13
perbaharuan sel-sel hemoglobin yang pada akhirnya akan menyebabkan anemia atau penyakit kronis lainnya di karenakan produksi sel merah yang terganggu.
18,34
2.6 Indeks Massa Tubuh
Indeks massa tubuh adalah alat ukur yang digunakan untuk mendefenisikan status berat badan anak, remaja, dan dewasa. Interpretasi indeks massa tubuh tergantung pada
usia dan jenis kelamin anak, karena anak laki-laki dan perempuan memiliki lemak tubuh yang berbeda. Indeks massa tubuh pada anak berubah sesuai usia dan peningkatan
panjang dan berat badan. Indeks massa tubuh mempunyai keunggulan utama yakni menggambarkan lemak
tubuh yang berlebihan, sederhana dan bisa digunakan dalam penelitian populasi berskala besar. Pengukurannya hanya menggunakkan dua hal yakni berat badan dan
tinggi badan, yang keduanya dapat dilakukan secara akurat oleh seseorang dengan sedikit latihan.
35
Salah satu keterbatasan indeks massa tubuh adalah tidak bisa membedakan berat yang berasal dari lemak dan berat dari otot atau tulang. Indeks massa
tubuh juga tidak dapat mengidentifikasi distribusi dari lemak tubuh. Perhitungan nilai indeks massa tubuh dapat diperoleh sebagai berikut:
35
Indeks Massa Tubuh =
Perhitungan indeks massa tubuh pada anak-anak dan dewasa menggunakan metode yang sama, untuk orang dewasa interpretasi tidak berdasarkan usia dan jenis
kelamin. Berdasarkan Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia tahun 2010,
pengukuran IMT mengacu pada standar antropometri World Health Organization WHO tahun 2005, setelah dilakukan perhitungan IMT, sesuaikan dengan tabel usia
dan jenis kelamin dalam Z-score Lampiran 8.
35
Universitas Sumatera Utara
14
Tabel 1. Kategori IMT menurut Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia
35
Ambang batas Z-score Kategori IMT
Indeks Massa Tubuh menurut usia
IMTU Anak usia 0-60 bulan
-3 SD Sangat Kurus
-3 SD sampai dengan -2 SD Kurus
-2 SD sampai dengan 2 SD Normal
2 SD Gemuk
Indeks Massa Tubuh menurut usia
IMTU Anak usia 5-18 tahun
-3 SD Sangat Kurus
-3 SD sampai dengan -2 SD Kurus
-2 SD sampai dengan 1 SD Normal
1 SD sampai dengan 2 SD Gemuk
2 SD Obesitas
2.7 Indeks Karies
Indeks adalah ukuran yang dinyatakan dengan angka dari keadaan suatu golongankelompok terhadap suatu penyakit gigi tertentu. Ukuran-ukuran ini dapat
digunakan untuk mengukur derajat keparahan dari suatu penyakit mulai dari yang ringan sampai berat. Mendapatkan data tentang status karies seseorang digunakan
indeks karies agar penilaian yang diberikan pemeriksa sama atau seragam. Indeks karies yang biasa digunakan seperti indeks deft dan indeks pufa pengukuran ini di gunakan
untuk gigi desidui.
17
2.7.1 Indeks deft Klein
Indeks ini diperkenalkan oleh Klein H, Palmer CE, Knutson JW pada tahun 1938 untuk mengukur pengalaman seseorang terhadap karies gigi. Pemeriksaannya meliputi
Universitas Sumatera Utara
15
pemeriksaan pada gigi deft. Indeks ini tidak menggunakan skor, pada kolom yang tersedia langsung di isi kode d gigi yang karies, e gigi yang dicabut, f gigi yang
ditumpat dan kemudian dijumlahkan semua kode. Gigi permanen dan gigi desidui hanya dibedakan dengan pemberian kode DMFT decayed missing filled tooth
sedangkan deft decayed extracted filled tooth digunakan untuk gigi desidui. Termasuk dalam d decayed adalah :
1. Semua gigi susu yang mengalami karies.
2. Karies sekunder yang terjadi pada gigi dengan tumpatan permanen.
3. Gigi dengan tumpatan sementara.
Termasuk dalam e extracted adalah : 1.
Semua gigi yang hilang atau dicabut karena karies. Termasuk dalam f filling adalah :
1. Semua gigi dengan tumpatan permanen.
Nilai def total dihitung dengan menjumlahkan d+e+f, dan nilai yang mungkin untuk seorang anak dengan gigi desidui adalah 0-20.
2.7.2 Indeks pufa
Indeks pufa digunakan untuk menilai keadaan pulpa yang terlibat, ulserasi dari mukosa akibat fragmen akar, fistula dan abses. Lesi disekeliling karies yang tidak
berhubungan dengan keterlibatan pulpa sebagai akibat karies tidak dicatat. Indeks pufa adalah indeks untuk menilai keadaan rongga mulut karena karies yang tidak dirawat
sehingga meluas sampai ke pulpa.
15
Pengukuran dilakukan secara visual dan menggunakan alat yang minimal kaca mulut dan senter karena kurangnya pengalaman peneliti dalam melihat pufa pada
rongga mulut anak. Hanya satu skor yang diberikan untuk satu gigi. Kriteria pemberian
kode untuk indeks pufa: p : Keterlibatan pulpa dicatat saat terbukanya pulpa atau ketika struktur mahkota
gigi hancur karena proses karies dan hanya fragmen akar yang tertinggal. Gambar 2 a dan b
Universitas Sumatera Utara
16
u: Ulserasi dicatat ketika bagian yang tajam dari gigi dengan karies mencapai pulpa atau fragmen akar yang telah menyebabkan ulser traumatikus pada jaringan lunak
di dekatnya. Gambar 3 c dan d f : Fistula dicatat ketika adanya sinus tract yang berhubungan dengan gigi karies
mencapai pulpa. Gambar 4 e dan f a : Abses dicatat ketika adanya pus dan pembengkakan yang berhubungan dengan
gigi dengan karies mencapai pulpa. Gambar 5 g dan h
Gambar 2. a dan b Keterlibatan pulpa p, kamar pulpa terlihat atau koronal gigi telah hancur oleh proses karies dan hanya akar atau sisa akar yang tertinggal
15
Gambar 3. c dan d Ulserasi u, traumatik ulser pada jaringan lunak lidah dan mukosa karena gigi atau sisa akar
15
Universitas Sumatera Utara
17
Gambar 4. e dan f fistula f, saluran sinus mengeluarkan nanah
15
Gambar 5. g dan h dento-alveolar abses
15
Indeks pufa ini tidak menggunakan skor pada kolom yang tersedia langsung di isi kode p keterlibatan pulpa, u ulserasi akibat trauma, f adanya fistula, a adanya
abses. Jumlah pufa dihitung per orang secara kumulatif dengan menjumlahkan p+u+f+a. Pengalaman pufa untuk suatu populasi dihitung sebagai rerata dan memiliki
nilai desimal Tabel 2.
15
Universitas Sumatera Utara
18
Tabel 2. Tabel pufa
2.8 Hubungan Karies yang Tidak dirawat dengan Indeks Massa Tubuh
Keadaan mulut yang buruk, misalnya kehilangan banyak gigi, akibat karies yang tidak dirawat akan menganggu fungsi dan aktivitas rongga mulut sehingga akan
memengaruhi asupan makanan yang masuk kedalam tubuh serta mempunyai dampak pada kualitas hidup. Pada masa anak-anak karies yang tidak dirawat akan menimbulkan
ketidaknyamanan, rasa takut, dan gangguan tidur. Kesehatan mulut yang terganggu akibat karies yang tidak dirawat ini akan memengaruhi anak secara fisik, psikologis,
tumbuh kembang, berbicara, mengunyah, menikmati makanan, dan bersosialisasi di lingkungan. Sejauh ini, belum banyak penelitian yang menghubungkan antara skor pufa
dengan indeks massa tubuh seseorang, sehingga hubungan yang dapat diperoleh hanyalah sebatas hasil dari penelitian.
33,37
Menurut Dua R dalam penelitiannya pada anak berusia 4-14 tahun di india menunjukkan bahwa anak- anak dengan status sosial ekonomi yang rendah mempunyai
rata- rata skor PUFApufa yang lebih tinggi dan mempunyai indeks massa tubuh di bawah batas normal kurus dibandingkan dengan anak lainnya. Penelitian Edalat di
Universitas Sumatera Utara
19
Iran pada anak usia 3-6 tahun, rata-rata dmftnya 4,13. Pada penelitian ini menunjukkan tidak ada hubungan antara karies yang tidak dirawat dengan indeks massa tubuh.
18
Penelitian Shahraki T yang meneliti hubungan karies dengan indeks massa tubuh menunjukkan bahwa skor rata- rata DFT pada anak dalam kategori gemuk lebih tinggi
jika dibandingkan dengan anak pada kategori kurus dan normal. Dapat dilihat dari hasil penelitian diatas bahwa hubungan antara kategori indeks massa tubuh dengan skor
PUFApufa ataupun insidensi terjadinya karies belumlah jelas. Sifat multifaktorial dari penyebab karies yang menyebabkan hasil dari penelitian dapat menjadi berbeda.
38
Universitas Sumatera Utara
20
2.9 Kerangka Teori