40 kehandalan armada dan kualitas supir dan pendamping supir harus dijaga. Pada
praktek dilapangan sering terjadi, supir kurang disiplin karena berhenti atau istirahat ditempat yang diluar ketentuan. Bahkan terkadang supir yang telah
ditetapkan, melakukan pergantian dengan supir lain tanpa melaporkan kepada PT. Sekawan Jaya Wisesa.
6.4. Sistem Pengawasan Distributi BBM
Berdasarkan kajian Badan Pengatur Hilir BPH Migas, tidak tepatnya sasaran subsidi BBM menjadi akar masalahnya, belum optimalnya fungsi
pengawasan dalam proses pendistribusian baik BBM bersubsidi maupun yang non subsidi. Lemahnya proses pengawasan itu karena selama ini tidak terjalin
koordinasi lintas sektoral antara pemerintah pusat dan daerah. Akibatnya dapat menimbulkan isu kelangkaan BBM dan penyalahgunaan BBM bersubsidi. Dan
kondisi itu, pada gilirannya juga menciptakan masalah- masalah baru di sektor BBM yang menghambat pertumbuhan ekonomi lintas sektoral.
Konsumen BBM di Indonesia terbesar sekitar 62 berada di pulau Jawa, 20 di Sumatera dan sisanya berada kepulauan lainnya seperti Kalimantan,
Maluku Sulwesi dan sebagainya. Terkait dengan soal gas, dengan kondisi semacam itu tentu akan menyulitkan. Sebab sumber gasnya ada di Donggi,
Natuna dan Papua, sementara konsumen terbesarnya ada di Jawa dan Sumatera. Untuk memenuhi caranya hanya dua, melalui pipa atau LNG. Nah belum
terbangunnya infrastruktur inilah masalah pendistribusian gas menjadi terkendala. Sebenarnya, kalau infrastrukturnya sudah terbangun kebutuhan energi di
Indonesia bisa teratasi.
Universitas Sumatera Utara
41 Kendala lain adalah soal wilayah Indonesia yang tersebar. Betapa sulitnya
mendistribusikan BBM ke daerah terpencil, seperti Wamena misalnya.Padahal BPH Migas harus menjamin
BBM sampai ke sana. “Mereka punya hak yang sama. Ini kan tidak sederhana. Sementara kita punya keterbatasan personil dan
sarana. Tidak boleh ada pembedaan antar daerah.
6.5. Faktor-Faktor Penyebab Keterlambatan Distribusi BBM
Dari hasil pembahasan sub bab sebelumnya dapat disimpulkan bahwa terdapat 3 tiga pihak yang berpengaruh terhadap kelancaran distribusi BBM di
wilayah Labuhan Batu, yakni Pertamina, Perusahaan Pengangkutan dan Pemilik SPBU. Ketiga pihak ini berperan sangat penting, sehingga keterlambatan
distribusi BBM terjadi karena koorinasi dan sinergi yang tidak maksimal diantara ketiga pihak tersebut. Selain ketiga pihak tersebut terdapat faktor eksternal dalam
hal ini lingkungan yang tidak dapat dikendalikan oleh ketiga pihak tersebut. Beberapa faktor yang menyebabkan keterlambatan distribusi BBM dilluar
faktor lingkungan antara lain :
I. Pihak Pemilik SPBU Peningkatan Permintaan SPBU.
Keterlambatan distribusi BBM salah satunya, karena meningkatnya permintaan SPBU terhadap BBM. Sering terjadinya kelangkaan karena
BBM di SPBU habis, padahal BBM yang dipasok Pertamina sudah dalam jumlah yang mencukupi sesuai perkiraan kebutuhan. Pertamina sulit untuk
menolak permintaan SPBU untuk meminta tambahan pasokan BBM, pemberitaan melalui media baik koran maupun televisi, memberi tekanan
Universitas Sumatera Utara
42 yang membuat Pertamina harus segera memenuhi permintaan SPBU
tersebut. Dalam praktek dilapangan, banyak SPBU menyalurkan BBM kepada pihak industri atau perusahaan dan melakukan penimbunan untuk
kepentingan pemilik SPBU. Badan Pengatur Hilir BPH Migas mengidentifikasi beberapa kecurangan yang akan terjadi terkait pengaturan
bahan bakar minyak BBM bersubsidi BPH Migas mengidentifikasi potensi penyalahgunaan BBM bersubsidi dalam tiga kelompok, yaitu :
1. Pengangkutan dari depot ke SPBU.
Salah satu modus operandi antara lain menjual sebagian atau seluruh BBM bersubsidi di jalan untuk keperluan dicampur dengan BBM non
subsidi guna dijual eceran, dijual ke industri, dan diselundupkan keluar wilayah NKRI. Upaya penanggulangan yang telah disiapkan
BPH Migas antara lain menggunakan segel pada alat transportasi, serta pengukuran volume sebelum dan sesudah penyerahan harus
sama hingga batas yang ditoleransi. Selain itu, menerbitkan delivery order yang jelas, melakukan operasi penertiban dan menggunakan alat
angkut yang dilengkapi sistem kontrol GPS dan alat ex quick coupling interlock system. Pada Delivery order tertulis jelas tujuannya,
asal BBM dari mana, volume dan spesifikasi BBM-nya. 2.
Di dalam SPBU. Untuk modus operandi di dalam SPBU, salah satunya yang
diidentifikasi BPH Migas adalah mengurangi takaran dengan cara mengatur meteran dispenser dengan alat khusus, dan mencampur
BBM bersubsidi
dengan BBM
non subsidi.
Universitas Sumatera Utara
43 Penanggulangannya adalah dengan memonitor sistem administrasi
SPBU dan pemeriksaan mutu secara berkala oleh Ditjen Migas dan BPH Migas. Sedangkan untuk pengawasan pembelian BBM
bersubsidi oleh mobil pelat kuning atau motor melebihi kapasitas tangki standar ataupun penyelundupan penjualan SPBU subsidi di luar
peruntukan seperti pembelian dalam jerigen ataupun dijual ke industri, BPH Migas dan Pertamina akan melakukan operasi khusus. Tenaga
pengawas dari Pertamina insidentil akan terjun untuk mengawasi SPBU. Jika ada SPBU yang melakuakn tindakan ilegal, maka akan
terkena sanksi, seperti margin keuntungan yang diturunkan hingga tingkatan SPBU diturunkan.
3. Di luar SPBU.
Untuk pengawasan di luar SPBU, BPH Migas telah mengidentifikasi beberapa modus operandi seperti pengoplosan, maraknya pedagang
eceran, perembesan BBM subsidi dari wilayah yang belum terkena pembatasan dan pencurian BBM bersubsidi dari pipa distribusi. Untuk
itu, BPH Migas akan melakukan sosialisasi hingga melakukan operasi khusus.
http:fokus.vivanews.comnewsread195307-jurus-atasi- kecurangan-pembatasan-bbm
II. Pihak PT. Sekawan Jaya Wisesa
a. Armada Tangki yang Terbatas
Armada tangki yang masih terbatas menjadi kendala, ketika terjadi permintaan diluar perkiraan. Sehingga perlu dipikirkan untuk menjalin
Universitas Sumatera Utara
44 kerjasama dengan pihak ketiga antara transportir dengan pengusaha
transportasi lain agar bekerjasama jika terjadi kondisi-kondisi tidak diduga.
b. Supir yang Kurang Disiplin
PT. Sekawan Jaya Wisesa menangani pengangkutan untuk 6 enam SPBU diwilayah Labuhan Batu, dalam pengangkutannya kehandalan
armada dan kualitas supir dan pendamping supir harus dijaga. Pada praktek dilapangan sering terjadi, supir kurang disiplin karena berhenti
atau istirahat ditempat yang diluar ketentuan. Bahkan terkadang supir yang telah ditetapkan, melakukan pergantian dengan supir lain tanpa
melaporkan kepada PT. Sekawan Jaya Wisesa. Praktek kecurangan yang dilakukan oknum pemilik SPBU juga melibatkan supir tangki.
Supir tangki yang mengetahui kecurangan oknum SPBU membiarkan atau terkesan bekerjasama, dalam standar prosedur pengangkutan
sudah diuraikan bahwa jika terjadi kecurangan yang dilakukan oknum pemilik SPBU, supir wajib memberikan informasi kepada Pertamina.
III. Pihak Pertamina
a. Kurangnya Pengawasan terhadap SPBU
Berbagai tindakan ilegal yang dilakukan pemilik SPBU sering terjadi karena kurangnya pengawasan dari Pertamina. Permintaan SPBU yang
diluar perkiraan serta penjualan BBM kepada industri merupakan praktek yang sering dilakukan. Koordinasi antara Pertamina dengan
pemerintah daerah atau lembaga swasta diperlukan untuk mengawasi distribusi BBM, terutama BBM subsidi yang sering dijual kepada
Universitas Sumatera Utara
45 pihak lain karena terdapat perbedaan atau disparitas yang tinggi harga
antara harga untuk konsumen dengan harga BBM untuk industri. b.
Keterlambatan Kedatangan BBM dari Kilang ke Depot Pendistribusian BBM dari kilang minyak ke berbagai depot dan
instalasi selama ini dilakukan secara tidak beraturan melalui laut yang menggunakan alat angkut laut yaitu kapal tanker sesuai dengan
ketersediaan stok BBM di setiap depot dan instalasi. Masalah penentuan rute distribusi ini merupakan masalah awal penyebab
keterlambatan BBM. Sering terjadi dalam pendistribusian BBM, kapal tanker yang digunakan berangkat menuju depot, instalasi atau terminatl
transit dengan mengangkut BBM yang berjumlah lebih kecil dari kapasitas alat angkut. Hal ini mengakibatkan kapasitas alat angkut
yang digunakan menjadi tidak optimal. Dari hasil evaluasi faktor-faktor penyebab yang telah diuraikan pada sub
bab sebelumnya, maka digambarakan diagram sebab akibat sebagai berikut :
Gambar 7. Diagram Sebab Akibat Keterlambatan Distribusi BBM
Permintaan SPBU yang Meningkat
di Luar Perkiraan Kondisi Cuaca yang
Sulit Diperkirakan Infrastruktur Jalan
yang Buruk Kurangnya
Informasi Perbaikan Infrastruktur
Lingkungan Metode
Keterlambatan Distribusi BBM di
Wilayah Labuhan Batu
Peralatan
Kedatangan BBM dari Kilang ke
Depot Terlambat Kurangnya
Pengawasan terhadap SPBU
Keterbatasan Jumlah Armada
Tangki Supir yang
Tidak Disiplin
Manusia
Universitas Sumatera Utara
46 Dari diagram sebab akibat atau fishbone analysis, maka dapat disimpulkan
Dari Gambar 7. dapat disimpulkan, faktor-faktor yang menyebabkan keterlambatan distribusi BBM di Wilayah Labuhan Batu adalah :
1 Pihak Pertamina.
Kurangnya pengawasan terhadap SPBU oleh Pertamina. Keterlambatan datangnya BBM dari kilang ke Depot Dumai.
2 Pihak PT. Sekawan Jaya Wisesa
Keterbatasn jumlah armada tangki transportir. Supir tangki yang kurang disiplin
3 Pemilik SPBU
Peningkatan permintaan SPBU diluar perkiraan karena oknum pemilik SPBU tertentu melakukan pemesanan ketika tangki timbun
SPBU masih penuh atau banyak, sehingga jadwal pengiriman BBM yang seharusnya untuk SPBU lain menjadi tertunda, karena armada
tangki telah mengisi di SPBU yang melakukan pemesanan. 4
Lingkungan Eksernal Kondisi infrastruktur jalan yang kurang memadai, seperti
kerusakan jalan yang mengakibatkan kemacetan lalu lintas. Informasi terhadap perbaikan infrastruktur, sehingga sering terjadi
rute yang harus dilalui tidak dapat dilalui atau terlalu lama untuk melewati rute tersebut.
Kondisi cuaca yang sulit diperkirakan.
Universitas Sumatera Utara
47
6.6. Usulan Tindakan Perbaikan Distribusi