Kerangka Teoretik KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA TEORETIK

yang merupakan upaya biasanya oleh orang lain untuk membuat tugas pembelajar menjadi lebih mudah.

2.1.5 Elisitasi

Kalau seseorang pengajar ingin mengetahui seberapa dekat pengetahuan dan keterampilan seorang pembelajar dengan bahasa sasaran yang dipelajarinya, dia harus membuat suatu “tes”. Banyak tes yang dapat dilakukan untuk mengetahui kemampuan seseorang pembelajar apakah materi yang diajarkan sudah dikuasai atau belum. Untuk itu, peneliti cenderung tidak melakukan tes, tapi elisitasi, yaitu teknik memperoleh data dengan tanya jawab.

2.2 Kerangka Teoretik

Berdasarkan kajian pustaka yang telah dipaparkan di atas, peneliti menarik suatu kerangka berpikir untuk melakukan penelitian yaitu penelitian tentang semantik leksikal lebih mengarah kepada pemaknaan yang merujuk pada suatu acuannya, penyesuaian suatu makna kata dengan makna dalam kamus. Teori yang digunakan pada penelitian ini ialah teori referensial acuan atau korespondensi, yaitu adalah teori yang melihat hubungan antara kata dan acuan yang dinyatakan lewat simbol bunyi bahasa baik berupa kata maupun frase atau kalimat. Simbol bahasa dan rujukan atau acuan tidak mempunyai hubungan langsung. Teori ini menekankan hubungan langsung antar kata dengan acuannya yang ada di alam nyata. Jika kita menerima bahwa makna sebuah ujaran adalah acuannya. Siswa–siswa yang menjadi objek Universitas Sumatera Utara penelitian mengemukakan makna suatu kata dan peneliti tidak melihat atau mempertimbangkan kemampuan pembelajarannya tetapi bagaimana siswa menginterpretasikan makna dari tiap kata tersebut. Oleh karena itu peneliti menggunakan elisitasi untuk memperoleh data dengan tanya jawab tanpa menguji kemampuan pembelajaran dengan materi yang diajarkan. Penelitian ini sebelumnya belum pernah dilakukan oleh peneliti lain, namun peneliti sendiri telah melakukan studi awal pada sekolah tersebut untuk melihat fenomena yang terjadi pada siswa sekolah dasar dalam konsep pemaknaan kata. Semantik dalam bahasa Indonesia berasal dari bahasa Yunani ‘sema’ kata benda yang berarti ‘tanda’ atau ‘lambang’. Kata kerjanya adalah ‘semaino’ yang berarti ‘menandai’atau ‘melambangkan’. Yang dimaksud tanda atau lambang disini adalah tanda-tanda linguistik Perancis : signé linguistique. Menurut Ferdinan de Saussure 1966, tanda lingustik terdiri dari : 1 Komponen yang menggantikan, yang berwujud bunyi bahasa. 2 Komponen yang diartikan atau makna dari komponen pertama. Kedua komponen ini adalah tanda atau lambang, dan sedangkan yang ditandai atau dilambangkan adaah sesuatu yang berada di luar bahasa, atau yang lazim disebut sebagai referent acuan hal yang ditunjuk. Jadi, Ilmu Semantik adalah : 1. Ilmu yang mempelajari hubungan antara tanda-tanda linguistik dengan hal-hal yang ditandainya. 2. Ilmu tentang makna atau arti. Universitas Sumatera Utara Istilah Semantik lebih umum digunakan dalam studi ingustik daripada istilah untuk ilmu makna lainnya,seperti Semiotika, semiologi, semasiologi,sememik, dan semik. Ini dikarenakan istilah-istilah yang lainnya itu mempunyai cakupan objek yang cukup luas,yakni mencakup makna tanda atau lambang pada umumnya. Termasuk tanda lalulintas, morse, tanda matematika, dan juga tanda-tanda yang lain sedangkan batasan cakupan dari semantik adalah makna atau arti yang berkenaan dengan bahasa sebagai alat komunikasi verbal. Berlainan dengan tataran analisis bahasa lain, semantik adalah cabang imu linguistik yang memiliki hubungan dengan Imu Sosial, seperti sosiologi dan antropologi. Bahkan juga dengan filsafat dan psikologi. Semantik berhubungan dengan sosiologi dikarenakan seringnya dijumpai kenyataan bahwa penggunaan kata tertentu untuk mengatakan sesuatu dapat menandai identitas kelompok penuturnya. Contohnya: Penggunaan pemilihan kata ‘cewek’ atau ‘wanita’, akan dapat menunjukkan identitas kelompok penuturnya.Kata ‘cewek’ identik dengan kelompok anak muda, sedangkan kata ‘wanita’ terkesan lebih sopan, dan identik dengan kelompok orang tua yang mengedepankan kesopanan. Semantik dianggap berkepentingan dengan antropologi dikarenakan analisis makna pada sebuah bahasa, menalui pilihan kata yang dipakai penuturnya, akan dapat menjanjikan klasifikasi praktis tentang kehidupan budaya penuturnya. Contohnya : penggunaan pemilihan kata ‘ngelih’ atau ‘lesu’ yang sama-sama berarti ‘lapar’ dapat mencerminkan budaya penuturnya.Karena kata ‘ngelih’ adalah sebutan untuk ‘lapar’ bagi masyarakat Jogjakarta.Sedangkan kata ‘lesu’ adalah sebutan untuk ‘lapar’ bagi masyarakat daerah Jombang. Dalam analisis semantik, bahasa bersifat unik dan Universitas Sumatera Utara memiliki hubungan yang erat dengan budaya masyarakat penuturnya. Maka, suatu hasil analisis pada suatu bahasa, tidak dapat digunakan untuk menganalisi bahasa lain. Contohnya penutur bahasa Inggris yang menggunakan kata ‘rice’ pada bahasa Inggris yang mewakili nasi, beras, gabah dan padi. Kata ‘rice’ akan memiliki makna yang berbeda dalam masing-masing konteks yang berbeda. Dapat bermakna nasi, beras, gabah, atau padi. Tentu saja penutur bahasa Inggris hanya mengenal ‘rice’ untuk menyebut nasi, beras, gabah, dan padi. Itu dikarenakan mereka tidak memiliki budaya mengolah padi, gabah, beras dan nasi, seperti bangsa Indonesia. Kesulitan lain dalam menganalisis makna adalah adanya kenyataan bahwa tidak selalu penanda dan referent-nya memiliki hubungan satu lawan satu. Yang artinya, setiap tanda lingustik tidak selalu hanya memiliki satu makna. Adakalanya, satu tanda lingustik memiliki dua acuan atau lebih. Dan sebaliknya, dua tanda lingustik, dapat memiliki satu acuan yang sama.Hubungan tersebut dapat digambarkan dengan contoh-contoh berikut : Bisa ‘racun’ ‘dapat’ Buku ‘lembar kertas berjilid’ kitab Universitas Sumatera Utara Siswa–siswa yang menjadi objek penelitian mengemukakan makna suatu kata dan peneliti tidak melihat atau mempertimbangkan kemampuan pembelajarannya tetapi bagaimana siswa menginterpretasikan makna dari tiap kata tersebut. Oleh karena itu peneliti menggunakan elisitasi untuk memperoleh data dengan tanya jawab tanpa menguji kemampuan pembelajaran dengan materi yang diajarkan. Penelitian ini sebelumnya belum pernah dilakukan oleh peneliti lain, namun peneliti sendiri telah melakukan studi awal pada sekolah tersebut untuk melihat fenomena yang terjadi pada siswa sekolah dasar dalam konsep pemaknaan kata. Universitas Sumatera Utara

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian

Lokasi penelitian ini ialah sekolah dasar SD, yaitu SD Negeri No. 067952 Jl. Karya Bersama No. 13 Pangkalan Mansyur Medan- 20143. Sekolah yang menjadi objek penelitian ialah sekolah dasar pemerintah atau sekolah dasar negeri. Sekolah Dasar SD Negeri N0.067952 ialah salah satu sekolah negeri yang terletak di pinggiran kota Medan, sekolah ini berbatasan dengan wilayah kabupaten Deli Serdang, tepatnya dengan Desa Namorambe. Sekolah ini jauh dari jalan raya. Untuk sampai ke sekolah ini harus menempuh kira-kira 1 Km jalan kecil yang merupakan pemukiman masyarakat. Sekolah Dasar SD Negeri N0.067952 berbatasan dengan beberapa wilayah, yaitu: Sebelah utara : SMP Negeri 28 Medan Sebelah Selatan : Waduk Pengendali Banjir Sungai Deli Sebelah barat : Perumahan Penduduk SebelahTimur : SMU Negeri 13 Medan Sekolah ini berdiri tahun 1985. Kepala sekolah pertama SD Negeri N0.067952 Medan adalah Rosiana Sembiring yang dan menjadi kepala sekolah yang paling lama menjabat. Kemudian digantikan oleh Dra. Nurbaiti yang baru menjabat selama 3 tahun terakhir. Universitas Sumatera Utara