Peran Asuransi Kredit Dalam Mengatasi Kredit Macet
SKRIPSI
Diajukan untuk melengkapi tugas-tugas dan memenuhi syarat-syarat untuk mencapai gelar
Sarjana Hukum
Oleh :
NIM : 080200305 E
EGGIIEESSAANNDDRREEZZTTAARRIIGGAANN
DEPARTEMEN HUKUM KEPERDATAAN PROGRAM KEKHUSUSAN HUKUM PERDATA BW
FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
M E D A N
(2)
PERAN ASURANSI KREDIT DALAM MENGATASI KREDIT MACET
(Studi Kasus di BRI Unit Laucimba Cabang Kabanjahe)
SKRIPSI
Diajukan untuk melengkapi tugas-tugas dan memenuhi syarat-syarat untuk mencapai gelar
Sarjana Hukum
Oleh :
NIM : 080200305 E
EGGIIEESSAANNDDRREEZZTTAARRIIGGAANN
DEPARTEMEN HUKUM KEPERDATAAN
Disetujui oleh :
Ketua Departemen Hukum Keperdataan
NIP. 199660301985081001 Dr. H. Hasim Purba, SH, M.Hum
Pembimbing I
NIP. 195506261986612001 Sinta Uli Pulungan, SH, M.Hum
Pembimbing II
NIP. 197308042002121001 Mulhadi, SH, M.Hum
FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
M E D A N
(3)
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas segala kasih dan penyertaan-Nya, sehingga penulis diberi kekuatan dan kemampuan untuk menyelesaikan skripsi ini.
Skripsi ini disusun guna melengkapi tugas-tugas dan memenuhi syarat-syarat dalam memperoleh gelar Sarjana Hukum pada Fakultas Hukum
Universitas Sumatera Utara. Adapun judul dari skripsi ini adalah “Peran
Asuransi Kredit Dalam Mengatasi Kredit Macet”, Adapun peran asuransi kredit dalam mengatasi kredit macet pada BRI Unit Laucimba Kantor Cabang Kabanjahe yaitu untuk mengurangi resiko kredit macet yang dihadapi bank terhadap pemberian kredit kepada nasabah.
Skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan, karena terbatas kemampuan dan pengetahuan dalam penulisan skripsi ini. Untuk itu dengan segala kerendahan hati, diharapkan saran dan kritik yang konstruktif dalam menunjang kesempurnaan skripsi ini.
Dalam kesempatan ini ucapan terima kasih yang sebesar-besarnya penulis sampaikan kepada seluruh pihak yang secara langsung maupun tidak langsung telah membantu penulis dalam penyusunan skripsi ini maupun selama menempuh perkuliahan khususnya kepada :
(4)
1. Bapak Prof. Syaril Pasaribu DTM&H, MSc(CTM), SpA(K) sebagai Rektor Universitas Sumatera Utara.
2. Bapak Prof. Dr. Runtung Sitepu SH., M.Hum, selaku Dekan Fakultas Hukum
Universitas Sumatera Utara.
3. Bapak Prof. Dr. Budiman Ginting, SH., M.Hum, selaku Pembantu Dekan I
Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.
4. Bapak Syafruddin Hasibuan, SH, MH, DFM, selaku Pembantu Dekan II
Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.
5. Bapak Husni, SH, M.Hum, selaku Pembantu Dekan III Fakultas Hukum
Universitas Sumatera Utara.
6. Bapak Prof. Dr. Hasim Purba SH, M.Hum, selaku Ketua Departemen Hukum
Keperdataan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.
7. Ibu Sinta Uli, SH, M.Hum selaku Dosen Pembimbing I yang dengan
penuh kesabaran menghadapi penulis, memberikan pengajaran, ilmu serta masukan-masukan kepada penulis untuk menyelesaikan skripsi ini
8. Bapak Mulhadi, SH, M.Hum selaku Dosen Pembimbing II yang dengan penuh
kesabaran, ilmu, serta dorongan yang menambah motivasi dan semangat untuk menyelesaikan skripsi ini.
9. Kedua orang tua yang sangat penulis banggakan, Robinson Tarigan dan
Nurlina Br Ginting yang selalu berdoa memberikan dukungan sepenuh hati kepada penulis, serta adik tersayang Athan Bremana Tarigan yang juga selalu memberikan candaan dan semangat dan berdoa untuk penulis.
(5)
10.Seluruh dosen serta staf pengajar yang tidak penulis sebutkan satu persatu yang telah mengajar dari awal perkuliahan sampai selesai
11.Sahabat penulis yakni Juna Kaban, Sepstian Tarigan, Chrismanta Sinaga,
Romario Sembiring, Dennis Sanjaya, Fredy Luth Purba, Marthin Sembiring, Fahrul Rozi Nasution, serta
12.Teman-teman IMKA ERKALIAGA FH USU Juna Kaban, Rezky Bangun,
Eddy Milala, Christy Ginting, Monika Tarigan, Henny Tarigan, Agi Gama Sembiring beserta teman teman Wakblek yang selalu memberikan semangat dan candaan dalam mengerjakan skripsi ini, Christo Kaban, Diaz Sinaga, Albert samrey dan lain-lain.
13.Semua abang-abang dan kakak senior dan teman-teman Stambuk 2008
yang tidak dapat saya sebutkan satu persatu.
14.Seluruh pihak yang telah memberikan bantuannya kepada penulis dalam
penyelesaian skripsi ini, yang tidak bisa penulis sebutkan satu persatu
Akhir kata, penulis sangat menyadari bahwa skripsi ini masih sangat jauh dari kesempurnaan, untuk itu penulis sangat mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun, agar lebih baik lagi pada kesempatan yang akan datang.
Medan, 17 September 2012 Penulis
(6)
DAFTAR ISI
Halaman
KATA PENGANTAR ... i
DAFTAR ISI... iv
ABSTRAK ... vi
BAB I : PENDAHULUAN ... 1
A. Latar Belakang ... 1
B. Rumusan Masalah ... 7
C. Tujuan dan Manfaat Penulisan ... 8
D. Metode Penelitian ... 9
E. Keaslian Penulisan ... 12
F. Sistematika Penulisan ... 12
BAB II : TINJAUAN UMUM PERJANJIAN ASURANSI DAN ASURANSI KREDIT ... 14
A. Pengertian dan Persyaratan Perjanjian Asuransi ... 14
B. Tujuan Asuransi dan Polis ... 20
C. Prinsip-prinsip dalam Perjanjian Asuransi ... 27
D. Pengertian dan Jenis-jenis Asuransi Kredit ... 32
(7)
BAB III : KREDIT MACET PADA BANK ... 40
A. Kredit Macet pada Bank dan Pemberian Kredit Usaha .... 40
B. Faktor-faktor Penyebab Timbulnya Kredit Macet ... 42
C. Akibat Hukum Kredit Macet ... 46
D. Tindakan Penyelamatan Usaha Nasabah oleh Bank ... 47
BAB IV : PERAN ASURANSI KREDIT DALAM MENGATASI KREDIT MACET UNTUK PEMBERIAN KREDIT USAHA DI BANK BRI UNIT LAUCIMBA KANTOR CABANG KABANJAHE ... 60
A. Prosedur Pemberian Kredit ... 60
B. Kriteria Usaha yang Dapat Dijamin oleh Asuransi Kredit ... 63
C. Kelebihan dan Kekurangan Menggunakan Asuransi Kredit ... 65
D. Peran Asuransi Kredit Dalam Mengatasi Kredit Macet Untuk Pemberian Kredit Usaha di BRI Cabang Laucimba Kabanjahe ... 67
BAB V : PENUTUP ... 72
A. Kesimpulan ... 72
B. Saran ... 73
DAFTAR PUSTAKA ... 74 LAMPIRAN
(8)
ABSTRAK
Egie Sandrez Tarigan*) Sinta Uli**) Mulhadi***)
*)
Mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.
**)
Dosen Pembimbing I
***)
Dosen Pembimbing II
Perjanjian kredit merupakan perjanjian antara penerima dengan pemberi kredit yang memuat ketentuan-ketentuan mengenai jumlah dan cara mengangsur kredit, tujuan penggunaan kredit, jangka waktu kredit, jenis dan peningkatan jaminan kredit, cara penarikan kredit, suku bunga dan sebagainya. Kredit adalah penyediaan uang atau tagihan yang dapat dipersamakan dengan itu, berdasarkan persetujuan atau kesepakatan pinjam-meminjam untuk melunasi hutangnya setelah jangka waktu tertentu dengan pemberian bunga, imbalan, atau pembagian keuntungan. Di dalam proses pelaksanaan kredit pasti ada berbagai masalah yang terjadi, sehingga pihak bank membutuhkan jasa asuransi untuk melindungi serta mengurangi masalah yang terjadi.
Permasalahan yang akan dibahas yakni, bagaimana kriteria usaha yang dapat dijamin oleh perusahaan asuransi kredit, apakah kelebihan dan kekurangan menggunakan asuransi kredit, dan apakah peran asuransi kredit dalam mengatasi kredit macet.
Metode penelitian yang dipakai dalam penulisan skripsi ini dilakukan dengan menggunakan metode penelitian normatif yaitu dengan melakukan pegumpulan pegumpulan data yang bersumber dari data primer sekunder dan tersier yang mengolah dana menganalisis bahan hukum tersebut tidak bisa melepaskan diri dari berbagai penafsiran yang dikenal dengan ilmu hukum dan metode penelitian yuridis empiris melakukan pengumpulan data melalui wawancara atau riset untuk melengkapi data-data yang lain.
Dari hasil penelitian ditemukan hal yang terjadi seperti kriteria usaha yang dapat dijamin oleh perusahaan asuransi kredit, dan apakah kelebihan dan kekurangan asuransi kredit serta peran asuransi kredit dalam mengatasi kredit macet sangat berkaitan erat dengan manfaat tujuan dan fungsi, ketiga kata tersebut merupakan perwakilan dari kata peran yang artinya hal berlaku atau bertindak sebagai pelaku utama. Asuransi kredit sebagai usaha asuransi berperan menghimpun dana masyarakat mulai dari pengumpulan premi asuransi, memberikan perlindungan kepada anggota masyarakat pemakai jasa asuransi terhadap kemungkinan timbulnya kerugian karena suatu peristiwa yang tidak pasti atau terhadap hidup dan meninggalnya seseorang sesuai dengan pasal 2 UU No. 2 tahun 1992 tentang Usaha Perasuransian. Pihak asuransi telah melindungi serta menjamin apabila terjadi masalah baik berupa kredit macet yang terjadi pada BRI Unit Laucimba Kantor Cabang KabanJahe dan kredit bermasalah lainya, yang mana pihak bank merasa lebih nyaman begitu pula dengan pihak nasabah. Pihak nasabah juga telah mendapat jaminan asuransi yang sama seperti asuransi jiwa apabila ia melakukan proses pelaksanaan kredit.
(9)
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Sebagaimana diketahui pada masa pembangunan ini pemerintah Indonesia telah melakukan usaha-usaha untuk meningkatkan taraf hidup bagi seluruh rakyatnya. Pembangunan nasional bertujuan untuk mewujudkan masyarakat adil dan makmur, yang merata material dan spritual berdasarkan Pancasila. Usaha-usaha tersebut terlihat jelas dengan dicantumkannya pasal-pasal berkaitan dengan demokrasi ekonomi pada Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 , yakni Pasal 27, 33, dan 34.
Dalam rangka mengembangkan Usaha Mikro Kecil, dan Menengah (UMKM) , Pemerintah juga telah menciptakan berbagai fasilitas mulai dari perkreditan sampai dengan upaya memecahkan masalah pemasaran dan penyediaan bahan baku. Pemerintah juga telah menciptakan beberapa peraturan dalam upaya meningkatkan usaha kecil, antara lain, Undang-Undang No. 9 Tahun 1995 tentang Usaha Kecil, Keputusan Presiden No. 99 Tahun 1998 dan Undang-Undang tentang UMKM yaitu Undang Undang No. 10 Tahun 2008 tentang Bidang/Jenis Usaha yang terbuka untuk Usaha Mikro, Usaha Kecil,
(10)
Usaha Menengah, Usaha Besar, Dunia Usaha, Pengembangan Usaha Pemerintah, Penjaminan, Kemitraan.
Adanya keterbatasan modal dalam dunia usaha kecil mengakibatkan terbatasnya pendapatan, hal ini tentunya dapat menghambat pelaku usaha kecil untuk memupuk dan mengendalikan modalnya. Faktor inilah yang seringkali memicu tumbuhkembangnya pinjaman kredit.
Perjanjian kredit itu sendiri merupakan perjanjian antara penerima dengan pemberi kredit yang memuat ketentuan-ketentuan mengenai jumlah dan cara mengangsur kredit, tujuan penggunaan kredit, jangka waktu kredit, jenis dan peningkatan jaminan kredit, cara penarikan kredit, suku bunga dan sebagainya.1
Menurut kenyataan “kredit” sudah merupakan kualitas yang hidup sehari-hari dalam masyarakat luas. Khususnya dalam iklim pembangunan ekonomi yang sudah menjadi garis politik pemerintah, perkreditan bukan lagi merupakan masalah teknis perbankan semata-mata. Kegiatan aktif fungsi bank kini harus Menurut Pasal 1 angka 12 Undang-Undang No. 10 Tahun 1998 tentang Perubahan atas Undang-Undang No. 7 Tahun 1992 tentang Perbankan dijelaskan bahwa kredit adalah penyediaan uang atau tagihan yang dapat dipersamakan dengan itu, berdasarkan persetujuan atau kesepakatan pinjam-meminjam untuk melunasi hutangnya setelah jangka waktu tertentu dengan pemberian bunga, imbalan, atau pembagian keuntungan.
1
R. Tjiptoadinugroho, 1994, Perbankan Masalah Perkreditan, Pradnya Paramita, Jakarta, hal. 4
(11)
benar-benar dijiwai oleh ideologi yang hidup karena perkreditan harus ditujukan kepada sasaran kesejahteraaan rakyat.2
Alam pikiran peminta kredit, pemberi kredit, maksud dan tujuan serta penggunaan kredit, kondisi, dan situasi pada waktu kredit diberikan dan jangka waktu kelonggaran pemakaian kredit serta pengangsurannya mempunyai
hubungan yang sangat erat dengan iklim dunia usaha perekonomian negara pada
umumnya.3
Dari gambar singkat di atas, dapat disebutkan dan disimpulkan bahwa ada beberapa unsur dalam suatu pemberian kredit :4
1. Ada pihak yang bersedia dan mempunyai kelebihan uang/dana/barang/jasa
serta menawarkan kelebihan uang/dana/barang/jasa tersebut sesuai syarat-syarat yang ditentukan. Pihak ini disebut “kreditur” atau “pemberi kredit”.
2. Ada pihak yang membutuhkan dana dan mengajukan permohonan untuk
memperoleh uang/dana/barang/jasa tersebut sesuai dengan syarat-syarat yang diinginkannya. Pihak ini disebut “debitur” atau “penerima kredit. Pemberi kredit biasanya dalam keadaan/posisi yang lebih kuat sehingga lebih memperhatikan dan memperhitungkan unsur :
a. Kepercayaan
Ia harus mempunyai keyakinan dan kepercayaan bahwa kelebihan dana/uang/barang/jasa yang akan diberikannya akan kembali menghasilkan (berupa bunga kredit).
b. Prestasi
Ia mau memberikan prestasi dalam bentuk uang/dan/barang/jasa apabila mempunyai keyakinan bahwa prestasi itu akan dapat diperolehnya kembali.
c. Waktu
Pemberian kelebihan dana/uang/barang/jasa kepada pihak lain akan dikembalikan pada saat/waktu yang telah disepakati bersama/ditentukan.
d. Risiko
Ada perbedaan waktu antara penerimaan dana/uang/barang/jasa dengan
saat pengembaliannya sehingga hal ini membawa resiko baginya. Apabila resiko yang dihadapi sekecil-kecilnya barulah ia akan memberikan
kelebihan dana/uang/barang/jasa tersebut kepada penerimanya.
2Ibid., hal. 5
3
Ibid., hal. 6
4
(12)
Untuk mendukung, memperlancar, dan memperkecil risiko dari penyaluran kredit ini tentunya dibutuhkan adanya suatu lembaga asuransi. Lembaga asuransi ini dikenal dengan nama asuransi kredit bank. Asuransi kredit bank merupakan salah satu layanan jasa yang diberikan oleh perusahaan asuransi sebagai lembaga keuangan yang menjembatani sektor rill dan sektor financial guna meningkatkan
kepercayaan perbankan dalam kebijakan kreditnya.5
Dalam praktek, setiap kontrak yang dilakukan oleh konsumen baik itu
konsumen perumahan, konsumen perbankan, konsumen leasing, konsumen jual-beli
kendaraan bermotor selalu dicantumkan mengenai pasal berisikan klausula asuransi.
Permasalahan yang sering terjadi saat ini adalah tidak adanya titik temu
antara sektor rill dan perbankan. Pengusaha seringkali mengalami masalah
berupa proyek yang tidak bankable menurut bank maupun agunan yang tidak
memadai, bank juga keahlian potensi penyaluran kredit karena khawatir akan profil risiko.
Salah satu upaya hukum adalah dengan membuat klausul asuransi di
dalam perjanjiannya. Perusahaan asuransi sebagai lembaga keuangan non bank biasanya bekerjasama dengan lembaga bisnis lainnya, seperti perusahaan leasing,
perbankan, perusahaan jual beli kredit kendaraan, perusahaan real estate dan lain-lain.
6
Tindakan menambahkan klausul asuransi dalam perjanjian kredit adalah
untuk menghindari kerugian yang mungkin akan diderita oleh kreditur.
5
Ibid., hal. 7
6
(13)
Misalnya saja debitur meninggal dunia sehingga tidak dapat lagi melunasi kreditnya. Untuk menghindari kerugian inilah, bank selaku pemberi kredit mengalihkan risikonya kepada pihak perusahaan asuransi.
Di dalam Undang-Undang No. 2 Tahun 1992 tentang Usaha Perasuransian dikenal beberapa perusahaan asuransi yaitu perusahaan asuransi kerugian, perusahaan asuransi jiwa dan perusahaan reasuransi. Perusahaan asuransi kerugian adalah perusahaan yang memberikan jasa dalam penanggulangan risiko atas
kerugian, kehilangan manfaat tanggung jawab hukum kepada pihak ketiga,
yang timbul dari peristiwa yang tidak pasti.7
Berdasarkan uraian tersebut di atas, maka peranan perusahaan asuransi sangat berpengaruh kepada setiap masalah yang dialami perbankan, sebagai contoh pada kredit macet.
Dengan pengalihan risiko atas kerugian ini, kreditur tidak perlu takut dalam memberikan pinjaman kredit.
Namun hal ini bukan berarti kreditur dapat memberikan pinjaman kredit
secara sembarang. Ada hal-hal yang masih harus diperhatikan sebelum kreditur memberikan pinjaman kredit.
8
Pelaksanaan prinsip kehati-hatian ini merupakan salah satu cara yang paling efektif untuk menekan terjadinya kredit macet, di samping sistem/pola penanganan yang sudah dimiliki/disiapkan sendiri (kebijakan internal) masing-masing
8
Usman Rachmadi, 2001 Aspek-aspek Hukum Perbankan di Indonesia, PT. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta, hal. 18
(14)
bank. Dalam menanggulangi kredit macet, bank juga dibantu dengan adanya asuransi kredit. 9
Perusahaan asuransi adalah suatu lembaga yang sengaja dirancang dan dibentuk sebagai lembaga pengambilalih dan penerima resiko. Dengan demikian, perusahaan asuransi pada dasarnya menawarkan jasa proteksi sebagai bentuk produknya kepada masyarakat yang membutuhkan, dan selanjutnya diharapkan akan menjadi nasabahnya. Untuk mencapai tujuan tersebut, perusahaan asuransi akan mengajak setiap pihak untuk bergabung ataupun bekerjasama untuk menghadapi kemungkinan-kemungkinan kerugian yang mungkin terjadi yang biasanya tidak disadari dan tidak siap dihadapi.
Asuransi kredit menunjukkan pertumbuhan yang mengesankan dalam rentang tahun 1996 sampai dengan tahun 2011, khususnya dalam aspek penyaluran pembiayaan usaha kecil.
10
Ada beberapa obyek yang dapat diasuransikan dalam suatu perjanjian kredit antara lain, asuransi jiwa debitur, asuransi terhadap barang jaminan (agunan) atas resiko kehilangan barang, musnah karena terbakar, dan resiko tidak
Secara spesifik masing-masing perusahaan asuransi memiliki peran dan tujuan operasional yang khas untuk mencapai sasarannya. Dengan demikian, suatu perusahaan asuransi dirancang dan diatur sedemikian rupa agar dapat melaksanakan fungsinya sebagai lembaga pengambilalih dan penerima resiko pihak lain.
9
Op.Cit ., hal. 18
10
(15)
terbayarnya hutang oleh debitur, sehingga untuk itu perlu dilakukan penutupan asuransi yang disyaratkan dalam satu pasal pada perjanjian kredit sehingga keamanan bagi bank diperlukan, karena dana yang disimpan pada bank perlu dilindungi, sebab bila bank tidak memperhatikan keamanan dana masyarakat tersebut, maka akan mempersulit pihak bank sendiri yaitu akan mengurangi kepercayaan masyarakat dalam menanamkan dananya pada pihak bank.
Selain itu keberadaan bank yang ada di lingkungan masyarakat,
didirikan dengan tujuan selain untuk mencari keuntungan juga diharapkan dapat membantu mengembangkan usaha kecil menengah untuk meningkatkan pendapatan bagi usaha kecil menengah dengan menyediakan kredit. Apabila terjadi resiko kepentingan kreditur tetap terlindungi.11
11
R. Ali Rido, 1992 Hukum Dagang Tentang Prinsip dan Fungsi Asuransi Dalam Lembaga Keuangan, Pasar Modal, Lembaga Pembiayaan Modal Ventura dan Asuransi Haji, Citra Aditya Bakti, Bandung, ha1. 47
Keamanan bagi bank diperlukan, karena dana yang disimpan pada bank perlu dilindungi, sebab bila bank tidak memperhatikan keamanan dana
masyarakat tersebut, maka akan mempersulit pihak bank sendiri yaitu akan
mengurangi kepercayaan masyarakat dalam menanamkan dananya pada
pihak bank. Selain itu keberadaan bank yang ada di lingkungan masyarakat, didirikan dengan tujuan selain untuk mencari keuntungan juga diharapkan dapat membantu mengembangkan usaha kecil menengah untuk meningkatkan pendapatan bagi usaha kecil menengah dengan menyediakan kredit.
(16)
Dengan uraian di atas, maka penulis tertarik untuk membuat karya tulis dalam bentuk skripsi dengan judul “Peran Asuransi Kredit Dalam Mengatasi Kredit Macet Pada BRI Unit Laucimba Cabang Kabanjahe.
B. Rumusan Masalah
Permasalahan adalah merupakan kenyataan yang dihadapi dan harus diselesaikan oleh peneliti dalam penelitian. Dengan adanya rumusan masalah maka akan dapat ditelaah secara maksimal ruang lingkup penelitian sehingga tidak mengarah pada hal-hal di luar permasalahan.
Adapun permasalahan yang diajukan dalam penelitian ini adalah :
1. Bagaimana kriteria kredit yang dapat dijamin oleh Perusahaan Asuransi
Kredit?
2. Apakah kelebihan dan kekurangan berasuransi kredit dalam mengatasi
kredit macet?
3. Bagaimana peran asuransi kredit dalam mengatasi kredit macet pada
BRI Unit Laucimba Kabanjahe?
C. Tujuan dan Manfaat Penulisan
1. Tujuan Penulisan
Tujuan penulis melaksanakan penelitian ini adalah :
a. Untuk mengetahui kriteria kredit yang dapat dijamin oleh Perusahaan
Asuransi Kredit
b. Untuk mengetahui kelebihan dan kekurangan berasuransi kredit dalam
(17)
c. Untuk mengetahui peran asuransi kredit dalam mengatasi kredit macet pada BRI Unit Laucimba Kabanjahe
2. Manfaat Penulisan
Adapun manfaat Penulisan skripsi yang akan penulis lakukan adalah : a. Secara Teoritis
Manfaat penulisan secara teoritis merupakan suatu Secara teoretis diharapkan penulisan skripsi ini dapat bermanfaat untuk menambah
pengetahuan dan wawasan serta tujuan bagi kalangan akademis yang
mempunyai kegunaan sebagai pembelajaran kita terhadap pengetahuan bagaimana itu peran asuransi kredit dalam mengatasi kredit macet. b. Secara Praktis
1) Manfaat penelitian yang bersifat praktis hasil penelitian ini
diharapkan bermanfaat sebagai bahan masukan bagi kalangan akademisi, praktisi maupun masyarakat umumnya serta dapat bermanfaat bagi pihak-pihak yang ingin melakukan penelitian di bidang yang sama.
2) Dengan adanya penelitian ini dapat memberikan tambahan tentang
pengetahuan dan pemahaman hukum kredit macet pada pemberian asuransi kredit.
D. Metode Penelitian
Dalam hal ini, apa yang dikemukakan dalam tulisan ini merupakan pengambilan bahan tidak terlepas dari kepustakaan mengingat tulisan ini kerap
(18)
diaktualisasikan melalui kepustakaan. Maka haruslah menggunakan metode penulisan yang sesuai dengan bidang yang diteliti. Adapun penelitian yang digunakan dapat diuraikan sebagai berikut :
1. Jenis Penelitian
Jenis penelitian yang digunakan dalam penulisan skripsi ini disesuaikan dengan permasalahan yang diangkat di dalamnya. Dengan demikian, penelitian yang dilaksanakan adalah penelitian hukum normatif yaitu penelitian yang dilakukan dengan cara menganalisa hukum yang tertulis dari bahan pustaka atau data sekunder belaka yang lebih dikenal dengan nama dan bahan acuan dalam bidang hukum atau bahan rujukan bidang hukum serta menggunakan jenis penelitian yuridis empiris yaitu penelitian yang menunjukkan lapangan atau kancah adalah tempat para peneliti untuk mendapatkan data primer. Peneliti tidak seyogianya tidak hanya mencukupkan data sekunder yang telah diperoleh dari kepustakaan. Kelengkapan data sangat
menentukan hasil yang diperoleh.12
2. Data dan Sumber Data
Adapun metode penelitian lapangan
(yuridis empiris) penulis lakukan dengan metode wawancara yaitu melakukan
wawancara langsung dengan salah satu Pjs Kepala BRI Unit Laucimba Cabang Kabanjahe untuk mendapat informasi yang benar.
Dalam menyusun skripsi ini, data dan sumber data yang digunakan adalah bahan hukum primer, sekunder dan tersier. Bahan-bahan primer yaitu bahan
12
Soerjono Soekanto dan Sri Mamudji, 2007 Penelitian Hukun Normatif Suatu Tinjauan Singkat, Jakarta : PT. Radja Grafindo Persada, hal. 33
(19)
hukum yang terdiri dari Peraturan Perundang-undangan di bidang hukum yang mengikat antara lain Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1992 tentang Usaha Perasuransian. Bahan hukum sekunder yaitu bahan hukum yang memberikan penjelasan terhadap bahan hukum primer, yaitu hasil karya para ahli hukum berupa buku-buku, pendapat-pendapat para sarjana yang berhubungan dengan skripsi ini. Bahan hukum tersier atau bahan hukum penunjang, yaitu bahan hukum yang memberikan petunjuk atau penjelasan bermakna bahan hukum primer dan/atau bahan hukum sekunder yaitu kamus hukum dan lain-lain.
3. Teknik Pengumpulan Data
Untuk melengkapi penulisan skripsi ini agar tujuan dapat lebih terarah dan dapat dipertanggungjawabkan digunakan metode penelitian hukum normatif. Dengan pengumpulan data secara studi pustaka (library reseach). Penelitian yang dilakukan dengan cara meneliti bahan pustaka atau data sekunder belaka yang lebih dikenal dengan nama dan bahan acuan dalam bidang hukum atau
bahan rujukan bidang hukum. Metode library reseach adalah mempelajari
sumber-sumber atau bahan-bahan.
Serta melakukan proses wawancara kepada pihak yang terkait dalam proses penulisan, dengan melakukan riset yang berupa tanya jawab.
4. Analisa Data
Penelitian yang dilakukan dalam skripsi ini termasuk ke dalam tipe yang bersifat kualitatif dimana menurut Halim Malik data ini adalah data yang berhubungan dengan kategorisasi, karakteristk berwujud pertanyaan atau
(20)
berupa kata-kata. Data ini biasanya didapat dari wawancara dan bersifat subjektif sebab data tersebut ditafsirkan lain oleh orang yang berbeda. Data kualitatif dapat diberi dalam bentuk ordinal atau rangking (skala yang diurutkan dari jenjang terendah atau sebaliknya).13
a. Mengumpulkan bahan-bahan hukum yang relevan dengan permasalahan
yang diteliti.
Analisa data dilakukan dengan :
b. Memilih kaidah-kaidah hukum atau doktrin yang sesuai dengan penelitian.
c. Mensistematisasikan kaidah-kaidah hukum, azas atau doktrin.
d. Menjelaskan hubungan-hubungan antara berbagai konsep, pasal atau doktrin
yang ada.
e. Menarik kesimpulan dengan pendekatan deduktif.14
Serta sebagai tambahan untuk mengumpulkan data, saya melakukan wawancara.
Wawancara merupakan cara memperoleh data dengan jalan melakukan tanya jawab secara mendalam dengan sumber data primer, yaitu pihak-pihak
yang berkompeten. Jenis wawancara yang akan dipergunakan penulis dalam penelitian ini adalah wawancara bebas terpimpin, yaitu wawancara yang dilakukan dengan mempersiapkan pokok-pokok permasalahan terlebih dahulu yang kemudian dikembangkan dalam wawancara. Kemudian responden akan menjawab secara bebas sesuai dengan permasalahan yang diajukan sehingga
kebekuan atau kekakuan proses wawancara dapat terkontrol.
E. Keaslian Penulisan
13
Penelitian kualitatif.http://edukasi.kompasiana.com/2011/02/11/penelitian-kualitatif/ diakses pada tanggal 23 Oktober 2012
14
Amiruddin dan Zainal Asikin, 2004 Pengantar Metode Penelitian Hukum, Jakarta : PT. Raja Grafindo Persada.
(21)
Berdasarkan penelusuran di perpustakaan Fakultas Hukum Sumatera Utara judul skripsi berjudul “Peran Asuransi Kredit Dalam Mengatasi Kredit Macet Pada BRI Unit Laucimba Cabang Kabanjahe” belum pernah diajukan dan ditulis oleh orang lain. Dengan demikian, maka penulisan skripsi ini adalah asli dan dapat dipertanggungjawabkan.
F. Sistematika Penulisan
Skripsi ini diuraikan dalam 5 bab, dan tiap-tiap bab berbagi atas beberapa sub-sub bab, untuk mempermudah dalam memaparkan materi dari skripsi ini yang dapat digambarkan sebagai berikut :
BAB I (Pendahuluan), berisi tentang latar belakang, rumusan masalah,
tujuan dan manfaat penulisan, metode penelitian, keaslian penulisan, sistematika penulisan.
BAB II (Tinjauan Umum Perjanjian Asuransi), tinjauan umum perjanjian
asuransi berisi pengertian dan persyaratan perjanjian asuransi, tujuan asuransi dan polis, prinsip-prinsip dalam perjanjian asuransi, pengertian dan jenis-jenis asuransi kredit,asuransi kredit sebagai asuransi jiwa, PT. Askrindo sebagai lembaga asuransi kredit di Indonesia.
BAB III (Kredit Macet Pada Bank), berisi tentang kredit macet pada bank dan pemberian kredit usaha, faktor-faktor penyebab timbulnya kredit macet, akibat hukum kredit macet, tindakan penyelamatan usaha nasabah oleh bank.
(22)
BAB IV (Peran Asuransi Kredit Dalam Mengatasi Kredit Macet),
berisi tentang bagaimana prosedur pemberian kredit, kriteria umum usaha yang dapat dijamin oleh asuransi kredit, kelebihan dan kekurangan asuransi kredit, peran asuransi kredit dalam mengatasi kredit macet.
BAB V (Kesimpulan dan Saran), sebagai bab penutup yang merupakan
inti dari seluruh isi dan sekaligus akan ditambah dengan berberapa saran yang mungkin berguna bagi pembacanya.
(23)
BAB II
TINJAUAN UMUM PERJANJIAN ASURANSI
DAN ASURANSI KREDIT
A. Pengertian dan Persyaratan Perjanjian Asuransi
1. Pengertian Asuransi
Banyak definisi yang telah diberikan terhadap istilah asuransi, dimana secara sepintas tidak ada kesamaan antara definisi yang satu dengan yang lainnya. Hal ini bisa dimaklumi, karena mereka dalam mendefinisikannya disesuaikan dengan sudut pandang yang mereka gunakan dalam memandang asuransi, dimana sesuai dengan uraian di atas bahwa asuransi dapat dipandang dari beberapa sudut.
Menurut Pasal 246 Kitab Undang-Undang Hukum Dagang (KUHD) Republik Indonesia : “Asuransi atau pertanggungan adalah suatu perjanjian, dengan mana seorang penanggung mengikatkan diri pada tertanggung dengan menerima suatu premi, untuk memberikan penggantian kepadanya karena suatu kerugian, kerusakan atau kehilangan keuntungan yang diharapkan, yang mungkin akan dideritanya karena suatu peristiwa yang tak tertentu”.15
a. Pihak tertanggung (insured) yang berjanji untuk membayar uang premi
kepada pihak penanggung, sekaligus atau secara berangsur-angsur.
Berdasarkan definisi asuransi di atas, maka dalam asuransi terkandung 4 unsur, yaitu :
b. Pihak penanggung (insure) yang berjanji akan membayar sejumlah uang
(santunan) kepada pihak tertanggung, sekaligus atau secara berangsur-angsur apabila terjadi sesuatu yang mengandung unsur tak tertentu.
c. Suatu peristiwa (accident) yang tak terntentu (tidak diketahui sebelumnya).
d. Kepentingan (interest) yang mungkin akan mengalami kerugian karena
peristiwa yang tak tertentu.
Menurut Mehr dan Cammack : “Asuransi merupakan suatu alat untuk
mengurangi resiko keuangan, dengan cara pengumpulan unit-unit exposure
dalam jumlah yang memadai, untuk membuat agar kerugian individu dapat diperkirakan. Kemudian kerugian yang dapat diramalkan itu dipikul merata oleh mereka yang tergabung”.16
15
Pengertian asuransi.
diakses pada tanggal 10 Mei 2012.
16
Pengertian Asuransi. diakses pada tanggal 10 Mei 2012
(24)
Definisi asuransi menurut C. Arthur William Jr dan Richard M. Heins, yang mendefinisikan asuransi berdasarkan dua sudut pandang, yaitu :
“Asuransi adalah suatu pengaman terhadap kerugian finansial yang dilakukan oleh seorang penanggung bilamana persetujuan dua orang atau lebih atau badan mengumpulkan dana untuk menanggulangi kerugian finansial”.
Berdasarkan definisi-definisi tersebut di atas kiranya mengenai definisi asuransi yang dapat mencakup semua sudut pandang antara lain adalah sebagai suatu alat untuk mengurangi risiko yang melekat pada perekonomian, dengan cara manggabungkan sejumlah unit-unit yang terkena risiko yang sama atau hampir sama, dalam jumlah yang cukup besar, agar probabilitas kerugiannya dapat diramalkan dan bila kerugian yang diramalkan terjadi akan dibagi secara proposional oleh semua pihak dalam gabungan itu.17
Pengertian asuransi menurut Herman Darmawi asuransi merupakan
suatu kontrak atau perjanjian pertanggungan resiko antar tertanggung dengan penanggung. Penanggung akan berjanji membayar kerugian yang disebabkan resiko yang dipertanggungkan kepada tertanggung. Sedangkan tertanggung membayar premi secara periodik kepada penanggung jadi, tertanggung mempertukarkan kerugian besar yang mungkin terjadi dengan pembayaran tertentu dengan relatif kecil.
Pengertian asuransi menurut undang undang tentang usaha perasuransian (UU Republik Indonesia No. 2/1992) adalah perjanjian antara dua pihak atau lebih yang pihak penanggung mengikatkan diri kepada tertanggung dengan menerima premi asuransi untuk memberikan penggantian kepada tertanggung karena kerugian, kerusakan atau kehilangan keuntungan yang diharapkan, atau tanggung jawab hukum kepada pihak ketiga yang mungkin akan diderita tertanggung, yang timbul akibat suatu peristiwa yang tidak pasti, atau untuk memberikan suatu pembayaran yang didasarkan atas meninggal atau hidupnya seseorang yang dipertanggungkan.
18
17
Pengertian Asuransi
diakses pada tanggal 10 Mei 2012
18
(25)
2. Persyaratan Perjanjian Asuransi
Perjanjian asuransi merupakan perjanjian khusus, maka di samping ketentuan syarat-syarat sah suatu perjanjian, berlaku juga syarat-syarat khusus yang diatur dalam KUHD. Syarat-syarat suatu perjanjian yaitu kesepakatan para pihak, kewenangan berbuat, objek tertentu, dan klausa yang halal sedangkan syarat yang diatur dalam Pasal 251 KUHD.
a. Kesepakatan
Tertanggung dan penanggung sepakat mengadakan perjanjian asuransi. Kesepakatan tersebut pada pokoknya meliputi :
1) benda yang menjadi objek asuransi
2) pengalihan resiko dan pembayaran premi
3) enevemen dan ganti kerugian
4) syarat-syarat khusus asuransi
5) dibuat secara tertulis yang disebut polis
Pengadaan perjanjian antara tertanggung dan penanggung dapat dilakukan secara langsung atau tidak langsung. Dilakukan secara langsung artinya kedua belah pihak mengadakan perjanjian asuransi tanpa melalui perantara. Dilakukan secara tidak langsung artinya kedua belah pihak
mengadakan perjanjian asuransi melalui jasa perantara.19
19
Ibid
Penggunaan jasa perantara memang dibolehkan menurut undang-undang. Dalam Pasal 260 KUHD ditentukan, apabila asuransi diadakan dengan perantaraan seorang makelar maka polis yang sudah ditandatangani harus diserahkan dalam
(26)
waktu 8 (delapan) hari setelah perjanjian dibuat. Dalam Pasal 5 huruf (a) Undang-Undang No. 2 Tahun 1992 ditentukan Perusahaan Pialang Asuransi dapat menyelenggarakan usaha dengan bertindak mewakili tertanggung dalam rangka transaksi yang berkaitan dengan kontrak asuransi.
Kesepakatan antara tertanggung dan penanggung itu dibuat secara bebas, artinya tidak berada di bawah pengaruh, tekanan, atau paksaan pihak tertentu. Kedua belah pihak sepakat menentukan syarat-syarat perjanjian asuransi sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku dalam Pasal 6 ayat (1) Undang-Undang No. 2 Tahun 1992 ditentukan bahwa penutupan asuransi atas objek asuransi harus didasarkan pada kebebasan memilih penanggung kecuali bagi Program Asuransi Sosial. Ketentuan ini dimaksudkan untuk melindungi hak tertanggung agar dapat secara bebas memilih perusahaan asuransi sebagai penanggungnya. Hal ini dipandang perlu mengingat tertanggung adalah pihak yang paling berkepentingan atas objek yang diansuransikan, jadi sudah sewajarnya apabila mereka secara bebas tanpa
pengaruh dan tekanan dari pihak manapun dalam menentukan penanggungnya.20
b. Kewenangan (authority)
Kedua pihak tertanggung dan penanggung berwenang melakukan perbuatan hukum yang diakui oleh undang-undang. Kewenangan berbuat tersebut ada yang bersifat subjektif dan ada yang bersifat objektif. Kewenangan subjektif artinya kedua belah pihak sudah dewasa, sehat ingatan, tidak berada di bawah perwalian (trusteeship), dan pemegang kuasa yang sah.
20
(27)
Kewenangan objektif artinya tertanggung mempunyai hubungan sah dengan benda objek asuransi karena benda tersebut adalah kekayaan miliknya sendiri. Sedangkan penanggung adalah pihak yang mewakili Perusahaan Asuransi berdasarkan Anggaran Dasar Perusahaan. Apabila asuransi yang diadakan
untuk kepentingan pihak ketiga maka tertanggung yang mengadakan
asuransi itu mendapat kuasa atau pembenaran dari pihak ketiga yang bersangkutan.21
3. Objek tertentu (fixed object)
Kewenangan pihak tertanggung dan penanggung tersebut tidak hanya dalam rangka mengadakan perjanjian asuransi, melainkan juga dalam hubungan internal di lingkungan Perusahaan Asuransi bagi penanggung, dan hubungan dengan pihak ketiga bagi tertanggung, misalnya jual beli objek asuransi,
asuransi untuk pihak ketiga. Dalam hubungan dengan perkara asuransi di muka pengadilan, pihak tertanggung dan penanggung adalah berwenang
untuk bertindak mewakili kepentingan pribadinya atau kepentingan Perusahaan Asuransi.
Objek tertentu dalam Perjanjian Asuransi adalah objek yang diasuransikan dapat berupa harta kekayaan dan kepentingan yang melekat pada harta kekayaan dan kepentingan yang melekat pada harta kekayaan, dapat pula berupa jiwa atau raga manusia. Objek tertentu berupa harta kekayaan kepentingan yang melekat pada harta kekayaan yang terdapat pada Perjanjian Asuransi Kerugian. Sedangkan objek tertentu berupa jiwa atau raga manusia terdapat pada Perjanjian
21
(28)
Asuransi Jiwa. Pengertian objek tertentu adalah bahwa identitas objek asuransi tersebut harus jelas. Apabila berupa harta kekayaan, harta kekayaan apa,
berapa jumlah ukurannya, dimana letaknya, alamatnya dan sebagainya.22
4. Klausa yang halal (legal cause)
Klausa yang halal maksudnya adalah isi perjanjian asuransi itu tidak dilarang undang-undang, tidak bertentangan dengan ketertiban umum, dan tidak bertentangan dengan kesusilaan. Contoh asuransi yang berkuasa tidak halal adalah mengasuransikan benda yang dilarang undang-undang untuk diperdagangkan, mengangsuransikan benda tetapi tertanggung tidak mempunyai kepentingan, jadi hanya spekulasi yang sama dengan perjudian. Asuransi bukan perjudian dan pertaruhan.23
5. Pemberitahuan
Berdasarkan klausa yang halal itu, tujuan yang hendak dicapai oleh tertanggung dan penanggung adalah beralihnya risiko atas objek asuransi yang diimbangi dengan pembayaran premi, penanggung menerima peralihan risiko atas objek asuransi. Jika dibayar, maka risiko beralih. Jika premi tidak dibayar, risiko tidak beralih.
Tertanggung wajib memberitahukan kepada penanggung mengenai keadaan objek asuransi. Kewajiban ini dilakukan pada saat melakukan asuransi. Apabila tertanggung lalai, maka akibat hukumnya asuransi batal. Menurut ketentuan
Pasal 251 KUHD, semua pemberitahuan yang salah, tidak atau benar, atau penyembunyian keadaan yang diketahui oleh tertanggung tentang objek
22
Ibid
23
(29)
asuransi, mengakibatkan asuransi itu batal. Kewajiban pemberitahuan itu berlaku juga apabila setelah diadakan asuransi terjadi pemberatan risiko atas objek asuransi.
Kewajiban pemberitahuan Pasal 251 KUHD tidak bergantung pada itikad baik atau tidak dari tertanggung. Apabila tertanggung keliru memberitahukan, tanpa kesengajaan, juga mengakibatkan batalnya asuransi, kecuali jika tertanggung dan penanggung telah memperjanjikan lain. Biasanya perjanjian seperti ini dinyatakan dengan tegas dalam polis dengan klausula “sudah diketahui”.24
B. Tujuan Asuransi dan Polis
1. Tujuan Asuransi
Tujuan asuransi terdiri atas 4 (empat) yaitu berupa pengalihan risiko,
pembayaran ganti kerugian, pembayaran santunan dan kesejahteraan anggota.25
a. Pengalihan Risiko
Tertanggung menyadari bahwa ada ancaman bahaya terhadap harta kekayaan miliknya dan terhadap jiwanya, dia akan menderita kerugian atau korban jiwa atau cacat raganya. Secara ekonomi, kerugian material atau korban jiwa atau cacat raga akan mempengaruhi perjalanan hidup seseorang atau ahli warisnya. Tertanggung sebagai anak pihak yang terancam bahaya merasa berat memikul beban resiko yang sewaktu-waktu dapat terjadi.
24
Ibid
25
Abdulkadir Muhammad, 1999 Hukum Asuransi Indonesia, Bandung : PT Citra Aditya Bakti, 1999, hal. 12
(30)
Untuk mengulangi atau menghilangkan beban resiko tersebut, pihak tertanggung berupaya mencari jalan kalau ada pihak lain yang bersedia mengambilalih beban resiko ancaman bahaya dan dia sanggup membayar kontra prestasi yang disebut premi. Dalam dunia bisnis, Perusahaan Asuransi selalu siap dalam menerima tawaran dari pihak tertanggung mengadakan asuransi dengan tujuan mengalihkan risiko yang mengancam harta kekayaan atau jiwanya. Dengan membayar sejumlah premi kepada perusahaan asuransi (penanggung), sejak itu pula risiko beralih kepada penanggung. Apabila sampai berakhirnya jangka waktu asuransi tidak terjadi peristiwa yang merugikan, penanggung beruntung memiliki dan menikmati premi yang telah diterimanya dari tertanggung.
Berbeda dengan asuransi kerugian, pada asuransi jiwa apabila sampai berakhirnya jangka waktu asuransi tidak terjadi peristiwa kematian atau kecelakaan yang menimpa diri tertanggung maka tertanggung akan memperoleh pengembalian sejumlah uang dari penanggung sesuai dengan isi perjanjian asuransi. Dengan demikian premi yang dibayar oleh tertanggung itu seolah-olah sebagai tabungan pada penanggung. Timbulnya perbedaan dengan asuransi kerugian karena pembayaran premi pada asuransi jiwa dilakukan secara berkala biasanya secara bulanan. Dalam jangka waktu yang cukup lama premi yang disetor kepada penanggung dapat berfungsi sebagai modal usaha dengan mana tertanggung diberi hak untuk menikmati hasilnya setelah jangka waktu asuransi berakhir tanpa terjadi enevemen.
(31)
b. Pembayaran Ganti Kerugian
Dalam hal tidak terjadi peristiwa yang menimbulkan kerugian, maka tidak ada masalah terhadap risiko yang ditanggung oleh penanggung.
Dalam praktiknya tidak senantiasa bahaya yang mengancam itu sungguh-sungguh terjadi. Ini merupakan kesempatan baik bagi penanggung mengumpulkan premi yang dibayar oleh beberapa tertanggung yang mengikatkan diri kepadanya. Jika pada suatu ketika sungguh-sungguh terjadi peristiwa yang menimbulkan kerugian (risiko berubah menjadi kerugian), maka tertanggung yang bersangkutan akan dibayarkan ganti kerugian seimbang dengan jumlah asuransinya. Dalam praktiknya kerugian yang timbul itu bersifat sebagian
(partial loss), tidak semuanya berupa kerugian total (totalloss). Dengan demikian,
tertanggung mengadakan asuransi bertujuan untuk memperoleh pembayaran ganti kerugian yang sungguh-sungguh dideritanya.
Jika dibandingkan dengan jumlah premi yang diterima dari beberapa tertanggung, maka jumlah ganti kerugian yang dibayarkan kepada tertanggung, maka jumlah ganti kerugian itu tidaklah begitu besar jumlahnya. Kerugian yang diganti oleh penanggung itu hanya sebagian kecil dari jumlah premi yang diterima dari seluruh tertanggung. Dari sudut perhitungan ekonomi, keadaan ini merupakan faktor pendorong perkembangan Perusahaan Asuransi, di samping faktor tingginya pendapatan perkapita warga negara.
Berbeda dengan asuransi kerugian, pada asuransi jiwa apabila dalam jangka waktu asuransi terjadi peristiwa kematian atau kecelakaan yang menimpa diri tertanggung, maka penanggung akan membayar jumlah asuransi yang telah disepakati bersama seperti tercantum dalam polis. Jumlah asuransi
(32)
yang disepakati ini merupakan dasar perhitungan premi dan untuk memudahkan penanggung membayar sejumlah uang akibat terjadinya peristiwa kematian atau kecelakaan. Jadi pembayaran sejumlah uang itu bukan sebagai ganti kerugian, karena jiwa atau raga manusia bukan harta kekayaan, dan tidak dapat dinilai dengan uang.
c. Pembayaran Santunan
Asuransi kerugian dan asuransi jiwa diadakan berdasarkan perjanjian
bebas (sukarela) antara penanggung dan tertanggung (voluntary insurance).
Tetapi undang-undang mengatur asuransi yang bersifat wajib (compulsary
insurance), artinya tertanggung terikat dengan penanggung karena
perintah undang-undang, bukan karena perjanjian. Asuransi jenis ini
disebut asuransi sosial (social security insurance). Bertujuan melindungi
masyarakat dari ancaman bahaya kecelakaan mengakibatkan kematian
atau cacat tubuh. Dengan membayar sejumlah kontribusi (semacam
premi), tertanggung berhak memperoleh perlindungan dari ancaman bahaya. Tertanggung yang membayar kontribusi tersebut adalah mereka
yang terikat pada suatu hubungan hukum tertentu yang ditetapkan
undang-undang, misalnya hubungan kerja, penumpang angkutan umum. Apabila mereka mendapat musibah kecelakaan dalam pekerjaannya atau selama angkutan berlangsung, mereka (atau ahli warisnya) akan memperoleh pembayaran santunan dari penanggung (BUMN), yang jumlahnya telah ditetapkan oleh undang-undang. Jadi, tujuan mengadakan asuransi sosial menurut pembentuk undang-undang adalah untuk melindungi kepentingan masyarakat, dan mereka terkena musibah diberi santunan sejumlah uang.
(33)
d. Kesejahteraan Anggota
Apabila berberapa orang berhimpun dalam suatu perkumpulan dan membayar kontribusi (iuran) kepada perkumpulan, maka perkumpulan itu berkedudukan sebagai penanggung sedangkan anggota perkumpulan berkedudukan sebagai tertanggung. Jika terjadi peristiwa yang mengakibatkan kerugian atau kematian bagi anggota (tertanggung), perkumpulan akan membayar sejumlah uang kepada anggota (tertanggung) yang bersangkutan Wirjo Prodjodikoro menyebut asuransi seperti ini mirip dengan “perkumpulan koperasi”. Asuransi ini merupakan asuransi saling menanggung
(onderlinge verzekering) atau asuransi usaha bersama (mutual insurance)
yang bertujuan mewujudkan kesejahteraan anggota.
Menurut pendapat Mehr dan Cammack tujuan asuransi ini adalah suatu alat yang bertujuan untuk mengurangi resiko keuangan dengan cara pengumpulan unit unit exposure dalam jumlah yang memadai, untuk membuat agar individu dapat diperkirakan. Kemudian kerugian yang di ramalkan itu dipikul merata oleh mereka yang tergabung.26
Menurut pendapat Mark R.Green asuransi adalah suatu lembaga yang bertujuan untuk mengurangi resiko, dengan jalan mengkombinasikan dalam suatu pengelolaan sejumlah objek yang cukup besar jumlahya, sehingga kerugian tersebut secara menyeluruh dapat diramalkan dalam batas-batas tertentu.
26
Tujuan asuransi para ahli.http:/id.shvoong.com/business-management investing/definisi/tujuan asuransi para ahli/ diakses pada tanggal 25 Juni 2012
(34)
Menurut C. Arthur William Jr. dan Richard M. Heins berpedapat bahwa asuransi itu bertujuan sebagai alat pengaman terhadap kerugian finansial yang dilakukan oleh seorang penanggung dan sebagai alat persetujuan dengan mana lebih dari dua atau lebih orang atau badan mengumpulkan dana untuk menanggulangi kerugian finansial.27
2. Polis Asuransi
Polis merupakan bukti telah lahirnya perjanjian Asuransi secara tertulis. Menurut 255 KUHD dimana perjanjian asuransi harus dibuat secara tertulis dan dalam bentuk akta yang memuat segala kesepakatan yang berkaitan dengan ketentuan yang sesuai dengan UU atau bersifat umum. Sebuah polis harus memuat ini perjanjian sebagian diatur dalam pasal 256 KUHD dan sebagai syarat syarat polis secara umum adalah sebagai berikut :
a. Polis harus memuat kapankah asuransi dibuat sebagai contoh hari, tanggal,
dan lain-lain gunanya menentukan sejak kapan perjanjian itu dimulai dan berlaku dan ini mengenai kapankah resiko itu beralih
b. Polis harus membuat nama para pihak yang melakukan perjajian
pertanggungan sebagai contoh siapa penanggung, siapa tertanggung, apakah dia bertanggung sendiri atau untuk kepada orang lain
c. Dalam pasal 256 polis harus memuat mengenai uraian benda pertanggungan
sebagai contoh tentang jenis bendanya, ukurannya, sifatnya, letaknya,
jumlahnya. Gunanya : para pihak dalam pertanggungan tidak keliru,
kalau ternyata para pihak tidak memberitahukan secara detail maka perjanjian batal demi hukum
27
Tujuan asuransi para ahli.http:/id.shvoong.com/business-management investing/definisi/tujuan asuransi para ahli/ diakses pada tanggal 25 Juni 2012
(35)
d. Berapa jumlah/nilai yang akan dipertanggungkan atau nilai ganti rugi yang akan dimintakan, jumlah pertanggungan dikaitkan dengan nilai benda dan minimal harus sama dengan nilai benda dengan jumlah pertanggungan atau jumlah maksimum diterima seseorang.
e. Bahaya-bahaya yang akan dijadikan acuan dalam pertanggungan sebagai
contoh banjir, bencana alam, kebakaran
f. Polis harus memuat premi pertanggungan. Premi yaitu kontrak prestasi/imbalan
baik dari seorang tertanggung kepada penanggung premi biasanya dihitung berdasarkan persentase dari jumlah pertanggungan semakin besar premi maka peralihan resiko semakin besar.
g. Polis harus memuat semua keadaan dan semua syarat syarat yang harus
disepakati oleh para pihak.28
Pada dasarnya yang dijual oleh perusahaan asuransi adalah janji-janji yang dicantumkan dalam suatu kontrak yang dikenal dengan sebutan polis. Kontrak asuransi merumuskan kapan perusahaan asuransi akan membayar yang ditanggung dan jumlahnya yang akan dibayarkan.
Akan tetapi masalah pembuatan kontrak asuransi bukan hanya membuat konsep instrumen hukum. Penyusunan dokumen itu didahului oleh analisis yang intensif terhadap perekonomian pertimbangan-pertimbangan teknis untuk menentukan bukan saja apa jenis asuransi yang hendak dicantumkan, tetapi juga tarifnya serta pembatasan-pembatasannya. Secara teknis hal tersebut dikenal sebagai keputusan-keputusan underwriting (proses seleksi untuk menetapkan jenis
28
Polis asuransi.http:/unjlau.blogspot.com/2011/03/hukum-asuransi.html diakses pada tanggal 25 Juni 2012
(36)
penawaran resiko yang harus diterima),29 yang mana keputusannya harus dibuat oleh spesialis-spesialis seperti insinyur, ahli statistik, dokter, ahli cuaca, dan ahli ekonomi.30
C. Prinsip-prinsip dalam Perjanjian Asuransi
Bagi rata rata pemegang polis, kontrak asuransi tampak panjang dan rumit. Kerumitan itu terutama disebabkan oleh susunan kalimatnya yang khas mengikuti bahasa yang lazim dalam bidang hukum. Secara praktis kunci untuk memahami
suatu polis adalah melakukan analisis mengenai perjanjian pertanggungan yang lazim, pembatasan-pembatasannya, pengecualian-pengecualiannya, dan
syarat-syaratnya. Pada umumnya analisis itu akan mengungkapkan bahwa polis asuransi tidaklah membingungkan seperti dugaan semula.
Dalam menjalankan program kerjanya tentunya perusahaan asuransi memiliki prinsip-prinsip yang akan dijadikannya sebagai program kerja, yakni sebagai berikut :
1. Prinsip kepentingan yang dapat diasuransikan (insurable interest) Dalam Pasal 250 KUH Dagang disebutkan bahwa :
“apabila seseorang yang telah mengadakan suatu pertanggungan untuk diri sendiri atau apabila seseorang, yang untuknya telah diadakan suatu pertanggungan, pada saat diadakannya pertanggungan itu tidak mempunyai suatu kepentingan terhadap barang yang dipertanggungkan itu, maka penanggung tidaklah diwajibkan memberi ganti rugi.”
Jadi di sini harus dapat dibuktikan bahwa tertanggung memiliki kepentingan terhadap objek asuransi, atau dengan kata lain kepentingan itu harus benar-benar ada. Bila tertanggung tidak mempunyai tidak mempunyai kepentingan atas benda yang diasuransikan, maka penanggung tidak diwajibkan
membayar klaim kepentingan ganti kerugian.31
30
Hukum Asuransi dan Polis. Diakses pada tanggal 25 Juni 2012
31
Prinsip Asuransi,
(37)
Menurut ketentuan Pasal 599 KUHD, dianggap tidak mempunyai kepentingan adalah orang yang mengasuransikan benda yang oleh
undang-undang dilarang diperdagangkan, dan kapal yang menyangkut
barang yang dilarang tersebut. Apabila diasuransikan juga maka asuransi tersebut batal.
Di dalam Pasal 268 KUH Dagang dikatakan bahwa suatu pertanggungan dapat mengenai segala kepentingan yang dapat dinilaikan dengan uang, dapat diancam oleh sesuatu bahaya, dan tidak dikecualikan oleh undang-undang.
2. Prinsip Itikad Baik (good faith)
Prinsip itikad baik dalam KUH Perdata terdapat dalam Pasal 1338 ayat (3). Dalam pasal tersebut ditegaskan bahwa “suatu perjanjian harus dilaksanakan dengan itikad baik. Prinsip itikad baik secara khusus diatur di dalam pasal 251, KUHD.
“setiap keterangan yang keliru atau tidak benar, ataupun setiap tidak memberitahukan hal-hal yang diketahui oleh tertanggung, betatapan itikad
baik padanya, tidak demikian sifatnya, sehingga seandainya telah
mengetahui keadaan yang sebenarnya, perjanjian itu tidak akan ditutup atau tidak ditutup dengan syarat-syarat yang sama, mengakibatkan batalnya pertanggungan”.
Dalam Pasal 251 ini dituntut adanya itikad baik dari tertanggung untuk memberitahukan secara benar mengenai objek asuransi. Semua pemberitahuan yang salah, atau tidak benar, atau penyembunyian keadaan yang diketahui oleh tertanggung tentang objek asuransi mengakibatkan asuransi itu menjadi halal.
(38)
Penjelasan lain tentang prinsip itikad baik(utmost good faith) menurut buku H Zainudin Ali M.A adalah dimana dalam hal perjanjian asuransi unsur saling percaya antara penanggung dan tertanggung itu sangat penting. Penanggung percaya bahwa tertanggung akan memberikan segala keterangannya dengan benar. Di lain pihak tertanggung juga percaya kalau terjadi peristiwa penanggung akan membayar ganti rugi. Saling percaya ini dasarnya adalah itikad baik prinsip itikad baik ini harus dilaksanakan dalam setiap perjanjian (pasal 1338 ayat (3) KUHPerdata) termasuk perjanjian asuransi.
3. Prinsip keseimbangan (indeminity principle)
Asas keseimbangan merupakan asas penting karena resiko yang dialihkan kepada penanggung diimbangi dengan jumlah premi yang dibayar oleh tertanggung. Meskipun dapat diperjanjikan dengan resiko yang ditanggung oleh penanggung, tidak berarti bahwa asas keseimbangan
diabaikan. Kedua belah pihak yang mengadakan asuransi tetap harus berprestasi secara timbal balik. Prestasi yang timbal balik ini merupakan ciri yang membedakan asuransi dengan perjanjian untung-untungan.
Asas keseimbangan mempunyai arti penting apabila terjadi enevemen
yang menimbulkan kerugian. Kerugian yang harus diganti itu merupakan kerugian yang sungguh-sungguh diderita oleh tertanggung. Diatur dalam pasal-pasal 252, 253 dan dipertegas dalam pasal 278 KUHD.
(39)
4. Prinsip subrogasi
Menurut pasal 284 KUH Dagang : “seorang penanggung yang telah membayar kerugian sesuatu barang yang dipertanggungkan, menggantikan sitertanggung dalam segala hak yang diperolehnya terhadap orang-orang ketiga berhubung dengan penerbitan kerugian tersebut, dan sitertanggung itu adalah bertanggung jawab untuk setiap perbuatan yang dapat merugikan hak penanggung terhadap orang orang ketiga itu.”
Penggantian kedudukan semacam ini di dalam hukum perdata
disebut subrogasi. Supaya ada subrogasi dalam asuransi diperlukan 2 (dua)
syarat yaitu :32
a. Tertanggung mempunyai hak terhadap penanggung dan terhadap pihak
ketiga;
b. Adanya hak tersebut karena timbul kerugian sebagai akibat perbuatan pihak
ketiga
Dalam hukum asuransi, apabila tertanggung telah mendapatkan hak pengganti kerugian dari penanggung, dia tidak boleh lagi mendapatkan hak dari pihak ketiga yang telah menimbulkan kerugian itu. Hak kepada pihak ketiga itu beralih kepada penanggung yang telah memenuhi ganti kerugian kepada tertanggung. Ketentuan ini bertujuan untuk mencegah jangan sampai terjadi bahwa tertanggung memperoleh ganti kerugian berlipat ganda, yang bertentangan dengan asas keseimbangan atau memperkaya diri tanpa hak. Adapun tujuan dari subrogasi ini adalah :
32
Prinsip Asuransi,
(40)
a. Untuk mencegah tertanggung memperoleh ganti kerugian melebihi hak yang sesunguhnya;
b. Untuk mencegah pihak ketiga membebaskan diri dari kewajibannya
membayar ganti kerugian. 5. Prinsip sebab akibat
Tidak setiap kerugian (loss) akibat enevemen harus mendapat ganti
kerugian. Perlu diperhatikan lebih dahulu apakah enevemen yang ditanggung
oleh penanggung dan dicantumkan dalam polis. Antara enevemen yang
terjadi dengan kerugian yang timbul ada hubungan klausal (sebab-akibat).
Enevemen adalah sebab dan kerugian adalah akibat. Penanggung berkewajiban
untuk mengganti kerugian kepada tertanggung apabila peristiwa yang menjadi sebab timbulnya kerugian itu disebutkan dalam polis.
6. Prinsip kontribusi
Pada pasal 278 KUH Dagang disebutkan bahwa : “apabila dalam satu satunya polis, meskipun pada hari-hari yang berlainan, oleh berbagai penanggung telah diadakan penanggungan yang melebihi harga, maka mereka itu bersama sama, menurut keseimbangan daripada jumlah-jumlah untuk mana mereka telah menandatangani polis tadi, memikul hanya harga yang sebenarnya yang dipertanggungkan.”
Maksud dari isi pasal ini yakni apabila suatu polis ditandatangani oleh berberapa penanggung, maka masing-masing penanggung itu hanya menanggung sesuai dengan imbangan dari yang sudah mereka tanda tangani dalam polis.
(41)
7. Prinsip follow the fortunes
Prinsip ini menghendaki bahwa tindakan penanggung ulang tidak boleh mempertimbangkan secara tersendiri terhadap objek asuransi, akibatnya segala sesuatu termasuk peraturan dan perjanjian yang berlaku bagi penanggung pertama berlaku juga bagi penanggung ulang.
Prinsip ini hanya berlaku terhadap reasuransi. Penanggung ulang harus mengikuti suka duka penanggung pertama.
D. Pengertian dan Jenis-jenis Asuransi Kredit
1. Pengertian Asuransi Kredit
Pengertian asuransi kredit itu sendiri pada dasarnya tidak diatur secara tegas di dalam KUHD. Namun adanya asuransi kredit dimungkinkan oleh pasal 247 KUHD berdasarkan kata-kata antara lain yaitu “bahwa dimungkinkannya adanya bentuk-bentuk asuransi antara lain di luar KUHD, dengan demikian sifat Pasal 247 KUHD hanyalah menyebut berberapa contoh saja atau sifat pasal tersebut adalah numeratif bukan limitatif.
Hal tersebut diperkuat pula dengan ketentuan Pasal 268 KUHD yang menyatakan bahwa semua kepentingan dapat diasuransikan asal memenuhi syarat-syarat, yaitu dinilai dengan uang, diancam oleh suatu bahaya, tidak dikecualikan oleh undang undang.
Asuransi kredit merupakan salah satu layanan jasa yang diberikan oleh
perusahaan asuransi sebagai lembaga keuangan yang menjembatani sektor rill dan
sektor financial guna mengikatkan kepercayaan perbankan dalam kebijakan kreditnya.33
33
Dasar-dasar Asuransi. http://www.bataviapakuan.com/page/30529/dasar-asuransi.html, diakses pada tanggal 10 Juni 2012
(42)
Dalam asuransi kredit yang menjadi tertanggung adalah bank, sedangkan yang diasuransikan adalah risiko kredit yaitu tidak diperolehnya kembali kredit yang telah dikeluarkan oleh tertanggung kepada nasabahnya, sedangkan yang menjadi penanggung adalah perusahaan asuransi kredit (PT. Askrindo).
2. Jenis-jenis Asuransi Kredit
Jenis-jenis asuransi kredit itu sendiri menurut Ali A. Hamisi ada 7 yakni :
a. Asuransi Piutang Dagang
Asuransi piutang dagang ini bertujuan untuk melindungi kreditur terhadap
kegagalan atau ketidak sanggupannya menagih piutang sanksi (bad debts)
karena musnahnya record acounting oleh bencana tertentu seperti kebakaran,
dan lain-lainya.
b. Asuransi Deposito
Asuransi deposito ini merupakan asuransi terhadap kerugian deposito karena kegagalan bank atau asosiasi tabungan dan pinjaman.
c. Asuransi Kredit Pinjaman
Asuransi ini umumnya untuk pinjaman pembangunan perumahan.
Dalam tahun 1934, berdiri FHA (Federal Housing Administration-Administrasi
Perumahan Federal) di Amerika Serikat. FHA ini menanggung sampai kira-kira
sepertiga dari semua rumah yang dibangun dalam tahun 1969. Sekarang program FHA telah diperluas menjadi rehabilitasi rumah, perumahan untuk orang tua, perumahan percobaan, perumahan desa, masyarakat baru.
(43)
d. Asuransi Obligasi
Asuransi obligasi ini bertujuan untuk meningkatkan mutu investasi dan untuk menurunkan biaya bunga. Asuransi ini juga bertujuan untuk menanggung kegagalan instrument kredit seperti obligasi.
e. Asuransi Garansi Bisnis Internasional
Sekarang ini asuransi telah terbukti berfaedah sebagai alat program pemerintah untuk merangsang bisnis internasional. Melalui asuransi kredit ekspor dan jaminan penanaman modal asing, pemerintah federal Amerika Serikat telah berhasil menghilangkan rintangan-rintangan terhadap penyelenggaraan
bisnis internasional dengan mengurangi risiko pengambilan (exploration),
inconvertibility mata uang, peperangan, pembatalan izin ekspor, dan kejadian-kejadian
internasional lain di luar kontrol pengusaha itu sendiri.
f. Asuransi Kredit Barang Dagang Dalam Negeri
Di Amerika Serikat, Kanada, Meksiko, dan sebagian besar negara-negara Eropa, para penjual dapat memperoleh asuransi terhadap insolvency debitur dalam negeri atas kredit penjualan barang dagang tanpa jaminan.
g. PT. Askrindo (Persero)
Berdasarkan PP No. 1 Tahun 1971 tentang penyertaan modal, Pemerintah Indonesia mendirikan PT. Asuransi Kredit Indonesia. Tujuannya adalah untuk membantu bank-bank dagang agar berani bersedia memberikan kredit kepada nasabah yang kurang mampu memberikan agunan. Untuk lebih jelasnya berikut ini merupakan maksud dan tujuan dari Askrindo :
(44)
1) Membantu kelancaran, pengarahan dan pengamanan kredit bank-bank terutama di bidang usaha menengah dan kecil;
2) Menutup asuransi terhadap risiko kredit lainnya di luar perbankan;
3) Menutup reasuransi dan melakukan usaha usaha yang berhubungan dengan
asuransi.34
E. Asuransi Kredit sebagai Asuransi Jiwa
Seperti yang telah kita ketahui Menurut ketentuan pasal 1 ayat (1) Undang-Undang No. 2 tahun 1992 asuransi adalah pertanggungan yaitu perjanjian antara 2 belah pihak atau lebih, dengan mana pihak penanggung mengikatkan diri kepada tertanggung dengan menerima premi asuransi, untuk memberikan penggantian kepada tertanggung karena kerugian, kerusakan atau kehilangan keuntungan yang diharapkan atau tanggung jawab hukum kepada pihak ketiga yang mungkin akan diderita tertanggung, yang timbul dari satu peristiwa tidak pasti atau untuk memberikan suatu pembayaran yang didasarkan atas meninggal
atau hidupnya seseorang dipertanggungkan.35
1. Asuransi kerugian, dapat diketahui dari rumusan “untuk memberikan
penggantian kepada tertanggung karena kerugian, kerusakan, atau kehilangan keuntungan yang diharapkan, atau tanggung jawab hukum kepada pihak ketiga yang mungkin akan diderita oleh tertanggung.
Dalam ketentuan pasal 1 angka (1) Undang-Undang No. 2 Tahun 1992 ini mencakup dua jenis asuransi, yaitu :
34
Ali A. Hasimi, 1993, Bidang Usaha Asuransi, Bumi Aksara, Jakarta, hal. 67
35
(45)
2. Asuransi jiwa, dapat diketahui dari rumusan untuk memberikan suatu pembayaran yang didasarkan atas meninggal atau hidupnya seseorang yang dipertanggungkan.
Jika kita lihat contoh perusahaan asuransi kredit yang dipakai pada BRI Unit Laucimba Cabang Kabanjahe seperti PT.ASKRINDO, pihak Bank menggunakan perusahaan asuransi tersebut sebagai asuransi jiwa. Dimana asuransi jiwa adalah perjanjian untuk membayar sejumlah uang karena telah diterimanya premi, yang berhubungan dengan hidup atau meninggalnya seseorang, reasuransi termasuk dalamnya, sedangkan asuransi kecelakaan tidak termasuk di dalam asuransi jiwa.
Berdasarkan penelitian di atas maka dapat penulis simpulkan bahwa asuransi kredit dapat berperan sebagai asuransi jiwa, bukan sebagai asuransi jiwa saja akan tetapi asuransi kredit juga berperan sebagai asuransi kerugian dan sebagainya. Namun karena yang saya teliti adalah BRI Unit Laucimba Cabang Kabanjahe menggunakan asuransi jiwa saya hanya dapat menjelaskan yang asuransi jiwa saja.
Seperti yang telah kita ketahui pada contoh perusahaan asuransi kredit di atas maka dapat penulis jelaskan PT. Askrindo memiliki fungsi sebagai penanggung resiko atas kemacetan kredit yang dialami oleh UMKM. Dengan adanya lembaga asuransi/penjaminan tersebut, diharapkan perbankan melaksanakan pemberian kredit kepada UMKM secara wajar, mengingat kendala yang ada hanya tidak tersedianya agunan.
(46)
Pengusaha Kecil, Menengah, dan Koperasi di Indonesia pada umumnya
masih lemah dalam pengalaman, keterampilan, modal usaha dan agunan,
sehingga selama ini dipandang kurang memenuhi syarat-syarat teknis perbankan yang pada gilirannya menjadi kendala bagi pengembangan usaha kecil dan usaha menengah itu sendiri. Untuk mengatasi masalah tersebut, maka dipandang perlu adanya lembaga Asuransi Kredit yang dapat menjembatani kesenjangan antara
Usaha Kecil, Menengah, dan Koperasi dengan Perbankan.36
Dengan latar belakang sebagaimana diuraikan di atas, maka sesuai Peraturan Pemerintah No. 1 tanggal 1 Januari 1971, Pemerintah Republik Indonesia melalui Departemen Keuangan dan Bank Indonesia mendirikan lembaga khusus guna mendorong kelancaran pemberian kredit Perbankan yaitu PT. Asuransi Kredit Indonesia atau lebih dikenal dengan sebutan “Askrindo” yang diberi tugas menyediakan “jaminan institusional” (institusional collateral)
untuk “mendampingi” (supplementation) Perbankan di Indonesia dalam penyaluran
kredit kepada UMKM khususnya untuk memenuhi persyaratan Undang-Undang
Perkreditan pada waktu itu (UU Pokok Perbankan No. 14 Tahun 1967,
yaitu “Bank Umum tidak memberikan kredit tanpa jaminan”.
Lembaga ini berfungsi sebagai penanggung atau penjamin resiko
kredit macet yang diberikan kepada Usaha Kecil, Menengah, dan Koperasi. Dengan adanya lembaga tersebut, diharapkan bank akan bersedia memberikan kredit kepada usaha kecil, menengah, dan koperasi secara wajar.
37
36
Sejarah dan Peranan Askrido.
11 Oktober 2012
37
Berdasarkan modul Kajian Penetapan Bidang Usaha PT. Askrindo mengenai Maksud dan Tujuan Pendirian Askrindo, hal. 1
(47)
Pada tanggal 10 Desember 1971 Berita Negara Republik Indonesia No. 99 dan tambahan No. 555 menegaskan bahwa maksud dan tujuan didirikan Askrindo antara lain untuk menjembatani kesenjangan antara usaha Mikro, Kecil, dan
Menengah (UMKM) yang layak (feasible), tetapi tidak memiliki agunan cukup
untuk mendapatkan kredit dari perbankan. Fungsi Askrindo adalah sebagai penanggung resiko kredit apabila UMKM tersebut tidak mampu mengembalikan kredit tersebut (macet). Dengan demikian, fungsi Askrindo adalah sebagai
Collateral Substitution Institution.
Askrindo didirikan sebagai lembaga asuransi karena sesuai kebutuhan Rencana Pembangunan Lima Tahun (Repelita) pada saat itu, dimana istilah asuransi merupakan satu-satunya sarana yang disediakan untuk memberikan jaminan agar bank mau memberikan kredit kepada Usaha Mikro, Kecil, dan
menengah meskipun disebut dan dilahirkan sebagai perusahaan Asuransi,
tetapi pada hakekatnya Askrindo telah menjalankan fungsi sebagai Lembaga Penjamin (Credit Guarantee Institution).
PT. Askrindo merupakan perusahaan asuransi yang berbeda dengan perusahaan asuransi kerugian sebagaimana diatur dalam Undang-Undang No. 2 Tahun 1992 tentang Usaha Perasuransian bahwa Askrindo termasuk perusahaan asuransi kerugian.
Hal ini mengingat bidang usaha yang dijalankan Askrindo adalah menangani resiko usaha yang berkaitan dengan resiko finansial dan komersial, bukan resiko kerugian murni karena kehilangan harta benda sebagai akibat kebakaran atau kecelakaan. Dalam hal ini, Askrindo merupakan lembaga
(48)
penjamin (Credit Guarantee Institution) sebagai salah satu piranti penting di sektor keuangan selain lembaga keuangan lainnya yang berperan dalam
menggerakkan perekonomian nasional.38
38
Op.Cit., hal. 2
PT. Askrindo sampai dengan saat ini masih berstatus sebagai perusahaan asuransi, namun apabila dilihat dari produk-produk yang dipasarkan, maka produk tersebut termasuk usaha di bidang penjaminan. Untuk tetap mempertahankan eksistensi dan sustainbilitas perusahaan, maka PT. Askrindo harus menentukan pilihan status bidang usahanya, apakah sebagai perusahaan penjaminan atau perusahaan asuransi.
(49)
BAB III
KREDIT MACET PADA BANK
A. Kredit Macet pada Bank dan Pemberian Kredit Usaha
a. Kredit macet pada bank
Nasabah nasabah yang memperoleh kredit dari bank tidak seluruhnya dapat mengembalikannya dengan baik tepat pada waktu yang diperjanjikan. Pada kenyataannya selalu ada sebagian nasabah yang karena suatu sebab tidak dapat mengembalikan kredit kepada bank yang telah meminjaminya. Akibat nasabah tidak dapat membayar lunas utangnya, maka menjadikan
perjalanan kredit terhenti atau macet.
Untuk jelasnya yang dinamakan kredit macet adalah suatu keadaan dimana seorang nasabah tidak mampu membayar lunas kredit bank tepat pada waktunya.
Keadaan yang demikian dalam hukum perdata disebut wanprestasi atau inkar janji. Sebagaimana telah diketahui bahwa kredit merupakan perjanjian pinjam uang, maka debitur yang tidak dapat membayar lunas utangnya setelah jangka waktuya habis, adalah wanprestasi.
Dari macam macam wanprestasi yang dikenal selama ini, yaitu : a. Debitur tidak melaksanakan sama sekali apa yang telah diperjanjikan
b. Debitur melaksanakan sebagian apa yang telah diperjanjikan
c. Debitur terlambat melaksanakan apa yang telah diperjanjikan
d. Debitur menyerahkan sesuatu yang tidak diperjanjikan, misalnya yang
diperjanjikan menyerah sejumlah kayu jati tetapi debitur menyerahkan sejumlah kayu nangka.
(50)
e. Debitur melakukan perbuatan yang dilarang oleh perjanjian yang telah diperbuatnya. Misalnya penyewa telah membangun sebuah kamar karena rumah tidak cukup untuk ditempati satu keluarga, padahal dalam perjanjian debitur dilarang mendirikan bangunan tanpa seizin pemilik rumah. Dihubungkan dengan kredit macet, maka ada 3 macam perbuatan saya yang tergolong wanprestasi, sebagai berikut :
1) Nasabah sama sekali tidak dapat membayar angsuran kredit (besar bunganya)
2) Nasabah membayar sebagian angsuran kredit (beserta bunganya).
Pembayaran angsuran kredit tidak dipersoalkan apakah nasabah telah membayar sebagian besar atau sebagian kecil angsuran. Walaupun nasabah kurang membayar satu kali angsuran, tetapi tergolong kreditnya sebagai kredit macet. Soal bank melepas haknya, itu soal lain.
3) Nasabah membayar lunas kredit (beserta bunganya) setelah jangka waktu
yang diperjanjikan berakhir. Hal ini tidak termasuk nasabah membayar lunas setelah perpanjangan nasabah, karena telah terjadi perubahan perjanjian kredit sedikitpun. Keadaan di atas dapat terjadi, setelah bank mengambil langkah untuk menyelesaikannya ke pengadilan, nasabah bersangkutan bersedia membayar lunas kreditnya, karena nasabah merasa khawatir apabila sampai dihukum secara perdata oleh pengadilan akan mengakibatkan kepercayaan masyarakat kepadanya menjadi berkurang, sehingga nantinya nasabah akan menemui kesulitan untuk memperoleh kepercayaan kembali dalam menjalankan perusahaannya.
(51)
Sedang untuk macam macam wanprestasi seperti point d dan e di atas sulit terjadi dalam perjanjian kredit, sebab tidak mungkin nasabah membayar angsuran kredit diganti dengan sejumlah barang seperti hasil bumi. Juga tidak mungkin nasabah melakukan perbuatan yang dilarang, karena obyek perjanjiannya bukan perbuatan yang dilarang tetapi obyeknya adalah peminjaman uang dan prestasi yang wajib dipenuhi membayar angsuran dan bunganya.
B. Faktor-faktor Penyebab Timbulnya Kredit Macet
Terjadinya kredit macet ada beberapa faktor yang mempengaruhinya, yaitu faktor yang berasal dari nasabah dan yang berasal dari bank. Bank sebagai kreditur tidak terlepas dari kelemahan yang dimiliki.
Faktor ini tidak berdiri sendiri, tetapi selalu berkaitan dengan nasabah. 1) Faktor yang berasal dari nasabah
a. Nasabah menyalahgunakan kredit
Setiap kredit yang diperoleh nasabah telah diperjanjikan dalam perjanjian kredit
tentang tujuan pemakai kreditnya. Dengan telah diperjanjikan demikian,
maka nasabah setelah menerima kredit wajib mempersiapkan sesuai dengan tujuannya tersebut. Pemakaian kredit yang menyimpang dan pemakaianya, akan mengakibatkan nasabah tidak mengembalikan kredit sebagaimana mestinya. Sebagai contoh nasabah diberi kredit untuk kepentingan pengangkutan karena usahanya dalam bidang angkutan bus luar kota, tetapi nasabah menggunakan
kredit untuk kepentingan pertanian dengan membeli bibit bawang merah.
(52)
b. Nasabah kurang mampu mengelola usahanya
Nasabah telah menerima fasilitas kredit, ternyata dalam praktik tidak mengelola usaha yang dibiayai dengan kredit bank. Nasabah tidak professional dalam melakukan pekerjaan karena kurang menguasai secara teknis usaha yang dijalankan. Akibatnya, hasil kerja kurang maksimal dan kurang berkualitas
sehingga mempengaruhi minat masyarakat dalam mengkonsumsi produk
yang dihasilkannya. Keadaan ini mempengaruhi penghasilan nasabah tidak menggembirakan, sehingga berpengaruh pula terhadap kelancaran pelunasan kredit.
c. Nasabah beritikad tidak baik
Ada sebagian nasabah yang mungkin jumlahnya tidak banyak yang sengaja daya upaya mendapatkan kredit dari bank. Namun setelah kredit diperoleh digunakan begitu saja tanpa dapat dipertanggungjawabkan. Nasabah semacam ini sejak awal memang sudah tidak beritikad baik karena tujuannya jahat yaitu membobol bank. Biasanya sebelum kredit jatuh tempo nasabah sudah melarikan diri.39
2) Faktor yang berasal dari bank
Bank juga dapat sebagai salah satu penyebab terjadinya kredit macet. Dalam memberikan kredit kepada nasabah, bank selalu membuat pertimbangan atau
analisis yang telah ditetapkan UU Perbankan. Tidak akuratnya pertimbangan bank akan menjadikan kredit yang diberikan nasabahnya akan berjalan tidak sesuai dengan yang diharapkan.
39
(53)
a. Kualitas pejabat bank
Setiap petugas atau pejabat bank maupun dituntut untuk melaksanakan pekerjaannya secara professional tentu sulit diharapkan. Pejabat bank yang kurang professional tentu sulit diharapkan dapat memperoleh hasil kerja yang maksimal. Terutama pejabat di bagian kredit, kualitasnya dapat mempengaruhi keputusan penyaluran kredit yang tidak sebagaimana mestinya.
b. Persaingan antar bank
Jumlah bank makin hari jumlahnya makin banyak, hal ini merupakan hal yang wajar, dengan jumlah penduduk yang bertambah mempengaruhi jumlah kebutuhan terhadap bank bertambah pula. Dengan bertambahnya jumlah bank maka akan mempengaruhi persaingan bank semakin ketat. Dalam melakukan persaingan usaha, setiap bank selain berusaha untuk memberikan pelayanan yang terbaik kepada masyarakat, termasuk kemudahan di dalam memberikan fasilitas kredit. Dengan pelayanan yang terbaik tujuannya untuk mendapatkan nasabah sebanyak banyaknya dan nasabah yang telah ada tetap digandeng agar tidak pindah ke bank yang lain. Dengan adanya persaingan usaha yang ketat, akan mempengaruhi bank untuk bertindak spekulatif dengan cara memberikan fasilitas yang mudah kepada nasabah, tetapi di lain pihak langkah yang diambil bank telah mengabaikan prinsip-prinsip perbankan sehat.
(54)
c. Hubungan intern bank
Kredit macet juga dapat terjadi karena bank terlalu memperhatikan hubungan ke dalam bank, penyaluran kredit tidak merata dan lebih cenderung diberikan kepada pengurus dan pengawas serta pegawai bank. Bank lebih mengutamakan hubungan dengan perusahaan perusahaan yang masih dalam kelompoknya (induk perusahaan, anak perusahaan) dalam pemberian kredit. Ibarat kelompok perusahaan itu sebuah keluarga, bank merasa terikat dengan sanak keluarganya. Secara yuridis masing masing perusahaan dalam sebuah kelompok berdiri sendiri-sendiri, namun dari segi ekonomi mereka satu kesatuan/Bank merasa tidak enak apabila keluarganya butuh uang atau keadaanya sedang sakit (keuangan perusahaan tidak sehat) tidak dibantu dengan fasilitas kredit, sehingga tidak/kurang menghiraukan ketentuan BMPK. Akibatnya apabila kreditnya bermasalah berpengaruh kepada bank yang kurang berani bertindak tegas.
d. Pengawasan Bank
Mulai dari proses pemberian kredit, terjadinya perjanjian kredit,
sampai dengan pelaksanaan perjanjian kredit selalu mendapatkan pengawasan. Pekerjaan bank diawasi oleh pengawas intern bank dan pengawas ekstern yaitu BI, dan BPKB khusus untuk bank milik Negara. Adanya bank yang tidak sehat atau bahkan terkena likuidasi tidak dapat dilepaskan dari kredit macet sebagai penyebabnya. Salah satu faktor terjadinya kredit macet adalah karena lemahnya pengawasan bank diserahkan kepada lembaga pengawas yang independen secara tidak langsung menunjukkan telah terjadi lemahnya pengawasan Bank Indonesia terhadap bank. 40
40
(55)
C. Akibat Hukum Kredit Macet
Kredit macet merupakan persoalan antara bank dengan nasabahnya
di bidang perkreditan. Persoalan kredit macet bukan merupakan hal baru dalam
dunia perbankan karena pemberian kredit mengandung risiko kemacetan. Dengan tidak mampunya debitur mengembalikan utang akan ada akibat-akibat
yang timbul.
Adanya kredit macet akan menjadi beban bank karena kredit macet menjadi salah satu faktor dan indikator penentu kinerja sebuah bank, oleh karena akibat yang ditimbulkan oleh kredit macet dalam perjanjian kredit yang diberikan oleh bank adalah dilaksanakannya ketentuan atau klausul-klausul
tertentu yang terdapat pada suatu perjanjian kredit apabila timbul keadaan yang tidak diinginkan bank sebagai kreditur, seperti misalnya debitur tidak
membayar sejumlah uang yang sudah diperjanjikan sebelumnya, maka hal tersebut secara hukum menimbulkan hak pada kreditur atau pihak lain, untuk langsung melaksanakan salah satu klausul yang telah dilanggar si debitur itu. Pihak kreditur mulanya akan memberikan teguran untuk melaksanakan kewajibannya tersebut. Apabila peringatan-peringatan itu tetap diabaikan, bank akan langsung melaksanakan klausul yang terdapat dalam perjanjian kredit
tersebut, yang dimaksud dengan kata “langsung” di sini adalah bahwa kreditur dapat meminta pembayaran hutang kredit beserta bunganya sekaligus tanpa menunggu habisnya jangka waktu perjanjian kredit tersebut, dan apabila si debitur tidak sanggup membayarnya, kreditur dapat langsung meminta agar debitur menjual jaminan kredit yang telah diberikannya, untuk dapat membayar hutang kreditnya sekaligus.
(56)
Serta yang saya ketahui juga dari proses wawancara dengan salah satu Pjs Kepala Unit di BRI Unit Laucimba akibat hukum dari kredit macet ini adalah :
Untuk pengikatan kredit pada BRI unit Laucimba yaitu :
Untuk pinjaman 1 s/d 24 juta belum ada dilakukan pengikatan jaminan, untuk pinjaman 25 s/d 50 juta pengikatan dengan surat kuasa membebankan hak tanggungan (SKMHT), untuk pinjaman 51 s/d 100 juta pengikatan dengan akta materil atau surat kuasa menjual agunan.
Kredit 25 juta s/d 50 juta yang diikat dengan SKMHT setelah nasabah menunggak/menjadi kredit macet, maka SKMHT akan ditingkatkan sertifikat hak tanggungan (SHT) yang pada akhirnya akan diteruskan ke Kantor Penyelamatan Piutang dan Lelang Negara (KPPLN) untuk diadakan Pelelangan Agunan Nasabah. Untuk kredit 51 juta s/d 100 juta yang diikat dengan akta notaril (surat kuasa menjual agunan) akan ditindaklanjuti dengan cara penjualan agunan secara di bawah tangan yaitu tanpa melalui kantor KPPLN (Prosedur Pelelangan) namun harus dengan persetujuan dari nasabah setelah nasabah menyatakan tidak
sanggup lagi untuk memenuhi kewajibannya kepada bank.41
D.Tindakan Penyelamatan Usaha Nasabah oleh Bank
Menurut ketentuan Bank Indonesia (Surat Edaran Nomor : 11/3/UPK, tanggal 18 September 1978) ditinjau dari kemampuan nasabah bank sehubungan dengan kewajiban keuangannya kepada bank dalam arti pembayaran utang pokok dan bunga atau yang disebut kolektibilitas, maka debitur bank dapat dibedakan menjadi empat golongan yaitu lancar, kurang lancar, diragukan, dan macet.
41
Wawancara Kepada Pjs Kepala Unit BRI Laucimba Kabanjahe, Bapak Emon Hermada Tarigan pada hari Selasa tanggal 26 Juni 2012
(57)
Debitur yang sudah dikategorikan diragukan dan macet perlu perhatian khusus dari pihak bank, yang kelanjutannya dapat berupa mem-PUPN-kannya
atau mengadakan tindakan penyelamatan (rescue operation). Pada dasarnya suatu
jaminan kredit akan di-PUPN-kan apabila tidak ada lagi harapan bahwa debitur akan dapat melaksanakan kewajiban dari hasil operasi perusahaan. Jadi tindakan PUPN merupakan jalan keluar terakhir untuk menyelamatkan kredit bank sebaliknya jika menurut penilaian bank kegiatan usaha debitur masih dapat dipertahankan atau bahkan ditingkatkan, maka pihak bank seyogianya melakukan tindakan penyelamatan.
Masalah yang dihadapi adalah bagaimana kondisi perusahaan yang kira-kira dapat dijadikan dasar dan pertimbangan bank untuk menyelamatkan serta tindakan penyelamatan dan apa yang bermanfaat untuk diambil. Hal ini memerlukan pengetahuan mengenai penyelamatan dan sebab-sebab kesulitan keuangan perusahaan dan kemungkinan tindakan bank yaitu seperti yang dijelaskan di bawah ini.42
1. Penyelamatan
Jika bank telah memutuskan untuk melakukan tindakan penyelamatan
(rescue), tentu saja tergantung dari kesulitan yang dihadapi oleh nasabah,
maka pilihan tindakan yang dapat diambil adalah sebagai berikut :
42
Thomas Suyatno, H.A. Chalik, Made Sukada, C. Tinon Yuniati Ananda, Djuhaepah T. Marala, 2000 Dasar-dasarPerkreditan, Jakarta : PT Gramedia Pustaka Utama, hal. 115
(1)
Asuransi kredit ini juga sangat berfungsi mendukung proses kinerja pada BRI itu sendiri. Dengan menggunakan asuransi ini akan mengurangi resiko masalah pada kredit sehingga kondisi kredit sehat dapat berjalan dengan baik dan benar serta menjalankan tugasnya sesuai dengan perjanjian yang telah ditetapkan kepada nasabah nasabah di BRI tersebut.
(2)
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Berdasarkan hasil pembahasan riset saya mengenai peran asuransi kredit dalam mengatasi kredit macet maka kesimpulan yang dapat buat adalah :
1. Kriteria kredit yang dapat dijamin oleh perusahaan asuransi kredit PT. Askrindo Medan tidak bertentangan dengan hukum yang berlaku. Kriteria kredit di BRI Unit Laucimba Cabang Kabanjahe yaitu kriteria ini harus mempunyai unsur realitas, dimana realitas ini berhubungan dengan usia, usia yang ditetapkan maksimal 70 tahun serta jumlah jaminan yang dapat dijamin sebesar pinjaman pokok yang ditambah dengan bunga, jangka waktu kredit adalah maksimal 5 tahun serta penggunaan kredit dipakai kredit modal kerja dan investasi.
2. Kelebihan asuransi kredit yang menjadi objek penjamin seperti PT. Askrindo yaitu mengurangi resiko kredit macet terhadap nasabah yang
menunggak pada asuransi yang dapat dijamin seperti KUR (Kredit Usaha Rakyat) dan menjamin nasabah yang meninggal dunia bagi kredit komersil, memberikan kenyamanan kepada nasabah terhadap kreditnya yang diproteksi oleh asuransi jiwa. Kekurangan asuransi kredit adalah untuk semua jenis (KUR) yang hanya diganti 80% seharusnya kreditnya diganti sebesar 100% dan masa jangka waktu asuransi terbatas hanya selama jangka waktu kredit,
(3)
3. Peran asuransi kredit dalam mengatasi kredit macet adalah untuk mengurangi resiko kredit macet, mengurangi beban nasabah, mengurangi beban kerugian keluarga nasabah yang meninggal dunia serta mengurangi masalah-masalah yang terjadi dalam proses kinerja bank.
B. Saran
1. Bank BRI dalam memberikan kredit khususnya kredit KUR seharusnya diganti sebesar 100% dari besar pinjaman,sedangkan kenyataannya bank tersebut hanya mengganti 80% saja apabila menunggak. Masa jangka waktu asuransi terbatas hanya selama jangka waktu kredit saja, seharusnya jangka waktu asuransinya tidak terbatas seperti jangka waktu kreditnya. ada juga hal lain yaitu yang dijamin oleh pemegang asuransi hanya atas nama nasabah peminjam.
2. Perlunya memberikan informasi kepada masyarakat kecil agar mereka mengetahui bagaimana prosedur pemberian kredit. Agar masyarakat dapat mempertimbangan langkahnya untuk mengambil keputusan.
(4)
DAFTAR PUSTAKA
Tjiptoadinugroho, R, 1994 Perbankan Masalah Perkreditan, Jakarta : PT. Pradnya Paramita .
Rachmadi, Usman, 2001 Aspek-aspek Hukum Perbankan di Indonesia, Jakarta : PT. Gramedia Pustaka Utama.
Ali Rido, R, 1992 Hukum Dagang Tentang Prinsip dan Fungsi Asuransi dalam Lembaga Keuangan, Pasar Modal, Lembaga Pembiayaan Modal Ventura dan Asuransi Haji, Bandung : Citra Aditya Bakti.
Hartono, Sri Rezeki, 1999 Hukum Asuransi dan Perusahaan Asuransi, Semarang : Sinar Grafika.
Naja, Daeng, 2005 Hukum Kredit dan Bank Garansi, Bandung : PT. Citra Aditya Bakti.
Supramono, Gatot, 1996 Perbankan dan Masalah Kredit : Suatu Tinjauan Yuridis, Jakarta : Djambatan.
Soekanto, Soerjono dan Sri Mamudji, 2007 Penelitian Hukun Normatif Suatu Tinjauan Singkat, Jakarta : PT. Radja Grafindo Persada.
Darmawi, Herman, 2004 Manajemen Asuransi, Jakarta : PT. Bumi Aksara
Salim, Abbas, 2003 Asuransi dan Manajemen Resiko, Jakarta : PT. Grafindo Persada
Muhammad, Abdulkadir, 1999 Hukum Asuransi Indonesia, Bandung : PT. Citra Aditya Bukti.
Hasimi, Ali, 1993 Bidang Usaha Asuransi, Jakarta: PT. Bumi Aksara, Jakarta. As Mahmoeddin, H, 2004 Melacak Kredit Bermasalah, Jakarta : CV. Muliasari. Suyatno Thomas, H.A. Chalik, Made Sukada, C. Tinon Yuniati Ananda,
Djuhaepah T. Marala, 2000 Dasar-dasar Perkreditan. Jakarta : PT. Gramedia Pustaka Utama.
Djojosoedarso Soeisno, 2003 Prinsip-prinsip Manajemen Resiko, Jakarta : Salemba Empat.
(5)
Soekanto, Soerjono dan Sri Mamudji, 2007 Penelitian Hukun Normatif Suatu Tinjauan Singkat, Jakarta : PT. Radja Grafindo Persada.
Amiruddin dan Zainal Asikin, 2004 Pengantar Metode Penelitian Hukum, Jakarta : PT. Raja Grafindo Persada.
Muhammad, Abdul Kadir, 2000 Hukum Acara Perdata Indonesia, Bandung : PT. Citra Aditya Bakti.
Perundang-undangan
Perintah RI Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1992 Tentang Usaha Peransuransian, lembaga negara No 13 tahun 1992
Perintah RI Undang-Undang No. 10 Tahun 1998 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang No. 7 Tahun 1992 Tentang Perbankan, lembar negara No 31 tahun 1992
Perintah RI Undang-Undang No. 10 Tahun 2008 Tentang Usaha Kecil. Lembar negara No 23 tahun 2008
Website
Asuransi kredit indonesia.http:/id.wikipedia.org/wiki/asuransi-kredit-indonesia diakses pada tanggal 9 Mei 2012
Pengertian asuransi. diakses pada tanggal 10 Mei 2012
Materi dan dasar dasar hukum
. Diakses pada tanggal 25 Juni 2012
Dasar dasar asuransi.http://bataviapakuan.com/page/30529/dasar-asuransi.html, diakses pada tanggal 27 Juni 2012
Pengertian asuransi
Polis asuransi.http:/unjlau.blogspot.com/2011/03/hukum-asuransi.html diakses pada tanggal 25 Juni 2012
Hukum asuransi dan polis
(6)
Prinsip Asuransi. diakses pada tanggal 25 Juni 2012
Sejarah dan peranan askrido.
Berdasarkan Modul Kajian Penetapan Bidang Usaha PT. Askrindo mengenai
Maksud dan Tujuan Pendirian Askrindo, hal. 1
Sumber lain
Wawancara dan Diskusi dengan Bapak Emon Hermanda Tarigan selaku salah satu Pjs Kepala BRI Unit Laucimba Kantor Cabang Kabanjahe pada hari Selasa tanggal 26 Juni 2012.