MASJID RAYA SUMATERA BARAT

Universitas Sumatera Utara Dalam kaitannya dengan komitmen penyelanggara mengenai pembangunan berkelanjutan dan perlindungan terhadap lingkungan kawasan ini dilengkapi dengan fasilitas dan infrastruktur yang rendah emisi gas rumah kaca. Beberapa contoh teknolgi ramah lingkungan yang diterapkan ialah lampu dengan sensor gerak, teknologi penghematan air, dan pendingin udara dengan efisiensi listrik.

3.3 MASJID RAYA SUMATERA BARAT

Untuk studi banding ketiga yang berkaitan dengan tema Arsitektur postmodern penulis memilih utuk mengangkat Masjid Raya Sumatera Barat Gambar 2.4. Masjid Raya Sumatera Barat dipilih karena kesesuaiannya dengan tema, bangunan rerlatif baru, dan perpaduan antara budaya lokal Sumatera Barat dan agama Islam yang kental dan bersinergi. Gambar 3.3.1 Majsid Raya Sumatera Barat Sumber: www.Triphemat.com Universitas Sumatera Utara Universitas Sumatera Utara Masjid yang teretak di kota Padang ini mulai dibangun pada tanggal 21 Desember 2007 yang diarsiteki oleh Rizal Muslimin. Selang 7 tahun kemudian, tepatnya tanggal 7 Februari 2014 Masjid Raya Sumatera Barat resmi dibuka untuk umum. Nuansa tradisional Sumatera Barat melekat sangat kuat dengan bangunan ini, salah sau yang paling mencolok ialah bentuk atapnya yang menyerupai bentuk atap bagonjong yang umumnya kita jumpai pada rumah-rumah tradisional masyarakat Minangkabau. Tidak sampai disitu saja, selain sebagai interpretasi dari bentuk atap bagonjong bentuk atap masjid ini juga memiliki nilai filosofis lainnya yakni, menggambarkan peristiwa perletakan batu hajarul aswad dengan menggunakan kain yang mana tiap sisi kain dipegang oleh perwakilan suku yang ada di Mekkah kala itu. Selain atap bagonjong, sang arsitek Rizal Muslimin juga mengangkat kebudayaan lokal lainnya yakni melalui kain songket. Representasi kain songket ini dapat dengan mudah kita temukan melalui ukiran-ukiran yang ditempatkan pada bagian atap di keempat sisi masjid. Motif-motif ornamen yang digunakan juga merupakan perpaduan antara motif yang umum dijumpai pada kain songket serta kaligrafi islami berupa lafadz Allah dan Muhammad. Mesjid Raya Sumatera Barat ini dibangun diatas lahan seluas 40.000 m 2 dengan dana pembangunan dipekirakan menyentuh angka 500 Milyar Rupiah. Masjid Raya sendiri terdiri atas tiga lantai yang diharapkan mampu menampung kapasitas maksimum hingga 20.000 jamaah. Universitas Sumatera Utara Universitas Sumatera Utara Gambar 3.3.2 Perpaduan Ornamen lokal dan kaligrafi Islam pada eksterior masjid Sumber: t4m4in.blogspot.com Setelah menelaah lebih jauh studi banding yang telah penulis pilih, penulis mendapat beberapa poin pemikiran penting yang dapat diangkat dalam tugas studio perancangan arsitektur 6 kali ini. Pemikiran utama yang menurut penulis penting untuk di kritisi ialah mengenai kondisi mess dan wisma atlet yang ada dewasa ini. Penulis menilai unit-unit kamar yang diperuntukkan bagi atlet kurang memperhatikan beberapa kebutuhan kebutuhan dasar manusia salah duanya ialah kebutuhan akan udara segar. Selain studi banding yang diangkat, penulis juga mencari informasi seputar bangunan yang dirancang khususnya wisma dan mess atlet. Salah satu contoh buruknya kondisi wisma dan mess atlet yang ada dapat dilihat dari wisma atlet gelora Ragunan. Pada wisma atlet gelora Ragunan bangunan yang memiliki bukaan langsung hanyalah area kamar bahkan area jemur pada bangunan ini penulis nilai masih kurang cukup baik karena hanya Universitas Sumatera Utara Universitas Sumatera Utara mendapatkan sinar matahari yang relatif sedikit. Hal tersebut sangat disayangkan karena menyebabkan ruang-ruang lainnya tidak mendapat suplai udara dan pencahayaan yang cukup hal ini membuat para penghuni akhirnya beradaptasi dengan pemakaian lampu dan bantuan alat penghawaan udara guna memperoleh kwalitas kenyamanan yang lebih baik. Gambar 3.4 Kondisi R. jemur pada wisma atlet gelora ragunan Gambar 3.4 menunjukkan ketidak sesuaian antara kebutuhan ruang jemur dengan penerapannya dalam bangunan. dapat kita lihat bahwa akses matahari yang didapat hanya mengandalkan dua buah lubang yang dipasangi teralis besi seperti yang tampak pada gambar diatas. Hal ini tentu akan lebih baik bila sumber masuknya cahaya dan panas matahari di perbesar sehingga dapat menghasilkan panas dan cahaya yang lebih maksimal. Dewasa ini pada bangunan-bangunan yang memiliki fungsi kurang lebih sama seperti pada rumah susun, para perancang membuat sumber cahaya yang lebih besar dengan ketinggian kurang lebih 1 m 2 dengan lebar 2-3 m 2 sebagai sumber cahaya. Berdasarkan pengmatan Universitas Sumatera Utara Universitas Sumatera Utara tersebut, penulis menerapkan hal ini pada bangunan yang penulis rancang untuk memudahkan kehidupan para atlet nantinya. Isu yang kedua masih sangat erat kaitannya dengan isu pertama karena hanya mengoptimalkan segi fungsional bangunan, menyebabkan faktor estetika bangunan tidak diperhatiakan bahkan dianggap hanya menghabiskan dana anggaran. Hal tersebut sangat bertolak belakang dengan teori yang dikemukakan Vitruvius bahwa sebuah bangunan harus memiliki keindahan estetika Venustas, Kekuatan Firmitas, dan KegunaanFungsi Firmitas. Didasari oleh pemikiran tersebut penulis bermaksud untuk merancang sebuah wisma dan mess atlet yang lebih humanis dengan memperhatikan aspek-aspek yang umumnya diabaikan serta juga menampilkan permainan estetika yang menarik sebagai wajah bangunan. untuk menampilkan estetika yang baik penulis mengabungkan tema dan konsep yang ada agar tercipatanya keselarasan. Salah satu contohnya ialah pada bangunan wisma atlet, konsep fasad bangunan terinspirasi dari bentuk gapura, dimana gapura merupakan bentuk umum yang kita jumpai dimana fungsinya sebagai penanda batas kawasan juga untuk menyambut tamu atau pengunjung. Oleh karenanya penulis memilih menggunakan bentuk ini yang dipadukan dengan kearifan budaya lokal berupa penggunaan batu alam dan warna tanah sebagai representasi kearifan lokal. Untuk aspek kolonial penulis menempatkan pediment dan ukiran pada bagian tengah bangunan. Hal ini dimaksudkan untuk menegaskan pada bagian ini terdapat pintu masuk dan juga memberikan irama pada fasad bangunan wisma atlet. Universitas Sumatera Utara Universitas Sumatera Utara Isu lainnya yang penulis dapat dari studi banding ketiga –Masjid Raya Sumatera Barat —ialah bagaimana cara mengangkat arsitektur lokal dalam hal ini Nias Selatan menjadi ciri bangunan yang kuat dan dapat diinterpretasikan dengan mudah oleh orang yang melihatnya. Isu ini menjadi sangat penting karena kita harus memperhatikan asal-susul ornamen, langgam, ataupun bentuk-bentuk pada Arsitektur tradisional yang ada agar tidak kehilangan esensi dari bentuk itu sendiri. Penerapam ornamen ataupun bentuk-bentuk tradisional lainnya dirasa penting mengingat dewasa ini banyak daerah-daerah di negara kita khsusunya Provinsi Sumatera Utara yang tidak memiliki ciri khas dengan daerah lainnya. Oleh karenanya penulis mengharapkan keberadaan wisma dan mess atlet ini mampu mewakili ruh-ruh arsitektur lokal Nias Selatan sehingga menjadi pembeda dengan mess dan wisma lainnya yang ada di Indonesia. Poin penting yang penulis dapat dari studi banding pertama ialah bagaimana cara pengelompokan dan penatan dari fungsi-fungsi yang berbeda apada sebuah bangunan ragam fungsi. Pada Ciputra World 1 bangunan yang memiliki fungsi berbeda dipisahkan dan di kelompokkan berdasarkan menaranya masing-masing. Hal ini sangat memudahkan dalam mengontrol banyak hal seperti privasi, kebisingan, dan beberapa aspek lainnya. Universitas Sumatera Utara 27 Universitas Sumatera Utara

BAB IV AKURASI LOMPATAN