Analisis Atas Keterlambatan Distribusi BBM (Studi Kasus pada PT Sekawan Jaya Wisesa)

(1)

ANALISIS ATAS KETERLAMBATAN DISTRIBUSI

BAHAN BAKAR MINYAK (BBM)

(Studi Kasus pada PT Sekawan Jaya Wisesa)

GELADIKARYA

Oleh :

SUPRATIKNO

NIM : 047007140

SEKOLAH PASCASARJANA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


(2)

PENGESAHAN GELADIKARYA

Judul Geladikarya : Analisis Atas Keterlambatan Distribusi BBM (Studi Kasus pada PT Sekawan Jaya Wisesa)

Nama : Supratikno

NIM : 047007140

Program Studi : Magister Manajemen

Menyetujui : Komisi Pembimbing

Prof. Dr. Rismayani, MS Ketua

Ir. Sugih Arto Pujangkoro, M.M Anggota

Ketua Program Studi Direktur Sekolah Pascasarjana


(3)

RINGKASAN EKSEKUTIF

Dalam pendistribusian BBM dari depot ke SPBU masih sering terjadi keterlambatan terutama untuk SPBU yang berada diluar Kota Medan. Keterlambatan ini tentu menjadi tanggung jawab Pertamina dan perusahaan perantara untuk memperbaiki kinerjanya. PT Sekawan Jaya Wisesa salah satu perusahaan yang ditunjuk oleh Pertamina untuk mendistribusikan BBM ke SPBU wilayah Labuhan Batu. Proses distribusi BBM untuk wilayah Labuhan Batu juga sering terlambat, atau tidak sesuai dengan harpaan pemilik SPBU sebagai retailer. Kondisi ini tentu disebabkan oleh banyak faktor. Hal inilah yang akan dijadikan penelitian oleh penulis sehingga dapat diperoleh faktor-faktor yang menyebabkan keterlambatan distribusi BBM tersebut.

Rumusan masalah dalam penelitian ini adalah ; (a) Pihak-pihak mana saja yang menyebabkan terjadi keterlambatan distribusi BBM ? (b) Faktor-faktor apa yang menyebabkan keterlambatan distribusi BBM ?. Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah deskriptif. Data yang dikumpulkan terdirid dari pengamatan, wawancara, dan studi dokumentasi. Analisis data yang digunakan adalah analisis deskriptif dan metode induktif.

Dari hasil analisis dan pembahasan pada bab sebelumnya, disimpulkan sebagai berikut ; (a) Pihak-pihak yang terkait dalam distribusi BBM di wilayah Labuhan Batu terdiri dari Pertamina, Transportir dan Pemilik SPBU. Distribusi BBM ke wilayah Labuhan Batu melalui distribusi tingkat 1, dengan menggunakan transportir atau jasa pengangkutan ke SPBU. (b) Faktor-faktor penyebab keterlambatan distribusi BBM terdiri dari; (1) Kurangnya pengawasan terhadap SPBU oleh Pertamina. (2) Pendistribusian BBM dari kilang minyak ke berbagai depot dan instalasi selama ini dilakukan secara tidak beraturan melalui laut karena sistem perencanaan rute yang kurang baik. (3) Peningkatan permintaan SPBU diluar perkiraan karena oknum pemilik SPBU tertentu melakukan pemesanan ketika tangki timbun SPBU masih penuh atau banyak, sehingga jadwal pengiriman BBM yang seharusnya untuk SPBU lain menjadi tertunda, karena armada tangki telah mengisi di SPBU yang melakukan pemesanan. (4) Keterbatasan jumlah armada tangki transportir. (5) Supir tangki yang kurang disiplin. (6) Kondisi infrastruktur jalan yang kurang memadai, seperti kerusakan jalan yang mengakibatkan kemacetan lalu lintas. (7) Kurangnya Informasi Perbaikan Jalan. (8) Kondisi cuaca yang sulit diperkirakan.


(4)

LEMBAR PERNYATAAN

Dengan ini saya menyatakan bahwa geladikarya yang berjudul :

“ANALISIS ATAS KETERLAMBATAN DISTRIBUSI BAHAN BAKAR

MINYAK (BBM)

(Studi Kasus pada PT Sekawan Jaya Wisesa)”

adalah benar hasil karya sendiri yang belum pernah dipublikasikan. Semua sumber data dan informasi yang digunakan telah dinyatakan dengan jelas.

Medan, 4 Januari 2012 Yang Membuat Pernyataan


(5)

RIWAYAT HIDUP

Supratikno, lahir di Medan, 17 September 1959, anak keempat dari lima bersaudara dari orang tua pasangan Almarhum Bapak Wagiman Sarengat dan Almarhumah Ibu Supiah. Menikah 23 September 1991 dengan Mufida Noor, SH dan dikarunia seorang anak Noviandri Rizky Pratama Supratikno.

Riwayat Pendidikan

Memulai pendidikan di SD Negeri No. 101778 Medan hingga tamat dan lulus tahun 1972, selanjutnya melanjutkan di SMP Negeri 10 Medan, tamat dan lulus tahun 1975. Pendidikan berikutnya di SMA Pembangunan Nasional Medan, tamat dan lulus tahun 1979, kemudian melanjutkan pendidikan di Jurusan Akuntansi STIE YKP Yogyakarta, hingga tamat dan lulus tahun 2004.

Riwayat Pekerjaan

Menjadi wirausahawan dengan menjadi Pemilik PT. Sejahtera Keluarga Wisesa bergerak dibidang Pengangkutan BBM dan CPO serta Developer Perumahan Griya Sari Asri Mariendal


(6)

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis atas berkat dan rahmat Allah S.W.T. , penulis dapat menyelesaikan Geladikarya ini dengan judul : ”ANALISIS ATAS KETERLAMBATAN DISTRIBUSI BBM (Studi Kasus pada PT Sekawan

Jaya Wisesa)”

Geladikarya ini disusun untuk memenuhi persyaratan menyelesaikan program studi Magister Manajemen Sekolah Pasca Sarjana Universitas Sumatera Utara Medan.

Pada kesempatan ini, penulis mengucapkan terima kasih kepada :

1. Bapak Prof. Dr. Ir. A. Rahim Matondang, MSIE selaku Direktur Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara.

2. Bapak Prof. Dr. Ir. Darwin Sitompul, M.Eng selaku Ketua Program Studi Magister Manajemen Universitas Sumatera Utara.

3. Bapak Dr. Ir. Nazaruddin, MT selakuk Sekretaris Program Studi Magister Manajemen Universitas Sumatera Utara.

4. Ibu Prof. Dr. Rismayani, MS , selaku Ketua Komisi Pembimbing

5. Bapak Ir. Sugih Arto Pujangkoro, M.M , selaku Anggota Komisi Pembimbing.

6. Pimpinan dan karyawan PT Sekawan Jaya Wisesa.

7. Istri dan anakku tercinta, beserta seluruh keluarga yang selalu memberikan doa dan dukungan.

8. Edy Aswari (Abah) yang selalu mengingatkan penulis untuk menyelesaikan Geladikarya.


(7)

9. Rekan-rekan di Angkatan 17 Reguler di Magister Manajemen Universitas Sumatera Utara.

Dan pihak-pihak yang tidak dapat disebutkan satu-persatu yang telah memberikan arahan dan bimbingan kepada penulis sehingga Geladikarya ini dapat diselesaikan. Kritik dan saran yang telah diberikan sangat membantu penulis untuk menyempurnakan Geladikarya ini.

Medan, 4 Januari 2012


(8)

DAFTAR ISI

Halaman

Lembar Pengesahan ... i

Ringkasan Eksekutif... ii

Lembar Pernyataan... iii

Riwayat Hidup ... iv

Kata Pengantar ... v

Daftar Isi ... vii

BAB I PENDAHULUAN ... 1

1.1. Latar Belakang Masalah ... 1

1.2. Rumusan Masalah ... 3

1.3. Tujuan Penelitian ... 3

1.4. Manfaat Penelitian ... 3

1.5. Batasan dan Ruang Lingkup Penelitian ... 4

BAB II KERANGKA TEORETIS ... 5

2.1. Teori Tentang Distribusi ... 5

2.1.1. Pengertian Distribusi ... 5

2.1.2. Manajemen Saluran ... 7

2.2. Sistem Transportasi ... 7

2.3. Teori Tentang Supply Chain ... 8

2.3.1. Pengertian Supply Chain ... 8

2.3.2. Keuntungan Supply Chain ... 10

2.3.3. Strategi Supply Chain ... 12

2.4. Diagram Sebab Akibat ... 13

BAB III KERANGKA KONSEPTUAL ... 15

BAB IV METODE PENELITIAN ... 17

4.1. Lokasi dan Waktu Penelitian ... 17

4.2. Jenis Penelitian ... 17

4.3. Cara Pengumpulan Data ... 18

4.3. Jenis dan Sumber Data ... 18


(9)

BAB V GAMBARAN UMUM PERUSAHAAN ... 20

5.1. Sejarah Singkat... 20

5.2. Visi, Misi dan Tujuan Perusahaan ... 21

5.3. Strategi Perusahaan ... 22

5.4. Jenis Produk BBM ... 23

5.5. Struktur Organisasi dan Uraian Pekerjaan ... 27

BAB VI ANALISIS DAN PEMBAHASAN ... 30

6.1. Saluran Distribusi yang Digunakan Pertamina ... 30

6.2. Sistem Transportasi BBM ... 36

6.3. PT. Sekawan Jaya Wisesa sebagai Transportir ... 38

6.4. Sistem Pengawasan Distributi BBM ... 40

6.5. Faktor-Faktor Penyebab Keterlambatan Distribusi BBM ... 41

6.6. Usulan Tindakan Perbaikan Distribusi... 47

BAB VII KESIMPULAN DAN SARAN ... 49

7.1. Kesimpulan ... 49

7.2. Saran ... 50


(10)

RINGKASAN EKSEKUTIF

Dalam pendistribusian BBM dari depot ke SPBU masih sering terjadi keterlambatan terutama untuk SPBU yang berada diluar Kota Medan. Keterlambatan ini tentu menjadi tanggung jawab Pertamina dan perusahaan perantara untuk memperbaiki kinerjanya. PT Sekawan Jaya Wisesa salah satu perusahaan yang ditunjuk oleh Pertamina untuk mendistribusikan BBM ke SPBU wilayah Labuhan Batu. Proses distribusi BBM untuk wilayah Labuhan Batu juga sering terlambat, atau tidak sesuai dengan harpaan pemilik SPBU sebagai retailer. Kondisi ini tentu disebabkan oleh banyak faktor. Hal inilah yang akan dijadikan penelitian oleh penulis sehingga dapat diperoleh faktor-faktor yang menyebabkan keterlambatan distribusi BBM tersebut.

Rumusan masalah dalam penelitian ini adalah ; (a) Pihak-pihak mana saja yang menyebabkan terjadi keterlambatan distribusi BBM ? (b) Faktor-faktor apa yang menyebabkan keterlambatan distribusi BBM ?. Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah deskriptif. Data yang dikumpulkan terdirid dari pengamatan, wawancara, dan studi dokumentasi. Analisis data yang digunakan adalah analisis deskriptif dan metode induktif.

Dari hasil analisis dan pembahasan pada bab sebelumnya, disimpulkan sebagai berikut ; (a) Pihak-pihak yang terkait dalam distribusi BBM di wilayah Labuhan Batu terdiri dari Pertamina, Transportir dan Pemilik SPBU. Distribusi BBM ke wilayah Labuhan Batu melalui distribusi tingkat 1, dengan menggunakan transportir atau jasa pengangkutan ke SPBU. (b) Faktor-faktor penyebab keterlambatan distribusi BBM terdiri dari; (1) Kurangnya pengawasan terhadap SPBU oleh Pertamina. (2) Pendistribusian BBM dari kilang minyak ke berbagai depot dan instalasi selama ini dilakukan secara tidak beraturan melalui laut karena sistem perencanaan rute yang kurang baik. (3) Peningkatan permintaan SPBU diluar perkiraan karena oknum pemilik SPBU tertentu melakukan pemesanan ketika tangki timbun SPBU masih penuh atau banyak, sehingga jadwal pengiriman BBM yang seharusnya untuk SPBU lain menjadi tertunda, karena armada tangki telah mengisi di SPBU yang melakukan pemesanan. (4) Keterbatasan jumlah armada tangki transportir. (5) Supir tangki yang kurang disiplin. (6) Kondisi infrastruktur jalan yang kurang memadai, seperti kerusakan jalan yang mengakibatkan kemacetan lalu lintas. (7) Kurangnya Informasi Perbaikan Jalan. (8) Kondisi cuaca yang sulit diperkirakan.


(11)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1.Latar Belakang

Bahan bakar minyak (BBM) seperti solar dan premium, pertamax, avtur, dan minyak tanah, diklasifikasikan sebagai “komoditas khusus” karena dua alasan.Pertama, perubahan harga dan pasokannya dapat berpengaruh secara langsung dan signifikan terhadap kinerja perekonomian nasional, baik dari segi produksi maupun konsumsi. Kedua, spesifikasi teknis dan standar mutunya sangat tinggi dan ketat karena jenis BBM tertentu hanya dapat digunakan untuk mesin-mesin atau alat dengan spesifikasi tertentu. Sebagai contoh solar hanya digunakan untuk mesin dengan sistem penyalaan kompresi, premium dan pertamax hanya digunakan untuk mesin dengan sistem penyalaan api, avtur hanya digunakan untuk mesin pesawat terbang, minyak tanah khusus digunakan untuk penerangan dan kompor rumah tangga.

Oleh karena itu pemerintah berupaya keras untuk menjamin kecukupan stok, kelancaran distribusi, stabilitas harga dan mutunya. Kegiatan penyimpanan dan distribusi sampai dengan lini terakhir yakni pengecer seperti SPBU (Stasiun Pengisian BBM Umum) dilakukan oleh Pertamina. Pertamina sebagai perusahaan yang bertanggungjawab terhadap ketersediaan BBM harus mampu memasarkannya secara luas dan merata. Keterlambatan dalam mendistribusikan BBM akan menimbulkan kesulitan baik di pihak konsumen maupun pemilik SPBU.


(12)

Distibusi merupakan aspek penting dalam perkembangan sebuah bisnis disamping aspek-aspek lainnya seperti produk, harga, dan prornosi. Proses distribusi bertujuan untuk mencmpatkan produk sedekat mungkin dengan konsumen sehingga dapat dengan mudah dijangkau dan diperoleh oleh konsumen yang membutuhkannya. Semakin cepat dan semakin banyak produk perusahaan untuk mencapai retailer maka kemungkinan produk tersebut dapat terjual ke konsumen akhir.

Dalam mendistribusikan BBM ke SPBU, Pertamina menggunakan saluran distribusi tingkat 1 (satu). Dengan menggunakan perantara yang berfungsi menyediakan jasa-jasa atau fungsi khusus yang berhubungan dengan penjualan, tetapi tidak mempunyai hak memiliki barang yang diperdagangkan. Namun dalam pendistribusian BBM dari depot ke SPBU masih sering terjadi keterlambatan terutama untuk SPBU yang berada diluar Kota Medan. Keterlambatan ini tentu menjadi tanggung jawab Pertamina dan perusahaan perantara untuk memperbaiki kinerjanya.

PT Sekawan Jaya Wisesa merupakan salah satu dari 30 (tiga puluh) yang ditunjuk Pertamina untuk mendistribusikan BBM di wilayah Sumatera Bagian Utara (Sumbagut). Dengan jumlah perusahaan distribusi BBM yang banyak, otomatis persaingan dalam memberikan pelayanan terbaik tidak dapat dielakkan. Hal ini berikaitan dengan kepercayaan yang diberikan. Jumlah SPBU yang terus bertambah mengindikasikan peningkatan kebutuhan BBM terutama jenis Solar dan Premium.

PT Sekawan Jaya Wisesa salah satu perusahaan yang ditunjuk oleh Pertamina untuk mendistribusikan BBM ke SPBU wilayah Labuhan Batu. Proses


(13)

distribusi BBM untuk wilayah Labuhan Batu juga sering terlambat, atau tidak sesuai dengan harpaan pemilik SPBU sebagai retailer. Kondisi ini tentu disebabkan oleh banyak faktor. Hal inilah yang akan dijadikan penelitian oleh penulis sehingga dapat diperoleh faktor-faktor yang menyebabkan keterlambatan distribusi BBM tersebut.

1.2.Rumusan Masalah

Dari uraian pada latar belakang, dirumuskan masalah :

a. Pihak-pihak mana saja yang menyebabkan terjadi keterlambatan distribusi BBM ?

b. Faktor-faktor apa yang menyebabkan keterlambatan distribusi BBM ?

1.3.Tujuan Penelitian

a. Menganalisis dan mengetahui pihak-pihak mana saja yang menyebabkan terjadi keterlambatan distribusi BBM.

b. Menganalisis dan mengetahui faktor-faktor yang menyebabkan keterlambatan distribusi BBM.

1.4.Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan bermanfaat bagi :

a. PT Sekawan Jaya Wisesa, agar dapat memperbaiki distribusi BBM supaya tidak terjadi lagi keterlambatan.

b. Magister Manajemen USU, sebagai tambahan referensi dibidang distribusi khususnya BBM.


(14)

c. Peneliti, sebagai bentuk aplikasi keilmuan dibidang pemasaran terutama distribusi produk.

d. Peneliti selanjutnya, sebagai bahan referensi bagi penelitian dibidang yang sama.

1.5.Batasan dan Ruang Linkup Penelitian

Penelitian ini dibatasi pada ruang lingkup faktor-faktor yang menyebabkan keterlambatan distribusi BBM yakni premium dan solar di wilayah Labuhan Batu ditinjau dari aspek Pertamina sebagai pemilik BBM dan PT Sekawan Jaya sebagai distributor.


(15)

BAB II

KERANGKA TEORETIS

2.1. Teori Tentang Distribusi

2.1.1. Pengertian Distribusi

Kebanyakan produsen bekerja sama dengan perantara pemasaran untuk menyalurkan produk-produk mereka ke pasar. Mereka membantu saluran pemasaran (yang sering disebut dengan istilah saluran distribusi). Saluran distribusi merupakan salah satu unsur dari bauran pemasaran yang mempertimbangkan bagaimana menyampaikan produk-produk dari produsen ke konsumen. Kebanyakan produsen bekerja sama dengan perantara pemasaran untuk menyalurkan produk-produk mereka ke pasar. Saluran distribusi didefinisikan sebagai himpunan perusahaan dan perorangan yang mengambil alih hak atau membantu dalam pengambilan hak atas barang atau jasa selama berpindah dari produsen ke konsumen (Kotler, 2003).

Sementara The American Marketing Association dalam Kotler (2000), menyatakan bahwa saluran distribusi merupakan suatu struktur unit organisasi dalam perusahaan dan luar perusahaan yang terdiri atas agen, dealer, pedagang besar dan pengecer, melalui mana sebuah komoditi, produk, atau jasa dipasarkan. Pengusaha bertugas menyebarkan barang ke tempat konsumen. Tugas ini merupakan tugas distribusi barang konsumen. Di lain pihak, pengusaha dapat juga menggunakan berbagai bentuk saluran distribusi yang ada di sekitarnya. Bentuk-bentuk saluran distribusi yang ada, dapat dibedakan menjadi beberapa macam yaitu:


(16)

Macam saluran distribusi menurut tingkatannya : 1. Distribusi Tingkat 0 (Nol), Produsen  Konsumen

Bentuk saluran distribusi yang paling pendek dan paling sederhana adalah saluran distribusi dari produsen ke konsumen tanpa menggunakan perantara. Produsen dapat menjual barang yang dihasilkannya melalui pos atau langsung mendatangi rumah konsumen (dari rumah ke rumah). Oleh karena itu saluran ini disebut sebagai distribusi langsung.

2. Distribusi Tingkat 1 (Satu), Produsen  Pengecer  Konsumen

Seperti halnya dengan jenis saluran yang pertama (produsen  konsumen) saluran ini juga disebut saluran distribusi langsung.

3. Distribusi Tingkat 2 (Dua), Produsen  Pedagang Besar  Pengecer  Konsumen

Saluran distribusi semacam ini banyak dilakukan oleh produsen dan dinamakan saluran distribusi tradisional.

4. Distribusi Tingkat 3 (Tiga), Produsen  Agen  Pengecer  Konsumen Di sini produsen memilih agen, ia menjalankan kegiatan perdagangan besar dalam saluran distribusi yang ada, sasaran penjualannya terutama ditujukan kepada para pengecer besar.

5. Distribusi Tingkat 4 (Empat), Produsen  Agen  Pedagang besar  Pengecer  Konsumen

Dalam saluran distribusi ini, produsen sering menggunakan agen sebagai perantara untuk menyalurkan barangnya kepada pedagang besar yang kemudian menjualnya kepada toko-toko kecil. Agen yang terlibat dalam saluran distribusi ini terutama agen penjualan.


(17)

2.1.2. Manajemen Saluran Distribusi.

Menyeleksi suatu jaringan distribusi yang tepat adalah keputusan strategis yang menentukan tidak hanya dalam jumlah pasar yang menampung suatu produk tetapi juga biaya untuk mendapatkannya. Umumnya,strategi distribusi tergantung pada kelas produk dan tingkatan dalam menjangkau pasar yang paling efektif dalam menyampaikan produk kepada jumlah pelanggan terbesar. Tujuannya adalah untuk menjadikan suatu produk dapat dicapai dalam jumlah lokasi yang cukup untuk memenuhi kebutuhan pelanggan.

Perencanaan rute distribusi produk suatu perusahaan bergantung pada berbagai faktor antara lain kapasitas dari alat distribusi, waktu siklus permintaan

(lead time), volume permintaan serta jarak ataupun rute tempuh dalam

pendistribusian. Perbedaan terhadap komponen ini akan mengarah pada rute pendistribusian yang berbeda pula. Rute pendistribusian harus dapat mencapai tingkat utilisasi penggunaan alat distribusi yang efisien serta mampu melakukan pemenuhan terhadap permintaan secara efektif.

2.2. Sistem Transportasi

Transportasi memberikan manfaat geogafis pada sistem logistik dengan menghubungkan fasilitas-fasilitas dengan pasar. Pada banyak perusahaan, pengeluaran untuk transportasi lebih besar dari pengeluaran untuk unsur lainnya. Biaya transportasi industri yang menghasilkan produk bernilai tinggi adalah rendah persentasenya terhadap penjualan. Sebaliknya, biaya transportasi batu bara, biji besi dan bahan-bahan kimia dasar dan pupuk relatif tinggi.


(18)

Kebutuhan pelayanan industri sangat berbeda-beda dari industri ke industri. Banyak pilihan transportasi tersedia bagi pengangkutan produk atau bahan mentah dalam sistem logistik. Disamping itu perusahaan dapat memutuskan untuk menggunakan transportasi sendiri, atau mengadakan perjanjian dengan perusahaan penyedia jasa transportasi.

Ada lima jalur transportasi yang biasa disebut mode transportasi. Lima cara utama tersebut adalah kereta api, jalan raya, jalan air, saluran pipa dan penerbangan. Masing-masing jalur transportasi ini mempunynai keunggulan dan kelemahan terhadap kegiatan logistik di perusahaan (Sinaga, 2008).

2.3. Teori Tentang Supply Chain

2.3.1. Pengertian Supply Chain

Pengertian supply adalah sejumlah material yang disimpan dan dirawat menurut aturan tertentu dalam tempat persediaan agar selalu dalam keadaan siap pakai dan ditatausahakan dalam buku perusahaan. Rantai merupakan jaringan atau jejaring dari berbagai organisasi yang saling berhubungan yang mempunyai tujuan yang sama, yakni sebaik mungkin menyelenggarakan pengadaan atau penyaluran barang tersebut.

Supply chain adalah jaringan perusahaan-perusahaan yang secara

bersama-sama bekerja untuk menciptakan dan menghantarkan suatu produk ke tangan pemakai akhir. Perusahaan-perusahaan tersebut biasanya termasuk

supplier, pabrik, distributor, retail, serta perusahaan-perusahaan pendukung


(19)

tempat sistem organisasi menyalurkan barang produksi dan jasanya kepada para pelanggannya (Indrajit dan Pranoto, 2002).

Supply chain yang efektif adalah supply chain yang mempunyai

perencanaan dimana perencanaan ini dimulai dengan supply chain design

dilanjutkan dengan tahap implementasi dan evaluasi yang diikuti dengan

continous improvement.

Menurut Schroeder dalam Rangkuty (2004), Supply Chain

Management (SCM) adalah perancangan, desain, dan kontrol arus material

dan informasi sepanjang rantai pasokan dengan tujuan kepuasan konsumen sekarang dan masa depan. Menurut Simchi-Levi dalam Indrajit dan Pranoto (2002) supply chain management adalah suatu pendekatan dalam mengintegrasikan berbagai organisasi yang menyelenggarakan pengadaan atau penyaluran barang, yaitu supplier, manufacturer, warehouse dan stores sehingga barang-barang tersebut dapat diproduksi dan didistribusikan dalam jumlah yang tepat, lokasi yang tepat, waktu yang tepat dan biaya yang seminimal mungkin. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa Supply Chain Management

(SCM) adalah metode maupun alat sabagai pengelolaan atau manajemen organisasi atau perusahaan-perusahaan terhadap aliran material, finansial dan informasi disepanjang rantai pasokan dengan tujuan agar barang produk dan jasanya dapat dihantarkan pengguna akhir dalam jumlah serta waktu yang tepat.

Supply ChainManagement (SCM) menekankan pada pola terpadu

menyangkut proses aliran produk dari supplier, manufaktur, retailer hingga pada konsumen akhir. Dalam konsep SCM ingin diperlihatkan bahwa rangkaian aktivitas antara supplier hingga konsumen akhir adalah dalam satu kesatuan


(20)

tanpa sekat yang besar. Mekanisme informasi antara berbagai komponen tersebut berlangsung secara transparan. Supply chain pada hakekatnya memperebutkan pelanggan dari produk atau jasa yang ditawarkan. Semua pihak yang berada dalam satu supply chain harus bekerja sama satu dengan lainnya semaksimal mungkin untuk meningkatkan pelayanan dengan harga murah, berkualitas, dan tepat pengirimannya. Persaingan dalam konteks SCM adalah persaingan antar rantai, bukan antar individu perusahaan.

2.3.2. Keuntungan Supply Chain

Keuntungan menerapkan supply chain menurut Indrajit dan Pranoto (2002) adalah :

a. Mengurangi inventory barang. Inventory merupakan aset perusahaan yang berkisar antara 30% - 40% sedangkan biaya penyimpanan barang berkisar 20% - 40% dari nilai barang yang disimpan. b. Menjamin kelancaran arus barang. Rangkaian perjalanan dari bahan

baku sampai menjadi barang jadi dan diterima oleh pemakai/pelanggan merupakan suatu mata rantai yang panjang (chain) yang perlu dikelola dengan baik.

c. Menjamin mutu. Jaminan mutu juga merupakan serangkaian mata rantai panjang yang harus dikelola dengan baik karena mutu barang jadi ditentukan tidak hanya oleh proses produksi tetapi juga oleh mutu bahan mentahnya dan mutu keamanan dalam pengirimannya.

Secara umum penerapan konsep SCM dalam perusahaan akan memberikan manfaat yaitu kepuasan pelanggan, meningkatkan pendapatan, menurunnya biaya, pemanfaatan asset yang semakin tinggi, peningkatan laba, dan


(21)

perusahaan semakin besar.

a. Kepuasan pelanggan. Konsumen atau pengguna produk merupakan target utama dari aktivitas proses produksi setiap produk yang dihasilkan perusahaan. Konsumen atau pengguna yang dimaksud dalam konteks ini tentunya konsumen yang setia dalam jangka waktu yang panjang. Untuk menjadikan konsumen setia, maka terlebih dahulu konsumen harus puas dengan pelayanan yang disampaikan oleh perusahaan.

b. Meningkatkan pendapatan. Semakin banyak konsumen yang setia dan menjadi mitra perusahaan berarti akan turut pula meningkatkan pendapatan perusahaan, sehingga produk-produk yang dihasilkan perusahaan tidak akan terbuang percuma, karena diminati konsumen. c. Menurunnya biaya. Pengintegrasian aliran produk dari perusahaan

kepada konsumen akhir berarti pula mengurangi biaya-biaya pada jalur distribusi.

d. Pemanfaatan asset semakin tinggi. Aset terutama faktor manusia akan semakin terlatih dan terampil baik dari segi pengetahuan maupun keterampilan.

e. Peningkatan laba. Dengan semakin meningkatnya jumlah konsumen yang setia dan menjadi pengguna produk, pada gilirannya akan meningkatkan laba perusahaan.


(22)

2.3. 3. Strategi Supply Chain

Strategi pada hakekatnya bukanlah sebuah keputusan atau aksi tunggal melainkan adalah kumpulan berbagai keputusan dan aksi yang dilakukan oleh satu organisasi atau beberapa organisasi secara bersama-sama. Dalam konteks

supply chain, keputusan ini bisa berupa pendirian pabrik baru, penambahan

kapasitas produksi, penggabungan dua fasilitas produksi, perancangan produk baru, pengalihan tanggung jawab pengolahan persediaan ke supplier, pengurangan jumlah supplier, pemberlakuan sistem pengendalian kualitas yang baru, dan sebagainya.

Strategi Rantai Pasok (Supply Chain) merupakan kumpulan kegiatan dan aksi strategis disepanjang supply chain yang menciptakan rekonsiliasi antara apa yang dibutuhkan pelanggan akhir dengan kemampuan sumber daya yang ada pada supply chain tersebut (Pujawan, 2005). Penetapan strategi supply

chain mengarah pada perencanaan jangka panjang untuk menciptakan produk

yang murah, berkualitas, tepat waktu, bervariasi, dan mendukung rantai pasokan untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan.

Untuk dapat mencapai tujuan tersebut perusahaan harus memiliki kemampuan untuk beroperasi secara efisien, menciptakan kualitas produk yang tinggi, respon cepat terhadap kebutuhan konsumen, fleksibel, dan inovatif dalam merespon perubahan yang terjadi.

Hubungan antara aspirasi pelanggan dan kemampuan strategis supply


(23)

Sumber : Pujawan (2005)

Gambar 1. Aspirasi Pelanggan dan Kemampuan Strategis Supply Chain

Ada 3 macam hal yang harus dikelola dalam Supply Chain yaitu:

a. Aliran barang dari hulu ke hilir. Contohnya bahan baku yang dikirim dari supplier ke pabrik, setelah produksi selesai dikirim ke

distributor, pengecer, kemudian ke pemakai akhir.

b. Aliran uang dan sejenisnya yang mengalir dari hilir ke hulu dan c. Aliran informasi yang bisa terjadi dari hulu ke hilir atau sebaliknya

2.4. Diagram Sebab Akibat

Diagram ini dipergunakan untuk mengidentifikasi akar penyebab dari sebuah masalah, dengan menunjukkan faktor penyebab: utama, elemen, dan unsur serta akibat yang disebabkan oleh faktor penyebab semula. Diagram ini juga disebut sebagai diagram tulang ikan (Gaspersz, 2001).

Pada dasamya diagram sebab akibat menggunakan pendekatan terstruktur yang dapat digunakan untuk kebutuhan:

a. Membantu mengidentifikasi akar penyebab dari suatu pemasalahan. b. Membantu membangkitkan ide untuk solusi suatu permasalahan.


(24)

c. Membantu menyelidiki dan mencari fakta yang lebih lanjut berkaitan dengan permasalahan.

Pada umumnya menurut Gaspersz (2001), diagram sebab akibat mempunyai elemen: lingkungan, metoda, sumber daya manusia, pengukuran, material, seperti pada Gambar 2.

Gambar 2. Bentuk Umum Diagram Sebab Akibat Lingkungan Metoda Manusia

Keterlambatan Distribusi


(25)

BAB III

KERANGKA KONSEPTUAL

Kerangka konseptual merupakan gambaran dari alur penelitian yang akan dilaksanakan. Kerangka konseptual disusun sesuai dengan judul, latar belakang permasalahan dan tujuan yang ingin dicapai dengan menggunakan alat analisis tertentu.

Pada penelitian ini masalah yang akan diteliti adalah keterlambatan distribusi BBM khususnya di wilayah Labuhan Batu. Pertamina sebagai pemilik BBM mendistribusikan BBM dari depot ke SPBU dengan menunjuk perusahaan tertentu.

Keterlambatan distribusi BBM disebabkan oleh beberapa faktor yang akan dianalisis dengan diagram sebab akibat. Setelah diketahui faktor-faktor penyebab keterlambatan distribusi BBM, maka akan dirumuskan langkah-langkah agar pendistribusian BBM tepat waktu sesuai dengan permintaan para pemilik SPBU. Kerangka konseptual dapat dilihat pada Gambar 3.


(26)

Gambar 3. Kerangka Konseptual Distribusi BBM dari

Depot ke SPBU

Pertamina menunjuk perusahaan untuk mendistribusikan BBM

Terjadi Keterlambatan Distribusi BBM

Faktor-faktor Penyebab Keterlambatan

Upaya Agar Distribusi BBM Tepat Waktu


(27)

BAB IV

METODE PENELITIAN

4.1. Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian dilakukan pada kantor PT. Sekawan Jaya Wisesa di Jl. Pancing Medan. Geladikarya ini dilaksanakan selama 16 minggu, mulai bulan September hingga Desember 2011.

4.2. Jenis Penelitian

Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah deskriptif, yaitu suatu metode yang dilakukan untuk mengumpulkan, menabulasi, mengklarifikasi dan menginterpretasikan data sesuai keperluan yang diinginkan (Indriantoro dan Supomo, 2002). Dengan melakukan pendekatan penelitian melalui studi kasus terhadap keterlambatan distribusi BBM yang melibatkan PT. Sekawan Jaya Wisesa (Marzuki, 2002). Sifat dari penelitian ini adalah deskriptif eksplanatori yakni dengan menyajikan secara jelas pokok-pokok persoalan yang diteliti dengan memberikan uraian secara deskriptif yang menggambarkan secara jelas, sistematis dan cermat pada pokok-pokok persoalan yang dijumpai dan atribut-atribut yang kemudian mencari jalan keluarnya bagi pemecahan masalah-masalah yang dijumpai (Indriatoro dan Supomo, 2002).


(28)

4.3. Cara Pengumpulan Data

a. Pengamatan (observation), dengan melakukan pengamatan langsung pada proses distribusi BBM yang melibatkan PT. Sekawan Jaya Wisesa di wilayah Labuhan Batu.

b. Wawancara (interview), kepada pihak pengelola PT. Sekawan Jaya Wisesa, Pertamina, dan salah satu pemilik SPBU di Labuhan Batu mengenai prosedur dan pelaksanaan distribusi BBM.

c. Studi Dokumentasi, dengan mengumpulkan dan mempelajari data serta informasi dari PT. Sekawan Jaya Wisesa dan Pertamina berupa dokumen-dokumen yang berkaitan dengan penelitian.

4.4. Jenis dan Sumber Data

a. Data Primer, diperoleh langsung dari pengamatan (observation) dan wawancara (interview).

b. Data Sekunder, diperoleh dari studi dokumentasi.

4.4. Analisis Data

Dalam penulisan geladikarya ini, analisis yang digunakan adalah : a. Analisis Deskriptif dimaksudkan untuk menggambarkan peristiwa, tingkah

laku dan perbuatan dari obyek yang diselidiki sehingga diperoleh faktor-faktor penyebab keterlambatan distribusi BBM melalui Diagram Sebab Akibat.

b. Metode Induktif adalah metode berpikir dengan mengambil kesimpulan dari data-data yang bersifat khusus. Berfikir induktif berangkat dari


(29)

fakta yang khusus, peristiwa-peristiwa yang kongkrit, kemudian dari fakta-fakta atau peristiwa-peristiwa yang khusus, kongkrit itu ditarik generalisasi-generalisasi yang mempunyai sifat umum (Sutrisno, 2010).


(30)

BAB V

GAMBARAN UMUM PERUSAHAAN

5.1. Sejarah Singkat Perusahaan

PT Sekawan Jaya Wisesa didirikan di Medan pada tanggal 26 April 1980, sebagai perusahaan jasa angkutan BBM dan telah terdaftar menjadi rekanan pada Pertamina. Didirikan oleh Bapak Wagiman Sarengat, perusahaan ini terus berkembang dengan memperluas lini usahanya pada jasa transportasi yang lain. Jumlah armada tangki yang dimiliki oleh PT. Sekawan Jaya Wisesa saat ini sebanyak 30 tangki dengan 34 supir dan 34 pembantu supir. Wilayah distribusi BBM PT. Sekawan Jaya Wisesa berada di Nangroe Aceh Darusalam, Sumatera Utara dan Riau. Pada penelitian ini wilayah distribusi perusahaan dibatasi di Labuhan Batu yang kini telah terdiri dari tiga kabupaten yakni Kabupaten Labuhan Batu, Kabupaten Labuhan Batu Utara dan Kabupaten Labuhan Batu Selatan.

Prosedur dalam distribusi BBM dimulai dari, perusahaan pelanggan dalam hal ini SPBU menebus DO (Delivery Order) BBM langsung ke Pertamina, setelah DO diperoleh dan diserahkan ke PT. Sekawan Jaya Wisesa untuk mengambil BBM di depot atau instlasi Pertamina Dumai. Selanjutnya BBM tersebut langsung dikirim ke SPBU yang telah membayar. PT. Sekawan Jaya Wisesa hanya menetrima biaya pengangkutan dari perusahaan pelanggan, sedangkan biaya pengangkutan tergantung dari jarak depo dengan perusahaan pelanggan. Pada saat pengiriman BBM disertai surat jalan berserta DO yang berisi : tanggal pengiriman, SPBU yang dituju, jenis BBM yang dikirim dan jumlah BBM.


(31)

Setelah BBM diterima, surat jalan ditandatangani oleh bagian penerimaan barang dan distempel perusahaan. Sopir mobil tangki menyerahkan surat jalan ke PT. Sekawan Jaya Wisesa untuk dibuatkan surat tagihan. Kwitansi penagihan yang disertai bukti penerimaan barang yang dikirim kembali ke SPBU tersebut sesuai dengan kesepakatan pembayaran biaya pengangkutan.

5.2. Visi, Misi dan Tujuan Perusahaan

Visi PT. Sekawan Jaya Wisesa adalah “Ikut serta dalam proses pembangunan dalam sektor ekonomi/industri khususnya dalam hal ketersediaan BBM untuk berbagai industri pada waktu yang tepat.

Misi PT. Sekawan Jaya Wisesa terdiri dari :

a. Membantu program pemerintah Republik Indonesia dalam hal penyediaan lapangan kerja.

b. Memberikan kepuasan kepada para pelanggan perusahaan.

Tujuan PT. Sekawan Jaya Wisesa terdiri dari tujuan jangka panjang dan jangka pendek.

1. Tujuan Jangka Panjang

a. Mengembangkan efisiensi dan efektifitas pada saat terjadi pergeseran alternatif energi dan pesaing.

b. Selalu berupaya untuk meningkatkan pelayanan kepada pelanggan. c. Melakukan diversifikasi usaha yang berkaitan dengan aneka alternatif

strategi.

2. Tujuan Jangka Pendek

a. Mendapatkan keuntungan yang wajar dan optimal guna mendukung tujaun jangka panjang perusahaan melalui penjualan denagn biaya seefisien mungkin.


(32)

b. Menjaga kesinambungan dan kontinuitas operasional perusahaan. c. Menambah jumlah pelanggan.

5.3. Strategi Perusahaan

Strategi PT Sekawan Jaya Wisesa terdiri dari : a. Strategi Produk/Jasa

Melakukan pola bagi hasil yang adil dan efektif antara perusahaan dengan pengemudi yang merupakan asset terpenting sebagai ujung tombak perusahaan untuk mencegah kebocoran dan inefisiensi.

b. Strategi Harga

Strategi perusahaan dalam bidang harga PT Sekawan Jaya Wisesa tidak banyak yang bisa dilakukan karena semua komponen harga sudah diatur dalam aturan dan ketentuan yang baku dari pihak Pertamina sebagai satu-satunya penyedia bahan bakar minyak di Republik Indonesia, sehingga PT Sekawan Jaya Wisesa hanya mengikuti aturan yang berlaku tersebut c. Strategi Promosi

Strategi perusahaan dalam bidang promosi pada PT Sekawan Jaya Wisesa lebih banyak ditekankan pada upaya peningkatan kepuasan pelanggan, karena PT Sekawan Jaya Wisesa adalah perusahaan jasa transportir bahan bakar minyak, maka strategi yang ditempuh adalah dengan menjamin pengiriman barang yang tepat waktu.


(33)

Mendapatkan dan membangun jaringan pelanggan dengan pola konsentrasi jaringan keuntungan pasar dan koridor pasar agar lebih terkendali dan terfokus.

Dari keempat strategi yang dijalankan PT Sekawan Jaya Wisesa untuk mendukung pencapaian keuntungan perusahaan adalah strategi promosi, strategi produk/jasa, strategi distribusi. Ketiga strategi tersebut dianggap sebagai strategi aktif, karena jika ketiga strategi ini dijalankan dengan tepat, kemungkinan besar keuntungan akan meningkat, sedangkan strategi harga dianggap sebagai strategi pasif, karena PT Sekawan Jaya Wisesa tidak bisa menaikkan atau menurunkan harga semaunya (monopoli harga).

5.4. Jenis Produk BBM

Tidak semua komoditas BBM disuplai ke SPBU karena jenis dan karakteristik produk yang berbeda. Berikut ini diuraikan komoditas BBM tersebut.

Avgas ( AviationGasoline)

Bahan Bakar Minyak ini merupakan BBM jenis khusus yang dihasilkan dari fraksi minyak bumi. Avgas didisain untuk bahan bakar pesawat udara dengan tipe mesin sistem pembakaran dalam (internal combution), mesin piston dengan sistem pengapian. Performa BBM ini ditentukan dengan nilai octane number antara nilai dibawah 100 dan juga diatas nilai 100 . Nilai octane jenis Avgas yang beredar di Indonesia memiliki nilai 100/130.


(34)

Bahan Bakar Minyak ini merupakan BBM jenis khusus yang dihasilkan dari fraksi minyak bumi. Avtur didisain untuk bahan bakar pesawat udara dengan tipe mesin turbin (external combution). performa atau nilai mutu jenis bahan bakar avtur ditentukan oleh karakteristik kemurnian bahan bakar, model pembakaran turbin dan daya tahan struktur pada suhu yang rendah.

Bensin

Jenis Bahan Bakar Minyak Bensin merupakan nama umum untuk beberapa jenis BBM yang diperuntukkan untuk mesin dengan pembakaran dengan pengapian. Di Indonesia terdapat beberapa jenis bahan bakar jenis bensin yang memiliki nilai mutu pembakaran berbeda. Nilai mutu jenis BBM bensin ini dihitung berdasarkan nilai RON (Randon Otcane Number). Berdasarkan RON tersebut maka BBM bensin dibedakan menjadi 3 jenis yaitu :

- Premium (RON 88) : Premium adalah bahan bakar minyak jenis distilat berwarna kekuningan yang jernih. Warna kuning tersebut akibat adanya zat pewarna tambahan (dye). Penggunaan premium pada umumnya adalah untuk bahan bakar kendaraan bermotor bermesin bensin, seperti : mobil, sepeda motor, motor tempel dan lain-lain. Bahan bakar ini sering juga disebut motor gasoline atau petrol.

- Pertamax (RON 92) : ditujukan untuk kendaraan yang mempersyaratkan penggunaan bahan bakar beroktan tinggi dan tanpa timbal (unleaded). Pertamax juga direkomendasikan untuk kendaraan yang diproduksi diatas


(35)

tahun 1990 terutama yang telah menggunakan teknologi setara dengan

electronic fuel injection dan catalytic converters.

- Pertamax Plus (RON 95) : Jenis BBM ini telah memenuhi standar performance International World Wide Fuel Charter (WWFC). Ditujukan untuk kendaraan yang berteknologi mutakhir yang mempersyaratkan penggunaan bahan bakar beroktan tinggi dan ramah lingkungan. Pertamax Plus sangat direkomendasikan untuk kendaraan yang memiliki kompresi ratio > 10,5 dan juga yang menggunakan teknologi Electronic Fuel

Injection (EFI), Variable Valve Timing Intelligent (VVTI),

(VTI), Turbochargers dan catalytic converters.

Minyak Tanah (Kerosene)

Minyak tanah atau kerosene merupakan bagian dari minyak mentah yang memiliki titik didih antara 150 °C dan 300 °C dan tidak berwarna. Digunakan selama bertahun-tahun sebagai alat bantu penerangan, memasak,

water heating, dll. Umumnya merupakan pemakaian domestik (rumahan),

usaha kecil.

Minyak Solar (HSD)

High Speed Diesel (HSD) merupakan BBM jenis solar yang memiliki angka

performa cetane number 45, jenis BBM ini umumnya digunakan untuk mesin trasportasi mesin diesel yang umum dipakai dengan sistem injeksi pompa mekanik (injection pump) dan electronic injection, jenis BBM ini diperuntukkan untuk jenis kendaraan bermotor trasportasi dan mesin industri.


(36)

Minyak Diesel (MDF)

Minyak Diesel adalah hasil penyulingan minyak yang berwarna hitam yang berbentuk cair pada temperatur rendah. Biasanya memiliki kandungan sulfur yang rendah dan dapat diterima oleh Medium Speed Diesel Engine di sektor industri. Oleh karena itulah, diesel oil disebut juga Industrial Diesel Oil (IDO) atau Marine Diesel Fuel (MDF)

Minyak Bakar (MFO)

Minyak Bakar bukan merupakan produk hasil destilasi tetapi hasil dari jenis residu yang berwarna hitam. Minyak jenis ini memiliki tingkat kekentalan yang tinggi dibandingkan minyak diesel. Pemakaian BBM jenis ini umumnya untuk pembakaran langsung pada industri besar dan digunakan sebagai bahan bakar untuk steam power station dan beberapa penggunaan yang dari segi ekonomi lebih murah dengan penggunaan minyak bakar. Minyak Bakar tidak jauh berbeda dengan Marine Fuel Oil (MFO)

Biodiesel

Jenis Bahan Bakar ini merupakan alternatif bagi bahan bakar diesel berdasar-petroleum dan terbuat dari sumber terbaharui seperti minyak nebati atau hewan. Secara kimia, ia merupakan bahan bakar yang terdiri dari campuran mono-alkyl ester dari rantai panjang asam lemak. Jenis Produk yang dipasarkan saat ini merupakan produk biodiesel dengan campuran 95 persen diesel petrolium dan mengandung 5 persenCPO yang telah dibentuk menjadi Fatty Acid Methyl Ester (FAME)


(37)

Pertamina Dex

Adalah bahan bakar mesin diesel modern yang telah memenuhi dan mencapai standar emisi gas buang EURO 2, memiliki angka performa tinggi dengan cetane number 53 keatas, memiliki kualitas tinggi dengan kandungan sulfur di bawah 300 ppm, jenis BBM ini direkomendasikan untuk mesin diesel teknologi injeksi terbaru. Pemakaian bahan bakarnya lebih irit dan ekonomis serta menghasilkan tenaga yang lebih besar.

5.5. Struktur Organisasi dan Uraian Pekerjaan

Struktur Organisasi adalah suatu susunan dan hubungan antara tiap bagian serta posisi yang ada pada suatu organisasi atau perusahaan dalam menjalankan kegiatan operasional untuk mencapai tujuan. Struktur Organisasi menggambarkan dengan jelas pemisahan kegiatan pekerjaan antara yang satu dengan yang lain dan bagaimana hubungan aktivitas dan fungsi dibatasi. Dalam struktur organisasi yang baik harus menjelaskan hubungan wewenang siapa melapor kepada siapa.

Sumber : PT. Sekawan Jaya Wisesa. 2011

Gambar 4. Struktur Organisasi PT. Sekawan Jaya Wisesa Komisaris

Direktur Utama

Direktur

Bag. Adm & Keuangan

Bag. DO & Order

Bag. Ops Lapangan


(38)

Rincian uraian pekerjaan dari struktur organisasi PT. Sekawan Jaya Wisesa adalah sebagai berikut :

1. Direktur Utama

- Membuat keputusan strategis tentang arah dan jalannya perusahaan - Selalu melakukan koordinasi dengan Direktur sebagai pelaksana harian. - Mengadakan rapat rutin dwi mingguan dengan Direktur dan pelaksana - Melakukan negosiasi dan pertemuan dengan rekanan.

2. Direktur

- Menjalin keberlangsungan kerja secara keseluruhan

- Membuat perencanaan, pengorganisasian, pelaksanaan dan pengendalian jalannya perusahaan.

- Selalu melakukan koordinasi dengan seluruh Kepala Bagian sebagai penanggungjawab bagiannya.

- Membuat keputusan-keputusan yang dapat memperlancar kegiatan operasional perusahaan.

3. Bagian Administrasi & Keuangan

- Menyusun rencana penerimaan perusahaan dari penagihan - Menyusun rencana pengeluaran perusahaan

- Selalu mengawasi realisasi penerimaan dan pengeluaran dibandingkan dengan rencana semula.

- Mengadministrasikan penerimaan DO dan pengirimannya - Melakukan penghitungan biaya operasional lapangan. - Menyusun dan melaporkan laporan keuangan bulanan.


(39)

- Berkoordinasi dengan bagian-bagian lain.

- Mengikuti rapat koordinasi dengan Direktur maupun Direktur Utama. - Bertanggungjawab pada Direktur

4. Bagian DO & Order

- Melakukan pengurusan DO BBM ke Pertamina

- Melakukan negosiasi dan selalu memelihara hubungan baik dengan pihak Pertamina dan atau rekanan kerja perusahaan.

- Mengadministrasikan kegiatan pengurusan DO - Berkoordinasi dengan bagian-bagian lain

- Mengikuti rapat koordinasi dengan Direktur maupun Direktur Utama. - Bertanggungjawab pada Direktur

5. Bagian Operasional Lapangan

- Menjamin kelancaran operasional di lapangan. - Selalu mengawasi kesiapan armada tangki

- Menerima dan mengadministrasikan DO dari bagian DO dan Order dilapangan.

- Mengatur dan mengkoordinasikan pengiriman dengan para sopir tangki sebagai pelaksana pengiriman.

- Berkoordinasi dengan Bagian Administrasi & Keuangan dalam hal biaya pengiriman atau operasional.

- Berkoordinasi dengan bagian-bagian lain

- Mengikuti rapat-rapat dengan Direktur atau Direktur Utama - Bertanggungjawab pada Direktur


(40)

BAB VI

ANALISIS DAN PEMBAHASAN

6.1. Sistem Distribusi BBM

Pertamina membentuk Integrated Supply Chain (ISC) menjadi lembaga think tank yang bertujuan mencari cara dan solusi untuk memperbaiki sistem pengadaan minyak mentah dan pembelian Bahan Bakar Minyak (BBM). Guna mendukung ketersediaan BBM secara efektif dan efesien diperlukan perencanaan supply chain, dimana pada pembuatan model supply chain BBM ada beberapa pihak yang dilibatkan didalamnya, yaitu:

a. Supplier : sebagai pihak yang menyediakan bahan baku.

b. Manufaktur : pihak yang bertindak untuk mengubah bahan baku

menjadi barang setenga jadi atau barang jadi.

c. Distribusi / retail : pihak yang menyalurkan produk kepengguna akhir.

d. User : pihak yang menjadi pengguna akhir suatu produk.

Dalam supply chain Pertamina UPMS I, pihak yang bertindak sebagai

supplier dan manufaktur adalah kilang pertamina Dumai. Dengan adanya

kebijakan pemerintah, menyebabkan kebutuhan penggunaan BBM meningkat sehingga menuntut dilakukannya penambahan supplier, mengingat bahwa pihak kilang pertamina Dumai belum sepenuhnya mampu menjadi

supplier tunggal. Dengan demikian dilakukan penambahan pihak yang bertindak

sebagai supplier yaitu kilang swasta. Pemindahan bahan bakar dari supplier ke distributor dilakukan dengan menggunakan kapal tanker dengan kapasitas 1.750.000 liter. Selain melakukan penambahan kapal tanker yang


(41)

memindahakan BBM, dilakukan pula penambahan stasiun pengisian bahan bakar ulang (SPBU) yang awalnya hanya berjumlah 6 SPBU di wilayah Labuhan Batu pada tahun 1995, setelah adanya kebijakan pemerintah berubah saat ini menjadi 31 SPBU. Hal ini dikarenakan permintaan BBM akan semakin meningkat. Dengan bertambahnya SPBU akan meberikan kemudahan bagi customer untuk melakukan pengisian ulang serta tidak menimbulakan antrian yang panjang di SPBU.

Proses distribusi BBM, dimulai dari BBM yang ditampung di tangki-tangki penimbunan instalasi/depot untuk kemudian disalurkan kepada konsumen secara langsung melalui SPBU. Pola penyaluran/pola distribusi BBM pada pertamina UPPDN I Medan dapat diterangkan sebagai berikut :

a. Avgas dan Avtur diserahkan langsung ke Aircraft di DPPU (Depot Pengisian Pesawat Udara) dan untuk para konsumen di DPPU penyerahan dengan drum yang diangkat sendiri oleh mereka.

b. Premium, Super TT dan sebagian penjualan Solar disalurkan melalui pompa-pompa bensin (SPBU) yang pengusahaannya dilakukan oleh pihak ketiga.

c. Minyak tanah disalurkan melalui agen-agen yang berbentuk PT, PMT (Penyaluran Minyak Tanah) yang selanjutnya menyerahkan kepada pangkalan-pangkalan minyak tanah atau langsung kepada konsumen. Pangkalan-pangkalan ini menjual secara eceran atau oleh penjual keliling ke rumah-rumah.

d. Minyak Diesel dan minyak bakar dilayani langsung oleh instalasi/depot Pertamina kepada para konsumen yang diangkut sendiri oleh mereka.


(42)

Untuk setiap jenis BBM, Pertamina menggunakan pola distribusi yang berbeda-beda. Pertamina pada umumnya melakukan penyaluran dan pengangkutan BBM sendiri, kecuali untuk BBM jenis minyak tanah.

Gambar 5. Pola Distribusi BBM Pertamina

Pada Gambar 5. diperlihatkan pola distribusi BBM mulai dari kilang kemudian disuplai keberbagai instalasi atau depot. Perusahaan pengangkutan dan kontraktor mengambil BBM di depot untuk kemudian disalurkan kepada SPBU atau pihak yang ditunjuk Pertamina. Dari kilang instalasi Dumai, selama 1 jam dilakukan proses pemuatan BBM, kemudian setelah proses administrasi diselesaikan, tangki menuju SPBU yang ditetapkan. Setelah sampai di SPBU dilakukan proses pembongkaran selama 1 jam.

Pendistribusian BBM dari kilang minyak ke berbagai depot dan instalasi selama ini dilakukan secara tidak beraturan melalui laut yang menggunakan alat angkut laut yaitu kapal tanker sesuai dengan ketersediaan stok BBM di setiap


(43)

depot dan instalasi. Masalah penentuan rute distribusi ini merupakan masalah awal penyebab keterlambatan BBM. Sering terjadi dalam pendistribusian BBM, kapal tanker yang digunakan berangkat menuju depot, instalasi atau terminatl transit dengan mengangkut BBM yang berjumlah lebih kecil dari kapasitas alat angkut. Hal ini mengakibatkan kapasitas alat angkut yang digunakan menjadi tidak optimal.

Permasalahan yang timbul dalam proses penjadwalan kapal adalah kurangnya perhatian terhadap manajemen waktu akibat kurang terstrukturnya jadwal menimbulkan banyaknya ketidakpastian dan adanya nilai biaya yang fluktuatif akibat perbedaan karakteristik dari masing-masing kapal yang memiliki nilai operasional yang berbeda pula.

Pertamina melayani kebutuhan bahan bakar minyak untuk seluruh nusantara. Dalam pendistribusiannya banyak kendala yang muncul dimana kadang suplai salah satu jenis atau beberapa bahan bakar minyak terlambat atau kurang. Tidak dipungkiri kendala jarak, dan penjadwalan distribusi masih kurang optimal. Selain itu permasalahan yang lain adalah kapal tanker dengan multi compartement

dan tiga jenis produk hingga memaksa sejumlah kapal tanker harus melakukan

multi trip jika demand lebih kecil bila dibandingkan dengan kapasitas kapal.

Nilai permintaan (demand) yang berbeda-beda menimbulkan permasalahan jika tingkat utilisasi tangki pengangkut rendah. Penjadwalan kapal sejauh ini hanya berdasarkan pada nilai permintaan saat ini saja dan intuisi dari perencana penjadwalan kapal.

Kapasitas dermaga dan kedalaman alur pelayaran akan menentukan tipe/jenis kapal yang akan digunakan. Untuk menunjang kelancaran suplai dan


(44)

distribusi DBM dalam negeri, Pertamina mengoperasikan lebih dari 130 unit dermaga dan pelabuhan khusus.

Persoalan yang timbul dalam distribusi BBM adalah terbatasnya kapasitas dan jumlah dermaga (lokasi tertentu) serta keterbatasan kedalaman alur pelayaran, khususnya untuk wilayah-wilayah yang disuplai melalui sungai. Persoalan lain adalah untuk dermaga-dermaga tertentu, sangat tergantung pada cuaca. sehingga untuk bulan-bulan tertentu tidak dapat disandari oleh tanker, dengan pertimbangan faktor keamanan (safety) dan keselamatan kapal beserta crew-nya.

Keterbatasan sarana dan fasilitas pelabuhan juga merupakan persoalan yang harus dihadapi seperti ketidak-adanya sarana pengisian air tawar untuk kapal dan tidak adanya sarana pembuangan limbah kapal (air kotor dari kamar mesin), sehingga berakibat banyak kapal yang dideviasi untuk mengisi air tawar dan membuang kotoran/sludge (khususnya kapal yang tank cleaning untuk persiapan docking).

Saat ini Pertamina mengoperasikan dermaga, pelsus, SBM, SPM dari ukuran yang terkecil (untuk tanker tipe Bulk Lighter ± 1.000 DWT) sampai ukuran terbesar (untuk tanker tipe VLCC. = ± 300.000 DWT). Untuk mengurangi kesibukan (berth occupancy) di dermaga/ pelsus tertentu, seringkali kapal dioperasikan sebagi Semi Floating Storage, dimana kapal difungsikan sebagai pelabuhan darurat. Kapal ukuran yang lebih besar mengisi BBM di dermaga (kilang), kemudian kapal keluar dan berhenti di lokasi tertentu untuk kemudian BBM tersebut dipindahkan ke kapal yang lebih kecil ukurannya atau dikenal dengan ship to ship transfer untuk selanjutnya didistribusikan ke depot-depot, seperti terjadi di Dumai.


(45)

Sumber : Pertamina UPMS-1, 2011

Gambar 6. Sumber Suplai BBM di Pertamina UPMS-1

Dari Gambar 6. terlihat, bahwa sumber suplai BBM di Pertamina UPMS-1 berasal dari Dumai Riau, Cilacap Jawa Tengah dan Tanjung Uban untuk BBM impor. Untuk wilayah Labuhan Batu sumber suplai BBM secara reguler dipasok dari Dumai, jika BBM belum ada di Dumai atau terjadi gangguan disuplai di Tanjung Uban, dan jika tidak juga dapat terpenuhi diusahakan diambil dari Kisaran. Pertamina telah merancang likasi dan sumber suplai BBM pada Pertamina UPMS I , sehingga setiap kebutuhan BBM diharapkan selalu dapat dipenuhi.

Jarak antar pelabuhan atau jarak antara sumber dengan depot merupakan salah satu variabel penting yang akan berpengaruh terhadap biaya suplai dan distribusi BBM dalam negeri, Jarak antar pelabuhan akah berpengaruh terhadap waktu yang diperlukan armada tanker untuk rnensuplai BBM di suatu depot tertentu, yang pada akhirnya akan menentukan kebutuhan armada tanker. Jarak


(46)

yang ditempuh tangki dari kilang Dumai hingga SPBU di Rantau Parapat mencapai 360 hingga 385 kilometer, dengan jarak tempuh rata-rata 6 hingga 9 jam jika kecepatan rata-rata 40 hingga 60 km/jam. Pada Tabel 6.1. diuraikan lokasi dan sumber suplai BBM Pertamina UPMS I.

Tabel 6.1. Lokasi dan Sumber Suplai BBM Pertamina UPMS I Lokasi Reguler Alternatif Emergency

1 IMG Import/Dumai Tj. Uban/P. Sambu Kisaran, Siantar, L. Seumawe, Balongan 2 P. Siantar IMG Kisaran/ Sibolga Kisaran/Sibolga 3 Kisaran IMG Dumai/ P.Siantar Dumai/P.Siantar 4 Sibolga Tl. Kabung Tj. Uban P. Siantar 5 G. Sitoli Tl. Kabung Tj. Uban Deviasi Tanker 6 Kr. Raya Tj. Uban Tl. Kabung/ Dumai L. Seumawe

7 L.Seumawe Tj. Uban Dumai IMG

8 Meulaboh Tl. Kabung Tj. Uban/Dumai Kr. Raya 9 Sabang Tj. Uban Dumai/ Tl. Kabung Deviasi Tanker 10 Simeulue Tl. Kabung Dumai/Tj. Uban Deviasi Tanker 11 Tl. Kabung Import/ Cilacap Dumai Sibolga/Sei Siak 12 Sei. Siak Dumai/Sei.

Pakning Tj. Uban/P. Sambu Tl. Kabung 13 Tembilahan Tj. Uban P.Sambu Dumai

14 Dumai Kilang Dumai Kisaran/ Sei. Siak Kisaran/Sei. Siak 15 T. Uban Dumai/

Balongan Import Deviasi Tanker 16 P. Sambu Dumai/

Balongan Import Deviasi Tanker 17 Kabil Tj. Uban Dumai/Sei Pakning/P.

Sambu/Plaju Deviasi Tanker 18 Kijang Tj. Uban Dumai/Sei Pakning/P.

Sambu/Plaju Deviasi Tanker 19 Natuna Tj. Uban Dumai/P. Sambu/Plaju Deviasi Tanker

Sumber : Pertamina UPMS-1, 2011

6.2. Sistem Transportasi BBM

Transportasi yang tidak terkoordinasi akan mempengaruhi tingkat persediaan di tempat penimbunan, dan penimbunan dengan kapasitas muat yang


(47)

terbatas mempengaruhi proses penyaluran. Karena jumlah bahan bakar minyak premium dan solar yang harus diangkut harus diimbangi dengan bahan bakar minyak premium dan solar yang keluar dari tempat penimbunan untuk disalurkan kepada konsumen.

Transportasi sering dipengaruhi oleh keadaan alam terutama jika suplai yang dikirim melalui lautan, dimana alat-alat transportasi memerlukan pemeliharaan rutin untuk dapat mempertahankan kualitas distribusi. Peranan transportir (perusahaan pengangkutan) sangat berpengaruh pada pendsitribusian BBM dari depot sampai kepada SPBU.

Depot sebagai titik sentral pembenahan tahap awal ini akhirnya menjadi garapan bersama lintas fungsi di Pertamina. Depot adalah salah satu sarana dan fasilitas Pertamina di sisi pemasaran dan niaga Pertamina. Di depot itu ada penerimaan, penimbunan, dan penyaluran. Dan di penimbunan terdapat peralatan seperti turbin, pompa, meter arus. Di penyaluran ada tangki, dan pada penyalurannya digunakan pipa atau mobil tangki. Salah satu hal yang penting ditangani dalam pendistribusi BBM adalah masalah transportation loss. Alasannya, pemasaran tidak sebagai pembuat produk tetapi hanya mendistribusikan. Oleh karenanya, gain yang bisa diperoleh fungsi pemasaran dan niaga adalah bagaimana mengelola losses. Di pemasaran, produk yang dipasarkan bisa hilang (losses) , menguap, maka itu yang harus ditekan. Belum lagi menyangkut citra. Jadi, hal-hal itulah yang harus dibenahi Pertamina.

Keandalan sarana dan fasilitas adalah sisi yang paling sering dipermasalahkan. Keandalan sarana dan fasilitas, merupakan key factor


(48)

bisnis. Keandalan sarana dan fasilitas itu bagian terpenting dari strategi bisnis. Keandalan itu penting, karena kesiapan transportir seperti apa terletak di situ. Jasa perusahaan pengangkutan BBM diperlukan untuk menghemat biaya dan waktu penyaluran BBM itu sendiri. Dengan semakin meningkatnya permintaan BBM dan semakin luasnya daerah pemasaran, ditambah lagi dengan kemajuan industri, Pertamina tidak mampu lagi memasarkan BBM sendiri.

Jenis armada tangki yang digunakan hanya bisa mengangkut satu jenis BBM. Jika SPBU melakukan pemesanan 2 (dua) jenis BBM maka, harus menggunakan 2 (dua) tangki. Jika ada 10 (sepuluh) SPBU yang melakukan pemesanan BBM Bensi dan Solar dalam waktu yang sama, maka diperlukan 20 tangki menuju SPBU. Kondisi ini tentunya membuat ketersediaan tangki menjadi sedikit. Perlu dilakukan kajian agar tangki pengangkut BBM dapat mengangkut minimal 2 (dua) jenis BBM dengan cara membagi kompartemen dalam tangki.

6.3. PT Sekawan Jaya Wisesa sebagai Transportir

Dalam model sistem transportasi harus dalam kondisi seimbang (balance), dalam arti bahwa jumlah suplai sama dengan jumlah permintaan. Dalam hal ini semua permintaan depot harus dapat dipenuhi. Suplai berasal dari kilang dalam negeri yang tersebar di seluruh wilayah Indonesia. Oleh karena adanya ketidak-seimbangan antara suplai dan kebutuhan, diperlukgn impor BBM dari pasaran International yang ditampung dalam Floating Storage (FS) di Tanjung Uban. Besarnya impor BBM adalah sebesar selisih antara suplai BBM domestik (produksi kilang Dalam Negeri) dengan total kebutuhan dari depot.


(49)

Pengangkutan BBM telah diatur secara khusus karena sangat mudah terbakar. Mobil tangki mempunyai fleksibilitas yang tinggi, namun jumlah BBM yang diangkut relatif rendah dengan biaya bperasi yang tinggi. Sarana ini sesuai untuk mengangkut BBM dalam jumlah terbatas dengan jarak yang relatif pendek. Sampai saat ini mobil tangki merupakan sarana angkut utama ke konsumen akhir seperti SPBU, pangkalan minyak dan industri.

Dari berbagai sarana distribusi BBM, armada tanker dan tongkang (transportasi laut) masih memegang peranan penting dalam suplai-distribusi BBM dalam negeri. Berdasarkan data yang ada, transportasi laut masih memegang 70% dari total BBM yang didistribusikan di dalam negeri. Hal ini, tentu sangatlah wajar, dengan melihat kondisi wilayah Indonesia, yang terdiri dari pulau-pulau yang tersebar di seluruh Nusantara. Dengan berkembangnya kebutuhan BBM di dalam negeri yang .mencapai rata-rata 5% per tahun, dan sejalan berkembangnya industri, maka transportasi laut tetap akan sangat dominan dan mempunyai tungsi yang sangat strategis dalam distribusi BBM dalam negeri.

Sejak tahun 1980 PT. Sekawan Jaya Wisesa telah dipercaya menjadi transportir BBM ke berbagai wilayah salah satunya wilayah distribusi Labuhan Batu. Dalam pengangkutan BBM, setiap tangki hanya dapat mengangkut satu jenis BBM saja. Misalnya hanya mengangkut Solar, atau hanya mengangkut Premium. Meningkatnya biaya angkut karena biaya pemeliharaan tangki, biaya tidak langsung dan biaya gaji supir, membuat perusahaan harus melakukan langkah-langkah untuk tetap dapat menjaga marjin keuntungan agar tetap menguntungkan perusahaan. Untuk wilayah Labuhan Batu PT. Sekawan Jaya Wisesa menangani pengangkutan untuk 6 (enam) SPBU, dalam pengangkutannya


(50)

kehandalan armada dan kualitas supir dan pendamping supir harus dijaga. Pada praktek dilapangan sering terjadi, supir kurang disiplin karena berhenti atau istirahat ditempat yang diluar ketentuan. Bahkan terkadang supir yang telah ditetapkan, melakukan pergantian dengan supir lain tanpa melaporkan kepada PT. Sekawan Jaya Wisesa.

6.4. Sistem Pengawasan Distributi BBM

Berdasarkan kajian Badan Pengatur Hilir (BPH) Migas, tidak tepatnya sasaran subsidi BBM menjadi akar masalahnya, belum optimalnya fungsi pengawasan dalam proses pendistribusian baik BBM bersubsidi maupun yang non subsidi. Lemahnya proses pengawasan itu karena selama ini tidak terjalin koordinasi lintas sektoral antara pemerintah pusat dan daerah. Akibatnya dapat menimbulkan isu kelangkaan BBM dan penyalahgunaan BBM bersubsidi. Dan kondisi itu, pada gilirannya juga menciptakan masalah- masalah baru di sektor BBM yang menghambat pertumbuhan ekonomi lintas sektoral.

Konsumen BBM di Indonesia terbesar sekitar 62% berada di pulau Jawa, 20% di Sumatera dan sisanya berada kepulauan lainnya seperti Kalimantan, Maluku Sulwesi dan sebagainya. Terkait dengan soal gas, dengan kondisi semacam itu tentu akan menyulitkan. Sebab sumber gasnya ada di Donggi, Natuna dan Papua, sementara konsumen terbesarnya ada di Jawa dan Sumatera. Untuk memenuhi caranya hanya dua, melalui pipa atau LNG. Nah belum terbangunnya infrastruktur inilah masalah pendistribusian gas menjadi terkendala. Sebenarnya, kalau infrastrukturnya sudah terbangun kebutuhan energi di Indonesia bisa teratasi.


(51)

Kendala lain adalah soal wilayah Indonesia yang tersebar. Betapa sulitnya mendistribusikan BBM ke daerah terpencil, seperti Wamena misalnya.Padahal BPH Migas harus menjamin BBM sampai ke sana. “Mereka punya hak yang sama. Ini kan tidak sederhana. Sementara kita punya keterbatasan personil dan sarana. Tidak boleh ada pembedaan antar daerah.

6.5. Faktor-Faktor Penyebab Keterlambatan Distribusi BBM

Dari hasil pembahasan sub bab sebelumnya dapat disimpulkan bahwa terdapat 3 (tiga) pihak yang berpengaruh terhadap kelancaran distribusi BBM di wilayah Labuhan Batu, yakni Pertamina, Perusahaan Pengangkutan dan Pemilik SPBU. Ketiga pihak ini berperan sangat penting, sehingga keterlambatan distribusi BBM terjadi karena koorinasi dan sinergi yang tidak maksimal diantara ketiga pihak tersebut. Selain ketiga pihak tersebut terdapat faktor eksternal dalam hal ini lingkungan yang tidak dapat dikendalikan oleh ketiga pihak tersebut.

Beberapa faktor yang menyebabkan keterlambatan distribusi BBM dilluar faktor lingkungan antara lain :

I. Pihak Pemilik SPBU

Peningkatan Permintaan SPBU.

Keterlambatan distribusi BBM salah satunya, karena meningkatnya permintaan SPBU terhadap BBM. Sering terjadinya kelangkaan karena BBM di SPBU habis, padahal BBM yang dipasok Pertamina sudah dalam jumlah yang mencukupi sesuai perkiraan kebutuhan. Pertamina sulit untuk menolak permintaan SPBU untuk meminta tambahan pasokan BBM, pemberitaan melalui media baik koran maupun televisi, memberi tekanan


(52)

yang membuat Pertamina harus segera memenuhi permintaan SPBU tersebut. Dalam praktek dilapangan, banyak SPBU menyalurkan BBM kepada pihak industri atau perusahaan dan melakukan penimbunan untuk kepentingan pemilik SPBU. Badan Pengatur Hilir (BPH) Migas mengidentifikasi beberapa kecurangan yang akan terjadi terkait pengaturan bahan bakar minyak (BBM) bersubsidi BPH Migas mengidentifikasi potensi penyalahgunaan BBM bersubsidi dalam tiga kelompok, yaitu : 1. Pengangkutan dari depot ke SPBU.

Salah satu modus operandi antara lain menjual sebagian atau seluruh BBM bersubsidi di jalan untuk keperluan dicampur dengan BBM non subsidi guna dijual eceran, dijual ke industri, dan diselundupkan keluar wilayah NKRI. Upaya penanggulangan yang telah disiapkan BPH Migas antara lain menggunakan segel pada alat transportasi, serta pengukuran volume sebelum dan sesudah penyerahan harus sama hingga batas yang ditoleransi. Selain itu, menerbitkan delivery

order yang jelas, melakukan operasi penertiban dan menggunakan alat

angkut yang dilengkapi sistem kontrol GPS dan alat ex quick

coupling interlock system. Pada Delivery order tertulis jelas tujuannya,

asal BBM dari mana, volume dan spesifikasi BBM-nya. 2. Di dalam SPBU.

Untuk modus operandi di dalam SPBU, salah satunya yang diidentifikasi BPH Migas adalah mengurangi takaran dengan cara mengatur meteran dispenser dengan alat khusus, dan mencampur BBM bersubsidi dengan BBM non subsidi.


(53)

Penanggulangannya adalah dengan memonitor sistem administrasi SPBU dan pemeriksaan mutu secara berkala oleh Ditjen Migas dan BPH Migas. Sedangkan untuk pengawasan pembelian BBM bersubsidi oleh mobil pelat kuning atau motor melebihi kapasitas tangki standar ataupun penyelundupan penjualan SPBU subsidi di luar peruntukan seperti pembelian dalam jerigen ataupun dijual ke industri, BPH Migas dan Pertamina akan melakukan operasi khusus. Tenaga pengawas dari Pertamina insidentil akan terjun untuk mengawasi SPBU. Jika ada SPBU yang melakuakn tindakan ilegal, maka akan terkena sanksi, seperti margin keuntungan yang diturunkan hingga tingkatan SPBU diturunkan.

3. Di luar SPBU.

Untuk pengawasan di luar SPBU, BPH Migas telah mengidentifikasi beberapa modus operandi seperti pengoplosan, maraknya pedagang eceran, perembesan BBM subsidi dari wilayah yang belum terkena pembatasan dan pencurian BBM bersubsidi dari pipa distribusi. Untuk itu, BPH Migas akan melakukan sosialisasi hingga melakukan operasi khusus. (http://fokus.vivanews.com/news/read/195307-jurus-atasi-kecurangan-pembatasan-bbm)

II. Pihak PT. Sekawan Jaya Wisesa

a. Armada Tangki yang Terbatas

Armada tangki yang masih terbatas menjadi kendala, ketika terjadi permintaan diluar perkiraan. Sehingga perlu dipikirkan untuk menjalin


(54)

kerjasama dengan pihak ketiga antara transportir dengan pengusaha transportasi lain agar bekerjasama jika terjadi kondisi-kondisi tidak diduga.

b. Supir yang Kurang Disiplin

PT. Sekawan Jaya Wisesa menangani pengangkutan untuk 6 (enam) SPBU diwilayah Labuhan Batu, dalam pengangkutannya kehandalan armada dan kualitas supir dan pendamping supir harus dijaga. Pada praktek dilapangan sering terjadi, supir kurang disiplin karena berhenti atau istirahat ditempat yang diluar ketentuan. Bahkan terkadang supir yang telah ditetapkan, melakukan pergantian dengan supir lain tanpa melaporkan kepada PT. Sekawan Jaya Wisesa. Praktek kecurangan yang dilakukan oknum pemilik SPBU juga melibatkan supir tangki. Supir tangki yang mengetahui kecurangan oknum SPBU membiarkan atau terkesan bekerjasama, dalam standar prosedur pengangkutan sudah diuraikan bahwa jika terjadi kecurangan yang dilakukan oknum pemilik SPBU, supir wajib memberikan informasi kepada Pertamina.

III. Pihak Pertamina

a. Kurangnya Pengawasan terhadap SPBU

Berbagai tindakan ilegal yang dilakukan pemilik SPBU sering terjadi karena kurangnya pengawasan dari Pertamina. Permintaan SPBU yang diluar perkiraan serta penjualan BBM kepada industri merupakan praktek yang sering dilakukan. Koordinasi antara Pertamina dengan pemerintah daerah atau lembaga swasta diperlukan untuk mengawasi distribusi BBM, terutama BBM subsidi yang sering dijual kepada


(55)

pihak lain karena terdapat perbedaan atau disparitas yang tinggi harga antara harga untuk konsumen dengan harga BBM untuk industri. b. Keterlambatan Kedatangan BBM dari Kilang ke Depot

Pendistribusian BBM dari kilang minyak ke berbagai depot dan instalasi selama ini dilakukan secara tidak beraturan melalui laut yang menggunakan alat angkut laut yaitu kapal tanker sesuai dengan ketersediaan stok BBM di setiap depot dan instalasi. Masalah penentuan rute distribusi ini merupakan masalah awal penyebab keterlambatan BBM. Sering terjadi dalam pendistribusian BBM, kapal tanker yang digunakan berangkat menuju depot, instalasi atau terminatl transit dengan mengangkut BBM yang berjumlah lebih kecil dari kapasitas alat angkut. Hal ini mengakibatkan kapasitas alat angkut yang digunakan menjadi tidak optimal.

Dari hasil evaluasi faktor-faktor penyebab yang telah diuraikan pada sub bab sebelumnya, maka digambarakan diagram sebab akibat sebagai berikut :

Permintaan SPBU yang Meningkat di Luar Perkiraan Kondisi Cuaca yang

Sulit Diperkirakan Infrastruktur Jalan yang Buruk Kurangnya Informasi Perbaikan Infrastruktur

Lingkungan Metode

Keterlambatan Distribusi BBM di

Wilayah Labuhan Batu

Peralatan

Kedatangan BBM dari Kilang ke Depot Terlambat Kurangnya Pengawasan terhadap SPBU Keterbatasan Jumlah Armada Tangki Supir yang Tidak Disiplin Manusia


(56)

Dari diagram sebab akibat atau fishbone analysis, maka dapat disimpulkan Dari Gambar 7. dapat disimpulkan, faktor-faktor yang menyebabkan keterlambatan distribusi BBM di Wilayah Labuhan Batu adalah :

1 Pihak Pertamina.

Kurangnya pengawasan terhadap SPBU oleh Pertamina. Keterlambatan datangnya BBM dari kilang ke Depot Dumai. 2 Pihak PT. Sekawan Jaya Wisesa

Keterbatasn jumlah armada tangki transportir. Supir tangki yang kurang disiplin

3 Pemilik SPBU

Peningkatan permintaan SPBU diluar perkiraan karena oknum pemilik SPBU tertentu melakukan pemesanan ketika tangki timbun SPBU masih penuh atau banyak, sehingga jadwal pengiriman BBM yang seharusnya untuk SPBU lain menjadi tertunda, karena armada tangki telah mengisi di SPBU yang melakukan pemesanan.

4 Lingkungan (Eksernal)

Kondisi infrastruktur jalan yang kurang memadai, seperti kerusakan jalan yang mengakibatkan kemacetan lalu lintas.

Informasi terhadap perbaikan infrastruktur, sehingga sering terjadi rute yang harus dilalui tidak dapat dilalui atau terlalu lama untuk melewati rute tersebut.


(57)

6.6. Usulan Tindakan Perbaikan Distribusi

Perbaikan pola distribusi itu merupakan saran agar disparitas harga BBM tidak terlalu tinggi. Dikhawatirkan jika disparitas harga BBM terlalu tinggi antara yang bersubsidi dan tidak bersubsidi penyalahgunaan akan semakin besar, katanya. "Selama ini penyebab penyalahgunaan BBM bersubsidi kan karena disparitas harganya terlalu tinggi," ujar dia. Tubagus mengatakan, pihaknya tetap akan melakukan pengawasan pada konsumsi minyak tanah, solar, maupun premium. Dia menegaskan kecenderungan penggunaan premium saat ini meningkat, sesuai dengan angka yang disodorkan oleh Gaikindo, yakni peningkatan penggunaan kendaraan bermotor, terutama sepeda motor. "Ini suatu keniscayaan. Kendaraan terbanyak adalah sepeda motor yang memang berhak menggunakan BBM bersubsidi. Perbaikan pola distribusi BBM bersubsidi yang perlu dilakukan, misalnya dengan membatasi hak penggunaan BBM bersubsidi tersebut hanya bagi angkutan umum saja. Terkait dengan permintaan pemerintah untuk mempercepat pelaksanaan konversi minyak tanah ke gas elpiji, Tubagus mengatakan, pihaknya tentu akan bekerja dua kali lipat untuk mengawasinya. Karena itu, dia mengatakan, akan mengefektifkan tim koordinasi pengawasan terhadap penyalahgunaan BBM, yang memang sudah ada sebelumnya.

Menurut dia, tim yang sudah terbentuk itu selama ini telah bekerja dan melakukan penindakan secara hukum. Untuk pengawasan program konversi minyak tanah ini pengawasannya akan lebih ditingkatkan. Dia juga mengatakan, selama ini angka yang dimiliki BPH Migas terhadap jumlah BBM bersubsidi yang didistribusikan berpegang pada angka penjualan Pertamina. Karena itu, BPH Migas akan mulai melakukan pendataan secara detil, sehingga dapat diketahui


(58)

pula jumlah yang tidak perlu didistribusikan.

Tabel 6.2. Usulan Tindakan Perbaikan

Faktor Penyebab Standar Normal Usulan Tindakan Perbaikan Metode 1. Kurangnya

Pengawasan Terhadap SPBU 2. Kedatangan BBM

dari Kilang ke Depot Terlambat

1. Pengawasan

Terhadap SPBU secara berkala 2. Kedatangan BBM

dari kilang ke depot dapat diprediksi

1. Pertamina bekerjasam dengan pemerintah daerah melakukan pengawasan SPBU. 2. Menyediakan safety

stock bila terjadi keterlambatan

kedatangan BBM Manusia 3. Permintaan SPBU

yang Meningkat di Luar Perkiraan 4. Supir yang Tidak

Disiplin

3. Permintaan SPBU dapat diprediksi 4. Supir mematuhi

standar pengiriman BBM

3. Melakukan tindakan yang tegas kepada SPBU yang melakukan pemesanan untuk kepentingan ilegal. 4. Melakukan pembinaan

terhadap supir Peralatan 5. Kurangnya Armada 5. Jumlah Armada

telah disesuaikan dengan kebutuhan

5. Bekerjasama dengan pihak ketiga untuk menyediakan armada cadangan saat terjadi peningkatan permintaan BBM

Lingkungan 6. Infrastruktur Jalan yang Buruk

7. Kurangnya Informasi Perbaikan Jalan 8. Kondisi Cuaca

yang Sulit Diperkirakan

6. Kualitas jalan yang baik

7. Informasi

perbaikan jalan diberitahukan. 8. Standar Peralatan

dan Perlengkapan untuk menghadapi cuaca buruk

6. Mengusulkan kepada pemerintah melalui Kementrian BUMN untuk meningkatkan kualitas jalan.

7. Membangun koordinasi dengan pemerintah daerah setempat agar memberikan informasi jika terdapat perbaikan jalan.

8. Sebelum melakukan perjalanan, transportir melakukan cek kondisi peralatan dan perlengkapan


(59)

BAB VII

KESIMPULAN DAN SARAN

7.1. Kesimpulan

Dari hasil analisis dan pembahasan pada bab sebelumnya, disimpulkan sebagai berikut :

a. Pihak-pihak yang terkait dalam distribusi BBM di wilayah Labuhan Batu terdiri dari Pertamina, Transportir dan Pemilik SPBU. Distribusi BBM ke wilayah Labuhan Batu melalui distribusi tingkat 1, dengan menggunakan transportir atau jasa pengangkutan ke SPBU.

b. Faktor-faktor penyebab keterlambatan distribusi BBM terdiri dari : 1. Kurangnya pengawasan terhadap SPBU oleh Pertamina.

2. Pendistribusian BBM dari kilang minyak ke berbagai depot dan instalasi selama ini dilakukan secara tidak beraturan melalui laut karena sistem perencanaan rute yang kurang baik.

3. Peningkatan permintaan SPBU diluar perkiraan karena oknum pemilik SPBU tertentu melakukan pemesanan ketika tangki timbun SPBU masih penuh atau banyak, sehingga jadwal pengiriman BBM yang seharusnya untuk SPBU lain menjadi tertunda, karena armada tangki telah mengisi di SPBU yang melakukan pemesanan.

4. Keterbatasan jumlah armada tangki transportir. 5 Supir tangki yang kurang disiplin.

6 Kondisi infrastruktur jalan yang kurang memadai, seperti kerusakan jalan yang mengakibatkan kemacetan lalu lintas.


(1)

6.6. Usulan Tindakan Perbaikan Distribusi

Perbaikan pola distribusi itu merupakan saran agar disparitas harga BBM tidak terlalu tinggi. Dikhawatirkan jika disparitas harga BBM terlalu tinggi antara yang bersubsidi dan tidak bersubsidi penyalahgunaan akan semakin besar, katanya. "Selama ini penyebab penyalahgunaan BBM bersubsidi kan karena disparitas harganya terlalu tinggi," ujar dia. Tubagus mengatakan, pihaknya tetap akan melakukan pengawasan pada konsumsi minyak tanah, solar, maupun premium. Dia menegaskan kecenderungan penggunaan premium saat ini meningkat, sesuai dengan angka yang disodorkan oleh Gaikindo, yakni peningkatan penggunaan kendaraan bermotor, terutama sepeda motor. "Ini suatu keniscayaan. Kendaraan terbanyak adalah sepeda motor yang memang berhak menggunakan BBM bersubsidi. Perbaikan pola distribusi BBM bersubsidi yang perlu dilakukan, misalnya dengan membatasi hak penggunaan BBM bersubsidi tersebut hanya bagi angkutan umum saja. Terkait dengan permintaan pemerintah untuk mempercepat pelaksanaan konversi minyak tanah ke gas elpiji, Tubagus mengatakan, pihaknya tentu akan bekerja dua kali lipat untuk mengawasinya. Karena itu, dia mengatakan, akan mengefektifkan tim koordinasi pengawasan terhadap penyalahgunaan BBM, yang memang sudah ada sebelumnya.

Menurut dia, tim yang sudah terbentuk itu selama ini telah bekerja dan melakukan penindakan secara hukum. Untuk pengawasan program konversi minyak tanah ini pengawasannya akan lebih ditingkatkan. Dia juga mengatakan, selama ini angka yang dimiliki BPH Migas terhadap jumlah BBM bersubsidi yang didistribusikan berpegang pada angka penjualan Pertamina. Karena itu, BPH Migas akan mulai melakukan pendataan secara detil, sehingga dapat diketahui


(2)

pula jumlah yang tidak perlu didistribusikan.

Tabel 6.2. Usulan Tindakan Perbaikan

Faktor Penyebab Standar Normal Usulan Tindakan Perbaikan Metode 1. Kurangnya

Pengawasan Terhadap SPBU 2. Kedatangan BBM

dari Kilang ke Depot Terlambat

1. Pengawasan

Terhadap SPBU secara berkala 2. Kedatangan BBM

dari kilang ke depot dapat diprediksi

1. Pertamina bekerjasam dengan pemerintah daerah melakukan pengawasan SPBU. 2. Menyediakan safety

stock bila terjadi keterlambatan

kedatangan BBM Manusia 3. Permintaan SPBU

yang Meningkat di Luar Perkiraan 4. Supir yang Tidak

Disiplin

3. Permintaan SPBU dapat diprediksi 4. Supir mematuhi

standar pengiriman BBM

3. Melakukan tindakan yang tegas kepada SPBU yang melakukan pemesanan untuk kepentingan ilegal. 4. Melakukan pembinaan

terhadap supir Peralatan 5. Kurangnya Armada 5. Jumlah Armada

telah disesuaikan dengan kebutuhan

5. Bekerjasama dengan pihak ketiga untuk menyediakan armada cadangan saat terjadi peningkatan permintaan BBM

Lingkungan 6. Infrastruktur Jalan yang Buruk

7. Kurangnya Informasi Perbaikan Jalan 8. Kondisi Cuaca

yang Sulit Diperkirakan

6. Kualitas jalan yang baik

7. Informasi

perbaikan jalan diberitahukan. 8. Standar Peralatan

dan Perlengkapan untuk menghadapi cuaca buruk

6. Mengusulkan kepada pemerintah melalui Kementrian BUMN untuk meningkatkan kualitas jalan.

7. Membangun koordinasi dengan pemerintah daerah setempat agar memberikan informasi jika terdapat perbaikan jalan.

8. Sebelum melakukan perjalanan, transportir melakukan cek kondisi peralatan dan perlengkapan


(3)

BAB VII

KESIMPULAN DAN SARAN

7.1. Kesimpulan

Dari hasil analisis dan pembahasan pada bab sebelumnya, disimpulkan sebagai berikut :

a. Pihak-pihak yang terkait dalam distribusi BBM di wilayah Labuhan Batu terdiri dari Pertamina, Transportir dan Pemilik SPBU. Distribusi BBM ke wilayah Labuhan Batu melalui distribusi tingkat 1, dengan menggunakan transportir atau jasa pengangkutan ke SPBU.

b. Faktor-faktor penyebab keterlambatan distribusi BBM terdiri dari : 1. Kurangnya pengawasan terhadap SPBU oleh Pertamina.

2. Pendistribusian BBM dari kilang minyak ke berbagai depot dan instalasi selama ini dilakukan secara tidak beraturan melalui laut karena sistem perencanaan rute yang kurang baik.

3. Peningkatan permintaan SPBU diluar perkiraan karena oknum pemilik SPBU tertentu melakukan pemesanan ketika tangki timbun SPBU masih penuh atau banyak, sehingga jadwal pengiriman BBM yang seharusnya untuk SPBU lain menjadi tertunda, karena armada tangki telah mengisi di SPBU yang melakukan pemesanan.

4. Keterbatasan jumlah armada tangki transportir. 5 Supir tangki yang kurang disiplin.

6 Kondisi infrastruktur jalan yang kurang memadai, seperti kerusakan jalan yang mengakibatkan kemacetan lalu lintas.


(4)

7 Kurangnya Informasi Perbaikan Jalan 8 Kondisi cuaca yang sulit diperkirakan.

b. 7.2. Saran

Dari kesimpulan, disarankan sebagai berikut :

a. Pertamina, Distributor dan Pemilik SPBU harus melakukan koordinasi atau sinergi agar keterlambatan BBM tidak terjadi lagi.

b. Untuk mengatasi keterlambatan distribusi BBM, maka dilakukan langkah-langkah :

1. Pertamina melakukan pengawasan secara serius terhadap SPBU yang melakukan pelanggaran, mulai dari depot pengisian, pengangkutan hingga pengisian di tangki SPBU dengan melakukan kerjasama mulai dari Angkatan Laut dan pihak pemerintah daerah.

2. Penerapan rute pendistribusian di jalur laut yang direncanakan dengan lebih baik dibandingkan dengan rute pendistribusian yang dilaksanakan selama ini.

3. Penambahan jumlah armada atau menyiapkan armada tangki cadangan didaerah yang sulit dijangkau.

4. Transportir lebih ketat mengawasi kinerja Supir Tangki.

5. Pertaminan melakukan pembinaan terhadap oknum pemilik SPBU tertentu yang melakukan pemesanan ketika tangki timbun SPBU masih penuh atau banyak, sehingga jadwal pengiriman BBM yang seharusnya untuk SPBU lain menjadi tertunda, karena armada tangki telah mengisi di SPBU yang melakukan pemesanan.


(5)

6. Memberikan sanksi hukum kepada SPBU yang melakukan penimbunan BBM dan penjualan BBM kepada industri secara ilegal 7. Mengusulkan kepada pemerintah melalui Kementrian BUMN untuk

meningkatkan kualitas jalan

8. Membangun koordinasi dengan pemerintah daerah setempat agar memberikan informasi jika terdapat perbaikan jalan.

9. Sebelum melakukan perjalanan, transportir melakukan cek kondisi peralatan dan perlengkapan menghadapi cuaca buruk.

c. Pertamina UPMS I harus dapat menetapkan safety stock yang tepat dan ekonomis, sehingga keterlambatan distribusi dapat dihindari.

d. Untuk melancarkan arus distribusi BBM ke SPBU, Pertamina menentukan standar mobil tangki multi produk yang dapat mengangkut minimal 2 produk BBM sekaligus. Mobil tangki multi produk ini terdiri dari dua kompartemen, tiap kompartemennya dapat mengangkut satu jenis produk BBM misalnya, Premium dengan Solar.


(6)

DAFTAR PUSTAKA

Assauri, Sofjan, 1998, Manajemen Pemasaran Dasar Konsep dan Strategi, Penerbit CV. Rajawali, Jakarta

Gaspersz, V., 2001, Metode Analisis untuk Peningkatan Kualitas, Gramedia Pustaka Utama, Jakarta

Indrajit, Eko Richardus, & Pranoto, Joko, 2002. Konsep Manajemen Supply Chain, PT. Gramedia Widiasarana Indonesia, Jakarta

Indriantoro, Nur dan Bambang Supomo, 2002, Metodologi Penelitian Bisnis, BPFE UGM, Yogayakarta

Ingle, S., 1989, Pedoman Pelaksanaan Gugus Kendali Mutu Meningkatkan Produktivitas Melalui Sumber Daya Manusia, Pustaka Sinar Harapan, Jakarta

Kotler, Philip, 2000, Manajemen Pemasaran: Analisis, Perencanaan, Implementasi dan Pengendalian, Alih bahasa. Dimos Sihombing, Penerbit Erlangga, Jakarta

Marzuki, 2002, Metodologi Riset, Penerbit BPFE UII, Yogayakarta

Pujawan, I Nyoman, 2005. Supply Chain Management. PT. Guna Widya, Surabaya

Rangkuty, Freddy, 2004. Flexibel Marketing. PT. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta

Sinaga, Tuti Sarma, 2008, Perencanaan Distribusi BBM dengan Travelling Salesman Problem (TSP), Jurnal Teknologi Proses, Edisi Januari 2008, Fakultas Teknik Universitas Sumatera Utara.

Sugiyono, 2001, Metode Penelitian Bisnis, Edisi Kedua, Penerbit Alfabeta, Bandung

Sutrisno, Edy, 2010, Metode Penelitian Manajemen Sumber Daya Manusia, Kencana. Prenada Media Group, Jakarta

Swastha, Basu, 2000, Azas-Azas Marketing, Edisi Kedua, Penerbit Liberty, Yogyakarta