otot menjadi lemah dan atrofi karena otot tidak digunakan. Jika pasien mengalami cedera pada batang spinal dan dapat sembuh kembali, maka pasien menggunakan
otot-otot penghubung ke bagian medula spinalis. Jika ujung sel-sel motor anterior mengalami kerusakan, sedangkan saraf-saraf pembaharuan kembali menyebabkan
otot tidak pernah digunakan lagi. Rentetan kejadian seperti ini terjadi pada poliomielitis anterior. Paralisis flaksid kelumpuhan dan atrofi pada otot-otot adalah
tanda spesifik pada penyakit LMN Smeltzer Bare, 2002.
2.3. Pemeriksaan Neurologis
Neurologi adalah suatu ilmu yang mempelajari penyakit dan gangguan pada sistem saraf. Pemeriksaan klinis pada penderita gangguan neurologis akan sangat
berharga. Pemeriksaan penderita secara sistematik, logis dan seksama yang dilengkapi dengan keluhan penderita akan meembantu dalam membedakan dan
menganalissis gambaran klinis yang diajukan oleh kebanyakan penderita defisit neurologis. Suatu anamnesis lengkap dan telitti ditambah dengan pemeriksaan fisik
akan dapat mendiagnosis sekitar 80 kasus Collins, 1982. Walaupun terdapat beragam prosedur diagnostik modern, tetap tak ada yang dapat menggantikan
anamnesis dan pemeriksaan fisik Price Wilson, 1995.
Pada pemeriksaan fisik klien dengan gangguan sistem persarafan secara umum biasanya menggunakan teknik pengkajian per sistem. Pemeriksaan fisik pada
sistem persarafan ditujukan terhadap area fungsi utama yaitu: 1 pengkajian tingkat
Universitas Sumatera Utara
kesadaran, 2 pengkajian fungsi serebral, 3 pengkajian saraf kranial, 4 pengkajian sistem motorik 5 pengkajian respon refleks, 6 pengkajian sistem sensorik
Muttaqin, 2008. Price dan Wilson 1995 mengatakan bahwa pengaturan pemeriksaaan
neurologis sangat penting. Mengikuti suatu urutan pemeriksaan tertentu membuat dokter dapat mengevaluasi informasi yang ada dan langsung memeriksa segmen
selanjutnya yang belum diperiksa. Urutan pemeriksaan ini mencakup 1 status mental, 2 tingkat kesadaran, 3 fungsi saraf kranial, 4 fungsi motorik, 5 refleks,
6 koordinasi dan gaya berjalan, 7 fungsi sensorik.
2.4. Pengkajian Fungsi Motorik
Menurut Ginsberg 2008, fungsi motorik pada angggota gerak harus diperiksa secara berurutan mulai dari pengecilan otot atrofi, gerakan involunter,
tonus, postur, kekuatan otot, koordinasi, refleks dan ditambah dengan observasi pola berjalan dan berdiri pasien.
2.4.1. Pengecilan otot
Hilangnya massa otot umumnya kurang terlihat pada penyakit otot primer miopati daripada kondisi yang terjadi akibat kerusakan saraf otot atrofi neurogenik
sebagai akibat dari lesi lower motor neuron LMN. Pengecilan otot bukan merupakan gambaran lesi upper motor neuron UMN, walapun inaktivitas jangka
panjang juga dapat menyebabkan atrofi. Distribusi atrofi tergantung dari lokasi LMN yang rusak dan apakah kerusakan terdapat pada sel kornu anterior atau distal dari
Universitas Sumatera Utara
radiks saraf spinal atau saraf perifer itu sendiri. Pola atrofi tertentu terjadi cukup sering pada area yang harus diinspeksi secara rutin Ginsberg, 2008
2.4.2. Gerakan involunter
Gerakan yang dianggap orang awam sebagai gerakan abnormal ialah gerakan yang timbul tidak sesuai dengan kemauan, tidak dikehendaki dan tidak
bertujuan. Oleh karena itu gerakan tersebut dikenal juga sebagai gerakan involuntar. Adapun gerakan involuntar yang sering dijumpai adalah tremor. Tremor dapat
didefinisikan sebagai suatu gerakan yang tidak dikehendaki dan tidak bertujuan yang terdiri dari satu seri gerakan bolak-balik secara ritmik sebagai manifestasi kontraksi
berselingan kelompok otot yang fungsinya berlawanan. Istilah awam yang cukup jelas adalah gemetar Sidharta, 2008.
Klasifikasi tremor dapat dibuat menurut frekuensi tremor tremor cepatlambat, menurut amplitudonya tremor haluskasar, menurut sikap bagian
tubuh yang memperlihatkan bagian tubuh yang memperlihatkan tremor tremor posturalstatikintensional dan seterusnya. Tetapi pembagian tremor dengan tujuan
klinis yang praktis ialah klasifikasi tremor menurut kausanya tremor fisiologik, tremor esensial heredofamilial, tremor penyakit parkinson, tremor iatrogenik, tremor
metabolik dan tremor serebelar. Setiap orang sehat akan menunjukkan tremor sewaktu melakukan gerakan
tangkas secara lambat sekali, misalnya menulis lambat, melakukan operasi dimana pembedahan halus harus diakukan dan sebagainya. Tremor tersebut adalah fisiologik.
Pada stiap orang akan timbul tremor, bilamana suatu anggota gerak akan ditempatkan
Universitas Sumatera Utara
dalam posisi yang canggung. Tremor tersebut biasanya pada jari-jari dan tangan dan berfrekuensi 8-12 detik.
Tremor esensial heredofamilial ditemukan pada lengan saja. Kedua tungkai jarang terllibat. Tetapi bibir, lidah, kepala dan rahang bawah dapat menunjukkan
tremor juga. Karena gemetaran di lidah, rahang bawah dan juga otot-otot pita suara, maka tidak jarang penderita tidak dapat berbicara secara artikular, sehingga kurang
dapat dimengerti. Frekuensi tremor ini adalah 8-12 detik, berlangsung terus menerus sewaktu melakukan gerakan tangkas action tremor atau tremor intensional, hilang
dalam sikap istirahat dan beramplitudo tinggi yang bertambah kasar seiring dengan meningkatnya ketegangan muskular.
Tremor pada penyakit parkinson memperlihatkan sifat-sifat yang khas. Tremornya adalah terutama tremor sewaktu istirahat, hilang sama sekali kalau hendak
memulai melakukan gerakan tangkas, tetapi timbul kembali bilamana gerakan tangkas yang sedang dilakukan sudah pada tahap penghentiaannya. Anggota gerak
mengalami tremor adalah lengan, tangan dan jari-jari. Yang mengalami tremor khas adalah jari-jari tangan, yang sering dilukis semantik bagaikan memulung-mulung
pilmenggentel-gente pil atau menghitung recehan logam. Frekuensinya adalah 2-7 detik.
Tremor iatrogenik dapat timbul karena obat atau karena kepribadian orang sakit sendiri. Banyak penderita menyatakan tidak kuat untuk disuntik. Bilamana ia
setengah dipaksa untuk menerima suntikan, tremor dan palpitasi dapat bangkit akibat takut.
Universitas Sumatera Utara
Tremor metabolik dapat dianggap sebagai tremor yang timbul akibat zat-zat metabolik yang bersifat toksik atau cholinergic. Yang paling umum adalah tremor
halus pada falangs-falangs jari tangan karena hipertiroidismus. Tremor halus pada kelopak mata yang tampak kalau kedua mata ditutup dikenal sebagai tanda
rosenbach, yang sering dijumpai pada hipertiroidismus dan histeria. Yang terhitung tremor serebelar ialah tremor karena kerusakan pada jaras
serebelopetal dan serebelofugal. Tremor rubral, ialah tremor karena lesi jaras dentatorubral. Tremor ini berfrekuensi rendah 3-5detik, amplitudonya besar, dapat
timbul sewaktu istirahat, tetapi paling jelas sewaktu lengan atau tangan memelihara suatu sikap tertentu. Sindroma benedikt memperlihatkan tremor pada satu sisi
kontralateral terhadap lesi. Tremor sereberal karena lesi di jaras serebelopetal dan di serebelum sendiri adalah kasar dan berfrekuensi rendah juga, namun berbeda dengan
tremor serebelar tersebut di atas karena tremor serebelopetal bersifat terminal, yaitu lebih jelas dan hebat pada akhir gerakan tangkas intensional Sidharta, 2008
2.4.3. Tonus
Tonus otot dapat didefinisikan secara klinis sebagai tahananresistensi yang dideteksi oleh pemeriksa pada gerakan sendi pasif, jadi merupakan
pereganganstretching pasif otot. Resistensi otot tertentu normal pada individu, tetapi dapat meningkat atau menurun akibat penyakit hipertonia atau hipotonia. Regangan
pasif otot akan menginduksi impuls aferen ke medula spinalis, yang kemudian akan mengaktivasi neuron motorik sehingga menyebabkan kontraksi refleks. Refleks inilah
yang akan mempertahankan tonus otot normal. Korelasi klinisnya adalah gangguan
Universitas Sumatera Utara
pada lengkung refleks akibat penyakit, misalnya kerusakan LMN, akan menyebabkan penurunan tonus hipotonia, maka otot akan menjadi flaksid. Sebaliknya, penyakit-
penyakit yang mengenai UMN akan menyebabkkan hipertonia atau spastisitas. Ini terjadi bukan karena banyak kerusakan pada eksitasi UMN itu sendiri, tetapi lebih
karena disfungsi jalur polisinaptik yang menurun sejalan dengan UMN yang memberikan efek inhibisi pada LMN dan lengkung refleks. Hilangnya inhibisi
supraspinal akan mengubah refleks regang menjadi bentuk yang lebih primitif, sehingga tonus meningkat Ginsberg, 2008.
Tonus otot dapat meningkat secara fisiologik karena ketegangan mental. Otot-otot yang hipertonik dalam hal itu ialah otot-otot leherbahu dan lumbosakral.
Dalam kehidupan sehari-hari otot-otot lengantangan dan otot-otot tungkaikaki dapat juga menjadi hipertonik secara fisiologik. Karena ketegangan mental tangan sukar
digerakkan untuk menulis dan tungkai sukar dilangkahkan Sidharta, 2008. Karakteristik hipertonia yang disebabkan oleh kerusakan UMN adalah
adanya resistensi yang besar terhadap regangan otot pasif melalui sebagian kisaran gerak sendi, akan tetapi pada titik tertentu resistensi tiba-tiba menghilang fenomena
pisau lipat. Pada pasien dengan lesi UMN ringan, gejala satu-satunya dari lesi tersebut pada ekstremitas atas mungkin hanya merupakan versi mini efek pisau lipat
yang dirangsang dengan melakukan supinasi dan pronasi lengan bawah supinator catch Ginsberg, 2008.
2.4.4. Postur
Universitas Sumatera Utara
Tanda lain lesi UMN ringan pada ekstremitas atas dapat dilihat dengan meluruskan kedua lengan pasien, telapak tangan menghadap atas dan mata ditutup.
Sisi yang terkena akan lebih dulu menjalani pronasi kemudian bergerak ke bawah tanda piramidal atau tanda pronator. Abnormalitas postur dapat pula diakibatkan
oleh penyakit ekstrapiramidal Ginsberg, 2008. 2.4.5.
Kekuatan otot Kekuatan otot dinilai secara klinis dengan mengklasifikasikan kemampuan
pesan untuk mengkontruksikan otot volunter melawan gravitasi dan melawan tahanan pemeriksa. Skala yang sering digunaka n adalah Medical Research Council Scale, 0
tidak ada kontraksi, 1 kedutan otot sedikit kontraksi, 2 gerakan aktif yang terbatas oleh gravitasi, 3 gerakan aktif dapat melawan gravitasi, 4 gerakan aktif dapat
melawan gravitasi dan tahanan pemeriksa, 5 kekuatan normal.Untuk pemeriksaan otot dapat dipilih bagian-bagian otot yang penting, walaupun dapat juga dilakukan
pemeriksaan semua otot anggota gerak lain. Pemilihan otot yang diperiksa didasarkan pada informasi dari anamnesis, atau dari bagian lain pemeriksaan fisik Ginsberg,
2008. 2.4.6.
Koordinasi Tes koordinasi anggota gerak dapat memberikan informasi mengenai lokasi
lesi pada penyakit sereberal, lesi umumnya terdapat pada hemisfer sereberal pada sisi yang sama ipsilateral dengan bagian tubuh yang terkena. Pada ekstremitas atas, tes
utama untuk koordinasi adalah tes tunjuk hidung-jari, pasien menggerakkan jari telunjukknya ke belakang dan ke depan dari hidung pasien menuju jari pemeriksa.
Universitas Sumatera Utara
Pada penyakit sereberal akan terjadi ketidakakuratan salah tunjukpast-pointing karena ketidakmampuan menilai jarak dismetria. Ketika jari mendekati target, jari
dapat semakin bergetar tremor intensi Ginsberg, 2008 Sidharta 2008, gerakan diskoordinatif yang dapat disaksikan pada waktu
tangan atau lengan melakukan gerakan voluntar dikenal sebagai asinergia, dismetria, didiadokhokinesia dan gangguan fiksasi postural. Disnergia atau asinergia ialah
gangguan kemampuan pasien untuk mengelola otot-otot dan gerakan-gerakan yang biasanya dilaksanakan secara harmonis, sinkhron, menuruti aturan yang tepat dan
dengan tenaga yang sesuai. Dengan sifat-sifat gerakan voluntar tersebut itu, maka gerakan voluntar akan memperlihatkan ketangkasan, keluwesan dan kecepatan yang
tepat dan sesuai. Dengan test-test di bawah ini gangguan dalam hal ketangkasan, keluwesan dan kecepatan yang tepat dapat disaksikan. Test mengambil gelas air dari
meja untuk diminumnya. Orang yang sehat dapat mengambil segelas air dari meja dan dengan mudah ia mengangkat gelas itu untuk disampaikan kepada mulutnya.
Tetapi orang dengan gangguan serebelar akan menerjang gelas air untuk mengambilnya dan akan menyampaikan gelas itu tidak tepat pada bibirnya,
melainkan pada gigi atau hidungnya. Test-test yang dilakukan untuk mengungkapkan dismetria dapat juga dipakai
untuk meneliti disinergia. Dismetria ialah gangguan kemampuan untuk mengelola kecepatan gerakan, kekuatannya dan jangkauannya. Adapun test-test yang digunakan
di dalam klinik ialah test telunjuk-hidung, test hidung-telunjuk-hidung, test telunjuk- telunjuk. Dalam melakukanya pasien boleh duduk atau berbaring dengan mata
Universitas Sumatera Utara
terbuka dan ditutup secara bergiliran. Dengan adanya dismetria, maka jari telunjuk tidak mendarat secara luwesa di ujung hidung atau ujung jari telunjuk lainnya,
melainkan jatuh menabrak atau menerjang tujuannya Sidharta, 2008. Dismetria pada kaki dapat diteliti dengan test tumit-lutut-ibu jari kaki. Pasien
disuruh menempatkan salah satu tumitnya di atas lutut tungkai lainnya, kemudian tumit itu harus meluncurkan dari lutut tungkai lainnya, kemudian tumit itu harus
meluncur dari lutut ke pergelangan kaki melalui tulang tibia dan akhirnya memanjat dorsum pedis untuk untuk menyentuh ibu jari kaki. Pada penyakit serebelar tumit
tidak didaratkan secara luwes di atas lutut, melainkan jatuh di paha atau di samping lutut. Kemudian tumit meluncur secara terhuyung-huyung hendak jatuh ke samping
od tibia dan akhirnya tumit dijatuhkan di atas jari-jari kaki dan bukannya didaratkan secara rapi di atas ibu jari kaki. Test ibu jari kaki-jari telunjuk. Pasien disuruh
menyentuh jari telunjuk si pemeriksa dengan ibu jari kakinya secara berulang-ulang Sidharta, 2008.
Kemampuan untuk melakukan gerakan cepat secara berselingan dinamakan diadokhokinesia. Gerakan tersebut adalah mempronasi-supinasikan tangan,
melakukan dorsofleksi dan volarfleksi di pergelangan tangan secara berselingan seperti kalau menepuk-nepuk paha atau membolak-balikkan tangan di atas paha
secara berulang-ulang atau pun menyentuh ujung jari telunjuk dan ujung ibu jari secara berulang-ulang. Kecanggungan dalam melakukan gerakan diadokhokinetik itu
dikenall sebagai disdiakhokinesia Sidharta, 2008.
Universitas Sumatera Utara
Dalam memelihara suatu sikap orang sehat tidak memerlukan bantuan visual. Tetapi pasien dengan lesi serebelar unilateral memerlukan bantuan mata,
karena kalau matanya ditutup akan timbul deviasi sikap anggota gerak di sisi lesi. Gejala ini dapat diungkapkan kalau kedua lengan diluruskan ke depan dengan mata
tertutup selama beberapa detik. Lengan pada sisi lesi akan menyimpang ke arah lesi. Dalam posisi tidak mampu untuk kembali ke posisi semula Sidharta, 2008.
2.4.7. Refleks
Metode langsung untuk menilai refleks tendon secara klinis dengan mengetuk tendon otot dengan palu refleks akan meregangkan otot secara pasif dan
menginduksi kontraksi refleks otot secara pasif dan meginduksi kontraksi refleks otot. Sama halnya dengan tonus otot, refleks ini dapat meningkat atau menghilang akibat
penyakit tertentu Ginsberg, 2008. Gangguan pada lengkung refleks, misalnya kerusakan LMN, akan
menyebabkan penurunan atau menghilangnya refleks ini. Kadang-kadang refleks yang awalnya tidak terlihat dapat kita peroleh dengan meminta pasien untuk
mengatupkan giginya untuk refleks tendon ekstremitas atas atau mengaitkan jari-jari kedua tangan dan menariknya manuver Jendrassik, untuk memeriksa refleks tendon
ekstremitas bawah dan pada saat yang sama pemeriksa mengetuk tendon otot. Fenomena ini merupakan penguatan reinforcement karena dengan manuver tersebut
terjadi peningkatan sensitivitas reseptor regang di seluruh tubuh Ginsberg, 2008. Smeltzer Bare 2002, derajat refleks tendon biasanya direpresentasikan
secara simbolis dengan 4+ hiperaktif dengan klonus terus menerus, 3+ hiperaktif,
Universitas Sumatera Utara
2+ normal, 1+ hipoaktif, 0 tidak ada refleks. Refleks bisep didapat melalui peregangan tendon biseps pada saat siku dalam keadaan fleksi. Orang yang menguji
menyokong lengan bawah dengan satu tangan sambil menempatkan jari telunjuk dengan menggunakan palu refleks. Respon normal adalah fleksi pada siku dan
kontraksi biseps. Untuk menimbulkan refleks triseps, lengan pasien difleksikan pada siku dan diposisikan di depan dada. Pemeriksa menyokong lengan pasien dan
mengidentifikasi tendon trisep dengan mempalpasi 2,5 sampai 5 cm di atas siku. Pemukulan langsung pada tendon normalnya menyebabkan kontraksi otot triseps dan
ekstensi siku. Refleks patela ditimbulkan dengan cara mengetuk tendon patela tepat di
bawah patela tepat di bawah patela. Pasien dalam keadaan duduk atau tidur telentang. Jika pasien telentang, pengkaji menyokong kaki untuk memudahkan relaksasi otot.
Kontraksi quadriseps dan ekstensi lutut adalah respon normal. Untuk mendapatkan refleks ankle, buat pergelangan kaki dalam keadaan rileks, kaki dalam keadaan dorsi
fleksi pada pergelangan kaki dan palu diketuk pada bagian tendon achilles. Refleks normal yang muncul adalah fleksi bagian plantar. Bila terjadi refleks yang sangat
hiperaktif maka keadaan ini disebut klonus. Jika kaki dibuat dorsifleksi dengan tiba- tiba dapat mengakibatkan dua atau tiga kali gerakan sebelum selesai pada posisi
istirahat. Kadang-kadang pada penyakit SSP terdapat aktivitas ini dan kaki tidak mampu istirahat dimana tendon menjadi longgar tetapi aktivitas berulang-ulang
Smeltzer Bare, 2002.
Universitas Sumatera Utara
2.4.8. Leher dan batang tubuh
Fleksi leher terjadi oleh kontraksi simultan kedua otot sternomastoid yang dipersarafi oleh nervus aksesorius spinalis. Walaupun jarang dapat terjadi kelemahan
ekstensi leher sehingga pasien harus menyokong dagu dengan tangan seperti terjadi pada miastenia gravis, polimiositis dan penyakit neuron motorik Ginsberg, 2008.
Kelemahan batang tubuh dapat dinilai dengan meminta pasien bangkit dari posisi tidur ke duduk dengan tangan dilipat di dada tanpa bantuan apapun. Hal ini
dapat terjadi sebagai bagian kelemahan proksimal yang lebih umum yang sering terjadi pada penyakit otot primer. Ataksia trunkal umumnya berhubungan dengan
kerusakan struktur sebelum bagian tengah vermis. Keadaan ini dapat menjadi berat sehingga pasien tidak mampu mempertahankan postur duduk yang stabil tanpa
bantuan Ginsberg, 2008. 2.4.9.
Pola berjalan dan berdiri Banyak yang dapat dipelajari dengan menilai pasien saat berdiri tanpa
bantuan. Pasien yang jatuh jika diminta berdiri dengan mata tertutup kemungkinan mengalami gangguan sensibilitas posisi sendi pada pergelangan kaki tanda
Romberg Ginsberg, 2008. Gaya berjalan pasien pasien dengan gangguan serebelar khas. Di dalam
klinik dilakukan pemeriksaan dimana pasien berjalan dengan mata tertutup dan mata terbuka. Pasien disuruh: “berjalan menuruti garis yang lurus, berjalan memutari kursi
atau meja, lari di tempat, berjalan maju mundur”. Dengan test-test tersebut akan terlihat kesimpangsiuran gerakan berjalan,
dimana kecenderungan untuk
Universitas Sumatera Utara
menyimpang garis atau jatuh ke salah satu sisi dapat disaksikan. Pada lesi unilateral di serebelum kecenderungan untuk jatuh ialah ke sisi lesi. Jika lesi terletak di vermis,
badan bergoyang-goyang dan beranggul-anggul sewaktu berdiri diam dan juga sewaktu berjalan Sidharta, 2008.
2.5. Fugl-Meyer