Tinjaun maqasid syariah terhadap undang - undang narkotika nomor 35 Tahun 2009

(1)

Skripsi

Diajukan Kepada Fakultas Syariah dan Hukum Untuk Memenuhi Salah Satu Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Syariah (S.Sy)

Oleh

AHMAD RIJAL NIM : 1110045100037

KONSENTRASI KEPIDANAAN ISLAM PROGRAM STUDI JINAYAH SIYASAH FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH

J A K A R T A 1436 H/ 2014 M


(2)

(3)

(4)

(5)

i

Undang-Undang Narkotika Nomor 35 Tahun 2009 Program Studi Jinayah Siyasah, Konsentrasi Pidana Islam, Fakultas Syariah dan Hukum, Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, 1436 H / 2014 M. X+72 halaman

Skripsi ini bertujuan untuk mengetahui Tinjaun Maqȃsid Syarȋ’ah Terhadap Undang-Undang Narkotika Nomor 35 Tahun 2009. Karena pada saat ini kasus Narkoba sering sekali merasa terus-menerus meningkat pesat dalam skala yang semakin mengerikan. Kepesatan dan kesuburan narkotika juga ditunjang dengan struktur tanah Indonesia yang subur dan mudah ditanami berbagai jenis narkotika Pada penelitian ini penulis menganalisis Undang-undang Narkotika Nomor 35 Tahun 2009 dalam Pandangan maqȃsid syarȋ’ah.

Penelitian dilakukan studi kepustakaan (library research). Studi kepustakaan dilakukan dengan menelusuri berbagai literatur, baik berupa undang-undang, buku-buku, majalah, artikel, yang berhubungan dengan tema penelitian.

Hasil dari penelitian ini menunjukan bahwa analisis yang digunakan undang-undang no 35 tahun 2009 dalam pandangan maqȃsid syarȋ’ah dalam menggunakan kaidah menolak bahaya menarik kemaslahatan dunia dan akhirat dan saling mempunyai persamaan dalam hal pencegahan narkotika yang dapat merusak kemaslahatan hidup manusia. Namun tidak dapat dipungkiri bahwa dalam Undang-undang Narkotika melindungi ketersediaan Narkotika

Kata kunci : Tinjaun Maqȃsid Syarȋ’ah Terhadap Narkotika Pembimbing : Dr. Asep Saepuddin Jahar. MA, Ph.D

Daftar Pustaka : Buku : Tahun 1986 s/d Tahun 2013 Undang-undang : Tahun 2009


(6)

ii

Assalamu’alaikum Wr. Wb.

Puji syukur saya haturkan kepada Allah SWT yang telah menciptakan manusia dengan kesempurnaan sehingga dengan izin dan berkah-nya penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan penuh rasa tanggung jawab kepada Allah SWT dan seluruh umat manusia yang mencintai ilmu. Shalawat serta salam selalu tercurahkan kepada suri tauladan kita Nabi Muhammad SAW, atas tetesan darah dan air mata beliaulah kita mampu berdiri dengan rasa bangga sebagai umat Islam yang menjadi umat yang terbaik diantara semua kaum. Tidak lupa kepada keluarga, para sahabat, serta yang mengamalkan sunnahnya dan menjadi pengikut setia hingga akhir zaman.

Dalam penulisan skripsi ini, penulis menyadari akan pentingnya orang-orang yang telah memberikan pemikiran dan dukungan secara moril maupun spiritual sehingga skripsi ini dapat terselesaikan sesuai yang diharapkan karena adanya mereka segala macam halangan dan hambatan yang menghambat penulisan skripsi ini menjadi mudah dan terarah. Untuk itu penulis menyampaikan ucapan terima kasih kepada yang terhormat:

1. Bapak Dr. Phill H. J.M. Muslimin, Ph.D selaku Dekan Fakultas Syari’ah dan Hukum Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.


(7)

iii

selama perkuliahan, dalam perkuliahan sehingga penulis dapat menyelesaikan studi strata I dengan sebaik-baiknya.

3. Ibu Dra. Hj. Rosdiana, M.Ag selaku Sekretaris Program Studi Jinayah Siyasah terima kasih banyak telah banyak membantu penulis untuk melengkapi berbagai macam keperluan, dan berkas-berkas persyaratan untuk menggapai studi strata I dengan sebaik-baiknya.

4. Dr. Asep Saepuddin Jahar, M.A, Ph.D selaku Dosen Pembimbing terima kasih banyak telah memberikan bimbingan, petunjuk, dan nasehat yang berguna bagi penulis sehingga penulis dapat menyelesaikan studi strata 1 dengan sebaik-baiknya.

5. Segenap Dosen Fakultas Syari’ah dan Hukum yang dengan ikhlas menyalurkan ilmu dan pengetahuannya secara ikhlas dalam kegiatan belajar mengajar yang penulis jalani.

6. Kepada kedua orang tua penulis yang membantu dengan sekuat tenaga dan pengorbanan serta do’a yang bergema dalam dzikir dan tahajudnya sehingga penulis dapat menyelesaikan studi strata I dengan penuh semangat, Ayahanda M.Agus Muslim dan Ibunda Rohimah, maafkan anakmu ini yang sungguh bergelimpangan dosa. Tentunya juga buat adik-adiku tercinta M. Azam dan moh. Irham dan keluaraga lainya saya ucapakan terimaksih banyak atas do’anya


(8)

iv

saya.dan menyediakan tempat singgah untuk menyelasaikan skripsi ini

8. Termikasih kepada kekasih saya Mimi Nurhikmah yang telah memberikan semangat kepada saya sehingga dapat terselsaikan juga skripsi ini

9. Teman-teman Seperjuanganku Program Studi Jinayah Siyasah Jurusan Pidana Islam Angkatan 2010 yang telah menemani saya selama kuliah dan memberikan inspirasi untuk berjuang dalam hidup, terutama Andhika Yudho, Ade, Farid, Sena, Rodhi, Awaluddin, Ayu, Dijah, Siska, Ika, Reni, Lulu, Adit, Denis, Geradin, Agung, yongki, Sahuri, Gunawan, Faridah Razaq (UNIAT), dan Aizah Faqih. Terima kasih sebanyak-banyaknya yang selalu bersedia menemani penulis baik berdiskusi maupun berpetualang.

10.Kepada sahabat-sahabatku dalam kelompok Kampak Mintul Farid Fauzi (Narji), Ridwan Daus, M. Fadillah (Bedil), Masrur Fuadi (Mas Mukey), Edo Fahmi (Edos), dan Badru Tamam (Gondes) Terima kasih sebanyak-banyaknya yang selalu bersedia menemani penulis baik berdiskusi maupun berpetualang. Dan akhirnya kita lulus bersama juga

11.Kepada sahabatku yang setia menamaniku bolak balik kempus Mikail El Dhafin saya ucapkan terimaksih

Tiada cita dapat terwujud dengan sendirinya kecuali dengan pertolongan Allah SWT sehingga dapat memberikan kontribusinya dalam ilmu pengetahuan.


(9)

v

bantuan, doa, motivasi yang telah diberikan kepada penulis mendapatkan balasan dari Allah SWT.

Wassalammualaikum. Wr. Wb

Jakarta, 30 Desember 2014


(10)

vi

tulisan Latin. Pedoman transliterasi yang digunakan yaitu berupa pedoman aksara dan vokal.

a. Pedoman Aksara

Huruf Arab Huruf Latin Keterangan

ا tidak dilambangkan

Be

t Te

ts te dan es

ج j je

ح H ha dengan garis bawah

Kh ka dan ha

د D de

ذ dz de dan zet

ر r er

z zet

س S es

ش sy es dan ye

S es dengan garis bawah d de dengan garis bawah t te dengan garis bawah

ظ z zet dengan garis bawah

koma terbalik di atas hadap kanan

gh ge dan ha

ف f ef

q ki

k ka

ل l el

M em

N en

و W we

ھ H ha

ء ˊ apostrop


(11)

vii

Tanda Vokal Arab Tanda Vokal Latin Keterangan

_ a fathah

¯ I kasrah

_ u dammah

2. Vokal Rangkap (Diftong)

Tanda Vokal Arab Tanda Vokal Latin Keterangan

_ Ai a dan i

و _ Au a dan u

3. Vokal Panjang (Madd)

Tanda Vokal Arab Tanda Vokal Latin Keterangan

اـ ȃ a dengan topi di atas

ىـ ȋ i dengan topi di atas

وـ Ȗ u dengan topi di atas

c. Kata Sandang

Kata sandang, yang dalam bahasa Arab dilambangkan dengan huruf ( لا

), dialihaksarakan menjadi huruf “l” (el), baik diikuti huruf syamsiyyah maupun huruf qomariyyah. Misalnya :

دا تجإا = al-ijtihâd

صخ لا = al-rukhsah, bukan ar-rukhsah d. Tasydîd (Syaddah)

Dalam alih aksara, syaddah atau tasydîd dilambangkan dengan huruf, yaitu dengan menggandakan huruf yang diberi tanda syaddah itu. Akan tetapi, hal ini tidak berlaku jika huruf yang menerima tanda syaddah itu terletak setelah


(12)

viii

e. Ta Marbûtah

Jika ta marbûtah terdapat pada kata yang berdiri sendiri (lihat contoh 1) atau diikuti oleh sifat (na‘t) (lihat contoh 2), maka huruf ta marbûtah tersebut dialihaksarakan menjadi huruf “h” (ha). Dan jika huruf ta marbûtah tersebut diikuti kata benda (ism), maka huruf tersebut dialihaksarakan menjadi huruf “t” (te) (lihat contoh 3).

No Kata Arab Alih Aksara

1. ي ش syarîʻah

2. يماسإا ي شلا al- syarîʻah al-islâmiyyah 3. بھاّملا نراقم muqâranat al-madzâhib f. Cara Penulisan Kata

Setiap kata, baik kata kerja (fi‘l), kata benda (ism) atau huruf (harf), ditulis secara terpisah. Berikut adalah beberapa contoh alih aksara dengan berpedoman pada ketentuan-ketentuan di atas :

No Kata Arab Alih Aksara

1. ارو ملا حي ت رو لا al-darûrah tubîhu al-mahzûrât 2. ىماسإا داصتقإا al-iqtisâd al-islâmî

3. هقفلا لوصأ usûl al-fiqh

4. حا إا ءايشأا يف لصأا al-asl fî al-asyyâ al-ibâhah 5. لس ملا لصملا al-maslahah al-mursalah


(13)

ix

ABSTRAK ... i

KATA PENGANTAR ... ii

PEDOMAN TRANSLITERASI ... vi

DAFTAR ISI ... ix

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Pembatasan dan Perumusan Masalah ... 11

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian ... 11

D. Kegunaan Penelitian ... 11

E. Tinjauan Pustaka ... 12

F. Metode Penelitian ... 13

G. Sistematika Penulisan ... 15

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG MAQSID SYARÎ’AH A. Pengertian Maqsid Syarî’ah ... 17

B. Bagian-bagian Maqsid Syarî’ah ... 20

C. Perlindungan Maqsid Syarî’ah Bagi Kepentingan Manusia ... 26

BAB III NARKOTIKA DALAM UNDANG-UNDANG N0 35 TAHUN 2009 A. Pengertian Narkotika ... 30

B. Jenis-jenis Narkotika ... 32

C. Pengaruh Narkotika Dalam Jiwa Manusia ... 43

BAB IV TUJUAN UNDANG-UNDANG NARKOTIKA NO 35 TAHUN 2009 A. Dasar Dibuatnya Undang-Undang Narkotika No 35 Tahun 2009 ... 50 B. Dimensi Maqsid Syarî’ah Dalam Undang-Undang Narkotika


(14)

x

A. Kesimpulan ... 64 B. Saran-saran ... 68 DAFTAR PUSTAKA ... 69


(15)

1

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Dari waktu ke waktu narkotika ditanah air terus-menerus meningkat pesat dalam skala yang semakin mengerikan. Kepesatan dan kesuburan narkotika juga ditunjang dengan struktur tanah Indonesia yang subur dan mudah ditanami berbagai jenis narkotika. Sudah menjadi pengetahuan umum bahwa yang mengedarkan dan mengkonsumsi di tanah air bukan hanya masyarakat luas khususnya generasi muda melainkan juga para elit politik, anggota legislatif, pejabat pemerintah, aparat pemerintah, serta aparat keamanan dan penegak hukum itu sendiri. Di tambah lagi peredaran narkoba telah bersifat transnasional yang dilakukan dengan modus operandi yang tinggi dan tekhnologi canggih. Peredaran narkoba, secara ilegal di Indonesia sejak beberapah tahun ini, semakin meningkat. Indonesia yang pada mulanya sebagai negara transit perdagangan narkoba kini sudah dijadikan daerah tujuan operasi oleh jaringan narkoba internasional. Hal ini terbukti dengan banyaknya pengedar berkebangsaan asing yang tertangkap dengan penyitaan barang bukti dalam jumlah besar.1 Narkotika

1 Lihat’’ kata pengantar ‘’Dalam Undang Undang Narkotika & Psikotropika (Jakarta: Sinar


(16)

merupakan bagian dari narkoba yaitu segolongan obat, bahan atau zat yang jika masuk ke dalam tubuh manusia dapat berpengaruh pada tubuh manusia terutama pada fungsi otak (susunan syaraf pusat) dan sering menimbulkan ketergantungan.

Permasalahan narkotika memang bukanlah hal baru lagi, penyalahgunaan narkotika di Indonesia saat ini sudah pada fase yang mengkhawatirkan, penyalahgunaanpun saat ini sudah masuk pada semua lapisan baik dari kalangan atas, kalangan menengah, bahkan kalangan bawah sekalipun, tidak memandang tua atau muda bahkan anak pun juga terlibat dalam penyalahgunaan narkotika.2

Masyarakat yang menjadi korban adalah anak-anak yang masih tergolong anak usia sekolah. Data yang diperoleh tahun 2002 pada tanggal 14 agustus menujukan bahwa anak usia sekolah yang ditahan dirutan Pondok Bambu dengan kasus narkoba berjumlah 300 orang anak usia sekolah.3

Untuk mencegah dan memberantas penyalahgunaan dan peredaran gelap narkotika yang sangat merugikan dan membahayakan kehidupan masyarakat, bangsa, dan negara, pada sidang umum Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia tahun 2002 melalui ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia nomor VI/MPR/2002 telah merekomendasikan kepada Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia dan Presiden Republik Indonesia untuk melakukan perubahan atas Undang-Undang Nomor 22 Tahun

2 Ahmadi Sopyan, Narkoba Mengincar Anak Muda (Jakarta: Prestasi Pustaka, 2007) h. 12. 3 Mahdiah, Hak Asasi Manusia Untuk Anak Usia Sekolah KorbanNarkoba ( TT: Direktorat


(17)

1997 tentang narkotika. Untuk lebih mengefektifkan pencegahan dan pemberantasan penyalahgunaan dan peredaran gelap narkotika dan prekursor maka dibentuklah kelembagaan Negara yaitu Badan Narkotika Nasional (BNN). BNN tersebut didasarkan pada Peraturan Presiden nomor 83 tahun 2007 tentang badan narkotika nasional, badan narkotika provinsi, dan badan narkotika kabupaten/kota. BNN tersebut merupakan lembaga non struktural yang berkedudukan di bawah dan bertanggung jawab langsung kepada Presiden, yang hanya mempunyai tugas dan fungsi melakukan koordinasi. Dalam undang-undang ini, BNN tersebut ditingkatkan menjadi Lembaga Pemerintah Non kementerian (LPNK) dan diperkuat kewenangannya untuk melakukan penyelidikan dan penyidikan. BNN berkedudukan di bawah Presiden dan bertanggung jawab kepada Presiden. Selain itu, BNN juga mempunyai perwakilan di daerah provinsi dan kabupaten/kota sebagai instansi vertikal, yakni BNN provinsi dan BNN kabupaten/kota.4

Terkait dengan pihak pengguna narkotika yang disebut juga dengan pecandu narkotika, terhadap mereka sering kali terjadi pandangan buruk dari masyarakat seperti seorang penjahat. Dengan adanya UU No. 35 Tahun 2009 tentang narkotika sebagaimana sudah menjadi tujuan dari UU No 35 Tahun 2009, penyalahgunaan dan pecandu narkotika dijamin untuk mendapatkan rehabilitasi medik dan sosial. Adapun mengenai ruang lingkup UU No 35 Tahun


(18)

2009, telah diatur dalam pasal 5 UU No 35 Tahun 2009 bahwa pengaturan narkotika dalam Undang – Undang ini meliputi dari segala bentuk kegiatan atau perbuatan yang berhubungan dengan narkotika dan perkursor narkotika yang dapat menjadi sebuah pendahuluan sebelum pembahasan atau ketentuan pidana dalam Undang – Undang bahwa telah diatur secara limitatif hal – hal yang berkaitan dengan kegiatan yang berhubungan dengan narkotika maupun prekursor narkotika yang memiliki konsekuensi pidana apabila dilanggar karena pada intinya, narkotika hanya dapat digunakan untuk pelayanan kesehatan atau pengembangan ilmu penegetahuan dan teknologi.5

Kejahatan penayalahgunaan narkotika dalam maqȃsid syarȋ’ah adalah segala sesuatu yang dapat merusak akal yang diqiyaskan dengan pengguna khamr, hal-hal dalam katagori khamr adalah heroin, morfin, kokain, ganja dan sejenisnya. Sebagaimana dalam hukum positif,dan hukum Islam juga terdapat sanksi bagai pelaku dan pengguna narkotika. Kejahatan ini dalam hukum pidana Islam dimasukan kedalam jarîmah hudûd, karena penyalahgunaan narkotika dapat merusak akal dan jiwa bahkan dapat menimbulkan kematian.6 Narkotika dapat digolongkan pada benda-benda yang diharamkan oleh agama Islam karena narkotika tersebut merupakan benda atau barang yang dapat memabukan. Sebab

5 AR. Sujono, Bony Daniel, Komentar & Pembahasan Undang- undang Nomor 35 Tahun

2009 tentang Narkotika ( Jakarta : Sinar Grafika 2011) cet,1, h. 65 -67

6 Rahmat Hakim, Hukum Pidana Islam ( Fikih Jinayah), ( Bandung: Pustaka Setia, 2000) h.


(19)

benda-benda itu mengakibatkan kemudhorotan besar dan kerusakan kerusakan yang fatal.7

Allah SWT mengistimewakan manusia (keistimewannya kepada mahluk lain melalui akal yang ada dalam otak manusia), otak merupakan permata yang mahal dan gedung anugrah yang mahal yang diberikan oleh Allah SWT. Kepada manusia, lalu apakah yang yang menyebabkan akal dalam otak tidak berfungsi sebagaimna mestinya manusia normal di antaranya penyebab akal didalam otak tidak berfungsi adalah mengkonsumsi alkohol (khamr), dan obat-obatan yang menyebabkan urat syaraf terganggu. Obat-obatan itu disebut dengan narkotika yang sangat bahaya dampaknya bagi tubuh manusia, bahkan zat narkoba dapat menyebabkan hilangnya kemampuan merasakan hal-hal yang yang terjadi disekitar pengguna, menyebakan kantuk bahkan tertidur tak sadar karena zat ini mengandung unsur-unsur melemahkan, menenangkan dan menyadarkan.8

Kalau kita pelajari dengan seksama ketetapan Allah dan Rasul-Nya yang terdapat didalam Al-Qur’an dan Hadis dapat kita ketahui tujuan hukum Islam. Secara umum tujuan hukum Islam adalah untuk kebahagiaan di dunia dan di akhirat kelak dengan cara mengambil yang bermanfaat dan meninggalkan yang mudhorot (tidak berguna), yaitu tidak berguna bagi kehidupan. Dengan kata lain,

7 Mashuri Sudiro, Hukum Islam Melawan Narkoba, (Yogyakarta : Madani Pustaka Hikmah,

2000) h. 75

8 Ahmad Al Mursi Husain Jauhar, maqashid syari’ah,(Jakarta : Amzah Bumi Aksara, 2009)


(20)

tujuan hukum Islam adalah kemaslahatan hidup manusia, baik rohani dan jasmani, individual dan sosial. Abu Ishaq Al Syathibi merumuskan lima tujuan hukum Islam yakni 1. Memelihara Agama 2. Jiwa 3. Akal 4. Keturunan, dan 5. Harta yang kemudian disepakti oleh ilmuan Islam dengan kata maqȃsid syarî’ah.9

Islam sangat memperhatikan perlindungan untuk tiap individu, yakni melalui perlindunganya untuk semua urusan individu yang bersifat materi dan moral. Islam menjaga kehidupan setiap individu, menjaga semua yang menjadi sandaran hidupnya ( harta dan semua yang dimilikinya), yang paling dasar dan pertama adalah menjaga kehormatan, yaitu nasab, tempat tumbuh, serta silsilah keturunan kepada ayah dan keluargnya, adapun menjaga akal yang merupakan dasar pembebanan kewajiban dan tanggung jawab dalam Islam, juga menjaga agama dan hubungan individu tersebut dengan Tuhannya. Mempelajari perlindungan yang diberikan Islam kepada jiwa dan kehormatan mengharuskan kita untuk mempelajari perlindungan Islam untuk harta dan keturunan, mustahil bila manusia memiliki kehidupan manusiawi atau eksistensi kemanusiaan, kecuali dengan adanya perlinduangan saat ini. Lalu perkembangan pelindungan itu disebutkan al-Kulliyyât al-Khams dan agama ini juga menyuruh untuk menjaganya, serta mengharamkan untuk menganiayanya. Adapun rincian perlindungan terhadap itu ialah perlindungan terhadap agama (Hifdz al - Ad dîn), Perlindungan terhadap jiwa (Hifdz al-Nafs), perlindungan terhadap akal


(21)

(Hifdz al-‘Aql), perlindungan terhadap kehormatan (Hifdz al-Ardh), perlindungan terhadap harta benda (Hifdz al–Mâl). Akal merupakaan sumber hikmah (pengetahuan), sinar, hidayah, cahaya hati, dan media kebahagiaan manusia di dunia dan akhirat. Dengan akal, surat perintah dari Allah disampaikan, dengannya pula manusia berhak menjadi pemimpin dimuka bumi, dan manusia manjadi sempurna dari pada mahluk Allah lainya. Akal dinamakan ikatan karena ia bisa mengikat dan mencegah pemiliknya untuk melakukan hal -hal buruk dan mengerjakan kemungkaran10.

Hukum Islam mempunyai watak tertentu dan beberapa karakteristik yang membedakan dengan berbagai macam hukum yang lain. Karakteristik tersebut ada yang memang berasal dari watak hukum Islam itu sendiri dan ada pula yang berasal dari proses penerapan dalam lintasan sejarah menuju ridha Allah. Salah satu diantaranya ialah menegakan maslahat, karena seluruh hukum itu harus bertumpu pada masalahat dan dasar dari semua kaidah yang dikebangankan dari seluruh hukum Islam harus bertumpu pada maslahat.11

Hukum Islam, sebagai bagian dari agama Islam, melindungi hak asasi manusia. Hal tersebut dapat dilihat dari tujuan hukum Islam itu sendiri, jika hukum Islam dibandingkan dengan hukum positif yang lebih dominan kepada hukum barat maka dapat dilihat perbedaanya. Perbedaan itu terjadi karena

10 Ahmad Al Mursi Husain Jauhar, maqashid syari’ah, h. 91

11 Yayan Sopyan, Tarikh Tasyri Sejarah Pembentukan Hukum Islam, ( Depok : Gramata


(22)

pemikiran hukum barat memandang hak asasi manusia semata mata antroposentris, artinya berpusat pada manusia. Sebaliknya pandangan hukum Islam yang bersifat teosentris. Artinya berpusat pada tuhan (Allah) pusat segalanya.12

Adapun tujuan hukum Islam di atas dapat dilihat dari dua segi. 1). Pembuatan hukum Islam yaitu Allah dan Rasul-Nya. 2). Dari segi manusia yang menjadi pelaku dan pelaksana hukum Islam itu. Jika dilihat dari pembuatannya hukum Islam itu adalah : pertama untuk memenuhi kebutuhan manusia yang bersifat primer, sekunder, dan tertiear, yang dalam kepustakaan Islam disebut dengan istilah darûriyyah, hâjiyyah, dan tahsȋniyyah. Kebutuhan primer (darûriyyah) adalah kebutuhan yang utama yang harus dilindungi dan dipelihara sebaik-baiknya oleh hukum Islam agar kemaslahatan hidup manusia benar-benar terwujud. Kebutuhan skunder (hâjiyyah) adalah kebutuhan yang dibutuhkan untuk mencapai primer. Kebutuhan tersier adalah (tahsȋniyyah) kebutuhan manusia dari selain yang bersifat primer dan sekunder itu yang perlu diadakan dan dipelihara untuk kebaikan hidup manusia dalam masyarakat misalnya sandang , pangan, dan lain lain. Kebutuhan hidup manusia yang bersifat primer yang disebut dengan darûriyyah tersebut di atas merupakan tujuan utama yang harus dijaga oleh hukum Islam. Kepentingan-kepentingan yang harus dipelihara

12 Daud Ali, Pengantar Ilmu Hukum Dan Tata Hukum Islam Di Indonesia, (Jakarta : PT


(23)

itu yang telah disinggung di atas ada lima, diantaranya yaitu pelihara agama, jiwa, akal, keturunan dan harta.13

Sehubungan dengan pengkajian hukum pidana Islam tersebut, maslahat merupakan tujuan utama pokok dan dasar pertimbangan utama dalam menjatuhkan hukuman yang berupa qisâs diyyȃt, hudȗd, dan ta’zîr. Ketiga hukum tersebut untuk katagori tindak pidana berikut sanksinya yang pokoknya adalah maqȃsid syarȋ’ah.14

Tujuan pemberian hukuman dalam Islam sesuai dengan konsep tujuan umum di syariatkannya hukum, yaitu untuk merealisasi kemaslahatan umat dan menegakan keadilan. Yang ditegakan dalam syariat Islam mempunyai dua aspek, yaitu : prefentif dan represif. Dengan ditetapkannya kedua aspek tersebut akan dihasilkan satu kemaslahatan (positif), yaitu terbentuknya moral yang baik, sehingga membuat menjadi masyarakat aman, damai dan penuh dengan keadilan. Moral yang dilandasi dengan agama akan membawa perilaku manusia sesuai dengan tuntunan agama. Fondasi perundangan Islam berdasarkan kepada kaidah “menjaga kemaslahatan dan menolak bahaya,” maka syariat ini mengharamkan segala materi atau zat yang bisa menimbulkan bahaya atau sesuatu yang lebih

13 Daud Ali, Pengantar Ilmu Hukum Dan Tata Hukum Islam Di Indonesia, h. 62

14 Abd Al Qadir Audah, al - Tasyrî’ al - jinâȋ al- Islȃmȋ Muqȃranan Bi al Qȃnȗn al


(24)

buruk, baik zat tersebut dalam bentuk diminum, beku, dimakan, bubuk atau di hirup.15

Diharamkan pengguna seluruh jenis narkotika, yaitu seluruh benda yang membahayakan tubuh dan akal seperti daun banggo, opium, ganja dan sebaginya. Berdasrakan hadits dari Ummu Salamah yang berkata ”Rasulullah SAW melarang mengkonsumsi seluruh benda yang memabukan dan melemahkan tubuh.” Disamping itu, benda-benda seperti ini juga membahayakan akal dan tubuh manusia16.

Keempat imam madzhab fikih dan yang lainya telah menetapkan keharaman khamr dan tidak ada perselisihan dalam hal ini, setelah adanya kesepakatakan mengenai keharamannya dapat dipastikan bahwa narkotika bisa dihukumi dengan hukum khamr atas dasar nash, sehingga tidak ada kemungkinanannya dalam membedakan kedua jenis minuman tersebut dengan khamr karena keduanya mempunyai kemiripan dalam merusak akal dan agama17

Oleh karena itu, untuk menjawab latar belakang di atas tentang maraknya peredaran narkotika dan hukum yang sudah ada, maka penulis memberikan judul TINJAUAN MAQȂSID SYARȊ’AH TERHADAP UNDANG-UNDANG NARKOTIKA NO 35 TAHUN 2009.

15 Abdul Wahab Khalaf, Ilmu Usȗl Fiqh, (Kuwait: Darul Qalam, 1992) h.198

16 Wahbah Az Zuhaili, al- Fiqh al- Islȃmî Wa Adillatuh, (Jakarta : Gema Insani, 2011, jilid

ke iv), h. 187

17 Abu Malik Kamal Bin As-Sayid Salaim, Sahîh Fiqh Sunnah, (Jakarta: Pustaka Azzam,


(25)

B. Pembatasan Masalah dan Rumusan Masalah

Dalam pembahasan ini penulis membatasi pembahasan akan membahas ruang lingkup dan dasar tujuan di buatnya Undang-Undang Narkotika No 35 Tahun 2009 yang di tinjau dari maqȃsid syari’ah.sehingga menemukan relevansinya dalam hukum Islam , Maka penulis merumskan masalah sebagai berikut :

1. Apa yang dimaksud denganmaqȃsid syarȋ’ah dan narkotika ?

2. Bagaimanakah tinjauan maqȃsid syarȋ’ah terhadap UU Narkotika No 35 tahun 2009?

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian

Setiap karya tulis yang bernilai ilmiah tentunya memiliki tujuan dan manfaat yang ingin di capai, begitu pula dengan penulisan skripsi ini. Adapun tujuan penelitian ini adalah :

1. Untuk menjelaskan tentang pandangan maqȃsid syarȋ’ah terhadap narkotika 2. Dan apa yang dimaksud dengan narkotika dan maqȃsid syarȋ’ah

D. Kegunaan Penelitian

Melalui penelitian ini diharapkan dapat memberikan kegunaan secara teoritis dan praktis yaitu sebagai berikut :


(26)

Menambah perbendaharaan keilmuwan dalam bidang hukum khususnya kajian mengenai tindak pidana narkotika. Memberikan kontribusi positif kepada masyarakat tentang tindak pidana penyalahgunaan narkotika dan pandangan dalam hukum pidana Islam yang berkaitan kepada maqȃsid syarȋ’ah.

Kepada yang mengkaji lebih lanjut tentang masalah ini, diharapkan skripsi ini dapat menjadi salah satu masukan yang berarti, dan sedikit banyak dapat membuka cakrawala berfikir yang ilmiah.

2. Kegunaan secara praktis

Pembahasan ini diharapkan dapat memberikan sumbangan pemikiran masyarakat dan penegak hukum sehingga mempunyai wawasan yang lebih komprehensif khususnya khazanah ilmu pengetahuan pada umumnya dan bagi disiplin pengetahuan yang berkaitan dengan masalah penggunaan narkotika yang ditunjau dalam maqȃsid syarȋ’ah.

E. Tinjauan Pustaka

Adapun skripsi terdahulu dan buku-buku yang manjadi rujukan penulis ialah : Sanksi Terhadap Penyalahgunaan Narkotika Studi Komporasi Hukum Islam Dan Uu No 22 Tahun 1997, yang ditulis oleh Nunu Husnul Hitam, dalam skripsi ini membahas dari segi hukumannya diakaitkan dengan hukum Islam dan perbandingan hukum Islam dengan hukum positif.


(27)

Buku yang ditulis oleh AR. Sujono SH,.M.H dan Bony Daniel S.H yang berjudul komentar dan pembahasan Undang–Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika. Kajian hukum Islam dan hukum positif terhadap kasus penyalahgunaan narkotika oleh anak dibawah umur. Yang ditulis oleh Laili Maulida dalam skripsi ini membahas tentang sanksi yang diberikan terhadap anak yang memakai narkoba dibawah umur.

Adapun skripsi saya berbeda dengan skripsi yang terdahulu dan buku diatas, dalam skripsi saya membahas tentang tujuan uu no 35 tahun 2009 ditinjau dalam maqȃsid syarȋ’ah. Sehingga menemukan persamaan tentang pencegahan narkotika.

F. Metode Peneltian

Penelitian pada dasarnya adalah suatu kegiatan atau proses sistematis untuk memecahkan masalah yang dilakukan dengan menerapkan metode ilmiah. Tujuan dari semua usaha ilmiah adalah untuk menjelaskan, memprediksikan dan mengontrol gejala fenomena yang ada. Untuk mendapatkan data dalam penelitian skripsi ini penulis menggunakan metode penelitian kualitatif yang bersifat deskriptif analisis yaitu menggambarkan dan memaparkan secara sistematis tentang apa yang menjadi objek penelitian dan kemudian dilakukan analisis. Pendekatan yang digunakan adalah pendekatan normatif dan pendekatan analistis.


(28)

1. Teknik Pengumpulan Data

Penelitian ini menggunakan penelitian kualitatif yang objek utamanya berupa buku-buku literatur, peraturan perundang-undangan, norma-norma yang hidup dan berkembang dalam masyarakat , majalah, surat kabar, hasil seminar dan sumber lainnya yang berkaitan secara langsung dengan obyek yang diteliti.

a. Sumber Data Primer

Merupakan data-data yang diperoleh dari sumber aslinya, memuat segala keterangan-keterangan yang berkaitan dengan penelitian ini. Sumber-sumber data tersebut berupa perundang-undangan yang membahas mengenai, Al-Quran dan As-Sunnah dan juga buku-buku yang membahas tentang narkotika.

b. Sumber Data Sekunder

Merupakan data-data yang memberikan penjelasan mengenai bahan-bahan primer yang diambil dari sumber-sumber tambahan yang memuat segala keterangan-keterangan yang berkaitan dengan penelitian ini, antara lain informasi yang relevan, artikel, buletin, atau karya ilmiah para sarjana.

2. Teknik Analisis Data

Untuk memperoleh data-data yang dibutuhkan penulis menggunakan metode kualitatif. Yakni dengan mengumpulkan dan menganalisa data-data


(29)

yang diperoleh dan faktor-faktor yang merupakan pendukung dan relevan terhadap objek yang diteliti sehingga dapat ditarik kesimpulan dari hal yang dijadikan objek penelitian.

Data yang diklarifikasikan maupun dianalisa untuk mempermudah dan menghadapkan pada pemecahan masalah. Adapun metode analisis data yang digunakan dalam penulisan skripsi ini adalah metode analisis isi secara kualitatif. Dalam analisis ini, semua data yang dianalisis adalah berupa teks. Analisis isi kualitatif digunakan untuk menemukan, mengidentifikasi, dan menganalisa teks atas dokumen untuk memahami signifikasi dan relevansi teks atau dokumen.

G. Sistematika Penulisan

Bab I : PENDAHULUAN

Pada bab ini, penulis mengemukakan latar belakang penelitian, pembatasan dan perumusan masalah, tujuan penelitian, kegunaan penelitian, tinjauan pustaka, metode penelitian, lokasi penelitian serta diakhiri dengan penjelasan mengenai sistematika penelitian.

Bab II : TINJAUAN UMUM MAQȂSID SYARȊ’AH

Dalam bab ini, penulis membahas tentang pengertian dan bagian-bagian bentuk maqȃsid syarȋ’ah


(30)

Bab III : NARKOTIKA DALAM UNDANG-UNDANG NO. 35 TAHUN 2009 Pada bab ini, penulis memuat uraian teoritis sebagai lanjutan dari bab sebelumnya, yaitu mengenai penegrtian, tujuan, dasar dan ruang lingkup UU Narkotika.

Bab IV : UNDANG-UNDANG NARKOTIKA NO. 35 TAHUN 2009

Pada bab ini, penulis memaparkan tentang pengertian dan ruang lingkup tujuan dibentuknya Undang-Undang narokotika No 35 tahun 2009 dan dimensi maqȃsid syarȋ’ah dalam UU No 35 tahun 2009.

Bab V : PENUTUP

Pada bab ini, penulis menyimpulkan tahap akhir dari penulisan ini yang berisi kesimpulan-kesimpulan penelitian dari awal sampai akhir, juga terdiri dari saran-saran penulis tentang persoalan yang diangkat dalam penulisan skripsi ini.


(31)

17 A. Pengertian Maqȃsid syarȋ’ah

Secara bahasa maqȃsid syarȋ’ah terdiri dari dua kata yaitu maqȃsid dan

syarȋ’ah,maqȃsid yang berarti kesengajaan atau tujuan, maqȃsid yang merupakan bentuk jamak dari maqsud yang berasal dari suku kata qashada yang berati menghendaki atau memaksudkan,1 sedangkan syarȋ’ah secara bahasa berarti

‘’jalan kesumber air minum,’’ namun bangsa arab sering mengartikan sebagai

jalan yang lurus, karena mata air adalah sumber kehidupan.2

Yusuf Al-Qardhawi mendefenisikan maqȃsid syarȋ’ah sebagai tujuan yang

menjadi target teks dan hukum-hukum untuk direalisasikan dalam kehidupan manusia, baik berupa perintah, larangan dan mubah, untuk individu, keluarga, jamaah dan umat, atau juga disebut dengan hikmat-hikmat yang menjadi tujuan ditetapkannya hukum, baik yang diharuskan ataupun tidak, karena dalam setiap

hukum yang disyari’atkan Allah kepada hambanya pasti terdapat hikmat yaitu tujuan luhur yang ada di balik hukum.3 Ulama ushul fiqih mendefinisikan

maqȃsid syarȋ’ah dengan makna dan tujuan yang dikehendaki syara’ dalam

mensyari’atkan suatu hukum bagi kemashlahatan umat manusia. maqȃsid

1 Ahmad Qorib, Usul Fikih 2, (Jakarta :PT. Nimas Multima, 1997), Cet II, h. 170

2 Yayan Sopyan, Tarikh Tasryi Pembentukan Hukum Islam, (Depok : Gramata Publishing), h. 2

3 Yusuf Al-Qardhawi, Fiqh Maqȃsid Syarȋ’ah, (Jakarta: Pustaka Al-Kautsar 2007), h. 12-15


(32)

syarȋ’ah di kalangan ulama ushul fiqih disebut juga asrâr al- syarȋ’ah yaitu rahasia-rahasia yang terdapat di balik hukum yang ditetapkan oleh syara’ berupa

kemashlahatan bagi manusia, baik di dunia maupun di akhirat. Misalnya, syara’

mewajibkan berbagai macam ibadah dengan tujuan untuk menegakkan agama Allah SWT.4

Adapun definisi lain ialah secara etimologi, maqȃsid syarȋ’ah berarti maksud/ tujuan disyariatkan hukum Islam. Menurut Wahbah Az Zuhaili, maqȃsid syarȋ’ah berarti nilai-nilai dan sasaran syara’ yang tersirat dalam segenap atau bagian terbesar dari hukum-hukumnya. Nilai-nilai dan sasaran-sasaran itu dipandang sebagai tujuan dan rahasia syariah yang ditetapkan oleh as-syar’ȋ dalam setiap ketentuan hukum.5

Adapun dasar maqȃsid syarȋ’ah yaitu yang termaktub dalam surat Al-Jatsiyah [45]:18.



























Artinya : “kemudian kami jadikan kamu berada di atas suatu syariat (peraturan) dari urusan (agama itu), maka ikutilah syariat itu dan janganlah kamu ikuti hawa nafsu orang-orang yang tidak

mengetahui.” ( QS. Al-Jatsiyah [45]: 18)

Ayat di atas menjelaskan tentang sebuah makna syari’ah yang mempunyai pengertian secara gelobal yaitu peraturan-peraturan yang ditetapakan oleh Allah SWT yang harus dikiuti.6

4 Ensiklopedi Hukum Islam, (Jakarta: PT. Ichtiar Baru Van Hoeve), Cet III, h. 1108 5 Wahbah Az – Zuhaili, Usȗl al - Fiqh al - Islȃmȋ, (Damaskus: Dar Al-Fikr, 1986) h. 1017 6 Yayan Sopyan, Tarikh Tasryi Pemebentukan Hukum Islam, h.3


(33)

Berdasarkan beberapa pengertian syariat diatas ada pula yang menyatakan bahwa syariat ialah segala perintah Allah yang berhubungan dengan tingkah laku manusia karena objek kajianya adalah tindak tanduk, prilaku dan perbuatan manusia. Dan adapun defenisi lain dalam syari’at ialah segala printah Allah yang berhubungan dengan sikap dan tingkah laku manusia baik yang bersifat aqidah yang (disebut usȗliyyah) maupun yang bersifat amaliyah (disebut furȗ’î).7

Maqasid syarȋ’ah adalah suatu konsep yang menekankan tujuan penetapan hukum Islam dalam upaya memelihara kemaslahatan hidup manusia, dengan tujuan mendatangkan kemanfaatan dan menghindari dari bahaya. Ibnu Al-Qayyim Al-Jauziyah (691-751 H/1292-1350 M) mengatakan bahwa sesungguhnya prinsip-prinsip dan dasar penetapan hukum Islam adalah demi kemaslahatan manusia di dunia dan akhirat. Menurutnya semua hukum itu mengandung keadilan, rahmat, kemaslahatan dan hikmah. Jika keluar dari keemepat nilai ini maka tidak dinamakan hukum Islam.8

Hal ini juga dikemukakan oleh Al-Asyathibi, ia menegasakan semua kewajiban diciptakan dalam rangka merealisasikan kemaslahatan hamba. Tak satupun hukum Allah yang diciptakan tidak mempunyai tujuan. Hukum yang tidak mempunyai tujuan sama juga dengan taklîf ma la yûtaq’ )memebankan sesuatu yang tidak dapat dilaksanakan). Dalam rangka mewujudkan kemaslahatan dunia dan akhirat itulah, maka para ulama ushul fiqh merumuskan tujuan hukum

7 Yayan Sopyan, Tarikh Tasryi Pemebentukan Hukum Islam, h. 4 8 Wahbah Az – Zuhaili, Usȗl al-Fiqh al- Islȃmȋ, h.1017


(34)

Islam tersebut dalam lima misi, semua misi ini wajib dipelihara untuk melastarikan dan menjamin terwujudnya kemaslahatan. Kelima misi tersebut disebut maqȃsid syarȋ’ah yang mencangkup memelihara agama, jiwa, akal, keturunan dan harta.9 Imam Al-Ghazali (450-505 H) berpendapat, bahwa

maslahat pada dasarnya adalah ungkapan dari memperoleh manfaat dan menolak mudarat. Ungkapan tersebut dikatagorikan dalam sebuah kaidah yang paling luas ruang lingkupnya dan cakupannya. Dalam kaidah sebagai berikut:

َدقم ْدس افمْلاءْرد

حل اصمْلا بْلج ىلع

Menolak kemudhorotan harus diutamakan daripada mendapatkan kemaslahatan.”10

B. Bagian-Bagian Maqȃsid Syarȋ’ah

Kita tahu bahwa Allah tidaklah membuat perundang-undangan atau

syari’at dengan main-main sundau gurau dan tidak pula menciptakan dengan sembarangan, namun Allah mensyar’iatkan perundang-undangan Islam untuk tujuan-tujuan besar dengan kemaslahatan dunia dan akhirat yang kembali kepada para hamba, sehingga sejahtera akan merata dan rasa aman dan sentosa. Kemaslahatan dunia dikatagorikan menjadi dua, baik yang pencapaianya dengan cara menarik kemanfaatan atau dengan cara menolak kemudhorotan. Yaitu: 1. Kemaslahatan darûriyyah (inti/pokok), kemaslahatan maqȃsid syarȋ’ah yang

berada dalam urutan paling atas.

9 Asafri Jaya Bakri, Konsep Maqasid Syari’ah Menurut al- Syatibi, (Jakarta : PT. Raja Grafindo Persada, 1996) h. 71

10 Sabri Samin, Pidana Islam Dalam Politik Hukum Indonesia, (Ciputat: Ciputat Kolam Publishing, 2008) h. 73


(35)

2. Kemaslahatan ghairu darûriyyah (bukan kemaslahatan pokok) namun kemaslahtan ini penting dan tidak bisa dipisahkan.

Kemaslahatan inti pokok yang disepakati dalam semua syari’at tercakup dalam lima hal, seperti yang terhitung dan disebutkan oleh ulama Kulliyyât al-Khams (lima hal pokok) di antaranya ialah :

1. Hifdz al-Dîn (menjaga atau memlihara agama)

Islam sangat menjaga hak dan kebebasan, dan kebebasan yang pertama adalah kebebasan beragama atau berkeyakinan dalam beribadah :



















Artinya: “Tidak ada paksaan untuk (memasuki) agama (Islam); sesungguhnya

telah jelas jalan yang benar daripada jalan yang sesat.”(QS. Al-Baqarah [2]: 256)

Mengenai tafsir ayat tersebut Ibnu Kastir mengungkapkan “janganlah kalian memaksa seseorang untuk masuk kedalam agama Islam” sesungguhnya dalil dan bukti akan hal ini sangat jelas dan gamblang bahwa sesorang tidak boleh dipaksa dalam masuk keagama Islam.11

Dalam ketentuan hukum Islam untuk membunuh orang kafir dan

menghukum pembuat bid’ah yang mengajak orang lain untuk berbuat

bid’ahnya, apabila dibiarkan dapat menimbulkan hilangnya agama umat atau subtansi-subtansi dari agama tersebut. Allah mensyariatkan untuk menjaga

11 Ahmad Al Mursi Husain Jauhar, Maqashid syari’ah, (Jakarta : Hamzah, 2009) cet ke 1, h.1


(36)

agama dan wajib untuk dipelihara oleh setiap orang muslim, baik yang berkaitan dengan aqidah, ibadah dan muamalah.12

2. Hifzd al - Nafs (perlindungan terhadap jiwa)

Islam sangat menjunjung tinggi hak manusia untuk hidup, hak yang disucikan dan tidak boleh dihancurkan kemuliaanya. Sebagaiman Allah berfirman dalam Al-Qur’an :















Artinya : “Dan janganlah kamu membunuh dirimu, sesungguhnya allah adalah

maha penyayang kepadamu.” ( QS. An-nisa [4]: 29).

Dalam hadist shahih nabi juga menjelaskan ancaman bagi orang orang yang membunuh jiwa:

ْوي ه َّع ءْيش هسْفن لتق ْنم

همايقْل

) لسم هاور (

Barang siapa yang membunuh diri dengan sesuatu, dia akan disiksa dengan mengunkan sesutu tersebut di hari kiamat”.(H.R Muslim)13

Dalam kaitanya hal ini, untuk kemaslahatan jiwa dan hidup manusia, Allah mensyari’atkan berbagai hukum yang terkait dengan itu, seperti syari’at

qisȃs bagi para pembunuh, dan syariat yang berkaiatan dengan jiwa manusia.14

Dititik puncak perhatiannya untuk melindungi jiwa nyawa, syari’at Islam telah mencapai target yang tinggi, yang tidak dapat dicapai oleh syari’at

12 Nasrun haroen, Usul Fiqh I,(Ciputat : Logos Publishing House, 1996) h.155 13 Ahmad Al Mursi Husain Jauhar, Maqashid Syari’ah, h. 44


(37)

apapun didunia saat ini. Adapun tindakan penganiyayaan terhadap jiwa yang dilakukan dengan cara membunuhnya dengan keji ataupun dengan cara yang lain yang dapat menghilangkan nyawa seseorang, itu merupakan perbuatan yang keluar dari ajaran dan undang-undang agama Islam, menodai syariat yang dimuliakan Allah SWT dan dilindungin Allah, hal yang demikan itu memerangi fitrah yang diciptakan Allah untuk jiwa tersebut. Ini juga merupakan tindakan kriminal terhadap hak-hak seluruh masyarakat.15 Allah

berfirman:















































Artinya : “Oleh karena itu kami tetapkan (suatu hukum) bagi bani israil, bahwa: barangsiapa yang membunuh seorang manusia, bukan karena orang itu (membunuh) orang lain atau bukan karena membuat kerusakan dimuka bumi, maka seakan-akan dia telah membunuh manusia seluruhnya ( QS. Al –Maidah [5]32).

3. Hifzd al –‘Aql (menjaga akal)

Akal adalah merupakan sumber hikmah pengetahuan, sinar hidayah, cahaya mata hati, dan media kebahagiaan manusia dunia akhirat. Dengan akal, surat perintah Allah disampaikan, dan dengan akal manusia berhak menjadi pemimpin dimuka bumi ini dan dengannya manusia sempurna dari mahluk lainnya. Allah SWT berfirman :


(38)









































Artinya : “Dan sesungguhnya telah kami muliakan anak-anak adam, kami angkut mereka di daratan dan di lautan kami beri mereka rezki dari yang baik-baik dan kami lebihkan mereka dengan kelebihan yang sempurna

atas kebanyakan makhluk yang telah kami ciptakan.” ( QS. Al-Isra[17]:70)

Akal yang merupakan sasaran yang dapat menentukan bagi sesorng untuk menjalankan kehidupanya, oleh sebab itu Allah menjadikan akal utnuk dijaga dan dipelihara sebagai suatu yang pokok, dan Allah melarang dari hal-hal yang dapat merusak akal seperti mengkonsumsi alkhohol minuman-minuman keras, obat-obatan terlarang karena yang demikan dapat merusak akal dan merusak kehidupan manusia.16

4. Hifdz al –‘Ard (menjaga kehormatan)

Islam sangat menjamin kehormatan manusia dengan memberikan perhatian yang sangat besar, yang dapat digunakan untuk memebrikan spesialisasi kepada hak asasi manusia. Perlindungan ini sangat jelas terlihat dari beberapa sanksi yang berat dijatuhkan terhadap orang-orang yang yang merusak kehormatan seperti dalam masalah zina, masalah manghancurkan kehormatan orang lain, dan masalah qadzaf. Diantara bentuk-bentuk perlindungan terhadap kehormatan ialah dengan menghinakan dan memberi


(39)

ancaman kepada para pembuat dosa tersebut dengan siksa yang sangat pedih dihari kiamat.17

Dalam menjaga kehormatan dan keturuan yang merupakan masalah pokok untuk memelihara dan melanjutkan keturunan tersebut. Allah SWT

telah mensyari’atkan nikah dengan segala hak dan kewajiban yang diakibatkan.18 Kewajiban yang harus dilakukan bagi pelaku zina maka harus

di hukum had yang bertujuan untuk menjaga kehormatan dan keturunanan, akibat dari perbuatan zina dapat merusak generasi bangsa dan meresahkan masyarakat.

5. Hifdz al- Mâl (menjaga harta),

Harta merupakan salah satu kebutuhan inti dalam kehidupan, dimana manusia tidak terpisah darinya dalam Al-Quran Allah SWT berfirman:





















Artinya : “ Harta dan anak-anak adalah perhiasan kehidupan dunia “( QS. Al- Kahfi [18]:46)

Perlindungan untuk harta yang baik ini tampak dalam dua hal berikut. Pertama memliki hak untuk dijaga dari para musuhnya, baik dari pencurian, perampokan, atau tindakan lain memakan harta orang lain dengan cara yang bathil. Kedua harta tersebut dipergunakan untuk hal-hal yang mubah, tanpa

17 Ahmad Mursi Husain Jauhar, Maqashid Syari’ah h. 131 18 Harun Nasroen, , Usul Fiqh 1, h. 115


(40)

ada unsur mubazir atau menipu untuk hal - hal yang dihalalkan Allah. Maka harta ini tidak dinafkahkan untuk kefasikan, minuman keras, atau judi.19

C. Perlindungan Maqȃsid Syarȋ’ah Bagi Kepentingan Manusia

Allah menciptakan manusia sebagai hamba yang wajib taat kepadanya. Untuk itu, manusia harus beribadah untuk dapat menunjukkan kepatuhannya kepada Allah. Ibadah dapat dibedakan dalam dua bentuk; pertama, ibadah mahdhah yang fungsi utamanya mendekatkan hamba kepada Allah. Kedua adalah aktivitas muamalah yang berlaku menurut tradisi yang merupakan sendi kemaslahatan hidup manusia. Tanpa ini, kehidupan manusia akan rusak binasa. Jika tipe ibadah yang kedua tadi bersifat duniawi dan dapat dipahami oleh nalar manusia (al-ma’qûl al-ma’nâ), tipe ibadah yang pertama bersifat ukhrawi dan merupakan kewenangan mutlak Allah.20

Maqȃsid syarȋ’ah berarti tujuan Allah dan Rasul-Nya dalam merumuskan hukum-hukum Islam. Tujuan itu dapat ditelusuri dalam ayat-ayat Al-Qur’an dan Sunnah Rasulullah sebagai alasan untuk merumuskan suatu hukum yang bertujuan kepada kemaslahatan umat manusia. Sebagaimana dikemukakan oleh Abu Ishaq Al-Syathibi bahwa tujuan pokok disyariatkan hukum Islam adalah untuk kemaslahatan manusia baik di dunia maupun di akhirat. Lebih lanjut Abu Ishaq Syathibi melaporkan hasil penelitian para ulama terhadap ayat-ayat

19 Ahmad Mursi Husain Jauhar, Maqashid Syari’ah, h.171

20 Al-syatibi, “al-Muwâfaqȃt Fȋ Usȗl al-Syarî’ah”, Juz I, (Dar Al-Kutub Al-Ilmiyah: Beirut, 2003) h. 69


(41)

Qur’an dan Sunnah Rasulullah bahwa hukum-hukum disyariatkan Allah untuk mewujudkan kemaslahatan umat manusia baik di dunia maupun akhirat kelak. Kemaslahatan yang akan diwujudkan itu menurut Al-Syathibi terbagi kepada tiga tingkatan, yaitu kebutuhan darûriyyah, kebutuhan hâjiyyah, dan kebutuhan

tahsȋniyyah.21 Maka dari itu adannya maqȃsid syarȋ’ah, adalah untuk mewujudkan manusia kedalam kemaslahatan dunia dan akhirat yang kemaslahatn itu bersumber dari Al-Qur’an dan sunah Rasul.

Perbuatan manusia dapat dipandang menjadi dua aspek, yakni aspek terwujudnya kemaslahatan dan tuntunan syari’at. Dari keduannya, kita bisa melihat bagaimana tanggung jawab manusia sebagai mukalaf. Pada aspek terwujudnya kemaslahatan, daya manusia menjadi syarat utama berlakunya taklif. Jadi, taklîf bi mâ lâ yûtaq (tuntutan atas perbuatan diluar daya manusia) adalah

mustahil. Sedangkan dalam aspek tntuntan syari’at, hal ini berkaitan dengan kehendak (irâdah) dan perintah (amr) Allah kepada hamba- nya, selanjtunya berkait pula dengan konsekuensi perbuatan manusia dalam bentuk pahala dan siksaan di akhirat.22

Tujuan syariat adalah kemaslahatan manusia yang terdiri atas dua macam, yakni duniawi dan ukhrawi. Manusia memperoleh maslahah jenis pertama di dunia, sedangkan kedua akan diperoleh di akhirat. Jika kemaslahatan manusia di dunia terwujud dalam bentuk bahagia dan sejahtera yang bertentangan dengan

21 Abu Ishaq Al-Syatibi, al-Muwâfaqȃt, (Darul Ma’rifah, Bairut, 1997), Jilid 1-2, h. 324 22 Hamka Haq, Al Syatibi Aspek Teologis Konsep Mashlahah Dalam Kitab al- Muwâfaqȃt, ( Penerbit Erlangga), h.177


(42)

kesengsaraan, maka kemaslahatan di akhirat dalam bentuk surga juga bertentangan dengan neraka.23

Adapun ruang lingkup konsep maslahah yang menjadi tujuan syariat. Para ahli ushul sepakat bahwa syariat Islam bertujuan untuk memelihara lima hal, yakni 1. Agama, 2. Jiwa, 3. Akal, 4. Keturunan, 5. Harta.24 Setiap aspeknya dapat

dibedakan dalam tiga tingkatan, yakni darûriyyah, hâjiyyah, dan tahsȋniyyah.

Darûriyyah adalah kemaslahatan bagi kehidupan manusia dan karena itu wajib ada syarat mutlak terwujudnya kehidupan itu sendiri, baik ukhrawi dan duniawi. Dengan kata lain jika darûriyyah ini tidak terwujud, niscaya kehidupan manusia akan punah sama sekali. Hâjiyyah adalah segala hal yang menjadi kebutuhan primer manusia agar hidup bahagia dan sejahtera, dunia, dan akhirat. Dan terhindar dari kesengsaraan, jika kebutuhan ini tidak diperoleh, kehidupan manusia pasti kesulitan. Tahsȋniyyah ialah kebutuhan hidup, untuk menyempurnakan kesejahteraan hidup manusia, jika tahsȋniyyah ini tidak terpenuhi maka kemaslahatan hidup manusia kurang sempurna.25

Adanya maqȃsid syarȋ’ah bagi manusia adalah untuk memberikan kemaslahatan didunia dan akhirat, kemaslahatan itu yang bersumber dari tujuan

23 Hamka Haq, Al Syatibi Aspek Teologis Konsep Mashlahah Dalam Kitab al- Muwâfaqȃt h.197-198

24 Hamka Haq, Al Syatibi Aspek Teologis Konsep Mashlahah Dalam Kitab al- Muwâfaqȃt , h. 59

25 Hamka Haq, Al Syatibi Aspek Teologis Konsep Mashlahah Dalam Kitab Al muwafaqȃt h- 103-104


(43)

hukum Islam itu sendiri ialah memelihara yang lima hal tersebut yang dinamakan


(44)

30

A. Pengertian Narkotika

Dalam UU No 35 tahun 2009 pasal 1 berbunyi sebagai berikut : narkotika adalah zat atau obat yang berasal dari tanaman, baik sintesis maupun simistesis, yang menyebabkan penurunan atau perubahan kesadaran, hilangnya rasa, mengurangi sampai menghilangakan rasa nyeri, dan dapat menimbulkan ketergantungan, yang dibedakan dalam golongan-golongan.1

Dalam bahasa asing narkotika diartikan a drug (as opium or morphine) that in moderat doses dulls than senses, relives pain,and induces profound sleep but exscessive does causes stupor, coma, or convulsions; artinya sebuah obat (seperti opium atau morfin) yang dalam dosis tertentu dapat menimbulkan indra , mengurangi rasa sakit, dan mendorong tidur, tetapi dalam dosis berlebihan menyebabkan pingsan , koma, atau kejang.2

Dalam penjelasan UU No. 35 tahun 2009 tersebut, mendefinisikan tentang narkotika sebagai berikut: narkotika merupakan zat atau obat yang sangat bermanfaat dan diperlukan untuk pengobatan penyakit tertentu. Namun, jika disalahgunakan atau digunakan tidak sesuai dengan standar pengobatan dapat menimbulkan akibat yang sangat merugikan bagi perseorangan atau masyarakat

1

A.R. Sujono, Bony Daniel, Komentar dan Pembahasan UU No. 35 Tahun 2009,

(Jakarta: Sinar Grafika, 2011), Cet, 1, h.63

2


(45)

khususnya generasi muda. Hal ini akan lebih merugikan jika disertai dengan penyalahgunaan dan peredaran gelap narkotika yang dapat mengakibatkan bahaya yang lebih besar bagi kehidupan dan nilai-nilai budaya bangsa yang pada akhirnya akan dapat melemahkan ketahanan nasional.3

Secara etimologis narkoba atau narkotika berasal dari bahasa inggris

narcose atau narcocis yang berati menidurkan dan pembiusan. Narkotika berasal dari bahasa yunani yaitu narke atau narkam yang berarti terbius sehingga tidak merasakan apa-apa. Narkotika berasal dari perkataan narcotic yang artinya sesuatu yang menghilangkan rasa nyeri dan dapat menimbuklkan efek stupor (bengong), bahan- bahan pembius dan obat bius.4 Secara terminologi, dalam

kamus besar Indonesia narkoba atau narkotika adalah obat yang dapat menenangkan syaraf, menghilangkan rasa sakit, menimbulkan rasa ngantuk.5

Dari beberapa definisi diatas dapat disimpulkan bahwa narkotika dalam UU No 35 merupakan zat yang berbahaya, yang dapat menimbulkan pengaruh tertentu bagi mereka yang menggunakanya, dengan cara memasukan obat tersebut kedalam tubuhnya dan narkotika juga dijaga oleh UU untuk ketersediannya dalam pemakiannya.

3

Penjelasan UU No. 35 Tahun 2009 tentang narkotika

4

A.R.Sujono, Bony Daniel, Komentar & Pembahasan UU No. 35 Tahun 2009 Tentang

Narkotika, h. 637

5

Anton M Moelyono, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta: Balai Pustaka, 1988) ,


(46)

B. Jenis-Jenis Narkotika

Dalam UU No. 35 Tahun 2009 jenis-jenis narkotika dibagi menjadi tiga golongan yaitu sebagai berikut :

Narkotika golongan I (narkotika yang dapat digunakan untuk pengembangan ilmu pengetahuan dan tidak digunakan dalam tearapi serta mempunya potensi sangat tinggi mengakibatkan ketergantungan) yang menurut lampiran UU No 35 tahun 2009 terdiri dari : Tanaman papaver somniverum, etrahydrocannabinol, asetorfina, acetil-alfa metil-fentanil, alfa mentifantanil, opium mentah, yaitu getah yang membeku sendiri, diperoleh dari tanaman

papaver somniferum L yang mengalami pengolahan sekedar untuk pembungkus dan pengankutan tanpa memperhatikan kadar morfinnya;

1. Opium masak

2. Daun koka jenis arkotika dari tumbuhan genus yang belum kering dijadikan serbuk yang menghasilkan kokain secara langsung atau perubahan kimia

3. Tanaman ganja, semua tanaman genus cannabis

4. Kokain mentah

5. Kokaina, metil ester– 1 –bensoil ekgonina.6

Narkotika golongan II (narkotika yang berkhasiat pengobatan sebagai pilihan terakhir dan dapat digunakan dalam terapi atau untuk tujuan

6

A.R. Sujono, Bony Daniel, Komentar & Pembahasan UU No 35 Tahun 2009 Tentang


(47)

pengembangan ilmu pengetahuan serta mempunyai potensi tinggi mengakibatkan ketergantungan yang menurut UU No 35 Tahun 2009 terdiri dari antara lain. a. Alfasetilmetadol : alfa - 3 - asektoksi - 6 dimetil amino - 4,4 difenilheptana;

b. Alfameprodina : alfa - 3 - etil - metil - fenil- 4 propionoksipiperidina

c. Betametadol : beta - 6 - dimetilamino - 4,4 difenil- 3- heptanol;

d. Dipipanona : 4,4 - difenil - 6- piperidina – 3 heptanona

e. Dioksafetil butirat : etil - 4 - morfolino - 2,2 - dienilbutirat;7

Narkotika golongan III (narkotika yang berkhasiat pengobatan dan banyak digunakan dalam terapi atau untuk tujuan pengembangan ilmu pengetahuan serta mempunyai potensi ringan mengakibatkan ketergantungan), yang menurut UU No. 35 terdiri dari antara lain: Asetildihidrokodeina, deskstroproksifiena, dihidrokodeina, etilmorfina: 3-etil morfina, kodeina: 3-metil morfina; nikodikodina: 6-nikotinildihidrokodeina; nikodina: 6-nikotinilkodeina, nikodeina: N-demetilkodeina; polkodina: morfoliniletilmorfina, garam-garam dari narkotika dalam golongan tersebut diatas; campuran-campuran dengan bahan lain bukan narkotika. 8

Adapun yang termasuk dalam zat/obat yang dikatagorikan sebagai prekursor narkotika menurut lampiran II UU No. 35 tahun 2009 adalah :

1. Acetic anhydride

7

A.R Sujono, Bony Daniel, Komentar & Pembahasan UU No. 35 Tahun 2009 Tentang

Narkotika, h. 50

8

A.R.Sujono, Bony Daniel, Komentar & Pembahasan UU No. 35 Tahun 2009 Tentang


(48)

2. N - Acetylanthranilic acid

3. Ephedrine

4. Ergometrine

5. Ergotamine

6. Isosafrole

7. Lysergic Acid

8. 3,4 methylenedioxyphenyl - 2 - propanone

9. Norephedrine

10.1 - phenyl - 2 – propanone

11.Piperonal

12.Potassium permanganate

13.Safrole

14.Pseudoephedrine Table II

1. Acetone

2. Anthranilic

3. Ethyl ether

4. Hydrochloric acid

5. Methyl ethyl ketone

6. Phenylacetic acid

7. Piperidine


(49)

9. Toluene.9

Berdasarkan rangakain uraian di atas tersebut, dapat diharapkan agar penegak hukum praktisi hukum menyadari betul bahwa kejahatan yang terkaiat dengan obat-obatan terlarang narkotika, yang demikian itu merupakan kejahatan yang luar biasa yang memerlukan pemahaman secara khusus dan pelaksanaan hukumnya harus tegas dan profesoinal tanpa pandang bulu demi penyelenggaraan ketahanan nasional yang baik dalam membangun masyarakat yang adil dan makmur serta sejahtera.

Jenis-jenis narkotika yang sering kali digunakan dikalangan masyarakat luas yaitu:

1. Opium

Opium adalah getah berwarna putih seperti susu yang keluar dari kotak biji tanaman papver samni veryum. Jika buah candu yang bulat telur itu kena torehan, getah tersebut jika ditampung dan kemudian dijemur akan menjadi opium mentah. Cara modern untuk memprosesnya sekarang adalah dengan jalan mengelolah jeraminya secara besar–besaran , kemudian dari jerami candu yang matang setelah proses akan menghasilkan alkodia dalam bentuk cairan, padat, dan bubuk.10

Dalam perkembangan opioum dibagi menjadi 3 bagian yaitu:

9

A.R. Sujono, Bony Daniel, Komentar & Pembahasan UU No. 35 Tahun 2009 Tentang

Narkotika, h. 57- 58

10

Andi Hamzah dan RM , Surahman, Kejahatan Narkotika dan Psikotropika, (Jakarta:


(50)

a. Opium mentah, yakni getah yang membeku sendiri, yang diperoleh dari dua tanaman papaver samni verum yang hanya mengalami pengolahan sekedar untuk pembungkusan dari pengangkutan tanpa memperhatikan kadar morfinnya.

b. Opium masak adalah candu, yakni yang diperoleh dari opium mentah melalui suatu rentetan pengolahan khususnya dengan pelarutan, pemanasan dan peragian.

Jicing, yakni sisa-sisa candu yang telah di hisap, tanpa, memperhatikan apakah candu tersebut tercampur dengan bahan lain ataupun tidak

c. Jicing, yakni hasil yang diperoleh dari pengolahan jicing.11 Opium obat

adalah opium mentah yang tidak mengalami pengolahan sehingga sesuai untuk pengobatan baik dalam bubuk atau dicampur dengan zat-zat netral sesuai dengan syarat farmakologi.

2. Morpin

Dalam bahasa yunani morpin ialah “morpheus” yang artinya dewa mimpi yang dipuja-puja. Nama ini cocok dengan pecandu morphin, karena merasa melayang jiwanya.12 Morpin adalah jenis narkotika yang bahan

bakunya berasal dari candu atau opium. Sekitar 4-21%, morpin dapat dihasilkan dari opium. Morpin adalah prototip analgetik yang kuat, tidak

11

UU No. 22 Tahun 1997 Tentang Narkotika.

12

Soeharno , Perang Total Melawan Narkotika (Surabaya: Yayasan Generasi Muda, 1985) h.25


(51)

berbau rasanya pahit, berbentuk kristal putih, dan warnanya makin lama berubah menjadi kecoklat-coklatan.13

Morpin adalah alkodia utama dari opium, dengan rumusan kimia C17

H19 NO3,14. Ada tiga jenis morfin yang sering beredar dikalangan masyarakat

yaitu :

1. Cairan yang berwarna putih, (berupa cairan) yang disimpan di dalam sampul atau botol kecil dan pemakainya dengan cara injeksi (suntik) 2. Bubuk atau serbuk berwarna putih (berupa bubuk) seperti bubuk kapur

atau tepung dan mudah larut di dalam air, ia cepat sekali lenyap tanpa bekas. Pemakainya adalah dengan cara menginjeksi, merokok dan kadang menyilet tubuh.

3. Tablet kecil warna putih, pemakainnya dengan menelan15

3. Ganja

Ganja adalah damar yang diambil dari sebuah tanaman genus cannabi, termasuk biji dan buahnya. Damar ganja adalah damar yang diambil dari tanaman ganja termasuk hasil pengolahannya mengunanakan damar sebagai bahan dasar.16

Ganja atau marihuana atau cannabis india. Ganja bagi para pengedar maupun pecandu disitilahkan dengan cimeng, gele, daun, rumput jayus, jum,

13

Satya Joewana , Gangguan Zat Narkotika, Alkohol dan Zat Adiktif Lainya,(Jakarta: Karisma Indonesia, 1986) h.25

14

UU No. 22 1997 Tentang Narkotika

15

M. Ridha Ma’ruf, Narkotika Masalah dan Bahayanya,(Jakarta: Cv Marga Jaya, 1976)

h. 15

16


(52)

marjuana, gelek hijau, bang bunga, ikat dan labang.17 Di India, ganja dikenal

dengan sebutan indian hemp, karena ia merupakan sumber kegembiraan dan dapat memancing atau merangsang selera tertawa berlebihan.18

4. Kokaine

Tanaman kokain adalah dari semua genus erithroxylon dari sejenis keluarga erythroxlaceae. Daun koka adalah daun yang belum atau sudah kering atau dalam bentuk serbuk dari semua tanaman genus erithroxylon yang menghasilakn kokain secara langsung melalui perubahan kimia.19

Tanaman koka tumbuh dan subur di daerah yang berketinggian 400 - 600 meter di atas permukaan laut. Di Indonesia tanaman koka ini banyak terdapat di daerah Jawa Timur. Sedangkan penghasil koka terbesar adalah di Negara Amerika Selatan, yaitu Bolivia dan Peru yang tumbuh di lereng gunung Ades. Daerah ini menghasilkan produksinya rata - rata 25 juta ton per tahun.20

Bentuk-bentuk dan macam kokaine yang terdapat di dunia perdagangan gelap di antaranya ialah:

a. Cairan berwarna putih atau tanpa warna

b. Kristal berwarna putih seprti damar ( getah perca)

17

Mardani, Penyalahgunaan Narkoba Dalam Persepektif Hukum Islam dan Pidana

Nasional, (Jakarta : PT. Raja Grafindo Persada,2008) h. 84

18

B. Asitanggang, Pendidikan Pencegahan Penyalahgunan Narkotika, (Jakarta : Karya

Utama, 1981 ) Cet I, h. 64

19

Mardani, Penyalahgunaan Narkoba Dalam Persepektif Hukum Islam dan Pidana

Nasional, h. 84

20


(53)

c. Bubuk berwarna putih seperti tepung d. Teblet berwana putih.21

5. Heroin

Heroin atau diacethyl morpin adalah suatu zat semi sintesis tururnan morpin. Proses pembuatan heroin adalah melalui proses penyulingan dan proses kimia lainya di laboratorium dengan cara acethalasi dengan

aceticanydrida. Bahan bakunya adalah morpin, asam cuka, anhidraid atau

asetilklorid.22

Heroin dapat diklasifikasikan sebagai berikut:

a. Heroin nomor satu, bentuknya masih merupakan bubuk atau gumpalan yang berwarna kuning tua sampai coklat. Jenis ini sebagaian besar masih berisi morphine dan merupakan hasil ekstrasi.

b. Heroin nomor dua, sudah merupakan bubuk berwarna abu-abu sampai putih dan masih merupakan bentuk tarnsisi dari morphine ke heroin yang belum murni.

c. Heroin nomor tiga, merupakan bubuk butir- butir kecil kebanyakan agak berwarna abu–abu juga diberi warna lain untuk menandai ciri khas oleh pembuatnya. Biasanya masih dicampur kafein, barbital, dan kinin.

21

B.Asitanggang, Pendidikan Pencegahan Penyalahgunan Narkotika, h. 45

22

Mardani, Penyalahgunaan Narakoba dalam Persepektif Hukum Islam dan Hukum


(54)

d. Heroin nomor empat, bentuknya sudah merupakn kristal khusus untuk disuntikan.23 Pemakai biasanya mengunakannya dengan cara menyedot

dan yeng lebih praktis diinjeksikan. 6. Shabu-shabu

Shabu–shabu ialah berbentuk sepreti bumbu masak, yakni kristal kecil-kecil berwarna putih, tidak berbau, serta mudah larut dalam air alkohol. Air shabu juga termasuk jenis amphetamine yang jika dikonsumsi memiliki pengaruh yang kuat terhadap fungsi otak.biasanya pengguna dapat merasakan aktif, banyak ide, tidak meras lelah, meski sudah lama bekerja, tidak merasa lapar, dan tiba-tiba memiliki rasa percaya diri besar.24

7. Ekstasi

Ekstasi adalah zat atau bahan yang tidak termasuk katagori narkotika atau alkohol. Ektasi adalah jenis zat adiktif25 zat adiktif yang dikandung

ekstasi adalah amphertamine (MDMA), suatu zat yang tergolong simultansia

(Perangsang).26 Ekstasi merupakan perangsang psikoatif, biasanya dibuat

laboratorium yang tidak sah secara hukum.

Saat ini sudah diketahui sekitar 36 jenis ekstasi (tergolong jenis adiktif) yang sudah beredar di Indonesia dari ratusan jenis ekstasi yang

23

Sumarno Ma’sum, Penanggulangan Bahaya Narkoba, (Jakarta : CV Mas Agung,

1987), h .78

24

Mardani, Penyalahgunaan Narkotika dalam Persepektif Hukum Islam dan Hukum

Pidana Nasional, h.86

25

Mardani, Penyalahgunaan Narkotika dalam Persepektif Hukum Islam dan Hukum Pidana Nasional, h.87

26

Dadang Hawari, Konsep Islam Memerangi AIDS dan Naza, (Yogyakarta: Dhanabakti


(55)

sudah ada, diantaranya sebagai berikut : Satr mempunyai logo bintang, Dollar: mempunyai logo uang dolar, Amerika, Apple : mempunyai logo apel, Mellon/555: mempunyai logo 555 berwarna hijau, pink : berwarna merah hijau, Butterfly: mempunyai logo kupu–kupu dan berwarna biru, penguin, lumba-lumba, RN : mempunyai logo RN berwarna hijau laut, elektrik apache, bon jovi, kangguru, petir, tango, diamond : berwarna intan warna hijau, paman gober, taichi :berwarna biru atau kuning, black heart: berbentuk hati warna hitam27

8. Putaw

Putaw adalah bentuk tingkat rendah dari heroin. Heroin berasal bunga opium, sejenis bunga di iklim panas dan kering. Bunga tersenut menghasilkan zat lengket yang menjadi cikal bakal dari heroin, opium, morfin dan kodein. Jenis narkotika ini marak diperedarkan dan dikonsumsi oleh generasi muda dewasa ini, khususnya sebagai trend anak modern agar tidak dianggap ketinggalan zaman. Istilah putaw sebernya merupakan minuman khas cina yang mengandung alkohol dan rasanya seperti green sand, akan tetapi oleh para pecandu narkotika, barang sejenis heroin yang masih serumpun dengan ganja itu dijuluki putaw. Hanya saja kadar narkotika

27

Mardani, Penyalahgunaan Narkotika Dalam Persepektif Hukum Islam dan Pidana


(56)

yang dikandung putaw lebih rendah atau dapat disebut heroine kualitas empat sampai enam.28

9. Alkohol

Dalam ilmu kimia, alkohol (alkanol) adalah nama yang umum untuk senyawa organik yang memiliki hidiroksil (-OH). Alkohol yang bisasa dijumpai dalam minuman keras adalah ethyl alkohol atau disebut etanol.29

Alkohol termasuk zat adiktif, artinya zat tersebut dapat menyebabkan ketagihan dan ketergantungan. Alkohol adalah cairan yang dihasilkan dari proses permentasi (peragian) oleh mikro organisme (selragi) dari gula,buah, umbi - umbian, madu, dan getah kaktus trtentu. Minuman beralkohol (etanol etil alkohol) lazim disebut minum keras.

Minuman beralkohol mengandung etanol yang diproses dari bahan hasil pertanian yang mengandung karbohidrat dengan cara fermentasi tanpa batas destilasi, baik dengan cara membersihkan perlakuan terlebih dahulu atau tidak, menambahkan atau tidak, maupun yang diproses dengan cara mencampur konsentrat dan etanol, pengenceran minuman yang mengandung etanol. Alkohol digolongkan berdasarkan tinggi rendanhnya kadar etanol yang terkandung sebagai berikut :

1. Golongan A : kadar etanol (C2H50H) 1- 5% (misalnya : bir shandi)

28

Mardani, Penyalahgunaan Narkotika Dalam Persepektif Hukum Islam dan Pidana

Islam, h.88

29

Hartati Nurwijaya, Zullies Ikawati, Bahaya Alkohol dan Cara Mencegah Kecanduan,


(57)

2. Golongan B : kadar etanol (C2H50H) 5-20% (misalnya: anggur)

3. Golongan C : kadar etanol (C2H50H) 20-55% (misalnya: whisky, brendy).30

10.Sedativa

Di dunia kodekteran terdapat jenis obat yang berkhasiat sebagai obat/penenang yang mengandung zat aktif nitrazepam atau barbiturat atau senyawa lain yang berkhasiatnya serupa. Golongan ini termasuk psikotropika golongan IV.31

C. Pengaruh Narkotika Dalam Jiwa Manusia

Narkoba adalah zat yang sangat berbahaya bagi manusia sehingga orang yang menkonsumsi narkoba dapat merasakan ketagihan dan ketergantungan yang sangat berbahaya bagi jiwa manusia. Mereka yang mengkonsumsi narkoba akan mengalami gangguan mental dan prilaku, sebagai akibat terganggunya sistem

noeurtansimier pada sel–sel susunan syaraf pusat otak. Gangguan pada system

noeurtransmier tadi mengakibatkan tergantungnya fugsi kognitif, efektif dan

psikomotorik.32 Seperti dalam narkotika ganja jika dikonsumsi maka bagi yang

mengkonsumsinya akan mengakibatkan perubahan–perubahan mental dalam psikologik pengkonsumsi.

30

Yusuf Apandi, Katakan Tidak Pada Narkoba, (Bandung: Simbiosa Rekatama Media

2010, T.Th), cet I h. 10

31

Lutfhi Baraza, Gangguan Mental dan Prilaku Akibat Narkoba, Makalah dalam

Seminar Narkoba di Smk IPTEK (Jakarta, h. 9)

32

Mardani, Penyalahgunaan Narkoba Dalam Persepektif Hukum Islam dan Hukum


(1)

disertai dengan penyalahgunaan dan peredaran gelap narkotika yang dapat mengakibatkan bahaya yang lebih besar bagi kehidupan dan nilai-nilai budaya bangsa yang pada akhirnya akan dapat melemahkan ketahanan nasional.

Melihat definisi diatas sangat bertolak belakang dengan tujuan maqȃsid syarȋ’ah yang menjaga dan melindungi inti pokok yang lima untuk mewujudkan kemasahatan di dunia dan diakhirat, apapun yang merusak lima pokok tesebut maka itu tidak dibenarkan dalam maqȃsid syarȋ’ah narkotika adalah zat yang sangat berbahaya bahkan lebih berbahaya dari khamr. Dilihat dari tujuan dan ruang lingkupnya UU No. 35 Tahun 2009 tidak menolak adanya narkotika bahkan dipelihara dan dijaga ketersediaanya. Meskipun dalam Undang-Undang tersebut narkotika dijaga jangan sampai dislahgunakan namun pada kenyataanya dimasyarakat narkotika beredar pesat, hal inilah yang dapat merusak kemaslahatan hidup manusia.

Menolak kemudhorotan lebih diutamakan daripada mendapatkan kemaslahatan, narkotika dalam UU No. 35 tahun 2009 dapat digunakan sebagai obat penyembuh penyakit, tetapi disi lain akan menimbulkan kemudhorotan. Maka dengan tegas hukum Islam menolak bentuk yang dapat menimbulkan kemodhorotan atau bahaya. UU narkotika dan maqȃsid syari’ah mempunyai persamaan dalam hal pencegahan narkotika yang dapat mesrusask kemaslahtan


(2)

68

hidup manusia. Namun tidak dapat dipungkiri bahwa dalam UU narkotika melindungi ketersediaan narkotika.

B. SARAN SARAN

1. Para penegak hukum diharapkan lebih objektif dalam menyelsaikan tindak pidana penyalahgunaan narkotika dan para hakim dalam menjatuhkan suatu pidana harus lebih mempertimbangkan lagi pemidanaan apa yang pantas dijatuhkan terhdap pelaku, agar suatu pemidanaan sejalan dengan tujuan yaitu : pendidikan, pencegahan, dan perbaikan.

2. Kepada pemerintah harus lebih giat lagi untuk mensosilisasikan terhadap Undang-Undang narkotika No. 35 kepada masyarakat yang sampai saat ini masyarakat masih ada yang belum mengetahuinya, dan para pembuatan Undang-Undang haruslah melihat lebih dalam lagi dari segi asfek kemanusiaan. Karena zat narkotika ini adalah zat yang sangat berbahaya bagi manusia

3. Kepada para orang tua, guru, ulama, tokoh masyarkat hendaknya lebih mengawasi dan membina para pemuda dan warga disekitarnya agar tidak memakai zat narkotika dan terciptananya masyarakat yang madani


(3)

69

Qȃnȗn al Wad’ȋ, Beirut : Mu’assasat Al-Risȃlah, 1996

Adimyati, Muhammad Syato I’ânah al- Tâlibîn, Bandung : Maktabah Syirkah ma’arif,T.Th

Al – Zuhaili, Wahbah, al- Fiqh al- Islȃmî Wa Adillatuh, Jakarta : Gema Insani,2011 Al Faruq, Asadulloh, Hukum Pidana Dalam Sisitem Hukum Islam, Bogor: Penerbit

Ghalia Indonesia, 2009

Al Hasari, Ahmad, Al- Siyȃsah al-Jaza’iyyah Fȋ al–Fiqh al-Islȃmȋ Beirut: Dar Al Jail, 1413/ 1993

Al Mursi Husain Jauhar, Ahmad, maqashid syari’ah, Jakarta: Amzah Bumi Aksara, 2009

Al Shanany, Al Sayyid Al Imam Muhammad bin Ismail Al Kahlany, Subul al-Salâm, Bandung: Dahlan, 1186

Ali, Daud, Pengantar Ilmu Hukum Dan Tata Hukum Islam Di Indonesia, Jakarta : PT Raja Grafindo Perseda, 2004

Al-Nasa’i, Sunan al-Nasâ’î , Beirut : Dar Al-Marifa, t,th

Al-Qardhawi, Yusuf, Fiqh Maqȃsid Syarȋ’ah, Jakarta: Pustaka Al-Kautsar 2007 Al-Syatibi, Abu Ishaq, al-Muwâfaqȃt, Darul Ma’rifah, Bairut, 1997

Al-syatibi, al-Muwâfaqȃt Fȋ Usȗl al-Syarî’ah, Juz I, Dar Al-Kutub Al-Ilmiyah: Beirut, 2003

Apandi, Yusuf, Katakan Tidak Pada Narkoba, Bandung: Simbiosa Rekatama Media 2010, T.Th

Arrukbani, Abdullah Ali, al-Nazariyyat al-‘Amah Li Itsbât Mûjibah al-Hudȗd, Beirut: muasasah ar-risalah , 1981

Azl– Zuhaili, Wahbah, Usȗl al - Fiqh al - Islȃmȋ, Damaskus: Dar Al-Fikr, 1986 B. Asitanggang, Pendidikan Pencegahan Penyalahgunan Narkotika, Jakarta : Karya


(4)

70

Baraza, Lutfhi, Gangguan Mental dan Prilaku Akibat Narkoba, Makalah dalam Seminar Narkoba di Smk IPTEK, Jakarta, T.Th

Ensiklopedi Hukum Islam, Jakarta: PT. Ichtiar Baru Van Hoeve,T,th

Haitami, Ibnu Hajar, Tufah al- Muhtâj Beirut Lebanon: Dar Kutub Ilmiah, 2010 Hakim, Rahmat, Hukum Pidana Islam (Fikih Jinayah), Bandung: Pustaka Setia, 2000 Hamzah, Andi dan RM , Surahman, Kejahatan Narkotika dan Psikotropika (Jakarta:

Sinar Grafika, 1994

Haq,Hamka, Al Syatibi Aspek Teologis Konsep Mashlahah Dalam Kitab al- Muwâfaqȃt, Penerbit Erlangga,T.Th

Haroen, Nasrun, Usul Fiqh I, Ciputat : Logos Publishing House, 1996

Hawari, Dadang, Konsep Islam Memerangi AIDS dan Naza, Yogyakarta: Dhanabakti Pramsaya, 1997

Imam Adz Dzahab, Dosa Dosa Besar, (Solo : Pustaka Arafah,T.Th)

Jaya Bakri, Asafri, Konsep Maqasid Syari’ah Menurut al- Syatibi, Jakarta : PT. Raja Grafindo Persada, 1996

Joewana, Satya, Gangguan Zat Narkotika, Alkohol dan Zat Adiktif Lainya, Jakarta: Karisma Indonesia, 1986

Khalaf, Abdul Wahab, Ilmu Usȗl Fiqh, Kuwait: Darul Qalam, 1992

Lihat’’ kata pengantar ‘’Dalam Undang Undang Narkotika & Psikotropika, Jakarta: Sinar Grafika, 1999

M Moelyono, Anton, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Jakarta: Balai Pustaka, 1988 Ma’ruf, M. Ridha,Narkotika Masalah dan Bahayanya, Jakarta: Cv Marga Jaya, 1976

Ma’sum, Sumarno, Penanggulangan Bahaya Narkoba, Jakarta : CV Mas Agung,

1987

Mabes Polri Petunjuk Penanggulangan penyalahgunaan Narkotika, Jakarta 1989 Mahdiah, Hak Asasi Manusia Untuk Anak Usia Sekolah Korban Narkoba, TT:

direktorat Jendaral Pelindungan HAM, Departeman Kehakiman dan HAM RI, 2002


(5)

Malik Kamal,Abu Bin As-Sayid Salaim, Sahîh Fiqh Sunnah, (Jakarta: Pustaka Azzam,2007

Mardani, Penyalahgunaan Narkoba Dalam Persepektif Hukum Islam dan Pidana Nasional, Jakarta : PT. Raja Grafindo Persada, 2008

MUI, Himpunan Fatwa Majlis Ulama Indonesia Sejak 1975, (Jakarta: Erlangga, 2003), h. 763

Munawir, Ahmad Warson, Kamus Bahasa Arab Indonesia, Yogyakarta, Pustaka Proggresif : 1997

Muslich, Ahamd Wardi, Pengantar Dan Asas Hukum Pidana Islam, Fikih Jinayah, Jakarta: Sinar Grafika, 2004

Nurwijaya,Hartati dan Ikawati, Zullies, Bahaya Alkohol dan Cara Mencegah Kecanduan, Jakarta: PT Elex Media Komputindo, 2009

Penjelasan Undang-Undang Narkotika No. 35 Tahun 2009.

Poernomo, Bambang, Pertumbuhan Hukum Penyimpangan di Luar Kodifikasi Hukum Pidana, Jakarta, Bina Aksara , T.Th

Pribadi, Herlina, Mencegah dan Menanggulangi Penyalahgunaan Narkoba, Pedoman bagi Orangtua, dan Penyuluh Masyarakat, Jakarta: Cakra Media, 2007. Qorib, Ahmad, Usul Fikih 2, Jakarta :PT. Nimas Multima, 1997

Rahman Al-Jazri,Abdu al- Fiqh ‘Alâ Madzȃhib al-Arba’ah, Al-Azhar Mesir : Dȃrul Bayȃn A’rabi,2005

Samin, Sabri, Pidana Islam Dalam Politik Hukum Indonesia, Ciputat: Ciputat Kolam Publishing, 2008

Santoso, Topo, Membumikan Hukum Pidana Islam, Jakarta: Gema Insani Prees, 2003 Shihab, Muhammad Qurais, Tafsir Al Misbah : Pesan, Kesan dan Keserasian

Al-Quran, Jakarta: Lentera Hati, 2007

Soeharno, Perang Total Melawan Narkotika, Surabaya: Yayasan Generasi Muda, 1985

Sopyan, Ahmadi, Narkoba Mengincar Anak Muda,Jakarta: Prestasi Pustaka, 2007 Sopyan,Yayan, Tarikh Tasyri Sejarah Pembentukan Hukum Islam, Depok : Gramata


(6)

72

Sudiro, Mashuri, Hukum Islam Melawan Narkoba, Yogyakarta: Madani Pustaka Hikmah, 2000

Sujono, AR. dan Bony Daniel, Komentar & Pembahasan Undang- Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika, Jakarta : Sinar Grafika 2011

Taimiyah, Ibnu,al-Siyȃsah al-Syar’ iyyah Fȋ Islâh al-Ra’î Wa al- Ra’iyyah, Beirut : Dar Al-Alfikr Al-Lubani, T. Th

UU No. 22 Tahun 1997 Tentang Narkotika.

Tim Penulis IAIN Syarif Hidayatullah, Ensiklopedia Islam Indonesia Jakarta: penerbit Djambatan, 1992

Yaqub, Ali Mustafa, Kriteria Halal-Haram Untuk Pangan, Obat, dan Kosmetik Menurut Al-Quraan Hadist Jakarta: Pirduas , 2008