Pengaruh Self Assessment System Terhadap Penerimaan Pajak Penghasilan Di Kantor Pelayanan Pajak Pratama Medan Barat

(1)

Lidya Purnama Sari : Pengaruh Self Assessment System Terhadap Penerimaan Pajak Penghasilan Di Kantor

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

FAKULTAS EKONOMI

MEDAN

SKRIPSI

PENGARUH SELF ASSESSMENT SYSTEM TERHADAP PENERIMAAN PAJAK PENGHASILAN

DI KANTOR PELAYANAN PAJAK PRATAMA MEDAN BARAT

O l e h :

NAMA : LIDYA PURNAMA SARI

NIM : 050503201

DEPARTEMEN : AKUNTANSI

Guna Memenuhi Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Ekonomi


(2)

PERNYATAAN

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi yang berjudul “Pengaruh Self

Assessment System Terhadap Penerimaan Pajak Penghasilan Di Kantor Pelayanan

Pajak Pratama Medan Barat” adalah benar hasil karya sendiri dan judul yang dimaksud belum pernah dimuat, dipublikasikan atau diteliti oleh mahasiswa lain dalam konteks penulisan skripsi Program Reguler S-1 Departemen Akuntansi Fakultas Ekonomi Universitas Sumatera Utara. Semua sumber data dan informasi yang diperoleh telah dinyatakan dengan jelas, benar apa adanya. Apabila di kemudian hari pernyataan ini tidak benar, saya bersedia menerima sanksi yang ditetapkan oleh Universitas Sumatera Utara.

Medan, 20 Mei 2009 Yang membuat pernyataan,

Lidya Purnama Sari NIM: 050503201


(3)

KATA PENGANTAR

Syukur Alhamdulillah penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, yang telah melimpahkan rahmat dan hidayah-Nya, serta senantiasa memberikan kesehatan, kemampuan, dan kekuatan kepada Penulis sehingga dapat menyelesaikan skripsi ini dengan judul “Pengaruh Self Assessment System Terhadap Penerimaan Pajak Penghasilan Di Kantor Pelayanan Pajak Pratama Medan Barat ”.

Penulisan skripsi ini bermanfaat untuk menambah wawasan dan pengetahuan penulis khususnya mengenai masalah yang diangkat dalam penelitian ini. Selama penyusunan skripsi ini, penulis telah banyak mendapat bimbingan, pengarahan, bantuan dan doa dari berbagai pihak. Untuk itu, dengan hati yang tulus penulis mengucapkan terima kasih kepada pihak-pihak yang telah memberikan bantuan, terutama :

1. Bapak Drs. Jhon Tafbu Ritonga, M.Ec selaku Dekan Fakultas Ekonomi Universitas Sumatera Utara.

2. Bapak Drs. Arifin Akhmad, M.Si, Ak. selaku Ketua Departemen Akuntansi dan Bapak Fahmi Natigor Nasution, SE, M.Acc, Ak. selaku Sekretaris Departemen Akuntansi Fakultas Ekonomi Universitas Sumatera Utara.

3. Bapak Drs. Arifin Lubis, M.M, Ak. selaku dosen pembimbing yang telah banyak memberikan bimbingan dan pengarahan kepada penulis untuk menyelesaikan skripsi ini.

4. Bapak Drs. Sucipto, M.M, Ak. selaku dosen pembanding/penguji I yang telah banyak memberikan arahan bagi penulis untuk menyelesaikan skripsi ini.


(4)

Bapak Drs. Chairul Nazwar, M.Si, Ak. Selaku dosen pembanding/penguji II yang telah banyak memberikan arahan bagi penulis untuk menyelesaikan skripsi ini.

5. Secara khusus penulis persembahkan kepada kedua orang tua yang sangat penulis sayangi, Ayahanda Djamaluddin (alm) dan Ibunda Noviarli. Terimakasih buat semua kasih sayang, do’a, pengorbanan dan semangat yang telah diberikan. Semoga, Ila bisa memberikan yang terbaik untuk Ayahanda dan Ibunda tercinta.

Penulis juga menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari sempurna karena keterbatasan kemampuan penulis, sehingga penulis mengharapkan saran dan kritik yang membangun dalam penulisan ke depan. Akhir kata, penulis berharap agar skripsi ini bermanfaat bagi pembaca.

Medan, 20 Mei 2009 Penulis,

(Lidya Purnama Sari) NIM: 050503201


(5)

ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan untuk menguji apakah sistem self assessment berpengaruh signifikan positif terhadap penerimaan pajak penghasilan di Kantor Pelayanan Pajak Pratama Medan Barat. Metodologi penelitian dalam skripsi ini adalah dengan menggunakan desain peneltian kausal, dengan jumlah sampel 48 dari tahun 2005 sampai dengan 2008. Jenis data yang dipakai adalah data sekunder. Data diperoleh dari Kantor Pelayanan Pajak Pratama Medan Barat. Data yang telah dikumpulkan dianalisis dengan metode analisis data yang terlebih dahulu dilakukan pengujian asumsi klasik sebelum melakukan pengujian hipotesis. Pengujian hipotesis dalam penelitian ini menggunakan regresi berganda, dengan uji F, uji t dan uji koefisien determinasi.

Hasil analisis menunjukkan bahwa secara parsial NPWP tidak berpengaruh secara signifikan terhadap penerimaan pajak penghasilan, sedangkan SSP PPh Pasal 25 berpengaruh signifikan positif terhadap penerimaan pajak penghasilan. Secara simultan NPWP dan dan SSP PPh Pasal 25 berpengaruh secara signifikan positif terhadap penerimaan pajak penghasilan.

Kata kunci : Self Assessment System, NPWP, SSP PPh Pasal 25, Penerimaan Pajak Penghasilan.


(6)

ABSTRACT

The purpose of this research is to examine the significant impact of self assessment system toward Income Tax Received. The method of this minithesis is a causal research design, with 48 sample from 2005 until 2008 . This research utilizes secondary data. The data are taken from Pratama Tax Serve Office, Medan Barat. The data which have already collected are processed with classic asumption test before hypothesis test. Hypothesis test in this research use double regression with t test, F test and coefficient determination test.

The result of this research show that partially NPWP have no impact to the Income Tax Received. Whereas, SSP PPh Pasal 25 have positive significant impact to the Income Tax Received. NPWP and SSP PPh Pasal 25 have a positive significant impact to the Income Tax Received simultaneously.


(7)

DAFTAR ISI SKRIPSI

Halaman

PERNYATAAN ... i

KATA PENGANTAR ... ii

ABSTRAK ... iv

ABSTRACT ... v

DAFTAR ISI ... vi

DAFTAR TABEL ... ix

DAFTAR GAMBAR ... x

DAFTAR LAMPIRAN ... xi

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Perumusan Masalah ... 4

C. Tujuan Penelitian ... 5

D. Manfaat Penelitian ... 5

E. Batasan Penelitian ... 6

BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Teoritis ... 7

1. Pengertian dan Fungsi Pajak ... 7

2. Jenis Pajak ... 9

3. Sistem Pemungut an Pajak ... 10

4. Sistem Self Assessment ... 10


(8)

6. Nomor Pokok Wajib Pajak ... 16

B. Tinjauan Penelitian Terdahulu ... 18

C. Kerangka Konseptual dan Hipotesis ... 18

1. Kerangka Konseptual ... 18

2. Hipotesis Penelitian ... 19

BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian ... 20

B. Populasi dan Sampel Penelitian ... 20

C. Jenis dan Sumber Data ... 21

D. Definisi Operasional dan Pengukuran Variabel Penelitian ... 21

E. Teknik Pengumpulan Data ... 23

F. Metode Analisis Data ... 23

G. Model dan Teknik Analisis Data ... 28

H. Pengujian Hipotesis ... 29

I. Jadwal dan Lokasi Penelitian ... 30

BAB IV ANALISIS HASIL PENELITIAN A. Hasil Penelitian ... 32

1. Data Penelitian ... 32

2. Statistik Deskriptif ... 37

3. Pengujian Asumsi Klasik ... 38

a. Uji Normalitas ... 38

b. Uji Heteroskedastisitas ... 44


(9)

d. Uji Multikolinearitas ... 47

4. Model dan Teknik Analisis Data ... 48

5. Pengujian Hipotesis ... 50

B. Pembahasan Hasil Penelitian ... 52

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan ... 56

B. Keterbatasan Penelitian ... 56

C. Saran ... 57

DAFTAR PUSTAKA ... 59


(10)

DAFTAR TABEL

Nomor Judul Halaman

Tabel 2.1 Tinjauan Penelitian Terdahulu ... 18

Tabel 3.1 Definisi Operasional dan Pengukuran Variabel ... 22

Tabel 3.2 Jadwal Penelitian ... 31

Tabel 4.1 Descriptive Statistics ... 37

Tabel 4.2 One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test - Dependent Variable:JPPPH ... 41

Tabel 4.3 One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test - Dependent Variable:Ln_JPPPH ... 44

Tabel 4.4 Hasil Uji heteroskedastisitas dengan Uji Glejser... 46

Tabel 4.5 Hasil Uji Autokorelasi ... 46

Tabel 4.6 Hasil Uji Multikolinearitas ... 47

Tabel 4.7 Hasil Analisis Regresi ... 48

Tabel 4.8 Uji Statistik t ... 50

Tabel 4.9 Uji Statistik F ... 51


(11)

DAFTAR GAMBAR

Nomor Judul Halaman

Gambar 2.1 Kerangka Konseptual ... 18 Gambar 4.1 Histogram-Dependent Variable:JPPPH ... 39 Gambar 4.2 Normal P-P Plot of Regression Standarized

Residual-Dependent Variable:JPPPH ... 40

Gambar 4.3 Histogram-Dependent Variable:Ln_JPPPH ... 42 Gambar 4.4 Normal P-P Plot of Regression Standarized

Residual-Dependent Variable:Ln_JPPPH ... 43


(12)

DAFTAR LAMPIRAN

Nomor Judul Halaman

Lampiran i Jumlah Penerimaan Pajak Penghasilan Pada Wajib Pajak Orang Pribadi di KPP Pratama

Medan Barat Periode Tahun 2005 s.d 2008 ... 61

Lampiran ii Jumlah Nomor Pokok Wajib Pajak ( NPWP ) baru yang terdaftar di KPP Pratama Medan Barat Periode Tahun 2005 s.d 2008 ... 62

Lampiran iii Jumlah Surat Setoran Pajak ( SSP ) PPh Pasal 25 yang disetorkan di KPP Pratama Medan Barat Periode Tahun 2005 s.d 2008 ... 63

Lampiran iv Statistik Deskriptif ... 64

Lampiran v Hasil Uji Normalitas dengan Grafik Histogram ... 65

Lampiran vi Hasil Uji Normalitas dengan Normal Probability Plot.... 66

Lampiran vii Hasil Uji Normalitas dengan Nonparametric test Kolmogorov-Smirnov ... 67

Lampiran viii Hasil Uji Heteroskedastisitas dengan Scatterplot ... 68

Lampiran ix Hasil Uji Heteroskedastisitas dengan Uji Glejser ... 69

Lampiran x Hasil Uji Autokorelasi ... 70

Lampiran xi Hasil Uji Multikolinearitas ... 71

Lampiran xii Hasil Regresi Sebelum Transformasi dengan Logaritma Natural ... 72


(13)

Lampiran xiii Hasil Regresi Setelah Transformasi dengan Logaritma Natural ... 73 Lampiran xiv Tabel t dan r product moment dengan signifikansi 5%.... 74


(14)

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Pengadaan dana merupakan masalah yang penting bagi tercapainya tujuan pembangunan nasional. Sumber pembiayaan pembangunan berasal dari dalam negeri dan luar negeri. Namun demikian sumber dari dalam negeri lebih diutamakan dari pada luar negeri. Dalam peningkatan dana dalam negeri, pajak merupakan alternatif yang sangat potensial. Masalah perpajakan bukan hanya masalah pemerintah saja dan pihak-pihak yang terkait didalamnya akan tetapi masyarakat juga sangat mempunyai kepentingan yang sama untuk mengetahui masalah perpajakan di Indonesia

Ditengah kondisi Indonesia saat ini yang sedang mengalami berbagai permasalahan di berbagai sektor khususnya sektor ekonomi yang mana hal ini diperparah dengan adanya krisis ekonomi di Amerika Serikat yang berdampak terhadap terciptanya krisis ekonomi global yang makin memperburuk situasi ekonomi Indonesia. Berfluktuasinya harga minyak dunia, tingginya tingkat inflasi, naiknya harga barang-barang dan melemahnya nilai tukar rupiah terhadap dollar Amerika, serta turunnya daya beli masyarakat telah menjadi masalah yang sangat rumit yang harus diselesaikan oleh pemerintah. Kenyataanya ditengah situasi ekonomi Indonesia dewasa ini yang tidak stabil, pembangunan tetap harus berjalan dan permasalahan – permasalahan baik di bidang ekonomi ataupun di


(15)

bidang lain harus segera diatasi dengan cepat dan tepat demi terciptanya kesejahteraan bagi rakyat Indonesia.

Untuk tetap dapat bertahan dan memperbaiki kondisi ekonomi yang ada, pemerintah harus mengupayakan semua potensi penerimaan yang ada. Pada saat ini tengah digali berbagai macam potensi untuk meningkatkan penerimaan negara, baik yang berasal dari dalam negeri maupun luar negeri. Namun seiring dengan berkembangnya kemampuan analisis para praktisi ekonomi yang menyatakan bahwa mengandalkan pinjaman dari luar negeri sebagai salah satu sumber penerimaan negara hanya akan menjadi bumerang dikemudian hari, potensi penerimaan dari pinjaman luar negeri akan semakin dikurangi.

Berdasarkan hal tersebut maka Indonesia akan berusaha untuk lebih meningkatkan potensi penerimaan negara dari dalam negeri, dan tidak dapat dipungkiri lagi bahwa pajak telah memberikan kontribusi terbesar dalam penerimaan negara. Menurut APBN sumber pendapatan terbanyak didapat dari sektor perpajakan meskipun masih banyak sektor lain seperti minyak dan gas bumi, serta bantuan luar negeri. Hal ini bisa dibuktikan saat negara kita dilanda krisis berkepanjangan sampai saat inipun masih diragukan apakah negara kita bisa menumbuhkan keadaan perekonomian, sektor pajak masih tetap memiliki nilai besar bahkan mengalami kenaikan serta menembus sampai pada prosentase terbesar dari sektor non migas sementara sektor non migas cenderung mengalami penurunan dan juga bantuan luar negeri yang bunganya bisa membesar seiring fluktuasi mata uang dolar terhadap rupiah. Diharapkan pemasukan dari pajak terus dinaikkan salah satunya dengan mengadakan kebijakan–kebijakan baru seperti


(16)

ekstensifikasi dan intensifikasi. Ekstensifikasi perpajakan dilaksanakan dengan cara meningkatkan jumlah pajak dan obyek pajak baru sedangkan intensifikasi perpajakan dilaksanakan dengan berorientasi pada peningkatan kepatuhan dan kesadaran wajib pajak, suatu misal dengan cara pengadaan penyuluhan langsung pada masyarakat, sunset policy,dan sebagainya.

Wilayah Sumatera Utara khususnya ibukota Medan memiliki potensi yang sangat besar dalam meningkatkatkan penerimaan negara khususnya dari sektor perpajakan. Medan sebagai salah satu kota besar di Indonesia menyumbangkan lebih kurang 100 miliar setiap tahunnya dari sektor perpajakan saja. Dengan pertumbuhan jumlah penduduk serta berkembangnya perekonomian di kota Medan, diharapkan dapat memberikan kontribusi yang lebih besar bagi penerimaan negara.

Pajak merupakan iuran wajib yang diberlakukan pada setiap wajib pajak atas obyek pajak yang dimilikinya dan hasilnya diserahkan kepada pemerintah. Penerimaan dari sektor pajak terbagi menjadi dua golongan, yaitu dari pajak langsung contohnya pajak penghasilan dan dari pajak tidak langsung contohnya pajak pertambahan nilai, bea materai, bea balik nama.

Pajak penghasilan merupakan pajak yang dipungut pada obyek pajak atas penghasilannya. Pajak penghasilan akan selalu dikenakan terhadap orang atau badan usaha yang memperoleh penghasilan di Indonesia. Undang-undang yang dipakai untuk mengatur besarnya tarif pajak, tata cara pembayaran dan pelaporan pajak penghasilan adalah Undang – undang No. 36 Tahun 2008 yang merupakan


(17)

penyempurnaan bagi Undang-undang No.17 tahun 2000. Undang-undang pajak penghasilan telah menetapkan sistem pemungutan pajak penghasilan secara self

assessment, dimana wajib pajak diberi kepercayaan dan tanggung jawab penuh

dari pemerintah untuk menghitung, membayar dan melaporkan sendiri jumlah pajak yang terhutang. Dengan sistem ini pemerintah berharap agar pelaksanaan pemungutan pajak penghasilan dapat berjalan dengan lebih mudah dan lancar.

KPP Pratama Medan Barat adalah salah satu Kantor Pelayanan Pajak yang telah melaksanakan sistem adminisrasi, pelayanan, maupun situasi kerja yang baik dan memiliki wilayah kerja yang luas meliputi Kecamatan Medan Barat, Kecamatan Medan Helvetia, Kecamatan Medan Sunggal dan Kecamatan Petisah. Berdasarkan berbagai kondisi yang ada, tampaknya wilayah Medan Barat mempunyai potensi yang cukup bagus untuk meningkatkan penerimaan pajak sesuai dengan target penerimaan yang ingin dicapai, oleh karena itu keberadaan KPP di Medan Barat sangatlah penting untuk dapat meyerap semua potensi penerimaan pajak yang ada.

Dengan argumen-argumen tersebut maka penulis menetapkan judul bagi penulisan skripsinya yaitu: “Pengaruh Self Assessment System Terhadap

Penerimaan Pajak Penghasilan di Kantor Pelayanan Pajak Pratama Medan Barat “


(18)

B. Perumusan Masalah

Sehubungan dengan latar belakang masalah maka dapat dirumuskan permasalahan sebagai berikut : “Apakah NPWP dan SSP PPh Pasal 25 berpengaruh signifikan secara parsial dan simultan terhadap penerimaan Pajak Penghasilan di Kantor Pelayanan Pajak Pratama Medan Barat ?”

C. Tujuan Penelitian

Sesuai dengan rumusan masalah, maka tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah untuk mengetahui apakah NPWP dan SSP PPh pasal 25 berpengaruh signifikan secara parsial dan simultan terhadap penerimaan Pajak Penghasilan di Kantor Pelayanan Pajak Pratama Medan Barat.

D. Manfaat Penelitian

Adapun manfaat yang dihaarapkan dari penelitian ini adalah :

1. Bagi peneliti, untuk menambah pengetahuan dan wawasan penulis sehubungan dengan pengaruh self assessment system terhadap penerimaan Pajak Penghasilan di Kantor Pelayanan Pajak Pratama Medan Barat . 2. Bagi instansi terkait, sebagai bahan informasi pelengkap atau masukan

sekaligus pertimbangan bagi pihak-pihak yang berwenang yang berhubungan dengan penelitian ini dalam penetapan kebijakan pada pelaksanaan atau penggunaan suatu sistem pemungutan yang diterapkan pada Pajak Penghasilan untuk dapat mengoptimalkan penerimaan pajak negara.


(19)

3. Bagi peneliti lainnya, sebagai bahan referensi dalam melakukan penelitian sejenis.

E. Batasan Penelitian

Untuk mengarahkan penelitian agar lebih terfokus serta sistematis maka peneliti membatasi penelitian ini pada batasan, yaitu :

1. Batasan Aspek

Aspek penelitian ini terbatas pada self assessment system yang dicirikan oleh NPWP dan SSP PPh Pasal 25 terhadap variabel penerimaan pajak penghasilan pada Wajib Pajak Orang Pribadi.

2. Batasan Lokasi

Batasan lokasi penelitian adalah pada Kantor Pelayanan Pajak Pratama Medan Barat. 3. Batasan Waktu

Waktu penelitian ini terbatas pada tahun 2005 sampai 2008. 4. Batasan lain

Merupakan batasan yang bersifat teknis yaitu menyangkut waktu, biaya, dan tenaga.


(20)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Tinjauan Teoritis

1. Pengertian dan Fungsi Pajak

Menurut Rochmat Soemitro dalam Ilyas dan Suhartono (2007 : 2),

Pajak adalah iuran rakyat kepada kas Negara berdasarkan Undang-Undang (yang dapat dipaksakan) dengan tidak mendapat jasa timbal–balik (kontra prestasi), yang langsung dapat ditunjuk dan yang digunakan untuk membayar pengeluaran-pengeuaran umum.

Menurut P.J.A Adriani dalam Ilyas dan Suhartono (2007 : 2),

Pajak adalah iuran kepada negara (yang dipaksakan) yang terutang oleh yang wajib membayarnya menurut peraturan – peraturan, dengan tidak mendapat prestasi kembali yang langsung dapat ditunjuk dan yang gunanya adalah untuk membiayai pengeluaran – pengeluaran umum berhubung dengan tugas negara untuk menyelenggarakan pemerintahan.

Sementara itu jika mengacu kepada Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2007 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan pada Pasal 1 Angka 1 disebutkan arti pajak adalah “kontribusi wajib kepada negara yang terutang oleh orang pribadi atau badan yang bersifat memaksa berdasrkan Undang-Undang, dengan tidak mendapatkan imbalan secara langsung dan digunakan untuk keperluan negara bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.”

Sudah menjadi kondisi umum di berbagai Negara bahwa pajak digunakan sebagai sumber penerimaan bagi anggaran Negara, ditambah penerimaan dari sektor lainnya sesuai dengan karakteristik dan potensi penerimaan pada masing-masing Negara tersebut.


(21)

Dari pengertian pajak yang telah disampaikan pada sub bab diatas, secara teoritis dan praktis dapat dilihat bahwa pajak memiliki beberapa fungsi dalam kehidupan negara dan masyarakat (Mardiasmo,2006:6), yaitu;

1. Fungsi Budgeter

Bahwa pajak merupakan sumber penerimaan negara bagi APBN untuk membiayai tugas-tugas negara. Hal tersebut dapat terlihat dalam struktur penerimaan dalam APBN yang terdiri dari dua pos pokok, yaitu penerimaan negara dan hibah. Pos penerimaan negara atau penerimaan dalam negeri, sumbernya diperoleh dari: penerimaan perpajakan yang terdiri dari PPh, PPN, PPnBM, PBB, BPHTB, Cukai, Bea Masuk, Pajak Ekspor, dan Pajak lainnya, serta penerimaan bukan pajak.

2. Fungsi Regulerend

Pajak mempunyai fungsi regulerend, yang berarti ikut serta dalam proses kebijakan nasional dalam berbagai aspek kegiatan, agar kegiatan tersebut dapat berjalan dengan baik dan sesuai dengan tujuan yang diharapkan oleh Pemerintah. Misalnya untuk membangun atau mengembangkan suatu kawasan tertentu, bisa saja dibutuhkan insentif dibidang perpajakan, sehingga investor mau mengucurkan investasinya disana. Atau untuk mendorong kegiatan ekspor, diberikan kemudahan dan keringanan pajak, sehingga mendorong dunia usaha melakukan ekspor. Untuk meningkatkan daya beli masyarakat, bisa dinaikkan besarnya Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP). Maka masyarakat yang penghasilannya dibawah PTKP, tidak dikenakan pajak. Inilah beberapa contoh fungsi regulerend pajak, yaitu untuk menciptakan iklim yang kondusif dalam berbagai kegiatan yang dilakukan oleh masyarakat.

3. Fungsi Distribusi

Suatu hal mendasar yang terkadang luput dari pandangan masyarakat adalah adanya fungsi distribusi dari pajak, baik secara teritorial, maupun berdasarkan segmentasi atau kelompok masyarakat. Pajak yang dibayar masyarakat sebagai penerimaan negara, pemanfaatannya tidak hanya dinikmati oleh masyarakat tersebut atau diwilayah sekitarnya, atau oleh kelompoknya, melainkan oleh seluruh masyarakat tanpa terkecuali.

Ketika seseorang yang tinggal di Jakarta membayar pajak, maka hasilnya tidak hanya dinikmati oleh dirinya atau masyarakat disekitarnya saja, melainkan melalui pos pengeluaran dalam APBN, pembayaran tersebut akan dinikmati oleh seluruh masyarakat di seluruh Indonesia.

4. Fungsi Demokrasi

Sesuai dengan pengertian dan ciri khasnya, pajak ternyata merupakan salah satu perwujudan pelaksanaan demokrasi dalam suatu negara.


(22)

Pajak berasal dari masyarakat, yaitu dibayar masyarakat sesuai dengan ketentuan perpajakan yang berlaku. Pajak juga dibuat oleh rakyat melalui wakilnya di parlemen (DPR) dalam bentuk Undang-undang Perpajakan. Hal ini diamanatkan dalam UUD 1945 dan amandemennya, yakni pada pada pasal 23 ayat 2. Di situ disebutkan bahwa pajak untuk keperluan Negara disusun berdasarkan Undang-undang. Pada akhirnya, pajak yang dipungut tersebut digunakan untuk kepentingan seluruh rakyat melalui penyediaan barang dan jasa publik yang dibutuhkan masyarakat.

2. Jenis Pajak

Menurut Siti Resmi (2005:6), terdapat berbagai jenis pajak, yang dapat dikelompokkan menjadi tiga, yaitu pengelompokan menurut golongannya, menurut sifatnya, dan menurut lembaga pemungutannya yaitu;

1. Menurut Golongannya

a. Pajak Langsung merupakan pajak yang harus dipikul dan ditanggung sendiri oleh Wajib Pajak dan tidak dapat dilimpahkan atau dibebankan kepada orang lain.

Contohnya : Pajak Penghasilan (PPh)

b. Pajak Tidak Langsung merupakan pajak yang pada akhirnya dapat dibebankan atau dilimpahkan kepada orang lain atau pihak ketiga. Contohnya : Pajak Pertambahan Nilai (PPN)

2. Menurut Sifatnya

a. Pajak Subjektif merupakan pajak yang pengenaannya memperhatikan keadaan pribadi Wajib Pajak atau pengenaan pajak yang memperhatikan keadaan subjeknya.

Contohnya : Pajak Penghasilan (PPh)

b. Pajak Objektif merupakan pajak yang pengenaannya memperhatikan objeknya baik berupa benda, keadaan, perbuatan atau peristiwa yang mengakibatkan timbulnya kewajiban membayar pajak, tanpa memperhatikan keadaan pribadi Subjek Pajak (Wajib Pajak) maupun tempat tinggal.

Contohnya : Pajak Pertambahan Nilai (PPN) 3. Menurut Lembaga Pemungutannya

a. Pajak Negara (Pusat) merupakan pajak yang dipungut oleh pemerintah pusat dan digunakan untuk membiayai rumah tangga Negara pada umumnya.

Contohnya : Pajak Penghasilan (PPh)

b. Pajak Daerah merupakan pajak yang dipungut oleh pemerintah daerah baik daerah tingkat I maupun daerah tingkat II dan


(23)

digunakan untuk membayai rumah tangga daerah masing – masing.

Contohnya :

• Pajak Daerah Tingkat I (Propinsi) : Pajak Kendaraan Bermotor, Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor

• Pajak Daerah Tingkat II (Kabupaten/Kotamadya) : Pajak Pembangunan I, Pajak Penerangan Jalan, Pajak atas Reklame.

3. Sistem Pemungutan Pajak

Menurut Siti Resmi (2005:10), menyatakan bahwa dalam pemungutan pajak dikenal beberapa sistem pemungutan pajak, yaitu;

a. Official Assesment System merupakan suatu sistem pemungutan pajak yang memberi kewenangan aparatur perpajakan untuk menentukan sendiri jumlah pajak yang terutang setiap tahunnya sesuai dengan ketentuan Undang – Undang Perpajakan yang berlaku.

b. Self Assesment System merupakan sistem pemungutan pajak yang memberi wewenang Wajib Pajak untuk menentukan sendiri jumlah pajak yang terutang setiap tahunnya sesuai dengan ketentuan Undang-Undang Perpajakan yang berlaku. Dalam hal ini, inisiatif dan kegiatan menghitung serta pelaksanaan pemungutan pajak berada di tangan Wajib Pajak.

c. With Holding System merupakan sistem pemungutan pajak yang memberi wewenang kepada pihak ketiga yang ditunjuk untuk menentukan besarnya pajak yang terutang oleh Wajib Pajak sesuai dengan ketentuan Undang – Undang Perpajakan yang berlaku.

Penunjukan pihak ketiga ini bisa dilakukan dengan Undang – Undang Perpajakan, Keputusan Presiden, dan Peraturan lainnya untuk memotong dan memungut pajak, menyetorkan dan mempertanggungjawabkan melalui sarana perpajakan yang tersedia. Berhasil atau tidaknya pelaksanaan pemungutan pajak banyak tergantung pada pihak ketiga yang ditunjuk.

4. Sistem Self Assessment (Self Assesment System)

“Merupakan sistem pemungutan pajak yang memberi wewenang kepada Wajib Pajak untuk menentukan sendiri jumlah pajak yang terutang setiap tahunnya sesuai dengan ketentuan Undang – Undang Perpajakan yang


(24)

berlaku” (Djuanda dan Lubis, 2002:65). Dalam hal ini, inisiatif dan kegiatan menghitung serta pelaksanaan pemungutan pajak berada di tangan Wajib Pajak. Aparat pajak hanya bertugas melakukan penyuluhan dan pengawasan untuk mengetahui kepatuhan Wajib Pajak.

Embrio sistem self assessment ini pada dasarnya sudah mulai diterapkan di Indonesia sejak tahun 1967 melalui Undang-undang No.8 tahun 1967, Jo. PP 11 tahun 1967 tentang tata cara pemungutan pajak atas Pajak Pendapatan, Pajak Perseroan dan Pajak Kekayaan, yang lebih dikenal dengan sistem Menghitung Pajak Sendiri/Menghitung Pajak Orang (MPS/MPO). Akan tetapi dalam pelaksanaannya ternyata sistem ini tidak membuahkan hasil yang diharapkan, bahkan penerimaan dari sektor pajak justru menurun. Dapat dikatakan bahwa pemungutan pajak dengan sistem MPS/MPO gagal, karena tidak didukung dengan sikap yang jujur dari Wajib Pajak serta pengawasan yang intensif dan akurat dari pihak pemerintah/administrasi pajak. Selain itu sanksi yang diterapkan juga tidak efektif dijalankan.

Kegagalan sistem tersebut tidak menyurutkan optimisme aparat pajak untuk membangun sistem perpajakan modern dan menjadikan pemerintah dan berbagai kalangan mendukung konsep self assessment ini sebagai sesuatu yang wajar dan prospektif di masa depan sehingga secara konsepsional sistem

self assessment yang digunakan sejak reformasi perpajakan 1983 sangat ideal

bagi sistem perpajakan Indonesia. Disebut ideal karena sistem tersebut di berlakukan di lingkungan sosial yang ketika itu masih memiliki pengetahuan dan kesadaran perpajakan yang relatif rendah. Di lingkungan itu masih banyak


(25)

masyarakat yang memandang pajak secara negatif, sehingga masyarakat berusaha untuk menghindarinya.

Dalam rangka melaksanakan sistem self assessment ini diperlukan prasyarat yang harus dipenuhi untuk menunjang keberhasilan dari pelaksanaan sistem pemungutan ini (Suandy,2002:95), yaitu;

a. Kesadaran Wajib Pajak (Tax consciousness).

Kesadaran Wajib Pajak artinya Wajib Pajak mau dengan sendirinya melakukan kewajiban perpajakannya seperti mendaftarkan diri, menghitung, membayar, dan melaporkan jumlah pajak terutangnya. b. Kejujuran Wajib Pajak.

Kejujuran Wajib Pajak artinya Wajib Pajak melakukan kewajibannya dengan sebenar-benarnya tanpa adanya manipulasi, hal ini dibutuhkan di dalam sistem ini karena fiskus memberikan kepercayaan kepada Wajib Pajak untuk menghitung, menyetor, dan melaporkan sendiri jumlah pajak yang terutang.

c. Kemauan membayar pajak dari Wajib Pajak (Tax mindedness).

Tax Mindedness artinya Wajib Pajak selain memiliki kesadaran akan

kewajiban perpajakannya, namun juga dalam dirinya memiliki hasrat dan keinginan yang tinggi dalam membayar pajak terutangnya.

d. Kedisiplinan Wajib Pajak (Tax discipline).

Kedisiplinan Wajib Pajak artinya Wajib Pajak dalam melakukan kewajiban perpajakannya dilakukan dengan dengan tepat waktu sesuai dengan ketentuan dan peraturan yang berlaku.

Kesit (2001:191), menyatakan bahwa:

Berlakunya sistem self assessment pemungutan pajak menuntut Wajib Pajak untuk lebih mandiri dalam pengelolaan administrasi perpajakannya. Hal ini merupakan bentuk refleksi dari azas pemungutan pajak yang dianut oleh pemerintah yaitu azas pelimpahan kepercayaan sepenuhnya kepada masyarakat.

Azas pemungutan ini membawa konsekuensi tersendiri bagi Wajib Pajak. Konsekuensi yang ditimbulkan oleh self assessment system ini, Wajib Pajak diwajibkan untuk mendaftarkan diri, menghitung, melaporkan dan meyetorkan pajaknya yang dilakukan sendiri oleh Wajib Pajak tersebut. Sarana penghitungan, pelaporan, serta penyetoran tersebut (Gunadi, 2002:33),


(26)

antara lain:

a. Surat Pemberitahuan, adalah surat yang oleh Wajib Pajak digunakan untuk melaporkan penghitungan dan pembayaran pajak yang terutang menurut ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan.

b. Surat Setoran Pajak adalah surat oleh Wajib Pajak digunakan untuk melakukan pembayaran atau penyetoran pajak yang terutang ke kas negara atau ke tempat pembayaran lain yang telah ditetapkan oleh Menteri Keuangan.

c. Surat Tagihan Pajak adalah surat untuk melakukan tagihan pajak dan atau sanksi administrasi berupa bunga dan atau denda.

d. Surat Ketetapan Pajak adalah surat ketetapan yang digunakan untuk menjadi dasar jumlah pajak yang harus dibayar, atau pajak kurang bayar tambahan, atau pajak lebih bayar, dan pajak nihil.

e. Surat Keputusan Pembetulan adalah surat keputusan untuk membetulkan kesalahan tulis, kesalahan hitung, dan atau kekeliruan dalam penerapan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan yang terdapat dalam surat ketetapan pajak atau surat tagihan pajak. f. Surat Keputusan Keberatan adalah surat keputusan atas keberatan

terhadap surat ketetapan pajak atau terhadap pemotongan atau pemungutan oleh pihak ketiga yang diajukan oleh Wajib Pajak.

Selain itu juga terdapat hambatan-hambatan terhadap pelaksanaan pemungutan pajak yang dapat dikelompokkan menjadi dua (Waluyo, 2006:56), yaitu;

1. Perlawanan pasif

Masyarakat enggan (pasif) membayar pajak, yang dapat disebabkan antara lain :

a. Perkembangan intelektual dan moral masyarakat.

b. Sistem perpajakan yang (mungkin) sulit dipahami masyarakat. c. Sistem kontrol tidak dapat dilakukan atau dilaksanakan dengan

baik.

2. Perlawanan aktif

Perlawanan aktif meliputi semua usaha dan perbuatan yang secara langsung ditujukan kepada fiskus dengan tujuan untuk menghindari pajak. Bentuknya antara lain :

a. Tax avoidance, usaha meringankan beban pajak dengan tidak

melanggar Undang-undang.

b. Tax evasion, usaha meringankan beban pajak dengan cara


(27)

5. Pajak Penghasilan

Menurut golongannya pajak penghasilan digolongkan kepada pajak langsung dikarenakan pajak ini harus dipikul sendiri oleh Wajib Pajak dan tidak dapat dibebankan atau dilimpahkan kepada pihak lain. Dan menurut sifatnya, Pajak Penghasilan adalah pajak subjektif, yaitu pajak yang berpangkal atau berdasarkan pada subjeknya, dalam arti memperhatikan keadaan diri Wajib Pajak. Sedangkan berdasarkan lembaga pemungutannya Pajak Penghasilan termasuk kedalam pajak pusat ( pajak negara ) yaitu pajak yang dipungut oleh Pemerintah Pusat dan digunakan untuk membiayai rumah tangga negara.

Gustian dan Lubis (2001:18), mengungkapkan bahwa:

Pajak penghasilan dikenakan kepada Subek Pajak atas penghasilan yang diterima atau diperolehnya selama satu tahun pajak. Apabila seseorang atau badan hukum termasuk subjek pajak, dan menerima penghasilan yang merupakan objek pajak, maka Subjek Pajak tersebut menjadi Wajib Pajak. Oleh karena itu, wajib mendaftarkan diri di Kantor Pelayanan Pajak (KPP) setempat untuk memperoleh Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP), dan wajib membayar pajak penghasilan.

Dalam penelitian ini difokuskan pada Pajak Penghasilan Pasal 25 yaitu ketentuan yang mengatur tentang perhitungan besarnya angsuran bulanan pajak penghasilan yang harus dibayar sendiri oleh wajib pajak dalam tahun pajak berjalan. Angsuran pajak penghasilan Pasal 25 tersebut dapat dijadikan sebagai kredit pajak terhadap pajak yang terutang atas seluruh penghasilan wajib pajak pada akhir tahun pajak yang dilaporkan dalam Surat Pemberitahuan (SPT) Tahunan pajak penghasilan.


(28)

sendiri oleh Wajib Pajak untuk setiap bulan adalah sebesar pajak pengahasilan yang terutang menurut Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan tahun pajak yang lalu dikurangi dengan :

a. Pajak penghasilan yang dipotong sebagaimana dimaksu dalam Pasal 21 dan Pasal 23 serta Pajak Penghasilan yang dipungut sebagaiman dimaksud dalam pasal 22;

b. Penghasilan yang dibayar atau terutang di luar negeri yang boleh dikreditkan sebagaiman dimaksud dalam Pasal 24;

c. Dibagi 12 ( dua belas ) atau banyaknya bulan dalam bagian tahun pajak.

Besarnya angsuran pajak yang harus dibayar sendiri oleh Wajib Pajak untuk bulan – bulan sebelum batas waktu penyampaian Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan, sama dengan besarnya angsuran pajak untuk bulan terakhir tahun pajak yang lalu.

PPh Pasal 25 ini mengatur tentang perhitungan besarnya angsuran bulanan yang harus dibayar oleh Wajib Pajak sendiri dalam tahun berjalan. Pajak penghasilan PPh Pasal 25 harus dibayar / disetorkan paling lambat tanggal 15 bulan takwin berikutnya setelah masa pajak berakhir.

Wajib pajak diwajibkan untuk menyampaikan Surat Pemberitahuan Masa paling lambat dua puluh hari setelah masa pajak dalam bentuk Surat Setoran Pajak ( SSP) lembar ketiga.

Orang pribadi yang tidak melakukan usaha atau pekerjaan bebas dan apabila besarnya PPh Pasal 25 menurut SPT Tahunan adalah nihil, tidak


(29)

mempunyai kewajiban menyampaikan SPT Masa PPh Pasal 25.

Adapun yang menjadi dasar hukum pemungutan PPh Pasal 25 menurut Ilyas dan Suhartono (2007: 233) yaitu;

1. Pasal 25 Undang – undang No. 7 tahun 1983 sebagaimana telah diubah dengan Undang – undang No. 17 Tahun 2000 Tentang Pajak Penghasilan ( UU PPh ) dan diperbarui lagi menjadi Undang- undang No. 36 Tahun 2008 yang mulai berlaku per 1 Januari 2009.

2. Keputusan Mentri Keuangan N. 522/KMK.04/2000 tentang Penghitungan Besarnya Angsuran Pajak Penghasilan dalam Tahun Berjalan yang Harus Dibayar Sendiri oleh Wajib Pajak Baru, Bank, Sewa Guna Usaha Dengan Hak Opsi, BUMN, BUMD dan Wajib Pajak Lainnya Termasuk Wajib Pajak Orang Pribadi Pengusaha Tertentu.

• Wajib Pajak berhak atas kompensasi kerugian; • Wajib Pajak memperoleh penghasilan tidak teratur;

• Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan tahun pajak yang lalu disampaikan setelah lewat batas waktu yang ditentukan;

• Wajib Pajak diberikan perpanjangan jangka waktu penyampaian Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan;

• Terjadi perubahan keadaan usaha atau kegiatan Wajib Pajak.

3. Keputusan Direktorat Jenderal Pajak No. KEP-537/PJ./2000 tentang Penghitungan Besarnya Angsuran Pajak dalan Tahun Pajak Berjalan Dalam Hal – Hal Tertentu.

4. Keputusan Dirjen Pajak No. KEP-210/PJ./2001 tentang Angsuran Bulanan Pajak Penghasilan Pasal 25 Dalam Masa Transisi Tahun Pajak 2001

5. Keputusan Dirjen Pajak No. KEP-207/PJ./2001 tentang Kewajiban Menyampaikan Surat Pemberitahuan Masa PPh Pasal 25 Untuk Wajib Pajak Orang Pribadi.

6. Nomor Pokok Wajib Pajak

Menurut Diana (2004:3), ”Nomor Pokok Wajib Pajak adalah nomor yang diberikan kepada Wajib Pajak sebagai sarana dalam administrasi perpajakan yang dipergunakan sebagai tanda pengenal diri atau identitas Wajib Pajak dalam melaksanakan hak dan kewajiban perpajakannya.”


(30)

Wajib Pajak yang telah terdaftar akan memperoleh Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP). NPWP terdiri dari 15 digit, yaitu 9 digit pertama merupakan Kode Wajib Pajak dan 6 digit berikutnya merupakan Kode Administrasi Perpajakan.

Waiib Pajak orang pribadi yang menjalankan usaha atau pekerjaan bebas serta Wajib Pajak badan wajib mendaftarkan diri untuk memperoleh Nomor Pokok Wajib Pajak paling lambat 1 bulan setelah usaha dijalankan. Wajib Pajak orang pribadi yang tidak menjalankan usaha atau pekerjaan bebas, apabila sampai dengan satu bulan memperoleh penghasilan yang jumlahnya melebihi Penghasilan Tidak Kena Pajak setahun, wajib mendaftarkan diri untuk memperoleh Nomor Pokok Wajib Pajak paling lambat pada akhir bulan berikutnya.

Wajib Pajak mendaftarkan diri untuk memperoleh NPWP ke Kantor Pelayanan Pajak yang wilayah kerjanya meliputi tempat tinggal atau tempat kedudukan Wajib Pajak. Wajib Pajak orang pribadi yang melakukan kegiatan usaha dibeberapa tempat juga wajib mendaftarkan diri ke KPP tempat dimana semua kegiatan usaha Wajib Pajak tersebut berada.


(31)

B. Tinjauan Penelitian Terdahulu

Tabel 2.1

Tinjauan Penelitian Terdahulu Nama dan

Tahun Judul Penelitian

Variabel

Penelitian Hasil Penelitian

Admin

(2007) Pengaruh With

Holding System Terhadap

Penerimaan Pajak Pertambahan Nilai Pada Pengusaha Kena Pajak di Kantor Pelayanan Pajak Batu Variabel dependen: Penerimaan PPN Variabel independen: jumlah PKP terdaftar, SPT Masa PPN yang dilaporkan, serta SSP PPN yang disetorkan

Ketiga variabel bebas dalam penelitian tersebut memiliki pengaruh yang signifikan terhadap penerimaan PPN namun hanya PKP saja yang memiliki arah negatif.

C. Kerangka Konseptual dan Hipotesis 1. Kerangka Konseptual

Kerangka konseptual dalam penelitian ini dapat digambarkan pada gambar 2.1.

Variabel Independen Variabel Dependen

Gambar 2.1 Kerangka Konseptual Penerimaan Pajak Penghasilan (Y) NPWP

( X1 )

SSP PPh Pasal 25


(32)

Penelitian ini merupakan suatu kajian yang berangkat dari berbagai konsep teori dan kajian penelitian yang mendahuluinya. Dengan diberlakukannya sistem self assessment terhadap pajak penghasilan, maka Wajib Pajak dituntut untuk lebih aktif baik dalam mendaftarkan dirinya, menghitung , melaporkan dan menyetorkan sendiri kewajiban perpajakannya. Pemerintah dalam hal ini aparat pajak hanya bertugas melakukan penyuluhan dan pengawasan untuk mengetahui kepatuhan Wajib Pajak.

Sistem Self Assessment dalam peneitian ini diwakili oleh variabel jumlah NPWP yang merupakan bentuk dari kesadaran Wajib Pajak dalam mendaftarkan dirinya dan SSP PPh Pasal 25 yang merupakan perwujudan dari kesadaran Wajib Pajak dalam menghitung dan menyetorkan sendiri kewajiban perpajakannya terhadap penerimaan pajak penghasilan khusunya pajak penghasilan pada Wajib Pajak orang pribadi dalam penelitian ini.

Untuk menyederhanakan alur pemikiran tersebut maka kerangka pemikiran ini digambarkan sebagaimana diatas.

2. Hipotesis Penelitian

NPWP dan SSP PPh pasal 25 berpengaruh signifikan secara parsial dan simultan terhadap Penerimaan Pajak Penghasilan di Kantor Pelayanan Pajak Pratama Medan Barat.


(33)

BAB III

METODE PENELITIAN

A. Jenis Penelitian

Jenis penelitian yang dilakukan adalah penelitian assosiatif kausal yaitu penelitian yang bertujuan untuk menganalisis hubungan antara suatu variabel dengan variabel yang lainnya (Sugiyono, 2005 : 11). Dalam penelitian ini terdapat variabel independen / variabel yang mempengaruhi / variabel bebas dan variabel dependen / dipengaruhi / variabel terikat. Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui dan membuktikan pengaruh NPWP dan SSP PPh Pasal 25 sebagai variabel independen terhadap penerimaan pajak penghasilan sebagai variabel dependen.

B. Populasi dan Sampel Penelitian 1. Populasi Penelitian

Populasi adalah wilayah generalisasi yang terdiri atas objek atau subjek yang mempunyai kualitas dan karakteristik tertentu yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari, kemudian ditarik kesimpulannya (Sugiyono, 2005 : 72). Populasi dalam penelitian ini adalah Wajib Pajak Orang Pribadi yang terdaftar di Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Pratama Medan Barat pada periode tahun 2005-2008.

2. Sampel Penelitian

Sampel adalah bagian dari populasi yang digunakan untuk memperkirakan karakteristik populasi (Erlina, 2007 : 74). Metode pengambilan sampel dilakukan


(34)

dengan simple random sampling. Penelitian ini menggunakan data sekunder dimana arsip data yang diteliti adalah arsip data dalam kurun waktu Januari 2005 sampai dengan Desember 2008. Arsip data ini meliputi keterangan mengenai jumlah penerimaan PPh per bulan, jumlah NPWP per bulan dan jumlah SSP PPh Pasal 25.

C. Jenis dan Sumber Data

Data yang dianalisis dalam penelitian ini adalah data sekunder yaitu data yang telah diolah lebih lanjut dan disajikan oleh pihak lain. Data sekunder yang digunakan oleh peneliti dalam penelitian ini adalah jumlah NPWP per bulan, SSP PPh Pasal 25 yang dilaporkan, jumlah penerimaan PPh pada wajib pajak orang pribadi per bulan serta data lainnya yang relevan dengan penelitian ini.

D. Definisi Operasional dan Pengukuran Variabel Penelitian

Variabel penelitian terdiri dari variabel bebas dan variabel terikat. Variabel bebas dalam penelitian ini adalah variabel NPWP dan SSP PPh Pasal 25. Sedangkan variabel terikatnya adalah Penerimaan Pajak Penghasilan.


(35)

Tabel 3.1

Definisi Operasional dan Pengukuran Variabel

Variabel Definisi Operasional Pengukuran Skala

Independen 1. NPWP

2. SSP PPh Pasal 25

Nomor Pokok Wajib Pajak adalah nomor yang diberikan kepada Wajib Pajak sebagai sarana dalam administrasi perpajakan yang dipergunakan sebagai tanda pengenal diri atau identitas Wajib Pajak dalam melaksanakan hak

dan kewajiban perpajakannya.

SSP PPh Pasal 25 merupakan salah satu wujud nyata dari sistem

self assessment yaitu sarana bagi Wajib Pajak untuk menghitung dan melaporkan sendiri kewajiban PPh-nya.

Besarnya jumlah NPWP

terdaftar yang menyetorkan pajaknya

dapat dilihat dari Laporan Penerimaan Pajak pada bagian PDI

Besarnya jumlah SSP PPh Pasal 25 yang menyetorkan pajaknya dapat dilihat dari Laporan Penerimaan Pajak pada bagian PDI

Rasio Rasio Dependen Penerimaan Pajak Penghasilan

Pajak penghasilan adalah pajak yang dikenakan kepada Subek Pajak atas penghasilan yang diterima atau diperolehnya selama satu tahun pajak.

Besarnya jumlah penerimaan pajak penghasilan dapat dilihat

dari Laporan Penerimaan Pajak pada

bagian PDI


(36)

E. Teknik Pengumpulan Data

Metode pengumpulan data dilakukan dengan cara : 1. Metode Dokumentasi

Yaitu teknik pengumpulan data dengan cara mempelajari catatan-catatan atau dokumen-dokumen, formulir-formulir, laporan-laporan, yang terdapat pada objek penelitian yang berhubungan dengan data yang diperlukan.

2. Studi Literatur

Yaitu dengan mengumpulkan data-data dengan cara membaca dan mempelajari teori-teori dan literatur-literatur yang berkaitan dengan pengaruh self assessment system terhadap penerimaan pajak penghasilan.

F. Metode Analisis Data

Metode analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode analisis statistik dengan menggunakan SPSS. Peneliti melakukan terlebih dahulu uji asumsi klasik sebelum melakukan pengujian hipotesis. Uji asumsi klasik yang dilakuka n peneliti meliput i uji normalitas, uji heterokedastisitas, uji autokorelasi dan uji multikolinearitas.

1. Uji Normalitas

Uji normalitas ini bertujuan untuk mengetahui apakah data yang digunakan telah terdistribusi secara normal. Uji normalitas perlu dilakukan untuk menentukan alat statistik yang dilakukan, sehingga kesimpulan yang diambil


(37)

dapat dipertanggungjawabkan. Ada dua cara untuk mendeteksi apakah residual berdistribusi normal atau tidak, yaitu analisis grafik dan analisis statistik.

a. Analisis grafik

Salah satu cara termudah untuk melihat normalitas residual adalah dengan melihat grafik histogram yang membandingkan antara data observasi dengan distribusi yang mendekati distribusi normal. Metode yang lebih handal adalah dengan melihat normal probability plot yang membandingkan distribusi kumulatif dari distribusi normal. Distribusi normal akan membentuk satu garis lurus diagonal dan plotnya data residual akan dibandingkan dengan garis diagonal. Jika distribusi data residua l normal, maka garis yang menggambarkan data sesungguhnya akan mengikuti garis diagonalnya.

b. Analisis statistik

Uji statistik sederhana dapat dilakukan dengan melihat nilai kurtosis dan nilai Z-skewness. Uji statistik lain yang dapat digunakan untuk menguji normalitas residual adalah uji statistik non parametrik Kolmogorov-Smirnov (K-S), Jika tingkat signifikansinya > 0,05, maka data itu terdistibusi normal dan dapat dilakukan model regresi berganda.

Pedoman pengambilan keputusan tentang data tersebut mendekati atau merupakan distribusi normal berdasarkan uji Kolmogorov Smirnov dapat dilihat dari :

1) nilai Sig. atau signifikan atau probabilitas < 0,05, maka distribusi data adalah tidak normal,


(38)

2) nilai Sig. atau signifikan atau probabilitas > 0,05, maka distribusi data adalah normal.

Distribusi yang melanggar asumsi normalitas dapat dijadikan menjadi bentuk yang normal dengan beberapa cara sebagai berikut :

1) Transformasi Data

Transformasi data dapat dilakukan dengan logaritma natiral (ln), log10, maupun akar kuadrat. Jika ada data yang bernilai negatif, transformasi data dengan logaritma akan menghilangkannya sehingga julah sampel (n) akan bekurang.

2) Trimming

Trimming adalah memangkas (membuang) observasi yang bersifat outlier, yaitu yang nilainya lebih kecil dari µ-2 atau lebih besar dari µ+2 . Metode ini juga mengecilkan sampelnya.

3) Winzorising

Winzorising mengubah nilai-nilai outliers menjadi nilai0nilai minimum atau maksimum yang diizinkan supaya distribusinya menjadi normal. Nilai-nilai observasi yang lebih kecil dari µ-2 akan diubah nilainya menjadi µ+2 dan nilai-nilai yang lebih besar dari µ+2 akan diubah nilainya menjadi µ-2 .

2. Uji Heterokedastisitas

Uji heterokedastisitas dilakukan untuk menguji apakah dalam sebuah model regresi terjadi ketidaksamaan varians dari residual dari satu pengamatan ke pengamatan yang lain. Jika varians dari residual dari suatu pengamatan ke


(39)

pengamatan lainnya tetap, maka disebut Homoskedastisitas dan jika varians berbeda, maka disebut heteroskedastisitas. Model regresi yang baik adalah yang tidak terjadi heteroskedastisitas.

Untuk mengetahui adanya masalah heteroskesdatisitas, kita bisa menggunakan korelasi jenjang Spearman, Park test, Goldfeld-Quandt test, BPG tast, White test atau Glejser test. Bila menggunakan korelasi jenjang Spearman, maka kita harus menghitung nilai korelasi untuk setiap variabel independen terhadap nilai residu, baru kemudian dicari tingkat signifikansinya. Park dan Glejser test memiliki dasar test yang sama yaitu meregresikan kembali nilai residu ke variabel independen. Salah satu cara untuk mengurangi masalah heteroskesdatisitas adalah menurunkan besarnya rentang (range) data. Salah satu cara yang bisa dilakukan untuk menurunkan rentang data adalah melakukan transformasi (manipulasi) logaritma. Tindakan ini bisa dilakukan bila semua data bertanda positif.

3. Uji Autokorelasi

Uji autokorelasi ini digunakan untuk menguji asumsi klasik regresi berkaitan dengan adanya autokorelasi. Model regresi yang baik adalah model yang tidak mengandung autokorelasi. Autokorelasi adalah keadaan dimana variabel

error-term pada periode tertentu berkorelasi dengan variabel error-error-term pada periode

lain yang bermakna variabel error-term tidak random. Pelanggaran terhadap asumsi ini berakibat interval keyakinan terhadap hasil estimasi menjadi melebar sehingga uji signifikansi tidak kuat. Uji ini dilakukan pada penelitian yang menggunakan data time series. Oleh karena data dalam penelitian ini merupakan


(40)

gabungan antara data cross section dan time series, maka harus dilakukan uji autokorelasi terlebih dahulu.

Untuk mendeteksi ada tidaknyanya autokorelasi bisa digunakan tes Durbin Watson (D-W). Panduan mengenai angka D-W untuk mendeteksi autokorelasi bisa dilihat pada tabel D-W, yang bisa dilihat pada buku statistik yang relevan. Namun demikian secara umum bisa diambil patokan:

1) angka D-W di bawah -2 berarti ada autokorelasi positif,

2) angka D-W di antara -2 sampai +2, berarti tidak ada autokorelasi, 3) angka D-W diatas +2 berarti ada autokorelasi negatif.

4. Uji Multikolinearitas

Uji multikolinearitas bertujuan untuk menguji apakah dalam sebuah model regresi ditemukan adanya korelasi antarvariabel independen. Menurut Ghozali (2005 : 91), untuk mendeteksi ada atau tidaknya multikolinearitas di dalam model regresi adalah sebagai berikut :

a. nilai R2 yang dihasilkan oleh suatu estimasi model regresi empiris sangat tinggi, tetapi secara individual variabel-variabel independennya banyak yang tidak signifikan mempengaruhi variabel dependen,

b. menganalisis matrik korelasi variabel-variabel independen. Jika antar variabel independen ada korelasi yang cukup tinggi (umumnya di atas 0.90), maka hal ini merupakan indikasi adanya multikolinearitas. Tidak adanya korelasi yang tinggi antar variabel independen tidak berarti bebas dari multikolinearitas. Multikolinearitas dapat disebabkan karena adanya efek kombinasi dua atau lebih variabel independen,

c. multikolinearitas dapat juga dilihat dari (a) nilai tolerance dan lawannya (b) variance inflation factor (VIF). Kedua ukuran ini menunjukkan setiap variabel independen manakah yang dijelaskan oleh variabel independen lainnya. Dalam pengertian sederhana setiap variabel independen menjadi variabel dependen (terikat) dan diregres terhadap variabel independen lainnya. Tolerance mengukur variabilitas variabel independen yang terpilih yang tidak dijelaskan oleh variabel independen lainnya. Jadi nilai


(41)

tolerance yang rendah sama dengan nilai VIF tinggi (karena VIF = 1/ Tolerence). Nilai cutoff yang umum dipakai untuk menunjukkan adanya multikolinearitas adalah nilai tolerance < 0.10 atau sama dengan nilai VIF > 10.

Cara untuk mengobati jika terjadi multikolinearitas, yaitu:

1) mengeluarkan satu atau lebih variabel independen yang mempunyai korelasi tinggi dari model regresi dan identifikasikan variabel independen lainnya untuk membantu prediksi,

2) menggabungkan data cross section dan time series (pooling data), 3) menambah data penelitian.

G. Model dan Teknik Analisis Data

Untuk menguji hipotesis (Ha) metode analisis yang digunakan adalah regresi berganda, karena menyangkut dua buah variabel independen dan satu buah variabel dependen. Model persamaan regresi untuk menguji hipotesis dengan formulasi sebagai berikut :

Y = a + b1X1 + b2X2 + e

Dimana;

Y = Penerimaan Pajak Penghasilan a = konstanta

X1 = NPWP

X2 = SSP PPh Pasal 25

b1 = Koefisien Regresi NPWP

b2 = Koefisien Regresi SSP PPh Pasal 25


(42)

H. Pengujian Hipotesis

Hipotesis dalam penelitian ini menggunakan t-test, F-test dan Koefisien Determinasi (R²).

1. Uji Signifikan Parsial (Uji – t)

Pengujian ini bertujuan untuk mengetahui apakah masing-masing variabel independen mempengaruhi variabel dependen secara signifikan. Bentuk pengujiannnya adalah :

Ho : b1,b2=0 , artinya NPWP dan SSP PPh Pasal 25 secara Parsial tidak

mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap Penerimaan Pajak Penghasilan. Ha : b1,b2 ≠0 , artinya NPWP dan SSP PPh Pasal 25 secara parsial mempunyai

pengaruh yang signifikan terhadap Penerimaan Pajak Penghasilan.

Pengujian dilakukan menggunakan uji – t dengan tingkat pengujian pada 5% derajat kebebasan (degree of freedom) atau df=(n – k).

Kriteria pengambilan keputusan : Ho diterima jika t hitung < t tabel

Ha diterima jika t hitung > t tabel

2. Uji Signifikan Simultan (Uji – F)

Pengujian ini bertujuan untuk mengetahui apakah variabel-variabel independen secara bersama-sama mempengaruhi variabel dependen secara signifikan. Pengujian simultan ini menggunakan uji F, yaitu dengan membandingkan antara nilai signifikansi F dengan nilai signifikansi yang digunakan yaitu 0,05.


(43)

Bentuk pengujiannya adalah :

Ho : b1,b2 =0 , artinya variabel NPWP dan SSP PPh Pasal 25 secara

bersama-sama tidak mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap Penerimaan Pajak Penghasilan.

Ha : b1,b2 ≠0 , artinya variabel NPWP dan SSP PPh Pasal 25 secara

bersama-sama mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap Penerimaan Pajak Penghasilan.

Kriteria pengambilan keputusan : Ho diterima jika F hitung < F tabel

Ha diterima jika F hitung > F tabel

3. Koefisien Determinasi (R²)

Pengujian Koefisien Determinasi (R²) digunakan untuk mengukur proporsi atau persentase sumbangan variabel independen yang diteliti terhadap variasi naik turunnya variabel dependen. Koefisien determinasi berkisar antara nol s.d satu ( 0

≤ R² ≤ 1 ). Hal ini berarti bila R² = 0 menunjukkan tidak adanya pengaruh antara

variabel independen terhadap variabel dependen, bila R² semakin mendekati 1, menunjukkan semakin kuat pengaruh variabel independen terhadap variabel dependen dan bila R² semakin kecil mendekati nol maka dapat dikatakan semakin kecilnya pengaruh variabel independen terhadap variabel dependen.

I. Jadwal dan Lokasi Penelitian

Penelitian dilakukan di Kantor Pelayanan Pajak Pratama Medan Barat, yang berlokasi di Jalan Asrama no.7 A, Medan.


(44)

Tabel 3.2 Jadwal Penelitian

Tahapan Penelitian Th 2008 Th 2009

Nov Des Jan Feb Mar Apr Mei Jun Penyelesaian proposal

Pencarian data awal Pengajuan proposal

Penyerahan proposal kepada dosen pembimbing

Bimbingan dan perbaikan proposal

Seminar proposal Pengumpulan data Pengolahan data Analisis data Bimbingan skripsi Penyelesaian skripsi

Sumber : Hasil Pengolahan Peneliti, 2009


(45)

BAB IV

ANALISIS HASIL PENELITIAN

A. Hasil Penelitian 1. Data Penelitian

a. Sejarah Umum KPP Medan Barat

Pada tahun 1976, Kantor Pelayanan Pajak masih disebut Kantor Inspeksi Pajak. Pada saat itu masih ada dua kantor inspeksi pajak yaitu Kantor Inspeksi Pajak Medan Selatan dan Kantor Inspeksi Pajak Medan Utara.

Berdasarkan Keputusan Mentri Keuangan No. 276/KMK/01/1989 tanggal 25 maret 1989 tentang Organisasi dan Tata Usaha Direktorat Jendral Pajak, maka Kantor Inspeksi Pajak diubah namanya menjadi Kantor Pelayanan Pajak sehingga sejak April 1989 Kantor Inspeksi Pajak Medan Utara diganti namanya menjadi Kantor Pelayanan Pajak Medan Utara.

Kemudian untuk menetapkan pelayanan yang akan diberikan pemerintah kepada masyarakat umum, khususnya kepada Wajib Pajak pada tanggal 29 Maret 1994 dikeluarkan Keputusan Mentri Keuangan No. 94/KMK/1994 terhitung mulai tanggal 1 April 1994 Kantor Pelayanan Pajak di Medan dirubah menjadi 4 kantor yaitu :

1. Kantor Pelayanan Pajak Medan Barat, Jl Asrama No. 7 Medan. 2. Kantor Pelayanan Pajak Medan Timur, Jl Diponegoro No. 30 Medan. 3. Kantor Pelayanan Pajak Medan Utara, Jl Sukamulia No. 17A Medan. 4. Kantor Pelayanan Pajak Medan Binjai, Jl Binjai No. 7


(46)

Kemudian sesuai dengan Surat Keputusan Mentri Keuangan No. 443/KMK/01/2001 tanggal 23 Juli 2001 Kantor Pelayanan Pajak Medan Barat dipecah menjadi dua kantor yaitu Kantor Pelayanan Pajak Medan Barat dan Kantor Pelayanan Pajak Medan Polonia yang mulai berlaku sejak 25 Januari 2002.

Wilayah kerja Kantor Pelayanan Pajak Medan Barat meliput i : 1. Kecamatan Medan Barat

2. Kecamatan Medan Helvetia 3. Kecamatan Medan Sunggal 4. Kecamatan Medan Petisah

Adapun Visi dari KPP Medan Barat adalah menjadi pelayan masyarakat yang profesional dengan kinerja yang baik dan dapat dipercaya untuk meningkatkan penerimaan negara dari sektor pajak di lingkungan Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak Sumatera Bagian Utara.

Dan misi dari KPP Medan Barat adalah meningkatkan penerimaan negara melalui PPh, PPN, PPnBM, dan PTLL serta peningkatan kecepatan dan mutu pelayanan perpajakan serta senantiasa memperbarui diri sesuai dengan perkembangan aspirasi masyarakat dan tertib administrasi.

b. Gambaran Struktur Organisasi KPP Pratama Medan Barat

Struktur Organisasi adalah suatu bagan yang menggambarkan sistematis mengenai penetapan tugas – tugas, fungsi dan wewenang serta tanggung jawab masing-masing dengan tujuan yang telah ditentukan sebelumnya. Tujuannya yaitu


(47)

untuk membina keharmonisan kerja agar pekerjaan dapat dilaksanakan dengan teratur dan baik untuk mencapai tujuan yang diharapkan secara maksimal.

KPP Medan Barat menetapkan Struktur Organisasi Lini danStaff. KPP Medan Barat dipimpin oleh seorang kepala kantor yang secara operasional bertangung jawab kepada Kepala Kantor Wilayah Direktorat Jendral Pajak.

Untuk mencapai Organisasi yang lebih baik sesuai dengan pangkat dan jabatan, dengan mengetahui tugas dan tanggung jawab masing – masing setiap bagian akan berinteraksi dan beroperasi secara harmonis dengan keteraturan pasti dengan wadah struktur organisasi.

KPP Medan Barat terdiri dari sembilan seksi yang masing-masing seksi mempunyai Koordinator Pelaksana dan satu Kantor Penyuluhan dan Pengamatan Potensi Pajak (KP4). Masing – masing seksi dipimpin oleh Kepala Seksi.

Struktur Organisasi yang ada di KPP Pratama Medan Barat dapat digambarkan sebagai berkut :

1. Sub Bagian Umum.

2. Sub Pengolahan Data Informasi ( PDI ). 3. Seksi Pelayanan.

4. Seksi Penagihan. 5. Seksi Pemeriksa. 6. Seksi Fungsional. 7. Seksi Ekstensifikasi. 8. Seksi Waskon I 9. Seksi Waskon II


(48)

10.Seksi Waskon III 11.Seksi Waskon IV

c. Kantor Dengan Wilayah Kerja Yang Baru (KPP PRATAMA). 1. KPP PRATAMA MEDAN TIMUR, dengan wilayah kerja :

a. Kecamatan MEDAN TIMUR b. Kecamatan MEDAN TEMBUNG c. Kecamatan MEDAN PERJUANGAN

2. KPP PRATAMA MEDAN KOTA, dengan wilayah kerja :

a. Kecamatan MEDAN KOTA b. Kecamatan MEDAN AREA c. Kecamatan MEDAN DENAI d. Kecamatan MEDAN AMPLAS

3. KPP PRATAMA MEDAN POLONIA, dengan wilayah kerja :

a. Kecamatan MEDAN JOHOR b. Kecamatan MEDAN MAIMUN c. Kecamatan MEDAN POLONIA d. Kecamatan MEDAN BARU e. Kecamatan MEDAN SELAYANG f. Kecamatan MEDAN TUNTUNGAN

4. KPP PRATAMA MEDAN BARAT, dengan wilayah kerja :

a. Kecamatan MEDAN BARAT


(49)

a. Kecamatan MEDAN PETISAH b. Kecamatan MEDAN HELVETIA c. Kecamatan MEDAN SUNGGAL

6. KPP PRATAMA MEDAN BELAWAN, dengan wilayah kerja :

a. Kecamatan MEDAN DELI b. Kecamatan MEDAN LEBUHAN c. Kecamatan MEDAN MARELAN d. Kecamatan MEDAN BELAWAN

d. Tugas dan Fungsi Organisasi Perusahaan/Instansi

Tugas dan fungsi masing – masing akan diuraikan dalam setiap seksi, dimana kantor Pelayanan Pajak Medan Barat mempunyai tugas pokok yaitu melaksanakan kegiatan operasional pelayanan perpajakan di bidang pajak penghasilan (PPh), Pajak Pertambahan Nilai (PPN), Pajak Pertambahan Nilai Atas Barang Mewah (PPnBM), dan Pajak Tidak Langsung lainnya (PTLL) dalam daerah wewenangnya, berdasarkan kebijaksanaan teknis yang ditetapkan oleh Direktorat Jendral Pajak.

Beberapa tugas dan fungsi organisasi pelaksana KPP Pratama Medan Barat : 1. Pengumpulan dan pengolahan data, penggalian potensi pajak serta

ekstensifikasi Wajib Pajak.

2. Penatausahaan dan Pengecekan data Surat Pemberitahuan (SPT) Tahunan serta berkas Wajib Pajak.


(50)

3. Penatausahaan dan Pengecekan data Surat Pemberitahuan (SPT) Masa serta pemantauan dan penyusunan masa PPh, PPN, PPnBM, dan PTLL. 4. Penatausahaan, penerimaan, penagihan, penyelesaian keberatan dan

restitusi PPh, PPN, PPnBM, dan PTLL. 5. Verifikasi dan penerapan sanksi perpajakan.

6. Pengurusan penerbitan Surat Ketetapan Pajak (SKP) 7. Penyuluhan dan pelayanan perpajakan.

8. Pengurusan tata usaha dan rumah tangga KPP

2. Statistik Deskriptif

Statistik Deskriptif adalah ilmu statistik yang mempelajari cara-cara pengumpulan, penyusunan dan penyajian data suatu penelitian. Tujuannya adalah memudahkan orang untuk membaca data serta memahami maksudnya. Berikut ini merupakan output SPSS yang merupakan keseluruhan data yang digunakan dalam penelitian ini.

Tabel 4.1 Descriptive Statistics

N Minimum Maximum Mean Std. Deviation

JPPPH (Y) 48 208701287.00 6221289677.00 938525240.3542 1229744587.80693 NPWP (X1) 48 8.00 2072.00 146.9167 346.52658 SSP (X2) 48 1170.00 5797.00 2246.4167 1230.64574

Valid N (listwise) 48


(51)

Berikut ini data deskriptif yang telah diolah :

a. variabel JPPPH (Y) memiliki nilai minimum 208.701.287,00, nilai maksimum 6.221.289.677,00, rata-rata JPPPH 938.525.240,3542 dan standar deviasi sebesar 1.229.744.587,80693 dengan jumlah sampel sebanyak 48.

b. variabel NPWP (X1) memiliki nilai minimum 8,00, nilai maksimum

2.072,00, rata-rata NPWP 146,9167 dan standar deviasi sebesar 346,52658 dengan jumlah sampel sebanyak 48.

c. variabel SSP (X2) memiliki nilai minimum 1.170,00, nilai maksimum

5.797,00, rata-rata SSP 2.246,4167 dan standar deviasi sebesar 1.230,64574 dengan jumlah sampel sebanyak 48.

3. Pengujian Asumsi Klasik a. Uji Normalitas

Pengujian normalitas ini bertujuan untuk mengetahui apakah data yang digunakan telah terdistribusi secara normal. Hasil uji normalitas dengan grafik histogram yang diolah dengan SPSS, normal probability plot serta Kolmogorov-Smirnov Test ditunjukkan sebagai berikut:


(52)

Regression Standardized Residual

5 4

3 2

1 0

-1

Frequency

25

20

15

10

5

0

Histogram Dependent Variable: JPPPH

Mean =2.78E-17฀

Gambar 4.1 Histogram

Sumber : Diolah dari SPSS, 2009

Hasil uji normalitas di atas memperlihatkan bahwa pada grafik histogram di atas distribusi data mengikuti kurva berbentuk lonceng yang menceng (skewness) kiri atau dapat disimpulkan bahwa data tersebut tidak normal.


(53)

Observed Cum Prob

1.0 0.8

0.6 0.4

0.2 0.0

E

xpect

ed

C

um

P

rob

1.0

0.8

0.6

0.4

0.2

0.0

Normal P-P Plot of Regression Standardized Residual

Gambar 4.2 Normal P-P Plot

Sumber : Diolah dari SPSS, 2009

Hasil uji normalitas dengan menggunakan normal probability plot, di mana terlihat bahwa titik-titik menyebar di sekitar garis diagonal serta penyebarannya kurang mengikuti garis diagonal sehingga dapat disimpulkan bahwa data dalam model regresi tidak terdistribusi secara normal.


(54)

Tabel 4.2

One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test

Unstandardize d Residual

N 48

Normal Parameters(a,b)

Mean .0000000

Std. Deviation 1158911150.47 804000 Most Extreme

Differences

Absolute .286

Positive .286

Negative -.195

Kolmogorov-Smirnov Z 1.981

Asymp. Sig. (2-tailed) .001

a Test distribution is Normal. b Calculated from data.

Sumber : Diolah dari SPSS, 2009

Nilai Kolmogorov – Smirnov sebesar 1.981 dan signifikan pada 0.05 (karena p = 0.001 < dari 0.05). Hal ini berarti Ha diterima yang mengatakan bahwa residual tidak terdistribusi secara normal atau dengan kata lain residual tidak berdistribusi normal.

Semua hasil pengujian melalui analisis grafik dan statistik di atas menunjukkan hasil yang sama yaitu tidak normal sehingga dilakukan tindakan perbaikan yaitu dengan menggunakan transformasi seluruh variabel penelitian ke dalam fungsi logaritma natural (Ln). Hasil pengujian ulang data menghasilkan :


(55)

Regression Standardized Residual

3 2

1 0

-1 -2

Frequency

12.5

10.0

7.5

5.0

2.5

0.0

Histogram Dependent Variable: LN_JPPPH

Mean =-8.26E-16฀

Gambar 4.3 Histogram

Sumber : Diolah dari SPSS, 2009

Hasil uji normalitas di atas memperlihatkan bahwa pada grafik histogram di atas distribusi data mengikuti kurva berbentuk lonceng yang tidak menceng (skewness) kiri maupun menceng kanan atau dapat disimpulkan bahwa data tersebut normal.


(56)

Observed Cum Prob

1.0 0.8

0.6 0.4

0.2 0.0

E

xpect

ed

C

um

P

rob

1.0

0.8

0.6

0.4

0.2

0.0

Normal P-P Plot of Regression Standardized Residual

Gambar 4.4 Normal P-P Plot

Sumber : Diolah dari SPSS, 2009

Hasil uji normalitas dengan menggunakan normal probability plot, di mana terlihat bahwa titik-titik menyebar di sekitar garis diagonal serta penyebarannya mengikuti garis diagonal sehingga dapat disimpulkan bahwa data dalam model regresi terdistribusi secara normal.


(57)

Tabel 4.3

One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test

Unstandardize d Residual

N 48

Normal Parameters(a,b) Mean Std. Deviation .0000000 .73016579 Most Extreme

Differences

Absolute .147

Positive .147

Negative -.130

Kolmogorov-Smirnov Z 1.019

Asymp. Sig. (2-tailed) .250

a Test distribution is Normal.

b Calculated from data.

Sumber : Diolah dari SPSS, 2009

Nilai Kolmogorov – Smirnov sebesar 1.019 dan tidak signifikan pada 0.05 (karena p = 0.250 > 0.05). Jadi kita tidak dapat menolak Ho yang mengatakan

bahwa residual terdistribusi secara normal atau dengan kata lain residual berdistribusi normal. Semua hasil pengujian melalui analisis grafik dan statistik di atas menunjukkan hasil yang sama yaitu normal, dengan demikian telah terpenuhi asumsi normalitas dan bisa dilakukan pengujian asumsi klasik berikutnya pada data.

b. Uji Heteroskedastisitas

Uji heterokedastisitas dilakukan untuk menguji apakah dalam sebuah model regresi terjadi ketidaksamaan varians dari residual dari satu pengamatan ke pengamatan yang lain. Heteroskedastisitas ini dapat dilihat dengan grafik

scatterplot dan uji Glejser. Hasil dari uji heteroskedastisitas dapat dilihat pada


(58)

Hasil Uji Heteroskedastisitas

Regression Standardized Predicted Value

3 2 1 0 -1 -2 R egressi on S tudent iz ed R esi dual 3 2 1 0 -1 -2 Scatterplot Dependent Variable: LN_JPPPH

Gambar 4.5 Grafik Scatterplot

Sumber : Diolah dari SPSS, 2009

Dari gambar scatterplot di atas, terlihat bahwa titik-titik menyebar secara acak di atas dan di bawah angka 0 pada sumbu Y, serta tidak membentuk pola tertentu atau tidak teratur. Hal ini mengindikasikan tidak terjadi heteroskedastisitas pada model regresi sehingga model regresi layak dipakai.

Sedangkan hasil uji heteroskedastisitas dengan statistik uji glejser setelah seluruh variabel penelitian ditransformasi ke dalam fungsi logaritma natural (Ln) dapat dilihat pada tabel berikut :


(59)

Tabel 4.4

Hasil Uji Heteroskedastisitas dengan uji Glejser

Coefficients(a) Model Unstandardized Coefficients Standardized Coefficients

t Sig.

B Std. Error Beta

1 (Constant) -.138 1.014 -.136 .892

LN_NPWP -.059 .055 -.167 -1.080 .286

LN_SSP .124 .139 .137 .889 .379

a Dependent Variable: absut

Sumber : Diolah dari SPSS, 2009

Berdasarkan hasil Uji Glejser di atas, dapat dilihat bahwa pada tabel Coefficients(a) nilai sig. semua variabel independen lebih besar dari 0,05 (5%). Sehingga dapat disimpulkan tidak terjadi heteroskedastisitas atau terjadi homoskedastisitas. Dengan demikian terpenuhilah asumsi klasik untuk uji heteroskedastisitas.

c. Uji Autokorelasi

Uji autokorelasi ini digunakan untuk menguji asumsi klasik regresi berkaitan dengan adanya autokorelasi. Model regresi yang baik adalah model yang tidak mengandung autokorelasi. Hasil dari uji autokorelasi dapat dilihat pada tabel berikut ini:

Tabel 4.5

Hasil Uji Autokorelasi

Model Summary(b)

Model R R Square

Adjusted R Square

Std. Error of

the Estimate Durbin-Watson

1 .425(a) .180 .144 .74622 1.546

a Predictors: (Constant), LN_SSP, LN_NPWP

b Dependent Variable: LN_JPPPH


(60)

Hasil uji autokorelasi di atas menunjukkan nilai statistik Durbin Watson (DW) sebesar 1,546. Maka Ho diterima, yang artinya dalam model regresi tidak terdapat autokorelasi atau kesalahan pengganggu, sebab DW terletak diantara -2 sampai +2 yang berarti tidak ada autokorelasi.

d. Uji Multikolinearitas

Uji multikolinearitas bertujuan untuk menguji apakah dalam sebuah model regresi ditemukan adanya korelasi antarvariabel independen. Hasil dari uji multikolinearitas dapat dilihat pada tabel berikut ini :

Tabel 4.6

Hasil Uji Multikolinearitas Coefficients(a)

Model Collinearity Statistics

Tolerance VIF

(Constant)

LN_NPWP .904 1.106

LN_SSP .904 1.106

a Dependent Variable: LN_JPPPH Sumber : Diolah dari SPSS

Nilai tolerance yang rendah sama dengan nilai VIF tinggi (karena VIF = 1/

Tolerance). Nilai cutoff yang umum dipakai untuk menunjukkan adanya

multikolinearitas adalah nilai tolerance < 0.10 atau sama dengan nilai VIF > 10. Dari hasil pengujian di atas, dapat dilihat bahwa angka tolerance Jumlah NPWP (X1), SSP (X2) > 0,10 dan VIF-nya < 10. Hasil perhitungan nilai Tolerance


(61)

kurang dari 0.10. Ini mengindikasikan bahwa tidak terjadi multikolinearitas di antara variabel independen dalam penelitian.

4. Model dan Teknik Analisis Data

Dalam pengolahan data dengan menggunakan regresi linear, dilakukan beberapa tahapan untuk mencari hubungan antara variabel independen dan variabel dependen, melalui pengaruh Ln_NPWP (X1) dan Ln_SSP (X2) terhadap Ln_JPPPH (Y). Hasil regresi dapat dilihat pada tabel 4.10.

Tabel 4.7 Hasil Analisis Regresi

Coefficients(a)

Model

Unstandardized Coefficients

Standardized Coefficients

T Sig.

Collinearity Statistics

B

Std.

Error Beta Tolerance VIF

1 (Constant) 15.322 1.690 9.068 .000 LN_NPWP -.139 .092 -.215 -1.513 .137 .904 1.106 LN_SSP .718 .232 .439 3.093 .003 .904 1.106 a Dependent Variable: LN_JPPPH

Sumber : Diolah dari SPSS, 2009

Berdasarkan penjelasan dari pengujian asumsi klasik sebelumnya, model regresi dalam penelitian ini telah diubah menjadi model logaritma natural, sehingga beta dan koefisien dari penelitian ini dapat disimpulkan dalam bentuk logaritma natural.

Dari nilai-nilai koefisien di atas, persamaan regresi yang dapat disusun untuk variabel JPPPH dan SSP adalah (dalam jutaan rupiah) :


(62)

Keterangan :

Ln JPPPH = Logarima Natural (LN) Penerimaan PPh Ln NPWP = Logarima Natural (LN) NPWP

Ln SSP = Logarima Natural (LN) SSP PPh Pasal 25

Persamaan tersebut menunjukkan angka yang signifikan pada 0,05 pada variabel Ln_NPWP (X1) dan Ln_SSP (X2). Adapun interpretasi dari persamaan di atas adalah :

a. = 15,322

Nilai konstanta sebesar ini menunjukkan bahwa apabila tidak ada variabel Ln_NPWP dan Ln_SSP (X=0), maka Penerimaan Pajak Penghasilan yang terbentuk adalah sebesar 15,322.

b. = - 0,139

Koefisien regresi ini menunjukkan bahwa setiap variabel Ln_NPWP menurun 1%, maka akan menurunkan Penerimaan Pajak Penghasilan sebesar 0,139% dengan asumsi variabel lainnya tetap atau sama dengan nol.

c. = 0,718

Koefisien regresi ini menunjukkan bahwa setiap variabel Ln_SSP meningkat 1%, maka akan meningkatkan Penerimaan Pajak Penghasilan sebesar 0,718% dengan asumsi variabel lainnya tetap atau sama dengan nol.


(63)

5. Pengujian Hipotesis

a. Uji Signifikan Parsial (Uji-t)

Untuk mengetahui apakah masing-masing variabel independen, yaitu NPWP dan SSP secara parsial (individual) berpengaruh terhadap Penerimaan Pajak Penghasilan, dilakukan uji statistik t.

Tabel 4.8 Uji Statistik t

Coefficients(a)

Variabel Regresi

t tabel t hitung Signifikansi t

(Constant) 9.068 .000

NPWP -1.513 .137 2.0129 (0.05;46)

SSP 3.093 .003 2.0129 (0.05;46)

a Dependent Variable: Ln_JPPPH

Sumber : Diolah dari SPSS, 2009

Kesimpulan yang dapat diambil dari analisis tersebut adalah sebagai berikut: 1) NPWP (X1) mempunyai nilai signifikansi 0,137 yang berarti nilai ini lebih

besar dari 0,05, sedangkan nilai t hitung 1,513 < t tabel 2,0129. Berdasarkan kedua nilai tersebut disimpulkan bahwa Ho diterima (Ha ditolak) atau dijelaskan bahwa variabel NPWP secara parsial tidak berpengaruh secara signifikan terhadap Penerimaan PPh (Y).

2) SSP (X2) mempunyai nilai signifikansi 0,003 yang berarti nilai ini lebih

kecil dari 0,05, sedangkan nilai t hitung 3,093 > t tabel 2,0129. Berdasarkan kedua nilai tersebut disimpulkan bahwa Ha diterima (Ho ditolak) atau dijelaskan bahwa variabel SSP secara parsial berpengaruh secara signifikan positif terhadap Penerimaan PPh (Y).


(64)

b. Uji Signifikan Simultan (Uji-F)

Kemudian untuk menguji pengaruh NPWP dan SSP secara bersama-sama terhadap Penerimaan PPh, digunakan uji statistik F.

Hasil uji statistik F dengan program SPSS dapat dilihat pada tabel berikut :

Tabel 4.9 Uji Statistik F

ANOVAb

Model

Sum of

Squares df Mean Square F Sig.

1 Regression 5.517 2 2.758 4.953 .011a

Residual 25.058 45 .557

Total 30.574 47

a Predictors: (Constant), LN_SSP, LN_NPWP

b Dependent Variable: LN_JPPPH

Sumber : Diolah dari SPSS, 2009

Berdasarkan tabel di atas diperoleh nilai F hitung sebesar 4,953 dengan tingkat signifikansi 0,011, jauh lebih kecil dari 0,05. Oleh karena itu maka model regresi bisa dipakai untuk memprediksi Penerimaan Pajak Penghasilan. Dengan kata lain, Jumlah NPWP terdaftar dan Jumlah SSP PPh Pasal 25 yang disetor secara simultan berpengaruh terhadap Jumlah Penerimaan Pajak Penghasilan.

Secara Quick Look, bila nilai F lebih besar dari pada 4, maka Ho dapat ditolak pada derajat kepercayaan 5%. Dengan kata lain Ha diterima, yang menyatakan bahwa semua variabel independen secara serentak dan signifikan mempengaruhi variabel dependen.


(65)

c.

Koefisien Determinasi (R²)

Tabel 4.10 Koefisien Determinasi

Model Summaryb

Model R R Square Adjusted R Square the Estimate Std. Error of

1 .425a .180 .144 .74622

a Predictors: (Constant), LN_SSP, LN_NPWP b Dependent Variable: LN_JPPPH

Sumber : Diolah dari SPSS,2009

Pada model summary di atas, angka R sebesar 0,425 menunjukkan bahwa korelasi atau hubungan antara Ln JPPPH (Y) dengan Ln NPWP (X1) dan Ln SSP (X2) cukup kuat yaitu sebesar 42,5%. Sedangkan nilai R square atau koefisien determinasi adalah 0,180. Nilai ini mengindikasikan bahwa 18,0% variasi atau perubahan dalam Ln JPPPH dapat dijelaskan oleh variasi variabel Ln NPWP dan Ln SSP. Sedangkan sisanya sebesar 82,0% dijelaskan oleh sebab-sebab lain yang tidak dimasukkan dalam model penelitian.

B. Pembahasan Hasil Penelitian

Berdasarkan hasil uji t sebelumnya, variabel Nomor Pokok Wajib Pajak yang terdaftar (NPWP) tidak berpengaruh secara signifikan terhadap variabel Penerimaan Pajak Penghasilan (JPPPH) dengan tingkat signifikansi variabel independen 0,137 (>0,05). Sedangkan variabel Jumlah Surat Setoran Pajak PPh Pasal 25 (SSP) berpengaruh secara signifikan positif terhadap variabel Penerimaan Pajak Penghasilan (JPPPH) dengan tingkat signifikansi variabel independen 0,003 (< 0,05). Hal ini mungkin dipengaruhi oleh karena banyaknya


(66)

orang – orang yang telah mendaftar sebagai Wajib Pajak dalam bentuk NPWP tetapi tidak menyetorkan kewajiban perpajakannya yang diwujudkan dengan SSP PPh Pasal 25. Ini menunjukkan bahwa penambahan NPWP yang mendaftar tiap bulannya belum tentu akan meningkatkan jumlah penerimaan pajaknya.

Hasil uji F dengan signifikansi sebesar 0,011 berada di bawah 0,05 yang berarti secara simultan seluruh variabel independen berpengaruh signifikan positif terhadap variabel penerimaan pajak penghasilan (JPPPH). Hal ini didukung dari nilai koefisien determinasi (R Square) sebesar 18,0% yang menunjukkan bahwa variabel independen NPWP dan SSP mampu menjelaskan sebanyak 18,0% variasi atau perubahan dari variabel dependen yaitu penerimaan pajak penghasilan. Sedangkan sisanya sebesar 82 % dijelaskan oleh variasi atau faktor lain yang tidak dimasukkan ke dalam model penelitian ini.

Penelitian ini walaupun tidak memiliki kesamaan variabel dengan penelitian Admin (2007) tetapi memiliki kesamaan unsur yaitu unsur kesadaran masyarakat untuk mendaftarkan diri, menghitung dan menyetorkan kewajiban perpajakannya ataupun yang diwakilinya. Admin menyatakan variabel PKP terdaftar, SPT Masa PPN, dan SSP PPN berpengaruh signifikan secara parsial dan simultan terhadap penerimaan Pajak Pertambahan Nilai tetapi hanya variabel PKP terdaftar saja yang memiliki arah negatif yang artinya setiap penambahan PKP akan mengakibatkan penerimaan PPN berkurang. Hal ini mirip dengan penelitian ini yang menunjukkan adanya suatu fenomena timbulnya kecendrungan dan motif tertentu dari para Wajib Pajak yang mendaftarkan diri baik sebagai PKP maupun NPWP.


(1)

yang berasal dari fiskus, sehingga dari penelitian ini peneliti berusaha melihat bagaimana kinerja Wajib Pajak tanpa adanya peranan fiskus. Sehingga dapat juga terlihat bahwa kondisi Wajib Pajak di wilayah kerja KPP Pratama Medan Barat apabila diberi kepercayaan penuh dalam menyelesaikan kewajiban perpajakannya.

Menurut Harahap (2004 : 31), “sikap mental yang berupa kepatuhan itu sulit sekali diwujudkan dalam kadar 100 persen, dalam arti Wajib Pajak itu mampu secara tulus ikhlas dan sadar sepenuhnya melaksanakan kewajibannya”. Di negara maju dengan sistem administrasi yang sangat tertib dan penegakan hukum yang relatif konsisten pun, sistem self assessment tidak otomatis menyebabkan orang mau membayar pajak dengan jujur. Bila keadaan memungkinkan, banyak diantara mereka yang berusaha menghindari dan menyelundupkan pajak. Apa yang telah disampaikan oleh Harahap tersebut terbukti dalam penelitian ini, bahwa tanpa adanya pengawasan yang ketat dari fikus dalam pelaksanaan sistem self assessment ini akan menjadi bumerang bagi penerimaan pajak, dan dalam penelitian ini penerimaan PPh akan menurun dengan adanya penambahan NPWP. Harahap (2004 : 31) juga menyatakan, “bahwa diterapkannya sistem yang memberikan kepercayaan penuh kepada Wajib Pajak untuk melaksanakan kewajibannya adalah langkah yang berani dan penuh tantangan.” Tantangan ini bisa kontraproduktif terhadap upaya peningkatan penerimaan sektor pajak.


(2)

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

Dari pembahasan pada bab sebelumnya, dapat ditarik beberapa kesimpulan. 1. Secara parsial diambil kesimpulan bahwa Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP)

tidak berpengaruh secara signifikan terhadap Penerimaan Pajak Penghasilan. Sedangkan Surat Setoran Pajak (SSP) PPh Pasal 25 memiliki pengaruh signifikan positif terhadap Penerimaan Pajak Penghasilan (JPPPH).

2. Secara simultan dapat diambil kesimpulan bahwa Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) dan Surat Setoran Pajak (SSP) PPh Pasal 25 mempunyai pengaruh signifikan positif terhadap Penerimaan Pajak Penghasilan.

3. Variasi atau perubahan dalam Penerimaan Pajak Penghasilan sebesar 18,0% dapat dijelaskan oleh variasi atau perubahan dari Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) dan Surat Setoran Pajak (SSP) PPh Pasal 25 sedangkan sisanya sebesar 82% dijelaskan oleh sebab-sebab lain misalnya seperti motivasi, kualitas pelayanan, pengawasan dari fiskus, tingkat kepercayaan dan sebagainya.

B. Keterbatasan Penelitian

Penelitian ini memiliki beberapa keterbatasan yang memerlukan perbaikan dan pengembangan dalam penelitian-penelitian berikutnya.


(3)

1. Penelitian ini hanya mengambil dua variabel independen sehingga hasil penelitian ini belum dapat menjelaskan semua variabel yang mempengaruhi Penerimaan Pajak Penghasilan.

2. Penelitian hanya dilakukan untuk periode empat tahun yaitu 2005 sampai 2008 yang disebabkan keterbatasan akses perolehan data.

3. Sampel dalam penelitian ini dibatasi pada Kantor Pelayanan Pajak Pratama Medan Barat yang menyebabkan hasil penelitian hanya berlaku untuk wilayah yang menjadi sampel penelitian, sehingga belum dapat di generalisasi untuk seluruh wilayah di Indonesia.

4. Penelitian ini tidak memberikan secara rinci dan konkrit penyebab Wajib Pajak ataupun calon Wajib Pajak potensial mengenai alasan tidak terlaksananya self assessment system terhadap kewajiban perpajakannya.

C. Saran

Berdasarkan kesimpulan yang telah diuraikan, penulis memberikan beberapa saran.

1. Peneliti selanjutnya disarankan agar menambah variabel independen, dependen, moderating, intervening yang memiliki kemungkinan untuk berpengaruh terhadap hubungan antara self assessment system terhadap penerimaan pajak penghasilan.

2. Penggunaan data yang lebih lengkap dan rentang periode waktu penelitian yang lebih panjang sehingga lebih mampu untuk dapat dilakukan generalisasi atas hasil penelitian tersebut.


(4)

3. Bagi pemerintah khususnya aparat yang berwenang diharapkan lebih pro aktif dalam melakukan pengawasan terhadap para Wajib Pajak, meningkatkan kualitas pelayanan serta melakukan penyuluhan kepada masyarakat akan pentingnya pajak bagi negara agar penerimaan pajak negara dapat meningkat.


(5)

DAFTAR PUSTAKA

Admin, 2007. “Pengaruh Self Assessment System Terhadap Penerimaan Pajak Pertambahan Nilai Pada Pengusaha Kena Pajak (Studi Kasus Kantor Pelayanan Pajak Batu)”, Jurnal Skripsi & Riset Akuntansi, 26, Oktober. Diana, Anastasia dan Lilis Setiawati, 2004. Perpajakan Indonesia, Edisi Pertama,

Penerbit Andi, Yogyakarta.

Djuanda, Gustian dan Irwansyah Lubis, 2001. Pelaporan Pajak Penghasilan, Edisi Pertama, PT Gramedia Pustaka Utama, Jakarta.

Erlina dan Sri Mulyani, 2007. Metode Penlitian Bisnis Untuk Akuntansi dan Manajemen, USU Press, Medan.

Gozhali, Imam, 2005. Aplikasi Analisis Multivariate Dengan Program SPSS, Edisi Ketiga, Badan Penerbit Undip, Semarang.

Gunadi, 2002. Ketentuan Perhitungan dan Pelunasan Pajak Penghasilan, Cetakan Pertama, Salemba Empat, Jakarta.

Harahap, Abdul Asri, 2004. Paradigma Baru Perpajakan Indonesia Perspektif Ekonomi-Politik. Jakarta. Integrita Dinamika Press

Ilyas, B. Wirawan dan Rudy Suhartono, 2007. Panduan Komprehensif dan Praktis Pajak Penghasilan, Lembaga Penerbit FE UI, Jakarta.

Jurusan Akuntansi Fakultas Ekonomi Universitas Sumatera Utara, 2004. Buku Petunjuk Teknik Penulisan Proposal Peneltian Dan Penulisan Skripsi, Fakultas Ekonomi Universitas Sumatera Utara, Medan.

Kesit, Bambang, 2001. Pajak Penghasilan Teknik Rekonsiliasi Fiskal, Edisi Kedua, Ekonisia, Yogyakarta.

Mardiasmo, 2006. Perpajakan, Edisi Revisi, Penerbit Andi, Yogyakarta.

Republik Indonesia, Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2007 Tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan, Jakarta.

Resmi, Siti, 2005 . Perpajakan : Teori dan Kasus, Edisi Pertama, Salemba Empat, Jakarta.

Situmorang, H. Syafrizal dkk, 2007. Analisis Data Penelitian : Menggunakan Program SPSS, Edisi Pertama, USU Press, Medan.


(6)

Suandy, Erly, 2002. Hukum Pajak, Edisi Kedua, Salemba Empat, Jakarta.

Sugiyono, 2005. Metode Penelitian Bisnis, Cetakan Kedelapan, Alfabeta, Bandung.

Waluyo, 2006. Perpajakan Indonesia, Edisi Keenam, Salemba Empat, Jakarta.


Dokumen yang terkait

Pelaksanaan Pengawasan Pembayaran Pajak Penghasilan Pasal 21 Pada Kantor Pelayanan Pajak (Kpp) Pratama Medan Belawan

1 40 57

Prosedur Restitusi Pajak Pertambahan Nilai Bagi Pengusaha Kena Pajak Yang Melakukan Ekspor Barang Kena Pajak Berwujud Di Kantor Pelayanan Pajak Pratama Medan Belawan

1 71 74

Tatacara Pelaporan e-SPT Pajak Penghasilan Pasal 21 Di Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Pratama Medan Timur

1 32 84

Faktor-Faktor Penyebab Tunggakan Pajak Penghasilan Orang Pribadi Semakin Besar di Kantor Pelayanan Pajak Pratama Medan Barat

0 34 68

Prosedur Pelaksanaan Penyitaan Oleh Juru Sita Pajak Di Kantor Pelayanan Pajak (Kpp) Pratama Medan Timur

1 56 75

PENGARUH SELF ASSESSMENT SYSTEM DAN PENAGIHAN PAJAK DENGAN SURAT PAKSA TERHADAP PENERIMAAN PAJAK PENGHASILAN DI KANTOR PELAYANAN PAJAK PRATAMA MEDANKOTA.

0 2 31

PENGARUH FAKTOR SELF ASSESSMENT SYSTEM TERHADAP PENERIMAAN PAJAK PENGHASILAN Pengaruh Faktor Self Assessment System Terhadap Penerimaan Pajak Penghasilan ( Studi Kasus Pada Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Surakarta ).

0 2 15

PENGARUH FAKTOR SELF ASSESSMENT SYSTEM TERHADAP PENERIMAAN PAJAK PENGHASILAN Pengaruh Faktor Self Assessment System Terhadap Penerimaan Pajak Penghasilan ( Studi Kasus Pada Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Surakarta ).

0 1 14

Pengaruh Self Assessment System terhadap Penerimaan Pajak Penghasilan di Kantor Pelayanan Pajak Pratama Bandung Karees.

1 2 19

PENGARUH SELF ASSESSMENT SYSTEM TERHADAP PENERIMAAN PAJAK PERTAMBAHAN NILAI DI KANTOR PELAYANAN PAJAK PRATAMA JAMBI

0 0 15