Teori Equity atau kewajaran Jane Pearson menyatakan bahwa karyawan

b. Kebutuhan akan kekuasaan : Kebutuhan untuk membuat orang lain berperilaku dengan cara yang diinginkan c. Kebutuhan akan afiliasi : Hasrat akan hubungan persahabatan dan kedekatan antar personal. 5. Teori Goal Setting Edwin Locke teori ini menyatakan bahwa niat yang dinyatakan sebagai tujuan, dapat menjadi sumber utama dari motivasi kerja. Kita dapat mengatakan dengan tingkat keyakinan yang tinggi, bahwa tujuan yang spesifik dapat meningkatkan kinerja dan bahwa tujuan yang sulit dicapai, bila diterima, menghasilkan kinerja yang lebih tinggi daripada tujuan-tujuan yang mudah dicapai. 6. Teori Reinforcemen B F Skinner teori ini memiliki pendekatan perilaku, yang menyatakan bahwa reinforcement membentuk perilaku.

7. Teori Equity atau kewajaran Jane Pearson menyatakan bahwa karyawan

membandingkan apa yang mereka berikan ke dalam suatu situasi kerja input terhadap apa yang mereka dapatkan dari pekerjaan tersebut outcome dan kemudian membandingkan rasio input-outcome mereka dengan rasio input- outcome rekan kerja sejawatnya. Jika mereka menganggap rasio input-outcome mereka sama dengan orang lain, keadaan tersebut dianggap adil. Jika rasio tidak sama, rasa ketidak adilan muncul; artinya karyawan cenderung melihat diri mereka sendiri kurang diberi penghargaan. Bila ketidak adilan terjadi, karyawan akan berusaha untuk melakukan koreksi. 8. Teori ekspektasi Victor Vrooms pada dasarnya teori ekspektasi menyatakan bahwa kekuatan dari kecenderungan untuk bertindak dengan cara tertentu Universitas Sumatera Utara tergantung pada kekuatan dari suatu harapan bahwa tindakan tersebut akan diikuti dengan hasil tertentu serta pada daya tarik hasil tersebut bagi individu. Oleh karena itu, teori ini mengemukakan tiga variabel berikut ini : a. Daya tarik : Pentingnya individu mengharapkan outcome dan penghargaan yang mungkin dapat dicapai dalam bekerja. Variabel ini mempertimbangkan kebutuhan-kebutuhan individu yang tidak terpuaskan. b. Kaitan kinerja penghargaan : Keyakinan individu bahwa dengan menunjukkan kinerja pada tingkat tertentu akan mencapai outcome yang diinginkan. c. Kaitan upaya kinerja : Probabilitas yang diperkirakan oleh individu bahwa dengan menggunakan sejumlah upaya tertentu akan menghasilkan kinerja. Meskipun ada beberapa aktivitas manusia yang terjadi tanpa motivasi, namun hampir semua perilaku sadar mempunyai motivasi, atau sebab. Pekerjaan para manajer adalah mengidentifikasi dan menggerakkan motif pegawai untuk berprestasi baik dalam pelaksanaan tugas atau mengurangi ketidak seimbangan. Dalam kehidupan sehari-hari, istilah motivasi memiliki pengertian yang beragam baik yang berhubungan dengan prilaku individu maupun perilaku organisasi, dan dasar utama pelaksanaan motivasi oleh seorang pimpinan adalah pengetahuan dan perhatian terhadap prilaku manusia yang dipimpinya sebagai suatu faktor penentu keberhasilan organisasi yang memandang manusia sebagai faktor penentu keberhasilan yang berarti pula menuntut adanya perhatian serius pada semua permasalahan kebutuhan. Seorang pemimpin yang berhasil dalam melaksanakan fungsi motivasi adalah pemimpin yang mempunyai kemampuan untuk merealisasikan Universitas Sumatera Utara adanya sinkronisasi antara tujuan pribadi para anggota organisasi dengan tujuan pribadi para anggota organisasi dengan tujuan organisasi itu sendiri.

2.2.2.1. Faktor-faktor Penentu Motivasi Kerja

Manfaat motivasi yang utama adalah menciptakan gairah kerja, sehingga produktivitas kerja meningkat. Sementara itu, manfaat yang diperoleh karena bekerja dengan orang-orang yang termotivasi adalah pekerjaan dapat diselesaikan dengan tepat. Artinya pekerjaan diselesaikan sesuai standar yang benar dan dalam skala waktu yang sudah ditentukan, serta orang senang melakukan pekerjaannya. Sesuatu yang dikerjakan karena ada motivasi yang mendorongnya akan membuat orang senang mengerjakannya. Orang pun akan merasa dihargaidiakui, hal ini terjadi karena pekerjaannya itu betul-betul berharga bagi orang yang termotivasi, sehingga orang tersebut akan bekerja keras. Hal ini dimaklumi, karena dorongan yang begitu tinggi menghasilkan sesuai target yang mereka tetapkan. Kinerjanya akan dipantau oleh individu yang bersangkutan dan tidak akan membutuhkan terlalu banyak pengawasan serta semangat juangnya akan tinggi Ishak dan Tanjung : 2003. Setiap orang memerlukan 5 lima kebutuhan yang telah dikemukakan oleh Maslow sebagaimana diuraikan di atas sebagai sumber motivasi dalam rangka meningkatkan semangat kerjanya. Namun yang paling penting bagi seseorang adalah motivasi yang dimulai dari dalam dirinya sendiri motivasi instrinsik, sesuai dengan pendapat Hasibuan 2003 bahwa “Motivasi yang paling berhasil adalah pengarahan diri sendiri oleh pekerja yang bersangkutan. Keinginan atau dorongan tersebut harus datang dari individu itu sendiri dan bukanlah dari orang lain dalam bentuk kekuatan dari luar”. Universitas Sumatera Utara Berdasarkan beberapa penjelasan diatas disimpulkan bahwa motivasi kerja adalah suatu perangsang keinginan dan daya gerak yang menyebabkan seseorang bersemangat dalam bekerja karena terpenuhi kebutuhannya. Karyawan yang bersemangat dalam bekerja disebabkan telah terpenuhinya kebutuhannya seperti gaji yang cukup, keamanan dalam bekerja, bebas dari tekanan dari pimpinan maupun rekan sekerja, dan kebutuhan lainnya, hal ini akan berdampak pada kepuasan kerja yang akhirnya mampu menciptakan kinerja yang baik. Motivasi kerja adalah kekuatan yang mendorong semangat yang ada di dalam maupun diluar dirinya baik itu yang berupa reward maupun punishment, sehingga Luthans 2003 menyatakan bahwa :” pada manusia terdapat sepuluh faktor motivasi motivation factor yang disebut dengan satisfier atau intrinsic motivation, yang meliputi :1. prestasi yang diraih achievement, 2. pengakuan orang lain recognition, 3. tanggung jawab responsibility, 4. peluang untuk maju advancement, 5. kepuasan kerja itu sendiri the work itself, 6. dan pengembangan karir the possibility of growth. Sedangkan faktor pemelihara maintenance factor yang disebut dengan disatisfier atau extrinsic motivation meliputi, 1. kompensasi; 2. keamanan dan keselamatan kerja; 3. kondisi kerja; 4. status; 5. prosedur perusahaan; 6. Mutu dari supervisi teknis dari hubungan interpersonal diantara teman sejawat, atasan, dan bawahan”.

2.2.3. Teori Budaya Organisasi

Budaya Organisasi organizational culture sering muncul ke permukaan dan menjadi bahan pembicaraan dan kajian, baik di kalangan praktisi maupun ilmuwan. Diskusi dan seminar diadakan untuk membicarakan hal-hal yang berkaitan dengan Universitas Sumatera Utara pengembangan budaya organisasi. Hal ini menunjukkan bahwa budaya organisasi itu dirasakan penting dan memiliki manfaat langsung maupun tidak langsung bagi perkembangan organisasi. Sejak berdirinya organisasi atau perusahaan, secara sadar atau tidak pendiri meletakkan dasar bagi budaya organisasi yang didirikan. Pertumbuhan organisasi, sebagai hasil interaksi organisasi dengan lingkungannya, juga dalam mengusahakan pengembangan organisasinya, secara sadar perlu merubah nilai-nilai pokok tertentu. Budaya organisasi perlu juga menyesuaikan diri terhadap pertumbuhan perusahaan. Ketika orang berbicara soal budaya, maka yang dimaksudkan bukan hanya sesuatu yang “dimiliki” bersama, tapi ada makna kedalaman kadang tidak terukur, kasat mata, dan tidak disadari. Menurut Robbins 2002, terdapat tiga perspektif budaya organisasi, yaitu : ”budaya yang kuat, budaya yang sesuai dan budaya yang adaptif”. Budaya kuat mengacu pada nilai inti organisasi yang dipegang secara intensif dan dianut bersama secara meluas oleh anggota organisasi, namun budaya yang kuat tidaklah cukup untuk dapat meningkatkan kinerja. Diperlukan adanya perspektif yang ke dua, yaitu budaya yang sesuai dengan konteksnya. Adapun yang dimaksud dengan kesesuaian konteks di sini adalah kesesuaian antara budaya dengan filosofi organisasi visi, misi, tujuan organisasi; kesesuaian dengan kondisi objektif dari lingkungan industrinya; dan kesesuaian dengan strategi yang dijalankan oleh organisasi. Budaya yang kuat namun tidak sesuai dengan konteks budaya yang seharusnya akan mengakibatkan organisasi kehilangan arah dan menimbulkan ketidak-sesuaian jalur yang semestinya ditempuh. Kuatnya budaya organisasi akan terlihat jelas dari bagaimana karyawan Universitas Sumatera Utara memandang suatu budaya sehingga berpengaruh terhadap perilaku anggota-anggota dalam organisasi yang menggambarkan motivasi, dedikasi, kreativitas, komitmen dan kepuasan yang tinggi. Semakin kuat budaya organisasi, semakin tinggi komitmen, pada akhirnya akan meningkatkan kinerja. Oleh karenanya, keunikan karakteristik suatu organisasi yang dicerminkan oleh budaya organisasi, perlu dikembangkan dan dianut oleh anggota organisasi tersebut. Budaya organisasi mengandung bauran nilai-nilai, kepercayaan, asumsi, persepsi, norma, kekhasan, dan pola perilaku. Budaya relatif stabil karena perubahannya sangat lamban.

2.2.3.1. Pengertian Budaya Organisasi

Armstrong 2005 mendefinisikan bahwa : ”budaya perusahaan sebagai pola asumsi dasar yang ditemukan oleh kelompok tertentu, ditemukan atau dikembangkan untuk mempelajari cara mengatasi masalah-masalah adaptasi dari luar dan cara berintegrasi, yang telah berfungsi dengan baik atau di anggap berlaku, dan karena itu, harus diajarkan kepada para anggota baru sebagai yang benar untuk mengundang, memikirkan, dan merumuskan masalah-masalah ini”. Robbins 2006 mendefinisikan bahwa : “budaya organisasi organization culture sebagai suatu sistem makna bersama yang dianut oleh anggota-anggota yang membedakan organisasi tersebut dengan organisasi lain”. Lebih lanjut, Robbins 2006 menyatakan bahwa : “sebuah sistem pemaknaan bersama dibentuk oleh warganya yang sekaligus menjadi pembeda dengan organisasi lain. Sistem pemaknaan bersama merupakan seperangkat karakter kunci dari nilai-nilai organisasi”. “a system of shared meaning held by members that distinguishes the organization from other organization. This system of shared meaning is, on closer examination, a set of key characteristics that the organization values”. Universitas Sumatera Utara Pendapat lain dikemukakan oleh Susanto 2007 yang menyatakan bahwa : “budaya organisasi adalah sebagai nilai-nilai yang menjadi pedoman sumber daya manusia untuk menghadapi permasalahan eksternal dan usaha penyesuaian integrasi ke dalam perusahaan sehingga masing-masing anggota organisasi harus memahami nilai-nilai yang ada dan bagaimana mereka harus bertindak dan berperilaku”. Luthans 2003 menjelaskan bahwa : ”budaya organisasi merupakan norma- norma dan nilai-nilai yang mengarahkan perilaku anggota organisasi”. Agar dapat diterima oleh lingkungannya, maka setiap anggota organisasi akan berperilaku sesuai dengan budaya yang berlaku pada organisasi tersebut. Jadi budaya organisasi berhubungan dengan lingkungan yang merupakan gabungan dari asumsi, perilaku, cerita, ide dan pemahaman penting untuk menentukan bagaimana seharusnya bekerja dalam suatu organisasi. Definisi serupa diberikan oleh Van Muijen 2004 yang menyatakan bahwa : “budaya perusahaan dapat digambarkan sebagai kumpulan dari nilai, norma, ungkapan, dan perilaku yang ikut menentukan bagaimana orang-orang dalam perusahaan saling berhubungan”. Hofstede 2005 mengemukakan bahwa, ”pada tingkat organisasi, budaya merupakan serangkaian asumsi, keyakinan, dan nilai-nilai dan persepsi dari para anggota organisasi yang mempengaruhi dan membentuk sikap dan perilaku kelompok yang bersangkutan”. Berdasarkan pengertian-pengertian diatas, budaya organisasi dapat dikatakan sebagai aturan main yang ada di dalam perusahaan yang akan menjadi pegangan dari sumber daya manusia dalam menjalankan kewajibannya dan nilai-nilai untuk berperilaku di dalam organisasi. Nilai-nilai tersebut tercermin dalam perilaku dan sikap mereka sehari-hari selama Universitas Sumatera Utara mereka berada dalam organisasi tersebut dan sewaktu mewakili organisasi berhadapan dengan pihak “luar”. Dengan kata lain, budaya organisasi mencerminkan “cara karyawan melakukan sesuatu membuat keputusan, melayani orang yang dapat dilihat kasat mata dan dirasakan terutama oleh orang diluar organisasi tersebut. Orang luar sebenarnya dapat mengenali budaya sebuah organisasi begitu memasuki pintu gerbang sebuah kantor. Misalnya saja cara petugas menerima tamu, kondisi ruangan, pakaian seragam, cara menerima telepon. Dapat juga dikatakan budaya organisasi adalah pola terpadu perilaku manusia di dalam organisasi termasuk pemikiran-pemikiran, tindakan-tindakan, pembicaraan-pembicaraan yang dipelajari dan diajarkan kepada generasi berikutnya.

2.2.3.2. Proses Terbentuknya Budaya Organisasi

Budaya bisa dilihat sebagai “fenomena” yang mengelilingi kehidupan orang banyak dari hari ke hari, bisa direkayasa dan dibentuk. Jika budaya dikecilkan ruang lingkupnya ke tingkat organisasi atau bahkan ke kelompok yang lebih kecil, akan dapat terlihat bagaimana budaya terbentuk, ditanamkan, berkembang, dan akhirnya direkayasa, diatur, dan diubah. Budaya organisasi akan mempengaruhi cara anggota organisasi memberikan interaksi dan integritas terhadap institusi. Jika budaya organisasi yang terbangun mampu mempengaruhi anggota organisasi dalam bersikap dan berinteraksi, maka organisasi atau institusi tersebut akan menemukan angota- anggota organisasi yang memiliki dedikasi dan loyalitas yang baik terhadap organisasi tersebut, berikut digambarkan bagai mana proses terbentuknya budaya organisasi. Universitas Sumatera Utara Sumber : Robbins 2002 Gambar 2.1 : Proses Terbentuknya Budaya Organisasi Budaya diturunkan dari filsafat pendirinya. Selanjutnya budaya itu akan mempengaruhi kriteria yang digunakan dalam mempekerjakan pegawai. Tindakan dari manajemen puncak menentukan iklim umum dari perilaku yang dapat diterima baik dan yang tidak. Bagaimana bisa disosialisasikan akan tergantung pada tingkat sukses yang dicapai dalam mencocokkan nilai-nilai pegawai baru dengan nilai-nilai organisasi.

2.2.3.3. Tingkatan Budaya Organisasi

Menurut Daft 2002, terdapat tiga tingkatan budaya, yaitu : 1. Artifak artifact, adalah budaya organisasi tingkat pertama, yaitu hal-hal yang dilihat, didengar dan dirasa ketika seseorang berhubungan dengan suatu kelompok baru. Artifak bersifat kasat mata visible, misalnya lingkungan fisik organisasi, cara berperilaku, cara berpakaian, dan lain-lain. Karena antara organisasi yang satu dengan organisasi lainnya artifak-nya berbeda-beda, maka Filosofi Pendiri Kriteria Seleksi Manajemen Puncak Sosialisasi Budaya Organisas Universitas Sumatera Utara anggota baru dalam suatu organisasi perlu belajar dan memberikan perhatian terhadap budaya organisasi tersebut. 2. Nilai espoused values, merupakan alasan yang diberikan oleh sebuah organisasi untuk mendukung caranya melakukan sesuatu. Ini adalah budaya organisasi tingkat kedua yang mempunyai tingkat kesadaran yang lebih tinggi dari pada artifak. Pada tingkat ini, baik organisasi maupun anggota organisasi memerlukan tuntunan strategi, tujuan dan filosofi dari pemimpin organisasi untuk bersikap dan bertindak. Oleh karena itu, untuk memahami espoused values ini, seringkali dilakukan wawancara dengan anggota kunci organisasi misalnya, atau menganalisa kandungan artifak seperti dokumen. 3. Asumsi dasar basic assumptions, merupakan bagian penting dari budaya organisasi. Asumsi ini merupakan reaksi yang dipelajari yang bermula dari nilai- nilai yang didukung karena merupakan keyakinan yang dianggap sudah ada oleh anggota suatu organisasi seperti kepercayaan, persepsi ataupun perasaan yang menjadi sumber nilai dan tindakan. Budaya organisasi tingkat ketiga ini menetapkan cara yang tepat untuk melakukan sesuatu dalam sebuah organisasi, yang seringkali dilakukan lewat asumsi yang tidak diucapkan. Asumsi yang benar akan memberikan arah dan makna bagi kehidupan organisasi yang lebih baik. Sedangkan asumsi yang salah dan hidup dalam sebuah organisasi akan merugikan kehidupan organisasi tersebut.

2.2.3.4. Fungsi dan Manfaat Budaya Organisasi

Menurut Robbins 2002 , Budaya organisasi memiliki beberapa fungsi dalam organisasi, yaitu : Universitas Sumatera Utara 1. Memberi batasan untuk mendefinisikan peran, sehingga memperlihatkan perbedaan yang jelas antar organisasi. 2. Memberikan pengertian identitas terhadap anggota organisasi. 3. Memudahkan munculnya komitmen terhadap sesuatu yang lebih besar dibanding minat anggota organisasi secara perorangan. 4. Menunjukkan stabilitas sistem sosial . 5. Memberikan pengertian dan mekanisme pengendalian yang dapat dijadikan pedoman untuk membentuk sikap serta perilaku para anggota organisasi. 6. Membantu para anggota organisasi mengatasi ketidak pastian, karena pada akhirnya budaya organisasi berperan untuk membentuk pola pikir dan perilaku anggota organisasi. Ada beberapa manfaat yang dapat diperoleh kedua belah pihak, baik organisasi maupun para anggotanya, manakala suatu organisasi menerapkan budaya organisasi, dalam pengertian memberi perhatian pada sistem nilai yang dianut organisasi. Manfaat tersebut adalah: 1 memberikan pedoman bagi tindakan pengambilan keputusan; 2 mempertinggi komitmen organisasi; 3 menambah konsistensi perilaku para anggota organisasi; dan 4 mengurangi keraguan para anggota organisasi, karena budaya memberitahukan pada mereka bagaimana sesuatu dilakukan dan apa yang dianggap penting.

2.2.3.5. Karakteristik Budaya Organisasi

Menurut Robbins 2002, ada tujuh ciri-ciri utama yang secara keseluruhan mencakup pentingnya budaya organisasi. Ketujuh ciri-ciri tersebut adalah : 1. Inovasi dan pengambilan keputusan, Sejauhmana karyawan didukung untuk menjadi inovatif dan berani mengambil resiko. 2. Perhatian terhadap detail. Sejauhmana karyawan diharapkan menunjukkan kecermatan, analisis dan perhatian terhadap detail. 3. Orientasi terhadap hasil. Sejauhmana manajemen lebih berfokus pada hasil- hasil dan keluaran daripada kepada teknik-teknik dan proses yang digunakan untuk mencapai keluaran tertentu. 4. Orientasi terhadap individu. Sejauhmana keputusan-keputusan yang diambil manajemen ikut untuk mempertimbangkan efek-efek hasil terhadap individu yang ada dalam organisasi. Universitas Sumatera Utara 5. Orientasi tim. Sejauhmana kegiatan-kegiatan kerja lebih diorganisasi dalam tim, bukan secara perorangan. 6. Agresivitas. Sejauhmana agar orang-orang berlaku agresif dan bersaing, dan tidak bersikap santai. 7. Stabilitas. Sejauhmana kegiatan-kegiatan keorganisasian lebih menekankan status quo dibandingkan dengan pertumbuhan. O’Reilly, Chatman, dan Caldwell2005, menemukan ciri-ciri budaya organisasi sebagai berikut : 1. Inovasi dan pengambilan resiko. Mencari peluang baru, mengambil resiko, bereksperimen dan tidak merasa terhambat oleh kebijakan-kebijakan dan praktek-praktek formal. 2. Stabilitas dan keamanan. Menghargai hal-hal yang dapat diduga sebelumnya, keamanan dan penggunaan dari aturan-aturan yang mengarahkan perilaku. 3. Penghargaan terhadap orang. Memperlihatkan toleransi, keadilan dan penghargaan terhadap orang lain. 4. Orientasi hasil. Memiliki perhatian dan harapan yang tinggi terhadap hasil capaian dan tindakan. 5. Orientasi tim dan kolaborasi. Bekerja bersama secara terkordinasi dan berkolaborasi. 6. Keagresifan dan persaingan. Mengambil tindakan-tindakan tegas menghadapi para pesaing. Budaya organisasi menjadi sangat penting untuk diperhatikan oleh suatu institusi atau lembaga, karena budaya organisasi akan mencerminkan dinamika organisasi sebagai satu kesatuan yang utuh sebagai ujud interaksi yang sangat diharapkan mampu memberikan kenyamanan dan kepastian bekerja.

2.2.3.6. Sumber-sumber Budaya Organisasi

Isi dari suatu budaya organisasi terutama berasal dari tiga sumber Robbins : 2006, yaitu : 1. Pendiri organisasi. Pendiri sering disebut memiliki kepribadian dinamis, nilai yang kuat, dan visi yang jelas tentang bagaimana organisasi seharusnya. Pendiri mempunyai peranan kunci dalam menarik karyawan. Sikap dan nilai mereka siap diteruskan kepada karyawan baru. Akibatnya, pandangan mereka diterima oleh karyawan dalam organisasi, dan tetap dipertahankan sepanjang Universitas Sumatera Utara pendiri berada dalam organisasi tersebut, atau bahkan setelah pendirinya meninggalkan organisasi. 2. Pengalaman organisasi menghadapi lingkungan eksternal. Penghargaan organisasi terhadap tindakan tertentu dan kebijakannya mengarah pada pengembangan berbagai sikap dan nilai. 3. Karyawan, hubungan kerja. Karyawan membawa harapan, nilai, sikap mereka ke dalam organisasi. Hubungan kerja mencerminkan aktivitas utama organisasi yang membentuk sikap dan nilai. Robbins 2001 menyatakan bahwa budaya organisasi organizational culture sebagai suatu sistem makna bersama yang dianut oleh anggota-anggota yang membedakan organisasi tersebut dengan organisasi yang lain.” Robbins 2001 menyatakan ada 10 sepuluh dimensi budaya organisasi yaitu : ”Inisiatif individu, toleransi terhadap tindakan, pengarahan, integrasi, dukungan manajemen, kontrol, identitas, sistem imbalan, toleransi konflik dan pola komunikasi”. Jadi budaya organisasi sering dibentuk oleh pengaruh orang-orang yang mendirikan organisasi tersebut, oleh lingkungan eksternal dimana organisasi beroperasi, dan oleh karyawan serta hakekat dari organisasi tersebut. Nilai-nilai budaya apabila dikaitkan dengan kehidupan organisasi, seyogianya dijadikan sebagai budaya organisasi dengan peran dan fungsi antara lain : 1. Pengendalian diri masing-masing anggota organisasi. 2. Perekat anggota organisasi untuk membangun kepentingan organisasi dan kepentingan bersama. 3. Perekat solidaritas antara anggota organisasi untuk hidup saling menghargai, menghormati dan saling mendukung. Budaya organisasi yang berfungsi seperti itu dalam suatu organisasi akan menjadi alat untuk menyemangati dan mendorong aktifitas-aktifitas para sumber daya Universitas Sumatera Utara manusia tersebut dalam rangka mewujudkan cita-cita dan perjuangan organisasinya. Prinsip ”saling mendukung”, dalam kehidupan organisasi tidak kalah pentingnya, oleh karena esensinya adalah terwujudnya kebersamaan dalam rangka melaksanakan tugas, fungsi dan atau misi organisasi. Tanpa kebersamaan jangan diharapkan dapat terwujudnya tujuan organisasi sebagaimana telah ditetapkan. Kebersamaan dalam organisasi, dapat dilihat dari dua dimensi, yaitu kebersamaan terhadap intern organisasi dan kebersamaan terhadap ekstern organisasi atau pihak-pihak terkait stakeholders. Diantara kedua dimensi itu perlu dipelihara dan dikembangkan sehingga saling bersinergi, saling mendukung yang pada akhirnya memberi manfaat terhadap peningkatan kinerja organisasi organization performance. Apabila berbicara mengenai kebersamaan, maka tidak dapat dilepaskan dari budaya organisasi yang telah ditetapkan dan menjadi komitmen masing-masing individu atau semua pihak dalam organisasi. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa kerjasama baik yang dituangkan dalam bentuk kerja tim, hubungan kerja sebagai akibat fungsionalisasi, maupun karena sinergisme akan sangat bermanfaat dan merupakan sarana yang handal untuk meningkatkan kinerja organisasi.

2.2.4. Teori Kinerja

Penilaian kinerja karyawan adalah masalah penting bagi seluruh perusahaan. Untuk mengetahui peningkatan tentang diri karyawan dalam pelaksanaan pekerjaannya adalah melalui penilaian kinerja. Namun demikian, kinerja yang memuaskan tidak terjadi secara otomatis. Pelaksanaan penilaian kinerja harus mampu memotivasi karyawan sehingga menciptakan rasa puas dan ketenangan bekerja serta mampu menciptakan budaya kerja yang tinggi. Penilaian kinerja harus Universitas Sumatera Utara dilaksanakan secara terus menerus dan sistematis untuk memperoleh hasil penilaian kinerja yang objekif. Selain itu, diperlukan pelaksanaan penilaian kerja yang baik, sehingga program yang disusun dapat berpengaruh terhadap pegawai yang dinilai. Dengan perkataan lain, program tersebut harus dapat memotivasi peningkatan, pengembangan tanggung jawab dan meningkatkan keterikatan karyawan dalam organisasi.

2.2.4.1. Pengertian Kinerja

Kinerja merupakan terjemahan dari bahasa Inggris, work performance atau job performance tetapi dalam bahasa Inggris sering disingkat menjadi performance saja. Dalam bahasa Indonesia disebut juga prestasi kerja. Kinerja pada dasarnya adalah apa yang dilakukan atau tidak dilakukan karyawan Hasibuan 2005 menyatakan bahwa : ”kinerja adalah suatu hasil kerja yang dicapai seseorang dalam melaksanakan tugas-tugas yang dibebankan kepadanya yang didasarkan atas kecakapan, pengalaman, dan kesungguhan serta waktu”. Lebih tegas lagi As’ad 2003 menyatakan bahwa : “kinerja adalah succesfull role achievement yang diperoleh seseorang dari perbuatan-perbuatannya”. Jadi kinerja organisasi merupakan hasil yang diinginkan organisasi dari perilaku orang- orang di dalamnya. Kinerja atau prestasi kerja performance diartikan sebagai ungkapan kemampuan yang didasari oleh pengetahuan, sikap, ketrampilan dan motivasi dalam menghasilkan sesuatu. Oleh karena itu output baik kualitas maupun kuantitas yang dicapai Sumber Daya Manusia persatuan periode waktu dalam melaksanakan tugas kerjanya sesuai dengan tanggung jawab yang diberikan kepadanya. Universitas Sumatera Utara

2.2.4.2. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kinerja

Masalah kinerja selalu mendapat perhatian dalam manajemen karena sangat berkaitan dengan produktivitas lembaga atau organisasi. Kinerja karyawan adalah yang mempengaruhi seberapa banyak mereka memberi kontribusi kepada organisasi yang antara lain termasuk : kuantitas output, kualitas output, jangka waktu output, kehadiran di tempat kerja, dan sikap kooperatif. Tampaknya dimensi lain dari kinerja mungkin tepat untuk pekerjaan pekerjaan tertentu, tetapi yang didata ini adalah yang paling umum, yang mengidentifikasikan elemen-elemen yang paling penting dari suatu pekerjaan. Sebagai contoh, pekerjaan sebagai dosen, memiliki kriteria pekerjaan seperti mengajar, penelitian dan pengabdian serta pelayanan. Mangkunegara 2002 menyatakan bahwa: ”kinerja adalah hasil kerja secara kualitas kerja, kuantitas kerja keandalan kerja dan sikap kerja yang dicapai oleh seorang karyawan dalam melaksanakan tugasnya sesuai dengan tanggung jawab yang diberikan kepadanya”. Kriteria pekerjaan adalah faktor yang terpenting dari apa yang dilakukan orang di pekerjaannya. Kriteria pekerjaan menjelaskan yang sudah dibayar oleh organisasi untuk dikerjakan para karyawannya. Oleh karena itu, kriteria-kriteria ini penting dan harus diukur, dibandingkan dengan standar yang ada. Hasilnya harus dikomunikasikan kepada setiap karyawan. Pekerjaan hampir selalu memiliki lebih dari satu kriteria atau dimensi untuk dinilai, dan ini berarti bahwa si karyawan mungkin berkinerja lebih baik dalam satu kriteria dibandingkan kriteria lainnya. Beberapa kriteria mungkin memiliki nilai lebih penting daripada kriteria lainnya. Pembobotan adalah suatu cara untuk menunjukkan hal ini. Misalnya, di beberapa Universitas Sumatera Utara perguruan tinggi atau akademi, pengajaran yang dilakukan dosen merupakan bagian pekerjaan yang memiliki bobot yang lebih besar dibandingkan dengan penelitian atau pengabdian. Pada saat mengukur kinerja, adalah penting menentukan kriteria yang relevan. Umumnya, kriteria itu relevan ketika difokuskan pada aspek yang paling penting dari pekerjaan si karyawan. Sebagai contoh, menilai seorang petugas pelayanan kepuasan konsumen dalam suatu perusahaan dari “penampilan”, tentu saja kurang relevan dibandingkan dengan jumlah telepon yang ditanganinya. Contoh ini menekankan bahwa kriteria pekerjaan yang terpenting harus diidentifikasi dan dikaitkan dengan deskripsi pekerjaan. Pekerjaan umumnya melibatkan beberapa tugas dan tanggung jawab. Jika penilaian kinerja mengabaikan beberapa tanggung jawab yang penting, maka penilaian menjadi tidak efisien. Sebagai contoh, jika kinerja seorang pewawancara hanya dinilai dari jumlah pelamar yang dipekerjakan, dan bukannya kualitas pelamar, maka hal ini bisa jadi tidak efisien. Jika beberapa kriteria yang tidak relevan dimasukkan, maka kriteria bisa dikatakan sudah terkontaminasi. Memang diakui bahwa banyak orang mampu tetapi tidak mau sehingga tetap tidak menghasilkan kinerja. Demikian pula halnya banyak orang mau tetapi tidak mampu, juga tetap tidak menghasilkan kinerja apa-apa. Kinerja adalah sesuatu yang dicapai atau prestasi yang diperlihatkan atau kemampuan bekerja, dengan kata lain bahwa kinerja dapat diartikan sebagai prestasi kerja. Kinerja merupakan kuantitas dan kualitas pekerjaan yang diselesaikan oleh individu, maka kinerja merupakan output pelaksanaan tugas. Kinerja mempunyai hubungan yang erat dengan masalah produktivitas, karena merupakan indikator Universitas Sumatera Utara dalam menentukan bagaimana usaha untuk mencapai tingkat produktivitas yang tinggi dalam suatu organisasi. Hasibuan 2001 menyatakan bahwa : “produktivitas adalah perbandingan antara keluaran output dengan masukan input”. Faktor- faktor yang mempengaruhi kinerja menurut Anoraga 2004 menyatakan : ”faktor- faktor yang dapat mempengaruhi kinerja karyawan seperti: motivasi, pendidikan dan latihan, disiplin kerja, keterampilan, sikap etika kerja, gizi dan kesehatan, tingkat penghasilan, lingkungan dan budaya organisasi, teknologi, sarana produksi, jaminan sosial, manajemen kepemimpinan dan kesempatan berprestasi karir”.

2.3. Kerangka Konseptual

Dosen yang memiliki tingkat kemampuan yang baik dan didorong oleh kuatnya motivasi kerja akan dapat melaksanakan tugasnya dengan baik sehingga dapat menghasilkan tamatan alumni yang berkualitas dan profesional sesuai dengan harapan. Proses pembelajaran sangat tergantung pada motivasi dosen. Untuk itu motivasi kerja dosen harus selalu ditingkatkan. Upaya-upaya untuk meningkatkan motivasi kerja itu harus selalu dipikirkan. Staf pengajar yang memiliki tingkat kemampuan yang memadai tetapi tidak memiliki motivasi kerja untuk melaksanakan tugasnya dapat mengakibatkan tidak tercapainya tujuan yang diharapkan. Pemikiran di atas sejalan dengan pendapat yang dikemukakan Siagian 2002 yang menyatakan bahwa, ”motivasi sebagai keseluruhan proses pemberian motif bekerja pada karyawan sedemikian rupa, sehingga karyawan mau bekerja dengan ikhlas demi tercapai tujuan”. Selanjutnya menjadi bagian dari organisasi berarti menjadi bagian dari budayanya. Pada kaitan organisasi, maka budaya organisasi adalah niali-nilai yang mendasar dalam cara mengelola serta mengorganisasikannya. Niali-nilai itu Universitas Sumatera Utara merupakan keyakinan yang dipegang teguh dan kadang-kadang tidak terungkapkan. Nilai-nilai dan semangat ini merupakan suatu kunci yang sangat strategis, bahkan menjadi alat motivasi masing-masing individu dan atau organisasi dalam usaha menjawab tantangan serta usaha memanfaatkan peluang guna meningkatkan kinerja organisasi. Menurut Davis 2006 bahwa “Iklim organisasi dapat mempengaruhi motivasi, prestasi kerja, dan kepuasan kerja”. Iklim mempengaruhi hal itu dengan membentuk harapan karyawan tentang konsekuensi yang akan timbul dari berbagai tindakan. Para karyawan mengharapkan imbalan, prestasi atas dasar persepsi mereka terhadap iklim organisasi. Steers 2005 juga mengatakan bahwa “Iklim organisasi dapat mempengaruhi prestasi kerja dan kepuasan kerja”. Gibson 2004 mengatakan bahwa“. Unsur-unsur iklim organisasi ikut menyumbang pada prestasi organisasi yang efektif seperti komunikasi, evaluasi prestasi kerja, pengambilan keputusan, sosialisasi, dan pengembangan karier”. Banyak hal yang berpengaruh di dalam organisasi sehingga terbentuklah iklim organisasi, salah salah satunya adalah kerjasama antara pemimpin dan bawahan. Pemimpin dan bawahan bersama-sama menciptakan suasana dalam organisasi menjadi nyaman, sehingga kesertaan dan keserasian di dalamnya semakin meningkatkan kinerja organisasi tersebut. Robert Stringer 2002 mengemukakan bahwa : “terdapat lima faktor yang menyebabkan terjadinya iklim suatu organisasi, yaitu lingkungan eksternal, strategi, praktik kepemimpinan, pengaturan organisasi, dan sejarah organisasi”. Masing-masing faktor ini sangat menentukan, oleh karena itu Universitas Sumatera Utara orang yang ingin mengubah iklim suatu organisasi harus mengevaluasi masing- masing faktor tersebut. Riduwan 2006 mengemukakan bahwa : “kompetensi profesional, motivasi kerja dan disiplin kerja dosen adalah merupakan faktor-faktor internal yang mempengaruhi kinerja dosen dalam suatu lembaga pendidikan tinggi, sedangkan faktor eksternal yang mempengaruhi kinerja dosen adalah iklim organisasi, akreditasi, dan hubungan antar lembaga pendidikan” Wirawan 2007 menyatakan bahwa : “iklim organisasi dalam institusi pendidikan tinggi juga mempengaruhi kinerja dosen”. Iklim organisasi adalah persepsi anggota organisasi dan mereka yang secara tetap berhubungan dengan organisasi mengenai apa yang ada atau yang terjadi di lingkungan internal organisasi secara rutin yang mempengaruhi sikap dan prilaku anggota organisasi yang kemudian menentukan kinerja organisasi. Hasibuan 2003 menyatakan bahwa motivasi berasal dari kata latin movere yang berarti ‘dorongan atau daya penggerak’. Hasibuan mengemukakan bahwa : ”motivasi adalah pemberian daya penggerak yang menciptakan kegairahan kerja seseorang, agar mereka mau bekerja sama, efektif dan terintegrasi dengan segala upayanya untuk mencapai kepuasan”. Winardi 2007 mengatakan bahwa :”kinerja dosen juga ditentukan oleh motivasi dosen dalam bekerja”. Motivasi adalah sesuatu yang menimbulkan semangat atau dorongan kerja, sehingga kuat atau lemahnya motivasi kerja pegawai ikut menentukan kinerja karena kinerja seseorang tergantung pada kekuatan motifnya. Motif yang dimaksud disini adalah keinginan dan dorongan atau gerak yang ada Universitas Sumatera Utara dalam diri setiap individu untuk mencapai suatu sasaran. Seseorang yang mempunyai motivasi tinggi, ia akan bekerja keras, mempertahankan langkah kerja keras, dan memiliki perilaku yang dapat dikendalikan sediri ke arah sasaran-sasaran penting. Kuatnya budaya organisasi akan terlihat jelas dari bagaimana karyawan memandang suatu budaya sehingga berpengaruh terhadap perilaku anggota-anggota dalam organisasi yang menggambarkan motivasi, dedikasi, kreativitas, komitmen dan kepuasan yang tinggi. Robbins 2006 mendefinisikan bahwa : “budaya organisasi organization culture sebagai suatu sistem makna bersama yang dianut oleh anggota-anggota yang membedakan organisasi tersebut dengan organisasi lain”. Semakin kuat budaya organisasi, semakin tinggi komitmen yang pada akhirnya akan meningkatkan kinerja. Oleh karenanya, keunikan karakteristik suatu organisasi yang dicerminkan oleh budaya organisasi, perlu dikembangkan dan dianut oleh anggota organisasi tersebut. Budaya organisasi mengandung bauran nilai-nilai, kepercayaan, asumsi, persepsi, norma, kekhasan, dan pola perilaku. Budaya relatif stabil karena perubahannya sangat lamban. Budaya akan meningkatkan komitmen organisasi dan meningkatkan konsistensi dari perilaku pegawai yang akan menuntun pegawai ke arah yang penting bagi organisasi. Jika budaya yang diterapkan dalam organisasi tidak mencerminkan prestasi dan kinerja, maka organisasi itu akan mengalami kerugian, karena karyawan dan pegawai memiliki karakter yang cenderung tidak disiplin. Inilah yang harus diperhatikan oleh para pimpinan suatu organisasi. Universitas Sumatera Utara Djokosantoso 2003 menyatakan bahwa : ”ada keterkaitan hubungan antara budaya organisasi dengan kinerja organisasi, semakin baik kualitas faktor-faktor yang terdapat dalam budaya organisasi, maka makin baik kinerja organisasi tersebut”. Iklim organisasi yang baik akan mendorong seluruh anggota organisasi atau institusi mengikuti aturan yang telah ada dan budaya organisasi akan mempengaruhi motivasi kerja dosen tanpa harus ada paksaan dari pimpinan. Hal ini sangat berkaitan dengan pola budaya organisasi yang diterapkan di organisasi atau instansi terkait. Mangkunegara 2002 menyatakan bahwa : ”kinerja adalah hasil kerja secara kualitas dan kuantitas yang dicapai oleh seorang karyawan dalam melaksanakan tugasnya sesuai dengan tanggung jawab yang diberikan kepadanya”. Berdasarkan jurnal pendidikan, Educational Leadership 2000 untuk menjadi profesional dan memiliki kinerja yang baik, seorang dosen dituntut untuk memiliki lima hal : Pertama, dosen mempunyai komitmen kepada mahasiswa dan proses belajarnya. Kedua, dosen menguasai secara mendalam bahanmata pelajaran yang diajarkannya serta cara mengajarkannya kepada para mahasiswa. Ketiga, dosen bertanggung jawab memantau hasil belajar mahasiswa melalui berbagai teknik evaluasi, mulai cara pengamatan dalam perilaku mahasiswa sampai tes hasil belajar; Keempat, dosen mampu berpikir sistematis tentang apa apa yang akan dilakukannya, dan belajar dari pengalamannya. Kelima, dosen seyogianya merupakan bagian dari masyarakat belajar dalam lingkungan profesinya. Sehubungan dengan uraian tersebut maka kinerja dosen yang diukur dalam penelitian ini merupakan penilaian yang dilakukan oleh diri sendiri selaku dosen yang menyangkut tugasnya sebagai pengajar. Berdasarkan kajian teori di atas, hal-hal Universitas Sumatera Utara yang dinilai terdiri dari : 1. kesetiaan dan komitmen yang tinggi pada tugas mengajar, 2. menguasai dan mengembangkan metode, 3. menguasai bahan pelajaran dan menggunakan sumber belajar, 4. bertanggung jawab memantau hasil belajar mengajar, 5. disiplin dalam mengajar dan tugas lainnya, 6. kreativitas dalam pelaksanaan pengajaran, 7. melakukan interaksi dengan mahasiswa untuk menimbulkan motivasi, 8. memiliki kepribadian yang baik, jujur dan obyektif dalam membimbing mahasiswa, 9. mampu berfikir sistematis tentang apa yang dilakukannya, dan 10. paham dalam administrasi pengajaran. Berdasarkan penjabaran di atas, untuk memperjelas hubungan variabel- variabel tersebut dapat digambarkan seperti dibawah ini : Sumber : Wirawan 2007, Winardi 2007, Jokosantoso 2003, Mangkunegara 2002 Gambar 2.2 Kerangka Konseptual 2.4. Hipotesis Penelitian Berdasarkan kerangka konseptual yang telah dikemukakan di atas maka hipotesis penelitian ini adalah : “Iklim Organisasi dan Motivasi Kerja serta Budaya Organisasi berpengaruh terhadap Kinerja Dosen Akademi Pariwisata Medan”. BAB III KINERJA DOSEN Y Iklim Organisasi X 1 Motivasi Kerja X 2 Budaya Organisasi X 3 Universitas Sumatera Utara METODE PENELITIAN 3.1. Jenis dan Sifat Penelitian Jenis penelitian ini adalah deskriptif kuantitatif. Nazir 2005 menyatakan bahwa : “penelitian deskriptif adalah metode dalam penelitian status kelompok manusia, suatu pemikiran, ataupun suatu kelas peristiwa pada masa sekarang yang bertujuan untuk membuat deskripsi, gambaran, atau lukisan secara sistematis, faktual dan akurat mengenai fakta-fakta, sifat-sifat serta hubungan antar fenomena yang diselidiki”. Adapun sifat penelitian ini adalah penelitian explanatory. Sugiyono 2007 menyatakan bahwa : “penelitian explanatory merupakan penelitian yang bermaksud menjelaskan kedudukan variabel-variabel yang diteliti serta hubungan antara satu variabel dengan yang lainnya”.

3.2. Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilakukan di Akademi Pariwisata Medan, yang beralamat di jalan Rumah Sakit Haji No. 12 Medan. Waktu penelitian mulai dari bulan September 2011 sampai dengan Desember 2011.

3.3. Populasi dan Sampel

Populasi dalam penelitian ini seluruh dosen tetap PNS di Akademi Pariwisata Medan yang berjumlah 65 orang.Untuk menentukan sampel digunakan 47 Universitas Sumatera Utara pendekatan menurut Arikunto 2002 yang menyatakan : “Apabila subjeknya kurang dari 100 orang lebih baik diambil semua sehingga penelitiannya merupakan penelitian populasi.” Sugiyono 2003 menyatakan : ”apabila semua anggota populasi dijadikan sampel disebut sampling jenuh atau istilah lainnya adalah sensus”. Jumlah sampel yang diteliti sama dengan jumlah populasi dari subjek yang akan diteliti.

3.4. Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data yang dipergunakan pada penelitian ini adalah : 1. Wawancara interview dilakukan dengan pihak yang berhak dan berwenang memberikan informasi atau data di Akademi Pariwisata Medan. 2. Daftar pertanyaan questionaire yaitu dengan memberikan sejumlah pertanyaan kepada seluruh dosen Akademi Pariwisata Medan. 3. Studi dokumentasi, dilakukan dengan mengumpulkan data dan mempelajari dokumen-dokumen yang diperoleh dari Akademi Pariwisata Medan yang berkaitan dengan masalah yang diteliti.

3.5. Jenis dan Sumber Data

Jenis dan sumber data yang digunakan untuk penelitian ini adalah : 1. Data primer ; merupkan data yang langsung dikumpulkan peneliti dari responden yakni seluruh dosen Akademi Pariwisata Medan yang dijadikan sampel penelitian dari penyebaran kuesioner dan wawancara. 2. Data sekunder ; data yang diperoleh dari hasil studi dokumentasi, data yang berupa informasi tambahan yang diperlukan peneliti yang diperoleh dari Akademi Pariwisata Medan. Universitas Sumatera Utara

3.6. Identifikasi dan Definisi Operasional Variabel

Identifikasi variabel hipotesis penelitian adalah iklim organisasi X 1 , motivasi kerja X 2 dan budaya organisasi X 3 1. Iklim Organisasi X sebagai variabel bebas dan kinerja dosen Y sebagai variabel terikat adalah sebagai berikut : 1 Iklim Organisasi merupakan persepsi bersama secara objektif yang mencirikan kehidupan dalam organisasi. 2. Motivasi Kerja X 2 Motivasi Kerja merupakan hal-hal yang mendorong para dosen untuk bekerja secara lebih baik dan lebih bertanggung jawab terhadap tugas-tugas yang diembannya. 3. Budaya Organisasi X 3 Budaya Organisasi merupakan nilai-nilai dan norma-norma yang dijalankan sebuah organisasi terkait dengan lingkungan dimana organisasi tersebut menjalankan kegiatannya. 4. Kinerja Dosen Y Kinerja merupakan optimalisasi hasil kerja sesuai standart yang dapat dicapai oleh seseorang atau kelompok orang dalam suatu organisasi sesuai dengan wewenang dan tanggung jawab masing-masing dalam upaya pencapaian tujuan. Universitas Sumatera Utara Tabel 3.1. Operasionalisasi Variabel Penelitian No Variabel Defenisi Operasionalisasi Dimensi Indikator Skala Pengukuran 1. Iklim Organisasi X1 Persepsi bersama seca ra objektif yang men cirikan kehidupan da lam organisasi 1. Tanggung jawab 2. Identitas 3. Kehangatan 4. Dukungan 5. Konflik 1. Beban kerja 2. Pengembangan diri 3. Kondisi lingkungan fisik 4. Keserasian alat kerja 5. Interaksi rekan kerja dan penyelia. 6. Sikap pimpinan 7. Administrasi 8. Pengelolaan Konflik Skala Likert 2. Motivasi Kerja X2 Hal-hal yang mendo rong para dosen untuk bekerja secara lebih baik dan lebih bertang gung jawab terhadap tugas-tugas yang diem bannya. 1. Prestasi Kerja 2. Pengaruh 3. Pengendalian 4. Ketergantungan 5. Pengembangan 6. Afiliasi 1. Mendapatkan umpan balik 2. Memberikan tanggung jawab pribadi 3. Bekerja keras 4. Bekerjasama dengan orang lain 5. Sosialisasi 6. Kepribadian 7. Pengalaman kerja Skala Likert 3. Budaya Organisasi X3 Nilai-nilai dan norma yang dianut dan dijalan kan oleh sebuah organi sasi terkait dengan ling kungan di mana organi sasi tersebut menjalan kegiatannya 1. Inisiatif individu 2. Toleransi terhadap tindakan 3. Pengarahan 4. Integrasi 5. Dukungan manajemen 6. Kontrol 7. Identitas 8. Sistem imbalan 9. Toleransi konflik 10. Pola komunikasi 1. Wewenang yang diberikan 2. Melaksanakangagasan-gasan baru 3. Penyampaian tujuan 4. Kerja sama tim 5. Keberadaan pimpinan 6. Kesempatan mengem bangkan diri kebijakan organisasi 7. Peraturan 8. Kenaikan pangkat dan gaji Skala Likert 4. Kinerja Dosen Y Optimalisasi hasil kerja sesuai standar yang da pat dicapai oleh sese orang atau kelompok orang dalam suatu orga nisasi sesuai dengan we wenang dan tanggung jawab masing masing dalam upaya pencapai an tujuan orga nisasi. 1. Kualitas kerja 2. Kuantitas kerja 3. Keandalan kerja

4. Sikap kerja 1.