Pembuatan dan Karakterisasi Beton Polimer Berbasis Limbah Pulp Dregs Sebagai Agregat dan Resin Epoksi Sebagai Perekat

(1)

LAMPIRAN A

ALAT

1. Ayakan

2. Timbangan (Neraca Digital)

3. Hot Press

4. CetakanSampel


(2)

6. Universal Tensile Machine (UTM)

7. ImpaktorWolpert

.

8. Aluminium Foil


(3)

10. Mixer

11. Blender


(4)

BAHAN

1. Pasir

2. Limbah Pulp Dregs

3. Resin Epoksi


(5)

(6)

LAMPIRAN B

PERHITUNGAN DATA PENGUJIAN

I. MenghitungSifatFisis

1. MenghitungDensitasSampelBetonPolimer

- Sampel A1komposisi (80:20) grdengan resin epoksi 25 gr Massa beton : 34,46 gr

Panjangbeton : 10 cm Lebarbeton : 2 cm Tebalbeton : 1 cm Volume : 20 cm3 Sehingga,

�= �

� ρ= 31,80 gr

20 cm3 = 1,59 gr/cm3

2. MenghitungPorositasSampelBetonPolimer

- Sampel C3komposisi (70:30) grdengan resin epoksi 30 gr Massa keringbeton : 36,35 gr

Massa basahbeton : 38,52 gr Panjangbeton : 10 cm Lebarbeton : 1,9 cm

Tebalbeton : 1 cm

Volume : 19 cm3


(7)

Sehingga,

Porositas (%) = mb−mk

ρ.V × 100%

= 38,52 gr − 36,35 gr

1gr

cm3. 19 cm3

×100%

= 11,42%

3. MenghitungPenyerapan Air SampelBetonPolimer

- Sampel A6 komposisi (55:45) grdengan resin epoksi 25 gr Massa keringbeton : 34,18 gr

Massa basahbeton : 36,28 gr Sehingga,

Penyerapan air (%) = mb−mk

mk × 100%

= 36,28 gr − 34,18 gr

34,18 gr

×100%

= 6,14%

II. MenghitungSifatMekanik

1. MenghitungKuatImpakSampelBetonPolimer

- Sampel A1 komposisi (80:20) grdengan resin epoksi 25 gr Es : 0,414 J

A : 200 mm2 = 200.10-6m2 Sehingga,

I

s

=

E

s

A

I

s

=

0,414 J

200.10−6m2


(8)

2. MenghitungKuatLenturSampelBetonPolimer

- Sampel B5komposisi (60:40) grdengan resin epoksi 30 gr

b = 19 mm

d = 10 mm

L = 45 mm

m = 50,458 kgf

P = m.g = 50,458 kgf× 9,8 = 494,48 N

UFS = 3PL

2bd2

=

3 × 494,48 N × 45 mm

2×19 mm ×10 mm2

= 66.754,8 N

3800 mm2


(9)

LAMPIRAN C

GAMBAR HASIL UJI ANALISA SEM-EDX


(10)

(11)

LAMPIRAN D

Gambar Grafik Pengujian Kuat Lentur

Sampel dengan resin 25 gr


(12)

(13)

(14)

(15)

(16)

(17)

Sampel dengan resin 30 gr


(18)

(19)

(20)

(21)

(22)

(23)

DAFTAR PUSTAKA

Adiyono. 2008. Menghitung Konstruksi Beton. Penebar Swadaya. Jakarta Aryulina, Diah. 2006. Biologi 1. Erlangga. Jakarta.

Bandaharo, Malim. 2014. Pembuatan Dan Karakterisasi Beton Polimer yang Dibuat dari Campuran Limbah Karet dan Pasir Sebagai Agregat Serta Resin Epoksi Sebagai Perekat. Medan: Universitas Sumatera Utara.

Firmansyah, Rikky. 2009. Mudah dan Aktif Belajar Biologi. Pusat Pembukuan, Departemen Pendidikan Nasional. Jakarta.

Hidayat, Herman. 2005. Dynamism of Forest Policy in Indonesia: Focusing on the Movement and Logic of Stakeholders Under the Soeharto Regime and Reformation Era.Yayasan Obor Indonesia. Jakarta.

Hidayat, Syarif. 2009. Semen; Jenis dan Aplikasinya. PT Kawan Pustaka. Jakarta. http://mugiabadi.blogspot.com/2012/06/macam-macam-thinner.html

Diakses tanggal 02 Februari 2015. http://id.wikipedia.org/wiki/Pasir Diakses tanggal 02 Februari 2015.

http://www.westech-inc.com/en-usa/industry-solutions/industrial-overview/pulp and-paper

Diakses tanggal 04 Februari 2015.

http://ellery-tambunan.blogspot.co.id/2012/12/uji-impak-bertujuan-untuk mengetahui.html

Diakses tanggal 20 November 2015.

http://ecimansorong.blogspot.co.id/2010/04/1.html Diakses tanggal 20 November 2015.


(24)

Diakses tanggal 12 Desember 2015.

http://lauwtjunnji.weebly.com/pengelompokan-beton.html Diakses tanggal 22 Juni 2016.

McCormac, Jack. 2003. Desain Beton Bertulang. Edisi Kelima. Erlangga. Jakarta. Prilian, Lilih. 2009. 30 Tokoh Penemu Indonesia. Narasi.Yogyakarta.

Prasetyo, Y. 2011. Scanning Electron Microscope and Optical Emission Spectroscope.https://yudiprasetyo53.wordpress.com/2011/11/07/scanning electron-microscope-sem-dan-optical-emission-spectroscope-oes/

Diakses tanggal 20 Juni 2016

Pulungan, Arifah Hidayah. 2012. Pembuatan dan Karakterisasi Beton Polimer Dengan Menggunakan Campuran Batu Apung dan Agregat Pasir Serta

Tepung Ketan Dengan Perekat Poliester. Medan: Universitas Sumatera Utara.

Rahmat. 2010. SEM Microscope .http://www.chem_is_try.org) Diakses tanggal 20 Juni 2016

Ruwanto, Bambang. 2006. Asas-Asas Fisika. Yudhistira. Jakarta.

Syahfitri, N. 2013.Analisis dan Karakterisasi Genteng Polimer Berbahan Baku Ban Dalam Bekas, DPE, Agregat dan Aspal dengan Perekat Resin Epoksi. [Skripsi]. Medan: Universitas Sumatera Utara.

Vlack, Lawrence H. 1989.Elements of Materials Engineering.Addison-Wesley. United Kingdom.


(25)

BAB 3

METODOLOGI PENELITIAN

3.1Tempat Penelitian

Tempat pelaksanaan penelitian yakni pembuatan beton polimer dan pengujian sifat fisis dilakukan di Laboratorium Kimia Polimer Universitas Sumatera Utara.Pengujian sifat mekanik dilakukan di Laboratorium Teknik Kimia Universitas Sumatera Utara.Pengujian mikrostruktur menggunakan SEM-EDX dilakukan di Laboratorium Material Universitas Negeri Medan.

3.2Peralatan dan Bahan-Bahan 3.2.1 Peralatan

1. Ayakan 100 mesh

Berfungsi sebagai saringan atau ayakan untuk menyaring pasir yang telah dicuci dan dikeringkan.

2. Timbangan (Neraca Digital)

Berfungsi sebagai alat untuk menimbang massa sampel atau bahan. 3. Hot Press

Berfungsi sebagai alat yang digunakan untuk menekan/mempress cetakan yang berdasarkan pada pemanasan.

4. Cetakan sampel berukuran 10cm x 2cm x 1cm Berfungsi sebagai tempat untuk mencetak sampel. 5. Beaker Glass 500 mL

Berfungsi sebagai wadah atau tempat untuk mengukur banyaknya sampel yang akan dicampurkan.

6. Universal Tensile Machine (UTM)

Alat ini digunakan untuk pengujian kuat lentur. 7. Impaktor Wolpert


(26)

Berfungsi sebagai alat penguji kekuatan impak komposit yang dilengkapi dengan skala. 8. Aluminium Foil

Berfungsi untuk melapisi cetakan. 9. Plat Besi

Berfungsi untuk meletakkan sampel. 10.Mixer

Berfungsi untuk mencampurkan sampel. 11.Blender

Berfungsi untuk menghancurkan bahan baku 12.Jangka sorong

Berfungsi untuk mengukur ketebalan dan panjang sampel.

13.Scanning Electrone Microscope – Energy Dispersive X-ray (SEM-EDX)

Berfungsi untuk menganalisis mikrostruktur dan unsur sampel. 14.Atomic Absorbtion Spectroscopy (AAS)

Berfungsi untuk menganalisis unsur limbah padat pulp dregs

3.2.2 Bahan Bahan 1. Pasir

2. Limbah Pulp Dregs

3. Resin Epoxy 4. Thinner 5. Wax

3.3Parameter Percobaan yang Diuji

1. Sifat fisis : penyerapan air, porositas, densitas 2. Sifat mekanik : kuat impak, kuat lentur


(27)

3. AnalisisMikrostruktur: Scanning Electron Microscope/Energy-Dispersive X-Ray

(SEM-EDX)

Tabel 3.1 Persentase bahan baku beton polimer dengan resin 25gr Sampel Pasir

(gr) Dregs (gr) Resin Epoksi (gr) Thinner (gr)

A1 80 20 25 12,5

A2 75 25 25 12,5

A3 70 30 25 12,5

A4 65 35 25 12,5

A5 60 40 25 12,5

A6 55 45 25 12,5

Tabel 3.2 Persentase bahan baku beton polimer dengan resin 30gr Sampel Pasir

(gr) Dregs (gr) Resin Epoksi (gr) Thinner (gr)

B1 80 20 30 15

B2 75 25 30 15

B3 70 30 30 15

B4 65 35 30 15

B5 60 40 30 15

B6 55 45 30 15

3.4 Prosedur

3.4.1 Penyediaan Agregat Pasir dan Limbah Pulp Dregs Preparasi agregat pasir dan limbah pulp dregs:


(28)

1. Pasir dicuci kemudian dikeringkan dengan menggunakan sinar matahari dan setelah itu pasir disaring dengan menggunakan ayakan. Hasil pengayakan berupa serbuk halus dengan lolos ayakan 100 mesh.

2. Limbah padat pulp dregs juga dikeringkan dengan menggunakan sinar matahari sampai

dregs berbentuk sangat halus dan setelah itu dregs disaring dengan menggunakan ayakan. Hasil pengayakan berupa serbuk halus dengan lolos ayakan 100 mesh.

3.4.2 Pencampuran Bahan

1. Masing-masing bahan baku (limbah pulp dregs, pasir, resin epoksi dan thinner) ditimbang sesuai dengan tabel 3.1 dan tabel 3.2.

2. Semua bahan baku (limbah pupl dregs, pasir, resin epoksi) dicampurkan dalam satu wadah, kemudian diaduk dengan sendok pengaduk, lalu ditambahkan thinner dengan perbandingan thinner yang telah ditentukan (50% dari berat resin epoksi).

3. Kemudian adonan (slurry) diaduk hingga merata (homogen) dengan menggunakan mixer.

3.4.3 Pencetakan

1. Disiapkan dua plat tipis, kemudian plat tersebut dilapisi dengan aluminium foil dan diolesi dengan menggunakan wax.

2. Disiapkan cetakan berebentuk balok dengan ukuran 10 cm × 2 cm × 1 cm sesuai

dengan standar ASTM D 256. Cetakan tersebut kemudian diolesi dengan wax.

Gambar 3.1 Ukuran sampel beton polimer

3. Adonan (slurry) yang telah homogen dimasukkan ke dalam cetakan kemudian dikeringkan pada hot compressor dengan suhu 90°C selama 20 menit.


(29)

3.5 Diagram Alir Penilitian

Gambar 3.2 Diagram alir pembuatan beton polimer

PASIR (100 mesh)

RESIN EPOKSI (25 gr dan 30 gr)

LIMBAH PULP DREGS

(100 mesh)

PENIMBANGAN

PENCAMPURAN

PENCETAKAN Thinner

(12,5gr dan 15gr)

Dipres dengan Hot Compressor (90°C, 20 menit)

BETON POLIMER ppppPOLIMER

PENGUJIAN

SIFAT FISIS 1. Penyerapan Air 2. Porositas

3. Densitas

SIFAT MEKANIK 1. Impak

2. Kuat Lentur HASIL DAN PEMBAHASAN KESIMPULAN PENGUJIAN SEM-EDX Analisis Senyawa Limbah Pulp Dregs


(30)

BAB 4

HASIL DAN PEMBAHASAN

Dari hasil pengukuran yang telah dilakukan terhadap sampel beton polimer berbahan limbah pulp dregs, pasir dan resin epoksi serta penambahan thinner maka diperoleh data hasil dan analisis. Data pengukuran tersebut terdiri dari sifat fisis beton polimer (densitas, porositas dan penyerapan air), sifat mekanik beton polimer (kuat impak dan kuat lentur) serta analisis mikrostruktur SEM-EDX.Beton polimer yang telah dicetak di dalam cetakan yang telah ditentukan dan di press pada Hot Compressor pada suhu 90° selama 20 menit, maka di dapat ukuran beton polimer seperti gambar dibawah ini.

Gambar 4.1 Ukuran sampel beton polimer

4.1Karakteristik Sifat Fisis 4.1.1 Pengujian Densitas

Data hasil pengukuran terhadap massa sampel dan volume sampel untuk mencari densitas diolah menggunakan persamaan 2.1, maka diperoleh hasil pengukuran densitas seperti pada tabel 4.1 dan 4.2.


(31)

Tabel 4.1 Pengujian DensitasDengan Resin Epoksi 25 gr Sampel Massa Kering

(gr)

Volume (cm3)

Densitas (gr/cm3)

A1 31,80 20 1,59

A2 33,61 19 1,76

A3 34,94 19 1,83

A4 34,79 20 1,83

A5 33,88 19 1,69

A6 34,18 19 1,79

Tabel 4.2 Pengujian Densitas Dengan Resin Epoksi 30 gr Sampel Massa Kering

(gr)

Volume (cm3)

Densitas (gr/cm3)

B1 35,17 19 1,85

B2 36,75 20 1,83

B3 36,35 19 1,91

B4 34,30 19 1,80

B5 35,01 19 1,84

B6 35,52 19 1,86

Densitas atau disebut juga dengan istilah rapat massa adalah perbandingan antara massa suatu zat dengan volumenya. Secara matematis, massa jenis zat dinyatakan dengan persamaan sebagai berikut:

� = ��

� ………..…… (4.1)

Dengan:


(32)

mk : massa kering (gr) V : volume sampel (cm3)

Gambar 4.2 Grafik hubunganantara densitas dengan komposisi sampel

Dari data pengujian densitas yang diperoleh dari gambar grafik diatas bahwa densitas yang diperoleh dari sampel A yaitu (1,59-1,83) gr/cm3 dan sampel B yaitu (1,80-1,91) gr/cm3. Densitas maksimum yang diperoleh adalah 1,91 gr/cm3 pada sampel B3 komposisi (70:30) dengan penambahan resin epoksi 30 gr, dan densitas minimum yang diperoleh adalah 1,59 gr/cm3 pada sampel A1 komposisi (80:20) dengan penambahan resin epoksi 25 gr.

Grafik diatas menunjukkan bahwa penambahan limbah pulp dregs pada sampel A dari komposisi (80:20 – 65:35) gr mengakibatkanpeningkatan densitas bahan uji. Peningkatan densitas tersebut disebabkan oleh semakin bertambahnya limbah pulp dregs sebagai pengisi dan pengaruh dari resin epoksi sebagai perekat. Tetapi pada komposisi(60:40) gr terjadi penurunan daya ikat resin karena semakin menurunnya komposisi pasir, kemudian pada komposisi (55:45) gr terjadi peningkatan kembali karena komposisi limbah pulp dregs yang semakin meningkat.

Pada sampel B komposisi (75:25) gr terjadi peningkatan karena pengadukan yang dilakukan secara manual yang menyebabkan campuran kurang merata/tidak homogen, kemudian pada komposisi (70:30) terjadi peningkatan kembali karena semakin bertambahnya limbah pulp dregs dan juga daya ikat resin yang kuat, kemudian pada komposisi (65:35) terjadi penurunan dan kembali meningkat pada komposisi (60:40 – 55:45) dikarenakan

0 0,5 1 1,5 2 2,5

(80:20) (75:25) (70:30) (65:35) (60:40) (55:45)

D e n si ta s (gr/c m 3)

Komposisi Sampel (gr)

resin epoksi 25gr


(33)

campuran bahan yang kurang merata dan kembali meningkat karena bertambahnya limbah pulp dregs dan pengaruh daya ikat resin terhadap campuran bahan.

Hasil ini menunjukkan bahwa densitas semakin meningkat dengan bertambahnya massa limbah pulp dregs dan dapat dilihat bahwa komposisi sampel dengan penambahan resin 30 gr memiliki nilai densitas yang lebih baik dibandingkan resin epoksi 25 gr. Hal ini dikarenakan semakin bertambahnya massa limbah pulp dregs maka nilai densitas semakin meningkat, sama halnya dengan resin epoksi yang berperan penting dalam campuran bahan beton polimer yaitu semakin bertambahnya massa resin epoksi maka nilai densitas semakin meningkat.

Jika densitas dari seluruh sampel dibandingkan terhadap satuan SNI maka dapat dinyatakan bahwa semua sampel tersebut termasuk dalam kategori beton ringan .sebagaimana kriteria beton berdasar (SNI 03-2847-2002) adalah sebagai berikut:

1. Beton ringan : berat satuan < 1.900 kg/m3 = 1,9 gr/cm3

2. Beton normal : berat satuan 2.200 kg/m3– 2.500 kg/m3 = 2,2 gr/cm3– 2,5 gr/cm3 3. Beton berat : berat satuan > 2.500 kg/m3 = 2,5 gr/cm3

(http://lauwtjunnji.weebly.com/pengelompokan-beton.html) 4.1.2 Pengujian Porositas

Data hasil pengukuran terhadap massa sampel kering dan massa sampel basah serta volume sampel untuk mencari porositas diolah menggunakan persamaan 2.2, maka diperoleh hasil pengukuran porositas seperti pada tabel 4.3 dan 4.4.

Tabel 4.3 Pengujian Porositas Dengan Resin Epoksi 25 gr Sampel Massa Kering

(gr)

Massa Basah (gr)

Volume (cm3)

Porositas (%)

A1 31,80 34,45 20 13,25

A2 33,61 35,89 19 12

A3 34,94 37,21 19 11,94

A4 34,79 36,11 20 6,90

A5 33,88 35,81 19 10,15


(34)

Tabel 4.4 Pengujian Porositas Dengan Resin Epoksi 30 gr Sampel Massa Kering

(gr)

Massa Basah (gr)

Volume (cm3)

Porositas (%)

B1 35,17 37,50 19 12,26

B2 36,65 38,85 20 11

B3 36,35 38,52 19 11,42

B4 34,30 36,27 19 10,36

B5 35,01 36,44 19 7,52

B6 35,52 37,26 19 9,15

Porositas dapat di definisikan sebagai perbandingan antara volume pori-pori terhadap volume total beton. Porositas suatu bahan pada umunya dinyatakan sebagai porositas terbuka dan dinyatakan dengan persamaan sebagai berikut:

P = − �

� ×

1

� � × 100% ……….….. (4.2)

Dengan:

P : Porositas (%)

Mb : Massabasah sampel setelah direndam (gr) Mk : Massa kering sampel setelah direndam (gr) Vb : Volume benda uji (cm3)

�air : Massa jenis air (gr/cm

3 )


(35)

Gambar 4.3 Grafik hubungan porositas dengan komposisi sampel

Dari data pengujian yang diperoleh pada sampel A nilai porositas maksimumnya sebesar 13,25 % yaitu pada komposisi (80:20)dan porositas minimumnya sebesar 6,90 % yaitu pada komposisi (65:35). Dan pada sampel B nilai porositas maksimumnya sebesar 12,26 % yaitu pada komposisi (80:20) dan porositas minimumnya sebesar 7,52 % yaitu pada komposisi (60:40).

Dari data diatas dapat dinyatakan semakin besar jumlah limbah pulp dregs yang diberikan pada sampel maka nilai porositasnya semakin kecil. Pada sampel A4 dan A5 terjadi peningkatan nilai porositas dikarenakan berkurangnya pasir yang menyebabkan kurangnya daya ikat resin epoksi terhadap campuran bahan. Dan pada sampel B3 terjadi peningkatan dikarenakan pengadukan campuran yang kurang merata/homogen. Kemudian terjadi peningkatan kembali pada sampel B4 dan B5 dikarenakan semakin bertambahnya limbah pulp dregssebagai pengisi dan resin epoksi yang lebih tinggi daya ikatnya dari sampel A.

Hasil pengujian ini menunjukkan bahwa nilai porositas semakin mengecil dengan bertambahnya massa limbah pulp dregs. Dalam hal ini limbah pulp dregs berperan sebagai pengisi yang dapat mengisi rongga pada campuran bahan sehingga nilai porositasnya semakin berkurang.Hal ini dikarenakan apabila nilai porositas semakin kecil maka sampel tersebut semakin membaik, dan sebaliknya.

0 2 4 6 8 10 12 14

(80:20) (75:25) (70:30) (65:35) (60:40) (55:45)

P o ro si ta s (% )

Komposisi Sampel (gr)

resin epoksi 25gr


(36)

4.1.3 Pengujian Penyerapan Air

Pengujian penyerapan air dimana bertujuan untuk menentukan besarnya persentase air yang diserap oleh sampel yang direndam dengan perendaman selama 24 jam pada suhu kamar.

Data dari hasil pengukuran terhadap massa sampel kering dan massa sampel basah dapat diketahui hasil penyerapan air dengan menggunakan persamaan 2.3maka diperoleh hasil pengukuran penyerapan air seperti pada tabel 4.5 dan 4.6.

Tabel 4.5 Pengujian Penyerapan Air Dengan Resin Epoksi 25 gr Sampel Massa Kering

(gr)

Massa Basah (gr)

Penyerapan Air (%)

A1 31,80 34,45 8,33

A2 33,61 35,89 6,78

A3 34,94 37,21 6,5

A4 34,79 36,11 3,79

A5 33,88 35,81 5,7

A6 34,18 36,28 6,14

Tabel 4.6 Pengujian Penyerapan Air Dengan Resin Epoksi 30 gr Sampel Massa Kering

(gr)

Massa Basah (gr)

Penyerapan Air (%)

B1 35,17 37,50 6,63

B2 36,65 38,85 6

B3 36,35 38,52 5,93

B4 34,30 36,27 5,74

B5 35,01 36,44 4,08


(37)

Secara matematis nilai penyerapan air didapat dengan menggunakan rumus sebagai berikut:

Penyerapan air = − �

× 100% ……….... (4.3)

Dengan:

Mb : Massa sampel setelah direndam di dalam air (gr) Mk : Massa kering (gr)

Gambar 4.4 Grafik hubungan penyerapan air dengan komposisi sampel

Hubungan antara penyerapan air dengan massa limbah pulp dregs terlihat pada grafik 4.4. Nilai penyerapan air dari beton polimer pada sampel A yang diperoleh adalah berkisar antara 3,79 % - 8,33 %. Dan nilai penyerapan air pada sampel B yang diperoleh adalah berkisar antara 4,08 % - 6,63 %.

Dari grafik dapat dilihat penyerapan air maksimum sebesar 8,33 % pada komposisi (80:20) dengan penambahan resin epoksi 25 gr, dan penyerapan air minimum sebesar 3,79 % pada komposisi (65:35) dengan penambahan resin epoksi 25 gr.

Dapat dilihat pada sampel A komposisi (80:20 – 65:35) terjadi penurunan dikarenakan semakin bertambahnya limbah pulp dregs sebagai pengisi dan resin epoksi yang mengikat dengan baik pada saat pencetakan. Tetapi pada komposisi (60:40 - 55:45) terjadi

0 1 2 3 4 5 6 7 8 9

(80:20) (75:25) (70:30) (65:35) (60:40) (55:45)

P e n yera p a n A ir (% )

Komposisi Sampel (gr)

resin epoksi 25gr


(38)

peningkatan dikarenakan pasir yang semakin berkurang dan daya ikat resin epoksi yang berpengaruh pada komposisi campuran bahan.

Pada sampel B komposisi (80:20 – 60:40) terjadi penurunan dikarenakan limbah pulp

dregs yang juga semakin bertambah, kemudian terjadi peningkatan pada komposisi (55:45) dikarenakan bahan yang tidak tercampur dengan merata menyebabkan resin epoksi kurang mengikat dengan baik pada saat pencetakan..

4.2Karakteristik Sifat Mekanik 4.2.1 Pengujian Kuat Impak

Besarnya nilai kuat impak terhadap komposisi campuran pasir, limbah pulp dregs dan resin epoksi

Tabel 4.7 Pengujian Kuat Impak Dengan Resin Epoksi 25 gr

Sampel Lebar b (m) Tebal d (m) Luas A (m2)

Energi Es (J)

Impak Is (kJ/m2)

A1 0,02 0,01 0,0002 0,414 2,073

A2 0,019 0,01 0,00019 0,411 2,163

A3 0,019 0,01 0,00019 0,434 2,286

A4 0,02 0,01 0,0002 0,531 2,657

A5 0,019 0,01 0,00019 0,447 2,354


(39)

Tabel 4.8 Pengujian Kuat Impak Dengan Resin Epoksi 30 gr Sampel Lebar b (m) Tebal d (m) Luas A (m2)

Energi Es (J)

Impak Is (kJ/m2)

B1 0,02 0,01 0,0002 0,378 1,992

B2 0,019 0,01 0,00019 0,486 2,432

B3 0.02 0,01 0,0002 0,521 2,744

B4 0,02 0,01 0,0002 0,514 2,705

B5 0,019 0,01 0,00019 0,495 2,608

B6 0,019 0,01 0,00019 0,467 2,461

Dari data pengujian impak yang diperoleh pada tabel di atas yaitu pada sampel B3 merupakan nilai impak maksimum dengan nilai 2,744 (kJ/m2) dan pada sampel B1 merupakan nilai kuat impak minimum yaitu 1,992 (kJ/m2).

Gambar 4.5 Grafik hubungan antara kuat impak dengan komposisi sampel

Berdasarkan grafik diatas dapat dilihat bahwa nilai kuat impak maksimum dari sampel A dengan komposisi (65:35) yaitu sebesar 2,657 kJ/m2. Sedangkan pada sampel B nilai kuat impak maksimumnya terdapat pada komposisi (70:30) yaitu sebesar 2,744 kJ/m2.Untuk nilai kuat impak minimum pada sampel Aterdapat pada komposisi (55:45) yaitu

0 0,5 1 1,5 2 2,5 3

(80:20) (75:25) (70:30) (65:35) (60:40) (55:45)

K u a t Im p a k (kJ /m2 )

Komposisi Sampel (gr)

resin epoksi 25gr


(40)

sebesar 2,055 kJ/m2.Sedangkan pada sampel B nilai kuat impak minimumnya terdapat pada komposisi (80:20) yaitu sebesar 1,992 kJ/m2.

Pada sampel A dari komposisi (80:20 – 65:35), setiap penambahan limbah pulp dregs menyebabkan peningkatan pada nilai kuat impak. Hal ini karena komposisi resin yang terdapat rongga antar komponen dengan penambahan limbah pulp dregs ke dalam benda uji mengakibatkan terisinya rongga tersebut sehingga meningkatkan nilai kuat impak pada sampel. Tetapi pada komposisi (60:40 – 55:45) terjadi penurunan dikarenakan daya ikat resin yang melemah karena komposisi pasir yang semakin berkurang.

Pada sampel B dari komposisi (80:20 – 70:30) terjadi peningkatan nilai kuat impak, sama halnya seperti sampel A setiap penambahan limbah pulp dregs menyebabkan peningkatan pada nilai kuat impak, tetapi pada komposisi (65:35 – 55:45) terjadi penurunan disebabkan oleh penurunan komposisi pasir yang kurang menutupi rongga antar komponen.

Komposisi yang tepat untuk beton polimer yang baik yaitu pada nilai kuat impak tertinggi, dalam hal ini secara keseluruhan nilai kuat impak tertinggi terdapat pada sampel B dengan komposisi (70:30).Dapat kita lihat bahwa nilai kuat impak pada resin epoksi 30 gr lebih baik dari pada resin epoksi 25 gr karena daya ikat resin epoksi 30 gr lebih baik pada saat pencetakan. Pengaruh proporsi bahan penyusun dan kehomogenan dari campuran bahan juga menjadi alasan hasil uji kuat impak pada beton polimer yang dihasilkan.

4.2.2 Pengujian Kuat Lentur

Pengujian kuat lentur (UFS) dimaksudkan untuk mengetahui ketahanan polimer terhadap pembebanan.Pengujian ini juga dimaksudkan untuk mengetahui keelastisan suatu bahan. Kuat lentur beton dapat diperoleh dengan rumus:

Flt =

3�

2 �2 ……….….. (2.5)

Dengan:

Flt : Kuat Lentur (Nm-2) P : Gaya Penekan (N) L : Jarak dua penumpu (m) b : lebar sampel (m) d : tebal sampel uji (m)


(41)

Besarnya nilai kuat lentur terhadap komposisi campuran pasir, limbah pulp dregs dan resin epoksi ditunjukkan pada tabel 4.9 dan 4.10 dibawah ini.

Tabel 4.9Pengujian Kuat Lentur Dengan Resin Epoksi 25 gr

Sampel Lebar b (m) Tebal d (m) Beban UFS (MPa)

kgf P

(N)

A1 0,02 0,01 40,435 396,26 13,37

A2 0,019 0,01 40,452 396,42 14,08

A3 0,019 0,01 60,455 592,459 21,04

A4 0,02 0,01 43,789 429,13 14,48

A5 0,019 0,01 37,913 371,54 13,20

A6 0,019 0,01 37,044 362,64 12,88

Tabel 4.10 Pengujian Kuat Lentur Dengan Resin Epoksi 30 gr

Sampel Lebar b (m) Tebal d (m) Beban UFS (MPa)

kgf P

(N)

B1 0,019 0,01 38,848 380,71 13,52

B2 0,02 0,01 44,371 434,83 14,67

B3 0,019 0,01 55,531 554,203 26,72

B4 0,019 0,01 77,047 755,06 26,82

B5 0,019 0,01 50,458 494,48 17,56


(42)

Dari data pengujian kuat lentur diatas diperoleh nilai kuat lentur maksimum 26,82 MPa pada komposisi (65:35) gr dengan penambahan resin epoksi 30 gr yang di tunjukkan pada sampel B4. Sedangkan nilai kuat lentur minimum yaitu terdapat pada sampel B6 yaitu 12,22

Gambar 4.6 Grafik hubungan antara kuat lentur dengan komposisi sampel

Berdasarkan grafik diatas dapat dilihat bahwa nilai kuat lentur maksimum dari sampel A dengan komposisi (65:35) yaitu sebesar 14,48 MPa. Sedangkan pada sampel B nilai kuat lentur maksimumnya 26,82 MPa terdapat pada komposisi (65:35) yaitu sebesar 2,744 kJ/m2. Untuk nilai kuat lentur minimum pada sampel A terdapat pada komposisi (55:45)yaitu sebesar 12,88 MPa. Sedangkan pada sampel B nilai kuat lentur minimumnya terdapat pada komposisi (55:45)yaitu sebesar 12,22 MPa.

Dengan data diatas dapat dinyatakan bahwa pada sampel A dari komposisi (80:20 – 70:30) terjadi peningkatan karena bertambahnya limbah pulp dregs sebagai pengisi dalam campuran, tetapi dari komposisi (65:35 – 55:45) terjadi penurunan karena komposisi pasir yang semakin berkurang mengakibatkan daya ikat resin yang semakin melemah. Pada sampel B dari komposisi (80:20 – 65:35) terjadi peningkatan nilai kuat lentur.Kemudian dari komposisi (60:40 – 55-45) terjadi penurunan karena melemahnya daya ikat resin.

Dalam hal ini secara keseluruhan nilai kuat lentur tertinggi terdapat pada sampel B dengan komposisi (65:35) dengan penambahan resin epoksi 30 gr yaitu 26,82 MPa. Dengan kata lain untuk uji kuat lentur dapat dikatakan lebih baik dengan penambahan resin epoksi 30 gr karena daya ikat yang lebih baik dibandingkan dengan resin epoksi 25 gr.

0 5 10 15 20 25 30

(80:20) (75:25) (70:30) (65:35) (60:40) (55:45)

Ku a t Le n tu r (M P a )

Komposisi Sampel (gr)

resin epoksi 25gr


(43)

4.3Analisis Mikrostruktur

Hasil analisis pengujian SEM-EDX beton polimer dengan bahan baku pasir dan limbah pulp dregs dan resin epoksi sebagai bahan perekat dengan suhu pemanasan 90°C selama 20 menit ditunjukkan pada gambar berikut:


(44)

Gambar 4.8 Uji SEM-EDX Perbesaran 1508X

Uji SEM pada gambar diatas dilakukan untuk sampel beton polimer pada komposisi (63:35) dengan penambahan resin 25 gr dan komposisi (70:30) dengan penambahan resin 30 gr,


(45)

dimana pada kedua komposisi tersebut menghasilkan nilai kuat impak yang maksimum. Dalam pembuatan beton polimer, sangat diharapkan pencampuran dari adonan terdistribusi secara merata. Jika campuran tidak terdistribusi secara merata maka akan berpengaruh pada sifat fisis dan mekanisdari sampel.

Dari hasil uji SEM-EDX pada perbesaran 1500X dapat dilihat topografi dari sampel bahwa campuran pasir, limbah pulp dregs dan resin epoksi bisa terdistribusi dengan baik meskipun permukaannya kurang merata.Hal tersebut disebabkan karena pengadukan campuran bahan yang dilakukan secara manual, sehingga berpengaruh pada kehomogenan campuran dan kerataan permukaan sampel beton polimer.Pengadukan yang dilakukan secara manual menyebabkan campuran dari sampel menjadi kurang homogen.Dan dapat kita lihat pada kedua gambar bahwa persen massa dan persen atom tertinggi terdapat pada unsur Karbon dan Oksigen.


(46)

BAB 5

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1Kesimpulan

Dari hasil penelitian yang telah dilakukan mengenai pembuatan dan karakterisasi beton polimer berbasis pasir dan limbah pulp dregs sebagai agregat serta resin epoksi sebagai perekat, maka dapat diambil kesimpulan:

1. Komposisi terbaik untuk beton polimer terdapat pada sampel B4 komposisi (65:35) gr dengan penambahan resin epoksi 30 gr yang dapat memberikan kepadatan dan kekuatan serta kelenturan yang baik karena pada komposisi tersebut pasir dan limbah pulp dregs

seimbang dalam mengisi kekosongan rongga yang terjadi pada saat pencetakan sehingga meningkatkan sifat fisis dan mekanik beton polimer.

2. Sifat fisis beton polimer dipengaruhi oleh komposisi limbah pulp dregs yang digunakan. Nilai penyerapan air dan porositas semakin membaik dengan penambahan massa limbah pulp dregs karena semakin bertambahnya limbah pulp dregs maka kerapatan pada campuran semakin membaik. Dan penambahan resin epoksi 30 gr lebih baik untuk nilai kuat impak dan kuat lentur dibandingkan resin epoksi 25 gr karena daya rekat resin epoksi 30 gr yang lebih baikdibandingkan 25 gr sehingga memberikan kekuatan yang lebih besar pada sifat mekanik beton polimer.

5.2Saran

1. Untuk penelitian selanjutnya disarankan menambah jumlah variasi resin epoksi untuk meningkatkan sifat fisis dan mekanik dari beton polimer.


(47)

2. Untuk penelitian selanjutnya disarankan menggunakan limbah lainnya untuk pembuatan beton polimer yang tentunya dilakukan pengkajian tentang layak atau tidaknya limbah yang akan digunakan dan juga bermanfaat untuk pengurangan pencemaran lingkungan.


(48)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1Beton

2.1.1 Pengertian Beton

Beton masih merupakan pilihan utama sebagai bahan konstruksi pada saat ini karena beragam keunggulannya dibandingkan material lain. Kemudahan dalam pengerjaannya, kekuatan yang semakin tinggi dalam memikul beban dan durabilitas yang baik menjadikan beton sebagai pilihan utama untuk bahan konstruksi.

Dalam konstruksi, beton adalah sebuah bahan bangunankomposit yang terbuat dari kombinasi agregat dan pengikat semen.Bentuk paling umum dari beton adalah beton semen Portland, yang terdiri dari agregat mineral (biasanya kerikil dan pasir), semen dan air.

Beton adalah batu buatan dan bahan lain terdiri dari semen, pasir, kerikil/split dengan perbandingan tertentu bila diaduk dan dicampur dengan air dan dimasukkan dalam suatu cetakan akan mengikat, mengering dan mengeras dengan baik setelah beberapa lama. Beton mudah dibentuk sesuai dengan cetakan yang direncanakan. (Adiyono. 2008)

Mutu beton ditentukan oleh banyak faktor antara lain: - Faktor Air Semen (FAS).

- Perbandingan bahan-bahannya. - Mutu bahan-bahannya.

- Susunan butiran agregat yang dipakai. - Ukuran maksimum agregat yang dipakai. - Bentuk butiran agregat.

- Kondisi pada saat mengerjakan. - Kondisi pada saat pengerasan 2.1.2 Sifat Beton


(49)

Sebagaimana disebutkan sebelumnya, beton memiliki kuat tekan yang tinggi namun kuat tarik yang lemah.Kuat hancur dari beton sangat dipengaruhi oleh beberapa faktor :

 Jenis dan kualitas semen

 Jenis dan lekak lekul bidang permukaan agregat. Kenyataan menunjukkan bahwa penggunaan agregat akan menghasilkan beton dengan kuat tekan dan kuat tarik lebih besar daripada penggunaan kerikil halus dari sungai.

 Perawatan merupakan hal yang sangat penting pada pekerjaan lapangan dan pada pembuatan benda uji.

 Suhu, pada umumnya kecepatan pengerasan beton bertambah dengan bertambahnya suhu. Pada titik beku kuat tekan akan tetap rendah untuk waktu yang lama.

 Umur, pada kekeadaan yang normal kekuatan beton bertambah dengan umurnya. 2.1.3 Kelebihan dan Kekurangan Beton

Kelebihan beton adalah dapat mudah dibentuk sesuai dengan kebutuhan konstruksi.Selain itu pula beton juga memiliki kekuatan mumpuni, tahan terhadap temperatur yang tinggi dan biaya pemeliharaan yang murah.Sedang kekurangannya adalah bentuk yang telah dibuat sulit diubah tanpa kerusakan. Pada struktur beton, jika ingin dilakukan penghancuran maka akan mahal karena tidak dapat dipakai lagi. Beda dengan struktur baja yang tetap bernilai.Berat dibandingkan dengan kekuatannya dan daya pantul yang besar.

Beton memiliki kuat tekan yang tinggi namun lemah dalam tariknya. Jika struktur itu langsung jika tidak diberi perkuatan yang cukup akan mudah gagal. Menurut perkiraan kasar, nilai kuat tariknya sekitar 9-5% kuat tekannya.Maka dari itu perkuatan sangat diperlukan dalam struktur beton.Perkuatan yang umum adalah dengan menggunakan tulang baja yang jika dipadukan sering disebut dengan beton bertulang.

2.1.4 Macam-macam Beton

Ada bermacam-macam jenis beton, yaitu : 1) Beton siklop

Beton jenis ini sama dengan beton normal biasa, perbedaannya ialah pada beton ini digunakan ukuran agregat yang relatif besar. Beton ini digunakan pada pembuatan bendungan, pangkal jembatan, dan sebagainya.Ukuran agregat kasar dapat sampai 20 cm,


(50)

namun proporsi agregat yang lebih besar dari biasanya ini sebaiknya tidak lebih dari 20 persen dari agregat seluruhnya.

2) Beton Ringan

Beton jenis ini sama dengan beton biasa perbedaannya hanya agregat kasarnya diganti dengan agregat ringan. Selain itu dapat pula dengan beton biasa yang diberi bahan tambah yang mampu membentuk gelembung udara waktu pengadukanbeton berlangsung. Beton semacam ini mempunyai banyak pori sehingga berat jenisnya lebih rendah dari pada beton biasa.

3) Beton non pasir

Beton jenis ini dibuat tanpa pasir, jadi hanya air,semen, dan kerikil saja karena tanpa pasir maka rongga rongga kerikil tidak terisi. Sehingga beton berongga dan berat jenisnya lebih rendah daripada beton biasa. Selain itu karena tanpa pasir maka tidak dibutuhkan pasta-pasta untuk menyelimuti butir-butir pasir sehingga kebutuhan semen relatif lebih sedikit. 4) Beton hampa

Seperti yang telah diketahui bahwa kira-kira separuh air yag dicampurkan saja yang bereaksi dengan semen,adapun separuh sisanya digunakan untuk mengencerkan adukan. Beton jenis ini diaduk dan dituang serta dipadatkan sebagaimana beton biasa, namun setelah beton tercetak padat kemudian air sisa reaksi disedot dengan cara khusus seperti cara vakum. Dengan demikian air yang tertinggal hanya air yang digunakan untuk reaksi dengan semen,sehingga beton yang diperoleh sangat kuat.

5) Beton bertulang

Beton biasa sangat lemah dengan gaya tarik, namun sangat kuat dengan gaya tekan, batang baja dapat dimasukkan pada bagian beton yang tertarik untuk membantu beton. Beton yang dimasuki batang baja pada bagian tariknya ini disebut beton bertulang.

6) Beton prategang

Jenis beton ini sama dengan beton bertulang, perbedaannya adalah batangnya baja yang dimasukkan ke dalam beton ditegangkan dahulu. Batang baja ini tetap mempunyai tegangan sampai beton yang dituang mengeras. Bagian balok beton ini walaupun menahan lenturan tidak akan terjadi retak.


(51)

Beton biasa dicetak/dituang di tempat namun dapat pula dicetak di tempat lain,fungsinya di cetak di tempat lain agar memperoleh mutu yang lebih baik.Selain itu dipakai jika tempat pembuatan beton sangat terbatas. Sehingga sulit menyediakan tempat percetakan perawatan betonnya.

8) Beton massa

Beton yang dituang dalam volume besar yaitu perbandingan antara volume dan permukaannya besar. Bila dimensinya lebih besar dari 60 sm. Pondasi besar, pilar, bendungan. Harus diperhatikan perbedaan temperatur.

9) Fero semen

Suatu bahan gabungan yang diperoleh dengan cara memberikan ortar semen suatu tulangan yang berupa suatu anyaman kawat baja.

10) Beton Serat

Beton komposit yang terdiri dari beton biasa dan bahan lain yang berupa serat. Serat berupa batang-batang 5-500 mm,panjang 25-100mm. Serat asbatos, tumbuh-tumbuhan, serat plastik, kawat baja.

2.2Polimer

Polimer adalah suatu zat kimia yang terdiri dari molekul-molekul yang besar dengan karbon dan hydrogen sebagai molekul utamanya. Bahan ini berasal dari bahan plastik yang di daur ulang, kemudian dicampur dengan bahan kimia lainnya. Penggunaan bahan tersebut bertujuan memanfaatkan limbah plastik. (Prilian, Lilih. 2009)

Kimia polimer mulai berkembang pada tahun 1920-an yaitu dengan adanya penyelidikan terhadap perilaku membingungkan terhadap bahan-bahan tertentu, seperti kayu, gelatin, kapas dan karet. Sebagai contoh, ketika karet, yang rumus empirisnya adalah C5H8, dilarutkan dalam larutan organik, larutannya menunjukkan beberapa sifat tak lazim: kekentalan tinggi, tekanan osmotik rendah, dan penurunan titik beku sangat kecil. Pengamatan ini adalah indikasi yang kuat tentang zat terlarut yang massa molarnya sangat tinggi.


(52)

Polimer dapat digolongkan berdasarkan asalnya, jenis monomernya dan sifat terhadap panas sebagai berikut :

1. Penggolongan polimer berdasarkan asalnya

Berdasarkan asalnya polimer dapat digolongkan kedalam 2 jenis yaitu polimer alam dan polimer sintetis, polimer alam adalah polimer yang terbentuk melalui proses alami dan polimer sintetis adalah polimer yang terbentuk melalui reaksi buatan manusia dalam suatu industri/pabrik.

Contoh polimer alam : Polisoprena (karet alam), karbohidrat dan protein.

Contoh polimer sintetis : Karet sintetis (butadiene stirena = buna), plastik dan rayon (serat sintetis).

2. Penggolongan polimer berdasarkan jenis monomernya

Berdasarkan jenis monomer, polimer terdiri dari 2 jenis, yaitu homopolimer dan kopolimer. Homopolimer adalah polimer hasil penggabungan dari jenis monomer yang sejenis, sedangkan kopolimer adalah polimer hasil penggabungan dari jenis monomer yang tidak sejenis.

Contoh homopolimer : polivinilklorida, polietena, polipropilena dan karet alam. Contoh kopolimer : nilon, poliester, dan rayon.

3. Penggolongan polimer berdasarkan sifatnya terhadap panas

Berdasarkan sifatnya terhadap panas, polimer (khususnya plastik) terdiri dari dua jenis, yaitu polimer termoplas dan polimer termoset. Polimer termoplas adalah polimer yang jika dipanaskan akan menjadi lunak dan jika didinginkan akan menjadi keras. Polimer termoset adalah polimer yang jika dipanaskan tidak dapat menjadi lunak. Polimer termoplas dapat dibentuk ulang sedangkan polimer termoset tidak dapat dibentuk ulang. Contoh Polimer termoplas : polivinil klorida, polietilena dan polistirena.

Contoh Polimer termoset : melamin dan bakelit. 2.2.2 Reaksi Polimerisasi

Reaksi penggabungan monomer dengan monomer membentuk polimer disebut polimerisasi. Reaksi polimerisasi dibagi kedalam dua jenis yaitu polimerisasi adisi dan polimerisasi kondensasi.


(53)

Polimersisasi adisi adalah penggabungan monomer dengan monomer secara reaksi adisi.Reaksi adisi terjadi pada monomer yang memiliki ikatan rangkap, pada reaksi ini tidak ada molekul yang hilang.

2. Polimerisasi Kondensasi

Polimerisasi kondensasi adalah penggabungan monomer dengan monomer secara eliminasi. Disamping polimer yang dihasilkan, ada molekul yang dilepaskan seperti H2O. Reaksi itu terjadi pada monomer yang memiliki gugus fungsi pada kedua ujung rantainya. Biasanya monomer yang bergabung tidak sejenis dan polimer yang terbentuk disebut kopolimer, pada reaksi ini ada molekul yang hilang. (Tiopan. 2006)

2.3Beton Polimer

Beton adalah campuran bahan bangunan berupa pasir dan kerikil atau koral kemudian diikat semen bercampur air. Sedangkan yang dimaksud dengan polimer adalah suatu zat kimia yang terdiri dari molekul-molekul yang besar dengan karbon dan hidrogen sebagai molekul utamanya. Adapun bahan baku polimer didapatkan dari limbah pabrik yang didaur ulang, kemudian dicampur dengan agregat pasir, thinner, air serta bahan kimia lainnya. Jadi yang dimaksud dengan beton polimer adalah bahan material bangunan yang dibentuk melalui proses rekayasa komposit beton klasik dan polimer.

Beton polimer berfungsi layaknya beton semen biasa pada umumnya.Beton polimer juga dapat digunakan sebagai pilar jembatan, pondasi bangunan, jalan pada jembatan, dinding tahan gempa (modifikasi dari dinding batu bata) dan lain-lain. Beton polimer juga dapat digunakan sebagai bahan untuk memperbaiki bangunan-bangunan di dalam air.

Seperti telah disinggung di kegunaan dari beton polimer, bahwa beton polimer dapat digunakan sebagai bahan untuk memperbaiki bangunan-bangunan di dalam air. Hal tersebut disebabkan karena beton polimer dapat mengeras di dalam air.

Beton polimer memiliki sifat kedap air, tidak terpengaruh sinar ultra violet, tahan terhadap larutan agresif seperti bahan kimia serta kelebihan lainnya. Yang lebih istimewa lagi, beton polimer bias mengeras di dalam air sehingga bias digunakan untuk memperbaiki bangunan-bangunan di dalam air. (Prilian, Lilih. 2009)


(54)

Selain mengeras dalam air, beton polimer juga memiliki sifat sifat lainnya yang tentunya menguntungkan bagi orang yang taucara mempergunakannya, Seperti: sifat kedap air, tidak terpengaruh sinar ultra violet, tahan terhadap larutan agresif seperti bahan kimia serta kelebihan lainnya.

2.4Limbah

Limbah lebih dikenal sebagai sampah, yang seringkali tidak dikehendaki kehadirannya karena tidak memiliki nilai ekonomis. Dengan konsentrasi dan kuantitas tertentu, kehadiran limbah dapat berdampak negatif terhadap lingkungan terutama bagi kesehatan manusia, sehingga perlu dilakukan penanganan terhadap limbah.Tingkat bahaya keracunan yang ditimbulkan oleh limbah tergantung pada jenis dan karakteristik limbah.

Limbah adalah bahan/barang sisa atau bekas dari suatu kegiatan atau proses produksi yang fungsinya sudah berubah dari aslinya, kecuali yang dapat dimakan oleh manusia dan hewan. (Firmansyah, Rikky. 2009)

Limbah merupakan sutau buangan yang dihasilkan dari suatu proses produksi baik itu industri maupun rumah tangga. Dari situ pula limbah akan dihasilkan. Limbah dapat berupa sampah, air buangan dari aktifitas domestik maupun buangan dari aktifitas industri pabrikan. 2.4.1 Macam- macam Limbah

Sebagaimana diketahui, limabah dapat dihasilkan melalui proses industri maupun domestic (rumah tangga), oleh karena itu berdasarkan asalnya limbah, terdapat beberapa macam limbah yakni :

1) Limbah Rumah Tangga

Limbah rumah tangga merupakan bahan sisa yang dihasilkan dari kegiatan rumah tangga. Contohnya adalah sampah, baik organik maupun anorganik, detergen, kotoran, dan asap hasil pembakaran. Limbah yang paling banyak di produksi rumah tangga adalah sampah. 2) Limbah Pertanian


(55)

Limbah pertanian biasanya mempengaruhi kondisi air dan tanah.Limbah pertanian dihasilkan dari penggunaan pupuk, pestisida, atau bahan organik lainnya secara berlebihan.

3) Limbah Industri

Selain kegiatan rumah tangga, kegiatan industri memberikan andil yang sangat besar dalam pencemaran dan perubahan lingkungan. Hal ini disebabkan karena kegiatan industri menghasilkan limbah yang banyak, baik dalam bentuk cair, padat, maupun gas.Limbah yang dihasilkan dari kegiatan industri kebanyakan tergolong kedalam jenis limbah B3 (bahan berbahaya dan beracun). Sehingga sebelum dilakukan pembuangan harus melalui pengolahan khusus dan penetralan agar pada saat dibuang, aman bagi lingkungan.

2.5Limbah Pulp

Dalam penelitian ini penggunaan limbah yang digunakan merupakan limbah industri yang dimana pula limbah tersebut dapat menjadi bahan baku pembuatan beton. Limbah tersebut didapat melalui proses pembuatan Pulp (bahan dasar pembuatan kertas). Limbah pulp diperoleh dari sisa pengolahan industri pulp. Limbah ini berupa gumpalan yakni grits (pasir),

dregs (ampas) dan bio sludges (lumpur hidup). Limbah-limbah tersebut pastinya harus dibuang, tetapi dalam proses pembuangannya tentu saja tidak boleh sembarangan karena limbah-limbah ini dapat mencemari lingkungan, apalagi jika tidak diolah sesuai dengan ketentuan dan syarat pembuangan limbah.

Saat ini limbah pulp yang berbentuk padat mulai diselidiki potensinya untuk dimanfaatkan sebagai bahan baku material, antara lain material keramik dan dapat pula dimanfaatkan sebagai bahan baku pembuatan beton. Limbah pulp pada umumnya terdiri dari 3 jenis yaitu:

a) Pasir (grits) adalah bahan yang mengandung bata dan pasir yang kandungannya berupa hidroksida tetapi bahan ini tidak bereaksi antara cairan hijau (green liquor) dan kapur tohor.

b) Ampas (dregs) adalah bahan yang merupakan endapan dari cairan hijau (green liquor) yaitu bubur (smelt) yang dilarutkan dengan natrium hidroksida (NaOH) dimana bahan ini mengandung silika dan karbon residu organik yang tidak terbakar dalam ketel (boiler).Bahan ini juga kaya akan karbon.


(56)

c) Sedangkan lumpur hidup (bio sludge) adalah campuran dari endapan cair yang kandungan utamanya adalah selulosa dan bakteri yang mati.

2.6Agregat

Agregat merupakan salah satu bahan material beton. Hampir tiga perempat volume beton ditempati oleh agregat, sehingga karakteristik agregat akan menentukan kualitas beton. Agregat merupakan bahan yang bersifat kaku dan memiliki stabilitas volume dan durabilitas yang baik dari pada pasta semen. (Hidayat, Syarif. 2009)

Agregat merupakan butir-butir batu pecah, kerikil, pasir atau mineral lain, baik yang berasal dari alam maupun buatan yang berbentuk mineral padat berupa ukuran besar maupun kecil atau fragmen-fragmen. Untuk menghasilkan beton yang baik, agregat halus maupun agregat kasar harus memiliki gradasi atau komposisi ukuran yang proporsional. Oleh sebab itu, perlu dilakukan analisis ayakan terhadap agregat yang akan digunakan.

Jenis dan kualitas agregat sangat ditentukan oleh batuan asalnya dan kandungan mineral di dalamnya. Berdasarkan proses terbentuknya, batuan dapat di klasifikasikan sebagai batuan beku, batuan sedimen, dan batuan metamorfosa. Umumnya, agregat berasal dari batuan yang mengandung beberapa jenis mineral. Contohnya, batuan beku granit dan batu kapur.

2.6.1 Jenis-jenis Agregat 1) Agregat Halus

Agregat halus untuk beton dapat berupa pasir alam sebagai hasil desintegrasi alami dari batuan-batuan atau berupa pasir buatan yang dihasil oleh alat-alat pemecah batu.

Syarat agregat halus :

 Agregat halus terdiri dari butir–butir yang tajam dan keras. Butir agregat halus harus bersifat kekal, artinya tidak pecah atau hancur oleh pengaruh cuaca seperti terik matahari dan hujan.

 Kandungan lumpur tidak boleh lebih dari 5% (ditentukan terhadap beratkering). Yang diartikan dengan lumpur adalah bagian–bagian yang dapat melalui ayakan 0,063 mm. Apabila kadar lumpur lebih dari 5%, maka agregat harus dicuci.


(57)

 Pasir laut tidak boleh dipakai sebagai agregat halus untuk semua mutu beton, kecuali dengan petunjuk dari lembaga pemeriksaan bahan yang diakui.

2) Agregat Kasar

Agregat kasar dapat berupa kerikil hasil desintergrasi alami dari batuan-batuan atau berupa batu pecah yang diperoleh dari pemecahan batu dengan besar butir lebih dari 5 mm. Kerikil dalam penggunaannya harus memenuhi syarat-syarat sebagai berikut:

 Butir-butir keras yang tidak berpori serta bersifat kekal yang artinya tidak pecah karena pengaruh cuaca seperti sinar matahari dan hujan.

 Tidak boleh mengandung lumpur lebih dari 1%, apabila melebihi maka harus dicuci lebih dahulu sebelum menggunakannya.

 Tidak boleh mengandung zat yang dapat merusak batuan seperti zat–zat yang reaktif terhadap alkali.

 Agregat kasar yang berbutir pipih hanya dapat digunakan apabila jumlahnya tidak melebihi 20% dari berat keseluruhan.

2.7Bahan Baku Beton Polimer 2.7.1 Pasir

Agregat yang digunakan untuk pembuatan beton adalah pasir lolos ayakan (ASTM E 11-70) yang diameternya lebih kecil dari 5 mm. Adapun kegunaan pasir ini adalah untuk mencegah keretakan pada beton apabila sudah mongering. Karena dengan adanya pasir akan mengurangi penyusutuan yang terjadi mulai dari percetakan hingga pengeringan.

Pasir ini memang sangat penting dalam pembuatan beton, tetapi apabila kadarnya terlalu besar akan mengakibatkan kerapuhan jika sudah mongering. Ini disebabkan daya rekat antara partikel-partikel berkurang dengan adanya pasir dalam jumlah yang besar, sebab pasir tersebut tidak bersifat merekat akan tetapi hanya sebagai pengisi (filler).

Pasir merupakan agregat alami yang berasal dari letusan gunung berapi,sungai, dalam tanah dan pantai oleh karena itu pasir dapat digolongkan dalam tigamacam yaitu pasir galian, pasir laut dan pasir sungai. Pada konstruksi bahan bangunan pasir digunakan sebagai agregat halus dalam campuran beton, bahan spesi perekat pasangan bata maupun keramik, pasir urug,


(58)

screed lantai dll. Menurut standar nasional indonesia (SK SNI – S – 04 – 1989 – F : 28) disebutkan mengenai persyaratan pasir atau agregat halus yang baik sebagai bahan bangunan adalah sebagai berikut :

- Agregat halus harus terdiri dari butiran yang tajam dan keras dengan indeks kekerasan < 2,2.

- Sifat kekal apabila diuji dengan larutan jenuh garam sulfat sebagai berikut: a. Jika dipakai natriun sufat bagian hancur maksimal 12%.

b. Jika dipakai magnesium sulfat bagian halus maksimal 10%.

- Tidak boleh mengandung lumpur lebih dari 5% dan apabila pasir mengandung lumpur lebih dari 5% maka pasir harus dicuci.

- Pasir tidak boleh mengadung bahan-bahan organik terlalu banyak, yang harus dibuktikan dengan percobaan warna dari Abrans–Harder dengan larutan jenuh NaOH 3%.

- Susunan besar butir pasir mempunyai modulus kehalusan antara 1,5 sampai 3,8 dan terdiri dari butir-butir yang beraneka ragam.

- Untuk beton dengan tingkat keawetan yang tinggi reaksi pasir terhadap alkali harus negatif.

- Pasir laut tidak boleh digunakan sebagai agregat halus untuk semua mutu beton kecuali dengan petunjuk dari lembaga pemerintahan bahan bangunan yang diakui.

- Agreagat halus yang digunakan untuk plesteran dan spesi terapan harus memenuhi persyaratan pasir pasangan.

(http://www.forumbebas.com/thread-145579.html)

2.7.2 Limbah Pulp Dregs

Kandungan limbah pulp dregs yang diambil pada tanggal 27 Mei 2015 dari PT. Toba Pulp Lestari, Kecamatan Porsea, Kabupaten Toba Samosir sebagai berikut:

Tabel 2.1 Kandungan Senyawa Limbah Pulp Dregs


(59)

(%)

1 SiO2 10,6

2 Fe2O3 1,68

3 CaO 31,1

4 MgO 1,04

5 K2O 0,62

6 Na2O 0,04

7 Al2O3 12,30

Bahan cair ini disebut sebagai bubur. Bahan ini dikirim ke tangki di mana air ditambahkan ke dalam tangki tersebut.Cairan yang dihasilkan dikenal sebagai cairan hijau (green liquor). Dari tangki peleburan sungai dikirim ke tangki cairan stabilisasi hijau.Cairan hijau juga mengandung sejumlah kecil padatan tersuspensi, disebut ampas (dregs).

Ampas-ampas yang berbahaya dipisahkan dan kemudian dibuang. Hal ini biasanya dilakukan dalam cairan stabilisasi hijau. Ampas dari cairan stabilisasi hijau dikirim ke filter vakum perputaran disebut ampas filter. Di sini ampas dicuci untuk menghilangkan sisa bahan kimia dan airnya sebelum dibuang. Cairan didaur ulang ke tangki cairan stabilisasi hijau. (http://www.westech-inc.com/en-usa/industry-solutions/industrial-overview/pulp-and-paper)

Adapun apabila limbah pulp dregs ini dimasukkan atau dicampurkan ke dalam pembutan bahan bangunan maka limbah pulp dregs itu sendiri tidak memiliki dampak resiko kesehatan maupun pencemaran lingkungan, dikarenakan limbah pulp dregs itu sendiri dapat didaur ulang sebagai bahan baku dari pembuatan bahan bangunan seperti beton, sehingga secara tidak langsung limbah ini dapat dimanfaatkan dan mengurangi sampah akibat pembuangan limbah pabrik itu sendiri.

2.7.3 Resin Epoksi

Epoksi adalah suatu kopolimer yang terbentuk dari dua bahan kimia yang berbeda, yang disebut sebagai "resin" dan "pengeras". Resin ini terdiri dari monomer atau polimer rantai pendek dengan kelompok epoksida di kedua ujung. Resin epoksi paling umum dihasilkan dari reaksi antara epiklorohidrin dan bisphenol-A, tetapi tidak jarang yang terakhir akan


(60)

digantikan dengan bahan kimia yang serupa. Sedangkan pengeras terdiri dari monomer

polyamine, misalnya Triethylenetetramine(Teta).

Ketika senyawa ini dicampur, kelompok amina bereaksi dengan kelompok epoksida untuk membentuk ikatan kovalen. Setiap kelompok NH dapat bereaksi dengan kelompok epoksida, sehingga polimer yang dihasilkan demikian kaku dan kuat. Proses polimerisasi disebut "curing" dan dapat dikontrol melalui suhu. Atau bahasa sederhananya epoksi adalah cat dua komponen yang terdiri dari resin sebagai basenya dan polymed sebagai hardenernya. (Finishing Floor Harderner. 2012).

Resin epoksi atau secara umum dipasaran dikenal dengan bahan epoksi adalah salah satu dari jenis polimer yang berasal dari kelompok termoset. Resin termoset adalah polimer cair yang diubah menjadi bahan padat secara polimerisasi jaringan silang dan juga secara kimia, membentuk formasi rantai polimer tiga dimensi. Sifat mekanisnya tergantung pada unit molekuler yang membentuk jaringan rapat dan panjang jaringan silang.

Proses pembuatannya dapat dilakukan pada suhu kamar dengan memperhatikan zat-zat kimia yang digunakan sebagai pengontrol polimerisasi jaringan silang agar didapatkan sifat optimum bahan. Thermoset memiliki sifat isotropis dan peka terhadap suhu, mempunyai sifat tidak bisa meleleh, tidak bisa diolah kembali, atomnya berikatan dengan kuat sekali, tidak bisa mengalami pergeseran rantai. Bentuk resin epoksi sebelum pengerasan berupa cairan seperti madu dan setelah pengerasan akan berbentuk padatan yang sangat getas.

Karakteristik Resin Epoksi

Epoksi secara umum mempunyai karakteristik yang baik, yaitu: 1) Kemampuan mengikat paduan metalik yang baik

Kemampuan ini disebabkan oleh adanya gugus hidrolik yang memiliki kemampuan membentuk ikatan via ikatan hidrogen. Gugus hidrosil ini juga dimiliki oleh oksida metal, dimana pada kondisi normal menyebar pada permukaan metal. Keadaan ini menunjang terjadinya ikatan antara atom pada epoksi dengan atom yang berada pada material metal. 2) Ketangguhan

Keguanaan epoksi sebagai bahan matrik dibatasi oleh ketangguhan yang rendah dan cenderung rapuh. Oleh sebab itu saat ini terus dilakukan penelitian untuk meningkatkan ketangguhan bahan matrik atau epoksi.


(61)

Resin epoksi banyak digunakan untuk bahan komposit di beberapa bagian struktural, resin ini juga dipakai sebagai bahan campuran pembuatan kemasan, bahan cetakan (moulding compound) dan perekat. Resin epoksi sangat baik digunakan sebagai matriks pada komposit dengan penguat serat gelas. Pada beton penggunaan resin epoksi dapat mempercepat proses pengerasan, karena resin epoksi menimbulkan panas sehingga membantu percepatan pengerasan.

2.7.4 Thinner

Thinner digunakan pada pembuatan beton sebagai bahan pencampur agar terjadi reaksi kimiawi dengan resin. Disini thinner berfungsi untuk membasahi agregat dan untuk melumasi bahan campuran lain agar mudah pengerjaannya. Thinner yang akan dicampurkan ini akan menguap sesaat dan meninggalkan resin dan agregat yang kemudian akan membentuk lapisan yang keras, sehingga dapat mengubah sifat-sifat resin dan menurunkan kekuatannya.

Selain berguna untuk menurunkan viskositas, thinner juga berguna untuk mengatur sifat-sifat dari bahan finishing sehingga bahan tersebut bisa diaplikasikan sesuai dengan kebutuhan. Dengan menggunakan thinner suatu bahan finishing bisa diatur kecepatan waktu pengeringannya serta ketebalan lapisan finishing bisa ditentukan dengan ukuran tertentu sesuai dengan kebutuhan.

(http://mugiabadi.blogspot.com/2012/06/macam-macam-thinner.html)

2.8Karakteristik Beton

Untuk mengetahui sifat-sifat dan kemampuan suatu material maka perlu dilakukan pengujian. Adapun karakteristik beton yang akan diuji antara lain: pengujian sifat fisis (penyerapan air, densitas, porositas), pengujian sifat mekanik (kuat impak dan kuat lentur).

2.8.1 Pengujian Sifat Fisis 2.8.1.1Pengujian Densitas

Massa jenis (densitas) adalah pengukuran massa setiap satuan volume benda. Semakin tinggi massa jenis suatu benda, makasemakin besar pula massa setiap volumenya. Massa jenis rata-rata setiap beton merupakan total massa beton dibagi dengan total volume beton.


(62)

Pengukuran densitas menggunakan standart ASTM C 373-88. Persamaan yang digunakan untuk menentukan densitas adalah:

� = ��

� ………..…… (2.1)

Dengan:

� : massa jenis sampel (gr/cm3) mk : massa kering (gr)

V : volume sampel (cm3)

2.8.1.2Pengujian Porositas

Porositas dapat di definisikan sebagai perbandingan antara volume pori-pori terhadap volume total beton. Besarnya persentase ruang-ruang kosong atau besarnya kadar pori yang terdapat pada beton dan merupakan salah satu faktor utama yang mempengaruhi kekuatan beton. Pori-pori beton biasanya berisi udara atau berisi air yang saling berhubungan dan dinamakan dengan kapiler beton. Kapiler beton akan tetap ada walaupun air yang digunakan telah menguap, sehingga kapiler ini akan mengurangi kepadatan beton yang dihasilkan. Dengan bertambahnya volume pori maka nilai porositas juga akan semakin meningkat dan hal ini memberikan pengaruh buruk terhadap kekuatan beton.

Ada dua jenis porositas yaitu porositas tertutup dan porositas terbuka.porositas tertutuppada umumnya sulit untuk ditentukan pori tersebut merupakan rongga yang terjebak didalam padatan dan serta tidak ada akses kepermukaan luar, sedangkan porositas terbuka masih ada akses kepermukaan luar walaupun rongga tersebut ada ditengah-tengah padatan. Porositas suatu bahan pada umumnya dinyatakan sebagai porositas terbuka. (Bandaharo, Malim. 2014)

Berdasarkan ASTM C 373-88, porositas sampel dapat dihitung dengan menggunakan persamaan berikut:

P = − �

� ×

1

� � × 100% ……….….. (2.2) Dengan:


(63)

P : Porositas (%)

Mb : Massabasah sampel setelah direndam (gr) Mk : Massa kering sampel setelah direndam (gr) Vb : Volume benda uji (cm3)

�air : Massa jenis air (gr/cm

3 )

2.8.1.3Pengujian Penyerapan Air

Penyerapan air (water absorbtion) merupakan salah satu parameter yang sangat penting untuk memprediksi dan mengetahui kekuatan dan kualitas beton polimer yang dihasilkan. Beton polimer yang berkualitas baik memiliki daya serap air yang kecil dimana jumlah pori-pori pada permukaan sedikit dan rapat. Dan untuk mengetahui besarnya penyerapan air diukur dan dihitung menggunakan rumus (Vlack, Lawrence H. l989)

Pengujian daya serap air (water absorbtion) dilakukan pada masing-masing sampel. Pengujian daya serap air ini mengacu pada ASTM C-20-00-2005 tentang prosedur pengujian, dimana bertujuan untuk menentukan besarnya persentase air yang diserap oleh sampel yang direndam dengan perendaman selama 24 jam pada suhu kamar.

Massa awal sebelum dan sesudah perendaman diukur. Untuk mendapatkan nilai penyerapan air dapat dihitung menggunakan persamaan sebagai berikut:

Penyerapan air = − �

× 100% ……….... (2.3)

Dengan:

Mb : Massa sampel setelah direndam di dalam air (gr) Mk : Massa kering (gr)

2.8.2 Pengujian Sifat Mekanik 2.8.2.1Pengujian Kuat Impak


(64)

Uji impak adalah pengujian dengan menggunakan pembebanan yang cepat (rapid loading). Pengujian impak merupakan suatu pengujian yang mengukur ketahanan bahan terhadap beban kejut.Inilah yang membedakan pengujian impak dengan pengujian tarik dan kekerasan dimana pembebanan dilakukan secara perlahan-lahan. Pengujian impak merupakan suatu upaya untuk mensimulasikan kondisi operasi material yang sering ditemui dalam perlengkapan transportasi atau konstruksi dimana beban tidak selamanya terjadi secara perlahan-lahan melainkan datang secara tiba-tiba, contoh deformasi pada bumper mobil pada saat terjadinya tumbukan kecelakaan.

Pada uji impak terjadi proses penyerapan energi yang besar ketika beban menumbuk spesimen. Energi yang diserap material ini dapat dihitung dengan menggunakan prinsip perbedaan energi potensial. Dasar pengujian impak ini adalah penyerapan energi potensial dari pendulum beban yang berayun dari suatu ketinggian tertentu dan menumbuk benda uji sehingga benda uji mengalami deformasi. Pada pengujian impak ini banyaknya energi yang diserap oleh bahan untuk terjadinya perpatahan merupakan ukuran ketahanan impak atau ketangguhan bahan tersebut. (Ellery, T. 2012)

Gambar 2.1 Ilustrasi skematis pengujian impak dengan benda uji charpy

Pengukuran kekuatan uji impak menggunakan standar ASTM D 5942-96. Besarnya kekuatan impak dari benda uji dengan luas penampang lintang (A) adalah:

� = �

� ……… (2.4) Dengan:


(65)

ES : Energi yang diserap sampel setelah tumbukan (J) A : Luas penampang lintang sampel (m2)

2.8.2.2Pengujian Kuat Lentur

Pengujian kekuatan lentur dimaksudkan untuk mengetahui ketahanan polimer terhadap pembebanan pada tiga titik lentur. Pengujian kekuatan lentur ini juga bertujuan untuk mengetahui sifat keelastisan suatu bahan. Pada permukaan bagian atas yng dibebani akan tejadi komresi, sedangkan pada bagian permukaan bawah akan terjadi tarikan.

Pada pengujian ini pembebanan yang diberikan adalah tegak lurus terhadap arah sampel dengan tiga titik lentur. Pada pengujian ini bila diberi beban maka permukaan bawah akan memanjang dan terjadi pelengkungan sampek akibat regangan tarik dan regangan tekan. Besarnya pelengkungan pada titik tengah sampel dinamakan defleksi. (Syahfitri, N. 2013)

Gambar 2.2 Skematis pengujian kekuatan lentur

Pengukuran kekuatan uji letur menggunakan standar ASTM C 31-91. Kuat lentur beton dapat diperoleh dengan rumus:

Flt =

3�

2 �2 ……….….. (2.5)

Dengan:

Flt : Kuat Lentur (Nm-2) P : Gaya Penekan (N) L : Jarak dua penumpu (m) b : Lebar sampel uji (m)


(66)

d : Tebal sampel uji (m) 2.8.3 Analisis Mikrostruktur

Scanning Electron Microscope (SEM) merupakan mikroskop electron yang banyak digunakan dalam ilmu pengetahuan material. SEM banyak digunakan kerena memiliki kombinasi yang unik, mulai dari persiapan spesimen yang simple dan mudah, kapabilitas tampilan yang bagus serta fleksibel. SEM digunakan pada sampel yang tebal dan memungkinkan untuk analisis permukaan. Pancaran berkas yang jatuh pada sampel akan dipantulkan dan didifraksikan. Adanya elektron yang terdifraksi dapat diamati dalam bentuk pola – pola difraksi. Pola – pola difraksi yang tampak sangat bergantung pada bentuk dan ukuran sel satuan dari sampel. SEM juga dapat digunakan untuk menyimpulkan data – data kristalografi, sehingga hal ini dapat dikembangkan untuk menentukan elemen atau senyawa.

Scanning Electron Microscope (SEM) adalah sebuah mikroskop elektron yang didesain untuk menyelidiki permukaan dari objek solid secara langsung. SEM memiliki perbesaran 10 – 3000000x, lebar permukaan 4 – 0.4 mm dan resolusi sebesar 1 – 10 nm. Kombinasi dari perbesaran yang tinggi, depth of field yang besar, resolusi yang baik, kemampuan untuk mengetahui komposisi dan informasi kristalografi membuat SEM banyak digunakan untuk keperluan penelitian dan industri. Adapun fungsi utama dari SEM antara lain dapat digunakan untuk mengetahui informasi-informasi mengenai:

- Topografi, yaitu ciri-ciri permukaan dan teksturnya (kekerasan, sifat memantulkan cahaya, dan sebagainya).

- Morfologi, yaitu bentuk dan ukuran dari partikel penyusun objek (kekuatan, cacat pada Integrated Circuit (IC) dan chip, dan sebagainya).

- Komposisi, yaitu data kuantitatif unsur dan senyawa yang terkandung di dalam objek (titik lebur, kereaktifan, kekerasan, dan sebagainya).

- Informasi kristalografi, yaitu informasi mengenai bagaimana susunan dari butir-butir di dalam objek yang diamati (konduktifitas, sifat elektrik, kekuatan, dan sebagainya). (Prasetyo, 2011).

Energi dispersif spektroskopi sinar-X (EDS atau EDX) adalah sebuah teknik analisis yang digunakan untuk elemen analisis atau karakterisasi kimia sampel. Ini adalah salah satu varian dari fluoresensi sinar-X spektroskopi yang bergantung pada penyelidikan sampel


(67)

melalui interaksi antara radiasi elektromagnetik dan materi, menganalisis sinar-X yang dipancarkan oleh materi dalam menanggapi pukulan dengan partikel bermuatan.

Hampir sama dengan SEM hanya saja pada SEM EDX merupakan dua perangkat analisis yang digabungkan menjadi satu panel analitis sehingga mempermudah proses analitis dan lebih efisien. Pada dasarnya SEM EDX merupakan pengembangan SEM. Analisa SEM EDX dilakukan untuk memproleh gambaran permukaan atau fitur material dengan resolusi yang sangat tinggi hingga memperoleh suatu tampilan dari permukaan sampel yang kemudian di komputasikan dengan software untuk menganalisis komponen materialnya baik dari kuantitatif mau pun dari kualitalitatifnya. Daftar berikut ini merangkum fungsi yang berkontribusi pada operabilitas luar biasa dari SEM-EDX.

1. Menu Fungsi ini digunakan untuk mengatur secara bersamaan, menyimpan, dan mengingat parameter untuk analisis SEM dan EDX.

2. Kondisi pengukuran EDX dapat diatur dari Unit SEM (Spektral pengukuran, multi-titik pengukuran, pemetaan, tampilan menganalisis elemen pada SEM monitor).

3. Image data yang diperoleh dengan SEM dapat digunakan sebagai data dasar untuk EDX. 4. Menetapkan kondisi untuk unit SEM secara otomatis dipindahkan ke unit EDX. (

Rahmat, 2010).

2.8.3.1Prinsip Kerja SEM-EDX

Prinsip kerja SEM yaitu bermula dari electron beam yang dihasilkan oleh sebuah filamen pada electron gun. Pada umumnya electron gun yang digunakan adalah tungsten hairpin gun dengan filamen berupa lilitan tungsten yang berfungsi sebagai katoda.Tegangan diberikan kepada lilitan yang mengakibatkan terjadinya pemanasan. Anoda kemudian akan membentuk gaya yang dapat menarik elektron melaju menuju ke anoda. Kemudian electron beam difokuskan ke suatu titik pada permukaan sampel dengan menggunakan dua buah condenser lens. Condenser lens kedua (atau biasa disebut dengan lensa objektif) memfokuskan beam dengan diameter yang sangat kecil, yaitu sekitar 10-20 nm. Hamburan elektron, baik Secondary Electron (SE) atau Back Scattered Electron (BSE) dari permukaan sampel akan dideteksi oleh detektor dan dimunculkan dalam bentuk gambar pada layar CRT.


(68)

Gambar 2.3 Mekanisme kerja SEM

SEM memiliki beberapa detektor yang berfungsi untuk menangkap hamburan elektron dan memberikan informasi yang berbeda-beda. Detektor-detektor tersebut antara lain:

- Detektor EDX, yang berfungsi untuk menangkap informasi mengenai komposisi sampel pada skala mikro.

- Backscatter detector, yang berfungsi untuk menangkap informasi mengenai nomor atom dan topografi.

- Secondary detector, yang berfungsi untuk menangkap informasi mengenai topografi. 2.8.3.2Kelebihan dan Kelemahan SEM:

Adapun kelebihan SEM yaitu:

- Preparasi sampel cepat dan sederhana - Ukuran sampel yang relatif besar

- Rentang perbesaran yang luas: 3 kali sampai 150.000 kali Sedangkan kelemahan SEM yaitu:

- Dibanding TEM resolusinya lebih rendah - Memerlukan kondisi vakum


(69)

2.9Syarat Mutu Beton Menurut Standar Nasional Indonesia

Menurut SNI 03-0691-1996, standar mutu yang harus dipenuhi oleh paving block adalah sebagai berikut :

1) Sifat tampak paving block, harus mempunyai permukaan yang rata, tidak terdapat retak-retak dan cacat, bagian sudut dan rusuknya tidak mudah direpihkan dengan kekuatan jari tangan.

2) Ukuran paving block harus mempunyai tebal minimum 60 mm dengan toleransi +8%.

3) Paving block untuk lantai apabila diuji dengan natrium sulfat tidak boleh cacat dan kehilangan berat yang diperbolehkan maksimum 1%.

4) Paving block untuk lantai harus mempunyai kekuatan fisik seperti yang ditunjukkan pada tabel berikut.

Tabel 2.2. Persyaratan Mutu Setiap Jenis Bata Beton Menurut SNI 03-0691-1996

Mutu

Kuat Tekan (kg/cm2)

Ketahanan Aus (mm/menit)

Daya Serap Air (%)

Rata-rata Minimum Rata-rata Minimum Rata-rata Maks(%)

A 400 350 0,009 0,103 3

B 200 170 0,130 1,149 6

C 150 125 0,160 1,184 8


(70)

BAB 1 PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Pada masa perkembangan di era globalisasi ini negara Indonesia tidak hanya mulai berbenah diri pada keadaan sektor ekonomi dan politik tetapi Indonesia juga mulai mengalami perkembangan yang pesat pada sektor pembangunan.Hal tersebut dapat kita lihat pada jumlah bangunan yang berdiri tegak kokoh dan bahkan memiliki puluhan lantai, baik itu bangunan hotel, apartemen, sekolah, mall hingga gedung perkantoran.

Dengan semakin majunya zaman, perkembangan infrastruktur dalam industri konstruksi juga ikut mengalami perkembangan, sebagaimana yang kita ketahui dahulunya nenek moyang kita menggunakan perekat dinding hanya menggunakan putih telur saja dan hingga saat ini kita dapat menggunakan berbagai macam ragam bahan bangunan yang dapat kita gunakan seperti semen dan beton.

Beton adalah batu buatan dan bahan lain yang terdiri dari semen, pasir, dan kerikil/split dengan perbandingan tertentu yang bila diaduk dan dicampur dengan air kemudian dimasukkan kedalam suatu cetakan akan mengikat, mengering, dan mengeras dengan baik setelah beberapa lama. (Adiyono. 2008)

Beton merupakan suatu bahan konstruksi yang banyak digunakan pada pekerjaan struktur bangunan di Indonesia karena banyak keuntungan yang diberikan diantaranya adalah bahan-bahan pembentuknya mudah diperoleh dan mudah dibentuk.Beton pada dasarnya terbentuk dari campuran agregat halus, agregat kasar, semen dan air atau tanpa bahan campuran tambahan dengan suatu perbandingan tertentu.

Beberapa usaha yang telah dikembangkan di negara maju dan masih berlangsung untuk mereduksi penggunaan semen dalam rangka mengantisipasi pemanasan global diantaranya adalah dengan memanfaatkan polimer sebagai bahan perekat pengganti semen sehingga dihasilkan beton dengan kuat tekan yang lebih tinggi dan dalam waktu yang lebih singkat.


(71)

Beton polimer merupakan material bangunan yang dibentuk melalui proses rekayasa komposit beton klasik dan polimer. Beton polimer berfungsi layaknya beton semen biasa pada umumnya.Beton polimer juga dapat digunakan sebagai pilar jembatan, pondasi bangunan, jalan pada jembatan, dinding tahan gempa (modifikasi dari dinding batu bata) dan lain-lain.

Beton polimer memiliki sifat kedap air, tidak terpengaruh sinar ultra violet, tahan terhadap larutan agresif seperti bahan kimia serta kelebihan lainnya. Yang lebih istimewa lagi, beton polimer bias mengeras di dalam air sehingga bias digunakan untuk memperbaiki bangunan-bangunan di dalam air. (Prilian, Lilih. 2009)

Pada umumnya limbah merupakan buangan yang kehadirannya pada suatu saat dan tempat tertentu tidak dikehendaki lingkungannya karena tidak memiliki nilai ekonomi.Tetapi jika kita ketahui, limbah yang ada disekitar kita banyak memiliki manfaat, selain dapat mengurangi pencemaran lingkungan, limbah juga bertujuan untuk mengubah efek limbah yang negatif menjadi bahan yang memiliki nilai fungsional yang positif.Dalam kehidupan sehari-hari, banyak bahan-bahan disekitar lingkungan yang dapat dimanfaatkan sebagai bahan tambahan campuran beton.

Tidak hanya limbah sajasebagai bahan baku yang digunakan sebagai pembuatan beton polimer, tetapi juga menggunakan bahan campuran lainnya seperti pasir sebagai agregat halus.

PT. Toba Pulp Lestari, Tbk merupakan perusahaan yang bergerak di bidang pabrik pengahasil bahan baku untuk pembuatan kertas. Dan yang dihasilkan sendiri berupa Pulp yang dimana limbah dari pulp itu sendiri dapat dimanfaatkan sebagai bahan baku pembuatan beton polimer.Sehingga dalam penelitian ini, peneliti ingin memanfaatkan limbah pulp dari PT. Toba Pulp Lestari, Tbk.

Dalam penelitian ini digunakan limbah pulp dregs dan agregat pasir sebagai bahan baku utama dan ditambah dengan bahan pencampur lainnya dalam pembuatan beton polimer ini sehingga bermanfaat dan ekonomis dari segi biaya operasional pembuatannya.Oleh karena itu peneliti bertujuan untuk meneliti dengan judul

“Pembuatan dan Karakterisasi Beton Polimer Berbasis Limbah Pulp DregsSebagai Agregat Dan Resin Epoksi Sebagai Perekat”


(72)

1.2 Perumusan Masalah

Melihat dari beberapa bahan baku dan campuran pembuatan beton polimer, adapun yang menjadi rumusan masalah dalam penelitian ini adalah:

1. Bagaimana teknik pembuatan beton polimer dengan agregat pasir dan limbah pulpdregs yang menggunakan resin epoksi sebagai bahan perekat.

2. Bagaimana sifat fisis dan mekanik dalam campuran bahan-bahan tersebut. 3. Bagaimana peranan resin epoksi terhadap karakterisasi dari beton polimer.

1.3 Batasan Masalah

Guna mengetahui tingkat keefisienan dari beton polimer, maka peneliti membatasi masalah pada aspek-aspek:

1. Bahan yang digunakan dalam campuran pembuatan beton polimer adalah agregat pasir, agregat limbah pulpdregs, resin epoksi dan thinner.

2. Pengujian karakteristik beton polimer yaitu: sifat fisis (pengujian penyerapan air, porositas, densitas), sifat mekanik (pengujian impak dan pengujian kuat lentur) dan analisis mikrostruktur dan unsur dengan SEM-EDX.

3. Pengaruh komposisi limbah pulp dregs dengan pasirterhadap karakterisasi beton polimer dilakukan dengan cara membandingkan variasi komposisi bahan padabeton polimer. Variabel tetapnya yaitu resin epoksi sebanyak 25 gr dan 30 gr. Variabel bebas yaitu pasir dan limbah pulp dregs: (80:20) gr, (75:25) gr, (70:30) gr, (65:35) gr, (60:40) gr, (55:45) gr.

1.4 Tujuan Penelitian

Adapun yang menjadi tujuan dari penelitian ini adalah:

1. Untuk mengetahui komposisi terbaik dari campuran pasir, limbah pulp dregs dan resin epoksi untuk mendapatkan kualitas beton polimer yang baik.


(73)

2. Untuk mengetahui pengaruh komposisi pasir, limbah pulp dregs dan resin epoksi terhadap karakteristik beton polimer. Karakteristik yang dimaksud berupa sifat fisis (densitas, porositas, penyerapan air), sifat mekanik (kuat impak dan kuat lentur) dan mikrostruktur (SEM-EDX).

1.5 Manfaat Penelitian

Adapun manfaat yang diharapkan dari penelitian ini yaitu:

1. Menambah ilmu pengetahuan tentang cara pembuatan beton polimer berbasis pasir, limbah pulp dregs, resin epoksi dan karakterisasinya sebagai bahan bangunan.

2. Memanfaatkan limbah pulp dregs dalam pembuatan beton polimer sehingga memiliki nilai ekonomis yang tinggi dan dapat membantu mengurangi pencemaran lingkungan.

3. Menambah pengetahuan tentang pembuatan beton polimer dan dapat menghasilkan kualitas beton polimer yang lebih baik untuk mendukung perkembangan industri pembuatan beton.

1.6 Sistematika Penulisan

Sistematika penulisan pada masing-masing bab adalah : Bab 1 : Pendahuluan

Bab ini mencakup latar belakang penelitian, perumusan masalah, batasan masalah yang diteliti, tujuan penelitian dan manfaat penelitian.

Bab 2 : Tinjauan Pustaka

Bab ini membahas tentang landasan teori dan studi literatur yang berkaitan dengan permasalahan serta metode yang digunakan untuk menganalisa persoalan.


(74)

Bab 3 : Metodelogi Penelitian

Bab ini membahas tentang tempat penelitian, peralatan dan bahan penelitian, prosedur penelitian, parameter yang diuji dan diagram alir. Bab 4 : Hasil dan Pembahasan

Bab ini membahas tentang hasil penelitian dan analisa yang diperoleh dari penelitian.

Bab 5 : Kesimpulan dan Saran

Bab ini berisikan tentang kesimpulan dari penelitian dan saran yang bermanfaat untuk penelitian yang lebih lanjut.


(1)

PREPARATION AND CHARACTERIZATION OF POLYMER CONCRETE BASED OF PULP WASTE DREGS AS AGGREGATE AND EPOXY RESIN AS

AN ADHESIVE

ABSTRACT

A research has been done to make a polymer concrete made from a mixture of sand, pulp waste dregs, epoxy resin and thinner. This research was conducted to determine the best mix of sand and waste pulp dregs as a free variable and the epoxy resin and thinner as a remains variable. The properties of polymer concrete were analyzed, namely the physical properties include density, porosity and water absorption, mechanical properties include impact strength and flexural strength, as well as analysis of the microstructure of the polymer concrete is SEM-EDX. The best result was obtained in a mixture of sand and waste pulp Dregs in the ratio (65:35) g, and the addition of 30 g of epoxy resin and 15 g thinner. Values obtained density of 1.80 g/cm3, porosity 10.36%, water absorption 5.74%, impact strength 2,705 kJ/m2, and flexural strength 26.82 MPa.

Keywords : sand, pulp waste dregs, epoxy resin, physical properties, mechanical properties and surface properties.


(2)

DAFTAR ISI

Halaman

Persetujun i

Pernyataan ii

Penghargaan iii

Abstrak iv

Abstract v

Daftar Isi vi

DaftarTabel viii

Daftar Gambar ix

Daftar Lampiran x

BAB 1. PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang 1

1.2 Perumusan Masalah 3

1.3 Batasan Masalah 3

1.4 Tujuan Penelitian 3

1.5 Manfaat Penelitian 4

1.6 Sistematika Penulisan 4

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Beton 6

2.1.1 Pengertian Beton 6

2.1.2 Sifat Beton 7

2.1.3 Kelebihan dan Kekurangan Beton 7

2.1.4 Macam-Macam Beton 8

2.2 Polimer 10

2.2.1 Penggolongan Polimer 10

2.2.2 Reaksi Polimerisasi 11

2.3 Beton Polimer 12

2.4 Limbah 13

2.4.1 Macam-Macam Limbah 13

2.5 Limbah Pulp 14

2.6 Agregat 15

2.6.1 Jenis-Jenis Agregat 15

2.7 Bahan Baku Beton Polimer 16

2.7.1 Pasir 16

2.7.2 Limbah Pulp Dregs 18

2.7.3 Resin Epoksi 19

2.7.4 Thinner 20

2.8 Karakterisasi Beton 21


(3)

2.8.2 Pengujian Sifat Mekanik 23

2.8.2.1 Pengujian Kuat Impak 23

2.8.2.2 Pengujian Kuat Lentur 25

2.8.3 Analisis Mikrostruktur 26

2.8.3.1 PrinsipKerja SEM-EDX 27

2.8.3.2 KelebihandanKelemahan SEM 29

2.9 Syarat Mutu Beton Menurut Standar Nasional Indonesia 29

BAB 3. METODOLOGI PENELITIAN

3.1 Tempat Penelitian 31

3.2 Peralatan Dan Bahan-Bahan 31

3.2.1 Peralatan 31

3.2.2 Bahan-Bahan 32

3.3 Parameter Percobaan Yang Diuji 33

3.4 Prosedur 34

3.4.1 Penyediaan Agregat Pasir dan Limbah Pulp Dregs 34

3.4.2 Pencampuran Bahan 34

3.4.3 Pencetakan 34

3.5 Diagram Alir Penelitian 36

BAB 4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Karakteristik Sifat Fisis 37

4.1.1 Pengujian Densitas 37

4.1.2 Pengujian Porositas 40

4.1.3 Pengujian Penyerapan Air 43

4.2 Karakteristik Sifat Mekanik 46

4.2.1 Pengujian Kuat Impak 46

4.2.2 Pengujian Kuat Lentur 48

4.3 AnalisisMikrostruktur SEM-EDX 51

BAB 5. KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan 54

5.2 Saran 55

DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN A, B, C, D


(4)

DAFTAR TABEL

Halaman

2.1 Kandungan Senyawa Limbah Pulp Dregs 18

2.2 Persyaratan Mutu Setiap jenis Bata Beton Menurut SNI 03-0691-1996 30

3.1 Persentase Bahan Baku Beton Polimer Dengan Resin Epoksi 25 gr 33

3.2 Persentase Bahan Baku Beton Polimer Dengan Resin Epoksi 30 gr 33

4.1 Pengujian Densitas Dengan Resin Epoksi 25 gr 38

4.2 Pengujian Densitas Dengan Resin Epoksi 30 gr 38

4.3 Pengujian Porositas Dengan Resin Epoksi 25 gr 41

4.4 Pengujian Porositas Dengan Resin Epoksi 30 gr 41

4.5 Pengujian Penyerapan Air Dengan Resin Epoksi 25 gr 43

4.6 Pengujian Penyerapan Air Dengan Resin Epoksi 30 gr 44

4.7 Pengujian Kuat Impak Dengan Resin Epoksi 25 gr 46

4.8 Pengujian Kuat Impak Dengan Resin Epoksi 30 gr 46

4.9 Pengujian Kuat Lentur Dengan Resin Epoksi 25 gr 49


(5)

DAFTAR GAMBAR

Halaman

2.1 Ilustrasi Skematis Pengujian Impak Dengan Benda Uji Charpy 24

2.2 Skematis Pengujian Kekuatan Lentur 25

2.3 Mekanisme Kerja SEM 28

3.2 Diagram Alir Pembuatan Beton Polimer 36

4.1 Ukuran Sampel Beton Polimer 37

4.2 Grafik Hubungan Antara Densitas Dengan Komposisi Sampel 39

4.3 Grafik Hubungan Antara Porositas Dengan Komposisi Sampel 42

4.4 Hubungan Antara Penyerapan Air Dengan Limbah Pulp Dregs 45

4.5 Grafik Hubungan Antara Kuat Impak Dengan Limbah Pulp Dregs 47

4.6 Grafik Hubungan Antara Kuat Lentur Dengan Limbah Pulp Dregs 50

4.7 Uji SEM-EDX Perbesaran 1500X 51


(6)

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

1. LAMPIRAN A 58

2. LAMPIRAN B 63

3. LAMPIRAN C 66