Prosedur Kepemilikan Senjata Api Bagi Masyarakat Sipil Menurut Undang-Undang Darurat Nomor 12 Tahun 1951

(1)

DAFTAR PUSTAKA A. Buku;

Ali,Abdul Latif dan Hasbi, Politik Hukum, Jakarta Timur: Sinar Grafika, 2010 Azhari, Aidul Fitriciada, Modul kuliah Hukum Tata Negara I, Surakarta: Fakultas

Hukum, Universitas Muhammadiyah Surakarta.

Ali,Jamaludin, Pengaturan Kepemilikan Senjata Api Bagi Masyarakat, www.repository.usu.ac.id, diakses pada tanggal 10 Nopember 2015

A.Wahab, Amiruddin, dkk., “Pengantar Hukum Indonesia”, Bahan Ajar Untuk Kalangan Sendiri, Banda Aceh, FH-Unsyiah, 2007

Anon. n.d. “CIVICUS Civil Society Index: Summary of Conceptual Framework and Research Methodology” [online] dalam pada tanggal 17 Nopember 2015

Emma, Zaidar, Makalah: Nitrogliserin Dapat Digunakan Sebagai Peledak, Universitas Sumatera Utara, 2003

Et. Al,Safri Nugraha “Hukum Administrasi Negara”Depok:Badan Penerbit Fakultas Hukum Indonesia, 2005

Hadisoeprapto,Hartono “Pengantar Tata Hukum Indonesia”, Edisi 4, Yogyakarta: Liberty, 2004

Harun, Modul kuliah Hukum Perizinan. Surakarta: Fakultas Hukum, Universitas Muhammadiyah Surakarta.

Kansil, C.S.T., dkk, Modul Hukum Administrasi Negara, Jakarta: Pradnya Paramita, 2005

Kaelan, Pendidikan Pancasila. Yogyakarta: Pradigma, 2004

Kaldor, Mary “The Idea of Global Civil Society” dalam International Affairs:

Royal Institute of International Affairs 1944-. Blackwell Publishing2003.

(pp. 583-593).

Karnavian, M.Tito, Indonesia Top Scret Membokar Konflik Pos, Jakarta:Gramedia Pustaka Utama, 2008

Lubis, M. Solly, Pembahasan Undang-Undang Dasar 1945, Bandung: Alumni, 1997


(2)

M.N, Andi Dian Pratiwi”Peranan polisi militer angkatan darat dalam menanggulangi tindak pidana penyalahgunaan narkotika di lingkungan

tentara nasional Indonesia angkatan darat” Makasar: UNIV Hasanuddin,

2013

Mamuji, Sri, Teknik Menyusun Karya Tulis Ilmiah, Jakarta: UI Press, 2006

Marpaung, Leden, Tindakan Pidana Terhadap Nyawa Dan Tubuh, Jakarta:Sinar Grafika, 2002

Pudyatmoko, Y.Sri, “Perizinan” Jakarta:garsindo, 2009

Rahardjo, Satjipto, Ilmu Hukum, Bandung: PT. Citra Aditya Bakti, 2000

Setyawan, Deddy, “Pertanggung Jawaban Hukum Pelaku Tindak Pidana Penyalahgunaan Senjata Api Menurut Undang-undang Darurat No 12 Tahun 1951 Di Wilayah Polres Gresik” Surabaya:Universitas Pembangunan Nasional Veteran, 2012

Sihite, Togi Marhara, “Kesalahan Prosedur Pemakaian Senjata Api Yang Mengakibatkan Matinya Orang Oleh Aparat Polri ( Studi Kasus No. 2.090/Pid.B/2011/PN Medan) Medan:Univsersitas Sumatera Utara, 2013 Soemitro,Ronny Hanitijo,Metode Penelitian Hukum dan Jurimetri, Jakarta:

Ghalia Indonesia, 1990

Sunggono, Bambang, Metodelogi Penelitian Hukum, Jakarta: Raja Grafindo Persada, 1997

B. Undang-Undang, Peraturan;

Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia tahun 1945

Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1948 tentangpendaftaran dan pemberian izin pemakaian senjata api.

Kitab Undang-Undang No. 12 Tahun 1951 Tentang Senjata Api

Peraturan Menteri Pertahanan Republik Indonesia Nomor 7 tahun 2010 tentang Pedoman Perizinan, Pengawasan dan Pengendalian Senjata Api Standar Peraturan Kapolri Nomor. 1 Tahun 2009 Tentang Penggunaan Kekuatan Dalam


(3)

Prosedur Tetap Kapolri Nomor: Protap/1/ X / 2010 Tentang Penaggulangan Anarki.

SK Kapolri No.Pol.:Skep/28/II/2004Petunjuk Pengawasan dan PengendalianSenjata Api Non Organik TNI/POLRI

C. Majalah, Internet;

Civil Society International. 2003. “What is Civil Society?”[online] dalam 2015

David Korten, et. al. 2002.“Global Society: The Path Ahead” [online] dalam Nopember 2015

Desember 2015

http://mediaburuh.com/persyaratan-ijin-kepemilikan-senjata-api-karet-tajam.html,

diakses pada tanggal 07 Desember 2015

http://www.gtmshootingclub.com/2012/05/prosedur-teknis-kepemilikan-senjata-api.html, diakses pada tanggal 07 Desember 2015


(4)

http://www.gtmshootingclub.com/2012/05/prosedur-teknis-kepemilikan-senjata-api.html, diakses pada tanggal 08 Desember 2015

http://www.distrodoc.com/314077-perizinan-kepemilikan-senjata-api-bagi-masyarakat-sipil-di.html, diakses pada tanggal 08 Desember 2015

Desember 2015

Jenis-Jenis Senjata Api diakses pada tanggal 16 Nopember 2015

Kaliber Peluru: 16 Nopember 2015

Peluru: 2015

Sitepu, Rasmita Juliana, Kajian Kriminologi terhadap Penanggpulangan Kejahatan dengan Senjata Api, www.repository.usu.ac.id, diakses pada tanggal 10 Nopember 2015


(5)

BAB III

PROSEDUR PERIZINAN KEPEMILIKAN SENJATA API BAGI MASYARAKAT SIPIL

A. Instansi yang Berwenang Mengeluarkan Izin Kepemilikan Senjata Api bagi Masyarakat Sipil

Pejabat yang berwenang untuk memberi izin pemasukan senjata api non standar TNI/POLRI adalah Kepala Kepolisian Republik Indonesia qq. Kepala Direktorat Intelijen Pengamanan.51

Untukpelabuhan udara dapat melalui Bandara Polonia, BandaraSoekarno-Hatta, Bandara Juanda dan Bandara Hasanuddin.Prosedur yang harus ditempuh

Untuk bisa memasukkan senjata api ini, importir harus, memiliki izin dari Kepala Kepolisian Republik Indonesia, memiliki Angka Pengenal Impor dari Departemen Perindustrian dan Perdagangan Tempat pemasukan senjata api dan amunisi dapat dilakukan melalui pelabuhan laut maupun udara. Untuk pelabuhan laut dapat melalui Medan (Belawan), Jakarta (Tanjung Priok), Surabaya (Tanjung Perak), Makassar (Soekarno-Hatta).


(6)

adalah, importir mengajukan permohonan kepada Kepala Kepolisian Republik Indonesia dengan mencantumkan :

1) Identitas;

2) jumlah dan jenis senjata api; 3) negara penjual;

4) jangka waktu pemasukkan; 5) pelabuhan pemasukkan; 6) dan lain-lain

Izin yang dikeluarkan berlaku selama enam bulan, dan apabila realisasi impor tidak dipenuhi dalam jangka waktu tersebut izin harus diperpanjang.52

1) Usaha pengadaan, penyediaan perbaikan dan pendistribusian senjata gas air mata, senjata peluru karet dan senjata peluru pallets, berdasarkan surat izin Kapolri No. Pol : SI/764/III/2002 tanggal 8 Maret 2002.

Para importir bergerak dalam bidang usaha Senjata Api antara lain :

2) Penunjukan Badan Usaha sebagai pengusaha Gun Shop di Indonesia berdasarkan surat Keputusan kapolri No. Pol : SKEP/403/V/2002 tanggal 31 Mei 2002.

3) Impor pistol gas dan amunisi, berdasarkan surat izin Kapolri No : Pol : SI/052/VI/1999 tanggal 18 Juni 1999.

4) Impor pistol karet dan amunisi, berdasarkan surat izin Kapolri No : Pol : SI/41/VI/2001 tanggal 15 Januari 2001.

5) Impor pistol pallets dan amunisi, berdasarkan surat izin Kapolri No : Pol : SI/41/VI/2001 tanggal 15 Januari 2001.

6) Penghubung dalam rangka membantu kelancaran pengadaan senjata api dan amunisi non organik TNI/POLRI, berdasarkan surat rekomendasi Kapolri No. Pol : B/169/IV/2002 Baintelkam tanggal 10 April 2002.

7) Penunjukan badan usaha penghubung badan peledak untuk komersil/non militer, seperti perusahaan minyak, pertambangan, berdasarkan surat keputusan Kapolri No. Pol : Skep/182/II/2001 tanggal 27 Februari 2001 tentang badan usaha penghubung pengguna akhir bahan peledak.


(7)

8) Pengurusan izin akan kepemilikan senjata bela diri untuk perorangan maupun instansi, serta membantu mengurus perpanjangan surat izin kepemilikan senjata api sesuai dengan peraturan yang berlaku.

Dalam Pasal 1 (1) Perpu No 20 Tahun 1960 disebutkan Ketentuan perijinan mengenai senjata api, obat peledak, mesiu dan lain sebagainya untuk kepentingan Angkatan Perang hendaknya diatur dalam lingkungan Angkatan Perang sendiri. Adapun yang diperuntukkan bagi pribadi anggota Angkatan Perang tetap termasuk bidang kewenangan perijinan seperti untuk umum di luar Angkatan Perang, ialah di bawah Menteri/Kepala Kepolisian Negara.

Menurut Undang-undang Darurat No 12 tahun 1951 Pasal 1 (1): ”Barangsiapa, yang tanpa hak memasukkan ke Indonesia, membuat, menerima, mencoba memperoleh, menyerahkan atau mencoba menyerahkan, menguasai, membawa, mempunyai persediaan padanya atau mempunyai dalam miliknya, menyimpan, mengangkut, menyembunyikan, mempergunakan atau mengeluarkan dari Indonesia sesuatu senjata api, amunisi atau sesuatu bahan peledak, dihukum dengan hukuman mati atau hukuman penjara seumur hidup atau hukuman penjara sementara setinggi-tingginya dua puluh tahun.”

Undang-undang No 8 Tahun 1948 mengatur mengenai pendaftaran dan pemberian izin pemakaian Senjata Api. Senjata Api milik masyarakat sipil yang ingin didaftarkan harus didaftarkan ke kepolisisan daerah tempat orang tersebut berdomisili. Dalam Undang-Undang ini ditetapkan bahwa orang yang bukan anggota TNI atau POLRI yang memegang senjata api harus mempunyai surat izin. Hal yang demikian diatur dalam Undang-Undang No 8 Tahun 1948 tentang pendaftaran dan pemberian izin pemakaian senjata api. Yang dimaksud dengan


(8)

senjata api dalam Undang-undang ini, ialah : senjata api dan bagian-bagiannya, alat penyembur api dan bagian-bagiannya, mesiu dan bagian-bagiannya seperti "patroonhulsen", "slaghoedjes" dan lain-lainnya, bahan peledak, termasuk juga benda-benda yang mengandung peledak seperti geranat tangan, bom dan lain-lainnya.53

Dalam waktu selambat-lambatnya 30 hari terhitung mulai berlakunya Undang-undang ini semua senjata api harus didaftarkan.54 Mulai hari berlakunya Undang-undang ini pemindahan senjata api kelain tangan dilarang, kecuali pemindahan sejata api ke tangan lain.55

Menurut ketentuan yang berlaku, cara kepemilikan senjata api harus memenuhi persyaratan-persyaratan berikut ini :

Mulai hari berlakunya Undang-undang ini sampai hari penutupan pendaftaran yang dimaksud, pemindahan senjata api kelain tempat dilarang, kecuali pemindahan seperti tersebut.

56

1. Pemohon ijin kepemilikan senjata api harus memenuhi syarat medis dan psikologis tertentu. Secara medis pemohon harus sehat jasmani, tidak cacat fisik yang dapat mengurangi keterampilan membawa dan menggunakan senjata api dan berpenglihatan normal;

2. Pemohon haruslah orang yang tidak cepat gugup dan panik, tidak emosional dan tidak cepat marah. Pemenuhan syarat ini harus dibuktikan dengan hasil psikotes yang dilaksanakan oleh tim yang ditunjuk Dinas Psikologi Mabes Polri;

3. Harus dilihat kelayakan, kepentingan, dan pertimbangan keamanan lain dari calon pengguna senjata api, untuk menghindari adanya penyimpangan atau membahayakan jiwa orang lain;

4. Pemohon harus berkelakuan baik dan belum pernah terlibat dalam suatu kasus tindak pidana yang dibuktikan dengan SKKB;

53

Undang-undang Nomor 8 Tahun 1948 Tentang Mencabut Peraturan Dewan Pertahanan Negara Nomor 14 dan Menetapkan Peraturan Tentang Pendaftaran Dan Pemberian Idzin Pemakaian Senjata Api, Pasal 1

54Ibid, Pasal 2 55Ibid, Pasal 3 56 http://mediaburuh.com/persyaratan-ijin-kepemilikan-senjata-api-karet-tajam.html, diakses pada tanggal 07 Desember 2015


(9)

5. Pemohon harus lulus screening yang dilaksanakan Kadit IPP dan Subdit Pamwassendak.

6. Pemohon harus berusia 21 tahun hingga 65 tahun; dan

7. Pemohon juga harus memenuhi syarat administratif dan memiliki Izin Khusus Hak Senjata Api (IKHSA).

Setelah memenuhi persyaratan diatas, maka pemohon juga harus mengetahui bagaimana prosedur selanjutnya yang diarahkan menurut ketentuan yang ada, antara lain :57

1. Prosedur awal pengajuan harus mendapatkan rekomendasi dari Kepolisian Daerah (Polda) setempat, dengan maksud untuk mengetahui domisili pemohon agar mudah terdata, sehingga kepemilikan senjata mudah terlacak.

2. Setelah mendapat rekomendasi dari Polda, harus lulus tes psikologi, kesehatan fisik, bakat dan keahlian di Mabes Polri sebagaimamana yang telah dipersyaratkan.

3. Untuk mendapatkan sertifikat lulus hingga kualifikasi kelas I sampai kelas III calon harus lulus tes keahlian. Kualifikasi pada kelas III ini harus bisa berhasil menggunakan sepuluh peluru dan membidik target dengan poin antara 120 sampai 129. (dibuktikan dengan sertifikat yang dikeluarkan oleh Institusi Pelatihan Menembak yang sudah mendapat izin Polri dan harus disahkan oleh pejabat Polri yang ditunjuk).

4. Proses pemberian izin dan tes memiliki senjata harus diselesaikan dalam rentang waktu antara tiga sampai enam bulan. Bila gagal dalam batas waktu tersebut, Polri akan menolak melanjutkan uji kepemilikan.

Dalam undang-undang disebutkan bahwa ijin kepemilikan senjata api hanya diberikan kepada pejabat tertentu, antara lain :58

1. Pejabat swasta atau perbankan, yakni presiden direktur, presiden komisaris, komisaris, diretur utama, dan direktur keuangan;

2. Pejabat pemerintah, yakni Menteri, Ketua MPR/DPR, Sekjen, Irjen, Dirjen, dan Sekretaris Kabinet, demikian juga Gubernur, Wakil

57

http://www.gtmshootingclub.com/2012/05/prosedur-teknis-kepemilikan-senjata-api.html, diakses pada tanggal 07 Desember 2015

58

http://www.gtmshootingclub.com/2012/05/prosedur-teknis-kepemilikan-senjata-api.html, diakses pada tanggal 08 Desember 2015


(10)

Gubernur, Sekwilda, Irwilprop, Ketua DPRD-I dan Anggota DPR/MPR;

3. TNI/Polri dan purnawirawan.

Hingga saat ini banyak sekali warga dari kalangan sipil yang mengajukan izin kepemilikan senjata api. Baik ditujukan untuk alat proteksi diri, olahraga, berburu, hingga hobby mengkoleksi hal-hal terkait ragam jenis senjata api. Hal ini tentu menimbulkan suatu problem tersendiri mengingat benda yang diperizinkan tersebut merupakan benda yang dapat dikatakan sangat berbahaya. Masyarakat sipil pada dasarnya diperbolehkan menggunakan senjata api dengan kategori peruntukkan bela diri, koleksi, olahraga, dan berburu dengan persyaratan-persyaratan administrasi perizinan yang harus dipenuhi terlebih dahulu. Pemberian izin senjata api bagi masyarakat sipil merupakan bentuk dispensasi oleh pejabat aparatur negara. Dan apabila izin kepemilikan (dispensasi) senjata api telah diperoleh, maka senjata api tersebut menjadi tanggung jawab pemegang izin selain Kepolisian yang mengeluarkan kebijakan tersebut. Baik dalam penggunaaan, penyimpanan, serta pengawasan senjata api.59

B. Prosedur Perolehan Izin Kepemilikan Senjata Api

Berdasarkan instruksi Presiden Republik Indonesia No. 9 Tahun 1976senjata api adalah salah satu alat untuk melaksanakan tugas pokok angkatanbersenjata dibidang pertahanan dan keamanan. Bagi TNI hanya diperbolehkanmenggunakan senjata api jika dalam tugas pengamanan negara

59

http://www.distrodoc.com/314077-perizinan-kepemilikan-senjata-api-bagi-masyarakat-sipil-di.html, diakses pada tanggal 08 Desember 2015


(11)

misalnya dalamdaerah-daerah rawan dan tidak diperbolehkan untuk dimiliki dalam tugas sehari-harimisalnya di bawa pulang kerumah. Bagi Polri diperbolehkan untuk memilikidan menggunakan senjata api akan tetapi dalam hal ini tetap dala prosedur sesuaidengan peraturan yang ada.

Tidak semua orang yang mengajukan permohonan kepemilikan senjata api akan dilegalisasi permohonannya. Ada kriteria khusus bagi pemohon yang ingin mengajukan perizinan kepemilikan senjata api. Pemohon harus mengikuti aturan yang telah ditetapkan Kepolisian Republik Indonesia atau Polri.Adapun prosedur untuk kepemilikan senjata api diantaranya sebagai berikut:60

a) Ketentuan Satuan Pengamatan (Satpam) Senjata api untuk Satuan Pengamanan Penyelenggaraan Izin

1. Instansi Pemerintah, Proyek Vital dan Perusahaan Swasta Nasional serta Kantor Kedubes RI tertentu yang dapat memiliki dan menggunakan senjata api dan amunisi untuk kepentingan Satpam adalah yang mempunyai sifat dan lingkup tugas serta resiko dari gangguan keamanan di lingkungan/kawasan kerjanya yang vital/penting.

2. Satpam yang dapat menggunakan senjata api dan amunisi yaitu : a) Sehat rohani dan jasmani;

b) Syarat umur minimal 21 tahun, maksimal 65 tahun;

c) Memiliki keterampilan dalam menggunakan senjata api dinyatakan telah mengikuti latihan kemahiran oleh Lemdik Polri;

d) Menguasai peraturan perundang-undangan tentang Senjata Api;

60

Skep Kapolri No 82/II/2004 tentang Buku Petunjuk Pelaksanaan Pengawasan Dan Pengendaliaan Senjata Api Non Organik TNI/POLRI, Hal 11


(12)

e) Ditunjuk oleh Pimpinan Instansi/Proyek atau Badan Usaha yang bersangkutan;

f) Yang telah mendapatkan izin Penguasaan Pinjam Pakai Senjata api (Kartu Kuning) yang diterbitkan oleh Kapolda setempat; dan

g) Memiliki SIUP berskala besar, bagi yang berskala menengah dengan pertimbangan penilaian tingkat ancaman dan resiko dari tugas yang dihadapi.

3. Macam, jenis dan kaliber senjata api yang dapat dimiliki/digunakan oleh Instansi Pemerintah, Proyek Vital dan Perusahaan Swasta Nasional serta Kantor Kedubes Republik Indonesia tertentu untuk kepentingan Satpam, yaitu :

a) Senjata Api Bahu jenis Senapan kaliber 12 GA;

b) Senjata Api Genggam jenis Pistol/Revolver Kal. .32, .25 dan.22; c) Senjata peluru karet;

d) Senjata Gas Airmata; dan

e) Senjata Kejutan Listrik.

4. Jumlah senjata api dan amunisi yang dapat dimiliki/digunakan untuk kepentingan Satpam, yaitu :

a) Senjata api yang dapat dimiliki/digunakan oleh Instansi Pemerintah, Proyek Vital dan Perusahaan Swasta serta Kantor Kedubes RI tertentu untuk keperluan Satpam, dibatasi jumlahnya yaitu sepertiga dari kekuatan Satpam yang sedang menjalankan tugas pengamanan dengan ketentuan bahwa jumlah tersebut tidak boleh lebih dari 15 (lima belas) pucuk senjata api pada tiap-tiap unit.

b) Jumlah amunisi sebanyak 3 (tiga) magazen/silinder untuk tiap-tiap pucuk senjata api termasuk untuk cadangan.


(13)

5. Senjata api tersebut hanya dapat digunakan/ditembakkan pada saat menjalankan tugas Satpam dalam lingkungan tugas pekerjaannya yaitu: a) Menghadapi gangguan situasi yang mengancam keamanan dan

kelangsungan pekerjaan Instansi, Proyek Vital dan Perusahaan Swasta Nasional serta Kantor Kedubes RI tertentu yang dijaga olehnya.

b) Melindungi diri dan jiwanya dari ancaman fisik yang tak dapat dihindari lagi saat melaksanakan tugas/pengawalan diluar kawasan kerja dengan menggunakan surat izin penggunaan dan membawa senjata api.

c) Latihan menembak di lapangan/tempat latihan menembak.

Pejabat yang dizinkan untuk memiliki dan menggunakan senjata api untuk bela diri, harus:61

1. Memiliki kemampuan/keterampilan menembak minimal klas III yang dibuktikan dengan sertifikat yang dikeluarkan oleh Institusi Pelatihan menembak yang sudah mendapat izin dari Polri. Sertifikat tersebut disahkan oleh Polri (Pejabat Polri yang ditunjuk) Mabes Polri/Polda.

2. Memiliki keterampilan dalam merawat menyimpan dan mengamankannya sehingga terhindar dari penyalahgunaan.

3. Memenuhi persyararan medis, psikologis dan persyaratan lain meliputi:

a) Syarat Medis : Sehat jasmani, tidak cacat fisik yang dapat mengurangi keterampilan membawa dan menggunakan senjata api, penglihatan normal dan syarat-syarat lain yang ditetapkan Dokter RS Polri/Polda.

b) Syarat psikologis : Tidak cepat gugup dan panik, tidak emosional/tidak cepat marah, tidak psichopat dan syarat-syarat psikologis lainnya yang

61Ibid


(14)

dibuktikan dengan hasil psikotes yang dilaksanakan oleh Tim yang ditunjuk Biro Psikologi Polri/Polda;

c) Syarat Umur : minimal 24 tahun, maksimal 65 tahun.

d) Syarat Menembak : mempunyai kecakapan menembak dan telah lulus test menembak yan dilakukan oleh Polri.

e) SIUP besar/Akte Pendirian Perusahaan PT, CV, PD (CV dan PD sebagai Pemilik Perusahaan/Ketua Organisasi).

f) Surat Keterangan Jabatan/Surat Keputusan Pimpinan.

g) Berkelakuan Baik (tidak/belum pernah terlibat dalam suatu kasus pidana) atau tidak memiliki Crime Record yang dibuktikan dengan SKCK.

h) Lulus screening yang dilaksanakan oleh Dr Intelkan Polda. i) Daftar riwayat hidup secara lengkap.

j) Pas Photo berwarna berlatar belakang merah ukuran 2x3, 4x6 = 5 lembar. 4. Senjata api yang diizinkan adalah :

a) Senjata api Genggam : 1) Jenis : Pistol/Revolver 2) Kaliber : 32/25/22 Inc

b) Senjata api bahu, jenis : Shotgun kal 12 GA

5. Senjata api yang diizinkan sebelum diserahkan kepada pemilik harus dilakukan identifikasi dan penelitian spesifikasi data teknis senjata dimaksud oleh Labforensik Polri, dan dinyatakan dengan surat keterangan hasil uji balikstik.

6. Jumlah Senjata api dan amunisi, yang dapat dimiliki dan digunakan yaitu: a) Senjata api yang dizinkan maksimal 2 (dua) pucuk.

b) Amunisi yang dapat diberikan maksimal sebanyak 50 (Lima puluh) butir untuk setiap pucuk Senjata api.

7. Senjata api yang diizinkan untuk bela diri tersebut hanya boleh ditembakkan : a) Pada saat keadaan sangat terpaksa yang mengancam keselamatan jiwa/diri


(15)

b) Pada saat pengujian, latihan menembak dan pertandingan resmi yang diselenggarakan oleh Instansi Kepolisian dengan izin Kapolri Cq. Kabaintelkam dan Direktur Intelkam Polda.

Senjata Api perorangan untuk olah raga menembak sasaran/target menembak reaksi dan olah raga berburu62

a) KetentuanSenjata untuk peruntukan olah raga menembak Penyelenggaraan Izin

1. Setiap olahragawan atlet penembak, yang akan diberikan izin senjata api dan amunisi diwajibkan menjadi anggota Perbakin.

2. Anggota Perbakin yang dapat menggunakan senjata api dan amunisi, yaitu:

a) Sehat jasmani dan rohani;

b) Syarat umur : minimal 18 tahun, maksimal 65 tahun;

c) Memiliki kemampuan/kemahiran dalam menguasai dan menggunakan senjata api serta mengetahui perundang-undangan senjata api, termasuk juga dalam hal merawat, penyimpanan dan pengamanannya; dan

d) Olahragawan atau atlek penembak yang telah melebihi batas usia maksimal, apabila masih aktif melakukan kegiatan olah raga pada waktu mengajukan permohonan pembaharuan agar melengkapi persyaratan Rekom PB Perbakin/Pengda, Keterangan Kesehatan dan Psikologi.

3. Macam, jenis, kaliber dna jumlah senjata api yang dapat dimiliki/gunakan, yaitu :

a) Senjata yang macam, jenis dan ukuan kalibernya ditentukan khusus dalam kejuaraan menembak sasaran/reaksi.

62Ibid


(16)

b) Jumlah senjata api yang dapat diberikan kepada setiap olahragawan menembak sasaran/reaksi, dibatasi maksimal 3 (tiga) pucuk untuk setiap eventi (jenis) yang dipertandingkan dalam olahraga menembak sasaran/reaksi.

4. Jumlah amunisi yang dapat diberikan sesuai kebutuhan untuk latihan dan pertandingan target/sasaran.

b) Senjata api untuk olah raga berburu.

1. Setiap olahragawan berburu, yang dakan diberikan izin senjata api dan amunisi diwajibkan menjadi anggota Perbakin.

2. Macam, jenis, kaliber dan jumlah senjata api yang dapat dimiliki/digunakan, yaitu :

a) Senjata api yang boleh dimiliki dan digunakan untuk kepentingan olahraga berburu, yaitu senjata api bahu yang diperuntukkan khusus untuk berburu.

b) Jumlah senjata api yang dapat dimiliki dan digunakan olahragawan berburu, dibatasi maksimal 8 (delapan) pucuk senjata api dari berbagai kaliber.

c) Senjata api yang dapat dimiliki dan digunakan oleh setiap olahragawan berburu, yaitu :

1) Senapan kecil dari kaliber 22 s.d. 270. 2) Senapan sedang dari kaliber 30 s.d .375.

3. Macam, jenis, kaliber dna jumlah senjata api yang dapat dimiliki/gunakan, yaitu :


(17)

a) Peluru kaliber kecil dari kaliber .22 s.d kaliber .270, jumlah masing-masing kaliber 30 butir.

b) Peluru kaliber sedang dari kaliber .30 s.d kaliber .375, jumlah masing-masing kaliber 30 butir.

c) Peluru kaliber besar dari kaliber .40 ke atas, jumlah masing-masing kaliber 30 butir.

d) Peluru untuk laraslicin dari kal 12 GA s/d 20 GA.

4. Senjata api dan aminisi untuk olahraga berburu hanya dibenarkan untuk ditembakkan di lokasi berburu yang telah ditentukan, yaitu berdasarkan ketentuan dari Instansi Pemerintah yang berkompeten dan berwenang untuk hal tersebut serta izin penggunaan senjata api dari Polda dan Baintelkam Polri.

Pada saat mambawa senjata api ditempat umum, pemilik harus mentaati ketentuan dalam membawa dan menggunakan senjata api, yakni:63

1. Senjata api harus dilengkapi dengan izin dari Kapolri 2. Dalam membawa senjata api harus selalu melekat di badan

3. Senjata api hanya dibenarkan dipakai atau ditembakkan pada saat keadaan terpaksa yang mengancam jiwanya

4. Senjata api tidak boleh dipinjamkan kepada orang lain

5. Dilarang menggunakan senpi untuk tindak kejahatan, menakut-nakuti, mengancam dan melakukan pemukulan dengan menggunakan gagang atau popor senjata. Tindak kejahatan yang dimaksud adalah segala macam tindakan yang melanggar hukum pidana. Pemukulan dengan menggunakan popor senjata juga tidak dipebolehkan,64

6. Memiliki kemampuan merawat dan menyimpan senapan. Kemampuan merawat yakni pemohon harus mengetahui bagaimana memberikan pelumas untuk laras senapan, membongkar dan memasang kembali senapan. Sedangkan dalam penyimpanan senjata api, pemilik harus mengetahui tata cara penyimpanan yang baik untuk senapan

dikarenakan bagian lain dari senjata api yang dapat melukai adalah popor senjata, jadi penggunaan popor senjata sebagai alat pemukul dapat dikategorikan sebagai penyalahgunaan senjata api

63

Y.Sripudyamoko, Op-Cit, Hal 304


(18)

C. Pengawasan dan Pengendalian Terhadap Senjata Api bagi Masyarakat Sipil

Pelaksanaan Pengawasan dan Pengendalian Senjata Non-Organik TNI/POLRI, dan yang terakhir Peraturan Menteri Pertahanan Republik Indonesia No.7 Tahun 2010 tentang Pedoman Perizinan, Pengawasan dan Pengendalian Senjata Api Standar Militer di Luar Lingkungan Kementrian Pertahanan dan Tentara Nasional Indonesia. Sedangkan dalam Buku Petunjuk Pelaksanaan Pengawasan dan PengendalianSenjata Api Non Organik TNI/Polri diterangkan bahwa senjata api adalahsenjata yang mampu melepaskan keluar satu atau sejumlah proyektil dengan bantuan bahan peledak.65

Petunjuk pelaksanaan pengawasan dan pengendalian senjata api non organik TNI / POLRI66

a) Surat Perintah Tugas dari Pimpinan Satpam/Polsus Senjata Api Satpam Polsus

Syarat untuk mendapatkan ijin penguasaan pinjam pakai dan penggunaan senjata api

b) Foto kopi buku Pas senjata api

c) Foto kopi Tanda Anggota Satpam/Polsus

d) Foto Kopi Surat Keterangan Mahir Menggunakan Senjata Api dari Lemdik Polri

e) Surat Keterangan Catatan Kepolisian (SKCK) f) Surat Keterangan Test Psikologi dari Polri

g) Pas foto warna dasar merah ukuran 4 X 6 = 2 Lmb, 2 X 3 = 2 lembar

65

Kepolisian Negara Republik Indonesia, Markas Besar, Surat Keputusan No.Pol: Skep KapolriNo.82/II/2004 tentang Buku Petunjuk Pelaksanaan Pengawasan dan Pengendalian Senjata Api Non Organik TNI/Polri, Hal 11


(19)

Senjata Api Perorangan Peluru Karet Syarat Untuk Perijinan Senjata Peluru Karet

a) Rekomendasi Kapolda Up. Dir Intelkam b) Surat Keterangan Test Psikologi dari Polri c) Surat Keterangan Catatan Kepolisian (SKCK)

d) Fotocopy SIUP (Surat Ijin Usaha Perdagangan) bagi pengusaha swasta e) Fotocopy Skep Jabatan Bagi Pejabat Pemerintah, Anggota TNI/POLRI f) Fotocopy KTP/KTA (syarat umum minimal 24 tahun maksimal 65 tahun)

bagi yang telah melebihi batas usia maksimal khusus untuk perpanjangan diwajibkan utk melengkapi tes kesehatan dan psikologi dari POLRI, bila tidak memenuhi persyaratan senjata tersebut agar dihibahkan

g) Pas photo berwarna dasar merah 2 x 3 = 6 lembar Senjata Api Perorangan Peluru Gas

Syarat Untuk Perijinan Senjata Peluru Karet

a) Rekomendasi Kapolda Sulut Up. Dir Intelkam b) Surat Keterangan Test Psikologi dari Polri c) Surat Keterangan Catatan Kepolisian (SKCK)

d) Fotocopy SIUP (Surat Ijin Usaha Perdagangan) bagi pengusaha swasta e) Fotocopy Skep Jabatan Bagi Pejabat Pemerintah, Anggota TNI/POLRI f) Fotocopy KTP/KTA (Syarat umum minimal 24 tahun maksimal 65 tahun)

bagi yg telah melebihi batas usia maksimal khusus untuk perpanjangan diwajibkan utk melengkapi tes kesehatan dan psikologi dari Polri, bila tidak memenuhi persyaratan senjata tersebut agar dihibahkan

g) Pas photo berwarna dasar merah 2 x 3 = 6 lembar

Syarat-Syarat Pemegang Senpi Non Organik TNI / Polri Sesuai Perkap Nomor : 13/X/2006 Tanggal 3 Oktober 2006Tentang Pengawasan Dan Pengendalian Senjata Api Non Organik TNI Atau POLRI Untuk Kepentingan olahraga

Senjata Api Perbakin

Anggota Perbakin yang dapat Menggunakan Senjata Api dan Amunisi Yaitu : a) Sehat jasmani dan rohani


(20)

c) Memiliki kemampuan / kemahiran dlm menguasai dan menggunakan senjata api serta mengetahui perundang-undangan senjata api, termasuk juga dalam hal merawat menyimpan dan penggunaannya.

d) Olaragawan atau atlet penembak yang telah melebihi usia maksimal, apabila masih aktif melakukan kegiatan olahraga pada waktu mengajukan permohonan pembaharuan agar melengkapi persyaratan rekom pb. Perbakin/pengda, keterangan kesehatan dan psikologi.

Penghibahan Senjata Api

Untuk Syarat penghibahan senjata api non organik TNI Atau POLRI untuk kepentingan olahraga Sesuai Perkap No. Pol. : 13 / X / 2006 Tgl 3 Oktober Pasal 14 Huruf A Dan B, pemohon diwajibkan :

mengajukan permohonan rekomendasi kepada Kapolda dengan tembusan Kapolwil / Kapolres setempat dengan dilengkapi persyaratan Sebagai berikut:

a) Rekomendasi Pengda setempat

b) Data lengkap penerima/pemberi hibah

c) Foto Kopi Buku Pas yang Terdaftar Di Polda setempat

d) Data / identitas senjata api dan asal usul senjata api yang dihibahkan data / identitas senjata api / amunisi yang telah dimiliki oleh pemohon e) Foto kopi KTP pemberi / penerima hibah

f) Foto kopi KTA Perbakin g) Surat Pernyataan Hibah

h) Sertifikat Lulus Test Menembak dari Pengda Perbakin setempat i) Surat Keterangan Lulus Test Kesehatan dari Dokter Polri j) Surat Keterangan Lulus Test Psikologi dari Polri

k) Surat Keterangan Penggudangan Senpi dari Pengda Setempat pas poto berwarna dasr merah ukuran 4 x 6 =2 lmb dan ukuran 2 x 3 = 2 lembar.

l) Mengajukan Permohonan Ijin Kepada Kapolri Up. Kabaintelkam Polri tembusan Kapolda setempat dan untuk masing-masing Permohonan, dengan dilengkapi persyaratan meliputi :

1) Rekomendasi Kapolda dan Ketua Pengda setempat

2) Kelengkapan yang sama pada saat mengajukan Permohonan Rekomendasi kepada Kapolda sebagai mana dimaksud huruf A.


(21)

Uuntuk syarat pembaharuan buku pas senjata api non organik TNI atau POLRI untuk kepentingan olahraga sesuai Perkap No. Pol. : 13 / X / 2006 Tgl 3 Oktober Pasal 15 Huruf A Dan B, Pemohon Diwajibkan :

Mengajukan Permohonan Rekomendasi kepada Kapolda dgn tembusan Kapolwil / Kapolres setempat dengan dilengakpi persyaratan sebagai berikut:

a) Rekomendasi Pengda Perbakin setempat b) Foto kopi Buku Pas Senjata Api

c) Tanda Bukti Penitipan Senjata Api dari Pengda Perbakin setempat d) Surat Keterangan Catatan Kepolisian

e) Foto Kopi KTA Perbakin f) Foto KTP Pemohon

g) Mengajukan Permohonan Ijin kepada Kapolri Up. Kabaintelkam Polri Tembusan Kapolda setempat dan untuk masing-masing permohonan dengan dilengkapi persyaratan meliputi :

1) Rekomendasi Kapolda dan Ketua Pengda Perbakin setempat 2) Buku Pas Asli Kepemilikan Senjata Api

3) Kelengkapan yg sama pd saat mengajukan Permohonan Rekomendasi kepada Kapolda sebagaimana dimaksud pada huruf A

Pemindahan / Mutasi Senjata Api Milik Perbakin

Untuk syarat pemindahan / mutasi senjata api dan amunisi non organik TNI Atau POLRI untuk kepentingan olahraga sesuai Perkap No. Pol. : 13 / X / 2006 Tgl 3 Oktober Pasal 17huruf A Dan B, pemohon diwajibkan :

Mengajukan Permohonan Rekomendasi kepada Kapolda dgn tembusan Kapolwil / Kapolres setempat dengan dilengakpi persyaratan sebagai berikut:

a) Foto Kopi Buku Pas

b) Tanda bukti penyerahan / penitipan dari Polda setempat c) Peryataan alasan pindah / identitas pemohon

d) Asal usul senjata api dan latar belakang pemilikan senjata api Mengajukan Permohonan ijin kepada Kapolri Up. Kabaintelkam Polri tembusan Kapolda setempat dan untuk masing-masing permohonan dengan dilengkapi persyaratan meliputi :

1) Rekomendasi Kapolda dan Ketua Pengda Perbakin setempat

2) Kelengkapan yang sama pada saat mengajukan permohonan rekomendasi kepada Kapolda sebagaimana dimaksud pada huruf A.


(22)

Penggudangan Senjata Api Milik Perbakin

Sesuai Perkap No. Pol. : 13 / X / 2006 Tgl 3 Okt 2006 Pasal 19 Ayat 1 , 2 & 3 : a) Penggudangan Senjata api dan amunisi yg sudah memperoleh ijin wajib

disimpan di gudang masing-masing Pengda

b) Penggudangan senjata api yang belum memperoleh ijin kepemilikan dan amunisi yg belum didistribusikan disimpan digudang senjata api Mabes Polri

c) Penggudangan senjata api dan amunisi sebagaimana dimaksud pada ayat i dilakukan pengecekan secara berkala setiap 3 bulan sekali oleh Polda setempat

Pengawasan dan pengendalian terhadap senjata api dilakukan dengan cara mengisi formulir laporan. Pada setiap tindakan yang dilakukan oleh anggota polisi harus dilaporkan kepada atasan secara langsung.Hal inidilakukan supaya ketika terjadi suatu penuntutan baik dalam kasusperdata maupun pidana.Pihak kepolisian dapat membela anggotanyadalam melaksanakan tugas yang sedang diembannya.Laporan tersebut bertujuan melindungi dan memberikan bantuanhukum selain itu sebagai pertanggungjawaban bagi anggota polisi.Laporan yang dimaksudkan tersebut berisi:67

1. Tanggal dan tempat kejadian

2. Uraian singkat peristiwa tindakan pelaku kejahatan atau tersangka,sehingga memerlukan tindakan kepolisian;

3. Alasan/pertimbangan penggunaan kakuatan; 4. Evaluasi hasil penggunaan kekuatan;

5. Akibat dan permasalahan yang ditimbulkan oleh penggunaan kekuatan tersebut.

67

Pasal 14 Peraturan Kapolri Nomor.1 Tahun 2009 Tentang Penggunaan Kekuatan DalamTindakan Kepolisian.


(23)

Pada pengawasan dan pengendalian pada pasal diatas tidak hanyapada penggunaan senjata api namun juga berkenaan dengan tindakankekerasan yang lain. Seperti pengamanan pada keramaian masal bahkantindakan masa yang anarki.Kepolisian juga memiliki protap dalampenanganan tindakan masa yang anarki.Anarki merupakan bentuk pelanggaran hukum yang membahayakankeamanan dan mengganggu ketertiban umum masyarakat sehingga perludilakukan penindakan secara tepat, dan tegas dengan tetapmengedepankan prinsip-prinsip Hak Asasi Manusia (HAM) serta sesuaiketentuan perundang undangan yang berlaku.

Pengendalian, ialah proses yang didasarkan pada laporan pencatatan danperkiraan kebutuhan, untuk memberikan izin senjata api dan amunisi yangmaksimum dan seimbang berdasarkan pertimbangan situasi dan kondisi keamanansetempat.

Pengendalian dengan mengggunakan senjata api atau alatlain untuk menghentikan tindakan atau perilaku anarkiyang dapat menyebabkan luka parah atau kematiananggota polri atau anggota masyarakat ataukerusakandan/atau kerugian harta benda didahuluidengan tembakan peringatan kearah yang tidakmembahayakan, yaitu:68

a) Apabila pelaku tidak mengindahkan tembakan peringatanmaka dilakukan tembakan terarah kepada sasaran yangtidak mematikan;

68


(24)

b) Apabila personel dalam ikatan satuan tidak mampumenangani pelaku anarki segera meminta bantuankekuatan dan perkuatan secara berjenjang; dan

c) Apabila dalam tindakan melumpuhkan yang dilakukan olehpetugas terjadi korban luka petugas, pelaku dan/ataumasyarakat, segera dilakukan pertolongan sesuai prosedurpertolongan dengan menggunakan sarana yang tersedia.

Setiap tindakan yang diambil dalam tugas tersebut, Kasatwil,Kasatfung dan/atau pimpinan satuan lapangan bertanggung jawab terhadapseluruh tindakan kepolisian yang dilakukan anggotanya.Kembali pada pelaporan, dalam hal ini pemerintah dan badan-badanpenegak hukum akan menetapkan prosedur pelaporan dan tinjauan yangefektif bagi semua kejadian yang disebutkan dalam prinsip-prinsip Pemerintah dan badan penegak hukum akan memastikan bahwa suatuproses tinjauan efektif tersedia dan badan berwenang administratif danpenuntutan yang mandiri ada dalam kedudukan untuk melaksanakanyuridiksi dalam keadaan-keadaan yang tepat. Dalam kasus-kasus kematiandan luka parah atau akibat-akibat genting lainnya, laporan terperinci akandikirim segera kepada pejabat yang bertanggungjawab atas tinjauanadministratif dan pengendalian peradilan.

Orang-orang yang terkena dampak penggunaan kekerasan dan senjataapi atau perwakilan hukum mereka akan mendapat peluang untuk memasukisuatu proses mandiri, termasuk proses peradilan. Dalam hal kematian orangsemacam


(25)

itu, ketentuan ini akan berlaku bagi tanggungan mereka.Pemerintah-pemerintah dan badan-badan penegak hukum akanmemastikan bahwa pejabat atasan akan bertanggungjawab, kalau merekatahu, atau seharusnya tahu, bahwa aparatur penegak hukum di bawahkomandonya tengah melakukan, atau telah melakukan, penggunaankekerasan dan senjata api secara tidak sah, dan mereka tidak mengambilseluruh tindakan yang berada dalam kekuasaannya untuk mencegah,menindas atau melaporkan penggunaan tersebut.

Pemerintah-pemerintah dan badan-badan penegak hukum akanmemastikan bahwa tidak ada sanksi pidana dan disiplin dikenakan padaaparatur penegak hukum yang sesuai dengan Kode Etik Aparatur PenegakHukum dan prinsip-prinsip dasar ini, menolak menjalankan suatu perintahuntuk menggunakan kekerasan dan senjata api, atau yang melaporkanpenggunaan hal-hal tersebut oleh para petugas lainnya.

Kepatuhan kepada perintah atasan bukan merupakan pembelaan kalaupejabat penegak hukum tahu bahwa suatu perintah untuk menggunakankekerasan dan senjata api mengakibatkan kematian atau terluka parahnyaseseorang nyata-nyata tidak sah dan mempunyai kesempatan yang cukupuntuk meNomorlak mengikuti perintah tersebut. Bagaimana pun juga,tanggung jawab juga terletak pada atasan yang memberi perintah tidak sah tersebut.69


(26)

BAB IV

AKIBAT HUKUM YANG TIMBUL DARI KEPEMILIKAN SENJATA API BAGI MASYARAKAT SIPIL

A. Hak dan Kewajiban Pemegang Izin Kepemilikan Senjata Api

Hukum di dalamnya mengatur peranan dari para subjek hukum yang berupa hak dan kewajiban.Hakadalah suatu peran yang bersifat fakultatif artinya boleh dilaksanakan atau tidak dilaksanakan, berbeda dengan kewajibanadalah peran yang bersifat imteratif artinya harus dilaksanakan.Pengawasan kebenaran formil menurut hak (rechtimatigheid) dan pemeriksaan kebenaran materiil mengenai maksud tujuan pengeluaran (doelmatigheid).

Kedudukan tersebut sebenarnya adalah suatu wadah yang isinya adalah hak dankewajiban tertentu, sedangkan hak dan kewajiban tersebut dapat dikatakansebagai peran.Oleh karena itu maka ada seseorang yang mempunyai kedudukantertentu dapat dikatakan sebagai pemegang Peran (role

accupant).Suatu haksebenarnya merupakan wewenang untuk berbuat atau tidak

berbuat, sedangkankewajiban adalah beban atau tugas.Suatu peran dapat dijabarkan ke dalam unsur-unsur sebagai berikut :

1) Peran yang ideal (deal role)

2) Peran yang seharusnya (Expexted)

3) Peran yang dianggap oleh diri sendiri (Percieved role) 4) Peran sebenarnya dilakukan (actual role)


(27)

Sedangkan menurut Soejono Soekanto,70 Peran yang ideal yangseharusnya datang dari luar (external).Sedangkan peran yang dianggap oleh diri sendiri serta peran yang sebenarnyadilakukan berasal dari diri sendiri pribadi (Internal). Soejono Soekanto,71

Peran menurut Soejono Soekanto menyangkut 3 (tiga) hal, yaitu :

menyatakan peran adalah aspek dinamis kedudukan (status).Apabila seseorang menjalankan hak dan kewajiban sesuai kedudukannya maka iamenjalankan suatu peran.

72

1) Peran meliputi hal-hal yang berhubungan dengan posisi atau tempat seseorang dalam masyarakat;

2) Peran merupakan serangkaian peraturan-peraturan yang nantinya akan membimbing seseorang dalam kehidupan masyarakat;

3) Peran dapat juga dikatakan sebagai suatu perilaku yang ada di dalam masyarakat dimana seseorang itu berada.

Peran adalah suatu konsep prihal apa yang dapat dilakukan individu maupunkelompok yang penting bagi struktur sosial masyarakat, peran meliputi norma-normayang dikembangkan dengan posisi atau tempat seseorang dalammasyarakat, peran dalam arti ini merupakan rangkaian peraturan-praturan yangmembimbing suatu individu atau pun kelompok dalam kehidupan kemasyarakatan.73

70

Soejono Soekanto, Pengantar Penelitian Hukum, (Jakarta: UI Press, 1982), Hal 268

71

Soejono Soekanto, Ibid, Hal 269

72

Soejono Soekanto, Op-Cit, Hal 270

73


(28)

Hak adalah kuasa untuk menerima atau melakukan suatu yang semestinya diterima atau dilakukan melulu oleh pihak tertentu dan tidak dapat oleh pihak lain manapun juga yang pada prinsipnya dapat dituntut secara paksa olehnya.

Wajib adalah beban untuk memberikan sesuatu yang semestinya dibiarkan atau diberikan melulu oleh pihak tertentu tidak dapat oleh pihak lain manapun yang pada prinsipnya dapat dituntut secara paksa oleh yang berkepentingan. Kewajiban adalah sesuatu yang harus dilakukan.

Kewajiban adalah memelihara, merawat serta mempedomani ketentuan-ketentuan penggunaan senjata api yang berlaku dilingkungan Kepolisian Negara Republik Indonesia. Wajib meminta (meregistrasi) senjata api yang telah memiliki izin dari yang berwenang sesuai pasal 7 ayat (3) dan (4) dengan formulir pasal 14 ayat (7). Wajib membuat laporan pertanggung jawaban penggunaan senjata api, amunisi serta mengajukan pengganti amunisi.

Ciri-ciri yang melekat pada hak menurut hukum, dalam catatan Satjipto Rahardjo74

a. Hak itu dilekatkan kepada seseorang yang disebut sebagai pemilik atau subjek dari hak itu. Ia juga disebut sebagai orang yang memiliki titel atas barang yang menjadi sasaran dari pada hak.

, mengandung unsur-unsur sebagai berikut :

b. Hak itu tertuju kepada orang lain, yaitu yang menjadi pemegang kewajiban. Antara hak dan kewajiban terdapat hubungan korelatif.

74


(29)

c. Hak yang ada pada seseorang ini mewajibkan pihak lain untuk melakukan

(commission) atau tidak melakukan (omission) sesuatu perbuatan, yang

disebut sebagai isi dari pada hak

d. Commission atau omission itu menyangkut sesuatu yang disebut sebagai

objek dari hak,

e. Setiap hak menurut hukum mempunyai titel, yaitu suatu peristiwa tertentu yang menjadi alasan melekatnya hak itu kepada pemiliknya.

Pasal 9 nomor 13 tahun 2006 tentang pengawasan dan pengendalian senjata api serta peluru yang akan digunakan oleh petembak sasaran/target/reaksi dan berburu wajib memiliki izin:

a. pemasukan/impor; b. pengeluaran/ekspor; b. pembelian;

c. pemilikan; d. penghibahan; e. pembaharuan; f. penyimpanan; g. pemindahan/mutasi; h. penggunaan;

i. penggudangan;

j. pemusnahan; dan/atau k. pengangkutan.

Dalam Bab VIII Pasal 40 nomor 8 tahun 2012 tentang pengawasan dan pengendalian senjata api berkewajiban untuk:

a. menyimpan senjata api di gudang Perbakin pada saat tidak dipergunakan; b. menaati peraturan perundang-undangan yang terkait dengan perizinan dan

penggunaan senjata api;


(30)

d. melaporkan kepada kepolisian setempat dan menyerahkan Buku KepemilikanSenjata Api (Buku Pas) kepada Kapolda yang memberikan rekomendasi,apabila senjata api hilang;

e. tidak melakukan alih status atau fungsi penggunaan senjata api olahraga untuk kepentingan lain;

f. penyimpanan senjata api olah raga di rumah bagi atlet yang berprestasi yangtelah memiliki izin penyimpanan, ditempat yang aman dan tidak membahayakan; dan. bagi atlet menembak yang sudah memiliki senjata api melebihi jumlah yangditetapkan sesuai pasal 5 ayat (1) dan pasal 8 ayat (3), kelebihan senjata apitersebut wajib diserahkan untuk disimpan di gudang Polri atau dihibahkankepada atlet menembak yang memenuhi persyaratan.

Sedangkan Hak dalam pemegang senjata api bagi masyarakat sipil yaitu:

a. Berhak melindungi diri dari ancaman perbuatan atau perbuatan pelaku kejahatan atau tersangka yang dapat menimbulkan luka parah atau mematikan; dan

b. Berhak melindungi kehormatan kesusilaan atau harta benda diri sendiri atau dari serangan yang melawan hak dan/atau mengancam jiwa manusia

B. Sanksi bagi Penyalahgunaan Izin Kepemilikan Senjata Api

Peredaran senjata api di Indonesia belakangan terlihat terjadi adanya peningkatan, hal ini terindikasi dengan banyak muncul kasus-kasus penyalahgunaan senjata api di masyarakat. Peredaran senjata api ilegal hingga sampai kepada masyarakat tentu tidak terjadi begitu saja, beberapa sumber penyebab terjadinya yang berkaitan dengan peredaran senjata api, antara lain:75 1) Penyelundupan. Hal ini tidak hanya berkaitan dengan impor, namun juga

ekspor. Hal ini sering dilakukan baik oleh perusahaan-perusahaan eksportir / importir ataupun secara pribadi dengan cara melakukan pemalsuan dokumen tentang isi dari kiriman

75

M.Tito Karnavian, Indonesia Top Scret Membokar Konflik Pos, (Jakarta,Gramedia Pustaka Utama, 2008), Hal 197


(31)

2) Pasokan dari dalam negeri sendiri. Jika kita bicara tentang pasokan dari dalam negeri, maka hal ini erat kaitannya dengan keterlibatan oknum militer ataupun oknum polisi, karena memang mereka dilegalkan oleh undang – undang untuk menyimpan, memiliki dan menggunakan senjata api. Namun pada kenyataannya kepemilikan senjata api yang legal tersebut sering disalahgunakan dengan cara menjual senjata api organik TNI / POLRI dengan harga yang murah kepada masyarakat sipil.

Munculnya berbagai kecaman terhadap penyalahgunaan senjata api sesungguhnya sudah sering mencuat di tengah masyarakat.Terkadang penggunaan senpi tak lagi sesuai fungsi dan tak jarang pemilik menggunakannya semena-mena dengan sikap arogan yang memicu terjadinya ketidaktenangan masyarakat. Larangan penyalahgunaan senjata api meliputi empat hal, yaitu :

1) Memiliki senjata api tanpa ijin.

2) Menggunakan senjata api untuk berburu binatang yang dilindungi. 3) Meminjamkan/menyewakan senjata api kepada orang lain.

4) Serta menggunakan senjata api untuk mengancam atau menakut-nakuti orang lain.

Penyalahgunaan senjata tersebut mulai dari pengancaman, pemukulan, penembakan, modikfikasi senjata, terlibat narkoba dan WNA dan apabila terjadi penyalahgunaan senjata api, otomatis izin kepemilikannya dicabut, izin kepemilikan senjata api juga dicabut apabila sang pemilik meninggal dunia.

Masalah senjata api baik legal maupun illegal sungguh menjadi suatu yang dilematis. Di satu pihak untuk menjaga diri, tapi di pihak lain bisa juga disalahgunakan untuk gagah-gagahan dan menakuti orang. Bahkan di tengarai ada oknum yang menyewakan senjatanya untuk warga sipil. Yang jelas, kepemilikan


(32)

senjata api sudah kebablasan, dan sulit diawasi. Maka pihak-pihak Polri harus bekerja keras mengenai hal itu.

Asas hukum pidana Indonesia mengatur sebuah ketentuan yang mengatakan bahwa suatu perbuatan tidak dapat dihukum selama perbuatan itu belum diatur dalam suatu perundan-undangan atau hukum tertulis.Asas ini dapat dijumpai pada Pasal 1 ayat (1) KUHP yang disebut dengan asas legalitas yaitu asas mengenai berlakunya hukum.Untuk itu dalam menjatuhkan atau menerapkan suatu pemidanaan terhadap saeorang pelaku kejahatan harus memperhatikan hukum yang berlaku.76

Dalam ketentuan Pasal I ayat (1) KUHP, asas legalitas mengandung 3 (tiga) pengertian, yaitu :77

1) Tidak ada perbuatan yang dilarang dan diancam dengan pidana kalau hal itu terlebih dahulu belum dinyatakan dalam suatu aturan undang-undang.

2) Untuk menentukan adanya tindak pidana tidak boleh digunakan analogi. 3) Aturan-aturan hukum pidana tidak berlaku surut.

Dari pengertian point I menyebutkan harus ada aturan undang-undang. Dengan demikian harus ada aturan hukum yang tertulis terlebih dahulu terhadap suatu perbuatan sehingga dapat dijatuhi pidana terhadap pelaku yang melakukan perbuatan pidana. Dengan demikian berdasarkan peraturan yang tertulis akan ditentukan perbuatan apa saja yang dilarang untuk dilakukan yang jika

76

Moeljatno,Op.Cit, Hal 78

77Ibid


(33)

dilanggaruntuk dilakukan yang jika dilanggar menimbulkan konsekuensi hukum yaitu menghukum pelaku.

Beberapa tindak pidana lainnya yang ditimbulkan oleh penggunaan senjata api yang tidak sesuai dengan prosedur yaitu:78

1) Penganiayaan

Undang-undang tidak memberikan ketentuan mengenai apakah yang dimaksud dengan penganiayaan.Menurut yurisprudensi yang dimaksud dengan penganiayaan adalah sengaja menyebabkan perasaan tidak enak (penderitaan), rasa sakit (pijn), atau luka.Di dalam KUHP, penganiayaan diatur dalam Pasal 351, 352, 353, 354.

2) Pemerasan

Diatur dalam Pasal 368 ayat (1) KUHP, yang dinamakan dengan pemerasan dengan kekerasan. Pasal 368 ayat (1) menyatakan diantaranya bahwa: ‘Barangsiapa dengan maksud hendak menguntungkan diri sendiri atau orang lain dengan melawan hak, memaksa orang dengan kekerasan atau ancaman kekerasan, supaya orang itu memberikan barang, yang sama sekali atau sebagainya termasuk kepunyaan orang itu sendiri, kepunyaan orang lain……” 3) Pencurian

Diatur dalam Pasal 362 KUHP yang menyatakan diantaranya bahwa: “Baarangsiapa mengambil sesuatu barang, yang sama sekali atau sebagian termasuk kepunyaan orang lain, dengan maksud akan memiliki barang itu dengan melawan hak, dihukum karena pencurian………….”


(34)

4) Pembunuhan

Diatur dalam Pasal 338 KUHP yang bunyinya sebagai berikut : “Barangsiapa dengan sengaja menghilangkan nyawa orang dihukum karena bersalah melakukan pembunuhan dengan hukuman penjara selama-lamanya lima belas tahun”

Berdasarkan bunyi Pasal 338 KUHP, maka unsur-unsur pembunuhan adalah:79

5) Kelalaian yang menyebabkan kematian a. Barang siapa

Hal ini berarti ada orang tertentu yang melakukannya. b. Dengan sengaja

Dalam ilmu hukum pidana, dikenal 3 (tiga) jenis bentuk sengaja (dolus) yakni:

1. Sengaja sebagai maksud

2. Sengaja dengan keinsyafan pasti

3. Sengaja dengan keinsyafan kemungkinan/dolus eventualis c. Menghilangkan nyawa orang lain

Diatur dalam Pasal 359 KUHP, yang menyatakan bahwa :

“Barangsiapa karena kesalahannya menyebabkan orang mati, dihukum dengan hukuman penjara selama-lamanya lima tahun”. Rumusan karena salahnya adalah unsur kelalaian atau culpa yang menurut ilmu hukum pidana terdiri dari:

a. Culpa dengan kesadaran b. Culpa tanpa kesadaran

79

Leden Marpaung, Tindakan Pidana Terhadap Nyawa Dan Tubuh, (Jakarta:Sinar Grafika, 2002), Hal 22


(35)

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan

Berdasarkan pembahasan yang telah diuraikan prosedur kepemilikan senjata api bagi masyarakat sipil menurut Undang-Undang Darurat Nomor 12 tahun 1951, sebagaimana di atas, maka diperoleh beberapa kesimpulan sebagai berikut:

1. Pengaturan kepemilikan senjata api yaitumemberikan batasan kepada siapa senjata api dapat diberikan. Pada dasarnya senjata api diberikan kepada aparat keamanan yaitu TNI/POLRI. Tetapi senjata api dapat diberikan kepada masyarakat sipil tertentu seperti;Pengusaha dan Pejabat Pemerintah. Sejumlah pengaturan mengenai senjata api yang dianggap ketat ternyata dapat ditembus oleh oknum-oknum tertentu, sehingga celah-celah dalam pengaturan kepemilikan senjata api dapat dengan mudah ditemukan.Dalam standar administratif perizinan senjata api yang terdapat pada UU Darurat No.12 Tahun 1951 tentang Senjata Api, UU No.8 Tahun 1948 tentang Pendaftaran dan Pemberian Izin Pemakaian Senjata Api.

2. Prosedur kepemilikan senjata api yang berlaku di negara Indonesia menurut ketentuan yang berlaku, cara kepemilikan senjata api harus memenuhi persyaratan-persyaratan. Setelah memenuhi persyaratan, maka pemohon juga harus mengetahui bagaimana prosedur selanjutnya yang diarahkan menurut ketentuan yang ada. Prosedur awal pengajuan harus mendapatkan rekomendasi dari Kepolisian Daerah (Polda) setempat, dengan maksud untuk


(36)

mengetahui domisili pemohon agar mudah terdata, sehingga kepemilikan senjata mudah terlacak.Proses pemberian izin dan tes memiliki senjata harus diselesaikan dalam rentang waktu antara tiga sampai enam bulan. Bila gagal dalam batas waktu tersebut, Polri akan menolak melanjutkan uji kepemilikan.Dalam undang-undang disebutkan bahwa ijin kepemilikan senjata api hanya diberikan kepada pejabat tertentu.

3. Hak dari kepemilikan senjata api adalah berhak melindungi diri dari ancaman perbuatan atau perbuatan pelaku kejahatan atau tersangka yang dapat menimbulkan luka parah atau mematikan. Berhak melindungi kehormatan kesusilaan atau harta benda diri sendiri atau dari serangan yang melawan hak dan/atau mengancam jiwa manusia. Kewajiban adalah memelihara, merawat serta mempedomani ketentuan-ketentuan penggunaan senjata api yang berlaku dilingkungan Kepolisian Negara Republik Indonesia. Wajib meminta (meregistrasi) senjata api yang telah memiliki izin dari yang berwenang sesuai pasal 7 ayat (3) dan (4) dengan formulir pasal 14 ayat (7). Wajib membuat laporan pertanggung jawaban penggunaan senjata api, amunisi serta mengajukan pengganti amunisi. Sedangkan sanksi Memiliki senjata api tanpa ijin. Menggunakan senjata api untuk berburu binatang yang dilindungi. Meminjamkan/menyewakan senjata api kepada orang lain. Serta menggunakan senjata api untuk mengancam atau menakut-nakuti orang lain.


(37)

B. Saran

1. Belum ada Undang-undang khusus yang dapat digunakan sebagai pedoman bagi pengaturan kepemilikan senjata api bagi masyarakat sipil. Masyarakat sipil tidak lepas dari aturan permainan hukum itu (rule of law).Segala sesuatu memiliki aturan hukum yang tersendiri. Pengaturan dan penggunaan senjata api haruslah sangat sensitif dan selektif.

2. Prosedur kepemilikan senjata api yang diatur dalam Undang-Undang No 12 Tahun 1951 tentangpemakaian senjata api harus dipertegas izin kepemilikannya bagi masyarakat sipil.prosedur untuk kepemilikan senjata api, pemilik harus mentaati ketentuan dalam membawa dan menggunakan senjata api tersebut.

3. Peraturan tentang hak dan kewajiban setiap pemegang izin kepemilikan senjata api bagi masyarakat sipil yang diatur oleh POLRI/TNI pusat ataupun daerah kurang memadai, maka perlu dirubahnya peraturan dan atau diperbaharui lagi Undang-undang No.12 Tahun 1951 tentang senjata api. Setiap masyarakat sipil dapat meningkatkan Hak dan kewajiban agar terhindar dari sanksi pemegang izin kepemilikan senjata api tersebut.


(38)

BAB II

PENGATURAN KEPEMILIKAN SENJATA API BAGI MASYARAKAT SIPIL

A. Masyarakat Sipil yang Berhak Memiliki Senjata Api

Kasus kriminalitas makin meningkat,korbanpun makin bertambah. Kondisi ini tentu sangat meresahkan masyarakat. Sering terjadi tindak kejahatan tersebut dilakukan dengan menggunakan senjata api dan pihak aparat keamanan tidak bisa berbuat banyak karena volume kejahatan juga meningkat maka banyak kasus tidak dapat terselesaikan secara maksimal.Untuk memerangi kejahatan di lapangan banyak mengalami tantangan cukup berat jumlah personil kepolisian belum seimbang dengan luas cakupan tugasnya serta sarana dan prasarana yang kurang memadai. Meningkatnya senjata api akan menimbulkan pertanyaan sebagian masyarakat mengenai aturan kepemilikan senjata api bagi masyarakat pelaksanaannya selama ini.

Instruksi presiden RI No. 9 tahun 1976 senjata api adalah salah satu alat untuk melaksanakan tugas pokok Angkatan Bersenjata dibidang pertahanan dan keamanan, sedangkan bagi instansi pemerintah di luar Angkatan Bersenjata,


(39)

senjata api merupakan alat khusus yang penggunannya diatur melalui ketentuan Inpres No. 9 Tahun 1976. Yang menginstruksikan agar para Menteri/Pimpinan lembaga pemerintahan dan non pemerintahan membantu Menteri Pertahanan dan Keamanan agar dapat mencapai sasaran tugasnya.

Untuk melaksanakan hal tersebut Menteri Pertahanan dan Keamanan telah membuat kebijakan dalam rangka meningkatkan pengawasan dan pengendalian senjata api dengan Surat Keputusan MenHankam No. KEP-27/XII/1977 tanggal 26 Desember 1977.Dalam keputusan tersebut Direktorat Jenderal Bea dan Cukai termasuk salah satu Instansi Pemerintah yang menurut ketentuan perundang-undangan diberi wewenang menjalankan tugas dibidang keamanan, ketentraman dan ketertiban.

Warga sipil dapat memiliki senjata api kepemilikannya telah diatur dalam undang-undang No. 8 Tahun 1948, tentang pendaftaran dan pemberian izin pemakaian senjata api. Undang-undang ini diberlakukan kembali pada bulan Februari 1999 tepatnya secara garis besar, di Indonesia perizinan kepemilikan senjata api diatur dalam Surat Keputusan KAPOLRI No. POL Nomor SKEP/82/II/2004 tanggal 16 Februari 2004.42

Untuk kalangan sipil senjata api diperbolehkan dimiliki adalah senjata api non organik TNI/POLRI, berupa senjata genggam Kaliber 22 sampai 32, serta senjata bahu golongan non standard TNI Kaliber 12 GA dan KA secara garis besar, di Indonesia perizinan kepemilikan senjata api diatur dalam Surat Keputusan Kapolri No. Pol. 82/II/2004 tanggal 16 Februari 2004 tentang petunjuk pelaksanaan pengamanan pengawasan dan


(40)

pengendalian senjata api non organik TNI/POLRI. Di dalamnya ditentukan, pemohon harus mengajukan melalui Polda setempat, kemudian diteruskan ke Mabes Polri,. Yang dicek pertama kali adalah syarat formal, antara lain kriteria calon yang boleh memiliki senjata api, yaitu pejabat pemerintah, minimalsetingkat Kepala Dinas ditingkat pusat dan setingkat Bupati dan Anggora DPRD di daerah; Pejabat TNI/POLRI, minimal Perwira Menengah atau Perwira Pertama yang tugas operasional: pejabat bank/swasta, minimal Direktur Keuangan; Pengusaha/Pemilik Toko Mas; Satpam atau Polisi khusus yang terlatih.43

Untuk jenis senjata api tajam, pejabat pemerintah yang diberi izin antara lain Menteri, Ketua DPR/MPR-RI, Sekjen, Irjen, Dirjen, Sekretaris Kabinet, Gubernur, Wagub, Sekda/Wil Prop, DPRD Propinsi, Walikota dan Bupati, Pejabat TNI/POLRI dan Purnawirawan, harus golongan Perwira Tinggi dan Pamen berpangkat paling rendah Kompol.44

Untuk jenis senjata api karet, yang diberi izin adalah anggota DPRD Kota /Kabupaten, Camat ditingkat Kotamadya, Instalasi pemerintah paling rendah Gol III anggota TNI/POLRI minimal berpangkat Ipda, pengacara dengan skep menteri kehakiman/pengadilan, dan dokter praktek dengan skep menteri kesehatgan.

Kalangan swasta yang boleh memiliki senjata api tajam, masing-masing komisaris, presiden komisaris, komisaris, presiden direktur, direktur utama, direktur dan direktur keuangan. Golongan profesi, antara lain pengacara senior dengan skep menteri kehakiman/pengadilan, dokter dengan skep menteri kesehatan atau Departemen Kesehatan.

43

Y.Sri Pudyatmoko, “Perizinan” (Jakarta:garsindo, 2009), Hal 302

44


(41)

Kalangan swasta antara lain presiden komisaris, komisaris, dirut, direktur keuangan, direktur bank, PT, CV, PD, Pimpinan perusahaan/organisasi, pedagang mas (pemilik) dan manajer dengan SIUP tbk/Akte pendirian perusahaan (PT, CV, dan PD).

Kepemilikan senjata api perorangan untuk olahraga menembak sasaran/target, menembak reaksi dan olahraga berburu harus mengikuti persyaratan yang telah ditentukan. Untuk menembak sasaran atau target (reaksi) tiap atlet penembak/yang diberikan izin senjata api dan amunisi wajib menjadi anggota perbakin. Mereka harus sehat jasmani dan rohani, umur minimal 18 tahun (maks. 65), punya kemampuan menguasai dan menggunakan senjata api. Dalam hal izin pembelian senjata api, juga harus mendapat rekomendasi Perbakin, surat keterangan catatan permohonan ke Kapolri Up. KabagIntelkam Polri dengan tembusan Kapolda setempat untuk mendapat rekomendasi.

Selain warga negara Indonesia warga negara asing juga bisa memiliki senjata api, selama berada di Indonesia diantaranya:45

a) Sesuai Surat Edaran Menteri Luar Negeri Republik Indonesia Nomor D-184/83/97 tanggal 5 September 1983 yang ditujukan kepada Kepala Perwakilan Diplomatik, Konsuler, Perserikatan Bangsa-Bangsa dan Organisasi-Organisasi Internasional bahwa Warga Negara Asing yang tinggal di Indonesia tidak diizinkan memiliki dan memegang senjata api. b) Warga Negara Asing yang diizinkan memiliki dan memegang senjata api

di Indonesia adalah Pengunjung Jangka Pendek, terdiri dari :


(42)

1) Wisatawan yang memperoleh izin berburu.

2) Tenaga ahli yang memperoleh izin riset dengan menggunakan senjata api.

3) Peserta pertandingan olahraga menembak sasaran. 4) Petugas security tamu negara.

5) Awak kapal laut pesawat udara.

6) Orang asing lainnya yang memperoleh izin transit berdasarkan ketentuan peraturan kemigrasian.

B. Tujuan Pengaturan Kepemilikan Senjata Api bagi Masyarakat Sipil Negara kita adalah negara yang berdasarkan hukum (Rechstaat) tidak berdasarkan atas kekuasaan belaka (machtstaat), maka segala kekuasaan negara harus diatur oleh hukum.Begitu juga masyarakat tidak lepas dari aturan permainan hukum itu (rule of law).Segala sesuatu memiliki aturan hukum yang tersendiri, adapun yang menjadi tujuan pengaturan kepemilikan senjata api yaitu:46

1. Memberikan batasan kepada siapa senjata api dapat diberikan pada dasarnya senjata api diberikan kepada aparat keamanan yaitu TNI/POLRI .Tetapi senjata api dapat diberikan kepada masyarakat sipil tertentu seperti;Pengusaha dan Pejabat Pemerintah.

2. Sebagai Perangkat Hukum dalam Menindak Kepemilikan senjata api Tanpa prosedur. Dengan adanya pengaturan Tentang senjata api, bagi masyarakat yang memiliki senjata api tanpa prosedur dapat dikenai sanksi sesuai dengan UU Darurat No 12 Tahun 1951.

3. Menambah Pemasukan Bagi Pendapatan Negara. Dalam pengurusan Izin senjata api akan dikenakan biaya sebagai penerimaan negara bukan pajak sesuai dengan PP No 31 Tahun 2004 Tentang tarif atas jenis Penerimaan negara bukan pajak yang berlaku pada Kepolisan Negara Republik Indonesia.


(43)

Tujuan sesungguhnya penggunaan senjata api haruslah sangat sensitif dan selektif,tidak disetiap kondisi penangangan kejahatan masyarakat harus menunjukkan,menodongkan bahkan meletuskan senpi miliknya. Dalam pasal 2 Perkap 01Tahun 2009 tentang : tujuan penggunaan kekuatan dalam tindakan kepolisianadalah: mencegah, menghambat, atau menghentikan tindakan pelaku kejahatanatau tersangka yang sedang berupaya atau sedang melakukan tindakan yangbertentangan dengan hukum; mencegah pelaku kejahatan atau tersangkamelarikan diri atau melakukan tindakan yang membahayakan anggota Polri ataumasyarakat; melindungi diri atau masyarakat dari ancaman perbuatan atauperbuatan pelaku kejahatan atau tersangka yang dapat menimbulkan luka parahatau mematikan; atau melindungi kehormatan kesusilaan atau harta benda dirisendiri atau masyarakat dari serangan yang melawan hak dan/atau mengancamjiwa manusia.

Sejumlah pengaturan mengenai senjata api yang dianggap ketat ternyata dapat ditembus oleh oknum-oknum tertentu, sehingga celah-celah dalam pengaturan kepemilikan senjata api dapat dengan mudah ditemukan. Misalnya saja berdasarkan SK tahun 2004 yang mensyaratkan mengenai cara memilki izin kepemilikan senjata api yang mudah, yaitu menyerahkan syarat kelengkapan dokumen seperti KTP, Kartu Keluarga, dan lain-lain, seseorang berusia 24-65 tahun yang memiliki sertifikat menembak dan juga lulus tes menembak, maka dapat memiliki senjata api. SK tahun 2004 tersebut juga mengatur mengenai individu yang berhak memiliki senjata api untuk keperluan pribadi dibatasi


(44)

minimal setingkat Kepala Dinas atau Bupati untuk kalangan pejabat pemerintah minimal Letnan Satu untuk kalangan angkatan bersenjata, dan pengacara atas rekomendasi Departemen Kehakiman.

Sedangkan pengaturan mengenai warga sipil yang memiliki senjata api yaitu diatur dalam undang-undang No. 8 Tahun 1948, tentang pendaftaran dan pemberian izin pemakaian senjata api. Undang-undang ini diberlakukan kembali pada bulan Februari 1999 tepatnya secara garis besar, di Indonesia perizinan kepemilikan senjata api diatur dalam Surat Keputusan KAPOLRI No. POL Nomor SKEP/82/II/2004 tanggal 16 Februari 2004.

Untuk kalangan masyarakat sipil senjata api diperbolehkan dimiliki adalah senjata api non organik TNI/POLRI, berupa senjata genggam Kaliber 22 sampai 32, serta senjata bahu golongan non standard TNI Kaliber 12 GA dan ka Secara garis besar, di Indonesia perizinan kepemilikan senjata api diatur dalam Surat Keputusan Kapolri No. Pol. 82/II/2004 tanggal 16 Februari 2004 tentang petunjuk pelaksanaan pengamanan pengawasan dan pengendalian senjata api non organik TNI/POLRI.47

C. Dasar Hukum Kepemilikan Senjata Api bagi Masyarakat Sipil

Orang-Orang yang boleh menggunakan senjata api, izin kepemilikan senjataapi untuk tujuan bela diri hanya diberikan kepada pejabat tertentu. Menurutketentuannya, mereka harus dipilih secara selektif.Mereka


(45)

masing adalahpejabat swasta atau perbankan, pejabat pemerintah, TNI/Polri danpurnawirawan.48

Personel Pelayanan Kepolisian dibidang Intelkam merupakan kelengkapanpemenuhan kewajiban hukum dari masyarakat yang telah diamanatkan dalamUndang-Undang Nomor 8 Tahun 1948 tentang Pendaftaran dan Pemberian IzinPemakaian Senjata Api dan Undang-Undang Nomor 20 Prp Tahun 1960 tentangKewenangan Perijinan yang diberikan menurut perundang-undangan mengenaisenjata api serta Undang-Undang Nomor 12 Darurat Tahun 1951 tentang PeraturanHukum Istimewa Sementara, dan dalam pelaksanaannya pelaksanaan pelayananpublikterkait dengan perijinan senjata api non organik TNI/polri dan bahanpeledak komersial di Direktorat Intelkam di awaki personil berpangkat Bintara dibawah kendali dan pengawasan Kepala Seksi Pelayanan Administrasi yang berpangkat Komisaris Polisi.49

Senjata api yang diperbolehkan undang-undanguntuk dimiliki oleh masyarakat sipiltelah diatur dalam undang-undang no. 8tahun 1948, tentang pendaftaran dan pemberian izinpemakaian senjata api. Untuk kalangan sipil Terdapat beberapa pengaturan mengenai senjata api, yaitu: Undang-UndangDarurat No.12 Tahun 1951; Undang-Undang No.8 Tahun 1948 dan Perpu No.20Tahun 1960; SK Kapolri No.Skep/244/II/1999 dan; SK Kepala Polri Nomor 82Tahun 2004 Tentang Pelaksanaan Pengawasan dan Pengendalian Senjata Non-Organik.

diakses pada tanggal 02 Desember 2015

49


(46)

senjata apidiperbolehkan dimiliki adalah senjata api non organik TNI/ POLRI yaitu:

a. Senjata genggam kaliber 22 sampai 32

b. Senjata bahu (laras panjang) hanya dengan caliber 12 GA dan kaliber 22.

Dasar hukum yang mengatur mengenai kepemilikan senjata api dalam hal ini adalah:

a) UU Senjata Api 1963 Lembaran Negara 1937 No. 170 dirubah denganLembaran Negara 1939 No. 278 (UU tentang milik, perdagangan danpengangkutan senjata gas, mesiu dan munisi di Indonesia);

b) Peraturan Pemerintah 30 Mei 1939 (Lembaran Negara 1939 No. 279)tentang Peraturan pelaksanaan UU Senjata Api tahun 1939;

c) UU No. 8 tahun 1948 tentang Pendaftaran dan Pemberian Izin Senjata Api;

d) UU No. 12 tahun 1951 (LN.No. 78/51 yo pasal 1 ayat d UU no.8 tahun 1948)tentang Peraturan Hukum Istimewa;

e) UU No. 20 tahun 1960 tentang Kewenangan Perizinan yang diberikanmenurut perundang-undangan Mengenai Senjata Api, Amunisi dan Mesiu;

f) Inpres RI No. 9 th 1976 tentang Wasdal senjata Api dan Amunisi;

g) Keputusan Menhamkam /Pangab No. Kep/27/XII/1977 tanggal 28desember 1977 tentang Tuntutan Kebijaksanaan untuk MeningkatkanPengawasan dan Pengendalian Senjata Api sebagai pelaksananan inpresNo.9 tahun 1976;

h) Skep Pangab No. Skep/49/I/1990 tanggal 23 Januari 1990 tentangKewenangan Perizinan Senjata Api dan bahan peledak;

i) Skep Kapolri No.Pol.: Skep/244/II/1999 tanggal 28 Februari 1999 tentangKetentuan Perijinan Senjata Api Non Organik TNI/Polri untuk bela diri;

j) Ordonasi bahan Peledak (LN 1893 No. 243 dirubah menjadi LN 1931 No.168 tentang Pemasukan, Pemilikan Pembuatan, Pengangkutan dan Pemakaian bahan peledak;

k) Kepres RI No. 86 tahun 1994 tanggal 23 Desember 1994 tentang Perubahanatas kepres RI No. 5 tahun 1988 tentang Pengadaan bahan peledak;

l) Kep menhamkam No. : Kep/010/VI/1988 tanggal 28 Juni 1988 tentangPengawasan dan pengendalian bahan peledak sebagai Pelaksanaan kepresRI No. 5 tahun 1988;


(47)

m) Skep Menhankam No. : Skep/1808/XII/1992 tanggal 08 Desember 1922 tentang Perincian Bahan Peledak;

n) Skep pangab no. : Skep/49/I/1990 tanggal 23 Januari 1990 tentangKewenangan Perijinan Senjata Api dan Bahan Peledak;

o) SkepKapolri No. Pol.: Skep/243/VI/1989 tanggal 14 Juni 1989 tentangPelimpahan Wewenang Menandatangani Surat izin khusu untukpemasukan dan Pengeluaran bahan peledak;

p) Skep Kapolri No. Pol.: Skep/139/I?1995 tanggal 30 Januari 1995 tentang Penunjukan badan-badan Usaha sebagai penyelenggara pengangkutan bahan peledak;

q) Peraturan Kapolri No. 2 tahun 2008 tanggal 29 April 2008 tentang pengawasan, pengendalian dan Pengamanan bahan peledak komersial; r) Kepres RI No. 125 tahun 1999 tanggal 11 Oktober 1999 tentang bahan

Peledak;

s) Skep Kapolri No.Pol.: Skep/82/II/2004 tanggal 16 Februari 2004 tentang pengawasan dan pengendalian Senjata Api Non Organik TNI/Polri; dan t) Peraturan Kapolri No. 13 tahun 2006 tanggal 3 Oktober 2006 tentang

pengawasan, dan pengendalian senpi non organik TNI dan Polri.

Bahaya akan penggunaan senjata api ditangan masayarakat sipil sangatlah penting ditanggapi dengan serius karena senjata api hanya dapat dipengang oleh orang yang betul-betul telah teruji dengan baik antara lain dengan syarat :50

1) Syarat medis. Yaitu calon pengguna harus sehat jasmani, tidak cacat fisik, penglihatan normal, dan syarat-syarat lain berdasarkan pemeriksaan dokter. 2) Syarat psikologis. Seperti tidak mudah gugup, panik, emosional, marah, tidak

psikopat, dan syarat lain berdasarkan tes yang dilakukan tim psikologis POLRI.

3) Memiliki kecakapan menembak. Jadi pemohon harus lulus tes menembak yang dilakukan MABES POLRI dan mendapat sertifikasi.


(48)

4) Berusia 24-65 tahun, memiliki surat keterangan atau keputusan dari suatu instansi, dan berkelakukan baik.

Walau memiliki syarat dan lulus uji maka pemohon harus meminta izin kepada POLRI untuk menggunakan senjata api, namun Mengingat banyaknya tindak kejahatan yang diakibatkan oleh penyalahgunaan senjata api,maka untuk saat sekarang ini pihak POLRI telah memberikan pernyataan tak akan menghentikan pemberian izin kepemilikan dan penggunaan senjata kepada sipil. Akan tetapi izin tersebut hanya berupa perpanjangan dan tidak ada izin baru untuk sipil. Polisi mengeluarkan izin untuk tiga jenis senjata api bagi sipil, yaitu senjata api dengan peluru tajam, peluru karet, dan gas. Untuk peluru tajam, izin yang dikeluarkan untuk senjata api kaliber 31 dan 32. Senjata organik (untuk internal POLRI) adalah kaliber 38.

Jadi tidak sembarangan memiliki senjata api, ingat ancaman bagi pemilikan senjata api sangatlah berat yaitu hukuman mati dan hidup 20 tahun dipenjara paling ringan, oleh karena itu mari kita bersama mentaati peraturan perundangan yang berlaku sehingga tercipta rasa aman dan nyaman.


(49)

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Kehidupan masyarakat yang didambakan oleh pemerintah suatunegara termasuk pemerintah Republik Indonesia ini adalah suatukehidupan dimana warga negaranya dalam keadaan hidup bahagia,sejahtera, aman, adil dan makmur. Kehidupan yang demikian tidak akandapat diwujudkan tanpa adanya faktor-faktor pendukung. Faktorpendukung dalam usaha mensejahterakan warga negara tersebut sangatberagam, mulai dari faktor ekonomi, faktor pendidikan, faktor kesehatan,faktor lingkungan hidup, dan lain sebagainya.Namun semua itu masihditunjang lagi dengan satu faktor yang sangat menentukan, yaitu faktor keamanan.4

Sebagai Negara hukum (rechtstaat) Negara Indonesia mendasarkan setiap Faktor keamanan ini merupakan faktor penentu dari semuakeberhasilan pelaksanaan pembangunan yang sedang dilaksanakanpemerintah Republik Indonesia dewasa ini guna mewujudkan kehendakpemerintah untuk mensejahterakan warga negaranya.Oleh karena diseluruh wilayah Republik Indonesia selalu ditemukan “aparat keamanan”.Secara luas, tanggung jawab mengamankan suatu wilayah, pemerintahmembebankan pada Tentara Nasional Indonesia yang selanjutnya disingkat dengan (TNI) dan Kepolisian Republik Indonesia yang selanjutnya disingkat dengan (POLRI).

4

Andi Dian Pratiwi MN ”Peranan polisi militer angkatan darat dalam menanggulangi tindak pidana penyalahgunaan narkotika di lingkungan tentara nasional Indonesia angkatan darat” (Makasar: UNIV Hasanuddin, 2013), Hal 1


(50)

tindakan dan kcwenangan penguasa atau alat-alat perlengkapannya sesuai dengan hukum yang berlaku. Tindakan tersebut melipuli pelanggaran peraturan hukum ataupelanggaran hak. Sesuai dengan asas Negara Hukum.Pelanggar dapat ditegur ataudihadapkan dimuka alat perlengkapan Negara yang ditugaskan untukmempertahankan hukum itu.5

Negara Indonesia merupakan negara hukum, hal ini tertuang dalamUndang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia tahun 1945 di dalam pasal1 ayat (3) berisi bahwa negara Indonesia adalah negara hukum

(rechstaat).Hal ini berarti juga bahwa negara Indonesia memberi batasan tingkah

lakuterhadap warga negaranya dalam sebuah peraturan atau norma. Peraturan ataunorma tersebut harus sesuai dengan hukum yang telah berlaku

(iusconstitutum).6

Pada dasarnya undang-undang merupakan suatu hasil produk politikhukum yang bersifat pasif.Tanpa adanya aktifitas pelaksana undang-undangoleh aparatur negara, undang-undang merupakan sebuah hasil produk politikhukum yang tidak memiliki daya guna hingga aparatur negara yangberwenang mendayagunakan undang-undang tersebut.Berbagai permasalahan yang timbul dalam masyarakat dengan jumlahdan ragam permasalahan yang berbeda menjadi sebuah tantangan tersendiribagi aparatur penegak hukum dalam menjalankan kewenangannyasebagaimana tujuan undang-undang tersebut diciptakan.Dan menjadi sebuahproblematika tersendiri apabila suatu

5

Hartono Hadisoeprapto, “Pengantar Tata Hukum Indonesia”, Edisi 4, (Yogyakarta: Liberty, 2004), Hal 57

6


(51)

permasalahan yang timbul dalammasyarakat menjadi sangat rumit untuk diselesaikan.

Salah satunya ialahmengenai permasalahan kejahatan yang dipengaruhi oleh peredaran senjataapi di dalam masyarakat. Senjata api pada dasarnya dapat dimiliki olehmasyarakat sipil dengan melalui proses yang cukup ketat.Di era yang kian maju seperti sekarang ini, senjata api seperti bukanlagi sekedar alat yang hanya dimiliki kalangan militer dan diperuntukkanhanya untuk membunuh musuh di medan tempur, tetapi benda ini sudahmenjadi bagian alat olah raga, alat membela diri, bahkan bagi sebagiankalangan benda ini sudah menjadi bagian alat untuk menikmati gaya hidupmereka melalui hobi berburu.Pro dan kontra yang terjadi di masyarakat tentang kepemilikan senjataapi bela diri selama ini memang bisa dimaklumi. Sebagian masyarakatmenganggap, memiliki senjata api bela diri berizin resmi hanya akanmenjadikan si pemilik berlaku arogan dan sok jagoan.

Maraknya persebaran senjata api di kalangan masyarakat sipil adalahsebuah fenomena global. Tidak tertatanya pengawasan terhadapkepemilikan senjata api, baik legal maupun illegal yang dimiliki olehmasyarakat umum, aparat kepolisian dan TNI, merupakan salah satupenyebab timbulnya kejahatan-kejahatan dengan penyalahgunaansenjata api di Indonesia. Sementara korban yang tewas akibatkejahatan ini kebanyakan adalah warga sipil. Di Indonesia, angka pastitentang perdagangan senjata api, legal maupun illegal sulit diperoleh,meski peredarannya di masyarakat sipil dipastikan meningkat tajam.


(52)

Bahaya akan penggunaan senjata api ditangan masayarakat sipil sangatlah penting ditanggapi dengan serius karena senjata api hanya dapat dipegang oleh orang yang betul-betul telah teruji dengan baik antara lain dengan syarat :7

1. Syarat medis. Yaitu calon pengguna harus sehat jasmani, tidak cacat fisik, penglihatan normal, dan syarat-syarat lain berdasarkan pemeriksaan dokter.

2. Syarat psikologis. Seperti tidak mudah gugup, panik, emosional, marah, tidak psikopat, dan syarat lain berdasarkan tes yang dilakukan tim psikologis POLRI.

3. Memiliki kecakapan menembak. Jadi pemohon harus lulus tes menembak yang dilakukan MABES POLRI dan mendapat sertifikasi. 4. Berusia 24-65 tahun, memiliki surat keterangan atau keputusan dari

suatu instansi, dan berkelakukan baik.

Walau memiliki syarat dan lulus uji pemohon harus meminta izin kepada POLRI untuk menggunakan senjata api. Mengingat banyaknya tindak kejahatan yang diakibatkan oleh penyalahgunaan senjata api,maka untuk saat sekarang ini pihak POLRI telah memberikan pernyataan tak akan menghentikan pemberian izin kepemilikan dan penggunaan senjata kepada sipil. Akan tetapi izin tersebut hanya berupa perpanjangan dan tidak ada izin baru untuk sipil.

Polisi mengeluarkan izin untuk tiga jenis senjata api bagi sipil, yaitu senjata api dengan peluru tajam, peluru karet, dan gas. Untuk peluru tajam, izin yang dikeluarkan untuk senjata api kaliber 31 dan 32. Senjata organik (untuk internal POLRI) adalah kaliber 38.Jadi tidak sembarangan memiliki senjata api, ingat ancaman bagi pemilikan senjata api sangatlah berat yaitu hukuman mati dan


(53)

hidup 20 tahun dipenjara paling ringan, oleh karena itu mari kita bersama mentaati peraturan perundangan yang berlaku sehingga tercipta rasa aman dan nyaman

Karena alasan administrasi kepemilikan senjata api kurang tertib danpengawasannya, maka aparat kepolisian tidak tahu pasti berapa banyaksenjata api yang beredar di masyarakat, sehingga kepemilikan senjataapi sulit sekali untuk dilacak.8Bila kita lihat beberapa peristiwa kejahatan denganmenggunakan senjata api, itu dilakukan dengan pengancaman maupunmelukai bahkan menghilangkan nyawa orang lain. Dapat didugabeberapa kemungkinan tentang status kepemilikan senjata api, yaitusenjata api illegal (hasil penyelundupan) ataupun senjata api rakitanatau dibuat sendiri, serta senjata organik yang dimiliki oleh instansi berwenang yang disalahgunakan.9

Kebijakan menurut Hukum Administrasi Negara merupakan produk dari pelaksanaan kewenangan yang berwujud tindak administrasi Negara yang dilakukan pelaksanaan administrasi Negara untuk melaksanakan tugasnya dalam menjalankan pemerintahan.10

8

Sitepu, Rasmita Juliana, Kajian Kriminologi terhadap Penanggpulangan Kejahatan dengan Senjata Api, www.repository.usu.ac.id, diakses pada tanggal 10 Nopember 2015

9

Jamaludin, Ali, Pengaturan Kepemilikan Senjata Api Bagi Masyarakat, www.repository.usu.ac.id, diakses pada tanggal 10 Nopember 2015

10

Safri Nugraha et al, “Hukum Administrasi Negara” (Depok:Badan Penerbit Fakultas Hukum Indonesia, 2005), Hal 76

Kebijakan mengenai senjata api yang dikeluarkan oleh penguasa (POLRI) memikirkan tujuan yang hendak dicapai dari kebijakan yang dibuat tersebut yaitu keamanan. Karena melihat tujuan, maka suatu kebijakan memiliki kaitan untuk mencapai tujuan dari kaidah hukum dalam produk kebijakan. Hal ini termasuk juga, bagaimana agar kebijakan kepemilikian


(1)

PROSEDUR KEPEMILIKAN SENJATA API BAGI

MASYARAKAT SIPIL MENURUT UNDANG-UNDANG

DARURAT NOMOR 12 TAHUN 1951

SKRIPSI

Diajukan Untuk Melengkapi Tugas-Tugas Dan Memenuhi Syarat Untuk Mencapai Gelar Sarjana Hukum

OLEH

GABRIEL HOTASI EVANOCTO NIM: 090200143

Departemen Hukum Administrasi Negara

Disetujui Oleh:

Ketua Departemen Hukum Administrasi Negara

NIP. 196002141987032002 Suria Ningsih, S.H., M.Hum

Dosen Pembimbing I Dosen Pembimbing II

NIP. 196002141987032002 NIP. 196705091993032001 Suria Ningsih, S.H., M.HumErna Herlinda, S.H., M.Hum

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN


(2)

K A T A P E N G A N T A R

Dengan mengucapkan puji dan syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, berkat limpahan rahmat dan karunian-Nya yang maha pemurah lagi maha penyayang, penulis dapat menyelesaikan studi untuk memperoleh gelar Sarjana Hukum (S.H) di Fakultas Hukum Sumatera Utara dengan judul penelitian yaitu, ”Prosedur Kepemilikan Senjata Api Bagi Masyarakat Sipil Menurut Undang-Undang Darurat No. 12 Tahun 1951” Penelitian ini dapat dikerjakan dengan baik dan tepat pada waktunya.

Sehubungan dengan ini dengan kerendahan hati yang tulus dan ikhlas, penulis ucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada:

1. Dekan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara, Bapak Prof. Dr. Runtung, S.H., M.Hum;

2. Pembantu Dekan I Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara, Bapak Prof. Dr. Budiman Ginting, S.H., M.Hum

3. Pembantu Dekan II Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara, Bapak Syafruddin, S.H., M.H., DFM

4. Pembantu Dekan III Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara, Bapak Dr. O.K. Saidin, S.H., M.Hum

5. Ketua DepartemenHukum Administrasi Negara Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara, Ibu Suria Ningsih, S.H., M.Hum sekaligus sebagai Pembimbng I yang telah banyak memberikan petunjuk serta saran yang bermanfaat dan sangat mendukung dalam penyelesaian Skripsi ini; 6. Terima kasih kepada Ibu Erna Herlinda, S.H., M.Hum sebagai

Pembimbing II yang telah banyak memberikan petunjuk serta saran yang bermanfaat dan sangat mendukung dalam penyelesaian Skripsi ini;

7. Bapak/ Ibu dosen pengajar pada Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara yang telah berjasa menyumbangkan Ilmunya yang sangat berarti bagi masa depan saya,

8. Dalam kesempatan ini, dengan penuh sukacita, Peneliti mengucapkan terima kasih kepada Orangtua tercinta ayahanda atas segala jerih payah


(3)

dan pengorbanannya yang tiada terhingga dalam mengasuh, mendidik, membimbing Peneliti sejak lahir, serta senantiasa mengiringi Penulis dan keluarga dengan doa yang tiada putus.

9. Teman-teman seperjuangan pada Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara, serta saudara-saudara, family dan handai toulan yang tidak dapat disebutkan satu persatu

Demikianlah sebagai kata pengantar, mudah-mudahan penelitian ini memberi manfaat bagi semua pihak dalam menambah dan memperkaya wawasan Ilmu Pengetahuan. Khusus kepada penulis, mudah-mudahan dapat memadukan dan mengimplementasikan ilmu serta mampu menjawab tantangan atas perkembangan hukum yang ada dalam masyarakat.

Peneliti menyadari pula, bahwa substansi Skripsi ini tidak luput dari berbagai kekhilafan, kekurangan dan kesalahan, dan tidak akan sempurna tanpa bantuan, nasehat, bimbingan, arahan, kritikan. Oleh karenanya, apapun yang disampaikan dalam rangka penyempurnaan Skripsi ini, penuh sukacita Peneliti terima dengan tangan terbuka.

Semoga Skripsi ini dapat memenuhi maksud penelitiannya, dan dapat bermanfaat bagi semua pihak, sehingga Ilmu yang telah diperoleh dapat dipergunakan untuk kepentingan bangsa.

Medan, Desember 2015.

Penulis,


(4)

Suria Ningsih, S.H., M.Hum1 Erna Herlinda, S.H., M.Hum2

Gabriel Hotasi Evanocto3

1

Dosen Pembimbing I, Depertemen HAN Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara 2

Dosen Pembimbing II, Depertemen HAN Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara 3

Mahasiswa Depertemen HAN Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara

Negara Indonesia merupakan salah satu negara yang sangat ketat dalam menerapkan aturan kepemilikan senjata api bagi kalangan sipil. Hal tersebut dapat kita lihat dalam standar administratif perizinan senjata api yang terdapat pada UU Darurat No.12 Tahun 1951 tentang Senjata Api, UU No.8 Tahun 1948 tentang Pendaftaran dan Pemberian Izin Pemakaian Senjata Api.

Berdasarkan latar belakang di atas, perumusan masalah dalam penelitian ini adalah: 1. Bagaimana pengaturan kepemilikan senjata api bagi masyarakat sipil? 2. Bagaimanakah prosedur perizinan kepemilikan senjata api bagi masyarakat sipil? 3. Bagaimanakah Hak dan kewajiban dari kepemilikan senjata api bagi masyarakat sipil?

Metode pendekatan yuridis normatif ini digunakan dengan maksud untuk mengadakanpendekatan terhadap masalah dengan cara melihat dari segi peraturan perundang-undanganyang berlaku, dokumen-dokumen dan berbagai teori. Pendekatan yuridisnormatif dalam penelitian ini dilakukan dengan cara meneliti sumber-sumber bacaanyang relevan dengan tema penelitian, yang meliputi penelitian terhadap asas-asashukum, sumber-sumber hukum, peraturan perundang-undangan yang bersifatteoritis ilmiah yang dapat menganalisa permasalahan yang akan dibahas.

Kesimpulan Pengaturan kepemilikan senjata api yaitu memberikan batasan kepada siapa senjata api dapat diberikan. Pada dasarnya senjata api diberikan kepada aparat keamanan yaitu TNI/POLRI. Tetapi senjata api dapat diberikan kepada masyarakat sipil tertentu seperti; Pengusaha dan Pejabat Pemerintah. Prosedur kepemilikan senjata api yang berlaku di negara Indonesia menurut ketentuan yang berlaku, cara kepemilikan senjata api harus memenuhi persyaratan-persyaratan. Kewajiban adalah memelihara, merawat serta mempedomani ketentuan-ketentuan penggunaan senjata api yang berlaku dilingkungan Kepolisian Negara Republik Indonesia. Hak dari kepemilikan senjata apiadalah berhak melindungi diri dari ancaman perbuatan atau perbuatan pelaku kejahatan atau tersangka yang dapat menimbulkan luka parah atau mematikan. Berhak melindungi kehormatan kesusilaan atau harta benda diri sendiri atau dari serangan yang melawan hak dan/atau mengancam jiwa manusia.

Saran belum ada Undang-undang khusus yang dapat digunakan sebagai pedoman bagi pengaturan kepemilikan senjata api bagi masyarakat sipil. prosedur untuk kepemilikan senjata api harus dipertegas kepemilikannya dalam membawa dan menggunakan senjata api tersebut. Peraturan tentang hak dan kewajiban setiap pemegang izin kepemilikan senjata api bagi masyarakat sipil yang diatur oleh POLRI/TNI pusat ataupun daerah kurang memadai, maka perlu dirubahnya peraturan Undang-undang No.12 Tahun 1951 tentang senjata api.

Kata Kunci : Prosedur Kepemilikan Senjata Api, Masyarakat Sipil, Undang-Undang Darurat No. 12 Tahun 1951 Tentang Senjata Api


(5)

DAFTAR ISI

Halaman

KATA PENGANTAR ... i

ABSTRAK ... iii

DAFTAR ISI ... iv

BAB I : PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang ... 1

B. Perumusan Masalah ... 10

C. Tujuan Penelitian dan Manfaat Penelitian ... 10

D. Keaslian Penelitian ... 11

E. Tinjauan Kepustakaan ... 12

F. Metode Penelitian... 24

G. Sistematika Penulisan ... 28

BAB II : PENGATURAN KEPEMILIKAN SENJATA API BAGI MASYARAKAT SIPIL ... 30

A. Masyarakat sipil yang berhak memiliki senjata api ... 30

B. Tujuan pengaturan kepemilikan senjata api bagi masyarakat sipil ... 34

C. Dasar hukum kepemilikan senjata api bagi masyarakat sipil... 36

BAB III : PROSEDUR PERIZINAN KEPEMILIKAN SENJATA API BAGI MASYARAKAT SIPIL ... 41

A. Instansi yang berwenang mengeluarkan izin kepemilikan senjata api bagi masyarakat sipil ... 41

B. Prosedur perolehan izin kepemilikan senjata api ... 46

C. Pengawasan dan Pengendalian terhadap senjata api bagi masyarakat sipil ... 54


(6)

BAB IV : AKIBAT HUKUM YANG TIMBUL DARI KEPEMILIKAN

SENJATA API BAGI MASYARAKAT SIPIL ... 62

A. Hak dan kewajiban pemegang izin kepemilikan senjata api ... 62

B. Sanksi bagi penyalahgunaan izin kepemilikan senjata api ... 66

BAB V : KESIMPULAN DAN SARAN ... 71

A. Kesimpulan ... 71

B. Saran ... 73

DAFTAR PUSTAKA ... 74

Dosen Pembimbing I Dosen Pembimbing II

NIP. 196002141987032002 NIP. 196705091993032001 Suria Ningsih, S.H., M.HumErna Herlinda, S.H., M.Hum