.1.2. Faktor-faktor yang mempengaruhi adsorpsi 9

2.1.3. Faktor-faktor yang mempengaruhi efisiensi adsorpsi 10

2.1.4. Adsorpsi zat terlarut oleh zat padat 11

2.1.5. Isoterm adsorpsi 11

2.2. Adsorben 13

2.2.1. Jenis-jenis adsorben 14

2.2.2. Kriteria adsorben untuk menjadi adsorben komersil 14

2.3. Karbon Aktif 16

2.3.1. Jenis-jenis karbon aktif 17

2.3.2. Kegunaan arang aktif 18

2.3.3. Proses pembuatan arang aktif 19

2.4. Kemiri 21

2.5. Minyak Goreng 22

2.5.1. Minyak goreng bekas 23

2.5.2. Penentuan angka peroksida 24

2.6. Scanning Elektron Microscopy 24

Bab 3. Metode Penelitian

3.1. Alat-alat dan Bahan Penelitian 26

3.1.1. Alat-alat penelitian 26


(9)

3.2. Prosedur Kerja Pembuatan Arang Aktif 27

3.2.1. Penyiapan sampel 27

3.2.2. Pembuatan larutan KI 10% 27

3.2.3. Pembuatan larutan Na2S2O3 10% 27

3.2.4. Pembuatan larutan amilum 1% 28

3.2.5. Pembuatan larutan NaCl 30% 28

3.2.6. Proses karbonisasi tempurung kemiri 28

3.2.7. Proses aktivasi tempurung kemiri dengan NaCl 30% 28

3.2.8. Uji kadar air arang aktif 29

3.2.9. Uji kadar abu arang aktif 29

3.2.10 Analisa minyak goreng bekas 29

3.2.11 Eksperimen adsorpsi minyak goreng bekas pada

arang aktif tempurung kemiri 30

3.2.12. Analisa permukaan arang dengan SEM

(Scaning lectronMicroscopy) 30

3.2.13. Analisa bilangan peroksida 30

3.3. Skema Pengambilan Data 32

3.3.1. Bagan penyiapan tempurung kemiri 32

3.3.2. Bagan proses karbonisasi tempurung kemiri 32

3.3.3. Bagan proses aktivasi dan karakterisasi arang

tempurung kemiri 33

3.3.4. Bagan eksperimen adsorpsi minyak goreng bekas

pada arang aktif tempurung kemiri 34

3.3.5. Bagan analisa bilangan peroksida (PV) 35

Bab 4. Hasil dan Pembahasan

4.1. Pembuatan Arang Aktif Tempurung Kemiri 36

4.2. Uji Kadar Air Arang Aktif 37

4.3. Uji Kadar Abu Arang Aktif 37

4.4. Uji Ukuran Partikel Arang Arang Aktif 38

4.5. Analisa Permukaan arang Aktif 38

4.4. Analisa Sampel Minyak Goreng Sebelum Adsorpsi 39

4.5. Analisa Sampel Minyak Goreng Bekas Setelah Adsorpsi 41 Bab 5. Kesimpulan dan Saran

5.1. Kesimpulan 48

5.2. Saran 48


(10)

DAFTAR TABEL

Nomor Judul Halaman

Tabel

2.1 SNI Minyak Goreng 23

4.1 SNI Arang Aktif 37

4.2 Analisa Awal Minyak Goreng 39


(11)

DAFTAR GAMBAR

Nomor Judul Halaman

Gambar

2.1 Ilustrasi Proses Adsorpsi 7

2.2 Jenis-jenis Adsorben 15

2.3 Tempurung Kemiri 22

4.1 Tempurung Kemiri Sebelum dan Sesudah ditanur 36

4.2 SEM Arang Aktif Sebelum Aktifasi 38

4.3 SEM Arang Aktif Setelah Aktifasi 39

4.4 Minyak Goreng Sebelum dan Sesudah Adsorpsi 40

4.5 Persen Reduksi Bilangan Peroksida Pada t = 30 42

4.6 Persen Reduksi Bilangan Peroksida Pada t = 60 42

4.7 Persen Reduksi Bilangan Peroksida Pada t = 90 43

4.8 Kurva Linieritas Freundlich dengan variasi massa saat t = 30 43 4.9 Kurva Linieritas Freundlich dengan variasi massa saat t = 60 44 4.10 Kurva Linieritas Freundlich dengan variasi massa saat t = 90 44 4.11 Kurva Linieritas Langmuir dengan variasi massa saat t = 30 45 4.12 Kurva Linieritas Langmuir dengan variasi massa saat t = 60 46 4.13 Kurva Linieritas Langmuir dengan variasi massa saat t = 90 46


(12)

DAFTAR LAMPIRAN

Nomor Judul Halaman

Lampiran

1 Perhitungan dan Rumus 53

2 Fotografi Proses Adsorpsi Minyak Goreng Bekas 62


(13)

ABSTRAK

Adsorpsi minyak goreng bekas terhadap arang aktif tempurung kemiri telah dilakukan. Tempurung kemiri yang telah dicuci bersih dan kering ditanur pada suhu 750o C selama 90 menit selanjutnya arang diayak dengan ayakan 100 mesh. Kemudian arang yang lolos saringan 100 mesh direndam dalam larutan NaCl 30% selama 24 jam lalu dicuci dengan aquades dan dikeringkan dalam oven pada suhu 110oC selama 3 jam. Karakterisasi arang aktif meliputi uji kadar air, kadar abu, uji ukuran partikel dan uji analisa permukaan dengan SEM. Proses adsorpsi minyak goreng bekas dengan variasi waktu kontak dengan adsorben selama 30, 60,dan 90 menit serta variasi massa adsorben 2, 4, dan 6 g. Parameter pengujian kualitas minyak goreng bekas berdasarkan penurunan bilangan peroksidanya. Hasil penelitian menunjukkan semakin lama waktu kontak dan semakin besar massa adsorben maka semakin tinggi kapasitas adsorpsi, proses adsorpsi maksimum terjadi pada variasi waktu 90 menit dengan massa adsorben 2 g yang dapat mereduksi bilangan peroksida minyak bekas dari 34 meq/kg menjadi 12 meq/kg dan persen reduksi mencapai 64,70%. Analisa penurunan bilangan peroksida mengikuti persamaan isotherm Langmuir dan Freundlich.


(14)

THE EFFECT OF ADSORBENT MASS AND CONTACT TIME TO REDUCE PEROXIDE VALUE USED COOKING OIL

BY CANDLENUT SHELL ACTIVATED CHARCOAL (Aleurites Moluccana)

ABSTRACT

Adsorption of used cooking oil to the candlelnut shell activated charcoal has been done. Pecan shell that has been washed and dried in the furnace at a temperature of 750o C for 90 minutes then the charcoal sieved with 100 mesh sieve. Then

charcoal filter that passes 100 mesh soaked in 30 % NaCl solution for 24 hours and then washed with distilled water and dried in the oven at 110o C for 3 hours. Characterization of activated charcoal include test moisture content, ash content, particle size and surface analysis with SEM test. Adsorption process used cooking oil with the variation of time in contact with the adsorbent for 30, 60, and 90 minutes and the variations mass of adsorbent 2, 4, and 6 g. Parameters of used cooking oil quality testing by a reduce its peroxide value ( PV ). The results showed the longer contact time and the greater mass of the adsorbent than increase the adsorption capacity, maximum adsorption process occurs on a time variation of 90 minutes with 2 g of adsorbent which can reduce peroxide value of used cooking oil of 34 meq / kg to 12 meq / kg and % reduction reached 64,70 %. Analysis of reduced peroxide value followed the Langmuir and Freundlich isothermic equation.


(15)

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Molekul-molekul pada permukaan zat padat atau zat cair mempunyai gaya tarik kearah dalam, karena tidak ada gaya lain yang mengimbangi. Adanya gaya-gaya ini menyebabkan zat padat dan zat cair memiliki gaya-gaya adsorpsi (Sukardjo, 2002). Salah satu jenis adsorben yang banyak di gunakan baik dalam proses industri maupun di laboratorium adalah karbon atau arang aktif.

Karbon aktif adalah salah satu golongan karbon berbentuk amorph yang diproduksi dari bahan dasar senyawa yang mengandung karbon. Salah satu kegunaan karbon atau arang aktif ini dapat digunakan sebagai pengadsorpsi bahan yang berasal dari cairan maupun fasa gas. Daya adsorpsinya dipengaruhi oleh luas permukaan dan besar porinya. Kalensun pada tahun 2012 memanfaatkan strobilus pinus sebagai arang aktif yang dapat menyerap toluena dalam bentuk gas sehingga diperoleh kapasitas adsorpsi 0,1027 cm3/g (Kalensun,G.A., 2012). Dewasa ini arang aktif sangat luas digunakan sebagai bahan penyaring, pengolahan limbah, pengolahan air dan penyerap gas. Karena Aplikasinya yang luas dalam bidang industri maka kebutuhan arang aktif pun meningkat. Kebutuhan arang aktif ini tiap tahun diperkirakan meningkat 5% (Prasetyo,A., 2011).

Perbedaan antara arang dengan arang aktif adalah pada bagian permukaannya. Bagian permukaan arang masih ditutupi oleh deposit hidrokarbon yang menghalangi keaktifannya, sementara bagian permukaan arang aktif relatif bebas dari deposit dan permukaannya lebih luas serta pori-pori yang terbuka, sehingga dapat melakukan penyerapan. Bahan kimia yang dapat digunakan


(16)

sebagai bahan pengaktif diantaranya adalah H3PO4, CaCl2, KOH, H2SO4, Na2CO3,

NaCl, K2S, HCl, dan ZnCl2. Prasetyo (2011) melakukan variasi konsentrasi NaCl

sebagai aktifator arang aktif dari ban bekas dengan daya adsorpsi maksimum pada konsentrasi NaCl 30% (Prasetyo,A., 2011).

Minyak goreng memang sulit dipisahkan dari kehidupan masyarakat. Dalam proses penggorengan, minyak goreng berperan sebagai media untuk perpindahan panas yang cepat dan merata pada permukaan bahan yang digoreng. Penggunaan minyak goreng secara berulang-ulang pada suhu tinggi (160-180 oC) disertai adanya kontak dengan udara dan air pada proses penggorengan dapat mengakibatkan reaksi degradasi yang komplek dalam minyak dan menghasilkan berbagai senyawa hasil reaksi. Peneliti sebelumnya Maskan (2003) melakukan penelitian pemurnian minyak goreng bekas dari biji bunga matahari dengan adsorben CaO, MgO, MgCO3, activated charcoal, bentonit, dan magnesium

silikat. Lin (2001) menggunakan kombinasi adsorben untuk pemurnian minyak goreng bekas dari kedelai. Wannahari. R dari University Malaysia Kelantan memanfaatkan ampas tebu sebagai adsorben untuk mereduksi bilangan peroksida pada minyak kelapa, hasil penelitian diperoleh adsorpsi maksimum pada variasi waktu 10 menit dan massa adsorben 7,5 g (wannahari. R.,2012). Minyak goreng juga mengalami perubahan warna dari kuning menjadi warna gelap. Proses ini mengakibatkan penurunan kualitas minyak goreng dan menimbulkan pengaruh buruk bagi kesehatan. Walaupun menimbulkan dampak yang negatif, penggunaan minyak bekas adalah hal yang biasa dalam masyarakat, apalagi masa-masa krisis seperti sekarang ini.

Kemiri pada umumnya digunakan sebagai bumbu masak. Tanaman kemiri memiliki berbagai macam manfaat. Buahnya dapat digunakan sebagai obat, bumbu masak, bahan kosmetik serta kegunaan lainnya. Bagian tempurung kemiri merupakan bahan pembuatan arang yang baik, sedangkan bagian kayunya banyak dipakai sebagai bahan bangunan dan cetakan beton (Bukasa,D.A., 2012). Djeni dan Saptadi (2007) memvariasikan konsentrasi asam fosfat sebagai aktifator pada proses karakterisasi arang tempurung kemiri, hasilnya diperoleh kondisi optimum


(17)

pada suhu 750oC. Yustinah (2011) memanfaatkan sabut kelapa sebagai adsorben minyak bekas dapat menurunkan bilangan peroksida minyak bekas dari 12,87 meq/kg menjadi 1,99 meq/kg (Yustinah, 2011). Mugugan (2012) mempelajari kinetika dan model isotherm Freundlich pada proses penyaringan limbah dengan abu dari pohon arasu dengan mengganggap bahwa proses adsorpsi terjadi pada lapisan multilayer. Pada penelitian ini, peneliti akan memanfaatkan tempurung kemiri yang merupakan limbah sebagai adsorben yang diaplikasikan untuk memurnikan kembali minyak goreng bekas (jelantah). Penelitian ini akan mempelajari kemampuan arang aktif dari tempurung kemiri untuk menurunkan bilangan peroksida, serta kapasitas adsorpsi dengan mempelajari bentuk isotherm adsorpsi Langmuir dan Freundlich dari minyak goreng bekas (jelantah).

1.2. Permasalahan

Adapun yang menjadi permasalahan dalam penelitian ini adalah bagaimana kemampuan dan kapasitas adsorpsi arang aktif tempurung kemiri yang diaktivasi dengan NaCl 30% dalam memurnikan minyak goreng bekas dengan menggunakan model isotherm Langmuir dan Freundlich.

1.3. Pembatasan Masalah

- Arang aktif yang di gunakan berasal dari tempurung kemiri yang berasal dari kota Binjai

- Minyak goreng bekas yang digunakan diperoleh dari pabrik kerupuk di Jl. Pendidikan Kecamatan Medan Tembung

- Aktifator yang digunakan adalah NaCl 30%

- Uji kualitatif arang meliputi uji kadar air dan uji kadar abu

- Uji kualitas minyak goreng bekas dengan menghitung penurunan bilangan peroksida

- Karakteristik adsorpsi dengan menggunakan persamaan isotherm


(18)

- Analisa permukaan arang aktif dengan scanning electron microscopy (SEM)

- Anlisa ukuran partikel dengan Laser Scattering Particle Size Distribution Analyzer LA – 950V2

1.4. Tujuan Penelitian

- Untuk mengetahui kemampuan dan kapasitas adsorpsi arang aktif tempurung kemiri yang diaktivasi dengan NaCl 30%

- Untuk mengetahui penurunan bilangan peroksida minyak goreng bekas setelah proses adsorpsi

- Untuk mengetahui karakteristik adsorpsi dengan persamaan isoterm Langmuir dan Freundlich

1.5.Manfaat Penelitian

- Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi ilmiah tentang pemanfaatan tempurung kemiri yang selama ini menjadi limbah - Hasil penelitian diharapkan dapat diaplikasikan untuk memurnikan

kembali minyak goreng bekas (jelantah).

1.6.Metodologi Penelitian

Penelitian ini dilakukan di laboratorium (experimen laboratory) melalui dua tahap, yaitu tahap pertama pembuatan dan uji kualitas arang aktif tempurung kemiri dan tahap kedua adalah percobaan adsorpsi minyak goreng bekas terhadap arang aktif tempurung kemiri.

1. Tahap I pembuatan dan uji kualitas arang aktif tempurung kemiri

Pada tahap ini 150 g tempurung kemiri yang telah dibersihkan dan dikeringkan kedalam cawan porselin, kemudian dipanaskan dalam tanur


(19)

pada suhu 750o C selama 90 menit. Kemudian arang dihaluskan hingga berbentuk serbuk. Kemudian diayak menggunakan ayakan 120 mesh. Arang hasil karbonisasi direndam dalam larutan NaCl 30% selama 24 jam. kemudian arang aktif yang diperoleh kemudian dicuci dengan aquades hingga mencapai pH netral. Selanjutnya arang aktif dikeringkan dalam oven selama 3 jam pada suhu 110o C. Selanjutnya dilakukan uji kualitatif meliputi kadar air dan kadar abu (Bukasa,D., 2012).

2. Tahap II percobaan adsorpsi minyak goreng bekas terhadap arang aktif tempurung kemiri

Pada tahap ini 20 ml minyak goreng bekas dimasukkan kedalam gelas beaker. Kemudian dimasukkan 2 g arang aktif tempurung kemiri kedalam gelas beaker kemudian campuran minyak bekas dan arang aktif diaduk menggunakan magnetik stirrer dengan kecepatan 1000 rpm selama 30 menit. Setelah melalui proses pengadukan kemudian campuran tersebut disaring dengan vakum. Kemudian filtrat hasil penyaringan dianalisa penurunan bilangan peroksida sehingga kapasitas adsorpsi dapat dihitung dengan menggunakan model isotherm Langmuir dan Freundlich. Kemudian diulangi percobaan untuk variasi massa arang aktif 4 dan 6 g serta variasi waktu kontak adsorben 60 dan 90 menit.

Variabel- variabel yang digunakan adalah sebagai berikut:

1. Tahap I pembuatan dan uji kualitas arang aktif tempurung kemiri Variabel tetap :

• Suhu karbonisasi 7500C

• Waktu karbonisasi 90 menit • Ayakan yang digunakan 100 mesh • Aktivator yang digunakan NaCl 30% • Aktivasi pada suhu 7500C


(20)

Variabel terikat:

• Uji kadar air, kadar abu dan analisa permukaan Variabel bebas :

• Massa tempurung kemiri 150 g

2. Tahap II percobaan adsorpsi minyak goreng bekas terhadap arang aktif tempurung kemiri

Variabel tetap:

• Volume minyak goreng 20 ml • Kecepatan pengadukan 1000 rpm Variabel bebas:

• Massa arang aktif yang digunakan 2,4,dan 6 g • Waktu kontak adsorben 30,60,dan 90 menit

1.7. Lokasi Penelitian

Penelitian ini dilakukan di laboratorium Laboratorium Kimia Dasar LIDA Universitas Sumatera Utara untuk proses karbonisasi dan uji kadar abu, dan Laboratorium Kimia Fisika dan Polimer Universitas Sumatera Utara yang meliputi uji kadar air, proses adsorpsi, uji ukuran partikel (PSA) dan uji bilangan peroksida. Dan uji scanning electron microscopy di Laboratorium Analisa Material di Banda Aceh.


(21)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Adsorpsi

Adsorpsi merupakan suatu proses penyerapan oleh padatan tertentu terhadap zat tertentu yang terjadi pada permukaan zat padat karena adanya gaya tarik atom atau molekul pada permukaan zat padat tanpa meresap kedalam.

Bila gas atau uap bersentuhan dengan permukaan padatan yang bersih, maka gas atau uap tadi akan teradsorpsi pada permukaan padatan tersebut. Permukaan padatan disebut sebagai adsorben, sedangkan gas atau uap disebut sebagai adsorbat. Semua padatan dapat menyerap gas atau uap pada permukaan. Banyak gas yang teradsorpsi yang bergantung pada suhu dan tekanan gas serta luas permukaan padatan. Padatan yang paling efisien adalah padatan yang sangat porous seperti arang dan butiran padatan yang sangat halus (Bird,T., 1993).

Proses adsorpsi dapat terjadi karena adanya gaya tarik atom atau molekul pada permukaan padatan yang tidak seimbang. Adanya gaya ini, padatan cenderung menarik molekul-molekul lain yang bersentuhan dengan permukaan padatan, baik fasa gas atau fasa larutan kedalam permukaannya. Akibatnya konsentrasi molekul pada permukaan menjadi lebih besar dari pada dalam fasa gas zat terlarut dalam larutan. Pada adsorpsi interaksi antara adsorben dengan adsorbat hanya terjadi pada permukaan adsorben (Tandy,E., 2012).


(22)

Beberapa tahun belakangan ini proses adsorpsi banyak mendapatkan perhatian, seperti proses penyimpanan gas yang sedang banyak dikembangkan. Teknologi ini tentu dapat membantu masalah penggunaan energi terbarukan yang masih terkendala dalam hal transportasi dan penyimpanan. Pentingnya proses ini menjadi pemicu dilakukannya banyak penelitian mengenai proses adsorpsi mulai dari segi mekanisme sampai dengan pengembangan adsorben yang digunakan dalam proses adsorpsi (Sudibandriyo, 2011).

2.1.1 Jenis – Jenis Adsorpsi

Berdasarkan Interaksi molekular antara permukaan adsorben dengan adsorbat, adsorpsi dibagi menjadi 2 yaitu :

2.1.1.1 Adsorpsi Fisika

Adsorpsi Fisika terjadi karena adanya gaya Van der Waals. Pada adsorpsi fisika, gaya tarik menarik antara molekul fluida dengan molekul pada permukaan padatan (Intermolekuler) lebih kecil dari pada gaya tarik menarik antar molekul fluida tersebut sehingga gaya tarik menarik antara adsorbat dengan permukaan adsorben relatif lemah pada adsorpsi fisika, adsorbat tidak terikat kuat dengan permukaan adsorben sehingga adsorbat dapat bergerak dari suatu bagian permukaan ke permukaan lainnya dan pada permukaan yang ditinggalkan oleh adsorbat tersebut dapat digantikan oleh adsorbat lainnya . Keseimbangan antara permukaan padatan dengan molekul fluida biasanya cepat tercapai dan bersifat reversibel. Adsorpsi fisika memiliki kegunaan dalam hal penentuan luas permukaan dan ukuran pori.

2.1.1.2 Adsorpsi Kimia

Adsorpsi kimia terjadi karena adanya ikatan kimia yang terbentuk antara molekul adsorbat dengan permukaan adsorben. Ikatan kimia dapat berupa ikatan kovalen/ion. Ikatan yang terbentuk kuat sehingga spesi aslinya tidak dapat


(23)

ditentukan. Karena kuatnya ikatan kimia yang terbentuk maka adsorbat tidak mudah terdesorpsi. Adsorpsi kimia diawali dengan adsorpsi fisik dimana adsorbat mendekat kepermukaan adsorben melalui gaya Van der Waals / Ikatan Hidrogen kemudian melekat pada permukaan dengan membentuk ikatan kimia yang biasa merupakan ikatan kovalen (Shofa, 2012).

2.1.2 Faktor – Faktor yang Mempengaruhi Daya Adsorpsi Adapun faktor- faktor yang mempengaruhi daya adsorpsi yaitu :

2.1.2.1 Jenis Adsorbat

• Ukuran molekul adsorbat

Ukuran molekul adsorbat yang sesuai merupakan hal yang penting agar proses adsorpsi dapat terjadi, karena molekul-molekul yang dapat diadsorpsi adalah molekul-molekul yang diameternya lebih kecil atau sama dengan diameter pori adsorben.

• Kepolaran zat

Adsorpsi lebih kuat terjadi pada molekul yang lebih polar dibandingkan dengan molekul yang kurang polar pada kondisi diameter yang sama. Molekul-molekul yang lebih polar dapat menggantikan molekul-molekul yang kurang polar yang telah lebih dahulu teradsorpsi . Pada kondisi dengan diameter yang sama, maka molekul polar lebih dahulu diadsorpsi.

2.1.2.2 Suhu

Pada saat molekul-molekul adsorbat menempel pada permukaan adsorben terjadi pembebasan sejumlah energi sehingga adsorpsi digolongkan bersifat eksoterm. Bila suhu rendah maka kemampuan adsorpsi meningkat sehingga adsorbat bertambah.


(24)

2.1.2.3 Tekanan Adsorbat

Pada adsorpsi fisika bila tekanan adsorbat meningkat jumlah molekul adsorbat akan bertambah namun, pada adsorpsi kimia jumlah molekul adsorbat akan berkurang bila tekanan adsorbat meningkat.

2.1.2.4 Karakteristik Adsorben

Ukuran pori dan luas permukaan adsorben merupakan karakteristik penting adsorben. Ukuran pori berhubungan dengan luas permukaan semakin kecil ukuran pori adsorben maka luas permukaan semakin tinggi. Sehingga jumlah molekul yang teradsorpsi akan bertambah. Selain itu kemurnian adsorben juga merupakan karakterisasi yang utama dimana pada fungsinya adsorben yang lebih murni yang lebih diinginkan karena kemampuan adsorpsi yang baik.

2.1.3 Faktor – Faktor yang Mempengaruhi Efisiensi Adsorpsi

2.1.3.1 Temperatur

Oleh karena proses adsorpsi adalah proses yang eksotermis, maka adsorpsi akan berkurang pada temperatur lebih tinggi. Jika terdapat reaksi antara kontaminan yang teradsorpsi dan permukaan adsorben antara 2 atau lebih kontaminan kimia tersebut maka laju reaksinya akan meningkat pada temperatur yang lebih tinggi.

2.1.3.2 Kelembapan

Uap air mudah diadsorpsi oleh jenis adsorben polar sehingga kelembapan yang tinggi dapat mempengaruhi dan mengurangi kemampuan adsorben tersebut untuk mengadsorpsi kontaminan.


(25)

2.1.3.3 Laju Alir Pengambilan Sampel

Jika terlalu tinggi laju alir dapat mengurangi efisiensi adsorpsi

2.1.3.4 Adanya Kontaminan Lain

Adanya kontaminan lain dapat mengurangi efisiensi adsorpsi karena adanya kompetisi antar kontaminan tersebut pada bagian adsorpsi. Reaksi antar senyawaan juga mungkin terjadi, sehingga diperoleh hasil konsentrasi yang lebih rendah yang seharusnya (Lestari,F., 2009).

2.1.4 Adsorpsi Zat Terlarut oleh Zat Padat

Penyerapan zat dari larutan, mirip dengan penyerapan gas oleh zat padat. Penyerapan bersifat selektif yang diserap hanya zat terlarut oleh pelarut. Bila didalam suatu larutan terdapat 2 buah zat ataupun lebih maka zat yang satu akan diserap lebih kuat dibanding zat yang lain.

Zat yang dapat menurunkan tegangan permukaan maka lebih kuat diserap. Makin kompleks zat terlarut makin kuat diserap oleh adsorben. Makin tinggi temperatur, maka makin kecil daya serap. Namun pengaruh temperatur tidak sebesar pada adsorpsi gas (Sukardjo, 1995).

2.1.5 Isoterm Adsorpsi

Isoterm adsorpsi adalah hubungan kesetimbangan antara konsentrasi dalam fase fluida dan konsentrasi di dalam partikel adsorben pada suhu tertentu. Ada beberapa isoterm adsorpsi yang diketahui seperti model isoterm Langmuir, Freundlich dan juga model isoterm Brunauer, Emmet, dan Teller (BET).


(26)

2.1.5.1 Isoterm Langmuir

Pada isoterm ini secara teoritis menganggap bahwa hanya sebuah monolayer gas yang teradsorbsi, selain itu adsorpsi molekul zat terlarut terlokalisasi, yaitu sekali adsorpsi, molekul-molekul ini tidak dapat bergerak disekeliling permukaaan padatan. Selain pernyataan di atas isoterm ini juga mengasumsikan bahwa panas adsorbsi, ∆�adsorpsi, tidak bergantung pada luas permukaan yang ditutupi gas. Persamaan Isoterm Adsorpsi Langmuir

:

� �

=

� ��

+

1 �� C Dimana :

C = konsentrasi zat terlarut pada saat kesetimbangan q = masa zat terlarut diadsorpsi per masa adsorben

�= Konstanta adsorpsi yang didapat dari percobaan (intersept) qo = daya adsorpsi maksimum

2.1.5.2 Isoterm Freundlich

Pada Isoterm ini persamaan diturunkan secara empirik, dengan asumsi bahwa penyerapan terjadi multicomponent. Persamaan dapat diturunkan dari adsorpsi zat padat dalam air atau solid-aquos system. (Sheindorf.M., 1980). Bentuk persamaannya yaitu :

= k C

1/n

Dimana : X = Jumlah zat yang diserap m = Berat adsorben

C = Konsentrasi zat setelah adsorpsi

n dan k = Konstanta yang diperoleh dari percobaan Jika persamaan diatas dilogaritmakan maka :

Log �

� =

1


(27)

2.1.5.3 Isoterm BET (Brunauer, Emmet, dan Teller)

Persamaan ini mengembangkan persamaan Langmuir, sehingga dapat digunakan untuk adsorbsi multi molekuler pada permukaan padatan. Bentuk persaman ini adalah:

� �(��−�)

=

1

���

+

(�−1) ���

x

� �� Dimana : Po = tekanan uap jenuh

Vm = Kapasitas volume monolayer

C = konstanta (Bird,T., 1993) .

Salah satu karakteristik karbon aktif yang berkualitas ialah memiliki luas permukaan yang tinggi. Semakin besar luas permukaan karbon aktif, semakin besar pula daya adsorpsinya. Luas permukaan suatu adsorben dapat diketahui dengan alat pengukur luas permukaan yang menggunakan prinsip metode BET . Pengukuran luas permukaan dengan model BET ini biasanya menggunakan nitrogen sebagai adsorbat. Pengukuran ini didasarkan pada data adsorpsi isotermis nitrogen pada suhu 77 K. Adsorpsi isotermis dengan prinsip BET merupakan jenis isoterm fisis ( Shofa, 2012).

2.2 Adsorben

Adsorben merupakan bahan yang sangat berpori dan adsorpsi berlangsung terutama pada dinding-dinding pori atau pada letak-letak tertentu di dalam partikelnya. Karena pori-porinya biasa kecil maka luas permukaan dalam mencapai beberapa orde besaran lebih besar dari permukaan luar dan bisa sampai 2000 m2/gr. Dalam kebanyakan hal komponen yang diadsorpsi melekat sedemikian kuat sehingga memungkinkan pemisahan komponen itu secara menyeluruh dari fluida tanpa terlalu banyak adsorpsi terhadap komponen lain


(28)

sehingga memungkinkan adsorbat yang dihasilkan dalam bentuk terkonsentrasi atau hampir murni (Tandy,E., 2012).

2.2.1 Jenis – jenis Adsorben

2.2.1.1 Adsorben Tidak Berpori (Non-Porous Sorbent)

Adsorben tidak berpori dapat diperoleh dengan cara presipitasi deposit kristalin seperti BaSO4 atau penghalusan padatan kristal. Luas permukaan spesifiknya kecil

tidak lebih dari 10 m2 /g dan umumnya antara 0,1 s/d 1 m2/g. Adsorben yang tidak berpori seperti filter karet (rubber filters) dan karbon hitam bergrafit (graphitized Carbon Black) adalah jenis adsorben tidak berpori yang telah mengalami perlakuan khusus sehingga luas permukaannya dapat mencapai ratusan m2/g.

2.2.1.2 Adsorben Berpori( Porous Sorbents)

Luas permukaan spesifik dsorben berpori berkisar antara 100 s/d 1000 m2/g.

Biasanya digunakan sebagai penyangga katalis, dehidrator, dan penyeleksi komponen. Adsorben ini umumnya benbentuk granular.

Klasifikasi pori menurut International Union of Pure and Applied Chemistry (IUPAC) adalah :

• Pori-pori berdiameter kecil (Mikropores d < 2 nm ) • Pori-pori berdiameter sedang ( Mikropores 2 < d <50 nm) • Pori-pori berdiameter besar ( Makropores d > 50 nm )

2.2.2 Kriteria Adsorben untuk Menjadi Adsorben Komersil

Kriteria yang harus dipenuhi suatu adsorben untuk menjadi adsorben komersial adalah :

1. Memiliki permukaan yang besar/unit massanya sehingga kapasitas adsorpsinya akan semakin besar pula


(29)

3. Ketahanan struktur fisik yang tinggi

4. Mudah diperoleh, harga tidak mahal, tidak korosif dan tidak beracun 5. Tidak ada perubahan volume yang berarti selama proses adsorpsi 6. Mudah dan ekonomis untuk diregenerasi ( Hendra,R., 2008).

Beberapa jenis adsorben berpori yang telah digunakan secara komersial antara lain karbon aktif, zeolit, silika gel, activated alumina. Seperti pada gambar di bawah ini :

SILICA GEL ZEOLIT

CARBON AKTIF ALUMINA


(30)

2.3 Karbon Aktif

Karbon aktif secara komersial diketahui pertama kali karena penggunaannya sebagai topeng uap pada perang dunia I. Namun, pada abad ke-15 sudah diketahui bahwa karbon hasil dekompresiasi kayu dapat menyingkirkan bahan berwarna dari pada abad ke-17. Penerapan secara komersil arang kayu digunakan dalam sebuah pabrik gula di Inggris (Austin, 1996).

Karbon aktif merupakan adsorben terbaik dalam sistem adsorpsi. Ini dikarenakan arang aktif memiliki luas permukaan yang besar dan daya adsorpsi yang tinggi sehingga pemanfaatannya dapat optimal. Karbon aktif yang baik harus memiliki luas permukaan yang besar sehingga daya adsorpsinya juga besar (Prabowo, 2009).

Luas permukaan karbon aktif umumnya berkisar antara 300–3000 m2/g dan ini terkait dengan struktur pori pada karbon aktif tersebut. Karbon aktif adalah material berpori dengan kandungan karbon 87%-97% dan sisanya berupa hidrogen, oksigen, sulfur, dan material lain. Karbon aktif merupakan karbon yang telah diaktivasi sehingga terjadi pengembangan struktur pori yang bergantung pada metode aktivasi yang digunakan. Struktur pori menyebabkan ukuran molekul teradsorpsi terbatas, sedangkan bila ukuran partikel tidak masalah, kuantitas bahan yang diserap dibatasi oleh luas permukaan karbon aktif (Austin, 1996).

Perbedaan antara arang dan arang aktif adalah pada bagian permukaannya. Bagian permukaan arang masih ditutupi oleh deposit hidrokarbon yang menghalangi keaktifannya, sementara bagian permukaan arang aktif relatif bebas dari deposit dan permukaannya lebih luas serta pori–pori yang terbuka sehingga dapat melakukan penyerapan.

Kemampuan adsorpsi arang aktif tidak hanya bergantung pada luas permukaannya saja tetapi juga struktur dalam pori-pori arang aktif, karakteristik permukan dan keberadaan grup fungsional pada permukaan pori (Wibowo,S., 2011).


(31)

2.3.1 Jenis – jenis Karbon Aktif

Ukuran diameter pori untuk karbon fase cair umumnya mendekati atau lebih besar dari 30Å sedangkan untuk karbon fase gas umumnya diameter pori berukuran 10 sampai 25Å. Efektifitas karbon aktif biasanya ditentukan dengan test kimia yang sesuai dimana test tersebut dapat menyerap di bawah kondisi standar. Untuk fase gas biasanya digunakan CCl4 sedangkan untuk fase cair digunakan adsorpsi iodin

(Supeno,M., 2009).

Berdasarkan penggunaannya, karbon aktif terbagi menjadi 2 jenis yaitu :

2.3.1.1 Karbon Aktif untuk Fasa Cair

Karbon aktif untuk fasa cair biasanya berbentuk serbuk. Karbon aktif fasa cair biasanya berbentuk serbuk. Karbon aktif fasa cair biasanya dibuat dari bahan yang memiliki berat jenis rendah seperti kayu, batu bara, lignit, dan bahan yang mengandung lignin seperti limbah hasil pertanian. Karbon aktif jenis banyak digunakan untuk pemurnian larutan dan penghilangan rasa dan bau pada zat cair misalnya untuk penghilangan polutan berbahaya seperti gas amonia dan logam berbahaya pada proses pengolahan air.

2.3.1.2 Karbon Aktif untuk Fasa Uap

Karbon aktif untuk fasa uap biasanya berbentuk butiran/granula. Karbon aktif jenis ini biasanya dibuat dari bahan yang memiliki berat jenis lebih besar seperti tempurung kelapa, batubara, cangkang kemiri, residu minyak bumi, karbon aktif jenis ini digunakan dalam adsorpsi gas dan uap misalnya adsorpsi emisi gas hasil pembakaran bahan bakar pada kendaraan seperti CO dan NOx.

Pernyataan mengenai bahan baku yang digunakan dalam pembuatan karbon aktif untuk masing-masing jenis yang disebutkan bukan merupakan suatu keharusan, karena ada karbon aktif untuk fasa cair yang dibuat dari bahan yang mempunyai densitas besar seperti tulang, kemudian dibuat dalam bentuk granula dan digunakan sebagai pemucat larutan gula. Begitu pula dengan karbon aktif


(32)

yang digunakan untuk fasa uap dapat diperoleh dari bahan yang memiliki densitas kecil, seperti serbuk gergaji.

2.3.2 Kegunaan Arang Aktif

2.3.2.1 Untuk Gas 1. Pemurnian gas

Desulfurisasi, menghilangkan gas racun, bau busuk, asap, menyerap racun 2. Pengolahan LNG

Desulfurisasi dan penyaringan berbagaibahan mentah dan reaksi gas 3. Katalisator

Reaksi katalisator atau pengangkut vinil klorida dan vinil acetat 4. Lain- lain

Menghilangkan bau dalam kamar pendingin dan mobil

2.3.2.2 Untuk Zat Cair

1. Industri obat dan makanan

Menyaring dan menghilangkan warna, bau, dan rasa yang tidak enak pada makanan

2. Minuman ringan dan minuman keras

Menghilangkan warna dan bau pada arak/minuman keras dan minuman ringan

3. Kimia Perminyakan

Penyulingan bahan mentah, zat perantara 4. Pembersih air

Menyaring dan menghilangkan bau, warna dan zat pencemar dalam air sebagai pelindung atau penukar resin dalam penyulingan air

5. Pembersih air buangan

Mengatur dan membersihkan air buangan dan pencemaran 6. Pelarut yang digunakan kembali

Penarikan kembali berbagai pelarut, sisa metanol, etil asetat, dan lain-lain (Kurniati,E., 2008).


(33)

2.3.3 Proses Pembuatan Arang Aktif

2.3.3.1 Dehidrasi

Dehidrasi merupakan proses penghilangan air yang terdapat dalam bahan baku karbon aktif dengan tujuan untuk menyempurnakan proses karbonisasi dan dilakukan dengan cara menjemur bahan baku dibawah sinar matahari/ memanaskannya dalam oven.

2.3.3.2 Karbonisasi

Proses karbonisasi terdiri dari empat tahap yaitu :

1. Pada suhu 100–120oC terjadi penguapan air dan sampai suhu 270oC mulai

terjadi peruraian selulosa. Destilat mengandung asam organik dan sedikit metanol . Asam cuka terbentuk pada suhu 200–270 oC.

2. Pada suhu 270–310oC reaksi eksotermik berlangsung dimana terjadi

peruraian selulosa secara intensif menjadi larutan piroligant, gas kayu dan sedikit tar. Asam merupakan asam organik dengan titik didih rendah seperti asam cuka dan metanol sedang gas kayu terdiri dari CO dan CO2.

3. Pada suhu 310–500oC terjadi peruraian lignin, dihasilkan lebih banyak tar sedangkan larutan pirolignat menurun, gas CO2 menurun sedangkan gas

CO dan CH4 dan H2 meningkat.

4. Pada suhu 500-1000o C merupakan tahap dari pemurnian arang atau kadar karbon (Sudrajat, 1994).

Karbonisasi dihentikan bila tidak mengeluarkan asap lagi. Penambahan suhu memang diperlukan untuk mempercepat reaksi pembentukan pori, Namun pembatasan suhu pun harus dilakukan. Suhu yang terlalu tinggi, seperti diatas 1000oC akan mengakibatkan banyaknya abu yang terbentuk sehingga dapat menutupi pori-pori dan membuat luas permukaan berkurang serta daya adsorpsi menurun.


(34)

2.3.3.3 Aktivasi

Proses aktivasi dilakukan untuk meningkatkan luas permukaan dan daya adsorpsi karbon aktif. Pada proses ini terjadi pelepasan hidrokarbon, tar, dan senyawa organik yang melekat pada karbon tersebut. Proses aktifasi terdapat 2 jenis yaitu :

1. Aktivasi Fisika

Pada aktivasi secara fisika, karbon dipanaskan pada suhu sekitar 800-1000oC dan dialirkan gas pengoksida seperti uap air air, oksigen/CO2. Gas

pengoksida akan bereaksi dengan karbon dan melepaskan karbon monoksida dan hidrogen untuk gas pengoksida berupa uap air. Senyawa-senyawa produk samping pun akan terlepas pada proses ini sehingga akan memperluas pori dan meningkatkan daya adsorpsi. Klasifikasi karbon dengan uap air dan CO2 terjadi melalui reaksi bersifat endotermis berikut

ini (Marsh, 2006).

C + H2O → CO + H2 ( 117 kj/mol)

C + CO2 → 2 CO ( 159 kj / mol )

Sedangkan aktivasi fisika dengan oksigen melalui reaksi bersifat eksotermis berikut ini :

C + O2 → CO2 ( -406 kj / mol )

Pada aktivasi fisika terjadi pengurangan massa karbon dalam jumlah yang besar karena adanya pembentukan struktur karbon. Namun pada aktivasi fisika seringkali terjadi kelebihan oksida eksternal sewaktu gas pengoksida berdifusi pada karbon sehingga terjadi pengurangan ukuran adsorben. Selain itu, reaksi sulit dikontrol (Shofa, 2012).

2. Aktivasi kimia

Pada cara ini proses aktivasi dilakukan dengan mempergunakan bahan kimia sebagai aktivating agent. Aktivasi arang ini dilakukan dengan merendam arang kedalam larutan kimia seperti NaCl, ZnCl2 , KOH, KCl,

dll. Sehingga bahan kimia akan meresap dan membuka permukaan arang yang semula tertutup oleh deposit tar (Tutik, 2001).


(35)

Pada proses aktivasi ini karbon atau arang dipanaskan dengan suhu tinggi didalam sistem tertutup tanpa udara sambil dialiri gas inert. Saat ini terjadi proses lanjutan pemecahan atau peruraian sisa deposit tar dan senyawa hidrokarbon sisa karbonisasi keluar dari permukaan karbon sebagai akibat gas suhu tinggi dan adanya aliran gas inert, sehingga akan dihasilkan karbon dengan luas permukaan yang cukup luas atau disebut dengan arang aktif.

2.4. Kemiri

Kemiri dengan nama latin aleurites moluccana merupakan salah satu pohon serbaguna yang sudah dibudidayakan secara luas didunia. Ini merupakan jenis asli Indo–Malaysia dan sudah diperkenalkan ke kepulauan Pasifik sejak zaman dahulu.

Pohon kemiri memiliki sifat beracun sehingga perlu kewaspadaan bila ingin menggunakan bagian-bagian pohon lainnya untuk tujuan pengobatan atau konsumsi. Kemiri (Aleurites moluccana) adalah tumbuhan yang bijinya dimanfaatkan sebagai sumber minyak dan rempah-rempah. Dalam perdagangan antar negara dikenal sebagai candleberry, indian walnut, serta candlenut. Pohonnya disebut sebagai varnish tree atau kukui nut tree. Minyak yang diekstrak dari bijinya berguna dalam industri untuk digunakan sebagai bahan campuran cat dan dikenal sebagai tung oil.

Biji kemiri mempunyai tiga bagian, yaitu lapisan tipis pelapis biji, cangkang kemiri, dan biji dalam kemiri. Bagian biji dalam kemiri yang berwarna putih sangat banyak mempunyai manfaat diantaranya adalah sebagai bahan obat-obatan tradisional, sebagai rempah-rempah, dan untuk perawatan rambut khususnya untuk memanjangkan rambut. Didalam biji banyak sekali mengandung kadar minyak, sedangkan bagian cangkang kemiri hanya menjadi sampah, tetapi sebenarnya bagian cangkang ini sangat berguna. Cangkang kemiri memang sedikit mengandung kadar minyak lemak (ketaren,1986).

Menurut realita yang ada limbah yang dihasilkan dari proses pemecahan biji kemiri yang berupa cangkang kemiri ini belum terlalu banyak dimanfaatkan.


(36)

Sering terlihat bahwa segelintir orang memanfaatkannya untuk pengerasan jalan yang banyak terlihat di sekitar kota Berastagi, ada yang memanfaatkannya sebagai obat bahan bakar nyamuk, dan penemuan terbaru bahwa cangkang kemiri juga dapat dibuat sebagai produk karbon aktif. Cangkang kemiri yang telah lama terpendam di tanah dapat dimanfaatkan sebagai sumber pupuk N, P dan K. Adapun komposisi arang cangkang kemiri yaitu kadar air 5,34%, volatil 8,73%, abu 9,56% dan karbon 76,31%.

Gambar 2.3 cangkang kemiri

2.5 Minyak Goreng

Minyak goreng memang sulit dipisahkan dari kehidupan masyarakat. Makanan yang di goreng biasanya lebih lezat dan gurih, tanpa membutuhkan tambahan bumbu bermacam-macam. Dalam proses penggorengan minyak goreng berperan sebagai media untuk perpindahan panas yang cepat dan merata pada permukaan bahan yang digoreng (Yustinah, 2011).

Minyak memiliki titik didih yang tinggi sekitar 200o C maka biasa

dipergunakan untuk menggoreng makanan. Sehingga bahan yang digoreng akan kehilangan sebagian besar air yang dikandungnya dan menjadi kering. Minyak dan lemak juga memberikan rasa gurih yang spesifik. Secara umum minyak dapat diartikan sebagai trigliserida yang dalam suhu ruang berbentuk cair


(37)

(Sudarmadji.S., 1989). Standar Nasional Indonesia untuk minyak goreng ditunjukkan pada tabel 2.1.

Tabel 2.1 Standard Nasional Indonesia Minyak Goreng

No Kriteria Uji Satuan Persyaratan 1 Keadaan

Bau - Normal

Warna - Normal

2 Kadar Air dan bahan menguap Maks.0,15

3 Bilangan Asam mg KOH/g Maks. 0,6

4 Bilangan Peroksida mek O2/Kg Maks. 10

5 Minyak Pelikan - Negatif

6 Asam Linolenat ( C18:3 ) dalam % Maks.2

Komposisi asam lemak minyak 7 Cemaran Logam

Kadmium(Cd) mg/kg Maks. 0,2

Timbal (Pb) mg/kg Maks. 0,1

Timah (Sn) mg/kg Maks. 40,0/

250,0

Merkuri(Hg) mg/kg Maks. 0,05

8 Cemaran Arsen (As) mg/kg Maks. 0,1

Sumber : Dewan Standarisasi Nasional, 2013

2.5.1Minyak Boreng Bekas ( Used Cooking Oil )

Selama proses penggorengan minyak mengalami reaksi degradasi yang disebabkan oleh panas, udara dan air sehingga mengakibatkan terjadinya oksidasi, hidrolisis, dan polimerisasi. Reaksi oksidasi juga dapat terjadi selama masa penyimpanan. Produk reaksi oksidasi minyak seperti peroksida, radikal bebas, aldehid, keton, hidroperoksida polimer dan berbagai produk oksidasi minyak yang lain dilaporkan memberikan pengaruh buruk bagi kesehatan. Selama dipanaskan minyak juga mengalami reaksi polimerisasi sehingga menjadi semakin kental serta berbuih. Reaksi hidrolisis terjadi akibat interaksi antara air dengan lemak yang menyebabkan putusnya beberapa asam lemak dari minyak menghasilkan free fatty acid (FFA) dan gliserol (Yustinah, 2011).


(38)

2.5.2 Penentuan Angka Peroksida

Kerusakan lemak atau minyak yang utama adalah karena peristiwa oksidasi dan hidrolitik, baik enzimatik maupun nonenzimatik. Di antara kerusakan minyak yang sering terjadi ternyata kerusakan karena autoksidasi yang paling besar pengaruhnya terhadap cita rasa. Reaksi autoksidasi melibatkan pembentukan radikal bebas yang sangat tidak stabil, yang merupakan inisiator terjadinya reaksi rantai (Azeredo, 2004). Hasil yang diakibatkan oksidasi lemak antara lain peroksida, asam lemak, aldehid dan keton. Untuk mengetahui tingkat kerusakan minyak dapat dinyatakan sebagai angka peroksida. Besarnya tingkat oksidasi minyak dapat dinyatakan dengan perubahan peroxide value. Cara penentuan angka peroksida dapat dilakukan dengan metode Hills dan Thiel atau dengan metode iodin (Sudarmadji, 1989).

2.6 SEM (Scanning Electron Microscopy)

Scanning Electron Microscopy (SEM) merupakan alat yang dapat membentuk bayangan permukaan. Struktur permukaan suatu benda yang akan diuji dapat dipelajari dengan mikroskop elektron pancaran karena jauh lebih mudah untuk mempelajari struktur permukaan itu secara langsung. Pada dasarnya, SEM menggunakan sinyal yang dihasilkan elektron dan dipantulkan atau berkas sinar elektron sekunder.

SEM menggunakan prinsip skanning yaitu berkas elektron diarahkan pada titik permukaan spesimen. Gerakan elektron diarahkan dari satu titik ke titik lain pada permukaan spesimen. Jika seberkas sinar elektron ditembakkan pada permukaan spesimen maka sebagian dari elektron itu akan dipantulkan kembali dan sebagian lagi diteruskan. Jika permukaan spesimen tidak merata, banyak lekukan, lipatan atau lubang-lubang, maka tiap bagian permukaan itu akan memantulkan elektron dengan jumlah dan arah yang berbeda dan kemudian akan ditangkap oleh detector dan akan diteruskan ke sistem layar. Hasil yang diperoleh merupakan gambaran yang jelas dari permukaan spesimen dalam bentuk tiga dimensi.


(39)

Dalam penelitian morfologi permukaan dengan menggunakan SEM, pemakaiannya sangat terbatas tetapi memberikan informasi yang bermanfaat mengenai topologi permukaan dengan resolusi sekitar 100 Å (Stevens, 2001).


(40)

BAB 3

METODE PENELITIAN

3.1. Alat-alat dan Bahan-bahan Penelitian

3.1.1. Alat-alat Penelitian

Adapun alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah

Nama alat Merek

Oven -

Tanur -

Seperangkat alat gelas Pyrex

Neraca analitik Mettler Toledo

Hot plate cimarec

Cawan porselin -

Ayakan ukuran 100 mesh -

Magnetik stirrer -

Seperangkat alat SEM simadju Jepang

Mortar -

pH meter -

Desikator -

Seperangkat alat PSA Horiba

3.1.2. Bahan-bahan Penelitian

Adapun bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah

Bahan merek


(41)

NaCl p.a Merck

Minyak goreng bekas -

KI 10% p.a Merck

Asam asetat p.a Merck

Kloroform p.a Merck

Amilum 1% -

Na2S2O3 0,1 N p.a Merck

Aquadest -

- 3.2. Prosedur Kerja Pembuatan arang Aktif

3.2.1. Penyiapan Sampel

Limbah tempurung kemiri dibersihkan dahulu lalu dijemur di bawah sinar matahari untuk menghilangkan kadar air nya hingga benar-benar kering. Setelah kering sampel di pecahkan menjadi ukuran kecil kemudian ditimbang sebanyak 150 g.

3.2.2. Pembuatan Larutan KI 10%

Sebanyak 10 g serbuk KI dimasukkan kedalam beaker glass. Kemudian dilarutkan dengan akuades secukupnya. Dimasukkan kedalam labu takar 100ml. Kemudian ditambahkan akuades hingga garis batas dan dihomogenkan.

3.2.3. Pembuatan Larutan Na2S2O3 10%

Sebanyak 10 g serbuk Na2S2O3 dimasukkan kedalam beaker glass. Kemudian

dilarutkan dengan akuades secukupnya. Dimasukkan kedalam labu takar 100ml. kemdian ditambahkan akuades hingga garis batas dan dihomogenkan.


(42)

3.2.4. Pembuatan Larutan Amilum 1%

Sebanyak 1 g serbuk amilum dimasukkan kedalam beaker glass. Kemudian dilarutkan dengan akuades secukupnya. Dimasukkan kedalam labu takar 100ml. Kemudian ditambahkan akuades hingga garis batas dan dihomogenkan.

3.2.5. Pembuatan Larutan NaCl 30%

Sebanyak 30 g serbuk NaCl di masukkan kedalam beaker glass. Kemudian dilarutkan dengan akuades secukupnya. Dimasukkan kedalam labu takar 100 ml. kemudian ditambahkan akuades hingga garis batas dan dihomogenkan.

3.2.6. Proses Karbonisasi Tempurung Kemiri

Arang aktif dalam penelitian ini dipreparasi mengikuti prosedur yang dilakukan Dewi (2012). Dimasukkan 150 g tempurung kemiri yang telah di bersihkan dan dikeringkan kedalam cawan porselin, kemudian dipanaskan dalam tanur pada suhu 750o C selama 90 menit. Kemudian arang dihaluskan hingga berbentuk serbuk, kemudian diayak menggunakan ayakan 100 mesh.

3.2.7. Proses Aktivasi Arang Tempurung Kemiri

Arang tempurung kemiri yang lolos dari 100 mesh ditimbang sebanyak 50 g dan di aktivasi dengan cara direndam dalam larutan NaCl 30% sebanyak 100 ml selama 24 jam, kemudian di saring. Arang aktif yang diperoleh kemudian dicuci dengan aquades hingga mencapai pH netral. Selanjutnya arang aktif dikeringkan dalam oven selama 3 jam pada suhu 110o C dan arang aktif siap digunakan dalam eksperimen adsorpsi.


(43)

3.2.8. Uji Kadar Air Arang Aktif

Sebanyak 2 g sampel arang aktif ditempatkan dalam cawan porselin yang telah diketahui berat keringnya. Cawan porselin yang telah berisi sampel dipanaskan dalam oven pada suhu 1050C selama 3 jam. Didinginkan dalam desikator selama 1 jam. Kemudian ditimbang. Kadar air dihitung dengan persamaan:

Kadar air (%) =

�−�

x 100% Dengan:

a = berat sampel sebelum pemanasan b = berat sampel sesudah pemanasan

3.2.9. Uji Kadar Abu Arang Aktif

Sebanyak 2 g sampel arang aktif dimasukkan ke dalam cawan porselin yang diketahui berat keringnya. Kemudian dipanaskan dalam tanur pada suhu 7500C

selama 6 jam. Didinginkan dalam desikator selama 1 jam kemudian ditimbang.

Kadar abu (%) =

x 100% Dengan :

a = berat sisa sampel b = berat awal sampel

3.2.10.Analisa Minyak Goreng Bekas

Sebelum dilakukan adsorpsi, minyak goreng bekas terlebih dahulu diuji angka peroksidanya sebagai perbandingan terhadap nilai minyak goreng bekas setelah proses adsorpsi.


(44)

3.2.11.Eksperimen Adsorpsi Minyak Goreng Bekas pada Arang Aktif Tempurung Kemiri

Sebanyak 20 ml minyak goreng bekas di masukkan kedalam gelas beaker. Kemudian dimasukkan 2 g arang aktif tempurung kemiri kedalam gelas beaker kemudian campuran minyak bekas dan arang aktif diaduk menggunakan magnetik stirrer dengan kecepatan 1000 rpm selama 30 menit. Setelah melalui proses pengadukan kemudian campuran tersebut disaring dengan vakum. Kemudian filtrat hasil penyaringan dianalisa penurunan bilangan peroksidanya. Kemudian diulangi percobaan untuk variasi massa arang aktif 4 dan 6 g serta waktu kontak adsorben selama 60 dan 90 menit.

3.2.12.Analisa Permukaan Arang Aktif dengan SEM

Proses pengamatan mikroskopis menggunakan SEM dilakukan pada permukaan sampel. Mula – mula sampel dilapisi dengan emas bercampur palladium dalam suatu ruangan (vacum evaporator) bertekanan 0,2 Torr dengan menggunakan mesin JEOL JSM-6360LA-EXD JED-2200 Series. Selanjutnya sampel disinari dengan pancaran elektron bertenaga 20 kV pada ruangan khusus sehingga sample mengeluarkan elektron sekunder dan elektron yang terpental dapat dideteksi oleh detektor Scientor yang diperkuat dengan suatu rangkaian listrik yang menyebabkan timbulnya gambar CRT (Cathode Ray Tube) selama 4 menit. Kemudian coating dengan tebal lapisan 400 Å dimasukkan ke dalam spesimen Chamber pada mesin SEM (JSM-35C) untuk dilakukan pemotretan. Hasil pemotretan dapat disesuaikan dengan perbesaran yang diinginkan.

3.2.13.Analisa Bilangan Peroksida

Sebanyak 5 g minyak jelantah dimasukkan kedalam erlenmeyer kemudian ditambahkan 30 ml asam asetat : kloroform dengan perbandingan 3 : 2. Ditutup dengan pelastik dan diikat dengan karet kemudian dihomogenkan. lalu


(45)

ditambahkan 0,5 ml KI 10% dan dihomogenkan selama 1 menit. Ditambahkan 30 ml aquadest kemudian di titrasi dengan Na2S2O3 0,1 N sampai terjadi perubahan

warna. Ditambahkan 1 ml amilum 1% dan dititrasi kembali dengan Na2S2O3 0,1 N


(46)

3.3. Skema Pengambilan Data

3.3.1. Bagan Penyiapan Tempurung Kemiri

Dibersihkan

Dijemur

Dipecahkan kecil-kecil

Ditimbang sebanyak 100 g

3.3.2. Bagan Proses Karbonisasi Tempurung Kemiri

Dimasukkan kedalam cawan porselin

Dipanaskan dalam tanur pada suhu 750o C selama 90 menit

Dihaluskan

Diayak dengan ayakan 100 mesh Tempurung kemiri

100 g potongan kecil tempurung kemiri

100 g potongan kecil tempurung kemiri


(47)

3.3.3. Bagan Proses Aktivasi dan Karakterisasi Arang Tempurung Kemiri

Ditimbang sebanyak 50 g

Direndam dalam 100 ml larutan NaCl 30% selama 24 jam

Disaring dengan kertas saring

Dicuci dengan aquadest hingga pH netral

Dikeringkan dalam oven selama 3 jam pada suhu 1100C

Dikarakterisasi Arang tempurung kemiri

Arang aktif

Uji kadar air Uji kadar abu morfologi Analisa permukaan

Analisa ukuran partikel


(48)

3.3.4. Bagan Eksperimen Adsorpsi minyak goreng bekas pada Arang Aktif Tempurung Kemiri

Dimasukkan ke dalam beaker glass Ditambahkan 2 g arang aktif Tempurung kemiri

Diaduk dengan magnetik stirrer selama 30 menit

Disaring dengan vakum 50 ml minyak jelantah

Filtrat Residu

Analisa bilangan peroksida


(49)

3.3.5. Bagan Analisa Bilangan Peroksida (PV)

Dimasukkan ke dalam Erlenmeyer

Ditambahkan 30 ml asam asetat : kloroform dengan perbandingan 3:2

Ditutup dengan pelastik dan diikat dengan karet

Dihomogenkan

Ditambahkan 0,5 ml KI 10%

Dihomogenkan selama 1 menit

Ditambahkan 30 ml aquadest

Dititrasi dengan Na2S2O3 0,1 N sampai

terjadi perubahan warna

Ditambahkan 1 ml amilum 1 %

Dititrasi dengan Na2S2O3 0,1 N sampai

warna biru pada larutan hilang 5 g minyak jelantah


(50)

BAB 4

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Pembuatan Arang Aktif Tempurung Kemiri

Telah dilakukan proses karbonisasi pada tempurung kemiri dengan tanur pada suhu 750o C dan waktu 90 menit, jumlah sampel tempurung kemiri sebanyak 150 g, tempurung kemiri yang telah dicuci bersih dan dikeringkan dengan cara dijemur dibawah sinar matahari. Pada proses ini dihasilkan rendemen arang aktif sebesar 32 - 34%. Rendemen rata-rata arang aktif sebesar 33,11% dari berat sampel awal. Rendemen yang diperoleh ini lebih kecil dibandingkan rendemen yang diperoleh Hendra.D. (2007) dengan perlakuan aktifator H3PO4 dan sampel

yang sama diperoleh rendemen sebesar 70,80%.

(a) (b)

Gambar 4.1 : tempurung kemiri sebelum di tanur (a), tempurung kemiri setelah ditanur (b)


(51)

4.2 Uji Kadar Air Arang Aktif

Dari hasil penelitian, jumlah sampel yang dianalisa sebanyak 2 g dan di panaskan dalam oven selama 3 jam pada suhu 110o diperoleh kadar air arang aktif tempurung kemiri sebesar 8 %. Hal ini telah memenuhi kriteria untuk arang aktif komersial berdasarkan standar nasional Indonesia (SNI) kandungan air maksimal 15% untuk arang aktif serbuk (Sumber : SNI 06-3730-1995).

4.3 Uji Kadar Abu Arang Aktif

Dari penelitian diperoleh kadar abu sebesar 10% dari jumlah sampel awal. Massa sampel awal yang diuji sebanyak 2 gram dengan proses pemanasan dala tanur pada suhu 750o C selama 6 jam. Hasil menunjukkan bahwa arang aktif tempurung

kemiri telah memenuhi standar nasional Indonesia (SNI) untuk arang aktif dalam bentuk serbuk yaitu maksimal sebesar 10% (Sumber : SNI 06-3730-1995).

Tabel 4.1 tandar Kualitas Arang Aktif Menurut SNI 06-3730-95

Uraian Syarat kualitas

Butiran Serbuk

Kadar zat terbang (%) Maks 15 Maks 25

Kadar air (%) Maks 4,5 Maks 15

Kadar abu (%) Maks 2,5 Maks 10

Bagian tak mengarang 0 0

Daya serap terhadap I2 (mg/g) Min 750 Min 750

Karbon aktif murni (%) Min 80 Min 65

Daya serap terhadap benzene (%) Min25 -

Daya serap terhadap biru metilen (mg/g) Min 60 Min 120

Bobot jenis curah (g/ml) 0,45-0,55 0,3-0,35

Lolos mesh - Min 90

Jarak mesh (%) 90 -

Kekerasan (%) 80 -


(52)

4.4 Uji Ukuran Partikel Arang Aktif

Hasil uji particle size analyzer (PSA) menggunakan Laser Scattering Particle Size Distribution Analyzer LA – 950V2 arang aktif tempurung kemiri yang di ayak menggunakan ayakan 100 mesh menunjukkan distribusi rata rata partikel sebelum aktifasi sebesar 152,95915 µm dan setelah aktifasi sebesar 147,49782 µm dengan terlebih dahulu melakukan pengukuran terhadap nilai refraktif indeks arang aktif sebelum dan sesudah aktifasi menggunakan refraktometer abbe diproleh refraktif indeks 1,328. Pengukuran particle size analyzer menggunakan fase pendispersi aquades dengan refraktif indeks sebesar 1,333 dan pengukuran dilakukan pada saat transmitansi 98 – 99 %. Tabel distribusi partikel arang aktif dapat dilihat pada lampiran 3

4.5 Analisa Permukaan Arang Aktif

Dari Hasil Analisa permukaan arang aktif menggunakan Scanning Electron Microscopy (SEM) terlihat perbedaan permukaan arang aktif sebelum aktifasi dan arang aktif setelah di aktifasi dengan NaCl 30%, arang aktif setelah aktifasi memiliki permukaan yang lebih luas sehingga dapat menyerap lebih baik dibandingkan dengan arang aktif sebelum aktifasi


(53)

Gambar 4.3 : Arang aktif setelah aktifasi dengan perbesaran 1000 kali

4.6 Analisa Sampel Minyak Goreng Sebelum Adsorpsi

Telah dilakukan analisa awal minyak goreng baru dan bekas sebelum proses adsorbsi dengan parameter penurunan bilangan peroksida (peroksida Value) menggunakan metode iodometri dengan prinsip kalium iodida yang ditambahkan berlebih kedalam sampel minyak akan bereaksi dengan peroksida yang ada pada minyak. Banyaknya iod yang dibebaskan dititrasi dengan larutan standar natrium tiosulfat menggunakan indikator amilum. Jumlah sampel minyak yang dianalisa sebanyak 5 g. hasil analisa di tunjukkan pada tabel 4.2

Tabel 4.2. Analisa awal sampel minyak goreng

Sampel Volume Na2S2O3 (ml) PV (meq)/kg % reduksi

Minyak goreng baru 0,3 6 normal


(54)

Data diatas menunjukkan kerusakan minyak yang tinggi akibat proses oksidasi saat terjadi kontak antara oksigen dengan minyak ketika proses penggorengan. Asam lemak tidak jenuh yang terkandung pada minyak dapat mengikat oksigen pada ikatan rangkapnya, sehingga membentuk peroksida (Kataren,1986). Standar nasional minyak goreng untuk bilangan peroksia sebesar 10 meq O2/ kg minyak.

Data menunjukkan angka peroksida untuk minyak goreng bekas telah melebihi standard dan tidak layak lagi untuk digunakan dalam menggoreng.

(a) (b)

Gambar 4.4 : minyak goreng dalam keadaan baru (a), minyak goreng bekas sebelum adsorpsi (b)


(55)

4.7 Analisa Minyak Goreng Bekas Setelah Proses Adsorpsi

Telah di lakukan analisa bilangan peroksida pada minyak goreng bekas setelah proses adsorbsi dengan variasi massa arang aktif seberat 2 g, 4 g, dan 6 g, serta variasi waktu kontak arang aktif dengan minyak goreng bekas selama 30, 60,dan 90 menit. Maka diperoleh hasil sebagai berikut.

Tabel 4.3. analisa bilangan peroksida minyak goreng bekas No Masa

sampel ( gram) Waktu kontak (menit) Massa adsorben (gram) Volume Na2S2O3

(ml)

PV (meq)/kg

% reduksi

1 5 30 2 1,4 28 17,65

2 5 30 4 1 20 41,7

3 5 30 6 0,9 18 47,05

4 5 60 2 0,9 18 47,05

5 5 60 4 0,85 17 50

6 5 60 6 0,8 16 52,94

7 5 90 2 0,6 12 64,70

8 5 90 4 0,8 16 52,94

9 5 90 6 0,9 18 47,05

Dari tabel di atas dapat dilihat pengaruh massa adsorben dan lama waktu kontak terhadap penurunan bilangan peroksida. Persentase reduksi meningkat dengan meningkatnya massa dan waktu kontak adsorben. Persentase reduksi bilangan peroksida tertinggi sekaligus menunjukkan daya adsorpsi maksimal pada massa arang aktif 2 g dengan waktu kontak selama 90 menit dapat mereduksi bilangan peroksida hingga 64,70%.


(56)

Grafik penurunan bilangan peroksida pada berbagai berat adsorben dan waktu kontak di tunjukaan pada gambar 4.5, 4.6, dan 4.7

Gambar 4.5 persen reduksi bilangan peroksida pada t = 30 menit

Gambar 4.6 persen reduksi bilangan peroksida pada t = 60 menit

0 5 10 15 20 25 30 35 40 45 50

0 1 2 3 4 5 6 7

% r e duk si P V masa adsorben 46 47 48 49 50 51 52 53 54

0 1 2 3 4 5 6 7

% r e duk si P V masa adsorben


(57)

Gambar 4.7 persen reduksi bilangan peroksida pada t =90 menit

Dari hasil penyerapan tersebut selanjutnya dianalisa menggunakan persamaan isotherm adsorpsi Freundlich dan isotherm adsorpsi Langmuir untuk mengetahui karakteristik adsorpsinya. Berikut adalah kurva linieritas model isoterm Freundlich dan Langmuir.

Gambar 4.8 kurva linieritas Freundlich dengan variasi massa saat t = 30 menit 0 10 20 30 40 50 60 70

0 1 2 3 4 5 6 7

% r e duk si P V masa adsorben

y = 0.261x + 1.205 R² = 0.025

1.2 1.25 1.3 1.35 1.4 1.45

0 0.1 0.2 0.3 0.4 0.5 0.6

lo

g q

log c

log c Linear (log c)


(58)

Gambar 4.9 kurva linieritas Freundlich dengan variasi massa saat t = 60 menit

Gambar 4.10 kurva linieritas Freundlich dengan variasi massa saat t = 90 menit

Pada kurva linieritas Freundlich untuk penurunan bilangan peroksida dengan variasi massa adsorben terlihat bahwa setiap kurva berbeda dengan setiap perubahan variasi waktu. Dengan memplotkan log bilangan peroksida yang tersisa vs log bilangan peroksida teradsorpsi tiap gram masa adsorben. Nilai K dan n diperoleh dengan menentukan nilai intersept dan slope secara berturut turut.

y = 0.110x + 1.153 R² = 0.919

1.19 1.2 1.21 1.22 1.23 1.24 1.25 1.26

0 0.2 0.4 0.6 0.8 1

lo

g q

log c

log c Linear (log c)

y = -0.290x + 1.376 R² = 0.986 1.05 1.1 1.15 1.2 1.25 1.3

0 0.2 0.4 0.6 0.8 1 1.2

lo

g q

log c

log c Linear (log c)


(59)

Konstanta K merupakan nilai adsorpsi keseluruhan dari adsorben dan n merupakan eksponen dari adsorpsi. Kurva linier pada t = 60 dan t = 90 menunjukkan nilai R2 = 0,919 dan 0,986 dengan nilai K berturut turut 3,167 dan 3,959 dan dapat dilihat nilai K tertinggi pada t = 90 menit dengan nilai n sebesar -3,448. Berbeda dengan saat t = 30 dengan nilai R2 = 0,025 dan nilai K sebesar 3,336, persamaan Freundlich yang diperoleh pada t maksimum dapat ditulis kembali menjadi

= 3,959 C

1/-3,448

Gambar 4.11 kurva linieritas Langmuir dengan variasi massa saat t = 30 menit

y = 2.525x + 3.648 R² = 0.790

0 5 10 15 20 25 30

0 2 4 6 8 10

c/q

c

c Linear (c)


(60)

Gambar 4.12 kurva linieritas Langmuir dengan variasi massa saat t = 60 menit

Gambar 4.13 kurva linieritas Langmuir dengan variasi massa saat t = 90 menit

Pada kurva linieritas Langmuir dengan memplotkan c vs c/q dan dari kurva dapat dihitung nilai qo sebagai nilai adsorpsi maksimum berdasarkan model isotherm

Langmuir. Pada gambar terlihat perbedaan kurva pada tiap-tiap perubahan waktu. Kurva linier untuk t = 60 dan t = 90 menunjukkan nilai R2 berturut-turut 0,923 dan 0,993 dengan nilai K berturut turut 11,46 dan -30,20, sedangkan yang terkecil

y = 1.003x + 11.46 R² = 0.923

0 2 4 6 8 10 12 14 16 18 20

0 2 4 6 8

c/q

c

c Linear (c)

y = -0.645x + 19.49 R² = 0.993 15.5 16 16.5 17 17.5 18 18.5

0 1 2 3 4 5 6

c/q

c

c Linear (c)


(61)

pada t = 30 diperoleh nilai R2 = 0,790 dengan nilai K adalah 1,444. Nilai K maksimum diperoleh pada t = 60 yang menghasilkan nilai Qo = 0,997 sehingga persamaan Langmuir saat t maksimum dapat ditulis kembali menjadi :

� �

=

11,42 0,997

+

1 1,003 C

Dari kedua gambar model isotherm (gambar 4.8 dan 4.9), mekanisme adsorpsi dapat diamati berdasarkan model isotherm Langmuir dan freundlich yang ditunjukkan oleh kurva linieritas untuk variasi massa adsorben dan waktu kontak. Sehingga model isotherm Langmuir dan freundlich ini dapat di gunakan dalam menganalisa adsorpsi penurunan bilangan peroksida dengan variasi massa dan waktu kontak.


(62)

BAB 5

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1. Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa penurunan bilangan peroksida pada minyak bekas oleh arang aktif tempurung kemiri akan semakin besar dengan meningkatnya massa adsorben dan waktu kontak antara adsorbat dengan adsorben. Adsorpsi optimal terjadi pada massa adsorben 2 g dan waktu kontak 90 menit dapat mereduksi bilangan peroksida dari 34 meq/kg menjadi 12 meq/kg dan persen reduksi bilangan peroksida mencapai 64,70%. Analisa proses adsorpsi dapat menggunakan model isotherm Langmuir maupun isotherm Freundlich untuk kedua variasi massa dan waktu kontak.

5.2. Saran

Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan belum dilakukan uji FT-IR pada minyak baru maupun minyak bekas sebelum dan sesudah adsorpsi. Maka disarankan agar penelitian selanjutnya dapat menambahkan uji FT-IR agar dapat dilihat perbedaan gugus fungsi pada minyak baru dan bekas.


(63)

DAFTAR PUSTAKA

Azeredo. H.M.C., Faria, J.A.F., dan M.A.A.P. da silva. 2004. Minimization of Peroxide Formation Rate in Soybean Oil by Antioxidant Combination. Journal of Food Research Internasional 37 : 689-694

Austin.G.T. 1996. Industri Proses Kimia. Jakarta : Erlangga.

Bird,T. 1993. Kimia Fisik Untuk Universitas . Jakarta : PT Gramedia Pustaka Utama.

Bukasa, D..2012. Adsorpsi Toluena Pada Arang Aktif Tempurung Kemiri. Jurnal Ilmiah Sains. Volume 12. No. 2. Oktober.

Edward Tandy. Ismail Fahmi Hsb. Hamidah Hrp. 2012. Kemampuan Adsorben Limbah Lateks Karet Alam Terhadap Minyak Pelumas Dalam Air. Jurnal Teknik Kimia USU. Volume 1 No. 2. Departemen Teknik Kimia Fakultas Teknik. USU.

Hendra Djeni. Darmawan Saptadi. 2007. Sifat Arang Aktif Dari Tempurung Kemiri. Forrest Product Research. Volume 86.

Hendra,R. 2008. Pembuatan Karbon Aktif dari Batu Bara. Fakultas Teknik UI : Bogor.Skripsi.

Kalensun Andre. Wuntu Audy. Kamu Vanda. 2012. Isotherm Adsorpsi Toluena Pada Arang Aktif Strobilus Pinus. Jurnal Ilmiah Sains. Volume 12. No. 2. Oktober.

Ketaren, S. 1986. Pengantar Teknologi Minyak dan Lemak. Universitas Indonesia Press. Jakarta.

Kurniati. E. 2008. Pemanfaatan Cangkang Kelapa Sawit Sebagai Arang Aktif. Teknik Kimia Fakultas Teknik Industri – UPN Veteran Jawa Timur.

Lestari, F. 2009. Bahaya Kimia Sampling dan Pengukuran Kontaminan Kimia di Udara : Jakarta. Penerbit Buku Kedokteran EGC.


(64)

Lin, S. Akoh, C,C. dan A.E Reynold. 2001. Recovery of Used Frying Oil With Adsorbent Combination : Refrying and Frequent Oil Replenishment. Journal of Food Research international 34 : 159-166

Marsh H Rodriguez Reinoso F. 2006. Activated Carbon : Netherlands Elsevier Science & Technology Books .

Maskan, M. Bagci, H. I. 2003. Effect of Different Adsorbents On Purification of Used Sunflower Seed Oil Utilized For Frying. Journal of Food Research Technology 217.

Mohammad - Khah, A. And Ansary, R. 2009. Activated Charcoal : Preparation, Characterization and Aplications : A review Article. Faculty of Science Department Of Chemistry. University Of Guilan. Rasht Iran.

Mugugan, T. 2012. Kinetics and Freundlich Isotherm Studies on to removal of Gray BL dye by using Arasu (Ficusrelegosia) Leaf Powder. International Journal of Research in Environmental Science and Technology. Department of Chemistry. Annamalai University. india

Prabowo, A. 2009. Pembuatan Karbon Aktif dari Tongkol Jagung Serta Aplikasinya Untuk Adsorpsi Cu, Pb, dan Amonia. Universitas Indonesia Depok. Skripsi

Prasetyo, A.2011. Adsorpsi Metilen Blue pada Karbon Aktif dari Ban Bekas Dengan Variasi Konsentrasi NaCl pada Suhu Pengaktifan 600o C dan 650o C. Volume 4 no 1

Sheindorf, CH. 1980. A Freundlich-Type Multicomponent Isotherm. Division of Environment and Water Resourch Enginering. Departement of Chemical Enginering. Technion Israel Institute of Technology. Haifa. Israel.

Shofa. 2012. Pembuatan Karbon Aktif Berbahan Baku Ampas Tebu dengan Aktivasi Kalium Hidroksida. Fakultas Teknik Kimia UI Depok. Skripsi Steven, M.P. 2001. Kimia polimer. Cetakan pertama. Jakarta: Pradnya Paramita


(65)

Sudarmadji, S. 1989. Analisa Bahan Makanan dan Pertanian.Yogyakarta : Penerbit Liberti

Sudibandryo,M. Lydia. 2011. Karakterisasi Luas Permukaan Karbon Aktif dari Ampas Tebu dengan Aktivasi Kimia. Departemen Teknik Kimia. Universitas Indonesia Bogor. Skripsi

Sudrajat, R dan Salim, S. 1994. Petunjuk Pembuatan Arang Aktif. Badan Penelitian dan Pengembangan Kehutanan.

Sukardjo. 1995. Kimia Anorganik : Yogyakarta. Penerbit Rineka Cipta.

Supeno, M. 2009. Interaksi Asam Basa Kimia Anorganik : Medan. USU Press .

Tutik M dan Faizah H. 2001. Aktifasi Arang Aktif Tempurung Kelapa Secara Kimia dengan Larutan Kimia ZnCl2, KCl, dan HNO3. Jurusan Teknik

Kimia UPN Yogyakarta.

Wannahari, R. 2012. Reduction of Peroxide Value in Used Palm Cooking Oil Using Bagasse Adsorbant. American International Journal of Contemporary Research. Faculty of Agro Industry & Natural Resourch. University Malaysia Kelantan.

Wibowo,S. Syafi, W. Dan Pari, G. 2011. Karakterisasi Permukaan Arang Aktif Tempurung Biji Nyamplung. IPB. Bogor : Indonesia.

Yustinah,H. 2011. Adsorbsi Minyak Goreng Bekas Menggunakan Arang Aktif dari Sabut Kelapa. Jurusan Teknik Kimia,Fakultas Teknik, Universitas Muhamadiyah Jakarta.


(66)

(67)

Lampiran 1. perhiungan

1. Penetapan Rendemen

Penetapan rendemen arang aktif dilakukan dengan menghitung perbandingan bobot arang aktif yang dihasilkan dengan bobot bahan baku yang digunakan.

Rendemen = Bobot Arang Aktif (gram )

Bobot Bahan Baku (gram ) x 100 %

Rendemen = 48 gram

150 gram x 100 %

= 32%

2. Penetapan Kadar Air (SNI 06-3730-1995) Kadar air (%) =

�−�

x 100% Dengan:

a = berat sampel sebelum pemanasan (g) b = berat sampel sesudah pemanasan (g)

Kadar air (%) =

1−0,92

1

x 100%


(68)

3. Penetapan Kadar Abu (SNI 06-3730-1995) Kadar abu (%) =

x 100% Dimana :

a = berat sisa sampel b = berat awal sampel

Kadar abu (%) =

0,1

1

x 100%

= 10 %

Prosedur Analisis Sifat Fisiko Kimia Minyak Goreng Bekas

1.Penetapan Bilangan Peroksida

Bilangan peroksida (meq/kg)

=

���� 1000 �

Dimana : A = jumlah (ml) larutan Na2S2O3

N = normalitas Na2S2O3

g = berat sampel (g)

Bilangan peroksida (meq/kg)

=

1,4 � 0,1 � 1000

5


(69)

2. Penetapan persen reduksi

% reduksi = �������� ����� –�������� ℎ���� ��������

�������� ����� x 100%

% reduksi = 34−28

34 x 100%

= 17,65%

3. Pengujian Densitas Minyak Goreng

sampel m1(g) m2(g) m3(g) mrata-rata(g) Densitas(g/cm3)

Piknimeter kosong 11,64 11,65 11,64 11,643 -

akuades 16,75 16,75 16,75 16,75 1,0214

t = 30 m = 2 16,31 16,31 16,31 16,31 0,9334

t = 30 m = 4 16,32 16,31 16,32 16,316 0,9346

t = 30 m = 6 16,33 16,33 16,33 16,33 0,9374

t = 60 m = 2 16,29 16,29 16,29 16,29 0,9294

t = 60 m = 4 16,31 16,31 16,31 16,31 0,9334

t = 60 m = 6 16,32 16,32 16,31 16,316 0,9346

t = 90 m = 2 16,31 16,31 16,32 16,313 0,9340

t = 90 m = 4 16,32 16,32 16,32 16,32 0,9354

t = 90 m = 6 16,31 16,31 16,31 16,31 0,9334

Menghitung densitas :

Densitas =

����� ���������� ������ −����� ���������� ������

������ ����������

Densitas air = 16,75−11,643

5


(70)

Analisa penurunan bilangan peroksida dengan model isotherm adsorpsi 1.Isotherm adsorpsi langmuir

Persamaan langmuir

� �

=

� ��

+

1 �� C

Dimana :

C = konsentrasi zat terlarut pada saat kesetimbangan (meq/kg)

q = massa zat terlarut diadsorpsi per masa adsorben ( meq/ kg tiap gr adsorben)

�= Konstanta adsorpsi yang didapat dari percobaan (intersept) qo = daya adsorpsi maksimum

saat t = 30

q 3 3,5 2,66

C 28 20 18

C/q 9,33 5,71 6,76

C 28 20 18

Dari grafik diperoleh persamaan :

y = 2,525x + 3,648 dan R2 = 0,790


(71)

qo = 1/2,525 ; qo = 0,396

K/0,396 = 3,648 ; K = 1,444

saat t = 60

q 8 4,25 3

C 18 17 16

C/q 2,25 4,00 5,33

C 18 17 16

Dari grafik diperoleh persamaan :

y = 1,003x + 11,46 dan R2 = 0,923

sehinga :

qo = 1/1,003 ; qo = 0,997

K/0,997 = 11,46 ; K = 11,42

saat t = 90

q 11 4,5 2,6


(72)

C/q 1,09 3,55 6,92

C 12 16 18

Dari grafik diperoleh persamaan :

y = -0,645x + 19,49 dan R2 = 0,993

sehinga :

qo = 1/-0,645 ; qo = -1,550

K/-1,550 = 19,49 ; K = -30,20

2. isotherm adsorpsi freundlich Persamaan freundlich

= k C

1/n

Jika persamaan diatas dilogaritmakan maka :

Log �

� =

1

log

+ log k

Dimana : X = Jumlah zat yang diserap (meq/kg)

m = Berat adsorben ( g)

C = Konsentrasi Zat setelah adsorpsi (meq/kg)


(73)

saat t = 30

q 3 3,5 2,66

C 28 20 18

Log q 0,47 0,54 0,42

Log C 1,44 1,30 1,25

Dari grafik diperoleh persamaan :

y = 0,261x + 1,205 dan R2 = 0,025

sehingga :

ln K = 1,205 ; K = 3,336

n = 1/0,261 ; n = 3,831

saat t = 60

q 8 4,25 3

C 18 17 16

Log q 0,90 0,62 0,47

Log C 1,25 1,23 1,20


(74)

y = 0,110x + 1,153 dan R2 = 0,919

sehingga :

ln K = 1,153 ; K = 3,167

n = 1/0,110 ; n = 9,090

saat t = 90

q 11 4,5 2,6

C 12 16 18

Log q 1,09 3,55 6,92

Log C 12 16 18

Dari grafik diperoleh persamaan :

y = -0,290x + 1,376 dan R2 = 0,986

sehingga :

ln K = 1,376 ; K = 3,959


(75)

Lampiran 2. Proses adsorpsi minyak goreng bekas

Proses adsorpsi proses penyaringan vakum


(1)

Analisa penurunan bilangan peroksida dengan model isotherm adsorpsi 1.Isotherm adsorpsi langmuir

Persamaan langmuir �

=

� ��

+

1 �� C Dimana :

C = konsentrasi zat terlarut pada saat kesetimbangan (meq/kg)

q = massa zat terlarut diadsorpsi per masa adsorben ( meq/ kg tiap gr adsorben)

�= Konstanta adsorpsi yang didapat dari percobaan (intersept)

qo = daya adsorpsi maksimum

saat t = 30

q 3 3,5 2,66

C 28 20 18

C/q 9,33 5,71 6,76

C 28 20 18

Dari grafik diperoleh persamaan : y = 2,525x + 3,648 dan R2 = 0,790 sehinga :


(2)

qo = 1/2,525 ; qo = 0,396 K/0,396 = 3,648 ; K = 1,444

saat t = 60

q 8 4,25 3

C 18 17 16

C/q 2,25 4,00 5,33

C 18 17 16

Dari grafik diperoleh persamaan : y = 1,003x + 11,46 dan R2 = 0,923 sehinga :

qo = 1/1,003 ; qo = 0,997 K/0,997 = 11,46 ; K = 11,42

saat t = 90

q 11 4,5 2,6


(3)

C/q 1,09 3,55 6,92

C 12 16 18

Dari grafik diperoleh persamaan : y = -0,645x + 19,49 dan R2 = 0,993 sehinga :

qo = 1/-0,645 ; qo = -1,550 K/-1,550 = 19,49 ; K = -30,20

2. isotherm adsorpsi freundlich

Persamaan freundlich �

= k C

1/n

Jika persamaan diatas dilogaritmakan maka : Log �

� =

1

log

+ log k

Dimana : X = Jumlah zat yang diserap (meq/kg) m = Berat adsorben ( g)

C = Konsentrasi Zat setelah adsorpsi (meq/kg) n dan k = konstanta yang diperoleh dari percobaan


(4)

saat t = 30

q 3 3,5 2,66

C 28 20 18

Log q 0,47 0,54 0,42 Log C 1,44 1,30 1,25 Dari grafik diperoleh persamaan :

y = 0,261x + 1,205 dan R2 = 0,025 sehingga :

ln K = 1,205 ; K = 3,336 n = 1/0,261 ; n = 3,831

saat t = 60

q 8 4,25 3

C 18 17 16


(5)

y = 0,110x + 1,153 dan R2 = 0,919 sehingga :

ln K = 1,153 ; K = 3,167 n = 1/0,110 ; n = 9,090

saat t = 90

q 11 4,5 2,6

C 12 16 18

Log q 1,09 3,55 6,92

Log C 12 16 18

Dari grafik diperoleh persamaan : y = -0,290x + 1,376 dan R2 = 0,986 sehingga :

ln K = 1,376 ; K = 3,959 n = 1/-0,290 ; n = -3,448


(6)

Lampiran 2. Proses adsorpsi minyak goreng bekas

Proses adsorpsi proses penyaringan vakum


Dokumen yang terkait

Pengaruh Suhu Adsorpsi Terhadap Mutu Minyak Goreng Bekas Oleh Arang Aktif Tempurung Kemiri (Aleurites Moluccana) Yang Diaktivasi Dengan H2SO4 10%

5 71 76

Pengaruh Suhu Adsorpsi Terhadap Mutu Minyak Goreng Bekas Oleh Arang Aktif Tempurung Kemiri (Aleurites Moluccana) Yang Diaktivasi Dengan H2SO4 10%

1 7 77

Pengaruh Suhu Adsorpsi Terhadap Mutu Minyak Goreng Bekas Oleh Arang Aktif Tempurung Kemiri (Aleurites Moluccana) Yang Diaktivasi Dengan H2SO4 10%

0 8 76

Pengaruh Suhu Adsorpsi Terhadap Mutu Minyak Goreng Bekas Oleh Arang Aktif Tempurung Kemiri (Aleurites Moluccana) Yang Diaktivasi Dengan H2SO4 10%

0 0 12

Pengaruh Suhu Adsorpsi Terhadap Mutu Minyak Goreng Bekas Oleh Arang Aktif Tempurung Kemiri (Aleurites Moluccana) Yang Diaktivasi Dengan H2SO4 10%

0 0 2

Pengaruh Suhu Adsorpsi Terhadap Mutu Minyak Goreng Bekas Oleh Arang Aktif Tempurung Kemiri (Aleurites Moluccana) Yang Diaktivasi Dengan H2SO4 10%

0 0 6

Pengaruh Suhu Adsorpsi Terhadap Mutu Minyak Goreng Bekas Oleh Arang Aktif Tempurung Kemiri (Aleurites Moluccana) Yang Diaktivasi Dengan H2SO4 10%

0 0 22

Pengaruh Suhu Adsorpsi Terhadap Mutu Minyak Goreng Bekas Oleh Arang Aktif Tempurung Kemiri (Aleurites Moluccana) Yang Diaktivasi Dengan H2SO4 10%

0 0 4

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Adsorpsi - Pengaruh Massa Adsorben Dan Waktu Kontak Terhadap Penurunan Bilangan Peroksida Pada Minyak Goreng Bekas Oleh Arang Aktif Tempurung Kemiri (Aleurites Moluccana)

0 0 19

Pengaruh Massa Adsorben Dan Waktu Kontak Terhadap Penurunan Bilangan Peroksida Pada Minyak Goreng Bekas Oleh Arang Aktif Tempurung Kemiri (Aleurites Moluccana)

1 1 12