160
Buku Guru Kelas X SMAMASMKMAK
6. Melakukan proses latihan pemeranan sesuai watak tokoh naskah, 7. Menyajikan pemeranan sesuai naskah dengan lisan dan tulisan,
8. Memaknai pembelajaran pemeranan.
A. Pengertian Pemeranan
Pemeranan merupakan unsur penting dalam seni teater. Pengertian teater Theatron, Inggris secara umum dapat diartikan sebagai “Gedung
Pertunjukan”.Kata “Teater” pun dapat dimaknai sebagai semua jenis pertunjukan, secara langsung seni tari, seni musik, seni drama maupun
tidak langsung seni media rekam seperti: sinematograi, TV Play dan ilm. Teater dalam pengertian khusus dapat diartikan sebagai drama. Kata drama
sendiri diambil dari bahasa Yunani “ dramoi” atau “ to act to” dalam bahasa Inggris yang berarti berbuat, melakukan atau bertindak atau berbuat menjadi
atau berbuat seolah-olah menjadi di luar dirinya. Dari kata “to act” lahirlah istilah actorpemeran pria dan actris, pemeran wanita.
Istilah pemeranan disebut juga dengan seni peran, atau seni akting dan orang yang melakukan kegiatan pemeranan dikenal dengan sebutan; aktor,
aktris, pemain, tokoh, dst. Aktor, aktris, pemain, tokoh merupakan inti dalam seni peran dan seni teater pada umumnyakarena tanpa pemeranan, seni
pertunjukan tidak akan hadir dihadapan kita.
Dalam pemeranan tidak semua aktor,pemeran, berhasil dalam membawakan pemeranannya. Mengapa demikian? Hal ini sangat terkait dengan beberapa
unsur seni peran yang menjadi persyaratan didalamnya, antara lain;
1. Cerita atau naskah yang dibawakannya harus mengandung konlik atau
pertentangan antar tokoh yang satu dengan tokoh yang lainnnya. Dapat pula pertentang tokoh cerita dengan lingkungan, dengan dirinya sendiri
keyakinannnya dst.
2. Adanya kerjasama dan kerja bersama yang baik antar pemain dan sutradara dalam membangun irama permainan seni peran, dengan
beberapa unsur artistik pentas yang hadir melingkupi tokoh dalam suatu adegan, babak atau disebut dengan kepekaan ruang dalam membangun
atmosir pertunjukan. 3. Menghindari terjadinya kesalahan pemilihan tokoh atau miss casting
dalam pemeranan, sehingga terjadi over acting akting yang berlebihan atau under actingakting dibawah standar, kurang ekspresif dari tuntutan
peran yang dibawakan. Pemeran, aktor, aktris yang baik adalah manusia kreatif yang selalu berinsiatif untuk mendandani dan menyempurnakan
tubuhnya, mentalnya, sosialnya tanpa harus menunggu perintah orang lain dan atau sutradara.
4. Adanya keberanian untuk mencoba dan gagal trial and error.
Diunduh dari
http:bse.kemdikbud.go.id
161
Seni Budaya
5. Memiliki wawasan dan suka bergaul. Karena itu disyaratkan untuk gemar membaca, menonton pertunjukan dan harus peka terhadap
kejadian sekitar dan isu-isu yang aktual untuk melatih ingatan dan emosi pemeran sekaligus sebagai bahan apa yang akan didibicarakan secara
tematik.
6. Harus percaya diri, memiliki kesadaran potensi atas kelebihan dan kekurangan diri sendiri.
Dengan demikian, seorang pemain teater dituntut untuk membawakan perannya dengan ekspresif, totalitas tubuh sesuai dengan watak tokoh yang
diperankannya. Pemeran yang baik harus mampu menjadi mediator pesan moral cerita dan estetis keindahan pemeranan melalui ekspresi totalitas
tubuhnya, dengan segenap cipta, rasa dan karsanya.
Untuk mengetahui dan mengalami pembelajaran seni peran, seorang aktor harus siap dan mampu dibentuk dan dibuat jadi apa saja. Artinya, aktor atau
seorang pemeran itu ibarat lempung tanah liat sebagai bahan baku yang mampu menjadi media utama dalam seni peran atau pemeranann dari cerita
yang diekspresikan secara estetis melalui simbol atau lambang audio suara, kata-kata, visual tubuh atau ragawi dan gerak gerak-gerik dan perlakuan
di atas pentas.
Berdasarkan penyajiannya, pemeranan atau seni peran dalam seni teater dapat dibedakan dalam dua jenis, yakni pemeranan di atas panggung
pertunjukan bersifat langsung, sesaat dengan gaya dan unsur pemeranannya dapat dilakukan dengan teknik stilasi penyederhanaan dan distorsi
penglebihan. Adapun pemeranan sinematograi atau ilm bersifat wajar, tidak langsung, diulang melalui media rekam dan melalui proses editing.
Dalam perkembangannya, istilah pemeranan terutama dalam dunia sineas, sinematograi lebih dikenal dengan seni “acting“. Kata acting sendiri dalam
bahasa Indonesia ditulis akting, berasal dari kata “to act“ artinya berbuat, bertindak seolah-olah atau menjadi sesuatu. Sesuatu itu dapat berupa; orang
dengan identitas ketokohannya, atau benda dan mahluk hidup lain bersumber dari kehidupan nyata kemudian diangkat ke atas pentas dalam
wujud seni peran atau akting dengan karakter atau watak tokoh yang diperankan. Oleh karena itu pemeranan disebut juga dengan seni peran atau
seni akting diartikan sebagai seni dalam membawakan peran orang lain di luar dirinya dengan perwatakan bersifat; tepat takaran, logis wajar, etis dan
estetis.
Seorang pemeran harus mampu membawakan pemeranannya secara prima dan mempesona di atas pentas. Sebagai rasa tanggungjawab yang dipikulnya,
maka seorang pemeran atau aktor, aktris untuk senatiasa selalu mengasah kemampuan dirinya melalui pengolahan unsur penting pemeranannya, yakni:
tubuh, suara, rasa atau penghayatan yang melingkupinya. Dengan demikian kepekaan dan mengolah kesadaran unsur pemeranan yang melingkupinya
Diunduh dari
http:bse.kemdikbud.go.id
162
Buku Guru Kelas X SMAMASMKMAK
mampu menampilkan penokohan sesuai watak tokoh dengan takaran pemeranan yang mempesona dalam suatu pementasan. Artinya, dalam
pemeranan akan dialami dan ditemukan persoalan takaran atau ukuran dalam menciptakan irama permainan apakah lebih mengarah pada “over
acting“ atau akting yang berlebihan atau bersifat “under acting” atau akting dibawah ukuran atau takaran yang seharusnya, sehingga irama permainan
menjadi monoton, tidak berkembang, menjemukan, membosankan lawan main dan penonton.
Jenis dan bentuk teater yang tumbuh dan berkembang di tengah masyarakat pedesaan dan perkotaan di Indonesia, pengungkapannya dapat dibedakan
menjadi teater tradisional teater rakyat dan teater klasik dan non tradisional teater modern dan sinematograi ilm. Berdasarkan jenis dan bentuk teater
tersebut sangat mempengaruhi ciri atau identitas pembentuk seninya, termasuk di dalam hal pemeranan. Terkait dengan pemeranan yang
dibawakan para aktor, aktris atau pemeran, pemain dalam teater tradisional dan non tradisional perbedaannya dapat dikemukakan dalam tabel sebagai
berikut.
Tabel 7.1 Pemeranan dalam Teater Tradisional dan Non Tradisidional
Teater Tradisional Teater Non Tradisional
Modern Sinematograiilm
1. Tidak ada naskah baku
atau naskah tertulis dalam bentuk bedrip
atau garis besar cerita, 1.
Ada naskah baku atau naskah tertulis
dalam bentuk naskah teater
panggung 1.
Ada naskah baku atau naskah tertulis dalam
bentuk skenario.
2. Pemeranannya bersifat
spontan tanpa latihan karena bersifat tipe
casting atau penokohan yang sudah terbina
secara lama, alami dan multi talenta atau multi
peran bisa: menari, menyanyi, melawak dan
bermain seni drama. 2.
Pemeranannya direncanakan
dengan matang dan dilakukan melalui
proses latihan. Biasanya terbatas
pada satu peran dengan watak
penokohantertentu. 2.
Pertunjukan direncanakan dengan
matang dan atau tidak dilakukan melalui
proses latihan dan dapat diulang sesuai
kebutuhan pemeranan yang diharapkan.
3. Pertunjukan lebih
mengutamakan isi seni nilai pesan dari pada
bentuk seni estetis. 3.
Pertunjukan lebih beragaman
tergantung stile senimannya;
apakah mengutamakan
isi seni, atau mengutamakan
bentuk seni atau menghadirkan
keduanya. 3.
Pertunjukan lebih beragaman tergantung
stile senimannya; mengutamakan
isi seni, atau mengutamakan
bentuk seni atau menghadirkan
keduanya sesuai dengan tuntutan
nasakah skenario.
Diunduh dari
http:bse.kemdikbud.go.id
163
Seni Budaya
Teater Tradisional Teater Non Tradisional
Modern Sinematograiilm
4 Peralatan pentasnya
lebih sederhana. 4.
Peralatan pentasnya
lebih modern dan lengkap
dengan beberapa unsur artistik
penunjangnya. 4.
Peralatan pentasnya lebih natural, alami
dan wajar sesuai dengan kebutuhan
pengambilan gambarnya.
5. Peristiwa pertunjukan
dibangun penuh keakraban dan
tanpa jarak dengan penontonnya.
5. Peristiwa
pertunjukan dapat dilakukan dengan
kecenderungan adanya jarak estetis
dan atau lebur menjadi satutanpa
jarak dengan penontonnya.
5. Peristiwa pertunjukan
dilakukan secara tidak langsung, dengan
kecenderungan adanya jarak estetis dibatasi
dengan prime kamera atau media televisi
dengan penontonnya.
B. Unsur Pameran