Uji aktivitas antibakteri ekstrak metanol ganggang merah Gracilaria verrucosa terhadap beberapa bakteri patogen gram positif dan gram negatif

(1)

i

POSITIF DAN GRAM NEGATIF

Skripsi

Diajukan Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Farmasi (S.Far).

Oleh

Muhamad Irwan Prima NIM: 107102001564

PROGRAM STUDI FARMASI

FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN UNIVERSITAS ISLAM NEGRI SYARIFHIDAYATULLAH

JAKARTA 2012


(2)

(3)

(4)

(5)

v ABSTRAK

UJI AKTIVITAS ANTIBAKTERI EKSTRAK METANOL GANGGANG MERAH (Gracilaria verrucosa) TERHADAP BEBERAPA BAKTERI PATOGEN GRAM POSITIF DAN GRAM NEGATIF

Telah dilakukan penelitian uji aktivitas antibakteri ektrak metanol ganggang merah Gracilaria verrucosa terhadap tiga bakteri patogen gram positif dan tiga bakteri patogen gram negatif. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui aktivitas antibakteri dari ekstrak metanol ganggang merah (Gracilaria verrucosa) terhadap bakteri gram positif (Staphylococcus aureus, Bacillus subtilis,

Streptococcus pneumoniae) dan bakteri gram negatif (Escherichia coli,

Pseudomonas aeruginosa, Proteus mirabillis). Sampel ganggang merah

(Gracilaria verrucosa) dimaserasi dengan pelarut metanol kemudian dilakukan uji

aktivitas antibakteri dengan metode difusi cakram yang dibandingkan dengan kontrol positif amoksisilin. Hasil dari penelitian ini menunjukan bahwa ekstrak metanol Gracilaria verrucosa tidak memiliki aktivitas antibakteri terhadap bakteri uji pada konsentrasi 100, 1000, 10.000, dan 100.000 µg/ml.

Kata kunci : Ganggang merah, Gracilaria verrucosa, Antibakteri, Bakteri gram positif, Bakteri gram negatif.


(6)

vi ABSTRACT

ANTIBACTERIAL ACTIVITY OF METHANOL EXTRACTS OF RED ALGAE (Gracilaria verrucosa) TO SOME PHATOGEN GRAM-POSITIVE AND GRAM-NEGATIVE BACTERIA

The antibacterial activity of methanol extract of red algae (Gracilaria verrucosa) was tested to some phatogen Gram-positive and some Gram-negative bacteria. The aim of this research is to know further antibacterial activity from metanolic extract of red algae (Gracilaria verrucosa) against Gram-positive bacteria

(Staphylococcus aureus, Bacillus subtilis,Streptococcus pneumoniae) and

Gram-negative bacteria (Escherichia coli, Pseudomonas aeruginosa, Proteus mirabillis). Sample was macerated with methanol and tested its antibacterial activity by disc diffusion method. The result of this reseach showed that methanol extract of red algae (Gracilaria verrucosa) has not activity against some phatogen Gram-positive and Gram-negative bacteria at concentrations 100, 1000, 10.000, dan 100.000 µg/ml.

Key words : Red Algae, Gracilaria verrucosa, Antibacterial, Gram-positive bacteria, Gram-negative bacteria


(7)

vii

KATA PENGANTAR

Segala puji dan Syukur kehadirat Allah SWT karena atas limpahan nikmat, karunia dan rahmat-Nya penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Salawat serta salam semoga tercurah kepada Nabi Muhammad SAW, keluarga, sahabat dan pengikut-Nya yang telah membawa umat-Nya dari zaman kegelapan hingga zaman yang kaya akan Ilmu Pengetahuan dan kemajuan teknologi seperti sekarang ini.

Skripsi ini disusun untuk memenuhi salah satu syarat menempuh ujian akhir guna mendapatkan gelar Sarjana Farmasi pada Program Studi Farmasi Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. Adapun judul skripsi ini adalah “Uji aktivitas antibakteri ekstrak metanol ganggang merah Gracilaria verrucosa terhadap beberapa bakteri patogen gram positif dan gram negatif”.

Penyusunan skripsi ini tidak terlepas dari bantuan berbagai pihak, maka dalam kesempatan ini perkenankanlah penulis mengucapkan terima kasih kepada : 1. Prof. DR. (hc) dr. M.K. Tadjuddin, Sp. And selaku Dekan Fakultas

Kedokteran dan Ilmu Kesehatan UIN Syarif Hidayatullah.

2. Drs. Umar Mansur, M.Sc selaku Ketua Program Studi Farmasi UIN Syarif Hidayatullah.

3. Prof. Dr. H Chairul, Apt selaku dosen pembimbing I (pertama) yang telah meluangkan waktu, tenaga dan buah pikirannya untuk mendidik, membimbing dan memotivasi kami.


(8)

viii

4. Dr. Ismiarni Komala, M.Sc, Apt selaku dosen pembimbing II (kedua) yang telah meluangkan waktu, tenaga dan buah pikirannya untuk mendidik, membimbing dan memotivasi kami.

5. Orang tua saya yakni Bpk H. Wawan Kustiawan dan Ibu Hj. Elly Holiah serta Saudara kandung saya yakni Yudha dan Robby yang telah memberikan semangat, motifasi dan doa kepada kami sehingga tugas akhir ini dapat disusun dan penelitian pun telah dilaksanakan

6. Teman-teman seperjuangan selama di farmasi yakni Muhardi, Ibel, Lutfi, Intan, Regi, Dimas, Bhanu, Kaniya, Fanny, dan Edriansyah. Juga teman seperjuangan di Lab. Mikrobiologi, Aisyah, Zelin, Fajri, dan Selvy.

7. Tidak lupa untuk Putri Tsaniah Amalia yang selalu memberi semangat dalam penelitian.

8. Teman - teman satu Kelas Farmasi B yang tetap kompak, peduli, setia kawan, saling dapat merasakan satu sama lain dan teman-teman Farmasi angkatan 2007 yang ikut serta membantu selama penelitian ini.

9. Kak Eris, Kak Rahmadi, S.Si, Kak Niken, S.Si, Kak Novi, S.Si, Kak Yopi Mulyana, S.Far, Kak Tiwi, S.Far dan Kak Lisna Fauzia, S.Far yang telah meluangkan waktu dan tenaganya untuk menyediakan tempat (laboratorium), menyiapkan alat-alat dan bahan-bahan yang dibutuhkan selama penelitian. 10. Dosen - dosen Farmasi dan Staf akademik Program Studi Farmasi Fakultas

Kedokteran dan Ilmu Kesehatan UIN Syarif Hidayatullah yang telah memberikan saran dan dukungannya terhadap penelitian yang kami laksanakan.


(9)

ix

11. Dan kepada semua pihak yang telah membantu penulis selama penyusunan skripsi ini yang tidak dapat disebutkan namanya satu persatu.

Penulis menyadari bahwa dalam penyusunan skripsi ini masih terdapat kekurangan dan masih jauh dari kesempurnaan seperti pribahasa berikut “Tidak ada gading yang tak retak” Oleh karena itu, penulis menerima saran, masukan dan kritik dari para pembaca untuk memperbaiki kemampuan menulis pada kesemapatan berikutnya.

Jakarta, Mei 2012 Penulis


(10)

x DAFTAR ISI

Halaman Judul ... i

Lembar Persetujuan Skripsi ... ii

Lembar Pernyataan... iii

Abstrak ... iv

Abstract ... v

Kata Pengantar ... vi

Daftar Isi ... viii

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang ... 1

1.2. Perumusan Masalah ... 2

1.3. Tujuan Penelitian ... 3

1.4. Hipotesis ... 3

1.5. Manfaat Penelitian ... 3

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Gracilaria verrucosa ... 4

2.1.1. Deskripsi ... 5

2.1.2. Kandungan kimia ... 6

2.1.3. Manfaat Tumbuhan ... 6

2.2. Ekstraksi ... 6

2.3. Tinjauan tentang bakteri ... 12

2.3.1. Morfologi bakteri ... 12


(11)

xi

2.4. Bakteri Uji ... 13

2.5. Antibakteri ... 21

2.5.1. Mekanisme kerja antibakteri ... 21

2.5.2. Penentuan Aktivitas Antibakteri ... 23

2.6 Antibakteri Pembanding ... 25

2.7 Kerangka Konsep ... 27

BAB III METODE PENELITIAN 3.1. Tempat dan waktu penelitian ... 28

3.2. Alat dan bahan ... 28

3.3. Prosedur Kerja ... 29

3.3.1. Persiapan Bahan Untuk Ekstraksi ... 29

3.3.2. Ekstraksi dengan Pelarut Organik ... 30

3.3.3. Pemeriksaan Karakteristik Ekstrak ... 30

3.3.4. Penapisan Fitokimia ... 31

3.3.5. Sterilisasi Alat dan Bahan ... 34

3.3.6. Pembuatan Media Pertumbuhan ... 34

3.3.7. Pembuatan Stok Bakteri ... 35

3.3.8. Pembuatan Suspensi Bakteri ... 35

3.3.9. Pembuatan Larutan Uji ... 35

3.3.10. Pengujian Aktivitas Antibakteri ... 36

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil ... 37

4.1.1 Determinasi Sampel ... 37


(12)

xii

4.1.3 Pembuatan Ekstrak ... 38

4.1.4 Uji Aktivitas Antibakteri ... 38

4.2 Pembahasan ... 39

BAB V KESIMPULAN 5.1 Kesimpulan ... 43

5.2 Saran ... 43

Daftar Pustaka .... ... 44


(13)

xiii DAFTAR GAMBAR

Gambar 1. Gracilaria verrucosa ... 47

Gambar 2. Ekstrak Gracilaria verrucosa... 47

Gambar 3. Hasil Penapisan fitokimia ... 48

Gambar 4. Staphylococcus aureus ... 50

Gambar 5. Bacillus subtilis ... 50

Gambar 6. Streptococcus pneumoniae ... 50

Gambar 7. Proteus mirabillis ... 51

Gambar 8. Escherichia coli ... 51


(14)

xiv DAFTAR TABEL

Tabel 1. Karakteristik ekstrak dan uji penapisan fitokimia... 35 Tabel 2. Hasil uji aktivitas antibakteri ... 36


(15)

1

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Penyakit infeksi atau penyakit yang disebabkan oleh mikroorganisme merupakan penyakit yang banyak ditemukan dalam masyarakat. Menurut laporan WHO penyakit infeksi ini menjadi penyebab kematian terbesar pada anak-anak dan dewasa dengan jumlah kematian lebih dari 13 juta jiwa setiap tahun, menempati urutan kedua (25%) setelah kardiovaskular (31%) dari 53,9 juta kasus penyebab kematian di dunia dan menjadi penyebab kematian utama pada anak dibawah umur 4 tahun (WHO 1999).

Infeksi dapat diobati dengan menggunakan antibiotik. Antibiotik adalah senyawa kimia yang dihasilkan oleh fungi dan bakteri tanah, yang memiliki khasiat mematikan atau menghambat pertumbuhan kuman, sedangkan toksisitasnya bagi manusia relatif kecil. Akan tetapi penggunaan antibiotik secara besar-besaran untuk terapi dan profilaksis adalah faktor utama terjadinya resistensi (Tjay et al., 2002). Oleh karena itu perlu dicari alternatif pengobatan infeksi di samping menggunakan antibiotik yaitu dengan pemanfaatan obat - obat dari bahan alam.

Ganggang adalah sumber bahan alam yang berpotensial untuk dikembangkan di bidang farmasi (Soegiarto, 1978). Berdasarkan penelitian terdahulu diketahui bahwa ganggang merah mengandung senyawa seperti karagenan sebagai antivirus (Neushul, 1990), kainic acid sebagai antihelminthik (Nadler, 1979), aglutinin


(16)

2

sebagai antijamur (Melo et al.,2006) serta bromophenol sebagai antibakteri (Xu et al,.2002).

Rhodophyceae merupakan jenis rumput laut yang mempunyai nilai ekonomis

penting karena dari famili ini dapat menghasilkan karagenan dan agarosa. Selain itu studi tentang aktivitas antibakteri pada ganggang merah telah banyak dilakukan. Contohnya pada Cystoclonium purpureum dimana diketahui bahwa C. purpureum mengandung α-carotene, trans-phytol, ubiquinol-9, lutein, dan fucoxantine (Findlay, 1985) yang merupakan asam lemak yang berperan sebagai antibakteri. Selain itu, studi aktivitas antibakteri pada ganggang merah Gracilaria verrucosa telah diteliti memiliki aktivitas antibakteri terhadap Pseudomonas syringae pada fase etil asetat (Kumar et al.,2008).

Ganggang merah G. verrucosa telah diketahui mengandung asam lemak jenuh dan tak jenuh (Khotimchenko, 2005), steroid (Idler, 1968), prostaglandin (Nevshupova, 1999), glikolipid (Son, 1990), polisakarida (Sasikumar et al.,1999), hemaglutinin (Kakita, Kamishima 1997, 1999), kolesterol, glukosida, (Aydogmus, 2008), juga fenolik (Lidya, 2008).

Berdasarkan permasalahan diatas, maka dilakukan penelitian aktivitas antibakteri ekstrak metanol dari G. verrucosa terhadap 3 bakteri patogen gram positif

(Staphylococcus aureus, Bacillus subtilis, Streptococcus pneumoniae) dan 3 bakteri

gram negatif (Escherichia coli, Pseudomonas aeruginosa, Proteus mirabillis) dengan menggunakan amoksisilin sebagai antibiotik pembanding.


(17)

1.2.Perumusan Masalah

Apakah ekstrak metanol G. verrucosa memiliki potensi sebagai antibakteri dengan penghambatan terhadap pertumbuhan bakteri gram positif

(Staphylococcus aureus, Bacillus subtilis, Streptococcus pneumoniae) dan

gram negatif (Escherichia coli, Pseudomonas aeruginosa, Proteus mirabillis) ?

1.3Hipotesis

Ekstrak metanol G. verrucosa mempunyai aktivitas antibakteri terhadap beberapa bakteri gram positif (Staphylococcus aureus, Bacillus

subtilis, Streptococcus pneumoniae) dan gram negatif (Escherichia coli,

Pseudomonas aeruginosa, Proteus mirabillis).

1.4Tujuan Penelitian

Menguji aktivitas antibakteri ekstrak metanol G. verrucosa terhadap beberapa bakteri gram positif (Staphylococcus aureus, Bacillus subtilis,

Streptococcus pneumoniae) dan gram negatif (Escherichia coli,

Pseudomonas aeruginosa, Proteus mirabillis).

1.5 Manfaat Penelitian

Manfaat dari penelitian ini adalah untuk memperoleh informasi ilmiah mengenai aktivitas antibakteri ekstrak metanol G. verrucosa terhadap beberapa bakteri patogen dalam rangka pemanfaatannya sebagai obat alternatif pengganti terapi antibiotik dalam pengobatan penyakit infeksi bakteri.


(18)

4 BAB I I

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Gracilaria verrucosa

Berdasarkan ilmu taksonomi, klasifikasi ganggang merah Gracilaria

verucossa adalah sebagai berikut :

Dunia : plantae

Filum : Rhodophyta

Kelas : Rhodophyceae

Bangsa : Gigartinales

Suku : Gracilariaceae

Marga : Gracilaria


(19)

2.1.1 Deskripsi

Nama lokal dari G. verrucosa adalah bulung rambut (Bali) dan sango-sango (Sulawesi). Tumbuhan ini memiliki ciri-ciri thallus silindris, halus, licin, pinggir bergerigi, membentuk rumpun radial seperti umbi tanaman jahe, percabangan berseling tidak beraturan dan memusat kearah pangkal. Ukuran thalus panjang 25cm dan diameter thalus 0,5 - 1,5mm. Tumbuh melekat pada substrat batu, umumnya di daerah terumbu karang. Di perairan laut, Gracilaria hidup di daerah litoral dan sublitoral sampai kedalam tertentu yang masih dapat ditembus oleh cahaya matahari. Beberapa jenis hidup di perairan keruh, sungai atau tempat yang sering terjadi pengadukan yang tinggi akibat pencampuran air tawar dan air laut (Suhardimansyah, 2004).

Pertumbuhan maksimum Gracilaria diperoleh pada kisaran salinitas 15-38 ppt, sedangkan kisaran salinitas optimum berkisar 15-24ppt. Suhu air yang baik untuk pertumbuhan Gracilaria antara 20-28 oC. Dengan kisaran pH 6-9 dan kedalaman air antara 0,5-1,0 m. Untuk menunjang pertumbuhannya, Gracilaria melakukan fotosintesis maka diperlukan ketersediaan unsur hara dalam perairan. Unsur hara tersebut akan masuk ke dalam tubuh melalui proses difusi sehingga akan meningkatkan laju pertumbuhan (Anggadiredja et al ,2006 ; Aslan,1998).

Ciri – ciri umum ganggang merah jenis G. verrucosa antara lain thalli tersusun oleh jaringan yang kuat dengan cartiloginous, warna merah ungu, kelabu kehijau-hijauan, bercabang-cabang mencapai tinggi 1 sampai 3 dm. Garis tengah cabang berkisar antara 0,5 sampai 2,0 mm. Tipe percabangan alternate,


(20)

kadang-6

kadang hampir dichotomous dengan perulangan lateral. Bentuk cabang silindris dah meruncing diujung cabang (Soegiarto et al.,1978).

2.1.3. Kandungan Kimia

Ganggang merah G. verrucosa telah diketahui mengandung asam lemak seperti digalactosyldiacylglycerides, phosphatidyl cholines (PC), monogalactosyl diacylglyderides (MGDG), dan sulfoquinovosyldiacylglycerides (Khotimchenko, 2005), cholesterol (Doyle & Patterson, 1972), prostaglandin seperti PGA2, PGE2, PGF2, dan 15-keto-PGE2 (Nevshupova, 1999., Imbs et al.,2001),

polisakarida (Sasikumar, Rao, & Rengasamy, 1999) glikolipid seperti 1,2-diacyl-3-O-[α-D-galactopyranosyl-(1 → 6 )-O-β-D-galactopyranosyl] glycerol (acyl: palmitate-oleate-arachidonate 5:1:4) dan 1,2-diacyl-3-O- (6-sulpho-α -D-quinovopyranosyl) glycerol (acyl: myristate-palmitate-arachidonate 4:15:1) (Son, 1990), hemagglutinin seperti H-GVH dan L-GVH (Kakita, Kamishima, 1997,1999), glukosida seperti (24R)-5α-stigmast-9-(11)-en-3α-D-glucopyranoside dan palmitoleic acid (Aydogmus, 2008 ) juga fenolik (Lydia, 2008).

2.1.4. Manfaat tumbuhan

Di Indonesia rhodophyceae merupakan jenis ganggang yang mempunyai nilai ekonomis penting karena dari kelompok ini dapat menghasilkan karaginan dan agarosa. G.verrucosa biasa dijadikan sebagai bahan makanan seperti bahan dasar pembuatan nori.


(21)

2.2Ekstraksi

Ekstraksi adalah proses penarikan komponen/zat aktif suatu simplisia dengan menggunakan pelarut tertentu. Pemikiran metode ekstraksi senyawa bukan atom dipergunakan oleh beberapa faktor, yaitu sifat jaringan tanaman, sifat kandungan zat aktif serta kelarutan dalam pelarut yang digunakan. Prinsip ekstraksi adalah melarutkan senyawa polar dalam pelarut polar dan senyawa non polar dalam senyawa non polar. Secara umum ekstraksi dilakukan secara berturut-turut mulai dengan pelarut non polar (n-heksan) lalu pelarut yang kepolarannya menengah (diklor metan atau etil asetat) kemudian pelarut yang bersifat polar (metanol atau etanol).

Ekstraksi digolongkan ke dalam dua bagian besar berdasarkan bentuk fase yang diekstraksi yaitu ekstraksi cair-cair dan ekstraksi cair padat, ekstraksi cair padat terdiri dari beberapa cara yaitu maserasi, perkolasi dan ekstraksi sinambung.

Metode ekstraksi dapat dibedakan menjadi Infundasi, Maserasi, Perkolasi dan Penyarian berkesinambungan. Dari keempat cara tersebut sering dilakukan modifikasi untuk memperoleh hasil yang baik (Hargono, 1986)

1. Infundasi

Infus adalah sediaan cair yang dibuat dengan menyari simplisia dengan air pada suhu 90ºC selama 15 menit.

Infundasi adalah proses penyarian yang umumnya digunakan untuk menyari zat kandungan aktif yang larut dalam air dari bahan-bahan nabati. Penyarian dengan cara ini menghasilkan sari yang tidak stabil dan mudah tercemar oleh kuman dan kapang. Oleh sebab itu sari yang diperoleh dengan


(22)

8

cara ini tidak boleh disimpan lebih dari 24 jam. Cara ini sangat sederhana dan sering digunakan oleh perusahaan obat tradisional. Dengan beberapa modifikasi, cara ini sering digunakan untuk membuat ekstrak.

2. Maserasi

Maserasi merupakan cara penyarian yang sederhana. Maserasi dilakukan dengan cara merendam serbuk simplisia dalam cairan penyari. Maserasi digunakan untuk penyarian simplisia yang mengandung zat aktif yang mudah larut dalam cairan penyari, tidak mengandung zat yang mudah mengembang dalam cairan penyari, tidak mengandung benzoin, stirak dan lain-lain.

Cairan penyari yang digunakan dapat berupa air, etanol, air-etanol atau pelarut lain. Bila cairan penyari digunakan air maka untuk mencegah timbulnya kapang, dapat ditambahkan bahan pengawet, yang diberikan pada awal penyarian.

Keuntungan cara penyarian dengan maserasi adalah cara pengerjaan dan peralatan yang digunakan sederhana dan mudah diusahakan. Kerugian cara maserasi adalah pengerjaannya lama dan penyariannya kurang sempurna.

Maserasi dapat dilakukan modifikasi, misalnya : a. Digesti

Digesti adalah cara maserasi dengan menggunakan pemanasan lemah, yaitu pada suhu 40-50oC. Cara maserasi ini hanya dapat dilakukan untuk simplisia yang zat aktifnya tahan terhadap pemanasan.


(23)

b. Maserasi dengan mesin pengaduk

Penggunaan mesin pengaduk yang berputar terus menerus, waktu proses maserasi dapat dipersingkat menjadi 6 sampai 24 jam.

c. Remaserasi

Cairan penyari dibagi dua. Seluruh serbuk simplisia dimaserasi dengan cairan penyari pertama, sesudah dienap tuangkan dan diperas, ampas dimaserasi lagi dengan cairan penyari yang kedua.

d. Maserasi Melingkar

Maserasi dapat diperbaiki dengan mengusahakan agar cairan penyari selalu bergerak dan menyebar. Dengan cara ini penyari selalu mengalir kembali secara berkesinambungan melalui serbuk simplisia dan melarutkan zat aktifnya.

e. Maserasi Melingkar Bertingkat

Pada maserasi melingkar penyarian tidak dapat dilaksanakan secara sempurna, karena pemindahan massa akan berhenti bila keseimbangan telah terjadi. Masalah ini dapat diatasi dengan maserasi melingkar bertingkat (M.M.B.).

3. Perkolasi

Perkolasi adalah cara penyarian yang dilakukan dengan mengalirkan cairan penyari melalui serbuk simplisia yang telah dibasahi.

Prinsip perkolasi adalah sebagai berikut:

Serbuk simplisia ditempatkan dalam suatu bejana silinder, yang bagian bawahnya diberi sekat berpori. Cairan penyari dialirkan dari atas ke


(24)

10

bawah melalui serbuk tersebut, cairan penyari akan melarutkan zat aktif sel-sel yang akan dilalui sampai mencapai keadaan jenuh. Gerak ke bawah disebabkan oleh kekuatan gaya beratnya sendiri dan cairan diatasnya, dikurangi dengan daya kapiler yang cenderung untuk menahan.

Kekuatan yang berperan pada perkolasi antara lain: gaya berat, kekentalan, daya larut, tegangan permukaan, difusi, osmosa, adhesi, daya kapiler dan daya geseran (friksi).

Perkolasi dapat dilakukan modifikasi, misalnya : a. Reperkolasi

Untuk menghindari kehilangan minyak atsiri pada pembuatan sari, maka cara perkolasi diganti dengan cara reperkolasi. Pada perkolasi dilakukan pemekatan sari dengan pemanasan. Pada reperkolasi tidak dilakukan pemekatan. Reperkolasi dilakukan dengan cara : simplisia dibagi dalam beberapa perkolator, hasil perkolator pertama dipisahkan menjadi perkolat I dan sari selanjutnya disebut susulan II. Susulan II digunakan untuk menyari perkolator II. Hasil perkolator kedua dipisahkan menjadi perkolat II dan sari selanjutnya disebut susulan II. Pekerjaan tersebut diulang sampai mendapat perkolat yang diinginkan.

b. Perkolasi Bertingkat

Digunakan untuk memperbaiki cara perkolasi bila diperoleh perkolat yang encer. Serbuk simplisia yang hampir tersari sempurna, sebelum dibuang, disari dengan cairan penyari yang baru. Penyarian akhir serbuk


(25)

simplisia dengan menggunakan cairan penyari yang baru, diharapkan agar serbuk simplisia tersebut dapat tersari sempurna.

4. Penyarian Berkesinambungan a. Sokhletasi

Sokhletasi merupakan metoda ekstraksi cara panas yang menggunakan alat sokhlet, pada keadaan ini sample dan pelarut berada dalam keadaan terpisah. Pengekstrak sokhlet hanya diperlukan untuk mendapatkan senyawa yang tidak terbatas pada kelarutan pada pelarut dan pengotor yang tidak larut pada pelarut yang digunakan. Jika menginginkan senyawa yang mempunyai kelarutan yang tinggi dalam pelarut kemudian filtrasi dapat digunakan untuk memisahkan senyawa dari zat yang tidak larut.

Keuntungan :

1. Cairan penyari yang diperlukan lebih sedikit, dan secara langsung diperoleh hasil yang lebih tepat.

2. Serbuk simplisia disari oleh cairan penyari yang murni, sehingga dapat menyari zat aktif lebih banyak.

3. Penyarian dapat diteruskan sesuai dengan keperluan, tanpa menambah volume cairan penyari.

Kerugian :

1. Larutan dipanaskan terus menerus, sehingga zat aktif yang tidak tahan pemanasan tidak cocok. Ini dapat diperbaiki dengan menambahkan peralatan untuk mengurangi tekanan udara.


(26)

12

2. Cairan penyari dididihkan terus menerus, sehingga cairan penyari yang baik harus murni atau cairan azeotrop.

b. Destilasi uap

Destilasi uap dapat dipertimbangkan untuk menyari serbuk simplisia yang mengandung komponen yang mempunyai titik didih tinggi pada tekanan udara normal. Pada pemanasan biasa kemungkinan akan terjadi kerusakan zat aktifnya. Untuk mencegah hal tersebut maka penyarian dilakukan dengan destilasi uap.

Dengan adanya uap air yang masuk, maka tekanan kesetimbangan uap zat kandungan akan diturunkan menjadi sama dengan tekanan bagian di dalam suatu sistem, sehingga produk akan terdestilasi dan terbawa oleh uap air yang mengalir. Destilasi uap bukan semata-mata suatu proses penguapan pada titik didihnya, tetapi suatu proses perpindahan masa ke suatu media yang bergerak. Uap jenuh akan membasahi permukaan bahan, melunakkan jaringan dan menembus ke dalam melalui dinding sel, dan zat aktif akan pindah ke rongga uap air yang aktif dan selanjutnya akan pindah ke rongga uap yang bergerak melalui antar fase. Proses ini disebut hidrodifusi.

2.3.Tinjauan Tentang Bakteri 2.3.1. Morfologi Bakteri

Bakteri termasuk dalam golongan prokariota, yang strukturnya lebih sederhana dari eukariota, kecuali bahwa struktur dinding sel prokariota lebih komplek dari eukariota. Morfologi bakteri dapat dibagi dalam tiga bentuk


(27)

utama, yaitu kokus, batang dan spiral. Dengan diameter umumnya 1 – 10 µm. bakteri yang patogen pada manusia biasanya tumbuh dengan baik pada 370C (Staf Pengajar FKUI, 1993).

2.3.2. Pertumbuhan Bakteri

Istilah pertambahan umum digunakan untuk bakteri dan mikroorganisme lain dan biasanya mengacu pada perubahan dalam jumlah sel (pertambahan total massa sel) dan bukan perubahan individu organisme. Inokulum hampir selalu mengandung ribuan organisme, pertumbuhan menyatakan pertambahan jumlah dan atau massa melebihi yang ada di inokulum asalnya. Selama fase pertumbuhan seimbang (balanced gowth), pertambahan massa bakteri berbanding lurus (proporsional) dengan pertambahan komponen selular yang lain seperti DNA, RNA dan protein (Pelczer et al., 1998)

Mikroorganisme sering tumbuh dan bereproduksi ketika mineral dan sumber energi, karbon, nitrogen, phosphor, dan sulpur disuplai serta kondisi lingkungan yang mendukung (Prescott et al., 2002).

2.4. Bakteri Uji

1. Staphylococcus aureus

Taksonomi :

Domain: Bacteria


(28)

14

Filum: Firmicutes

Kelas: Bacilli

Ordo: Bacillales

Famili: Staphylococcaceae

Genus: Staphylococcus

Spesies: S. aureus

Nama binomial : Staphylococcus aureus (Rosenbach 1884)

Staphylococcus aureus merupakan bakteri yang sering ditemukan

sebagai flora normal pada kulit dan selaput lendir manusia. S. aureus merupakan salah satu bakteri Gram Positif berbentuk bulat yang hidup dalam saluran saluran pengeluaran lendir dari tubuh manusia dan hewan seperti hidung, mulut dan tenggorokan dan dapat dikeluarkan pada waktu bersin atau batuk.

Bakteri ini berbentuk sferis, menggerombol dengan susunan yang tidak teratur dengan diameter 0,8-1,0 µm.

Jenis-jenis Staphylococcus aureus di laboratorium tumbuh dengan baik dalam kaldu biasa pada suhu 37 0C. Batas- batas untuk pertumbuhannya ialah 15 0C dan 40 0C. Dengan pertumbuhan optimum 35

0


(29)

cembung buram, mengkilat dan konsistensinya lunak. Warna khas ialah kuning keemasan (Staf Pengajar FKUI. 1993).

2. Bacillus subtilis Taksonomi :

Kingdom: Bacteria

Phylum: Firmicutes

Class: Bacilli

Order: Bacillales

Family: Bacillaceae

Genus: Bacillus

Species: B. subtilis

Binomial name : Bacillus subtilis (Frankland & Frankland 1887)

Menurut Buchanan dan Gibbons (1974) dalam Bergey’s of

Determinative Bacteriology, B. subtilis termasuk genera Bacillus,

organisme basil tunggal, berbentuk batang pendek (rod) biasanya dalam bentuk rantai panjang. Umumnya mempunyai ukuran lebar 1,0 µm – 1,2 µm dan panjang 3 µm – 5µm , Gram positif , aerob, suhu pertumbujan maksimum 37 - 480C dan minimum 5 – 200C dan pH pertumbuhan 5,5 – 8,5. B.subtilis bersifat kosmopolit, suhu pertumbuhan optimum 300C. B.


(30)

16

subtilis merupakan saprofit ringan yang tidak berbahaya yang lazim

terdapat dalam tanah, air, udara dan tumbuh-tumbuhan sernamampu membentuk endospora yang tahan panas (Jawetz et al. 1996).

3. Streptococcus pneumoniae

Taksonomi :

Domain: Bacteria

Phylum: Firmicutes

Class: Cocci

Order: Lactobacillales

Family: Streptococcaceae

Genus: Streptococcus

Species: S. pneumoniae

Binomial name : Streptococcus pneumonia (Klein 1884)

Streptococcus pneumoniae adalah sel gram positif berbentuk bulat

telur atau seperti bola yang dapat menyebabkan berbagai macam penyakit salah satunya adalah pneumonia. Pengobatan pneumonia dapat dilakukan dengan memberikan antibiotic penisilin G atau V atau oral, sedang yang tidak kuat diberi sefalosporin.


(31)

Streptococcus pneumoniae adalah sel gram positif berbentuk bulat telur atau seperti bola, secara khas terdapat berpasangan atau rantai pendek. Bagian ujung belakang tiap pasangan sel secara khas berbentuk tombak (runcing tumpul), tidak membentuk spora dan tidak bergerak tetapi galur yang ganas berkapsul, menghasilkan α-hemolisis pada agar darah dan akan terlisis oleh garam empedu dan deterjen (Jawetz et al. 1996).

4. Escherichia coli

Taksonomi :

Domain: Bacteria

Filum: Proteobacteria

Kelas: Gammaproteobacteria

Ordo: Enterobacteriales

Famili: Enterobacteriaceae

Genus: Escherichia

Spesies: E. coli

Nama binomial : Escherichia coli (Migula 1895)

Bakteri Escherichia coli merupakan bakteri enterik yang berbentuk batang pendek dengan ukuran 0,5 µm x 3,0 µm negatif Gram, tidak


(32)

18

berspora, gerak positif dengan flagel peritrikh. Koloni bakteri umumnya basah, halus, keabu-abuan, permukaannya licin. Hemolisis tipe beta. Pada perbenihan cair tumbuh secara difusi. Jenis perbenihan yang dipakai untuk isolasi bakteri enterik adalah diferensial, selektif dan persemaian.

Escherichia coli adalah bakteri oportunitis yang banyak ditemukan

didalam usus besar manusia sebagai flora normal. Bakteri ini dapat menyebabkan infeksi primer pada usus misalnya diare pada anak dan

travelersdiarrhea, dan juga dapat menimbulkan infeksi pada jaringan

tubuh lain diluar usus (Staf Pengajar FKUI, 1993).

5. Pseudomonas aeruginosa

Taksonomi :

Kerajaan: Bacteria

Filum: Proteobacteria

Kelas: Gamma Proteobacteria

Ordo: Pseudomonadales

Famili: Pseudomonadaceae

Genus: Pseudomonas


(33)

Pseudomonas aeruginosa berbentuk batang dengan ukuran sekitar 0,6 x 2 µm. Bakteri ini terlihat sebagai bakteri tunggal, berpasangan, dan terkadang membentuk rantai yang pendek. P. aeruginosa termasuk bakteri gram negatif. Bakteri ini bersifat aerob, katalase positif, oksidase positif, tidak mampu memfermentasi tetapi dapat mengoksidasi glukosa/karbohidrat lain, tidakberspora, tidak mempunyai selubung (sheat) dan mempunyai flagel monotrika (flagel tunggal pada kutub) sehingga selalu bergerak.

Bakteri ini dapat tumbuh di air suling dan akan tumbuh dengan baik dengan adanya unsur N dan C. Suhu optimum untuk pertumbuhan P.

aeruginosa adalah 42oC. P.aeruginosa mudah tumbuh pada berbagai

media pembiakan karena kebutuhan nutrisinya sangat sederhana. Di laboratorium, medium paling sederhana untuk pertumbuhannya digunakan asetat (untuk karbon) dan ammonium sulfat (untuk nitrogen) (Jawetz, 1996).

6. Proteus mirabilis

Taksonomi:

Kingdom: Bacteria

Phylum: Proteobacteria


(34)

20

Order: Enterobacteriales

Family: Enterobacteriaceae

Genus: Proteus

Species: P. mirabilis

Binomial name : Proteus mirabilis (Hauser, 1885)

Setelah tumbuh selama 24-48 jam pada media padat, kebanyakan sel seperti tongkat, panjang 1-3 m dan lebar 0,4-0,6 m, walaupun pendek dan gemuk bentuknya kokus biasa. Dalam kultur muda yang mengerumun di media padat, kebanyakan sel panjang, bengkok, dan seperti filamen, mencapai 10, 20, bahkan sampai panjang 80 m. dalam kultur dewasa, organisme ini tidak memiliki pengaturan karakteristik : mereka mungkin terdistribusi tunggal, berpasangan atau rantai pendek. Akan tetapi, dalam kultur muda yang mengerumun, sel-sel filamen membentang dan diatur konsentris seperti isobar dalam diagram angin puyuh. Kecuali untuk varian tidak berflagella dan flagella yang melumpuhkan, semua jenis dalam kultur muda aktif bergerak dengan flagella peritrik. Flagella tersebut terdapat dalam bnayak bentuk dibanding kebanyakan enterobakter lain, normal dan bentuk bergelombang kadang-kadang ditemukan bersama dalam organisme sama dan bahkan dalam flagellum yang sama. Bentuk flagellum juga dipengaruhi pH media.


(35)

2.5 Antibakteri

Antimikroba adalah senyawa kimia yang dapat membunuh atau menghambat pertumbuhan mikroorganisme. Berdasarkan jenis mikroorganisme yang dimatikan atau dihambat pertumbuhannya, antimikroba terbagi menjadi antibakteri, antifungi, antivirus, dan protozoa.

Antibakteri adalah zat yang membunuh bakteri atau menekan pertumbuhan dan reproduksi mereka. Obat yang digunakan untuk membasmi mikroba penyebab infeksi manusia, ditentukan harus memiliki sifat toksisitas selektif setinggi mungkin. Berdasarkan toksisitas selektif, ada antimikroba yang bersifat menghambat pertumbuhan mikroba dikenal sebagai aktivitas bakteriostatik, dan ada yang bersifat membunuh mikroba, dikenal sebagai aktivitas bakterisid. Kadar minimal yang diperlukan untuk menghambat pertumbuhan mikroba atau membunuhnya, masing-masing dikenal sebagai kadar hambat minimal (KHM) dan kadar bunuh minimal (KBM). Antimikroba tertentu dapat meningkat aktivitasnya dari bakteriostatik menjadi bakterisid bila kadar antimikrobanya ditingkatkan melebihi KHM. (Ganiswara dkk,1995).

2.5.1 Mekanisme Kerja Antimikroba (Jawetz, 1996; Pratiwi, 2008)

Antimikroba berdasarkan struktur kimia dan mekanisme aksi dikelompokan menjadi :

b. Agen yang menghambat sintesis dinding sel bakteri. Antimikroba ini merusak lapisan peptidoglikan yang menyusun dinding sel bakteri gram positif maupun gram negatif. Mekanisme kerjanya adalah dengan mencegah


(36)

22

ikatan silang peptidoglikan pada tahap akhir sintesis dinding sel, yaitu dengan cara menghambat protein pengikat penisilin (penicillin binding protein), protein ini merupakan enzim damlam membrane plasma bakteri yang secara normal terlibat dalam penambahan asam amino yang berikatan silang dengan peptidoglikan dinding sel bakteri dinding sel bakteri. Termasuk didalamnya golongan β-laktam (misalnya, penisilin).

c. Agen yang bekerja langsung membran plasma mikroorganisme, meningkatkan permeabilitas dan menyebabkan kebocoran sel intraselular. Membran plasma bersifat semipermiabel dan mengendalikan transport berbagai metabolit kedalam dan luar sel. Adanya gangguan atau kerusakan struktur pada membran plasma sebagai penghalang (barrier) osmosis dan mengganggu sejumlah proses biosintesis yang diperlukan dalam membran. Termasuk didalamnya detergen seperti polymyxin; polyene agen antijamur (misalnya, nistatin dan amfoterisin B) yang mengikat dinding sterol; dan lipopeptide daptomycin;

d. Agen yang mengganggu fungsi ribosom subunit 30S atau 50S secara reversible menghambat sintesis protein, yang umumnya adalah bakteriostatik (misalnya, kloramfenikol, amoksisilin, eritromosin, klindamisin, streptogramis, dan linezolid) dan bakterisidal(misalnya aminoglikosida); e. Agen yang mempengaruhi metabolisme asam nukleat bakteri.

Penghambatannya pada sintesis asam nukleat berupa penghambatan terhadap transkripsi asam nukleat dan replikasi mikroorganisme, seperti rifamycins (misalnya, ripamfisin dan rifabutin) yang menghambat RNA polymerase dan quinolon yang menghambat topoisomerase; dan


(37)

f. Antimetabolit, yaitu substansi yang secara kompetitif menghambat metabolit mikroorganisme, karena memiliki struktur yang mirip dengan substrat normal bagi enzim metabolism. Termasuk didalamnya trimetoprim dan sulfonamide, yang menghambat enzim penting metabolism folat.

2.5.2 Penentuan Aktifitas Antimikroba

Potensi dari suatu antimikroba diperkirakan dengan membandingkan penghambatan pertumbuhan terhadap mikroorganisme yang sensitif dari hasil penghambatan suatu konsentrasi antibiotic uji dibandingkan dengan antibiotik refrensi. Bahan refrensi yang digunakan dalam pengujian adalah zat yang aktivitasnya terlah diketahui dengan mengacu pada Standar Internasional yang telah sesuai (Anonim, 2001).

Penentuan aktivitas antimikroba dapat dilakukan dengan dua metode, yaitu metode difusi dan metode dilusi. Pada metode difusi termasuk didalamnya medote disk diffusion (tes Kirby & Baur), E-test, ditch-plate

technique, cup-plate technique. Sedangkan pada metode dilusi termasuk

didalamnya metode dilusi cair dan dilusi padat (Pratiwi, 2008). a. Metode difusi diantaranya :

1) Metode disc diffusion (tes Kirby & Bauer) piringan yang berisi agen antimikroba diletakkan pada media agar yang telah ditanami mikrooorganisme yang akan berdifusi pada media agar tersebut. Area jernih mengidikasikan adanya hambatan pertumbuhan mikroorganisme oleh agen antimkroba pada permukaan agar.


(38)

24

2) Metode E-test digunakan untuk mengestimasi KHM (kadar hambat minimum), yaitu konsentrasi minimal suatu agen antimikroba untuk dapat menghambat pertubuhan mikroorganisme. Pada metode ini digunkan strip plastic yang mengandung agen antimikroba dari kadar terendah hingga tertinggi dan diletakkan pada permukaan media agar yang telah ditanami mikroorganisme. Pengamatan dilakukan pada area jernih yang ditimbulkannya yang menunjukkan kadar agen antimikroba yang, menghambat pertumbuhan mikroorganisme pada media agar.

3) Ditch-plate technique. Pada metode ini sample uji berupa agen

antimikroba yang diletakkan pada parit yang dibuat dengan cara memotong media agar dalam cawan petri pada bagian tengah secara membujur dan mikroba uji digoreskan kearah parit yang berisi agen antimikroba.

4) Cup-plate technique. Metode ini serupa dengan metode disc diffusion,

dimana dibuat sumur pada media agar yang telah ditanami dengan mikroorganisme dan pada sumur tersebut diberi agen antimikroba yang akan diuji.

b. Metode dilusi diantaranya:

1) Metode dilusi cair/broth dilution test (serial dilution). Metode ini digunakan untuk mengukur Konsentrasi Hambat Minimum (KHM) dan Kadar Bunuh Minimum (KBM). Cara yang dilakukan adalah dengan membuat seri pengenceran agen antimikroba pada medium cair yang ditambahkan dengan mikroba uji. Larutan agen mikroba pada kadar terkecil yang terlihat jernih tanpa adanya pertumbuhan mikroba uji


(39)

ditetapkan sebagai KHM. Larutan yang ditetapkan sebagai KHM tersebut selanjutnya dikultur ulang pada media cair tanpa penambahan mikroba uji ataupun antimikroba, dan diinkubasi selama 18-24 jam. Media cair yang ditetapkan terlihat jernih setelah diinkubasi ditetapkan sebagai KBM. 2) Metode dilusi padat (solid dilution test). Metode ini serupa dengan

metode dilusi cair namun menggunakan media padat (solid). Keuntungan metode ini adalah satu konsentrasi agen antimikroba yang diuji dapat digunakan untuk menguji beberapa mikroba uji.

2.6 Antibakteri Pembanding (Farmakope Indonesia, 1995)

Karakteristik amoksisilin yang digunakan sebagai antibakteri pembanding adalah sebagai berikut:

1. Rumus Bangun :

2. Rumus Kimia : C16H19N3OS

3. Nama Lain : (2S,5R,6R)- 6-{[(2R)-2-amino- 2-(4-hydroxyphenyl)- acetyl]amino}- 3,3-dimethyl- 7-oxo- 4-thia- 1-azabicyclo[3.2.0]heptane- 2-carboxylic acid

4. Pemerian : serbuk hablur, kuning, tidak berbau.

5. Kelarutan : sukar larut dalam air; mudah larut dalam larutan asam encer dan dalam larutan alkali hidrosida; sukar larut dalam ethanol; praktis tidak larut dalam kloroform dan dalam eter.


(40)

26

6. Penyimpanan :Dalam wadah tertutup rapat, pada suhu kamar terkendali.


(41)

2.7 Kerangka Konsep

Pemanfaatan ganggang secara tradisional sebagai bahan pangan dan obat-obatan telah dilakukan oleh masyarakat

(Nontji,2002)

Penelitian terdahulu menunjukkan potensi antibakteri dari fase etil asetat Gracilaria

verrucosa (Kumar et al, 2008).

Analisi Mekanisme Penghambatan Antibakteri

Analisis Kebocoran Ion Logam Ca2+ dan K+ Analisis Kerusakan Sel

Penentuan diameter hambat

Penapisan Fitokimia

Uji Aktivitas Antibakteri Ekstrak Kental Gracilaria

verrucosa

Penentuan KHM dan KBM

Analisis Kebocoran Protein dan Asam Nukleat


(42)

28 BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan dari bulan September 2011 sampai dengan Januari 2012 di Laboratorium Pharmacy Drugs Development and Reseach (PDR), Laboratorium Mikrobiologi FKIK UIN-Jakarta.

3.2 Alat dan Bahan a.Alat

Peralatan gelas, timbangan analitik, rotavaporator, desikator, oven, krustang, hot plate, tabung reaksi, plat tetes, spatula, pipet, erlenmayer, gelas ukur,

tissue, jarum ose, tabung reaksi, rak tabung reaksi, tabung sentrifuse,

sentrifuse, cawan petri, shacker, gunting, vortex, autoklaf, inkubator, lampu spritus, timbangan analitik, kertas saring whatman no.52, kapas steril, mikropipet, lemari pendingin, spektrofotometri UV-VIS, Laminar Air Flow (LAF).

b.Bahan

1) Bahan uji

Bahan uji yang digunakan adalah rumput laut G. verrucosa yang didapat dari tambak di desa Tenjo Ayu Kecamatan Tirtayasa Serang – Banten.


(43)

2) Bakteri uji

Bakteri uji yang digunakan adalah bakteri Staphylococcus aureus ATCC 25923, Basillus subtilis, Streptococcus pneumoniae ATCC 96924, Escherichia coli ATCC 25922, Pseudomonas aeruginosa ATCC 27853, Proteus mirabillis yang didapat dari Laboraturium Mikrobiologi dan Parasitologi FKIK UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. 3) Antibakteri Pembanding

Antibakteri pembanding yang digunakan adalah amoksisilin 4) Bahan Kimia

Bahan-bahan kimia yang digunakan diantaranya: Mueller Hinton Agar (MHA), Blood Agar Base, NutrientAgar, NutrientBroth, Vitamin K, NaCl, FeCl3, metanol, alkohol, Dimetilsulfoksida (DMSO), serbuk

Mg, HCl, pereaksi dragendorff, pereaksi meyer, kloroform, natrium sulfat anhidrat, asam asetat anhidrat, H2SO4, aquadest.

3.3Prosedur Kerja

3.3.1 Penyiapan simplisia G. verrucosa

Bahan berupa rumput laut G. verrucosa sebanyak 35 Kg didapat dari tambak di desa Tenjo Ayu Kecamatan Tirtayasa dalam keadaan basah, kemudian dicuci bersih dengan air mengalir, kemudian dibilas dengan aquadestilat. Rumput laut G. verrucosa ini kemudian dikeringkan dengan cara diangin-anginkan pada suhu ruang dan terhindar dari sinar matahari langsung. Simplisia kering kemudian dihaluskan menggunakan blender sehinga diperoleh serbuk rumput laut 500 gram.


(44)

30

3.3.2 Ekstraksi dengan Pelarut Organik

Serbuk rumput laut G. verrucosa sebanyak 500 g dimaserasi dengan menggunakan metanol selama 5 hari dengan mengganti pelarut setiap 24 jam, kemudian disaring dengan menggunakan kapas dan kertas saring. Tiap-tiap filtrat dipisahkan dari pelarutnya pada suhu 500C dengan menggunakan vacuum rotary evaporator, sehingga diperoleh ekstrak kental rumput laut G. verrucosa sebanyak 28 gram.

3.3.3 Pemeriksaan Karakteristik Ekstrak (Depkes RI, 2000) a. Organoleptik

Pengujian ini dilakukan dengan mengamati bentuk, warna, bau, dan rasa dari ekstrak yang dihasilkan

b. Rendemen ekstak

Rendemen ekstrak etanol rumput laut G. verrucosa dihitung dengan membandingkan bobot awal simplisia dengan bobot akhir ekstrak yang dihasilkan.

% Rendemen =Bobot ekstrak yang dihasilkan

Bobot awal simplisia x 100%

c.Susut pengeringan

Pemeriksaan ini dilakukan dengan cara menimbang ekstrak sebanyak ±0.5g dan dimasukan kedalam botol timbang bertutup yang sebelumnya telah ditara. Kemudian dimasukan kedalam oven pada suhu 105 0C sehingga diperoleh bobot yang relatif tetap.

% Susut pengeringan =b−c


(45)

Keterangan :

a = bobot cawan kosong

b = bobot sampel dan cawan sebelum dikeringkan dalam oven c = bobot sampel dan cawan setelah dikeringkan dalam oven 3.3.4 Penapisan Fitokimia

Pemerikasaan kandungan kimia dalam rumput laut (Harbone, 1984), diantaranya:

a. Identifikasi golongan alkaloid

Sejumlah tertentu serbuk/ekstrak G. verrucosa dilembabkan dengan 5 ml ammonia 30%, digerus dalam mortir, kemudian ditambahkan 20 ml kloroform dan digerus kembali dengan kuat, campuran tersebut disaring dengan kertas saring, filtrat berupa larutan organik diambil (sebagai larutan A), sebagian dari larutan A (10 ml) diekstraksi dengan 10 ml larutan HCl 1:10 dengan pengocokan dalam tabung reaaksi, ambil larutan bagian atasnya (larutan B). larutan A diteteskan beberapa tetes pada kertas saring dan disemprot atau ditetesi dengan pereaksi Dragendorff, terbentuk warna merah ataupun jingga pada kertas saring menunjukan adanya senyawa alkaloid. Larutan B dibagi dalam dua tabung reaksi, ditambahkan masing-masing pereaksi Dragendorff dan Mayer, terbentuk endapan merah bata dengan pereaksi Dragendorff dan endapan putih dengan pereaksi Mayer menunjukan adanya senyawa golongan alkaloid.


(46)

32

b. Identifikasi golongan flavonoid

Sejumlah tertentu serbuk/ekstrak G. verrucosa ditambahkan 100 ml aquadest panas, dididihkan selama 15 menit, saring dengan kertas saring, diperoleh filtrat yang akan digunakan sebagai larutan percobaan. Kedalam 5 ml larutan percobaan ( dalam tabung reaksi ), ditambahkan serbuk atau lempeng magnesium secukupnya dan 1 ml HCl pekat, tambahkan 5 ml amilalkohol, dikocok dengan kuat, biarkan hingga memisah, terbentuk warna dalam larutan amilalkohol menunjukan adanya senyawa flavonoid.

c. Identifikasi senyawa saponin

Sebanyak 10 ml larutan percobaan yang diperoleh dari percobaan golongan flavonoid, dimasukan kedalam tabung reaksi dan dikocok secara vertikal selama 10 detik, kemudian dibiarkan selama 10 menit, terbentuk busa yang stabil dalam tabung reaksi menunjukan adanya senyawa golongan saponin, bila ditambahkan 1 tetes HCl 1% (encer) busa tetap stabil.

d. Identifikasi golongan tanin

Sebanyak tertentu serbuk/ekstrak ditambahkan 100 ml aquadest, didihkan selama 15 menit, dinginkan dan saring dengan kertas saring dan filtrat dibagi dua bagian. Kedalam filtrat pertama ditambahkan larutan Ferri (III) klorida 1%, terbentuk warna biru tua atau hijau kehitaman menunjukan adanya senyawa golongan tanin. Kedalam filtrat yang kedua ditambahkan 15 ml pereaksi Stiasny (Formaldehid 30% : HCl pekat = 2:1), dipanaskan di atas penanggas aquadest, terbentuk endapan warna merah muda menunjukan adanya tanin katekuat. Selanjutnya endapan disaring, filtrat dijenuhkan


(47)

dengan natrium asetat, ditambahkan beberapa tetes larutan Ferri (III) kloridaa 1%, terbentuk warna biru tinta menujukan adanya tanin galat.

e. Identifikasi golongan steroid dan triterpenoid

Sejumlah tertentu serbuk/ekstrak G. verrucosa dimaserasi dengan 20 ml eter selama 2 jam (dalam wadah dengan penutup rapat), disaring dan diambil filtratnya, 5 ml dari filtrat tersebut diuapkan dalam cawan penguap hingga diperoleh residu/sisa, kedalam residu ditambahkan 2 tetes asam asetat anhidrat dan 1 tetes asam sulfat pekat (pereaksi Libermann-Buchard), terbentuk warna hijau atau merah menunjukan adanya senyawa golongan steroid atau triterpenoid.

f. Identifikasi golongan kuinon

Sejumlah tertentu serbuk/ekstrak G. verrucosa ditambahkan 100 ml air panas, dididihhkan selama 5 menit, saring. Ambil 5 ml larutan, masukkan ke dalam tabung reaksi tambahkan beberapa tetes Natrium hidroksida 1 N, terbentuk warna merah menunjukkan adanya senyawa golongan kuinon.

g. Identifikasi golongan minyak atsiri

Sejumlah tertentu serbuk/ekstrak G. verrucosa dimasukkan ke dalam tabung reaksi (volume 20 ml), tambahkan 10 ml pelarut petroleum eter. Pada mulut tabung dipasang corong yang diberi lapisan kapas yang telah dibasahi dengan air, kemudian disaring dengan kertas saring. Filtrat yang diperoleh diuapkan pada cawan penguap, residu yang berbau aromatik menunjukkan adanya senyawa golongan minyak atsiri.


(48)

34

3.3.5 Sterilisasi Alat dan Bahan

Sterilisasi dilakukan dengan menggunakan autoklaf pada suhu 121 0C selama 15-20 menit, semua alat dan bahan sebelum disterilisasi dibungkus terlebih dahulu dengan kertas minyak. Untuk bahan yang terbuat dari karet seperti karet pipet tetes disterilisasi dengan cara direbus. Untuk larutan uji disterilkan dengan cara melakukan pengerjaannya di dalam laminar air flow yang sebelumnya telah disterilisasi dengan alkohol 70 %, kemudian disterilkan dengan lampu UV yang telah dinyalakan 15 menit sebelum digunakan.

3.3.6 Pembuatan Media Pertumbuhan a. Nutrient Agar

Pada pembiakan bakteri menggunakan media digunakan Nutrient agar (NA). Serbuk NA sebanyak 23 gram dilarutkan dalam 1 liter aquadest dan dipanaskan hingga semuanya larut. Lalu disterilkan dalam autoklaf pada suhu 121oC selama 15 menit.

b. MHA (Mueller Hinton Agar)

Serbuk MHA sebanyak 38 gram dilarutkan dalam 1 liter aquadest, kemudian dipanaskan sampai mendidih sehingga semuanya larut, kemudian disterilkan dengan autoklaf pada suhu 121 0C selama 15 menit.

c. Blood Agar Base (BAB)

Serbuk blood agar base sebanyak 40 gr dilarutkan dalam 1 liter aquadest. Kemudian disterilkan dalam autoklaf pada suhu 1210C selama 15 menit. Setelah suhu sekitar 400C ditambahkan 5% darah domba steril.


(49)

3.3.7 Pembuatan stok bakteri

Bakteri diinokulasi pada medium Blood Agar Base untuk bakteri Streptococcus pneumoniae, sedangkan medium MHA untuk

Staphylococcus aureus , B. subtilis, E. coli, Pseudomonas aeruginosa,

Proteus mirabillis dengan cara menggoreskan bakteri menggunakan

jarum ose pada permukaan agar, kemudian semua biakan bakteri diinkubasi pada suhu 37 oC selama 24 jam.

3.3.8 Pembuatan Suspensi Bakteri

Biakan bakteri yang telah berumur 24 jam diambil beberapa ose kemudian di suspensikan kedalam larutan NaCl 0.9% dan di ukur kekeruhannya dengan menggunakan metode turbidimetri dengan standar 0,5 Mc Farland (diperkirakan 1,5 x 108 sel bakteri/ml).

3.3.9 Pembuatan Larutan Uji

Pada pengujian aktivitas antibakteri menggunakan metode difusi cakram, larutan uji dibuat dengan melarutkan ekstrak metanol G.

verrucosa menggunakan metanol dengan konsentrasi ekstrak G.

verrucosa yang digunakan adalah 0,1 mg/ml, 1 mg/ml, 10 mg/ml, dan

100 mg/ml. Pada penentuan Konsentrasi Hambat Minimum dan Konsentrasi Bunuh Minimum menggunakan metode dilusi cair. Larutan uji dibuat dengan melarutkan ekstrak metanol G. verrucosa dengan aquadest. Konsentrasi yang digunakan adalah 0,01 mg/ml, 0,1 mg/ml, 1 mg/ml, dan 10 mg/ml.


(50)

36

3.3.10 Pengujian Aktivitas Antibakteri (Rhimou et al, 2010).

Pengujian aktivitas antibakteri dari ekstrak metanol G. verrucosa dilakukan dengan metode difusi menggunakan kertas cakram. Kertas cakram yang digunakan memiliki diameter lingkaran 6 mm.

Media Blood Agar Base untuk bakteri S. pneumonia dan medium MHA untuk bakteri Staphylococcus aureus, Bacillus subtilis, Escherichia

coli, Pseudomonas aeruginosa, Proteus mirabillis yang masih berbentuk

cairan dimasukkan ke dalam cawan petri masing-masing sebanyak ±20ml dan dibiarkan memadat pada suhu kamar. Setelah agar memadat suspensi bakteri sebanyak 100 µl di sebar kepermukaan agar secara merata dengan menggunakan lidi kapas steril.

Kertas cakram steril kemudian ditetesi dengan larutan uji sebanyak 20 µl kemudian didiamkan selama 2 jam (Rhimou et al, 2010) agar pelarutnya menguap kemudian diletakan diatas permukaan agar. Untuk kontrol negatif kertas cakram ditetesi dengan metanol dan kontrol positif menggunakan cakram amoksisilin pada setiap bakteri uji. Masing – masing cawan petri kemudian diinkubasi dalam keadaan posisi terbalik pada suhu 370C selama 24 jam. Aktivitas antibakteri diamati berdasarkan pengukuran diameter daerah hambat atau daerah bening yang terbentuk disekeliling kertas cakram dikurangi dengan diameter cakram. Pengujian dilakukan 3 kali pengulangan.


(51)

37

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1HASIL

4.1.1 Determinasi Sampel

Dari hasil identifikasi sampel yang dilakukan di LIPI Oceanografi diketahui bahwa sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah rumput laut Gracillaria verrucosa (Lampiran 1).

4.1.2 Penapisan Fitokimia

Dari proses ekstraksi yang dilakukan didapatkan karakteristik ekstrak dan hasil penapisan fitokimia, diantaranya.

Tabel 1. Karakteristik ekstrak dan uji penapisan fitokimia Karakteristik ekstrak Hasil

Rendemen Susut Pengeringan Warna Bau Flavonoid Alkaloid Saponin Tanin

Steroid dan triterpenoid Minyak atsiri 3.6 % 0.89 % Hijau kecoklatan Khas Negatif (-) Negatif (-) Positif (+) Negatif (-) Positif (+) Negatif (-)


(52)

38

4.1.3 Pembuatan ekstrak

Hasil ekstraksi serbuk rumput laut (Gracilaria verrucosa) sebanyak 500 gram dengan pelarut metanol adalah sebanyak 28 gram ekstrak kental dengan rendemen ekstrak sebesar 3,6%.

4.1.4 Uji Aktivitas Antibakteri

Hasil uji aktivitas antibakteri ekstrak metanol G. verrucosa pada berbagai konsentrasi :

Tabel 2. Hasil uji aktivitas antibakteri ektrak metanol G. verrucosa terhadap enam bakteri uji.

Konsentrasi Ekstrak

Diameter Zona Hambat ( mm ) Rata-rata

S. aureus B. subtilis S. pneumoniae E. coli P. aeruginosa P. mirabilis

100µg/ml - - - -

1000µg/ml - - - -

10000µg/ml - - - -

100000µg/ml - - - -

Kontrol (-) - - - -

Kontrol (+) 51 40 42 28 51 23

Kontrol (-) : metanol

Kontrol (+) : amoksisilin

Penentuan nilai KHM dan nilai KBM dari ekstrak metanol G. verrucosa terhadap bakteri uji tidak dilakukan karena pada uji diameter


(53)

hambat tidak ditemukan diamater hambat. Oleh karena itu, pengujian aktivitas antibakteri seperti kebocoran protein dan asam nukleat, kebocoran ion Ca2+ dan ion K+ serta analisis kerusakan sel tidak dilakukan.

4.2 PEMBAHASAN

Sampel uji yang digunakan dalam penelitian ini diperoleh dari tambak di Desa Tenjo Ayu Kecamatan Tirtayasa Serang – Banten. Berdasarkan hasil determinasi yang dilakukan di Pusat Penelitian Oseanografi LIPI Jakarta, menunjukan bahwa tanaman yang digunakan dalam penelitian ini adalah

Gracilaria verrucosa dengan famili Gracilariaceae (lampiran 1).

Serbuk simplisia G. verrucosa selanjutnya diidentifikasi dengan cara penapisan fitokimia yang menunjukan bahwa pada sampel uji terdapat kandungan kimia dari golongan senyawa saponin, steroid dan triterpenoid (Tabel 1). Saponin adalah senyawa aktif yang kuat dan menimbulkan busa jika dikocok dalam air sehingga bersifat seperti sabun dan mempunyai kemampuan antibakterial (Zuhud,

et al., 2001). Saponin dapat meningkatkan permeabilitas membran sel bakteri

sehingga dapat mengubah struktur dan fungsi membran, menyebabkan denaturasi protein membran sehingga membran sel akan rusak dan lisis (Siswandono, 1995).

Pada penelitian ini metode ekstraksi yang digunakan adalah metode maserasi. Metode ini dipilih karena proses pengerjaannya yang mudah, peralatan yang digunakan sederhana, serta tidak merusak senyawa yang terkandung dalam sampel uji. Prinsip dari metode maserasi adalah mengekstrak zat aktif dengan cara merendam serbuk simplisia dalam larutan penyari yang sesuai pada temperatur


(54)

40

kamar. Pelarut yang digunakan dalam proses maserasi ini adalah metanol. Pemilihan metanol sebagai pelarut dikarenakan metanol dapat melarutkan hampir semua metabolit sekunder pada sampel uji, baik senyawa yang bersifat polar maupun nonpolar sehingga dapat mengekstrak G. verrucosa secara optimal. Metanol dapat digunakan sebagai kontrol pelarut pada uji aktivitas antibakteri (Dash, et al., 2011).

Pengujian aktivitas antibakteri bertujuan untuk mengetahui sensitivitas bakteri terhadap sampel uji. Metode pengujian aktivitas antibakteri yang digunakan pada penelitian ini adalah metode difusi cakram. Pada metode ini sensivitas bakteri terhadap sampel uji ditunjukan dengan terbentuknya zona bening disekitar kertas cakram yang menandakan daerah hambatan pertumbuhan bakteri.

Pada penelitian ini menggunakan 6 bakteri patogen yang berasal dari gram positif dan gram negatif. Bakteri patogen yang digunakan adalah Staphylococcus

aureus, Bacillus subtilis, Streptococcus pneumoniae yang termasuk golongan

bakteri gram positif serta Escherichia coli, Pseudomonas aeruginosa, Proteus

mirabillis yang termasuk golongan bakteri gram negatif.

Pada pengujian diameter zona hambat, bakteri diinokulasikan pada media MHB untuk bakteri Staphylococcus aureus, Bacillus subtilis, Escherichia coli,

Pseudomonas aeruginosa, dan Proteus mirabillis, serta media agar darah untuk

bakteri Streptococcus pneumoniae selama 24 jam dengan suhu 37oC. Sebelum diinokulasikan pada medium agar, semua bakteri uji diukur kepadatannya menggunakan spektrofotometri dan disesuaikan dengan larutan standar McFarland 0.5. Pengukuran dilakukan pada panjang gelombang 625 nm dengan absorbansi


(55)

sebesar 0.08 – 0.1 A (setara dengan larutan McFarland 0.5 = 1-2 x108 cfu/ml) (Schwable, et al., 2007).

Selanjutnya dibuat larutan uji dengan cara melarutkan ekstrak kental dengan metanol dan dibuat konsentrasi 100, 1000, 10.000, dan 100.000 µg/ml. Untuk kontrol negatif digunakan metanol. Sedangkan untuk kontrol positif digunakan amoksisilin.

Pemilihan amoksisilin sebagai kontrol positif karena amoksisilin merupakan antibiotik turunan penisilin yang mempunyai spektrum kerja luas, dan mekanisme kerjanya menghambat sintesis dinding sel bakteri (Setiabudy, 2007). Zona hambat yang ditunjukan oleh kontrol positif adalah sebesar 51 mm untuk

Staphylococcus aureus, 40 mm untuk Bacillus subtilis, 42 mm untuk

Streptococcus pneumoniae, 28 mm untuk Escherichia coli, 51 mm untuk

Pseudomonas aeruginosa, dan 23 mm untuk Proteus mirabillis.

Dari tabel hasil uji aktivitas antibakeri (tabel 2) pada penelitian ini dapat dilihat bahwa ekstrak metanol G. verrucosa tidak memiliki aktivitas antibakteri terhadap 3 bakteri gram positif (Staphylococcus aureus, Bacillus subtilis,

Streptococcus pneumoniae) dan 3 bakteri gram negatif (Escherichia coli,

Pseudomonas aeruginosa, Proteus mirabillis). Hal ini dapat dilihat dari tidak

terbentuknya zona hambat pada medium agar dengan berbagai konsentrasi yang digunakan yakni 0,1 mg/ml, 1 mg/ml, 10 mg/ml, dan 100 mg/ml. Hasil yang berbeda ditunjukan pada penelitian sebelumnya bahwa ektrak G. verrucosa memiliki aktivitas antibakteri terhadap Pseudomonas syringae pada fase etil asetat (Kumar et al., 2008).


(56)

42

Perbedaan hasil yang didapat pada penelitian ini dimungkinkan karena pada senyawa yang terdapat pada ekstrak metanol G. verrucosa yang memiliki aktifitas antibakteri sangat kecil jumlahnya. Sedangkan pada penelitian ini, sampel uji yang digunakan adalah crude ekstrak dari G. verrucosa yang artinya masih terdapat banyak sekali senyawa lain yang terkandung dalam sampel uji seperti metabolit primernya yaitu polisakarida sebesar 32.4% (Satari, 1997). Selain itu, dikarenakan perbedaan sumber ganggang merah yang digunakan menjadi penyebab tidak ditemukannya aktivitas antibakteri pada penelitian ini. Meskipun pada penapisan fitokimia yang dilakukan menunjukan terdapat senyawa saponin yang diduga dapat memberikan aktivitas antibakteri.

Melihat hasil uji aktivitas antibakteri dengan metode difusi cakram yang tidak menunjukan adanya hambatan terhadap 3 bakteri gram positif

(Staphylococcus aureus, Bacillus subtilis, Streptococcus pneumoniae) dan 3

bakteri gram negatif (Escherichia coli, Pseudomonas aeruginosa, Proteus

mirabillis), maka penentuan nilai KHM dan KBM serta pengujian mekanisme

antibakteri dari ekstrak G. verrucosa ini tidak dilanjutkan. Sehingga dapat disimpulkan bahwa ekstrak metanol G. verrucosa tidak memiliki aktivitas antibakteri.


(57)

43 5.1KESIMPULAN

Ekstrak metanol Gracilaria verrucosa tidak memiliki aktivitas antibakteri terhadap 3 bakteri gram positif (Staphylococcus aureus, Bacillus

subtilis, Streptococcus pneumoniae) dan 3 bakteri gram negatif (Escherichia

coli, Pseudomonas aeruginosa, Proteus mirabillis).

5.2 SARAN

Perlu adanya penelitian lebih lanjut tentang kandungan kimia pada

Gracilaria verrucosa yang terdapat di Indonesia sehingga dapat dicari


(58)

44

Daftar Pustaka

Anggadiredja, J. T., Zatnika, A., Purwoto, H. dan Istini, S. 2006. Rumput Laut. Jakarta : Penebar Swadaya

Aslan, M. 1998. Budidaya Rumput Laut . Kanisius. Yogyakarta.

Aydogmus, Zeynep. 2008. Studies on chemical constituents of Gracilaria verrucosa.

Natural Product Research. 22, (18):1589–1596.

Buchanan, R.E. and Gibbons, N.E. 1974.Bergey’s manual of determinative bacteriol

ogy(Eighth edition), The Williams and Wilkins Co., Baltimore, pp.747 ‐ 842.

Chia, M,. Lin., Preston, J.K., Weii, C.I., 2000. Antibacterial mechanism of alyl isothiocyanate. Journal of Food Protection.

Cox, S.D., Mann, C.M., Markham, J.L., Bell, H.C., Gustafson, J.E. 2000. The mode of antibacterial action the essential oil of melaluea alternifolia (tea tree oil). Journal of Application Microbiology.

Dash, BK., S Sultana, N Sultana. 2011. Antibacterial Activities of Methanol and Acetone Extracts of Fenugreek (Trigonella foenum) and Coriander

(Coriandrum sativum). Life Sciences and Medicine Research, Volume 2011:

LSMR-27

Depkes RI. 2000. Parameter Standard Umum Ekstrak Tumbuhan Obat. Direktorat Jendral Pengawasan Obat dan Makanan: Jakarta.

Depkes RI. 1989. Pemanfaatan Tanaman Obat, Edisi III. Jakarta: Direktorat Jendral Pengawasan Obat dan Makanan.


(59)

Doyle, P.J., & Patterson, G.W. 1972. Sterols of some Chesapeake Bay algae. Comparative Biochemistry and Physiology. Part B, Biochemistry &

Molecular biology, 41: 355–358.

Findly, John A., Ashok D. Patil. 1986. Antibacterial constituents of the red alga cystoclonium purpureum. Phytochemistry 25(2). pp. 548-550.

Ganiswara. 1995. Farmakologi dan Terapi. Edisi 4. Jakarta: Universitas Indonesia Press

Hargono, Djoko. 1986. Sediaan Galenika. Departemen Kesehatan Republik Indonesia. Jakarta .

Holt, J.G., Krieg, N.R., Sneathm, P.H.A., Staley, J.T. and Williams, S.T. (1994) Bergey’s Manual of Determinative Bacteriology, 9th edn. Baltimore, MD: Williams and Williams.

Imbs , Andrey B., Anna V. Vologodskaya, Natalia V. Nevshupova, Svetlana V. Khotimchenko, Edouard A. Titlyanov. 2001. Response of prostaglandin content in the red alga Gracilaria verrucosa to season and solar irradiance.

Phytochemistry 58: 067–1072.

Jawetz, Ernest.1995. Mikrobiologi untuk profesi kesehatan. Hal 140-143. Jakarta: EGC

Jawetz, Ernest.1995. Mikrobiologi untuk profesi kesehatan. Hal 299-303. Jakarta: EGC

Jeul. 1995. Speciment preparation method for Scanning Electron Microscope. Jeol Aplication Note. Tokyo.


(60)

46

Kakita, H., Fukuoka, S., Obika, H., Li, Z.F., & Kamishima, H. 1997. Purification and properties of a high molecular weight hemagglutinin from the red alga,

Gracilaria verrucosa . Botanica Marina, 40:241–247.

Kakita, H., Fukuoka, S., Obika, H., & Kamishima, H. 1999. Isolation and characterisation of a fourth hemagglutinin from the red alga, Gracilaria verrucosa , from Japan. Journal of Applied Phycology, 11: 49–56.

Khotimchenko, S.V. 2005. Lipids from the Marine Alga Gracilaria verrucosa .

Chemistry of Natural Compounds, 41: 285–288.

Khotimchenko, S.V. 2006. Variations in lipid composition among different developmental stages of (Rhodophyta). Botanica Marina, 49 : 34–38.

Lydia, Ninan Lestario.2008.Antioxidant activity and total phenolic content of red seaweed ( Gracilaria verrucosa). J.Teknol. dan industri pangan , Vol.XIX No.2.

Melo, V.M.M, Cordeiro, R.A, Gomes, M.V, Carvalho, A.F.U. 2006. Effect of Proteins (Agglutinins) from the Red Seaweed Hypnea musciformis (Wulfen) Lamouroux on the Growth of Human Pathogen Yeasts. Brazilian archives of

biology and technology.6 : pp. 915-921

Miksusanti., Jennie, B. S. L., Panco, B. dan Trimulyadi, G., 2008, Kerusakan Dinding Sel Escherichia coli K1.1 oleh Minyak Atsiri Temu Kunci

(Kaempferia pandurata), Berita Biologi 9(1):1-8

Nadler , J. Victor .1979. Kainic Acid: Neurophysiological And Neurotoxic Actions.


(61)

Neushul , Michael, 1990. Antiviral carbohydrates from marine red algae.

Hydrobiologia. 204/205: 99-104.

Nevshupova, N.V. 1999. Prostaglandin composition of red alga Gracilaria verrucosa . Biologiya Morya, 25: 142–143.

Newman, David J , 2003. Natural Products as Sources of New Drugs over the

Period 1981-2002. J. Nat. Prod. 66:1022-1037

Nontji, Anugerah. 2002. Laut Nusantara. Penerbit Djambatan. Jakarta.

Noor, R.R. 2001. Scanning Electron Microscope. Laboraturium pemuliaan dan Genetika ternak. Fakultas Peternakan. IPB

Padmakumar K, Ayyakkannu K .1997. Seasonal variation of antibacterial and antifungal activities of the extracts of marine algae from Southern coast of India. Bot. Mar. 40: 507-515

Pelczer et al. 1998. Dasar-Dasar Mikrobiologi. Jilid 1. Jakarta: UI-Press.

Pelczer et al. 1998. Dasar-Dasar Mikrobiologi. Jilid 2. Jakarta: UI-Press.

Pratiwi, Silvia T. 2008. Mikrobiologi Farmasi. Erlangga. Jakarta.

Ravikumar S, Anburajan L, Ramanathan G, Kaliaperumal N .2002. Screening of seaweed extracts against antibiotic resistant post operative infectious pathogens. Seaweed. Indian Journal of Marine Sciences. (24)1: 95-99.

Rhimou, Bouhlal., Hassane, R., Jose, M., Nathalie, B. 2010. The antibacterial potential of the seaweeds (Rhodophyceae) of the strait of Gibraltar and the


(62)

48

Mediterranean Coast of Morocco. African Journal Of Biotechnology. 9(38): 6365-6372

Satari, Rachmaniar. 1997. Isolasi dan Identifikasi Polisakarida dari Rumput Laut. Rangkuman Hasil Penelitian Produk Alami Laut Indonesia LIPI Puslitbang Oseanologi.

Sasikumar, C., Rao, V.N.R., & Rengasamy, R. (1999). The effect of environmental factors on the qualitative and quantitative characteristics of agar from the marine red alga Gracilaria verrucosa (Gracilariales, Rhodophyta). Indian

Journal of Marine Sciences, 28: 270–273.

Schwable, Richard, et al,. 2007. Antimicrobial Suspectibility Testing Protocols. New York : CRC Press.

Setiabudy R. 2007. Farmakologi dan Terapi Edisi 5. Jakarta : Departemen Farmakologi dan Terapeutik FKUI.

Sirait, M. et al.1979. Farmakofe Indonesia, Edisi III. Direktorat Jendral Pengawasan Obat dan Makanan: Jakarta.

Soegiarto, A., Sulistijo, W.S. Atmadja dan H. Mubarak. 1978. Rumput Laut (algae);

Manfaat, potensi dan usaha budidaya, SDE 46 LON-LIPI Jakarta, 61 pp.

Soesilo,S. Et al.1995. Farmakofe Indonesia, Edisi IV. Direktorat Jendral Pengawasan Obat dan Makanan: Jakarta.

Son , Byeng Wha.1990. Glikolipids from Gracilaria verrucosa. Phytochemistry, 29, Issue 1, Pages 307-309


(63)

Staf Pengajar FKUI. 1993. Mikrobiologi Kedokteran, Edisi revisi. Jakarta: Binarupa Aksara.

Suhardimansyah. 2004. Pengaruh Tanah Pirit Pada Berbagai Perlakuan Terhadap

Pertumbuhan Rumput Laut, Gracillaria sp. IPB

Tjay T. H. dan R. Kirana, 2002, Obat-Obat Penting, ed. 5, PT. Elex Media Komputindo, Jakarta.

WHO. 1999. Infectious Diseases are the Biggest Killer of the Young. diakses tanggal 25 Juli 2011. Dari http://www.who.int/infectious-disease-report/index-rpt99.htm

Winarno, F.G. 1996. Teknologi Pengolahan rumput laut. Pustaka Sinar Harapan. Jakarta.

Xu, N, Xiao Fan, Xiaojun Yan, Xiancui Li, Rongli Niu, C.K. Tsenga. 2003. Antibacterial bromophenols from the marine red alga Rhodomela confervoides. Phytochemistry 62 : 1221–1224.

Zuhud, M.A.E., Rahayu, W.P.,Wijaya, H.P., Sari, P.P. 2001. Aktivitas Antimikroba Ekstrak Kedawung Terhadap Bakteri Patogen. Jurnal Teknol dan Indrustri


(64)

50


(65)

(66)

52

Lampiran 2. Gambar Gracilaria verrucosa


(67)

Lampiran 3 . Hasil Penapisan fitokimia Gambar 3. Penapisan Fitokimia

Alkaloid Flavonoid

Saponin


(68)

54

Lampiran 4. Perhitungan 1. Perhitungan Rendemen

Ekstraksi G. verrucosa sebanyak 500 g dalam metanol didapatkan ekstrak yang dipekatkan hingga 18 g.

Rendemennya : 18 g x 100 % = 3.6 % 500 g

2. Susut Pengeringan

Dipanaskan 30 menit di oven ±150 oC Cawan Penguap + tutup = 25,940 g

Cawan penguap + tutup + ekstrak = 26,944 g Ekstrak 1,004 g

30 menit selanjutnya : Cawan penguap + tutu + ekstrak = 26,844 g 30 menit selanjutnya : Cawan penguap + tutup + ekstrak = 26,704 g

Didiamkan dalam eksikator 24 jam : Cawan penguap + tutup + ekstrak = 26,703 g Jadi, susut pengeringan ekstrak metanol ganggang merah Gracilaria verrucosa adalah = 26,944 g – 26,703 g

= 0,241 g 0,241 g x 100 % = 0,89% 26,944 g

3. Perhitungan Konsentrasi Uji Konsentrasi 100 mg/ml :

Berat ekstrak kental : 1 gram Volume metanol : 10 ml

Konsentrasi 10 mg/ml :


(69)

Volume metanol : 10 ml

Konsentrasi 1 mg/ml :

Konsentrasi 10 mg/ml : 1 ml

Volume metanol : ad 10 ml

Konsentrasi 0.1 mg/ml :

Konsentrasi 1 mg/ml : 1 ml


(70)

56


(71)

Lampiran 6. Hasil Uji Diameter Zona Hambat

Gambar 4. Staphylococcus aureus

Gambar 5. Bacillus subtilis


(72)

58

Gambar 7. Proteus mirabillis

Gambar 8. Escherichia coli


(73)

Lampiran 7. Pembuatan ekstrak Gracilaria Verrucosa

Gracilaria verrucosa

Dicuci bersih, dikeringkan, dirajang

Ekstraksi dengan methanol (metode maserasi)

Dipekatkan dengan Vacuum Rotary Evaporator

Didapatkan ekstrak kental Gracilaria verrucosa

Dilarutkan dengan metanol


(74)

60

Lampiran 8. Pembuatan Suspensi Bakteri Uji

Bakteri uji yang murni

Diukur kepadatannya dengan spektrofotometer =625 nm, A=0,08-0,1 (setara mc Farland 0,5 = 1-2 x 108 cfu/ml)

Vortex selama 5 menit

Diinokulasikan dalam NaCl fisiologis


(75)

Lampiran 9. Uji Aktivitas Antibakteri Ekstrak Metanol G. verrucosa Tabel 2. Uji Aktivitas Antibakteri Ekstrak Metanol G. verrucosa

Konsentrasi Ekstrak

Diameter zona hambat (mm)

S. aureus B. subtilis S. pneumoniae E. coli P. aeruginosa P. mirabilis

100 µg/ml 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0

0 0 0 0 0 0

1000 µg/ml 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0

0 0 0 0 0 0

10000µg/ml 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0

0 0 0 0 0 0

100000µg/ml 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0

0 0 0 0 0 0

Kontrol (-) Metanol 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0

0 0 0 0 0 0

Kontrol (+) Amoxilin 25 g/cakram


(1)

(2)

Gambar 4. Staphylococcus aureus

Gambar 5. Bacillus subtilis


(3)

Gambar 7. Proteus mirabillis

Gambar 8. Escherichia coli


(4)

Lampiran 7. Pembuatan ekstrak Gracilaria Verrucosa

Gracilaria verrucosa

Dicuci bersih, dikeringkan, dirajang

Ekstraksi dengan methanol (metode maserasi)

Dipekatkan dengan Vacuum Rotary Evaporator

Didapatkan ekstrak kental Gracilaria verrucosa

Dilarutkan dengan metanol


(5)

Lampiran 8. Pembuatan Suspensi Bakteri Uji

Bakteri uji yang murni

Diukur kepadatannya dengan spektrofotometer =625 nm, A=0,08-0,1 (setara mc Farland 0,5 = 1-2 x 108 cfu/ml)

Vortex selama 5 menit

Diinokulasikan dalam NaCl fisiologis


(6)

Tabel 2. Uji Aktivitas Antibakteri Ekstrak Metanol G. verrucosa

Konsentrasi Ekstrak

Diameter zona hambat (mm)

S. aureus B. subtilis S. pneumoniae E. coli P. aeruginosa P. mirabilis

100 µg/ml 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0

0 0 0 0 0 0

1000 µg/ml 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0

0 0 0 0 0 0

10000µg/ml 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0

0 0 0 0 0 0

100000µg/ml 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0

0 0 0 0 0 0

Kontrol (-) Metanol 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0

0 0 0 0 0 0

Kontrol (+) Amoxilin 25 g/cakram