Pengaruh Biaya Promosi dan Tingkat Bagi Hasil terhadap jumlah nasabah di BPR Syariah Paduarta Insani.

(1)

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA FAKULTAS EKONOMI

MEDAN

PENGARUH BIAYA PROMOSI DAN TINGKAT BAGI HASIL TERHADAP JUMLAH NASABAH DI PT. BPRS PUDUARTA

INSANI (JL. PEKAN RAYA NO. 13 A TEMBUNG)

S K R I P S I

Diajukan Oleh : RICKI RINALDI

NIM : 070501010

Jurusan : Ekonomi Pembangunan

Guna Memenuhi Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Ekonomi


(2)

ABSTRAK

Bank merupakan suatu sektor yang penting dan memiliki pengaruh yang besar terhadap aktivitas perekonomian masyarakat, dalam menjalankan usahanya bank terdiri dari bank konvensional dan bank Syariah. Perbedaan yang paling mendasar diantara keduanya yaitu insentif imbal hasil, dimana bank konvensional menerapkan sistem bunga sementara itu bank Syariah menerapkan sistem bagi hasil.

Penelitian ini berjudul “Pengaruh Biaya Promosi dan Tingkat Bagi Hasil terhadap jumlah nasabah di BPR Syariah Paduarta Insani, tujuan dari penelitian ini adalah untuk menganalisis apakah terdapat pengaruh tingkat biaya promosi dan tingkat bagi hasil terhadap jumlah nasabah pada BPR Syariah Puduarta Insan. Penelitian ini menggunakan Eviews 6.1.

Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa biaya promosi tidak berpengaruh secara signifikan terhadap jumlah nasabah dan tingkat bagi hasil tidak berpengaruh secara signifikan terhadap jumlah nasabah.


(3)

DAFTAR ISI

ABSTRAK ... i

DAFTAR ISI ... ii

BAB I PENDAHULUAN ... 1

1.1. Latar Belakang Masalah ... 1

1.2. Rumusan Masalah ... 5

1.3. Hipotesis ... 6

1.4. Tujuan Penelitian ... 6

1.5. Manfaat Penelitian ... 6

BAB II URAIAN TEORITIS ... 8

2.1. Pola Tabungan dan Investasi Islam ... 8

2.2. Prinsip Operasional Perbankan Syariah ... 9

2.3. Pengertian Promosi ... 10

2.4. Bagi Hasill/Profit Loss Sharing ... 12

2.5. Konsep Dasar Kegiatan Bank Syariah ... 14

2.6. Bank Perkreditas Rakyat Syariah ... 16

BAB III METODE PENELITIAN ... 32

3.1. Ruang Lingkup Penelitian ... 32

3.2. Jenis dan Sumber Data ... 32

3.3. Pengolahan Data ... 32

3.4. Model Analisis Data ... 33

3.5. Test of Goodness of Git (Uji Kesesuaian) ... 34

3.5.1. Uji t- Statistik ... 34

3.5.2. Uji F – Statistik ... 35

3.5.3. Penaksiran Koefisien Determinasi (R2) ... 36

3.6. Pengujian Asumsi Klasik ... 36

3.6.1. Uji Autokorelasi ... 36

3.6.2. Uji multikolinearitas ... 37


(4)

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ... 38

4.1. Profit Ringkas PT. BPRS Puduarta Insani ... 38

4.2. Hasil Pemeriksaan Terhadap BPRS ... 39

4.3. Keadaan SDM (Sumber Daya Manusia) ... 39

4.4. Tugas dan Tanggungjawab Masing-Masing Bidang ... 41

4.5. Pembahasan Analisa Data ... 51

4.6. Pengujian t-Statistik ... 52

4.7. Uji F-Statistik ... 54

4.8. Penaksiran Koefisien Determinasi (R2) ... 55

4.9. Pengujian Asumsi Klasik ... 55 DAFTAR PUSTAKA


(5)

ABSTRAK

Bank merupakan suatu sektor yang penting dan memiliki pengaruh yang besar terhadap aktivitas perekonomian masyarakat, dalam menjalankan usahanya bank terdiri dari bank konvensional dan bank Syariah. Perbedaan yang paling mendasar diantara keduanya yaitu insentif imbal hasil, dimana bank konvensional menerapkan sistem bunga sementara itu bank Syariah menerapkan sistem bagi hasil.

Penelitian ini berjudul “Pengaruh Biaya Promosi dan Tingkat Bagi Hasil terhadap jumlah nasabah di BPR Syariah Paduarta Insani, tujuan dari penelitian ini adalah untuk menganalisis apakah terdapat pengaruh tingkat biaya promosi dan tingkat bagi hasil terhadap jumlah nasabah pada BPR Syariah Puduarta Insan. Penelitian ini menggunakan Eviews 6.1.

Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa biaya promosi tidak berpengaruh secara signifikan terhadap jumlah nasabah dan tingkat bagi hasil tidak berpengaruh secara signifikan terhadap jumlah nasabah.


(6)

BAB I PENDAHULUAN 1.1Latar Belakang Masalah

Paradigma baru dalam suatu sistem ekonomi akhir – akhir ini sering dibicarakan oleh kalangan ekonom, baik dari akademisi maupun praktisi. Munculnya suatu konsep yang dianggap baru belum dapat diterima oleh masyarakat, karena belum adanya pemahaman terhadap konsep yang ditawarkan tersebut. Salah satu konsep yang sering dibicarakan saat ini adalah konsep mengenai Perbankan Syariah. Konsep ini menerapkan prinsip-prinsip syariah Islam ke dalam transaksi Perbankan Prinsip utama yang diterapkan adalah transaksi keuangan, yang berupa penyimpanan maupun penyaluran dana yang tidak dikenakan bunga (interest banking). (Khairunnisa, 2000).

Percobaan pertama didirikannya bank Islam lokal di daerah pedesaan di Pakistan, dimana tidak membebankan bunga pada pinjamannya. Kemudian diikuti oleh Malaysia, India, Mesir dan Iran. (Khairunnisa, 2000).

Pertumbuhan bank-bank Islam di Indonesia dipelopori oleh BMI pada tahun 1992, yang kemudian disusui oleh lembaga-lembaga keuangan Islam lainnya, seperti BPRS (Bank Perkreditan Rakyat Syariah) dan BMT (Baitul maal wal Tamwil). Perbankan syairah ini muncul sebagai akhibat dorongan dari adanya kesadaran masyarakat Indonesia akan bahaya riba dan kelemahan dari sistem bunga yang selama ini dianut oleh bank-bank konvensial.

Perbankan dari sekian jenis lembaga keunagna merupakan sektor yang paling besar pengaruhnya dalam aktifitas perekonomian masyarakat modern. Secara umum tujuan utama bank syariah adalah mendorong dan mempercepat


(7)

kemajuan ekonomi suatu masyarakat dan melakukan kegiatan perbankan (financial), komersial dan investasi sesuai dengan prinsip Islam (Priatin, 2005).

Pemberlakuan Undang-undang No. 10 Tahun 1998 tentang perubahan Undang-Undang No. 7 Tahun 1992 tentang perbankan yang juga diikuti dengan diberlakukannya sejumlah ketentuan pelaksanaan dalam bentuk SK (Surat Keputusan) Direksi Bank Indoensia / Peraturan Bank Indonesia memberikan landasan hukum yang kuat dan kesempatan yang lebih luas bagi pengembangan Perbankan Syariah di Indonesia. Perundang-undangan tersebut memberi kesempatan yang lebih luas untuk pengembangan jaringan perbankan syariah antara lain melalui izin pembukaan kantor cabang syariah oleh bank umum konvensional. Selain itu undang-undang No. 23 Tahun 1999 tentang Bank Indonesia juga menugaskan Bank Indonesia untuk mempersiapkan perangkat peraturan dan fasilitas-fasilitas penunjang yang mendukung operasional bank syariah.

Bank Syariah adalah lembaga keuangan yang usaha pokoknya memberikan pembiayaan dan jasa-jasa lainnya dalam lalu lintas pembayaran serta peredaran uang yang pengoperasiannya disesuaikan dengan prinsip agama Islam (UU No. 10/1998). Bank Syariah ini salah satunya dicirikan dengan sistem bagi hasil (non bunga) untuk pembagian keuntungannya. Besarnya bagi hasil (Profit Sharing) ini ditentukan di awal perjanjian. Berbeda dengan bunga, prosentase bagi hasil ini berlum tentu sama tiap bulannya.

Peneliti memilih BPR Syariah sebagai studi kasus dalam penelitian ini karena produk-produk yang ditawarkan oleh BPR Syariah sangat potensial untuk diminati oleh sebagian masyarakat, terutama masyarakt menengah kebawah.


(8)

Karena untuk memenuhi kebutuhan kredit kepada petani, nelayan, pengusaha dan pedagang kecil, tentunya harus memenuhi kriteria mudah, tepat waktu dan tepat jumlahnya. Kriteri-kriteria ini dalam banyak hal juga dimiliki oleh BPRS sehingga secara tidak langsung ia memiliki keunggulan komparatif apabila dibandingkan dengan jenis Perbankan lain (konvesional). (Muhammad, 2002).

Kredit perlu murah dalam arti bagi hasil dan biaya-biaya lainnya harus dapat dijangkau oleh rakyat kecil. Kesulitan utama, diantara kesulitan lain, dari usaha kecil adalah modal. Oleh karena itu, perolehan modal yang mudah merupakan keinginan dari pengusaha kecil.

Prinsip bagi hasil (Profit sharing) merupakan karakteristik umum dan landasan dasar bagi opersional bank syariah secara keseluruhan. Secara syariah, prinsip ini berdasarkan pada kaidah al mudharabah. Berdasarkan prinsip ini, bank syariah akan berfungsi sebagai mitra, baik dengan penabung maupun dengan spengusaha yang meminjam dana. Dengan penabung, bank akan bertindak sebagai

mudharib (pengelola dana), sementara penabung bertindak sebagai shahibul maal

(pemilik dana). Antara keduanya diadakan akad mudharabah yang menyatakan pembagian keuntungan masing-masing pihak. (Ghafur, 2003).

Tingkat bunga merupakan salah satu pertimbangan utama seseorang dalam memeutuskan untuk menabung. Tabungan merupakan fungsi dari tingkat bunga. Tingkat bunga yang tinggi akan mendorong seseorang untuk menabung dan mengorbankan konsumsi sekarang untuk dimanfaatkan di masa yang akan datang. Tingginya minat masyarakat untuk menabung dipengaruhi oleh tingkat bunga. Hal ini berarti bahwa pada saat tingkat bunga tinggi, masyarakat lebih tertarik mengorbankan konsumsi sekarang guna menambah tabungannya. Hubungan


(9)

positif antara tingkat bunga dengan tingkat taungan ini menunjukkan bahwa umumnya pada penabung bermotif pada keuntungan atau profit motive. (Khairunnnisa, 2000 : 140).

Konsep ini berbeda dengan sistem perbankan syariah yang menggunakan sistem bagi hasil atas penggunana dana oleh pihak peminjam (baik oleh pihak nasabah maupun bank). Pinjaman produktif yang disalurkan nantinya akan memberikan bagian bagi pemberi pinjaman, sebesar nisbah bagi hasil yang disepakati di awal transaksi. Sedangkan besarnya nominal yang diterima tentunya menyesuaikan dengan besarnya keuntungan yang di dapat oleh peminjam itu sendiri. Konsekuensi dari konsep ini adalah, jika hasil usaha peminjam menunjukkan keuntungan yang besar, maka bagi hasiilnya pun akan besar dan sebaliknya jika keuntungan kecil atau bahkan merugi maka pihak peminjam harus ikut pula menaggung kerugian tersebut.

Berdasarkan uraian tersebut di atas dapat diketahui bahwa salah satu perbedaan antara perbankan konvensional dan perbankan syariah adalah adanya suku bunga di perbankan konvensional dan nisbah bagi hasil pada perbankan syariah. Bisa diketakan, bagi hasil dalam perbankan syariah merupakan pengganti suku bunga dalam perbankan konvensional.

Bank berperan sebagai lembaga keuangan yang kegiatan utamanya adalah bidang keuangan, tidak akan terlepas dari kegiatan marketing. Untuk itu, maka diperlukan suatu strategi pemasaran yang salah satu diantaranya adalah dengan mengkombinasikan variabel-variabel seperti : kebijakan produk, kebijaksanaan distribusi dan kebijaksanaan promosi.


(10)

Kegiatan promosi pada dasarnya adalah untuk menarik minat konsumen atau pelanggan baru agar mau membeli produk / jasa yang kita tawarkan juga agar pelanggan yagn sudah ada dapat dipertahankan dengan kata lain tidak beralih keperusahaan lain. Disamping itu promosi merupakan salah satu cara untuk mengingatkan konsumen terhadap perkembangan produk / jasa perusahaan, sehingga konsumen merasa lebih puas terhadap pembelian produk dan penggunaan jasa yang mereka lakukan.

Berdasarkan uraian diatas maka penulis merasa tertarik untuk mengangkat suatu penelitian dengan judul “PENGARUH BIAYA PROMOSI dan TINGKAT BAGI HASILTERHADAP JUMLAH NASABAH DI PT.BPRS PUDUARTA INSANNI”.

1.2Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah diatas, rumusan masalahnya adalah sebagai berikut :

1. Apakah biaya promosi berpengaruh terhadap jumlah nasabah BPR Syariah Puduarta Insani?

2. Apakah tingkat bagi hasil berpengaruh terhadap jumlah nasabah di BPR Syariah Puduarta Insani?


(11)

1.3Hipotesis

Hipotesis adalah jawaban sementara terhadap permasalahan penelitian yang kebenarannya harus diuji secara empiris. Beransurkan perumusan masalah diatas, maka hipotesisnya adalah sebagai berikut :

1.Terdapat pengaruh biaya promosi, terhadap jumlah nasabah di BPR Syariah PUDUARTA INSANI.

2.Terdapat pengaruh bagi hasil, terhadap jumlah nasabah di BPR Syariah PUDUATA INSANI.

1.4Tujuan Penelitian

Adapun tujuan dari penelitian ini adalah :

1.Untuk mengetahui seberapa besar pengaruh biaya promosi, terhadap jumlah nasabah di BPR Syariah Puduarta Insani.

2.Untuk mengetahui seberapa besar pengaruh bagi hasil, terhadap jumlah nasabah di BPR Syariah puduarta insani.

1.5Manfaat Penelitian

Manfaat penelitian yang diharapkan bisa diperoleh dari penelitian ini diantara lain :

1.Memberikan pengetahuan dan pemahaman pada penulis tentang perbankan syariah khususnya pengaruh biaya promosi dan tingkat bagi hasil terhadap jumah nasabah di BPR Syariah Puduanta Insan.


(12)

2.Memberikan masukan berupa informasi dan mungkin juga saran kepada pihak-pihak yang berkompeten dalam perbankan syariah khususnya pihak BPR Syariah Puduarta Insani.

3.Sebagai tambahan informasi dan bahan masukan bagi mahasiswa / mahasiswi fakultas ekonomi Universitas Sumatera Utara khususnya mahasiswa / mahasiswi Departemen Ekonomi Pembangunan yang ingin melakukan penelitian selanjutnya.


(13)

BAB II

URAIAN TEORITIS

2.1 Pola Tabungan dan Investasi Islami

Menabung adalah tindakan yang dianjurkan oleh Islam, karena dengan menabung berarti seorang muslim mempersiapkan diri untuk pelaksanaan perencanaan masa yang akan datang sekaligus untuk menghadapi hal – hal yang tidak diinginkan. Dalam Al-Qur’an terdapat ayat-ayat yang secara tidak langsung telah memerintahkan kaum muslimin untuk mempersiapkan hari esok secara lebih baik, seperti dalam Q.S. An-Nisa ayat 9 dan Q.S. Al-Baqarah ayat 266 yang menyatakan bahwa “Allah memerintahkan manusia untuk mengantisipasi dan mempersiapkan masa depan untuk keturunan baik secara rohani/iman maupun secara ekonomi”. Menabung adalah salah satu langkah dari persiapan tersebut (Antonio, 2000; 205-206).

Alokasi anggaran konsumsi seorang muslim akan mempengaruhi keputusannya dalam menabung dan investasi. Seseorang biasanya akan menabung sebagian dari pendapatnya dengan beagam motif, antara lain : (1) untuk berjaga-jaga terhadap ketidakpastian masa depan, (2) untuk persiapan pembelian suatu barang konsumsi dimasa depan, serta (3) untuk mengakumulasikan kekayaannya. Demikian pula, seseorang akan mengalokasikan sebagian dari anggarannya untuk investasi, yaitu menanamkannya pada sektor produktif. Dengan investasi maka seseorang rela mengorbankan konsumsinya sekarang dengan harapan akan mendapat hasil (return) dimasa datang. Dengan adanya return dimasa datang


(14)

berarti akan terjadi akumulasi kekayaan yang dapat meningkatkan kesejahteraan hidup.

Bukti lain bahwa Islam sangat mendorong kegiatan menabung dan investasi adalah bahwa dalam berbagai aturan Islam dalam mengelola harta membawa implikasi positif pada tabungan dan investasi ini, misalnya larangan terhadap penumpukan harta, pengenaan zakat pada harta yang menganggur melebihi batas waktu tertentu dan penghapusan bunga.

Hal terakhir ini kemudian dijadikan alternatif sistem bagi hasil yang diperoleh melalui kerjasama investasi mudharabah dan musyarakah. (Fadhila, 2004).

2.2 Prinsip Operasional Perbankan Syariah

Bank Syariah sebagai lembaga perantara keuangan juga harus melaksanakan mekanisme penghimpunan dan penyaluran dana secara seimbang, yaitu harus sesuai dengan ketentuan perbankan yang berlaku. Untuk itulah harus ada kejelasan sistem operasional perbankan. Secara umum, konsep sistem operasional bank syariah adalah:

1. Bank syariah sebagai penghimpun dana dari pihak yang surplus dana, yaitu pihak yang mempercayakan uangnya kepada bank untuk disimpan dan dikelola sesuai hukum syariah. Dana yang dimaksud adalah dana dari pihak pertama dan pemegang saham), dana pihak kedua (pinjaman dari bank dan bukan bisnis atau pinjaman dari Bank Indonesia), dan dana pihak ketiga (nasabah).


(15)

2. Bank syariah sebagai penyalur dana bagi pihak yang membutuhkan, baik berupa kredit atau pembiayaan. Secara umum, pembiayaan yang diberikan oleh bank syariah maupun tiga kerangka (aqad), yaitu pembiayaan yang beraqad syarikah (kerjasama atau kongsi) dan pembiayaan yang beraqad hasan (kebijakan). (Muhammad, 2000 dalam Ghafur, 2003; 13).

2.3 Pengertian Promosi

Promosi adalah suatu perusahaan dalam kegiatan pemasarannya mengusahakan agar produknya dapat diperoleh dengan mudah oleh konsumen tetapi juga perusahaan perlu merancang dan menyebarkan informasi tentang kehadiran produk dan terjadinya produk, ciri-cirinya, kondisinya, serta manfaat yang dapat dinikmati oleh konsumen.

Sebagai dasar pengembangan kegiatan promosi adalah komunikasi pemasaran. Istilah promosi di komunikasi pemasarana sering dianggap sama padahal mempunyai pengertian yang berbeda. Dimana perbedaan itu terletak pada arah penyampanan informasi.

Menurut Basu Swastha DH1

“Kegiatan pemasaran dapat didefinisikan sebagai kegiatan komunikasi yang dilakukan oleh pembeli dan penjual, merupakan kegiatan yang membantu dalam pengambilan keputusan di bidang pemasaran serta mengarahkan agar lebih memuaskan dengan menyadarkan semua pihak untuk berbuat lebih baik”

Berdasarkan pengertian tersebut dapat diketahui bahwa komunikasi pemasaran merupakan pertukaran informasi dua arah antara pihak-pihak /

1


(16)

lembaga (produsen, distributor dan pembeli) yang terbuat dalam pemasaran secara langsung, sedangkan promosi dipandang menurut Basu Swasta DH4 adalah :

“Arus infromasi satu arah yang dibatu untuk mengarahkan seseorang atau organisasi kepada tindakan yang menciptakan pertukaran dalam pemasaran”.

Berikut menurut pendapat Basu Swasta, DH dan Irawan L. Bell,

“Promosi adalah semua jenis kegiatan pemasaran yang ditujukan untuk mendorong permintaan”.

Kedua pengertian tentang promosi tadi pada dasarnya sama saja, pengertian pertama menitikberatkan pada penciptaan pertukaran sedangkan pertukaran kedua menitikberatkan kepada pendorongan permintaan dan penawaran.

Karena kegiatan promosi sangat penting dilakukan dalam setiap perusahaan, sebab pada hakekatnya, bahwa betapa pun besarnya manfaat produk bagi suatu konsumen namun produk tersebut tidak akan mencari sendiri pembelinya. Oleh karen aitu produsen harus menciptakan sendiri permintaan terhadap produknya. Setelah tercipta permintaan maka permintaan itu perlu dipelihara dan dikembangkan secara teratur dan terencana. Untuk dapat menciptakaan permintaan, terlebih dahulu perlu diberitahukan kepada konsumen bahwa produk tersebut telah beredar di pasar dan konsumen perlu diyakinkan atau dapat memenuhhi kebutuhan mereka sehingga mereka disarankan untuk memilihnya.

Dalam dunia perbankan jasa-jasa yang dipasarkan cukup banyak dan sejalan dengan perkembangan kebutuhan dunia usaha serta aktivitas masyarakat.


(17)

Belum ada defenisi secara umum tentang jasa yang digunakan oleh para pemasar. Kenyataan memangsulit di satukan tentang batas-batas yang jelas antara organisasi atau unit usaha yang menjadi bagian dari pengaturan dengan organisasi yang menawarkan jasa.

Menurut Philip Khotler suatu jasa adalah setiap kegiatan atau manfaat yang dasarnya tanpa wujud atau tidak menyebabkan pemilikan sesuatu juga dapat berupa dalam bentuk berwujud atau tidak.

Jasa itu tidak berwujud, karena ia dapat berupa pelayanan, rasa senang, fasilitas tidak berwujud dan sebagainya. Jasa yang diperjual belikan di pasar disebut pertukaran (Exchange service). Sedangkan menurut Murti Sumarni Jasa adalah : setiap kegiatan yang dapat ditawarkan oleh suatu pihak lainnya yang pada dasarnya tidak berwujud dan tidak mengakibatkan seseorang memiliki sesuatu.

Suatu unsur yang penting dalam defenisi tersebut adalah jasa merupakan suatu produk yang tidak kentara jadi pertukaran uang dengan sesuatu yang tidak kentara berarti telah membeli jasa.

2.4 Bagi Hasil/ Profit Loss Sharing

Bagi hasil atau profit loss sharing adalah prinsip pembagian laba yang diterapkan dalam kemitraan kerja, dimana posisi bagi hasil ditentukan pada saat akad kerjasama. Jika usaha mendapatkan keuntungan, porsi bagi hasil adalah sesuai dengan kesepakatan, namun jika terjadi kerugian maka prosi bagi hasil disesuaikan dengan kontribusi model masing-masing pihak. Dasar yang digunakan dalam perhitungan bagi hasil adalah berupa laba bersih usaha, setelah dikurangi dengan biaya operasional. (Fadhila, 2004).


(18)

Pengertian lain menyatakan bahwa bagi hasil adalah suatu sistem yang meliputi tata cara pembagian hasil usaha antara penyedia dana dengan pengelola dana. Pembagian hasil usaha ini dapat terjadi antara bank dengan nasabah, maupun antara bank dengan nasabah penerima dana. Bentuk produk yang berdasarkan prinsip bagi hasil ini adalah mudharabah dan musyarakah, lebih jauh prinsip mudharabah dapat dipergunakan sebagai dasar baik untuk produk pendanaan (tabungan dan deposito) maupun pembiayaan, sedangkan musyawarah

lebih banyak untuk pembiayaan. (Muhammad, 2000).

Besarnya bagi hasil (Profil – Sharing) ini ditentukan di awal perjanjian. Berbeda dengan bunga, prosentase bagi hasil ini belum tentu sama tiap bulannya. Sedangkan nominal yang diterima tentunya menyesuaikan dengan besarnya keuntungan yang didapat oleh peminjam itu sendiri. Konsekuensi dari konsep ini adalah adanya untung dan rugi. Jika hasili usaha peminjam menunjukkan keuntungan yang besar, maka bagi hasilnya pun akan besar dan sebaliknya jjika keuntungan kecil atau bahkan merugi maka pihak peminjam harus ikut pula menanggung kerugian tersebut. Berdasarkan hasil penelitian (center for Business

and Islamic Economic Studies, 1999 dalam Muhammad, 2002 : 125)

menunjukkan bahwa 17,7% nasabah BPR Syari’ah mengatakan bahwa bagi hasil bank Syari’ah adalah tidak pasti dan bagi hasil yang diberikan bisa lebih rendah bila dibanding dengan sistem bunga sehingga berpengaruh pada volume simpanan mudharabah.

Tidak diketahuinya berapa tingkat keuntungan yang akan diperoleh oleh bank syari’ah, akan menimbulkan pertanyaan apakah perilaku para nasabah di bank syariah itu juga mengacu pada perilaku ekonomis secara umumnya, yaitu


(19)

lebih mengutamakan keuntungan. Jika perilakku tersebut mengacu pada keuntungan, dengan adanya tingkat keuntungan yang sama antara bank syariah dan bank konvensional maka sikap nasabah akan dihadapkan pada dua pilihan, apakah nasabah memilih menabung di bank syariah atau bank konvensional.

Dalam situasi dunia perbankan yang masih didominasi oleh sistem perbankan konvensional, maka ktingkat bunga masih menjadi rujukan (bench – mark) bagi nasabah bank. Tetapi tidak bagi sebagian orang yang tidak mau berhubungan dengan bank konvensional, karena adanya riba. Dalam kondisi perekonomian yang mengalami krisis, yang ditunjukkan oleh pertumbuhan sektor riil yang kecil, berarti bagi hasil yang diperoleh bank syariah pun akan kecil, jauh lebih kecil dari tingkat bunga. Akibatnya menabung di bank syariah dianggap tidak menarik bagi masyarakat yang masih memiliki sikap bermotif keuntungan ekonomi (Karim, 2000 dalam Khoirunnisa, 2002:129).

Pada dasarnya, bank syariah selalu bersaing dengan perbankan konvensional. Jika bank syariah tidak mampu memberikan tingkat keuntungan yang memadai, maka berdasarkan perhitungan opportunity cost, orang tidak bersedia menaruhkan uangnya di bank syariah. Hal ini bergantung pada tingkat suku bunga (Muhammad, 2002:).

2.5 Konsep Dasar kegiatan Bank Syariah

Dalam operasionalnya, bank Islam selalu berdasarkan prinsip jual beli dan bagi hasil sesuai dengan syariah Islam. Adapun yang menjadi konsep dasar kegiatan bank syariah yaitu :


(20)

2.5.1 Al – Wadiah

Yaitu perjanjian antara pemilik barang (uang) dengan pihak bank (penyimpan) dimana pihak bank bersedia untuk menyimpan dan menjaga keselamatan barang dan atau uang yang dititipkan kepadanya.

2.5.2 Al-Mudharabah

Yaitu perjanjian antara pemilik modal (uang atau barang) dalam hal ini adalah pihak bank dengan pengusaha. Dimana pemilik modal bersedia membiayai sepenuhnya suatu proyek atau usaha yang akan dijalankan atau dikelola pengusaha dengan pembagian hasil sesuai

2.5.3 Al-Ta’jiri

Yaitu perjanjian antara pemilik barang (pihak bank) dengan penyewa yang membolehkan penyewa memanfaatkan barang tersebut dengan membayar sewa sesuai dengan persetujuan kedua belah pihak. Dan setelah masa sewa berakhir maka pemilik barang menjual barang tersebut kepada penyewa dengan harga yang telah disepakati.

2.5.4 Pembiayaan Al-Mudharabah

Yaitu suatu perjnajian pembiayaan antara bank dengan nasabah, dimana bank menyediakan 100% pembiayaan bagi usaha dari nasabah. Nasabah mengelola usaha itu tanpa campur tangan dari bank dan bank mempunyai hak untuk mengajukan usul dan pengawasan.

2.5.5 Pembiayaan Musyarakah

Yaitu suatu perjanjian dimana bank menyediakan sebagian dari pembiayaan dari pembiayaan bagi usaha dan sebagian lagi disediakan oleh


(21)

mitra usaha. Dalam hal ini bank dapat ikut serta dalam manajemen usaha tersebut.

2.5.6 Pembiayaan Al-Murabahah

Yaitu suatu perjanjian pembiayaan dimana bank membiayai pembelian barang yang diperlukan nasabah dengan sistem pembayaran ditangguhkan.

2.6. Bank Perkreditan Rakya Syariah 2.6.1. Pengertian

Bank Perkredita Rakyat (BPR) menurut Undang-Undang (UU) Perbangkan No. 7 tahun 1992, adalah lembaga keuangan bank yang menerima simpanan hanya dlam bentuk deposito derjangka tabungan dan/ atau bentuk lainya yang dipersamakan dengan itu dan menyalurkan dana sebagai usaha BPR. Sedangkan pada UU Perbankan No. 10 tahun 1998, disebutkan bahwa BPR adalah lembaga keuangan bank yang melaksanakan kegiatan usahanya secara konvensional atau berdasarkan prinsip-prinsip syariah.

2.6.2. Sejarah Bordirnya BPR Syariah

Status hukum BPR diakui kali dalma Pakto tanggal 27 Oktober 1988, sebagian dari dalam Paket Kebijakan Keuangan, Moneter, dan Perbankan. Secara historis, BPR adalah penjelmaan dari banyak lembaga keuangan, seperti Bank Desa, Lumbung Desa, Bank Pasar, Bank Pegawai Lumbung Pilih Nagari (LPN), Lembaga Perkreditan Desa (LPD), Badan Kredit Desa (BKD), Badan Kredit Kecamatan (BKK), Kredit Usaha Rakyat Kecil (KURK), Lembaga Perkreditan Kecamatan (LPK), Bank Karya Produksi Desa (BKPD) dan atau lembaga lainya yang dapat dipersembahkan dengan itu4. Sejak dikeluarkannya UU No. 7 tahun


(22)

1992 tentang Pokok Perbankan, keberadaan lembaga-lembaga keuangan tersebut diperjelas melalui ijin dari Menteri Keuangan.

Berdirinya BPR syariah tidak bisa dilepaskan dari pengaruh berdirinya lmbaga-lembaga keuangan sebagaimana disebut di atas. Lebih jelasnya keberadaan lembaga keuangan tersebut dipertegas munculnya pemikiran untuk mendirikan bank sariah yang dimaksud adalah Bank Muamalat Indonesia (BMI) yang berdiri tahun 1992. Namun jangkauan BMI terbatas pada wilayah-wilayah tertentu, misalnya di kabupaten, kecamatan dan desa. Oleh karenanya peran BPR syariah diperlukan untuk menangani masalah keuangan masyarakat di wilayah-wilayah tersebut.

Sebagai langkah awal, ditetapkan tiga lokasi berdirinya BPR syariah. Ketiga BPR syariah tersebut adalah :

1) PT. BPR Dana Mardhatillah, kec. Margahayu, Bandung. 2) PT. BPR Berkah Amal Sejahtera, kec. Padalarang, Bandung. 3) PT. BPR Amanah Rabbaniyah, kec. Banjaran, Bandung.

Tanggal 8 Oktober 1990, ketiga BPR syariah tersebut telah mendapatkan ijin, prinsip dari Menteri Keuangan RI. Selanjutnya, dengan technica assistance dari Bank Bukopin cabang Bandung yang memperlancar penyelenggaraan pelatihan dan pertemuan para perbankan, pada tanggal 25 Juli 1991, BPR Dana Mardhatillah, BPR Berkah Amal Sejahtera, dan BPR Amanah Rabbaniyah terebut masing-masing mendapatkan ijin usaha dari Menteri Keuangan RI.

Untuk mempercepat proses berdirinya BPR-BPR syariah yang lain dibentukah lembaga-lembaga penunjang, antara lain5 :


(23)

ISED bertugas melaksanakan program pendidikan/ pemberian bantuan teknis pendirian BPR syariah di Indonesia, khususnya di daerah-daerah berpotensi. Hasil yang telah dicapai ISED, antara lain :

- BPR Harcukat di Provinsi Aceh

- BPR Amanah Umah, kec Leuweliang, Bogor

- BPR Pembangunan Cikajang Raya, kec Cikajang, Garut - BPR Bina Amwalul Hasanah, Kec Sawang, Bogor

2) Yayasan Pendidikan dan Pengembangan Bank Syariah (YPPBS). YPPBS membantu perkembagan BPR syariah di Indonesia dengan melakukan kegiatan-kegiatan :

- Pendidikan, baik tingkat dasar untuk sarjana baru maupun tingkat menengah untuk para prakis yang berpengalaman minimal 2 tahun di perbankan.

- Membantu proses pendirian dan memberikan techinacal asistance.

2.6.3. Tujuan BPR Syariah

Adapun tujuan yang dikehendaki dengan berdirinya BPR siaryah adalah6 : 1) Meningkat kesejahteraan ekonomi umat Islam, terutama masyarakat golongan

ekonomi lemah yang pada umumnya berada di daerah pedesaan.

2) Menambah lapangan kerje terutama di tingka kecamatan, sehingga dapat mengurangi arus urbanisasi.

3) Meminta semangat ukbuwah Islamiyah melalui kegiatan ekonomi dalam rangka menigkatkan pendapat per kapita menuju kualitas hidup yang memadai.

Untuk mencapai tujuan operasional BPR syariah tersebut diperlukan strategi operasional sebagai berikut7 :


(24)

1) BPR syariah tidak bersifat menunggu terhadap datangnya permintaan, melainkan bersifat aktif dengan melaukan sosialisasi/penelitian kepada usaha-usaha yang berakal kecil yang perlu dibantu tambahan modal, sehingga memiliki prospek bisnis yang baik.

2) BPR syariah memiliki jenis usaha yang waktu perputaran uangnya jangka pendek dengan mengutamakan usaha skala menengah dan kecil.

3) BPR syariah mengkaji Bangsa Pasar, Tingkat kejenuhan serta tingkat kompetitifnya produk yang akan diberi pembiayaan.

2.6.4. Usaha-Usaha BPR Syaryah

Pada dasarnya, sebagai lembaga keuangan syariah BPR syariah dapat memberikan jasa-jasa keuangan yang serupa dengan bank-bank umum syariah. Dalam usaha pengerahan dana masyarakat, BPR syariah dapat memberikan jasa-jasa keuagan dalam berbagai bentu, antara lain8 :

1) Simpanan Amanah

Disebut dengan simpanan amanah, sebab dalam hak bank penerima titipan

amanah (trustele accound) dari naskah. Disebut dengan titipan amanah karena bentuk perjanjian adalah wadiah, yaitu titipan yang tidak menanggung resiko. Namun demikian, bank akan memberikan bonus dari bagi hasil keuntungan yang diperoleh bank melalui pembiayaan kepada nasabahnya.

2) Tabungan Wadiah

Dalam tabungan ini bank menerima tabungan saving accoumt) dari nasabah dalam bentuk tabungan bebas. Sedangkan akad yang diikat oleh bank dengan nasabah dalam bentuk Waidah. Titipan nasabah tersebut tidak menanggung risiko kerugian, dan bank memberikan bonus kepada nasabah. Bonus itu


(25)

diperoleh bank dari bagi hasil dan kegiatan permbiayaran kredit kepada nasabah lainya. Bobunus tabungan hadiah itu dapat diperhitungkan secara harian dan dibayarkan kepada nasabah pada setiap bulanya.

3) Deposito wadiah Mudharabah

Dalam produk ini bank menerima deposito berjangka (time and investimant account) dari nasabahnya. Akal yang dilakukan dapat berbentuk wadi’ah dan dapat pula berbentuk mudharabah. Lazimnya jangka waktu deposito itu adalah 1, 2, 6, 12 bulan dan seterusnya sebagai bentuk penyertaan modal (sementara). Maka nasabah/deposan mendapat bonus keuntungan dari bagi hasil yang diperoleh bank dari pembiayaan yang dilakukan kepada nasabah-nasabah lainya.

Fasilitas penyerahan dana tersebut, juga dapat dipergunakan untuk menitip sedekah, infak, zakat, tabungan haji, tabungan kurba, tabungan aqiqah, tabungan keperluan pendidikan, tabungan pemilikan kendaraan, tabungan pemilikan rumah, bahkan bisa digunakan untuk sarana penitipan dana-dana masjid, dana pesantren, yayasan dan lain sebagainya.

Selain melakukan kegiatan usaha sebagaimana dimaksudkan di atas, BPR, syariah dapat pula bertindak sebagai lembaga baitul maal, yaitu menerima dana yang berasal dari zakatm infaq, shadaqah, maqaf, hibah, atau dana sosial lainya dan menyalurkan kepada yang berhak dalam bentuk sentunan dan atau pinjaman kebajikan (qardhul hasan).

Sementara, dalam meyalurkan dana masyrakat BPR syariah dapat memberikan jasa-jasa keuangan seperti :


(26)

1) Pembiayaan Mudharabah

Dalam Pembiayaan mudharabah bank mengadakan akad dengan nasabah (pengusaha). Bank menyediakan pembiayaran modal usaha bagi proyek yang dikelola oleh pengusaha. Keuntungan yang diperoleh akan dibagi (perjanjian bagi hasil) sesuai dengan kesepakatan yang telah diikat oleh banyak dan pengusaha tersebut.

2) Pembiayaan Musyarakah

Dalam pembiayaan masyarakat ini bank dengan pengusaha mengadakan perjanjian. Bank dan pengusaha berjanji bersama-sama membiayai suatu proyek yang juga di kelola secara bersama-sama. Keuntungan yang diperoleh dari usaha tersebut akan dibagi sesuai dengan pernyataan masing-masing. 3) Pembiayaan Bai’Bithaman Ajil

Dalam bentuk pembiayaan ini, bank mengikat perjanjian dengan nasabah. Bank menyediakan dana untuk pembelian sesuatu batang/aset yang dibutuhkan oleh nasabah guna mendukung usaha atau proyek yang sedang diusahakan.

Namun begitu, sesuai UU Perbankan No. 10 tahun 1998, BPR syariah hanya dapat melaksanakan usaha-usaha sebagai berikut :

1) Menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan deposito berjangka, tabungan dan atau bentuk lainya yang dipersamakan dengan itu. 2) Memberikan kredit.

3) Menyediakan pembiayaan dan penempatan dana berdasarkan prinsip syariah sesuai dengan ketentuan yang ditetapkan oleh Bank Indonesia.


(27)

4) Menempatkan dananya dalam bentuk Sertifikat Bank Indonesia, deposito berjangk, sertifikat deposito, dan atau tabungan pada bank lain.

Pmbatasan usaha BPR syaria secara lebih tegas dijelaskan dalam pasal 27 SK Direktur BI No. 32/36/KEP/DIR/1999. Menurut surat keputusan ini, kegiatan operasional BPR syariah adalah :

1) Menghimpun dana dari masiarakat dalam bentuk simpanan yang meliputi : a. Tabungan dana dari masyarakat prinsip wadiah atau Mudharabah.

b. Deposito berjangka berdasarkan prinsip mudharabah.

c. Bentuk lain yang menggunakan prinsip wadiah atau mudharabah.

2) Melakukan penyaluran dana melaui : a. Transaksi jual-beli berdasarkan prinsip :

a) Murababah

b) Istisbna

c) Ijarah

d) Salam

e) Jual-beli lainya.

b. Pembelian bagi hasil berdasarkan prinsip :

a) Mudharabah

b) Musyarakah

c) Bagi hasil lainya.

c. Pembiayaan lain berdasarkan prinsip : a) Rabn


(28)

3) Melakukan kegiatan lain yang lazim dilakukan BPR syariah sepanjang disetujui oleh Dewan Syariah Nasional.

Dibanding bank umum syariah, kegiatan operasional yang dapat dilakukan BPR syariah lebih terbatas. Sebagaimana diatur dalam SK Direktur BI No. 32/35/KEP/DIR/1999, BPR syariah tidak di izinkan untuk menerima dana simpanan dalam bentuk giro sekalipun hal itu dilakukan dalam bentuk wadiah9. Begitu BPR syariah dilarang untuk :

a. Melakkan kegiatan usaha dalam valuta asing. b. Melakukan penyertaan modal.

c. Melakukan usaha peransuransian .

2.6.5. Ketentuan Dalam Pendirian BPR Syariah A. Syariah Pendirian

Dalam mendirikan BPR syariah harus mengacu pada bentuk hukum BPR syariah yang telah ditentukan dalam UU Perbankan. Sebagaimana dalam UU Perbankan No. 10 tahun 199 pasal 2, bentuk hukum suatu BPR syariah dapat berupa :

1) Perseroan Terbatas 2) Koperasi

3) Perusahaan Daerah

Adapun syarat-syarat untuk pendirian BPR syariah adalah sebagai berikut10. :

1. BPR syariah hanya dapat didirikan dan melakukan kegiatan usaha berdasarkan prinsip-prinsip syariah dengan izin Direksi Bank Indonesia.


(29)

a. Warga negara Indonesia

b. Badan hukum Indonesia yang seluruh pemiliknya oleh warga negara Indonesia.

c. Pemerintah Daerah

d. Dua pihak atau lebih sebagaimana dimaksud dalam huruf a, huruf b, dan huruf c.

Permberian izin pendirian BPR syariah, sebagaimana dimaksud di atas dapat dilakukan dengan dua tahap :

1. Persetujuan prinsip, yaitu persetujuan unutk melakukan persiapan pendirian BPR syariah.

2. Izin usaha, yaitu izin yang diberikan untuk melakukan kegiatan usaha BPR syariah setelah persiapan persetujuan prinsip dilakukan.

Sk DIR BI No. 32/36/1999 tidak memberikan kemungkinan bagi pihak asing untuk mendirikan BPR syariah. Menurut ketentuan pasal 15 SK DIR BI tersebut, yand dapat menjadi pemilik BPR syariah adalah pihak-pihak yang : 1. Tidak termasuk dalam daftar orang tercela di bidang perbankan sesuai dengan

yang ditetapkan oleh Bank Indonesia.

2. Menurut penilaian Bank Indonesia yang bersangkutan memiliki integritas yang baik, antara lain :

a. Memiliki akhlak dan moral yang baik.

b. Mematuhi peraturan perundang-undangan yang berlaku. c. Bersedia mengembangkan BPR syariah yang sehat.

Selain dari persyaratan di atas, khusu untuk dapat menjadi anggota Dewan Komisaris BPR syariah ditentukan pula bahwa yang bersangkutan wajib memiliki


(30)

pengetahuan dan atau pengalaman di bidang perbankan. Ketentuan ini tidak mengharuskan yang bersangkutan memiliki pengetahuan. Ketentuan ini tidak mengharuskan yang berangkutan memiliki pengetahuan dan atau pengalaman di perbankan syariah. Sedangkan Anggota Direksi sekurang-kurangnya berpendidikan formal setingkat Diploma III atau Sarjana Muda.

Menyangkut komposisi Angta Direks, sekurang-kurangnya 50% (lima puluh persen) dari anggota Direksi BPR syariah wajib berpengalaman operasional di bidang perbankan syariah sekurang-kurangnya 2 (dua) tahuh sebagai pejabat di bidang pendanaan dan atau pembiayaan.

Berbeda dengan persyaratan aggota Dewan Komisaris dalam ha peryaratan bagi Anggota Direksi ditegaskan bahwa yang berangkutan harus memiliki pengalamannya itu sekurang-kurangnya 2 (dua) tahun dan harus di bidang pendanaan dan atau pembiayaan. Bagi Anggota Direksi yang belum berpengalaman operasional di bidang perbankan syariah wajib mengikuti pelatihan perbankan syariah.

Direksi BPR syariah dilarang untuk merangkap jabatan sebagai Anggota Direksi atau pejabat eksekutif pada lembaga perbankan, perusahaan atau lembaga lain. Hal ini untuk menghindari agar jangan sampai tugas Anggota Dewan Komisaris BPR syariah yang bersangkutan, karena terlalu banyakanya melakukan perangkapan jabatan sebagai anggota Dewan Komisaris di tempat lain.

Anggota Dewan Komisaris BPR syariah tidak dilarang merangkap jabatan lain, namun, membatasi perangkap itu sebagaimana ditentukan dalam pasal 22 ayat (3), yaitu hanya dapat merangkap jabatan sebagai komisaris sebanyak-banyaknya pada 3 (tiga) BPR syariah. Anggota Dewan Komisaris BPR syariah


(31)

dilarang menjabat sebagai anggota Direksi Bank Umum. Anggota Dewan Komisaris BPR syariah tidak dilarang untuk menjadi Anggota Direksi BPR syariah lain.

Dalam hal terjadi penggantian anggota Dewan komisaris dan atau Direksi BPR syariah, calon pengganti jabatan tersebu wajib memperoleh persetujuan dari Bank Indonesia sebelum diangkat dan menduduki jabatannya. Demikian juga kalau ada pengganti atau penambahan pemilik BPR syariah wajib terlebih dahulu mampu memperoleh persetujuan dari Bank Indonesia.

B. Modal

Modal yang harus di setor untuk mendirikan BPR syariah di tetapkan sekurang-kurangnya sebesar :

1) Rp 2.000,000,000 (dua miliar rupiah) untuk BPR syariah yang didirikan di wilayah Daerah Khusus Ibu Kota Jakarta Raya dan Kabupaten/Kota Madya Tanggerang, Bogor, Bekasi dan Karawang.

2) Rp 1.000,000,000 (satu miliar rupiah) untuk BPR syariah yang didirikan di wilayah Ibu Kota propinsi di luar wilayah seperti tersebut pada butir a di atas. 3) Rp 500,000,000 (lima ratus juta rupiah) untuk BPR syariah yang didirikan di

luar wilayah yand disebut pada butir a dan b di atas.

Modal yang disetor tersebut, yang digunakan unutk modal BPR syariah, wajib sekurang-kurangnya berjumlah 50% (lima puluh persen). Dengan kata lain, biasanya investasi dalam rangka pendirian BPR syariah itu tidak boleh melebihi 50% dari modal yang disetor oleh pendirian. Sumber dana yang digunakan dalam rangka kepemilikan dilarang :


(32)

1) Berasal dari pinjaman atau fasilitas pembiayaan dalam bentuk apapun dari bank dan atau pihak lain di Indonesia.

2) Berasal dari sumber yang diharamkan menurut prinsip syariah, termasuk kegiatan-kegiatan yang melanggar hukum.

2.6.6. Organisasi/Manajemen BPRS A. Kepengurusan

Menurut ketentua pasal 19 SK DIRI BI 32/36/1999, keperguruan BPR syariah terdiri dari Dewan Komisaris dan Direksi di samping kepengurusan, suatu BPR syariah wajib pula memiliki Dewan Pengawas Syariah yang berfungsi mengawasi kegiatan BPR syariah. Jumlah anggota Dewan Komisaris BPR syariah harus kurangnya 1 (satu) orang. Sedangkan direksi BPR syrat sekurang-kurannya harus berjumlah 2 (dua) orang.

Anggota direksi dilarang mempunyai hubungan sebagai keluarga dengan : Aggota Direksi lainya dalam hubungan sebagai orang tua, termasuk mertua, anak termasuk menantu, saudara kandung termasuk iparm/istri.

Dewan Komisaris dalam hubungan sebagai orang tua, anak dan suami/istri

Untuk mencaapi konsistensi dan kelangsungan usaha BPR syariah, ditentukan bahwa :

1. BPR syariah dilarang melakukan kegiatan usaha secara konvensional.

2. BPR syariah tidak diperkenalkan untuk mengubah kegiatan usaha menjadi BPR konvensional.

3. BPR syariah yang semula memilii izin usaha sebagai BPR konvensional dan telah memperoleh izin perubahan kegiatan usaha menjadi berdasarkan prinsip


(33)

syariah, tdak diperkenankan untuk mengubah status menjadi BPR konvensional.

BPR syariah yang telah mendapatkan izin usaha dari Direksi Bank Indonesia wajib melakukan kegiatan usaha selambat-lambatnya 60 (enampuluh) hari perhitungan sejak tanggal izin usaha dikeluarkan. Sedangkan laporan pelaksana kegiatan usaha wajib disampaikan oleh Direksi BPR syariah kepada Bank Indonesia selambat-lambatnya 10 (sepuluh) hari setelah tanggal dimulainya kegiatan operasional. Apabila dalam waktu melakukan kegiatan Direksi Bank Indonesia mebatalkan, izin usaha yang telah dikeluarkan.

B. Pembukaan Kantor Cabang

BPR syariah dapat membuka kantor cabang hanya dalam wilayah provinsi yang dengan kantor pusatnya. Pembukaan kantor cabang BPR syariah dapat dilakukan hanya dengan ijin Direksi Bank Indonesia. Rencana pembukaan kantor cabang wajib dicantumkan dalam rencaa kerja tahunan BPR syariah.

BPR syariah yang akan membuka kantor cabang wajib memenuhi persyaratan tingkat kesehatan selama 12 (duabelas) bulan terakhir tergolong sehat. Dan dalam pembukaan kantor cabang BPR syariah wajib menambah modal disetor sekurang-kurangya sebesar jumlah untuk mendirikan BPR syariah untuk setiap kantor.

2.6.7. Kendala Perkembangan BPR Syariah

Dalam prekteknya BPR syariah mengalami kendala, kendala tersebut di antaranya adalah :


(34)

1) Kiprah BPR syariah kurang dikena masyrakat sebagai BPR yang berprinsipkan syariah, bahkan beberapa pihak menganggap BPR syariah sama dengan BPR konvensional. Oleh karena itu, BPR syariah perlu menegaskan dan meneguhkan indentitasnya sebgai BPR yang menggunakan prinsip-prinsip syariah.

2) Upaya untuk meningkatkan profesional kadang terhalang rendahnya sumber daya yang dimilii oleh BPR syariah sehingga proses BPR syariah dalam melakukan sktivitasnya cenderung lambat dan respon terhadap permasalahan ekonomi rendah. Maka upaya untuk meningkatakan SDM perlu diarahkan di semua posisi, baik di posisi pemegang kebijakan ataupun berposisi di lapangan.

3) Kurang adanya koordinasu di antara BPR syariah, demikian juga dengan bank syariah dan BMT, sebagai lembaga keuangan yang mempunyai tujuan syair Islam tentunya langkah koordinasi dalam rangka mendapatkan strategi yang terpadu dapat dilakukan guna mengangkat ekonomi masyarakat. Oleh karena itu dibutuhkan franework yang bisa dijadikan acuan di antara lembaga keuangan di tingkat kabupaten, kecamatan, desa ataupun pasar dalam melangsungkan aktivitasnya tanpa mengeyampingkan keberadaan lembaga keuangan yang lain.

4) Sebagai lembaga keuangan yang memiliki konsep Islam tentunya juga bertangung jawab terhadap nilai-nilai keislaman masyarakat yang ada disekitar BPR syariah tersebut. Aktivitas BPR syariah di bidang keuangan sering kali tidak “menyisahkan” waktu untuk melakukan aktivitas yang berhubungan dengan syair Islam, artinya aktivitas keuangan BRS syariah


(35)

termasuk syair Islam di bidang keuangan, tetapi aktivitas keislaman yang berhubungan dengan kehidupan masyarakat secara umum perlu juga diperhatikan. BPR syariah perlu memprakarsai terbentuknya majelis-majelis taklim dan semacamnya.

5) Nama Bank Perkreditan Rakyat Syariah, masih menyisahkan kesan sistem BPR syariah menggunakan sistem BPRS konvensional. Kata “perkreditan” tidak ada dalam terminologi bank dan lembaga keuangan syariah. Oleh karenanya, baik kiranya nama BPR syariah diganti.

2.6.8. Strategi Pengembangan BPR Syariah

Adapun strategi pengembangan BPR syariah yang perlu diperhatikan adalah sebagai berikut :

1) Langkah-langkah untuk mensosialisasikan keberadaan BPR syariah, bukan saja produknya tetapi sistem yang digunakan perlu diperhatikan. Upaya ini dapat dilakukan melalui BPR syariah sendiri dengan menggunakan strategi pemasaran yang halal, seperti : melalui informasi mengenai BPR syariah di media-media masa. Hal lain yang ditempuh adalah perlunya kerjasama BPR syariah dengan lembaga pendidikan atau non pendidikan yang mempunyai relevasi dengan visi dan misi BPR syariah.

2) Usaha-usaha untuk meningkatkan kualitas SDM dapat dilakukan melalui pelatihan-pelatihan mengenai lembaga keuangan syariah serta lingkungan yang mempengaruhinya. Untuk itu diperlukan kerjasama di antara BPR syariah atau kerjasama di antara BPR syariah atau kerjasama BPR syariah dengan lembaga pendidikan unutk membuka pusat pendidikan lembaga keuangan syariah atau kursus pendek (shortcourse) lembaga keuangan


(36)

syariah. Pusat pendidikan dan shortcourse tersebut memiiki tujuan unutk menyediakan SDM yang siap kerja di lembaga keuangan syariah, khusus BPR syariah.

3) Melalui pemetaan potensi dan optimasi ekonomi daerah akan di ketahui berapa besar kemampuan BPR syariah dan lembaga keuangan syariah yang lain dalam mengelola sumber-sumber ekonomi yang ada. Dengan cara itu pula dapat dilihat kesinambungan kerja di antara BPR syariah, demikian juga kesinambungan kerja BPR syariah dengan bank syariah dan BM T. sehingga hal ini akan meningkatkan koordinasi di antara lembaga keuangan syariah. 4) BPR syariah bertanggung jawab terhadap masalah ke Islaman masyarakat

dimana BPR syariah tersebut berada. Maka perlu dilakukan kegiatan rutin keagamaan dengan tujuan meningkatkan kesadaran akan peran Islam dalam bidang ekonomi. Demikian juga dengan pola ini dapat memnbantu BPR syariah dalam mengetahui gejala-gejala ekonomi-sosial yang ada dimasyarakat. Hal ini akan menjadika kebijaka BPR syariah di bidang keuangan lebih sesuai dengan kondisi masyarakat (marketable).


(37)

BAB III

METODE PENELITIAN

Metode penelitian adalah langkah dan prosedur yang dilakukan dalam mengumpulkan informasi empiris guna memecahkan amsalah dan menguji hipotesis dari penelitian. Adapun metodologi penelitian yang digunakan adalah sebagai berikut:

3.1 Ruang Lingkup Penelitian

Ruang lingkup penelitian ini adalah menganalisis pengaruh jumlah nasabah di BPR Syariah Puduarta Insani dengan faktor-faktornya adalah biaya promosi, tingkat bagi hasil.

3.2 Jenis dan Sumber Data

Penelitian ini menggunakan data sekunder (time series) yang bersifat kuantitatif yaitu data berbentuk angka-angka, dengan menggunakan data triwulan dari triwulan pertama tahun 2005 sampai triwulan ke empat tahun 2009. Untuk data biaya promosi, tingkat bagi hasil dan jumlah nasabah sudah tersedia dalam bentuk triwulan.

3.3 Pengolahan Data

Dalam melakukan pengolahan data, penulis menggunakan program komputer Eviews 6.0. selain itu juga digunakan software Microsoft Excel sebagai software pembantu dalam mengkonversi data dalam bentuk baku yang disediakan


(38)

oleh sumber kedalam bentuk yang lebih representatif untuk digunakan pada software utama diatas dengan tujuan untuk meminimalkan kesalahan dalam pencatatan data jika dibandingkan dengan pencatatan ulang secara manual.

3.4 Model Analisis Data

Model analisis yang digunakan dalam menganalisis data adalah model ekonometrika. Teknik analisis yang digunakan adalah model kuadrat kecil biasa (Ordinary Least Square / Metode). Data yang digunakan dianalisis secara kuantitatif dengan menggunakan analisis statistika yaitu persamaan regresi linier berganda.

Model persamaannya adalah sebagai berikut :

Y = f (X1, X2, ... ) ... (1) Kemudian fungsi tersebut ditransformasikan ke dalam bentuk model logaritma natural persamaan regresi linier berganda dengan spesifikasi model sebagai berikut :

Y = a + 1X1 + 2 X2 + ... (2)

Dimana :

Y : Jumlah nasabah (Jiwa) X1 : Biaya Promosi (Rupiah) X2 : Tingkat Bagi Hasil (Persen) a : Intercapt / Konstanta 12 : Koefisien Regresi


(39)

Bentuk hipotesis di atas secara matematis dapat dinyatakan sebagai berikut :

> 0, artinya jika X1 (biaya promosi) meningkat maka Y (jumlah nasabah) akan mengalami peningkatan, ceteris paribus.

> 0, artinya jika X2 (tingkat bagi hasil) meningkat maka Y (jumlah nasabah) akan mengalami peningkatan, ceteris paribus.

3.5 Test of Goodness of Fit (Uji Kesesuaian) 3.5.1 Uji t – Statistik

Uji t – statistik merupakan suatu pengujian secara parsial yang bertujuan untuk mengetahui apakah koefisien regresi signifikan atau tidak signifikan terhadap variabel dependen dengan menganggap variabel lainnya konstan, dalam uji ini digunakan sebagai berikut :

Ho = b1 = 0 Ha = b1 ≠ 0

Dimana bi koefisien variabel independen ke – i adalah nilai paramater hipotesis, biasanya b dianggap = 0, artinya tidak ada pengaruh variabel x, terhadap Y. bila nilai t – hitung > t – tabel maka pada tingkat kepercayaan tertentu Ho ditolak. Hal ini berarti bahwa variabel independen yang diuji berpengaruh secara nyata (signifikan) terhadap variabel dependen nilai t-hitung diperoleh dengan rumus :


(40)

Dimana :

bi : koefisien variabel independen ke-i b : nilai hipotesis nol

Sbi : simpanan buku dari variabel independen ke – i (catur sugiyanto, 1994 : 77) Bila H0 : bi > 0  variabel Independen berpengaruh terhadap variabel dependen. Jika t hitung< t tabel, maka Ho diterima, berarti variabel independen secara individual tidak berpengaruh signifikan terhadap variabel dependen.

Jika t hitung > t tabel, maka Ho ditolak, berarti variabel independent secara individual berpengaruh secara signifikan terhadap variabel dependen.

3.5.2 Uji F – Statistik

Uji F – Statistik digunakan untuk mengetahui hubungan antara variabel independen secara bersama-sama terhadap varaibel dependen. Pengujian F – statistik ini dilakukan dengan cara membandingkan antara F – hitung dengan F – tabel. (Damodar Gujarati, 1995, 81).

F-hitung =

F – Tabel = ( : k-1, n-k)  = 5% (3 – 1 = 2 ; 20 – 3 = 17)

Jika F-tabel < F-hitung berarti Ho ditolak atau variabel independen secara bersama-sama berpengaruh signifikan terhadap variabel independen, tetapi jika F-tabel  F-hitung berarti Ho diterima atau variabel independen secara bersama-sama tidak berpengaruh signifikan terhadap variabel dependen.

Hipotesis yang digunakan adalah :

- Ho : b1 = b2 = 0, berarti variabel independen secara keseluruhan tidak berpengaruh terhadap variabel dependen.


(41)

- Ha : b1 ≠ b2 ≠ 0, berarti variabel independen secara keseluruhan berpengaruh terhadap variabel dependen.

3.5.3 Penaksiran Koefisien Determinasi (R2)

Merupakan ukuran untuk menyatakan bahwa proporsi dalam variabel yang dijelaskan oleh variabel independen dan karenanya memberikan ukuran sejauh mana varian dalam suatu variabel menentukan dalam variabel itu.

3.6 Pengujian Asumsi Klasik

Pada prakteknya, beberapa masalah sering muncul pada saat analisis regresi digunakan untuk mengestimasi suatu model dengan sejumlah data. Masalah tersebut dalam buku ekonometrika termasuk dalam pengujian asumsi klasik yaitu ada tidaknya masalah heterokedastisitas, autokorelasi, dan

multikolinearitas. (Mudarajat Kuncoro, 2001 : 105). Terjadinya penyimpangan terhadap asumsi klasik tersebut diatas akan menyebabkan uji statistik (uji t-stat dan f-stat) yang dilakukan menjadi tidak valid dan secara statistik akan mengacaukan kesimpulan yang diperoleh.

3.6.1 Uji Autokorelasi

Secara harfiah autokorelasi berarti adanya korelasi antara anggota observasi satu dengan observasi lain yang berlainan waktu. Dalam kaitannya dengan asumsi OLS, autokorelasi merupakan korelasi antara satu residual dengan residual yang lain. Pengujian terhadap gejala autokorelasi dapat dilakukan dengan uji LM Test yang dikembangkan oleh bruesch -goldfrey, dimana uji LM Test bisa

dikatakan sebagai uji autokorelasi yang paling akurat ( Kuncoro, 2001,107). Uji Lagrange multiplier (LM Test).


(42)

Uji hipotesis untuk menentukan ada tidaknya autokorelasi - Ho : p1 = p2 …. = pq = 0, Tidak ada autokorelasi - Ha : p1≠ p2≠ ….. ≠ pq≠ 0, ada autokorelasi 3.6.3Uji multikolinearitas

Multikolinearitas adalah hubungan yang terjadi diantara variabel-variabel independen atau variabel independen yang satu fungsi dari variabel independen yang lain. Pengujian terhadap gejala multikoliniearitas dapat dilakukan dnegan uji

Klien. Kemudian kita membandingkan koefisien determinasi parsial (r2) dengan koefisien determinasi majemuk (R2), jika r2 lebih kecil dari R2 maka tidak ada multikolinieritas.

3.7 Defenisi Operasional

1.Promosi adalah suatu perusahaan dalam kegiatan pemasarannya mengusahakan agar produknya dapat diperoleh dengan mudah oleh konsumen, tetapi juga perusahaan perlu merancang dan menyebarkan informasi tentang kehadiran produk.

2.Bagi hasil / Profit Loss Sharing adalah prinsip pembagian laba yang diterapkan dalam kemitraan kerja, dimana posisi bagi hasil ditentukan pada saat akad kerja sama.

3.Jumlah Nasabah adalah keseluruhan masyarakat yang menabung di bank yang bersangkutan.


(43)

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Profil Ringkas PT.BPRS Puduarta Insani

PT. Bank Pembiayaan Rakyat Syariah Puduarta Insani Tembung (selanjutnya disingkat BPRS) beralamat di Jl.Besar Tembung No. 132 A, Kecamatan Percut Sei Tuan, Kabupaten Deli Serdang. BPRS mulai beroperasi tanggal 18 Juni 1996. Peresmian operasionalnya ketika itu dilakukan oleh Sekwildasu H. A. Wahab Dalimunthe, SH (mewakili Gubsu). Nomor sandi BPRS adalah 60.441.1.

Modal dasar BPRS sesuai akter No. 13 tanggal 23 Mei 2007 adalah Rp. 5 Milyar, dan telah disetor sebesar Rp. 1.736.960,- Milyar, dengan komposisi kepemilikan terdiri dari : IAIN (Instintut Agama Islam Negeri) Sumatera Utara (40,60%), BAZDA (Badan Amil Zakat Daerah) Sumatera Utara (22,74%) dan masyarakat (36,66%).

BPRS saat ini dipimpin oleh H.Saparuddin Siregar, SE, Ak, Mag selaku Direktur Utama, Mailiswarti,SE selaku Direktur Operasional, Desan Komisaris terdiri dari : Prof.Dr.H.M. Yasir Nasution (Komisi Utama), DR. H. Maratua Simanjuntak (Desan Komisaris), dan Drs. A.Samad Zaino, MS (Dewan Komisaris).Dewan Pengawas Syariah terdiri dari : Prof. Dr.Haidar Putra Daulay (Ketua), dan DR. H. Amiur Naruddin, MA (anggota).

Jaringan kantor BPRS sampai akhir Desember 2009 terdiri dari 1 (satu) kantor Pusat di Jl. Pekan Raya No.13 A Tembung dan 1 (satu) Kantor kas di Fakultas Syariah IAIN Sumatera Utara. Kantor kas ini telah diaj ukan untuk dikonversi menjadi kantor Cabang, pada tahun 2009, namun sesuai perubahan


(44)

Peraturan Bank Indonesia (PBI), untuk mengusulkan penambahan cabang setiap BPRS harus menambah setoran modal sebesar 75% dari ketentuan modal minimum sesuai lokai (75% dari Rp. 500 juta), yaitu Rp.375 juta lagi.

Setelah beroperasi selama 13 tahun, posisi asset PT.BPRS Puduarta Insani per 30 Desember 2009 adalah Rp. 30,48 Milyar, memperoleh laba bersih Rp. 431 juta. Pertumbuhan total Asset dan laba rugi selama 13 tahun beroperasi dapat dilihat pada lampiran 1 dan 2.

4.2 Hasil Pemeriksaan Terhadap BPRS

Sebagaimana Asset BPRS telah mencapai diatas Rp. 1 Milyar, maka selain pemeriksaan oleh Bank Indonesia minimal satu kali dalam setahun, maka BPRS diwajibkan pula diaudit oleh Kantor Akuntan Publik (KAP).

Sesuai dengan hasil pemeriksaan KAP Drs. Soyan Syafri & Co dengan laporan tanggal 14 Januari 2010 untuk pemeriksaan periode tahun buku 2009, akuntan memberi opini bahwa Laporan Keuangan PT. BRPS Puduarta Insani “Menyajikan Secara Wajar”, sesuai dengan prinsip akuntansi yang berlaku umum di Indonesia.

4.3 Keadaan SDM (Sumber Daya Manusia) 1. Jumlah Karyawan

Hingga saat ini, pegawai yang aktif bekerja di PT. BPRS Puduarta Insani tercatat di dalam struktur perusahaan sebanyak 20 orang, yang tediri dari 2 orang Direksi 3 orang Supervisor, pegawai tetap 6 orang, pegawai hononer 6 orang, dan 3 orang tenaga non administrasi yaitu, seorang


(45)

petugas keberhasilan dan dua orang penjaba kantor. Untuk pengalaman kantor diambil petugas Satpam dari PT. CNM.

2. Training /Pelatihan

Untuk menambah pengetahuan yang dimiliki oleh pegawai, PT. BPRS Puduarta Insani senantiasi mengikutsertakan apabila ada undangan pelatihan atau seminar yang diselenggarkan oleh pihak yang berkompenten, baik iut dari dalam kota, luar kota maupun luar provinsi. Terdapat in-house training pada minggu ke-2 setiap bulannya, dengan instruktur dari Direks, Supervisor dan pegawai bank sendiri secara bergilir.

Dengan pelatihan ini karyawan memiliki tingkat pengetahuan yang merata, sehingga apabila seseorang tidak hadir dapat digantikan oleh karyawan lain, sehingga pelayanan kepada nasabah tidak terkendala.

Biaya Pendidikan tanggal 31 Desember 2009 sebesar Rp.40,- juta. Posisi September 2010 terealisasi sebesar Rp. 61- juta. Adapun budget September 2010 sebesar Rp.39,- juta. Apabila realisasi biaya pendidikan bulan September 2010 dibandingkan dengan budget September 2010 persentasenya adalah 156% atau biaya lebih besar apabila dibandingkan dengan budget. Hal ini disebabkan adanya pelatihan karywan diluar kota (Mikie Holiday Berastagi).


(46)

Tabel 4.1

Dalam Jutaan

Rupiah POS PERKIRAAN DES 2009 BUDGET September 2010 Realisasi September 2010 % Realisasi Sept. 10/ Budget Sept. 2010 Budget Des 2010 Biaya Pendidikan Dan Pelatihan

40 39 61 156% 50

4.4 Tugas dan Tanggung Jawab Masing-masing Bidang a. Direktur Operasional

1. Tugas pokok : melakukan supervise terhadap areal operasional 2. Tugas harian :

a. Melakukan supervisi terhadap staff teller, akuntansi serta pembiayaan dan umum

b. Memastikan laporan keuangan disiapkan dengan akurat c. Melakukan cash count pada akhir hari

d. Melakukan penyimpanan dokumen pembiayaan (save keeping and loan documentation)

e. Melakukan update data saham dan hal-hal lain yang terkait dengan pemegang saham.

3. Tugas Bulanan


(47)

b. Melakukan pengecekan terhadap ketetapan penyusunan laporan maupun ketetapan waktunya

c. Tugas-tugas lainnya sesuai penugasan lainnya.

b. Bulan Audit

1. Tugas pokok :melakukan audit transaksi operasional dan marketing 2. Tugas harian :

a. Memeriksa tiket-tiket transaksi operasional b. Memeriksa adanya selisih-selisih pembukuan

c. Menyusun laporan rekonsiliasi secara dua mingguan 3. Tugas bulanan

a. Memeriksa kecocokan proofing saldo bulanan

b. Menyusun laporan komisaris dan dewan pengawas syariah c. Memeriksa pembayaran pajak

d. Memeriksa dokumentasi pembiayaan

e. Tugas-tugas lainnya sesuai penugasan atasan.

c. Supervisor Operasional

1. Tugas pokok : supervisi areal operasional 2. Tugas harian :

a. Melakukan supervisi terhadap staff teller, akuntansi serta pembiayaan dan umum

b. Memastikan laporan keuangan disiapkan dengan akurat c. Melakukan cash count pada akhir hari


(48)

3. Tugas bulanan

a. Memeriksa kecocokan proofing saldo bulanan

b. Melakukan pengecekan terhadap ketepatan penyusunan laporan maupun ketetapan waktunya.

c. Tugas-tugas lainnya sesuai penugasan atasan

d. Personalia dan SDM

1. Tugas pokok : memberikan pelayanan kepersonaliaan dan umum 2. Tugas harian :

a. Melayani pembayaran terkait dengan personlia dengan kepersonaliaan. b. Membuat tiket-tiket transaksi umum dan kepersonaliaan.

c. Membuat usulan dan melakukan pengadaan ATK, barang cetakan dan berbagai keperluan kantor.

d. Memonitori kelayakan kantor, peralatan , kerja dan berbagai pendukung bagi pelaksanaan tugas-tugas karyawan.

e. Memonitori pembayaran pajak-pajak, perizinan dan sejenisnya.

f. Menyiapkan kontrak-kontrak kerja karyawan dan mengevaluasi fasilitas kesejahteraan karyawan.

g. Mengevaluasi kedisiplinan karyawan. 3. Tugas Bulanan

a. Membuat proof saldo terkait transaksi personalia dan umum.

b. Menghitung dan melakukan pembayaran gaji, uang transport, uang makan, THR, jamsostek, dan tunjangan lainya.


(49)

d. Membuat teguran terhadap pelanggaran disiplin karyawan. e. Membuat SPT pph Psl 21 dan pph Psl 25 dan laporannya. f. Membuat SPT tahunan (setahun sekali).

g. Tugas-Tugas lainya sesuai penugasan atasan.

e. Staff Akuntansi dan Deposito

1. Tugas Pokok : melakukan peicatatan akuntansi 2. Tugas Harian

a. Melakukan entry data dan updating mutasi General Ledger (GL). b. Mencetak neraca dan laba rugi serta mutasi harian setiap sore. c. Melakukan entry data dan updating data deposito dan tabungan. d. Melakukan pembayaran bagi hasil deposito baik yang melalui

bank, pengkreditan rekening maupun tunai.

e. Melakukan update pembayaran cicilan pembiayaan, khususnya yangditerima melalui bank.

f. Menyerahkan tiket kepada audit dan pemeriksaan. 3. Tugas Bulanan

a. Membuat proof berbagai rekening tagihan dan titipan.

b. Membuat proof saldo deposito dan tabungan serta bagi hasilnya.

c. Menyusun laporan bulanan ke Bank Indonesia Menyangkut tabungan dan deposito serta laporan neraca dan laba rugi.

d. Membuat daftar buku besar. e. Membuat ditribusi bagi hasil.

f. Membuat SSP PPh Psl 23 dan laporannya. g. Menghitung fee penghimpunan dana.


(50)

h. Tugas-tugas lainya sesuai dengan penugasan atasan.

f. Staff ADM pembiayaan dan laporan

1. Tugas Pokok : memberikan data pembiayaan 2. Tugas Harian

a. Melakukan entry data dan updating modul pembiayaan. b. Melakukan update data pada pembiayaan.

c. Melakukan pencocokan saldo pembiayaan menurut modul pembiayaan dengan GL.

d. Mencetak daftar tunggakan pembiayaan sesuai permintaan pimpinan atau merketing.

3. Tugas Bulanan

a. Membuat proof saldo pembiayaan sesuain kolektibity. b. Membuat perhitungan PPAPWD.

c. Menyusun laporan bulan ke Bank Indonesia menyangkut pembiayaan, SID, BMPK, dan laporan keuangan publikasi.

d. Membuat daftar tagihan pembiayaan untuk diserahkan kepada marketing.

e. Tugas-tugas lainnya sesuai penugasan atasan.

g. Teller

1. Tugas Pokok : melayani setoran dan penarikan uang tunai

a. Melayani penyetoran dan pembayaran tunai sehubungan transaksi tabungan, deposito dan pembiayaan.


(51)

b. Melakukan pembayaran dan penerimaan sehubungan dengan pembayaran biaya-biaya bank, persoalia, dan umum melalui konter bank.

c. Menyusun daftar penerimaan dan pengeluaran uang tunai dan melakukan pencocokan saldo dengan fisik uang dan saldo pada neraca harian.

d. Menyortir uang sesuai denganstandard penyortiran uang.

e. Mengatur jumlahuang tunai agar tidak melampaui batas asuransi. f. Melaporkan kepada Direktur Operasional terkait dengan keperluan

laporan asuransi uang.

g. Bersama dengan Direktur Operasional menyimpan uang di khasanah. h. Melakukan entry data ke program tabungan.

i. Melakukan posting selisih pembulatan kas ke program GL. 2. Tugas Bulanan

a. Membuat proof teller bulanan b. Membuat proof saldo

3. Tugas Bulanan

a. Membuat proof teller bulanan b. Membuat proof saldo tabungan

c. Membuat jurnal penihilan saldo selisih lebih dan kurang serta pembulatan kas (dilakukan pada akhir tahun) .

d. Tugas-tugas lainnya sesuai penungasan atasan.

h. Supervisor Marketing


(52)

2. Tugas Harian

a. Melakukan supervisi terhadap staf marketing dan remedial. b. Melakukan kelayakan atas usulan pembiayaan dari staf marketing c. Memonotor kelengkapan data nasabah yang dibutuhkan sesuai prinsip

mengenal nasabah (KYC).

d. Memeriksa kelayakan penyusunan tagihan cicilan. 3. Tugas Bulanan

a. Memastikan kelancaran penagihan cicilan. b. Menyusun laporan kunjungan nasabah.

c. Memastikan kelengkapan dokumen pembiayaan.

d. Membuat usulan-usulan restrukturisasi pembiayaan apabila diperlukan. e. Mereview berbagai kontrak kerja sama dengan pihak lain.

f. Menyusun rencana kerja tahunan di bidang pemasaran (dilakukan setahun sekali).

g. Tugas-tugas lainnya sesuai penugasan lainnya

i. Remedial

1. Tugas Pokok : Melakukan penagihan dan pembinaan terhadap pembiayaan bermasalah

2. Tugas Harian

a. Melakukan penarikan dan penyetoran dana ke : 1. Ke semua bank korosponden

2. Ke kantor kas 3. Ke nasabah-nasabah


(53)

b. Melakukan penagihan terhadap nasabah bermasalah, sesuai account yang dibagikan.

c. Melakukan proses penyelamatan pembiayaan, reschedulinh, restrukturasasi, hapus buku, hapus tagihan dan sejenisnya.

d. Membuat laporan kunjungan

e. Membuat surat teguran atas kelalaian pembayaran

f. Melengkapi dokumen yang diperlukan sesuai ketentuan prinsip mengenal nasabah.

g. Setelah tanggal 12 setiap bulan, melakukan :

1. Menghubungi semua bank koresponden yang ada transaksi atau mutasi dengan BPRS Puduarta Insani.

2. Mencetak buku tabungan kepada semua pihak bank koresponden serta melaporkan ke bagian accounting untuk dibukukan dan ke bagian ADM pembiayaan untuk melakukan pencetakan daftar tunggakan.

3. Tugas Bulanan

a. Membuat laporan proses penagihan. b. Menyusun laporan kunjungan

c. Tugas-tugas lainnya sesuai penugasan dari atasan.

j. Supervesor Kantor Kas

1. Tugas Pokok : Supervisi area kantor kas 2. Tugas Harian


(54)

b. Mencetak neraca dan laba rugi serta mutasi harian. c. Melakukan cash account pada akhir hari.

d. Melakukan entry dan updating data deposito.

e. Melakukan penyimpanan dokumen serta uang ke khasanah. f. Menyerahkan tiket dan mutasi harian ke kantor pusat. 3. Tugas Bulanan

a. Membuat proof saldo deposito

b. Menyusun laporan bulanan ke Bank Indonesia menyangkut tabungan, deposito dan laporan laba rugi serta menyerahkan ke kantor pusat. c. Membuat distribusi bagi hasil

d. Mempersiapkan bukti setoran PPH Psl 23 dan menyerahkan ke kantor pusat.

e. Tugas-tugas lainnya sesuai penugasan lainnya.

k. Staff Funding Kantor Kas

1. Tugas Pokok : Melakukan penghimpunan dana di kantor kas 2. Tugas Harian

a. Melakukan pendektan kepada calon nasabah yang berpotensi menyimpan dananya di kantor kas dalam bentuk tabungan maupun deposito.

b. Menindaklanjuti kelengkapan data nasabah yang dibutuhkan sesuai prinsip mengenal nasabah (KYC)

c. Memelihara hubungan dengan nasabah penyimpanan dana kantor kas. d. Membuat laporan aktivitas harian.


(55)

3. Tugas Bulanan

a. Membuat rencana penghimpunan dana untuk satu bulan berikutnya. b. Membuat laporan perbandingan antara rencana dan realisai

penghimpunan dana.

c. Tugas-tugas lainnya sesuai penugasan dari atasan.

l. Account Officer

1. Tugas Pokok : Memperoses pembiayaan dan memonitoring 2. Tugas Harian

a. Menerima dan mencatan permohonan pembiayaan. b. Memandu nasabah menyusun permohonan pembiayaan. c. Mengevaluasi kelayakan pemberian pembiayaan. d. Membuat usulan-usulan kepada komite pembiayaan.

e. Melakukan monitoring kelancaran pembiayaan nasabah account masing-masing

f. Menindaklanjuti kelengkapan data nasabah yang dibutuhkan sesuai prinsip mengenal nasabah.

3. Tugas Bulanan

a. Memastikan menagih pembayaran cicilan. b. Menyusun laporan kunjungan.

c. Memastikan kelengkapan dokumen pembiayaan .

d. Membuat usulan resktrukturasi pembiayaan apabila diperlukan. e. Tugas-tugas lainnya sesuai penugasan dari atasan.


(56)

4.5 Pembahasan Analisa Data

Hasil estimasi dan pengujian satu pengujian asumsi klasik yang telah dilakukan ternyata hasil estimasi dari hasil pengujian tersebut dapat diaplikasikan lebih lanjut.

Y = 22333,97 + 0.0000423 X1 – 1598,032 X2

1. Konstanta sebesar 223397 ini berarti jika seluruh variabel independen yaitu tingkat bagi hasil (TBH) dan tingkat suku bunga (TSB) sama dengan nol maka jumlah nasabah di BPR Syariah Puduarta Insani sebesar 22333,97.

2. Variabel biaya promosi (X1) mempunyai pengaruh positif terhadap jumlah nasabah di BPR Syariah Puduarta insani,koefisien menunjukkan 0.0000423 artinya biaya promosi mempengaruhi jumlah nasabah di BPR Syariah Puduarta insani ,ceteris paribus.

3. Variabel kedua menyatakan bahwa t tingkat bagi hasil berpengaruh negatif terhadap jumlah nasabah di BPR Syariah Puduarta Insani,koefisien menunjukkan -1598.032 artinya tingkat bagi hasil tidak mempengaruhi jumlah nasabah di BPR Syariah puduarta insani,ceteris paribus.

4.6 Pengujian t-Statistik

A. Uji t Terhadap Biaya Promosi (X1)

Hipotesanya

Bila Ho : bi  0  Variabel Independen tidak berpengaruh positif terhadap variabel dependen.

Bila Ho : bi > 0  Variabel Independen berpengaruh positif terhadap variabel dependen.


(57)

Jika t hitung < t tabel, maka Ho diterima, berarti variabel independent secara individual tidak berpengaruh signifikan terhadap variabel dependen.

Jika t hitung > t tabel, maka Ho ditolak, berarti variabel independent secara individual berpengaruh secara signifikan terhadap variabel dependen.

Tabel 4.2

Hasil Uji t Terhadap Biaya Promosi Variabel Nilai Statistik t Nilai Tabel t

(=5%); df = 17

Keterangan Biaya Promosi 0.641368 1.740 Tidak Signifikan Sumber : Data diolah dengan Eviews (lampiran)

Karena nilai t hitung < t tabel atau 0.6411368 <1,740 maka Ho diterima, sehingga biaya promosi tidak signifikan terhadap jumlah nasabah.

B. Uji t Terhadap Bagi Hasil (X2)

Hipotesanya

Bila Ho : bi  0  Variabel Independen tidak berpengaruh positif terhadap variabel dependen.

Bila Ho : bi > 0  Variabel Independen berpengaruh positif terhadap variabel dependen.

Jika t hitung < t tabel, maka Ho diterima, berarti variabel independent secara individual tidak berpengaruh signifikan terhadap variabel dependen.

Jika t hitung > t tabel, maka Ho ditolak, berarti variabel independent secara individual berpengaruh secara signifikan terhadap variabel dependen.

Tabel 4.3

Hasil Uji Terhadap Bagi Hasil Variabel Nilai Statistik t Nilai Tabel t

 (=5%); df = 17

Keterangan


(58)

Sumber : Data diolah dengan Eviews (lampiran)

Karena nilai t hitung < t tabel atau -4,28005 < 1,734 maka Ho ditolak, sehingga bagi hasil signifikan terhadap jumlah nasabah.

4.7 Uji F- Statistik

Uji F-Statistik digunakan untuk mengetahui hubungan antara variabel independent secara bersama-sama terhadap variabel dependen. Pengujian Statistik ini dilakukan dengan cara membandingkan antara hitung dengan F-tabel.

(Damodar Gujarati, 1995,81).

F-hitung =

 

R

n k

k R

 /

1

1 / 2 2

F-tabel = (:k-1, n-k) = 5%, (2-1 = 1; 203 = 18)

Jika F-tabel < F-hitung berarti Ho ditolak atau variabel independen secara bersama-sama berpengaruh signifikan terhadap variabel independen, tetapi jika F-tabel  F-hitung berarti Ho diterima atau variabel independen secara bersama-sama tidak berpengaruh signifikan terhadap variabel dependen.

Hipotesis yang digunakan adalah :

- Ho : b1 = b2 = 0, berarti variabel independen secara keseluruhan tidak berpengaruh terhadap variabel dependen.

- Ha : b1 ≠ b2 ≠ 0, berarti variabel independen secara keseluruhan berpengaruh terhadap variabel dependen.

Hasil perhitungan yang didapat adalah hitung = 55,45496 sedangkan F-tabel = 4,4 (= 0,05,44) sehingga F-hitung > F-tabel (55,45491 > 4,41).


(59)

Perbandingan antara hitung dengan tabel yang menunjukkan bahwa F-hitung > F-tabel, menandakan bahwa variabel independen secara bersama-sama berpengaruh signifikan terhadap variabel dependen, sehingga bahwa variabel biaya promosi dan tingkat bagi hasil secara bersama-sama berpengaruh signifikan terhadap Simpanan Mudharabah.

4.8 Penaksiran Koefisien Determinasi (R2)

Perhitungan yang dilakukan untuk mengukur proporsi atau prosentase dari variasi total variabel dependen yang mampu dijelaskan oleh model regresi. R2 dalam regresi sebesar 0,8670. Ini berarti variabel Simpanan Mudharabah dapat dijelaskan oleh Tingkat Bagi Hasil dan Tingkat Suku Bunga sebesar 86,70 persen, sisanya dijelaskan oleh variabel lain di luar model.

4.9 Pengujian Asumsi Klasik

Gujarati (2003) mengemukakan beberapa asumsi klasik yang harus dipenuhi untuk suatu hasil estimasi regresi junior agar hasil tersebut dapat dikatakan baik dan efisien salah satunya yang harus dipenuhi adalah tidak terdapat multikolinearitas.

4.9.1 Uji Autokorelasi

Secara harfiah autokorelasi berarti adanya korelasi antara anggota observasi satu dengan observasi lain yang berlainan waktu. Dalam kaitannya dengan asumsi OLS, aurokorelasi merupakan korelasi antara satu residual dengan residual yang lain.


(60)

Pengujian terhadap gejala autokorelasi dapat dilakukan dengan uji Durbin-Watson atau dengan uji LM Test yang dikembangkan oleh Bruesch-godfrey, dimana uji LM Test bisa dikatakan sebagai uji autokorelasi yang paling akurat (Kuncoro, 2001, 107), apalagi jika sampel yang digunakan dalam jumlah yang besar (misalnya diatas 100). Uji ini dilakukan dengan memasukkan lagnya, dari hasil uji autokorelasi Serial Correlation LM Test Lag.

Uji Lagrange Multiplier (LM Test)

Uji hipotesis untuk menentukan ada tidaknya autokorelasi.

- Ho : 1 = 2 = ….. q= 0, Tidak ada autokorelasi

- Ha : 1 ≠ 2 ≠ …. ≠q≠ 0, Ada autokorelasi

Hasil perhitungan yang didapat adalah Obs*R square (2 hitung)= 3,705768 sedangkan 2 tabel= 11,0705 (df = 5,  = 0,05), sehingga

hitung

2

 <2 tabel(3,705768<11,0705). Perbandingan antara 2 hitung

dengan 2 tabel, yang menunjukkan bahwa 2 hitung< 2 tabel, berarti Ho tidak dapat ditolak. Dari hasil uji LM tersebut dapat disimpulkan bahwa tidak ada autokorelasi.

Tabel 4.4

Hasil Uji Lagrange Multiplier (LM Test) F-Statistic 1,574940 Probability 0.2441 Obs*R-squared 3,705768 Probability 0.1568 Sumber : Data diolah dengan Eviews (lampiran)


(61)

4.9.2 Uji Multikolinieritas

Multikolinieritas adalah hubungan yang terjadi antara variabel-variabel independen atau variabel independen yang satu fungsi dari variabel independen yang lain. Pengujian terhadap gejala multikolinieritas dapat dilakukan dengan membandingkan koefisien determinasi parsial (r2) dengan koefisien determinasi majemuk (R2), jika r2 lebih kecil dari R2 maka tidak ada multikolinieritas.

Tabel 4.5

Hasil Pengujian Multikoliniertias

Variabel r2 r2 Keterangan

X1 X2

0,72880 0,8638780

0,867094 Tidak ada multikolinieritas

Hasil menunjukkan bahwa tidak terdapat multikolinieritas dimana nilai r2 lebih kecil dibandingkan nilai R2.


(62)

BAB V PENUTUP

5.1 Kesimpulan

Penelitian ini bertujuan untuk mengamati secara empiris pengaruh biaya proses dan tingkat bagi hasil terhadap volume jumlah nasabah di BPR Syariah Puduarta Insani, hasil regresi dengan model linier menyatakan bahwa variabel biaya promosi berpengaruh positif dan tidak signifikan terhadap volume jumlah nasabah di BPR Syariah Puduarta Insani, sedantgkan variabel bagi hasil berpengaruh negatif dan signifikan terhadap volume jumlah nasabah di BPR Syariah Puduarta Insani.

Berdasarkan uji F. Socara bersama-sama variabel biaya promosi dan tingkat bagi hasil mempengaruhi jumlah nasabah di BPR Syariah Puduarta Insani secara signfikan, hal ini dapat dilihat dari pengujian secara serempak yang telah dilakukan yaitu ternyata F-Tes > F-tabel. Selain itu dengan melihat besarnya angka determinasi (R2) = 0,8670 menunjukkan bahwa variabel-variabel tersebut berpengaruh terhadap jumlah nasabah di BPR Syariah Puduarta Insani sebesar 86,70% dan sisanya sebesar 13,30% dijelaskan oleh variabel lain di luar model.

Dari penjelasan di atas menunjukkan bahwa keingingan masyarakat menabung di BPR Syariah Puduarta Insani bukan dipengaruhi biaya promosi dan return berupa bagi hasil, tetapi oleh faktor lain yang tidak bisa ditemukan di penelitian ini. Apabila mengacu pada hasil penelitian yang dilakukan oleh Kharunnisa (2001). Kecenderungan masyarakat menabung di bank Syariah adalah karena sistemnya yang lebih Islami, maka penelitian tersebut mendukung


(63)

kesimpulan pada penelitian ini. Walaupun subyek penelitian antara penelitian ini penulis mengambil subyek penelitian lainnya yang berbeda yaitu dalam penelitian ini penulis mengambil subyek penelitian salah satu Bank Perkreditan Rakyat di SUMATERA UTARA yang tingkatannya lebih rendah dari subyek penelitian yang menggunakan Bank Syariah yang berskala nasional.


(64)

DAFTAR PUSTAKA

Delta Khairunnisa, 2000, Preferansi Masyarakat Terhadap Bank Syariah (Studi Kasus Bank Muamalat Indonesia dan BNI Syariah), Simposium Nasional, Sistem Ekonomi Islami, P3 EI-FEVII, Yogyakarta.

Dewi Rohma Fadhila, 2004, Pengaruh Tingkat Bagi Hasil dan Suku Bunga Terhadap Simpanan, Mudharabah (Studi Kasus Bank Syariah Mandiri/BSM) Periode Januari 2001 – Juni 2003, Skripsi, Fakultas Ekonomi, UII, Yogyakarta.

Muhammad, 2001, Tehnik Perhitungan Bagi Hasil di Bank Syariah, Yogyakarta ; UII Press.

Damodar Gujarati, Sumarno Zain, 1999, Jakarta : PT. Gelora Aksara Pratama. Pratomo, Wahyu Ario dan Paidi Hidayat, 2007, Pedoman Peraktis Penggunaan

Eviews dalam Ekonometrika, Medan : USU Press.

Muhammad Antonio Syafii, 2000, Bank Syariah Suatu Pengenalan Ummat, Jakarta : Tazkia Institute.

Muhammad Ghafur W, Pengaruh Tingkat Bagi Hasil Suku Bunga dan Pendapatan Terhadap Simpanan Mudharabah : Studi Kasus Bank Muamalat Indonesia (BMI), Jurnal Ekonomi Syariah Muamalat, Shariah Economic Forum, UGM, Volume 2, No. 2, 2003.

Ratna Priatin, 2005, Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Motivasi Menabung di BPR Syariah Bangun Drajat Warga Yogyakarta Tahun 2004, Skripsi, Fakultas Ekonomi, UII, Yogyakarta.

Basu Swastha, 1999, Pengantar Bisnis Modern Edisi Ketiga, catukan ke tujuh, Yogyakarta : Liberty.

Martono, 2002, Bank dan Lembaga Keuangan Lain, Yogyakarta : Ekonisia

Mudrajad Kuncoro, 1993, Metode Kuantitatif : Teori dan Pengalaman di Indonesia, Yogyakarta : BPFE.


(1)

Perbandingan antara hitung dengan tabel yang menunjukkan bahwa F-hitung > F-tabel, menandakan bahwa variabel independen secara bersama-sama berpengaruh signifikan terhadap variabel dependen, sehingga bahwa variabel biaya promosi dan tingkat bagi hasil secara bersama-sama berpengaruh signifikan terhadap Simpanan Mudharabah.

4.8 Penaksiran Koefisien Determinasi (R2)

Perhitungan yang dilakukan untuk mengukur proporsi atau prosentase dari variasi total variabel dependen yang mampu dijelaskan oleh model regresi. R2 dalam regresi sebesar 0,8670. Ini berarti variabel Simpanan Mudharabah dapat dijelaskan oleh Tingkat Bagi Hasil dan Tingkat Suku Bunga sebesar 86,70 persen, sisanya dijelaskan oleh variabel lain di luar model.

4.9 Pengujian Asumsi Klasik

Gujarati (2003) mengemukakan beberapa asumsi klasik yang harus dipenuhi untuk suatu hasil estimasi regresi junior agar hasil tersebut dapat dikatakan baik dan efisien salah satunya yang harus dipenuhi adalah tidak terdapat multikolinearitas.

4.9.1 Uji Autokorelasi

Secara harfiah autokorelasi berarti adanya korelasi antara anggota observasi satu dengan observasi lain yang berlainan waktu. Dalam kaitannya dengan asumsi OLS, aurokorelasi merupakan korelasi antara satu residual dengan residual yang lain.


(2)

Pengujian terhadap gejala autokorelasi dapat dilakukan dengan uji Durbin-Watson atau dengan uji LM Test yang dikembangkan oleh Bruesch-godfrey, dimana uji LM Test bisa dikatakan sebagai uji autokorelasi yang paling akurat (Kuncoro, 2001, 107), apalagi jika sampel yang digunakan dalam jumlah yang besar (misalnya diatas 100). Uji ini dilakukan dengan memasukkan lagnya, dari hasil uji autokorelasi Serial Correlation LM Test Lag.

Uji Lagrange Multiplier (LM Test)

Uji hipotesis untuk menentukan ada tidaknya autokorelasi.

- Ho : 1 = 2 = ….. q= 0, Tidak ada autokorelasi

- Ha : 1 ≠ 2 ≠ …. ≠q≠ 0, Ada autokorelasi

Hasil perhitungan yang didapat adalah Obs*R square (2 hitung)= 3,705768 sedangkan 2 tabel= 11,0705 (df = 5,  = 0,05), sehingga

hitung  2

 <2 tabel(3,705768<11,0705). Perbandingan antara 2 hitung dengan 2 tabel, yang menunjukkan bahwa 2 hitung< 2 tabel, berarti Ho tidak dapat ditolak. Dari hasil uji LM tersebut dapat disimpulkan bahwa tidak ada autokorelasi.

Tabel 4.4

Hasil Uji Lagrange Multiplier (LM Test) F-Statistic 1,574940 Probability 0.2441 Obs*R-squared 3,705768 Probability 0.1568 Sumber : Data diolah dengan Eviews (lampiran)


(3)

4.9.2 Uji Multikolinieritas

Multikolinieritas adalah hubungan yang terjadi antara variabel-variabel independen atau variabel independen yang satu fungsi dari variabel independen yang lain. Pengujian terhadap gejala multikolinieritas dapat dilakukan dengan membandingkan koefisien determinasi parsial (r2) dengan koefisien determinasi majemuk (R2), jika r2 lebih kecil dari R2 maka tidak ada multikolinieritas.

Tabel 4.5

Hasil Pengujian Multikoliniertias

Variabel r2 r2 Keterangan

X1 X2

0,72880 0,8638780

0,867094 Tidak ada multikolinieritas

Hasil menunjukkan bahwa tidak terdapat multikolinieritas dimana nilai r2 lebih kecil dibandingkan nilai R2.


(4)

BAB V PENUTUP

5.1 Kesimpulan

Penelitian ini bertujuan untuk mengamati secara empiris pengaruh biaya proses dan tingkat bagi hasil terhadap volume jumlah nasabah di BPR Syariah Puduarta Insani, hasil regresi dengan model linier menyatakan bahwa variabel biaya promosi berpengaruh positif dan tidak signifikan terhadap volume jumlah nasabah di BPR Syariah Puduarta Insani, sedantgkan variabel bagi hasil berpengaruh negatif dan signifikan terhadap volume jumlah nasabah di BPR Syariah Puduarta Insani.

Berdasarkan uji F. Socara bersama-sama variabel biaya promosi dan tingkat bagi hasil mempengaruhi jumlah nasabah di BPR Syariah Puduarta Insani secara signfikan, hal ini dapat dilihat dari pengujian secara serempak yang telah dilakukan yaitu ternyata F-Tes > F-tabel. Selain itu dengan melihat besarnya angka determinasi (R2) = 0,8670 menunjukkan bahwa variabel-variabel tersebut berpengaruh terhadap jumlah nasabah di BPR Syariah Puduarta Insani sebesar 86,70% dan sisanya sebesar 13,30% dijelaskan oleh variabel lain di luar model.

Dari penjelasan di atas menunjukkan bahwa keingingan masyarakat menabung di BPR Syariah Puduarta Insani bukan dipengaruhi biaya promosi dan return berupa bagi hasil, tetapi oleh faktor lain yang tidak bisa ditemukan di penelitian ini. Apabila mengacu pada hasil penelitian yang dilakukan oleh Kharunnisa (2001). Kecenderungan masyarakat menabung di bank Syariah adalah karena sistemnya yang lebih Islami, maka penelitian tersebut mendukung


(5)

kesimpulan pada penelitian ini. Walaupun subyek penelitian antara penelitian ini penulis mengambil subyek penelitian lainnya yang berbeda yaitu dalam penelitian ini penulis mengambil subyek penelitian salah satu Bank Perkreditan Rakyat di SUMATERA UTARA yang tingkatannya lebih rendah dari subyek penelitian yang menggunakan Bank Syariah yang berskala nasional.


(6)

DAFTAR PUSTAKA

Delta Khairunnisa, 2000, Preferansi Masyarakat Terhadap Bank Syariah (Studi Kasus Bank Muamalat Indonesia dan BNI Syariah), Simposium Nasional, Sistem Ekonomi Islami, P3 EI-FEVII, Yogyakarta.

Dewi Rohma Fadhila, 2004, Pengaruh Tingkat Bagi Hasil dan Suku Bunga Terhadap Simpanan, Mudharabah (Studi Kasus Bank Syariah Mandiri/BSM) Periode Januari 2001 – Juni 2003, Skripsi, Fakultas Ekonomi, UII, Yogyakarta.

Muhammad, 2001, Tehnik Perhitungan Bagi Hasil di Bank Syariah, Yogyakarta ; UII Press.

Damodar Gujarati, Sumarno Zain, 1999, Jakarta : PT. Gelora Aksara Pratama. Pratomo, Wahyu Ario dan Paidi Hidayat, 2007, Pedoman Peraktis Penggunaan

Eviews dalam Ekonometrika, Medan : USU Press.

Muhammad Antonio Syafii, 2000, Bank Syariah Suatu Pengenalan Ummat, Jakarta : Tazkia Institute.

Muhammad Ghafur W, Pengaruh Tingkat Bagi Hasil Suku Bunga dan Pendapatan Terhadap Simpanan Mudharabah : Studi Kasus Bank Muamalat Indonesia (BMI), Jurnal Ekonomi Syariah Muamalat, Shariah Economic Forum, UGM, Volume 2, No. 2, 2003.

Ratna Priatin, 2005, Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Motivasi Menabung di BPR Syariah Bangun Drajat Warga Yogyakarta Tahun 2004, Skripsi, Fakultas Ekonomi, UII, Yogyakarta.

Basu Swastha, 1999, Pengantar Bisnis Modern Edisi Ketiga, catukan ke tujuh, Yogyakarta : Liberty.

Martono, 2002, Bank dan Lembaga Keuangan Lain, Yogyakarta : Ekonisia

Mudrajad Kuncoro, 1993, Metode Kuantitatif : Teori dan Pengalaman di Indonesia, Yogyakarta : BPFE.