Dalam 1 piksel citra RGB terdiri atas beberapa persen warna merah, hijau, dan biru seperti pada gambar 2.4 di bawah ini [13]:
Gambar 2.4 Citra RGB [13]
2.3 Perbaikan Kualitas Citra
Peningkatan kualtitas citra adalah suatu proses untuk mengubah sebuah citra menjadi citra baru sesuai dengan kebutuhan melalui berbagai cara. Cara-cara yang bisa dilakukan
misalnya dengan fungsi transformasi, operasi matematis, pemfilteran, dan lain-lain. Tujuan utama dari peningkatan kualitas citra adalah untuk memproses citra sehingga citra
yang dihasilkan lebih baik daripada citra aslinya untuk aplikasi tertentu. Peningkatan kualitas citra dibagi dalam dua kategori, yaitu metode domain spasial
dan metode domain frekuensi, dimana teknik domain spasial adalah memanipulasi piksel citra dan teknik domain frekuensi adalah berdasarkan perubahan transformasi fourier
pada citra [20]. Ada beberapa teknik dalam perbaikan kualitas citra diantaranya:
1. Histogram
Dimana histogram adalah grafik yang menunjukkan frekuensi intensitas gradasi warna sebagai indikasi untuk menentukan skala keabuan sehingga citra yang
dihasilkan nantinya lebih cemerlang dan kontrasnya berubah.
Universitas Sumatera Utara
2. Transformasi Intensitas citra
Dimana peningkatan kualitas citra dapat dilakukan melalui transformasi intensitas setiap piksel diubah tetapi posisi piksel tetap dan memiliki fungsi. Fungsi ini
memetakan fungsi input fix,y sebagai input menjadi fungsi output f
o
x,y sebagai citra output, beberapa operasi itu adalah:
a. Operasi Negasi Invers
b. Kecerahan Brightness
c. Kontras Contrast
d. Operasi Ambang Batas Thresholding
e. Transformasi Logaritmik
f. Transformasi Power Law
2.4 Operasi Berbasis Bingkai
Operasi ini melibatkan beberapa citra sebagai inputan yang nantinya akan dioperasikan untuk menghasilkan citra keluaran
2.4.1 Operasi Penjumlahan Citra Image Blending
Image Blending atau biasa disebut Image Morphing [7] atau Image Mosaicing [21] merupakan penggabungan beberapa citra dengan cara menjumlahkan sebuah citra dengan
citra yang lain seperti yang terlihat pada proses di bawah ini. Penggabungan ini biasa dilakukan juga bila jumlah citra yang digabungkan lebih dari dua buah. Secara matematis
persamaan penggabungan citra dapat dituliskan seperti persamaan 2.3 di bawah ini : [20]
∑ Keterangan :
= masing-masing bobot untuk citra = beberapa citra yang akan digabungkan
i = citra yang akan diproses
Universitas Sumatera Utara
n = banyaknya citra yang akan diproses Catatan :
+ +
+… + = 1
Contoh Perhitungan Digital Penggabungan Citra : Misalkan diketahui dua buah citra Ax,y seperti pada gambar 2.5 di bawah ini dan citra
Bx,y seperti pada gambar 2.6 di bawah ini akan digabungkan dengan bobot w
A
= 0.6 dan w
B
= 0.4 sehingga menghasilkan citra baru Cx,y seperti pada gambar 2.7 di bawah ini maka persamaan matematisnya adalah : Cx,y = 0.6 Ax,y + 0.4 Bx,y
CITRA Ax,y
CITRA Bx,y
CITRA Cx,y
Dimana Piksel citra Cx,y = 36 diperoleh dari 0.640 + 0.4 30. 40
60 50 70 30 40 50 50 60 50
70 30 60 40 30 40 70 50 30 60
50 60 70 40 30
30 60 70 50 90
80 70 70 60 70 50 90 60 80 90
80 50 70 90 60 70 60 50 80 90
36 60 58 62 54 56 58 58 60 58
62 54 60 56 54 56 62 58 54 60
58 60 62 56 54
Universitas Sumatera Utara
Gambar 2.5 Citra A [16]
Gambar 2.6 Citra B [16]
Gambar 2.7 Citra C Penggabungan Citra A dan B [16]
Universitas Sumatera Utara
2.4.2. Operasi Pengurangan Citra
Deteksi pergerakan sebuah objek melalui citra dapat dilakukan dengan operasi pengurangan, dimana salah satu citra dikurangkan dengan citra lain yang secara
matematis dapat ditulis sperti persamaan 2.4 sebagai berikut:
Pada operasi ini, bagian yang tidak bergerak akan menghasilkan nilai 0 sedangkan untuk bagian yang tidak bergerak akan memberikan nilai tidak 0. Gambar di bawah ini adalah
contoh untuk mendeteksi gerak dalam objek citra, dimana gambar 2.8 merupakan citra pertama, gambar 2.9 merupakan citra kedua, gambar 2.10 merupakan citra hasil
penggabungan.
Gambar 2.8 Citra D [20]
Gambar 2.9 Citra E [20]
Universitas Sumatera Utara
Gambar 2.10 Citra Cx,y [20] 2.4.3. Operasi Boolean
Operasi Boolean disebut juga sebagai operasi logika dimana citra sebagai inputan adalah citra biner dan beberapa operator yang digunakan adalah Operator NOT,AND,OR dan
XOR. Pada gambar di bawah ini adalah sebuah contoh oprerasi Boolean pada citra,
dimana akan dilakukan operasi NOT,AND,OR dan XOR pada 2 buah citra.
Gambar 2.11 di bawah ini merupakan citra yang memiliki objek berbentuk elips dan gambar 2.12 merupakan citra yang memiliki objek berbentuk persegi panjang, kedua citra
tersebut akan dilakukan proses logika terhadapnya seperti pada gambar 2.13 yang dilakukan dengan proses NOT untuk citra elips, begitu pula untuk gambar 2.14 dilakukan
proses NOT untuk citra persegi, pada gambar 2.15 yang dilakukan dengan proses OR untuk citra elips, begitu pula untuk gambar 2.16 dilakukan proses XOR untuk citra persegi
dan gambar 2.17 merupakan hasil proses XOR antara citra elips dan persegi.
Gambar 2.11 Citra Elips [20]
Universitas Sumatera Utara
Gambar 2.12 Citra Persegi [20]
Gambar 2.13 Not Elips [20]
Gambar 2.14 Not Persegi[20]
Gambar 2.15 Elips AND Persegi [20]
Universitas Sumatera Utara
Gambar 2.16 Elips OR Persegi [20]
Gambar 2.17 Elips XOR Persegi [20]
2.5 Operasi Spasial Filtering
Penapisan filtering pada pengolahan citra biasa disebut dengan penapisan spasial spatial filtering. Pada penapisan, nilai piksel baru umumnya dihitung berdasarkan piksel
tetangga. Cara perhitungan nilai piksel baru tersebut dapat dikelompokkan menjadi 2, yaitu pertama piksel baru diperoleh melalui kombinasi liniar piksel tetangga dan kedua,
piksel baru diperoleh langsung dari salah satu nilai piksel tetangga. Berdasarkan kedua cara tersebut, maka tapis juga dapat dikelompokkan menjadi dua yaitu tapis linear tapis
untuk cara pertama dan tapis secara non linear tapis untuk cara kedua. Proses penapisan spasial tidak dapat dilepaskan oleh teori kernel mask dan
konvolusi dimana penapisan terbagi atas Tapis Non Linear, Tapis Linear, Transformasi Gabor dan Tapis domain frekuensi [16].
Tapis Linear adalah salah satu tapis dimana piksel keluaran adalah kombinasi linear dari piksel masukan dan salah satu yang termasuk tapis linear adalah tapis lolos
tinggi Highpass filtering.
Universitas Sumatera Utara
2.5.1. Kernel
Kernel adalah suatu matriks yang pada umumnya berukuran kecil dengan elemen- elemennya adalah berupa bilangan. Kernel digunakan pada proses konvolusi. Oleh karena
itu, kernel juga disebut sebagai convolution window jendela konvolusi. Ukuran kernel dapat berbeda-beda, seperti 2x2, 3x3, 5x5, dan sebagainya. Elemen-elemen kernel juga
disebut sebagai bobot weight merupakan bilangan-bilangan yang membentuk pola tertentu. Kernel juga biasa disebut dengan tapis filter, template, mask, serta sliding
window [16]. Berikut adalah contoh kernel 2x2 dan 3x3.
a b
Dimana a adalah contoh kernel yang berukuran 2x2 dan b adalah contoh kernel yang berukuran 3x3.
2.5.2. Mekanisme Pem filteran Spasial
Misalkan diketahui citra fx,y berukuran MxN dan filter gx,y berukuran 3x3 seperti pada gambar berikut 2.18 a dan 2.18 b di halaman berikut ini
1 -1
1 -1
4 -1
1 -1
1 1
1
Universitas Sumatera Utara
x-1,y-1 x-1,y
x-1,y+1 x,y-1
x,y x,y+1
x+1,y-1 x+1,y
x+1,y+1
Gambar 2.18 Citra Ukuran MxN a
Gambar 2.18 Filter Ukuran 3x3 b
Hasil mekanisme pemfilteran di titik x,y antara bagian citra yang diblok hitam dengan filter gx,y ditulis dalam persamaan 2.5 sebagai berikut :
Dengan hx,y adalah hasil mekanisme pemfilteran di titik x,y dan w
1
, w
2
, w
3
, w
4
, w
5
, w
6
, w
7
, w
8
masing-masing adalah bobot dari filter gx,y [20].
2.5.3 Korelasi dan Konvolusi
Korelasi adalah perkalian antara dua buah fungsi fx,y dan gx,y. Untuk fungsi diskrit korelasi didefenisikan oleh persamaan 2.6 di bawah ini:
w
1
w
2
w
3
w
8
w w
4
w
7
w
6
w
5
N
M
fx,y =
gx,y =
Universitas Sumatera Utara
∑ ∑
Dimana x, y adalah variabel bebas yang memiliki nilai diskrit yang berupa posisi titik di dalam citra, k dan l adalah koordinat dalam matriks kernel, M dan N adalah batas titik
tetangga yang masih memberikan pengaruh ke titik yang sedang ditinjau untuk arah vertikal dan horizontal [15]. Dalam hal ini hx,y disebut dengan hasil korelasi dari citra
fx,y dengan filter gx,y. Operasi korelasi dilakukan dengan menggeser filter korelasi piksel per piksel. Hasil korelasi disimpan di dalam matrikss yang baru [20].
Contoh Citra keabuan fx,y yang berukuran 10x8 mempunyai sebuah filter gx,y yang berukuran 3x3 sebagai berikut :
5 3
3 4
4 5
2 2
4 2
1 3
4 5
1 3
3 6
3 1
6 2
3 7
7 4
1 2
3 2
7 7
4 5
1 6
3 2
7 7
4 5
5 7
7 6
2 6
4 6
1 4
7 7
2 2
6 5
1 3
2 4
4 1
1 1
2 -1
-2
Hasil korelasi hx,y dihitung sebagai berikut. 1.
Pilih fx,y ukuran 3x3, dimulai dari pojok kiri atas. Kemudian hitung korelasinya dengan filter gx,y.
fx,y =
gx,y =
Universitas Sumatera Utara
1 1
2 -1
-2
Hasil korelasi adalah: 1x5 + 0x3 + 1x3 + 0x4 + 2x2 + 0x1 + -1x6 + 0x3 + -2x0 = 6
2 diganti oleh 6, ditempatkan pada matrikss yang baru, hasilnya adalah : 5
3 3
4 4
5 2
2 4
2 1
3 4
5 1
3 3
6 3
1 6
2 3
7 7
4 1
2 3
2 7
7 4
5 1
6 3
2 7
7 4
5 5
7 7
6 2
6 4
6 1
4 7
7 2
2 6
5 1
3 2
4 4
1
5 3
3 4
2 1
6 3
fx,y gx,y
Korelasi
Universitas Sumatera Utara
5 3
3 4
4 5
2 2
4 6
3 6
7 7
7 4
6 2
6 5
1 3
2 4
4 1
2. Geser fx,y ukuran 3x3 satu piksel ke kanan, kemudian hitung korelasinya dengan
filter gx,y
1 1
2 -1
-2 5
3 3
4 4
5 2
2 4
2 1
3 4
5 1
3 3
6 3
1 6
2 3
7 7
4 1
2 3
2 7
7 4
5 1
6 3
2 7
7 4
5 5
7 7
6 2
6 4
6 1
4 7
7 2
2 6
5 1
3 2
4 4
1
3 3
2 1
3 3
1
fx,y gx,y
Korelasi
Universitas Sumatera Utara
Hasil korelasi adalah: 1x3 + 0x3 + 1x0 + 0x2 + 2x1 + 0x3 + -1x3 + 0x0 + -2x1 = 0
2 diganti oleh 6, ditempatkan pada matrikss yang baru, hasilnya adalah : 5
3 3
4 4
5 2
2 4
6 3
6 7
7 7
4 6
2 6
5 1
3 2
4 4
1
3. Proses perhitungan dilakukan terus menerus hingga fx,y ukuran 3x3 sampai pada
ujung paling kanan pojok bawah, hasilnya adalah : 5
3 3
4 4
5 2
2 4
6 1
7 7
7 3
6 4
7 7
7 1
7 7
3 7
7 7
1 4
6 7
7 7
7 7
7 7
4 6
4 7
7 3
7 7
5 2
6 5
1 3
2 4
4 1
Konvolusi adalah suatu proses yang cara kerjanya sama dengan proses korelasi, hanya saja nilai-nilai filternya dibalik 180
o
. Contoh, sebuah citra fx,y akan dikonvolusikan dengan filter gx,y berikut.
hx,y =
Universitas Sumatera Utara
1 3
1 5
2 7
4 -2
Terlebih dahulu nilai-nilai gx,y harus dibalik 180
o
menjadi : 2
4 7
2 5
1 3
1
Kemudian perhitungan dilakukan seperti menghitung korelasi [20].
2.6 High Dynamic Range
Jangkauan dinamis Dynamic Range yang dihadapi dalam pemandangan alam sangat luas seperti sinar matahari bisa sebanyak 10.000 kali lebih terang dari pada pencahayaan
dalam ruangan [6]. Bagaimanapun tiap citra itu berbeda karena diambil dari point of view dan exposure yang berbeda pula. Bagaimanapun kamera digital memiliki jangkauan
dinamis yang terbatas dan tidak dapat menggambarkan jangkauan dinamis yang tinggi [9].
Di dalam pencitraan, jangkauan dinamis dapat diartikan sebagai rasio luminansi antara bagian yang paling gelap dengan bagian yang paling terang dalam sebuah layar
[12]. HDRI adalah seperangkat teknik yang memungkinkan jangkauan dinamis dapat jauh lebih besar dari exposure teknik digital imaging yang normal, dimana citra yang dibentuk
dari teknik ini disebut citra High Dynamic Range[4]. Ada beberapa cara untuk mencapai hal tersebut tanpa membutuhkan sensor yang lebih tinggi dan salah satu cara untuk
membuat citra HDR adalah menggabungkan blending beberapa foto yang diambil dalam pengaturan exposure yang berbeda [11].
gx,y =
gx,y =
Universitas Sumatera Utara
HDRI telah menjadi subjek penelitian selama beberapa tahun dan berbagai jenis metode telah diterapkan untuk menghasilkan citra HDR baik itu tone mapping maupun
mengkombinasikan citra yang berbeda exposure [10].
Citra HDR juga merupakan citra dengan detail yang tinggi dimana suatu objek yang mengalami masalah pencahayaan seperti berada dalam sebuah tempat yang agak
gelap menjadikan objek tersebut dapat terlihat seperti yang ditangkap oleh mata manusia bukan dari sensor kamera atau sebuah objek berada dalam tempat yang terlalu terang
dapat menjadikan objek tersebut dapat terlihat lebih gelap sehingga kualitasnya lebih baik.
2.6.1 Exposure
Exposure merupakan sebuah pengaturan dalam kamera digital untuk menampung cahaya baik itu banyak atau sedikit intensitasnya. Exposure memiliki range dari negatif hingga
positif, dimana semakin negatif pengaturan maka lensa kamera akan sedikit menampung cahaya sehingga citra yang dihasilkan lebih gelap dari normal dan apabila semakin positif
pengaturan maka lensa kamera akan lebih banyak menampung cahaya sehingga citra yang dihasilkan lebih terang dari normal.
Universitas Sumatera Utara
Gambar 2.19 berikut merupakan contoh citra yang dihasilkan dari 8 pengaturan exposure yang berbeda dengan shutter speed [5] sebagai berikut 13s, 16s, 113s, 125s,
150s, 1100s, 1200s dan 1400s dari kiri atas ke kanan bawah [1].
Gambar 2.19 Citra Yang berbeda Exposure [1]
2.6.2 Menghasilkan Citra HDR
Salah satu cara menghasilkan citra HDR adalah dengan penggabungan gambar yang berbeda exposure [5] menjadi satu gambar yang kebanyakan dilakukan dalam desktop
computing tidak langsung dalam kamera [5]. Citra yang berbeda exposure diambil dari perangkat yang memiliki fitur exposure di dalamnya Gambar 2.20 di bawah ini
menunjukkan objek difoto dalam exposure +1 yang menandakan pertambahan luminansi atau bertambahnya intensitas cahaya dari objek yang difoto secara normal.
Universitas Sumatera Utara
Gambar 2.20 Citra exposure +1 [16]
Gambar 2.21 di bawah ini merupakan citra yang objeknya difoto tanpa mengatur exposure
-
nya ke kanan +1 atau ke kiri -1, tetapi objek tersebut difoto dengan nilai exposure = 0 atau bersifat normal sehingga tidak ada perubahan luminansi ke arah lebih
gelap atau lebih terang dan citra tersebut yang dinamakan citra yang menjadi permasalahan.
Gambar 2.21 Citra exposure 0 [16]
Universitas Sumatera Utara
Gambar 2.22 di bawah ini merupakan citra yang diambil dengan mengatur exposure ke kiri -1 sehingga luminansi cahaya berkurang dan area objek tampak lebih gelap dari
normal.
Gambar 2.22 Citra exposure -1 [16]
Ketiga citra tersebut akan digabungkan dan akan menghasilkan citra HDR [10] seperti yang terlihat pada Gambar 2.23 di bawah ini.
Gambar 2.23 Hasil Citra HDR [16]
Universitas Sumatera Utara
2.7 Perubahan Kualitas Citra dalam Domain Spasial
Salah satu catatan penting dalam merubah citra digital dalam domain spasial didasari oleh mengimplementasikan beberapa filter matematika dalam matrikss citra. Perubahan
kualitas dibagi atas tiga bagian yakni proses point, proses histogram, dan proses mask [17].
2.7.1 Linear Spatial Filtering
Konsep linear filtering berakar dari penggunaan transformasi fourier untuk pemrosesan sinyal dalam domain frekuensi. Penggunaan istilah linear spatial filtering yang dimaksud
disini berbeda dengan proses dalam frequency domain filtering. Operasi Spasial adalah mengalikan setiap piksel dalam tetangga dengan koefisien yang terhubung kepadanya dan
menjumlahkan hasilnya untuk mendapatkan jawaban pada setiap titik x,y. Jika ukuran tetangga adalah mxn , koefisien mn dibutuhkan Koefisien dibentuk menjadi matrikss
yang disebut dengan filter, mask, filter mask, kernel, template atau window. Proses pentapisan spasial tidak dapat dilepaskan dari teori kernel dan konvolusi [15]. Beberapa
jenis filter dalam domain spasial adalah low pass filter dan High Pass Filter[14]. Kernel adalah matriks yang pada umumnya berukuran kecil dengan elemene-
elemennya adalah berupa bilangan. Kernel juga digunakan dalam proses konvolusi. Oleh karena itu kernel juga disebut convolution window. Ukuran kernel dapat berbeda-beda
seperti 2x2, 3x3, 5x5 dan sebagainya [15].
2.7.1.1 Highpass Filtering Tapis Lolos Tinggi
Tapis Lolos Tinggi merupakan kebalikan dari Tapis Lolos Rendah yaitu mempertahankan mempertajam komponen frekuensi tinggi dan menghilangkan mengurangi komponen
frekuensi rendah sehingga tapis ini sangat cocok untuk penajaman tepi citra [16]
.
Universitas Sumatera Utara
Matrikss Kernel High Pass Filter = [
]
Berikut ini adalah tahap konvolusi menggunakan matrikss kernel High Pass Filter: 1.
Input citra, misalkan piksel citra Zx,y, konvolusikan perblok 3x3 dari awal hingga akhir seperti berikut,
Dikonvolusikan dengan
Matrikss Kernel
citra Zx,y Hasil = 00 + 0-1 + 00 + 0-1 +14 + 1-1 + 00 + 1-1 + 10= 2
Maka piksel tengah blok berubah menjadi seperti di bawah ini: 1
1 1
1 1
1 1
1 1
1 1
1 1
1 1
1 1
1 1
1 1
1 1
1 -1
-1 4
-1 -1
2
Universitas Sumatera Utara
2. Dengan cara yang sama, lakukan pada blok selanjutnya seperti berikut,
Dikonvolusikan dengan
Matrikss Kernel
citra Zx,y
Hasil = 00 + 0-1 + 00 + 1-1 +14 + 1-1 + 10 + 1-1 + 10 Hasil = 1
Maka piksel tengah blok berikutnya berubah menjadi seperti di bawah ini:
3. Lakukan hingga blok piksel terakhir sehingga didapat Matrikss citra Bx,y sebagai
citra hasil sebagai berikut, 1
1 1
1 1
1 1
1 1
1 1
1 1
1 1
1 1
1 1
1 1
1 1
1 -1
-1 4
-1 -1
2 1
Universitas Sumatera Utara
citra Yx,y Dalam pencitraan dengan domain yang besar dapat terlihat seperti gambar 2.24 di bawah
ini bahwasanya citra yang blur dapat dipertajam dengan proses konvolusi.
Gambar 2.24 Citra Blur yang Dipertajam dengan High Pass Filter [18]
2 1
2 1
1 1
1 1
-5 1
-4 20
-4 2
-4 2
Universitas Sumatera Utara
2.8 Algoritma Gaussian
Algoritma Gaussian merupakan Algoritma yang digunakan untuk teknik image fusion atau yang biasa disebut dengan image blending dimana Gaussian tersebut berfungsi
mencari berapa bobot masing-masing piksel citra yang satu dengan yang lainnya agar dapat digabungkan satu sama lain melalui titik pusat tiap blok citra yang memiliki
entropy tertinggi [24]. Ada beberapa langkah dalam algortima Gaussian, yakni [16]:
1. Input citra yang berbeda exposure dan transformasi dalam matrikss nxm
2. Kemudian segmentasi beberapa citra dengan ukuran yang sama a
ij
seperti pada Gambar 2.25 di bawah ini
Gambar 2.25 Segmentasi Citra yang Berbeda Exposure [16]
3. Blok area penulis memberi nama daerah I yang memiliki entropy tertinggi [2]
dimana entropy merupakan rumus rata-rata intensitas seperti persamaan 2.7 berikut : ∑
Keterangan : adalah intensitas piksel
Universitas Sumatera Utara
adalah banyaknya piksel i adalah indeks yang dimulai dari 0 hingga 255
4. Titik tengah dari blok-blok tersebut adalah G
i
x,y
5. Dan langkah selanjutnya adalah citra yang nilai exposure +1 juga dicari nilai G
i
x,y pada masing-masing daerah
6. Cari nilai dari masing-masing titik G
i
x,y dengan persamaan 2.9 di bawah ini [2]:
Keterangan : adalah nilai Gaussian
e adalah eksponen x adalah koordinat baris citra yang diproses
y adalah koordinat kolom citra yang diproses adalah koordinat baris pusat pada blok I
adalah koordinat kolom pusat pada blok I adalah standar deviasi atau lebar blok [16]
7. Setelah itu cari nilai weight atau bobot masing-masing piksel menggunakan
persamaan 2.10 di bawah ini :
∑
Keterangan : adalah nilai Gaussian dari citra yang diproses
adalah bobot atau weight i adalah indeks
N adalah banyaknya citra yang diproses [16]
Universitas Sumatera Utara
8. Persamaan 2.11 di bawah ini menjelaskan cara mencari output adalah sebagai berikut:
∑
Keterangan : adalah Output akhir atau citra HDR
adalah bobot atau weight adalah piksel citra ke-i
i adalah indeks N adalah banyaknya citra yang diproses [16]
2.9 Penelitian Sebelumnya