Pentingnya etika dalam profesi akuntan mendorong perhatian pada penanaman nila-nilai etika sejak masa pendidikan calon akuntan.
Pendidikan mengenai pentingnya etika dalam profesi tersebut perlu diberikan pada mahasiswa akuntansi sejak dini sebagai tindakan antisipatif
dan sebagai langkah awal menciptakan bibit-bibit akuntan masa depan
yang berperilaku etis.
Dalam memasuki dunia kerja nantinya, mahasiswa akuntansi sebagai calon akuntan tidak menutup kemungkinan akan mengalami dilema
ketika melakukan atau membuat suatu keputusan. Pada tahap tersebut, mahasiswa akuntansi akan membuat keputusan sesuai dengan persepsi
etisnya. Persepsi Etis Mahasiswa Akuntansi terbentuk oleh pemahaman tentang akuntansi khusunya terkait dengan perilaku akuntan, sehingga
mahasiswa dapat menilai etis atau tidak etis dari perilaku tersebut. Kode etik akuntan diharapkan dapat menjadi acuan dalam memberikan tanggapan
atas skandal etis yang terjadi pada profesi akuntan Al-Fithrie, 2015.
Berdasarkan uraian diatas dapat disimpulkan bahwa Persepsi Etis Mahasiswa Akuntansi merupakan pandangan atau penilaian dari seorang
mahasiswa akuntansi sebagai calon akuntan mengenai etis atau tidaknya suatu tindakan yang dilakukan oleh para akuntan. Dimana pandangan atau
penilaian tersebut didapat melalui suatu proses pengalaman dan
pembelajaran terkait dengan etika profesi seorang akuntan.
4. Moral Reasoning Penalaran Moral
Falah 2006 mengungkapkan bahwa moral merupakan sikap mental dan emosional yang dimiliki oleh individu sebagai anggota kelompok
sosial dalam melakukan tugas-tugas serta loyalitas pada kelompok. Dalam teori perkembangan moral kognitif Kohlberg, 2006 yang dijelaskan dalam
Al-Fithrie 2015, pertimbangan moralalasan moral dapat dinilai dengan
menggunakan tiga kerangka level yang terdiri dari : 1
Pre-conventional level
Dalam tahap ini, individu membuat keputusan untuk menghindari risiko atau kepentingan pribadi fokus pada orientasi jangka pendek.
Individu pada level moral ini akan memandang kepentingan pribadinya sebagai hal yang utama dalam melakukan suatu tindakan. Selain itu,
individu akan melakukan suatu tindakan karena takut terhadap
hukumperaturan yang ada. 2
Conventional Level
Dalam tahap ini, individu menjadi lebih fokus pada dampak dari tindakan yang mereka lakukan. Dalam situasi dilema etika, fokus
individu bergeser dari fokus jangka pendek dan berorientasi kepentingan pribadi menjadi berorientasi pada pertimbangan akan kebutuhan untuk
mengikuti aturan umum untuk menciptakan perilaku yang baik. Individu akan mendasarkan tindakannya pada persetujuan teman-teman atau
keluarganya dan juga pada norma-norma yang ada di masyarakat. Individu akan memandang dirinya sebagai bagian integral dari
kelompok referensi. Mereka cenderung akan melakukan fraud demi
menjaga nama baik kelompoknya. 3
The post conventional level
Dalam level ini, individu fokus pada prinsip etika secara luas sebagai panduan perilaku mereka. Selain itu, individu mendasari
tindakannya dengan memperhatikan kepentingan orang lain dan
mendasarkan tindakannya pada hukum-hukum universal. Tabel 2.1
Tahap-Tahap Perkembangan Moral Kohlberg
Tingkat Level Sublevel
Ciri Menonjol
Tingkat I Preconventional
Usia 10 tahun 1. Orientasi
pada hukuman
Mematuhi peraturan untuk menghindari hukuman
2. Orientasi pada
hadiah Menyesuaikan diri untuk
memperoleh hadiahpujian
Tingkat II Conventional
Usia 10-13tahun 3. Orientasi
anak baik Menyesuaikan diri untuk
menghindari celaan orang lain.
4. Orientasi otoritas
Mematuhi hukuman dan peraturan sosial untuk
menghindari kecaman dari otoritas dan perasaan
bersalah karena tidak melakukan kewajiban.
Tingkat III Postconventional
5. Orientasi kontrak
sosial Tindakan yang
dilaksanakan atas dasar prinsip yang
disepakati bersama masyarakat demi
kehormatan diri.
Usia 13 tahun 6. Orientasi
prinsip etika
Tindakan yang didasarkan atas prinsip etika yang
diyakini diri sendiri untuk menghindari penghukuman
diri.
Sumber : Al-Fithrie 2015
Moral dalam kehidupan manusia memegang peranan penting yang berhubungan dengan baik atau buruknya suatu tingkah laku manusia.
Tingkah laku tersebut didasarkan terhadap norma-norma yang berlaku dalam masyarakat. Seseorang dapat dikatakan memiliki moral yang baik
apabila orang tersebut dalam bertingkah laku sesuai dengan aturan norma yang terdapat dalam masyarakat.
Jadi, moral merupakan keseluruhan norma yang mengatur tingkah laku manusia di masyarakat untuk melakukan perbuatan yang baik dan
benar. Akan tetapi, baik dan benarnya suatu tingkah laku menurut seseorang juga belum tentu baik dan benar menurut orang lain.
Dari penjelasan di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa Moral Reasoning merupakan kesadaran moral yang menjadi faktor utama yang
mempengaruhi perilaku moral dalam pengambilan keputusan etis. Moral Reasoning tersebut merupakan suatu proses penentuan benar atau
salahnya seseorang dalan mengambil keputusan etis.
5. Ethical Sensitivity Sensitivitas Etika
Sensitivitas Etika merupakan suatu kemampuan untuk dapat menyadari nilai-nilai etika atau moral dalam suatu keputusan etis.
Kemampuan seseorang untuk berperilaku etis sangat dipengaruhi oleh