163
Seni Budaya
Teater Tradisional Teater Non Tradisional
Modern Sinematograiilm
4 Peralatan pentasnya
lebih sederhana. 4.
Peralatan pentasnya
lebih modern dan lengkap
dengan beberapa unsur artistik
penunjangnya. 4.
Peralatan pentasnya lebih natural, alami
dan wajar sesuai dengan kebutuhan
pengambilan gambarnya.
5. Peristiwa pertunjukan
dibangun penuh keakraban dan
tanpa jarak dengan penontonnya.
5. Peristiwa
pertunjukan dapat dilakukan dengan
kecenderungan adanya jarak estetis
dan atau lebur menjadi satutanpa
jarak dengan penontonnya.
5. Peristiwa pertunjukan
dilakukan secara tidak langsung, dengan
kecenderungan adanya jarak estetis dibatasi
dengan prime kamera atau media televisi
dengan penontonnya.
B. Unsur Pameran
Untuk menjadi seorang pemeran yang terampil tidak sebatas penguasaan tubuh, ekspresi mimik, penghayatan, suara dan kemampuan pikir, tetapi
perlu ditunjang dengan pengetahuan dan pemahaman terhadap unsur-unsur lain sebagai penunjang pemeranan didalamnya. Unsur-unsur tersebut
diantaranya sebagai berikut.
1. Lakon
Kata lakon sama halnya dengan istilah ‘ngalalakon-boga lalakon’ dalam, Bahasa Sunda, atau ‘ngelelakon’ dalam, Bahasa Jawa artinya melakukan,
melakoni cerita yang dilakukan oleh seorang tokoh, biasanya tokoh atau pemeran utama dengan kata-kata verbal atau tanpa berkata-kata non
verbal dalam suatu peran yang dibawakan.
2. Unsur Penokohan dan Perwatakan
Penokohan atau kedudukan tokoh yang disajikan oleh seseorang dan atau beberapa pemeran merupakan unsur penting dalam pemeranan bersumber
dari lakon, cerita atau naskah.
Penokohan didalam seni teater dapat dibagi dalam beberapa kedudukan tokoh atau peran, antara lain: Protagonis, Antagoni, Deutragonis, Foil,
Tetragoni, Conident, Raisonneur dan Utility. Protagonis adalah tokoh utama, pelaku utama atau pemeran utama boga
lalakon disebut sebagai tokoh putih.Kedudukan tokoh utama adalahmengkan cerita hingga cerita memiliki peristiwa
dramatic konlik.pertentangan
Diunduh dari
http:bse.kemdikbud.go.id
164
Buku Guru Kelas X SMAMASMKMAK
Antagonis adalah lawan tokoh utama, penghambat pelaku utamadisebut sebagai tokoh hitam.Kedudukan tokoh Antagonis adalahyang mengahalangi,
menghambat itikad atau maksud tokoh utama dalam menjalankan tugasnya atau mencapai tujuannya. Tokoh Antagonis dan Protagonis biasanya memiliki
kekuatan yang sama, artinya sebanding menurut kacamata kelogisan cerita di dalam membangun keutuhan cerita.
Deutragonis adalah tokoh yang berpihak kepada tokoh utama. Biasanya tokoh ini membantu tokoh utama dalam menjalankan itikadnya. Kadangkala,
tokoh ini menjadi tempat pengaduan atau memberikan nasihat kepada tokoh utama.
Foil adalah tokoh yang berpihak kepada lawan tokoh utama. Biasanya tokoh ini membantu tokoh Antagonis dalam menghambat itikad tokoh utama.
Kadangkala, tokoh ini menjadi tempat pengaduan atau memberikan nasihat memperburuk kondisi kepada tokoh Antagonis.
Tetragonis adalah tokoh yang tidak memihak kepada kepada salah satu tokoh lain, lebih bersifat netral. Tokoh ini memberi masukan-masukan positif
kedua belah pihak untuk mencari jalan yang terbaik. Conident adalah tokoh yang menjadi tempat pengutaraan tokoh utama.
Pendapat-pendapat tokoh utama tersebut pada umumnya tidak boleh diketahui oleh tokoh-tokoh lain selain tokoh tersebut dan penonton.
Raisonneur, adalah tokoh yang menjadi corong bicara pengarang kepada penonton.
Utilitty adalah tokoh pembantu baik dari kelompok hitam atau putih. Tokoh ini dalam dunia pewayangan disebut goro-goro punakawan. Kedudukan tokoh
Utilitty, kadangkala ditempatkan sebagai penghibur, penggembira atau hanya sebatas pelengkap saja, Artinya, kehadiran tokoh ini tidak terlalu penting. Ada
atau tidaknya tokoh ini, tidak akan mempengaruhi keutuhan lakon secara tematik. Kalau pun dihadirkan, lakon akan menjadi panjang atau menambah
kejelasan adegan peristiwa yang dibangun.
Perwatakan atau watak tokoh atau karakteristik yang dimiliki tokoh atau pemeran di dalam lakon, dihadirkan pengarang adalah ciri-ciri, tanda-tanda,
identitas secara khusus bersifat pencitraan sebagai simbol yang dihadirkan tokoh, berupa; status sosial, isik, psikis, intelektual dan religi.
Status sosial sebagai ciri dari perwatakan adalah menerangkan kedudukan atau jabatan yang diemban tokoh dalam hidup bermasyarakat pada lingkup
lakon, antara lain; orang kaya, orang miskin, rakyat biasa atau jelata, penggangguran, gelandangan, tukang becak, kusir, guru, mantri, kepala
desa, camat, bupati, gubernur, direktur atau presiden, dll.
Fisik sebagai ciri dari perwatakan, menerangkan ciri-ciri khusus tentang jenis kelamin laki perempuan atau waria, kelengkapan pancaindra atau keadaan
Diunduh dari
http:bse.kemdikbud.go.id
165
Seni Budaya
kondisi tubuh cantik-jelek, tinggi-pendek, kurus-buncit, kekar-lembek, rambut hitam atau putih, buta, pincang, lengan patah, berpenyakit atau sehat, dan
lain-lain.
Psikis sebagai ciri dari perwatakan menerangkan ciri-ciri khusus mengenai hal kejiwaan yang dialami tokoh, seperti; sakit ingatan atau normal, depresi,
traumatic, penyimpangan seksual, mudah lupa, pemarah, pemurah , penyantun, pedit, pelit, dermawan, dll.
Intektual sebagai ciri dari perwatakan menerangkan ciri-ciri khusus mengenai hal sosok tokoh dalam bersikap dan berbuat, terutama dalam mengambil
sebuah keputusan atau menjalankan tanggungjawab. Misalnya, kecerdasan pandai - bodoh, cepat tanggap - masa bodoh, tegas-kaku, lambat - cepat
berpikir, kharismatik gambaran sikap sesuai dengan kedudukan jabatan, tanggungjawab berani berbuat berani menanggung resiko, asalkan dalam
koridor yang benar. Unsur pemeranan berikutnya adalah tubuh pemeran sebagai media ungkap wujud isik dengan kelenturan dan ekspresi tubuhnya.
3. Unsur Tubuh