2.3. Genteng Polimer
Genteng berbasis polimer merupakan suatu alternatif pengganti genteng yang kita kenal selama ini, dibuat dengan mencampur polimer sebagai matriks dan pengisi
filter dari bahan alam. Genteng komposit polimer dibuat secara partikel komposit dengan terlebih dahulu mengubah bentuk bahan pengisi menjadi partikel, partikel
ini kemudian dicampur dengan matrik polimer pada suhu titik leleh polimer tersebut. Matrik yang digunakan adalah polietilen, polipropilen, dan paduan
polietilen - karet alam. Mutu genteng komposit polimer yan dihasilkan bergantung pada bahan matriks, pengisi dan perbandingan antara matrik dan pengisi. Terhadap
komposit yang diperoleh dilakukan uji fisik, mekanik, dan termal. Komposit polimer yang memberikan sifat yang diinginkan lalu dicetak dengan bentuk genteng
sehingga diperoleh genteng komposit polimer. Secara keseluruhan genteng komposit polimer mempunyai beberapa keunggulan seperti ringan, kuat, ekonomis
dan elastis serta menggunakan bahan alam yang berlimpah sebagai bahan pengisi. Fitri, 2014
Secara keseluruhan genteng komposit polimer mempunyai beberapa keunggulan seperti ringan, kuat, ekonomis dan estetis serta menggunakan bahan
alam yang berlimpah sebagai bahan pengisi. Keuntungan dari genteng polimer ini yaitu : ramah lingkungan, tahan lama, pemeliharaannya mudah, dan fleksibel.
Berdasarkan sistemnya, genteng ini memiliki struktur polimer khusus yang meningkatkan fleksibilitas. Kekuatan tarik produk meningkat karena usia
pembuatan lapisan lebih kuat dan lebih tahan lama untuk menyediakan produk dengan kinerja yang sangat baik Latif, 2009.
2.4. Bahan Baku Genteng Polimer
2.4.1 Pasir
Pasir adalah contoh bahan material butiran. Butiran pasir umumnya berukuran antara 0,0625 sampai 2 milimeter. Materi pembentuk pasir adalah silikon dioksida,
di beberapa pantai tropis dan subtropis umumnya dibentuk dari batu kapur. Batu pasir standstone adalah endapan yang terdiri dari mineral berukuran pasir atau
butiran batuan. Sebagian besar batu pasir terbentuk oleh kuarsa atau feldfar karena mineral-mineral tersebut paling banyak terdapat di kulit bumi. Ferawaty, 2011
Universitas Sumatera Utara
Menurut asalnya pasir alam digolongkan menjadi 3 macam yaitu: 1.
Pasir galian yaitu pasir yang diperoleh langsung dari permukaan tanah atau dengan menggali terlebih dahulu. Pasir ini biasanya berbutir tajam, bersudut,
berpori dan bebas kandungan garam. 2.
Pasir sungai yaitu pasir yang diperoleh langsung dari dasar sungai yang pada umumnya berbutir halus, bulat-bulat akibat proses gesekan. Bila digunakan
sebagai bahan susun beton daya lekat antar butirannya agak kurang, tetapi karena butirannya yang bulat maka cukup baik untuk memplester tembok.
3. Pasir laut yaitu pasir yang diambil dari pantai, butirannya halus dan bulat
karena gesekan. Pasir ini merupakan jenis pasir yang paling jelek dibandingkan pasir galian dan pasir sungai. Apabila dibuat beton maka harus dicuci terlebih
dahulu dengan air tawar karena pasir ini akan menyerap banyak kandungan air di udara dan pasir ini selalu agak basah, juga menyebabkan pengembangan
volume pasir bila sudah menjadi bangunan. Astuti, 2014 Agregat yang digunakan pembuatan genteng adalah pasir. Adapun kegunaan
pasir ini adalah untuk mencegah keretakan pada genteng apabila sudah mengering. Karena dengan adanya pasir akan mengurangi penyusutan yang terjadi mulai dari
pracetakan hingga pengeringan. Pasir ini sangat penting dalam pembuatan genteng, tetapi apabila kadarnya
terlalu besar akan mengakibatkan kerapuhan jika sudah mengering. Ini disebabkan daya rekat antara partikel-partikel berkurang dengan adanya pasir dalam jumlah
yang besar, sebab pasir tersebut tidak bersifat merekat akan tetapi hanya sebagai pengisi filler. Sari, Mega, 2013
2.4.2 Limbah Padat Pulp Dregs
Pulp bubur kertas merupakan susunan yang terdiri dari komponen-komponen senyawa organik, antara lain : selulosa, hemiselulosa, zat ekstraktif dan lignin
dalam jumlah kecil. Selulosa diperoleh dari biomassa seperti kayu, jerami, batang tebu, bambu dan lain-lain.
Proses pembuatan pulp bubur bertujuan untuk memisahkan serat-serat selulosa dari komponen lain yang tidak diinginkan yang terdapat dalam bahan
beserat selulosa menjadi individu-individu serat. Sumber utama serat selulosa
Universitas Sumatera Utara
terdapat dalam tumbuh-tumbuhan, serat selulosa sebagai bahan baku pembuat pulp bubur kertas dapat diperoleh dari bahan baku kayu dan non kayu. Secara ilmiah
kandungan tiap-tiap zat berbeda. Unsur-unsur kimia yang terdapat di dalamnya terdiri dari karbon, oksigen, hidrogen dan sejumlah kecil nitrogen.
Limbah padat pulp adalah limbah yang diperoleh dari sisa-sisa pengelolahan industri pulp. Limbah ini berupa grits, dregs, dan bio sludge. Grits berasal dari
proses recousstisizing yang tidak bereaksi antara green liquor dan kapur tohor, berwarna coklat muda, kandungan utamanya pasir yang mengandung hidroksida.
Grits mempunyai berat jenis 1,88 gcm .
Dregs adalah material padat yang berwarna abu-abu kecoklatan yang merupakan bahan endapan dari green liquor yaitu smelt yang dilarutkan dengan
weak wuash dari lime mud washer. Kandungan silica dan karbon residu organik yang tidak sempat terbakar dalam boller, bahan ini kaya akan karbon karena tidak
bereaksi. Dregs mempunyai berat jenis 1,92 gcm . Bio sludge merupakan limbah
dari proses pembuatan pulp dan industri kertas yang berupa campuran dari endapan limbah cair, berwarna coklat kehitaman, kandungan utamanya adalah selulosa dan
bakteri yang mati. Bio sludge mempunyai berat jenis 1,65 gcm . Harefa, Fani,
2009 Dregs berasal dari produk samping sisa proses pencampuran pada bagian
pembuatan atau pengolahan yang menghasilkan produk recautizing industri pabrik pulp. Dreg merupakan bahan endapan green liquoer yaitu smelt yang
dilarutkan dengan weak wash dari lime mud washer. Kandungan silika dan karbon residu organik yang tidak sempat terbakar dalam boiler.
Tabel 2.1. Komposisi Kimia Limbah Padat Pulp No
Parameter Komposisi
1. CaO
31,1 2.
Al
2
O
3
12,3 3.
SiO
2
10,6 4.
Fe
2
O
3
1,68 5.
MgO 1,04
6. K
2
O 0,62
7. Na
2
O 0,04
Universitas Sumatera Utara
2.4.3 Resin Poliester
Resin Poliester adalah resin thermoset yang berbentuk seperti cairan dengan memiliki viskositas yang relatif rendah, dengan penambahan katalis, poliester
mengeras pada suhu kamar. Resin poliester banyak mengandung monomer stiren sehingga suhu deformasi termal lebih rendah dari pada resin thermoset lainnya dan
ketahanan panas jangka panjang adalah kira-kira 110 – 140
o
C. Ketahanan dingin resin ini relatif baik. Suryati, 2012
Resin poliester mempunyai kekuatan yang tinggi dan E-modulus serta penyerapan air yang rendah dan pengerutan yang minimal bila dibandingkan
dengan serat industri yang lain. Kain poliester tertenun digunakan dalam pakaian konsumen dan perlengkapan rumah seperti seprei ranjang, penutup tempat tidur,
tirai dan korden. Poliester industri digunakan dalam pengutan ban, tali, kain buat sabuk mesin pengantar konveyor, sabuk pengaman, kain berlapis dan penguatan
plastik dengan tingkat penyerapan energi yang tinggi. Fiber fill dari poliester digunakan pula untuk mengisi bantal dan selimut penghangat. Rambe, Muhammad
Saleh, 2011
2.4.4 Thinner
Thinner adalah zat cair yang biasanya berfungsi untuk mengencerkan bahan polimer serta bahan-bahan lainnya. Bahan-bahan finishing biasanya merupakan
bahan padat yang sifatnya kental sehingga sulit untuk diaduk dan diratakan tanpa diencerkan terlebih dahulu.
Thinner bergunakan untuk menurunkan viskositas kekentalan dari bahan- bahan yang diaplikasikan dengan menggunakan alat penyemprot maupun kuas.
Selain berguna untuk menurunkan viskositas, thinner juga beguna untuk mengatur sifat-sifat dari bahan finishing sehingga bahan tersebut bisa diaplikasikan sesuai
dengan kebutuhan. Dengan menggunakan thinner suatu bahan finishing bisa diatur kecepatan waktu pengeringannya serta ketebalan lapisan finishing bisa ditentukan
dengan ukuran
tertentu sesuai
dengan kebutuhan.http:www.sarana-
bangunan.com201206macam-macam-thinner.html Fungsi Thinner pada pembuatan genteng agar terjadi reaksi kimiawi dengan
resin, untuk membasahi agregat dan untuk melumasi campuran agar mudah
Universitas Sumatera Utara
pengerjaannya. Pada umumnya thinner dapat dipakai untuk campuran genteng. ,Bila dipakai untuk campuran genteng akan dapat mengubah sifat-sifat resin dan
menurunkan kekuatannya. Selain itu, thinner juga dapat mengurangi gaya tarik- menarik kemampuan senyawa antara agregat dengan resin dan mempengaruhi
kemudahan pengerjaan. Thinner berlebihan akan menyebabkan banyaknya gelembung thinner setelah
proses hidrasi selesai, sedangkan thinner yang terlalu sedikit dapat menyebabkan proses hidrasi tidak sempurna. Sebagai akibatnya genteng yang dihasilkan memiliki
kekuatan yang kecil. Limbong, 2014
2.4.5 Katalis
Katalis adalah zat yang dapat meningkatkan laju reaksi tanpa terpakai pada reaksi kimia itu sendiri. Katalis bekerja dengan cara menurunkan energi aktivasi antara
reaktan dan produk. Dengan, katalis reaksi terjadi lebih cepat dan membutuhkan lebih sedikit energi aktivasi. Karena katalis tidak dikonsumsi dalam reaksi, katalis
dapat terus mengkatalisis reaksi lebih laju. Umumnya katalis digunakan dalam jumlah sedikit.
Fungsi katalis adalah memperbesar kecepatan reaksinya mempercepat reaksi dengan jalan memperkecil energi pengaktifan suatu reaksi dan dibentuknya
tahap-tahap reaksi yang baru. Dengan menurunnya energi pengaktifan maka pada suhu yang sama reaksi dapat berlangsung lebih cepat. Reaksi yang berlangsung
lambat dapat dipercepat dengan menambahkan katalis yang sesuai dengan reaksi tersebut. Katalis akan mempercepat reaksi karena katalis akan mencari jalan dengan
energi aktivasi yang lebih rendah sehingga reaksinya akan berlangsung lebih cepat. Satu yang harus diketahui tentang prinsip kerja katalis adalah bahwa katalis tersebut
tetap ikut dalam jalannya reaksi, tetapi pada kondisi akhir, katalis akan keluar lagi dalam bentuk yang sama. Sifat-sifat kimia katalis akan sama sebelum dan sesudah
mengkatalis suatu reaksi kimia.upi, 2009
Universitas Sumatera Utara
2.5 Pengujian Sampel
Pengujian sampel dilakukan untuk mengetahui sifat fisis dan mekanik dari keadaan genteng yang telah diteliti. Sampel yang diuji akan diketahui kelebihan dan
kekurangan dan untuk mengetahui kualitasnya.
2.5.1 Pengujian Fisis
Pengujian sifat fisis meliputi pengujian densitas, daya serap air dan porositas yang telah dilakukan terhadap sampel genteng polimer untuk mengetahui kualitasnya.
2.5.1.1 Pengujian Densitas
Massa jenis adalah perbandingan antara massa suatu zat dengan volumenya. Massa jenis merupakan ciri khas setiap zat. Oleh karena itu zat yang berbeda jenisnya pasti
memiliki massa jenis yang berbeda pula. Massa jenis zat dapat diukur. Secara matematis, massa jenis zat dinyatakan dengan persamaan sebagai berikut :
� = �
. dengan :
ρ = Massa jenis zat kgm
3
atau gcm
3
m = Massa benda kg atau g V = Volume benda m
3
atau cm
3
Wawan, 2010
2.5.1.2 Pengujian Daya Serap Air
Besar kecilnya penyerapan air pada sampel sangat dipengaruhi oleh pori yang terdapat pada sampel. Semakin banyak pori-pori yang terkandung dalam sampel
maka akan semakin besar pula penyerapan sehingga ketahanannya akan berkurang. Rongga pori yang terdapat pada sampel terjadi karena kurang tepatnya kualitas
dan komposisi material dan penyusunannya. Pada saat terbentuk sampel kemungkinan ada terjadinya udara yang terjebak dalam lapisan agregat atau terjadi
karena dekomposisi mineral yang terbentuk akibat perubahan cuaca, maka terbentuklah lubang atau rongga kecil di dalam butiran agregat pori. Pori dalam
sampel bervariasi dan menyebar di seluruh butiran. Pori-pori yang terjadi pada sampel dapat menjadi reservoir air bebas didalam
agregat. Presentase berat air yang mampu diserap agregat dan serat didalam air
Universitas Sumatera Utara
disebut daya serapan air, sedangkan banyaknya air yang terkandung dalam agregat dan serat disebut kadar air. Hidayah, 2012. Pengujian daya serap air Water
absorbtion pada masing
– masing sampel dapat dilakukan dengan cara menimbang massa kering sampel dan massa basah. Massa kering adalah massa pada saat sampel
dalam keadaan kering, dan massa basah diperoleh setelah sampel mengalami perendaman selama 24 jam pada suhu kamar. Untuk mendapatkan nilai penyerapan
air dapat dihitung dengan menggunakan persamaan sebagai berikut : �
� = −
� �
× .
dengan : M
b
= Massa basah gr M
k
= Massa kering gr
2.5.1.3 Pengujian Porositas
Porositas adalah pori-pori yang terdapat dalam sampel. Porositas merupakan satuan-satuan yang menyatakan keporositasan material yang dihitung dengan cara
mencari . Porositas juga berhubungan langsung dengan kerapatan. Porositas dinyatakan dalam yang menghubungkan antar volume benda keseluruhan.
Berdasarkan ASTM C 373-88, porositas sampel dapat dihitung menggunakan persamaan berikut:
� �
= −
�
× �
�
× .
dengan : P = Porositas
M
b
= Massa Basah gr M
k
= Massa Kering gr V
b
= Volume Benda m
3
2.5.2 Pengujian Mekanik
Pengujian sifat mekanik meliputi uji impak dan uji lentur. Pengujian ini dilakukan pada sampel genteng polimer untuk mengetahui ketahanan sampel terhadap
perbebanan dinamis dan pembebanan statis.
Universitas Sumatera Utara
2.5.2.1 Pengujian Impak Impact Test
Kekuatan impak adalah suatu kriteria penting untuk mengetahui kegetasan bahan polimer.
Pengujian impak Charphy dalam hal ini sering dipakai. Untuk melihat pengaruh tarikan ada cara pengujian dengan tarikan pada batang uji. Umumnya
kekuatan impak bahan polimer lebih kecil dibandingkan bahan logam. Prinsip pengujian impak ini adalah menghitung energi yang diberikan beban dan
menghitung energi yang diserap oleh spesimen. Saat beban dinaikkan pada ketinggian tertentu, beban memiliki energi potensial, kemudian saat menumbuk spesimen energi
kinetik mencapai maksimum. Energi yang diserap spesimen akan menyebabkan spesimen mengalami kegagalan. Bentuk kegagalan itu tergantung pada jenis
materialnya, apakah patah getas atau patah ulet. Kekuatan impak yang dihasilkan Is merupakan perbandingan antara energy
serap Es dengan luas penampang A. Kekuatan impak dapat dihitung dengan persamaan: Suryati, 2012
� = � . dengan :
Is = Kekuatan impak kJm
2
Es = Energi serap J A = Luas penampang m
2
Secara umum metode pengujian impak terdiri dari 2 jenis, yaitu : Metode Charpy
Pengujian tumbuk dengan meletakkan posisi specimen uji pada tumpuan dengan posisi horizontalmendatar, dan arah pembebanan berlawanan
dengan arah tarikkan. Metode Izod
Pengujian tumbuk dengan meletakkan posisi specimen ui pada tumpuan dengan posisi, dan arah pembebanan serah dengan arah takikan. Surdia, T,
1999
Universitas Sumatera Utara
Gambar 2.1. Ilustrasi skematis pembebanan impak pada benda uji Charpy dan Izod
Gambar 2.2. Ilustrasi skematis pengujian impak dengan benda uji Charpy
2.5.2.2 Pengujian Kekuatan Lentur
Pengujian kekuatan lentur UFS dimaksud untuk mengetahui ketahanan polimer terhadap perbebanan. Dalam metode ini metode yang digunakan adalah tiga titik
lentur. Pengujian ini juga dimaksudkan untuk mengetahui keelastisan suatu bahan. Pada permukaan bagian atas yang dibebani akan terjadi kompresi, sedangkan pada
bagian permukaan bawah akan terjadi tarikkan. Pada pengujian ini pembebanan yang diberikan adalah tegak lurus terhadap
arah sampel dengan tiga titik lentur. Pada pengujian ini bila bahan diberi beban maka permukaan bawah akan memanjang dan terjadi perlengkungan sampel akibat
Universitas Sumatera Utara
regangan tarik dan regangan tekan. Besarnya perlengkungan pada titik tengah sampel dinamakan defleksi. Syahfitri, 2013
Gambar 2.3. Skematis pengujian kekuatan lentur Persamaan yang digunakan untuk memperoleh kekuatan lentur yaitu:
� = �
. dengan :
UFS = Kekuatan lentur N m
-2
P = Load beban N
L = Jarak dua penumpu m
b = Lebar sampel m
d = Tebal sampel uji m
2.5.3 Pengujian Mikrostruktur Scanning Electron Microscope Energy-
Dispersive X-Ray SEM-EDX
Scanning Electron Microscope Energy-Dispersive X-Ray SEM-EDX adalah
sebuah mikroskop electron yang didesain untuk mengamati permukaan objek solid secara langsung. SEM-EDX
memiliki perbesaran 10 ‒ 3.000.000 kali, depth of field 4 ‒ 0.4 mm dan resolusi besar, resolusi yang baik, kemampuan untuk mengetahui
komposisi dan informasi kristalografi membuat SEM-EDX banyak digunakan untuk keperluan penelitian dan industri Prasetyo, 2011 SEM-EDX memfokuskan
sinar electron electron beam di permukaan objek dan mengambil gambarnya dengan mendeteksi eletron yang muncul dari permukaan objek.
Universitas Sumatera Utara
2.5.3.1. Prinsip Kerja SEM-EDX
SEM-EDX membentuk suatu gambar dengan menembakkan suatu sinar elektron berenergi tinggi, biasanya dengan energi dari 1 hingga 20 keV, melewati sampel
dan kemudian mendeteksi “secondary electron” dan “backscattered electron” yang dikeluarkan. ‘Secondary electron’ berasal pada 5-15 nm dari permukaan sampel
dan memberikan informasi topografi dan untuk tingkat yang kurang, pada variasi unsur dalam sampel. “Backscattered electron” terlepas dari daerah sampel yang
lebih dalam dan memberikan informasi terutama pada jumlah atom rata-rata dari sampel. Peristiwa tumbukan berkas sinar electron, yaitu ketika memberikan energi
pada sampel, dapat menyebabkan emisi dari sinar-x yang merupakan karakteristik dari atom-atom sampel. Energi dari sinar-x digolongkan dalam suatu tebaran energi
spectrometer dan dapat digunakan untuk identifikasi unsur-unsur dalam sampel. Berkas elektron primer berinteraksi dengan sampel di sejumlah cara kunci:
elektron primer menghasilkan elektron energi yang rendah sekunder, yang cenderung menekankan sifat topografi specimen
elektron primer dapat backscattered yang menghasilkan gambar dengan tingkat tinggi nomor atom kontras Z
atom terionisasi dapat bersantai transisi elektron shell-ke-shell, yang mengakibatkan baik emisi X-ray atau elektron Auger ejeksi. Sinar-X
dipancarkan merupakan karakteristik dari unsur-unsur dalam beberapa pM atas sampel
Insiden elektron sinar membangkitkan elektron dalam keadaan energi yang lebih rendah, mendorong ejeksi mereka dan mengakibatkan pembentukan lubang
elektron dalam struktur elektronik atom. Elektron dari kulit, energi luar yang lebih tinggi kemudian mengisi lubang, dan kelebihan energi elektron tersebut dilepaskan
dalam bentuk foton sinar-X. Pelepasan ini sinar-X menciptakan garis spektrum yang sangat spesifik untuk setiap elemen. Dengan cara ini data X-ray emisi dapat
dianalisis untuk karakterisasi sampel di pertanyaan. Sebagai contoh, kehadiran tembaga ditunjukkan oleh dua K puncak disebut demikian K dan K α β pada
sekitar 8,0 dan 8,9 keV dan puncak α L pada 0,85 eV. Dalam unsur-unsur berat
seperti tungsten, sebuah ot transisi yang berbeda yang mungkin dan banyak puncak karena itu hadir.
Universitas Sumatera Utara
Energy Dispersive X-ray EDX analisis adalah alat yang berharga untuk analisis kuantitatif dan kualitatif elemen. Metode ini memungkinkan cepat dan
analisis kimia non-destruktif dengan resolusi spasial dalam rezim mikrometer. Hal ini didasarkan pada analisis spektral radiasi sinar-X karakteristik yang dipancarkan
dari atom sampel pada iradiasi dengan berkas elektron difokuskan dari SEM-EDX. Dalam sistem kami spektroskopi dari foton sinar-X dipancarkan dilakukan oleh
detektor-Li Si dengan resolusi energi sekitar 150 eV pada 5 mm jarak kerja.
2.5.3.2. Aplikasi
SEM-EDX adalah nama dispersive X-ray spektroskopi energi analisis yang dilakukan dengan menggunakan SEM. Alat dipakai umumnya untuk aplikasi yang cukup
bervariasi pada permasalahan eksplorasi dan produksi migas, termasuk didalamnya: Evaluasi kualitas batuan reservoir melalui studi diagnosa yang meliputi identifikasi dan
interpretasi keberadaan mineral dan distribusinya pada sistem porositas batuan. Investigasi permasalahan produksi migas seperti efek dari clay minerals, steamfloods
dan chemical treatments yang terjadi pada peralatan pemboran, gravelpacks dan pada reservoir Identifikasi dari mikrofosil untuk penentuan umur dan lingkungan
pengendapan. Instrumen ini sangat cocok untuk berbagai jenis investigasi. Hal ini mungkin
untuk menyelidiki misalnya struktur serat kayu dan kertas, logam, permukaan fraktur, produksi cacat di karet dan plastic. Detail terkecil yang dapat dilihat pada gambar SEM
adalah 4-5 nm 4-5 sepersejuta milimeter. Detail terkecil yang dapat dianalisis adalah pM 2-3 2-3 seperseribu milimeter.
Hampir sama dengan SEM hanya saja pada SEM EDX merupakan dua perangkat analisis yang digabungkan menjadi satu panel analitis sehingga mempermudah proses
analitis dan lebih efisien. Pada dasarnya SEM EDX merupakan pengembangan SEM. Analisa SEM EDX dilakukan untuk memproleh gambaran permukaan atau fitur
material dengan resolusi yang sangat tinggi hingga memperoleh suatu tampilan dari permukaan sampel yang kemudian di komputasikan dengan software untuk
menganalisis komponen materialnya baik dari kuantitatif mau pun dari kualitalitatifnya.
Universitas Sumatera Utara
Daftar berikut ini merangkum fungsi yang berkontribusi pada operabilitas luar biasa dari SEM-EDX.
1. Menu Fungsi ini digunakan untuk mengatur secara bersamaan, menyimpan,
dan mengingat parameter untuk analisis SEM dan EDX. 2.
Kondisi pengukuran EDX dapat diatur dari Unit SEM Spektral pengukuran, multi-titik pengukuran, pemetaan, tampilan menganalisis elemen pada SEM
monitor. 3.
Image data yang diperoleh dengan SEM dapat digunakan sebagai data dasar untuk EDX.
4. Menetapkan kondisi untuk unit SEM secara otomatis dipindahkan ke unit EDX
Namun untuk mengenali jenis atom dipermukaan yang mengandung multi atom para peneliti lebih banyak mengunakan teknik EDS Energy Dispersive Spectroscopy.
Sebagian besar alat SEM dilengkapi dengan kemampuan ini, namun tidak semua SEM punya fitur ini. EDS dihasilkan dari Sinar X karakteristik, yaitu dengan menembakkan
sinar X pada posisi yang ingin kita ketahui komposisinya. Maka setelah ditembakkan pada posisi yang diinginkan maka akan muncul puncak
– puncak tertentu yang mewakili suatu unsur yang terkandung. Dengan EDS kita juga bisa membuat elemental
mapping pemetaan elemen dengan memberikan warna berbeda – beda dari masing –
masing elemen di permukaan bahan. EDS bisa digunakan untuk menganalisa secara kunatitatif dari persentase masing
– masing elemen. Contoh dari aplikasi EDS digambarkan pada diagram dibawah ini.
Aplikasi dari teknik SEM – EDS dirangkum sebagai berikut:
1. Topografi: Menganalisa permukaan dan teksture kekerasan, reflektivitas dsb
2. Morfologi: Menganalisa bentuk dan ukuran dari benda sampel
3. Komposisi: Menganalisa komposisi dari permukaan benda secara kuantitatif
dan kualitatif. Sedangkan kelemahan dari teknik SEM antara lain:
1. Memerlukan kondisi vakum
2.
Hanya menganalisa permukaan
Efhelzen, 2012
2.5.4 Pengujian Termal Differential Thermal Analysis DTA
Differential Thermal Analysis DTA merupakan suatu alat untuk menganalisis sifat
thermal suatu sampel yang memiliki berat molekul tinggi seperti bahan-bahan
Universitas Sumatera Utara
polimer dengan perlakuan sampel dipanaskan sampai terurai, yang kemudian transisi-transisi termal dalam sampel tersebut dideteksi dan diukur. Pengujian
dengan DTA digunakan untuk menentukan temperatur kritis, temperatur maksimum Tm, dan perubahan temperatur
∆T, dengan ukuran sampel uji berkisar 30 mg.
Analisis termal bukan saja mampu untuk memberikan informasi tentang perubahan fisik sampel misalnya titik leleh dan penguapan, tetapi terjadinya
proses kimia yang mencakup polimerisasi, degradasi, dekomposisi, dan sebagainya. Dalam bidang campuran polimer polibren pengamatan suhu transisi gelas Tg
sangat penting untuk meramalkan interaksi antara rantai dan mekanisme pencampuran beberapa polimer.
Sifat termal polimer merupakan salah satu sifat yang paling penting karena menentukan sifat mekanis bahan polimer. Senyawa-senyawa polimer menunjukkan
suhu transisi gelas pada suhu tertentu. Senyawa polimer amorf seperti polisitirena dan bagian amorf dari polimer semi-kristalin seperti polietilen memiliki suhu
transisi gelas Tg namun polimer kristalin murni seperti elastomer tidak memiliki suhu transisi gelas, namun hanya menunjukkan suhu leleh Tm. Sari, Mega, 2013
2.6 Syarat Mutu Genteng Menurut Standar Nasional Indonesia
Menurut Standar Nasional Indonesia SNI 0099:2007, syarat mutu genteng meliputi:
1. Sifat Tampak
Genteng harus memiliki permukaan atas yang mulus, tidak terdapat retak, atau cacat lain yang mempengaruhi sifat pemakaiannya.
2. Penyerapan Air
Penyerapan air maksimal 10 3.
Ketahanan terhadap perembesan air Impermeabilitas Tidak boleh ada tetesan air dari permukaan bawah genteng kurang dari 20
jam ± 5 menit. Anonim, 2007
Universitas Sumatera Utara
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang