Menurut UNESCO,WHOUNEP 1992 dalam Warlina 2004 nilai COD pada perairan yang tidak tercemar biasanya kurang dari 20 mgL. Hal ini berarti
berdasarkan hasil pengukuran, nilai COD yang tinggi pada titik pengambilan sampel 3 dan 4 20 mgL mengindikasikan bahwa perairan tersebut telah
tercemar. Perairan yang memiliki nilai COD tinggi tidak diinginkan bagi kepentingan pertanian dan perikanan Effendi, 2003.
4.2.2.5. NH
3
-N Amonia
Hasil pengukuran parameter NH
3
-N Amonia Sungai Ngringo dapat
dilihat pada Tabel 29.
Tabel 29. Hasil Pengukuran NH
3
-N Amonia Air Sungai Ngringo
Sumber : Data Primer dan Badan Lingkungan Hidup Kabupaten Karanganyar
Konsentrasi NH3-N Amonia hasil pengukuran pada Tabel 29 menunjukkan adanya kenaikan dari titik pengambilan sampel 1 sampai titik
pengambilan sampel 4 dari arah hulu ke arah hilir dan melampaui baku mutu air golongan I mulai dari titik pengambilan sampel 3. Peningkatan konsentrasi
1 2
3 4
1 04 Juni 2005
- -
2 15 Nopember 2007
- -
3 10 September 2008
0.570 1.488
4 12 Agustus 2009
0.410 2.689
5 21 April 2010
0.268 2.705
6 30 September 2010
0.326 0.802
7 26 Mei 2011
0.063 0.25
2.81 2.70
Kelas I Kelas II
Kelas III Kelas IV
- -
No Tanggal
Titik Pengambilan Sampel
Baku Mutu PP No 82 Tahun 2001 0.50
-
Amonia diindikasikan akibat adanya aktivitas industri, pemukiman, peternakan dan pertanian. Hal ini sesuai dengan pernyataan Effendi 2003 yang menyatakan
bahwa kadar ammonia yang tinggi dapat merupakan indikasi adanya pencemaran bahan organik yang berasal dari limbah domestik, industri dan limpasan run-off
pupuk pertanian. Menurut Mcneely et al 1979 dalam Effendi 2003 menyatakan bahwa
kadar ammonia pada perairan alami biasanya kurang dari 0,1 mgL. Berdasarkan hasil pengukuran, kadar ammonia pada daerah hulu masih menunjukkan kondisi
alaminya, namun semakin ke arah hilir mengalami peningkatan dengan konsentrasi NH
3
-N yang tertinggi terjadi pada titik pengambilan sampel 3 yaitu 2,81 mgL. Pada segmen ini kegiatan yang dominan adalah industri dan
pemukiman. Selain itu, penduduk pada segmen ini banyak yang memiliki usaha peternakan babi yang limbahnya langsung dibuang ke badan sungai.
4.2.2.6. PO
4
-P Phospat
Hasil pengukuran parameter PO
4
-P Phospat Sungai Ngringo dapat dilihat pada Tabel 30 berikut :
Tabel 30. Hasil Pengukuran PO
4
-P Phospat Air Sungai Ngringo
Sumber : Data Primer dan Badan Lingkungan Hidup Kabupaten Karanganyar
1 2
3 4
1 04 Juni 2005
- -
2 15 Nopember 2007
- -
3 10 September 2008
0.212 ttd
4 12 Agustus 2009
0.081 0.933
5 21 April 2010
0.184 0.668
6 30 September 2010
0.168 0.229
7 26 Mei 2011
0.088 0.084
0.347 1.303
Kelas I Kelas II
Kelas III Kelas IV
1.00 5.00
No Tanggal
Titik Pengambilan Sampel
Baku Mutu PP No 82 Tahun 2001 0.20
0.20
Kadar Phospat PO
4
-P yang terukur pada tahun 2011 menunjukkan adanya peningkatan dari arah hulu ke arah hilir dan melampaui ambang batas
baku mutu golongan II pada titik pengambilan sampel 3 dan 4. Kontribusi peningkatan kadar Phospat PO
4
-P diindikasikan akibat adanya aktivitas pemukiman dan peternakan yang banyak terdapat pada segmen 2 dan 3. Hal ini
sesuai dengan pernyataan Effendi 2003 yang menyatakan bahwa sumber antropogenik fosfor berasal dari limbah domestik yang bersumber dari
penggunaan detergen. Selain itu fosfor juga berasal dari dekomposisi bahan organik. Kandungan fosfor dari arah hulu ke arah hilir yang semakin meningkat
juga dapat diindikasikan sebagai akibat meningkatnya proses dekomposisi bahan organik akibat meningkatnya buangan limbah.
Menurut Boyd 1988 dalam Effendi 2003 menyatakan bahwa kadar phosfat total pada perairan alami jarang melebihi 1 mgL. Berdasarkan hasil
pengukuran, kandungan phospat pada titik pengambilan sampel 1, 2 dan 3 masih memenuhi kondisi alaminya, namun pada titik pengambilan sampel 4 sudah
melampaui batas kondisi alaminya. Menurut Ginting 2007 kandungan phosfat yang tinggi dalam perairan dapat menyebabkan suburnya algae dan organisme
lainnya. Kesuburan tanaman air mengakibatkan berkurangnya oksigen terlarut.
4.2.2.7. Kadar Logam Besi Fe