10 diharapkan mampu menjawab berbagai permasalahan tersebut. Proses ini
terbagi menjadi tiga bagian, yaitu reduksi data, penyajian data, dan penarikan kesimpulan.
9
Proses tersebut diharapkan dapat memberikan ketepatan dalam mengelola data penelitian ini.
F. Sistematika Penulisan
Dalam menjelaskan permasalahan tersebut dalam bagian lengkap, maka penulis memberikan sistematika penulisan dalam suatu kaidah garis-garis
besar penulisan melalui beberapa bab, disertai dengan sub-bab dalam menjelaskan berbagai hal yang lebih terperinci dan membutuhkan kajian yang
lebih mendalam. Adapun deskripsi dari sistematika penulisan sebagai berikut: Bab I : Pendahuluan, meliputi : pernyataan masalah, pembatasan dan
perumusan masalah, tujuan dan manfaat penelitian, tinjauan pustaka, metodologi penelitian, dan sistematika penulisan.
Bab II : Kerangka Teori Bab III : Pembahasan konflik di Suriah, mulai dari awal pembentukan
Suriah, peristiwa Arab Spring hingga Suriah Spring, dan keadaannya hingga saat skripsi ini ditulis.
Bab IV : Pembahasan mengenai analisa komparatif konflik dan faktor terjadinya konflik Suriah.
9
Muhammad Idrus, Metode Penelitian Ilmu Sosial : Pendekatan Kualitatif dan Kuantitatif Jakarta : Erlangga, 2009., hal. 148.
11 Bab V : Penutup yang berisi kesimpulan dan saran-saran atas penelitian
ini. Daftar Pustaka.
Lampiran.
12
BAB II
Kerangka Teoretis
Dalam bab ini, penulis akan memaparkan teori
10
Antagonisme Politik dan teori Elit Politik. Kedua teori tersebut menggambarkan dan membahas fenomena-
fenomena dan fakta-fakta politik dengan tidak mempersoalkan norma-norma atau nilai dan dinamakan non-valutional value-free.
11
Dengan menggambarkan kerangka teoritis, diharapkan penelitian ini dapat memberikan jawaban awal
dalam berbagai permasalahan terhadap konfik yang terjadi di Suriah pada masa pemerintahan Bashar Al-Assad.
A. Teori Antagonisme Politik
Antagonisme adalah sebuah realitas yang menempatkan sesuatu menjadi lawan dari sesuatu, apakah hal tersebut untuk mempertahankan kedudukan,
merebut kekuasaan, atau mempertahankan diri dari ancaman politik.
12
Dalam teori sosiologi politik, Maurice Duverger melihat bahwa antagonisme politik
lahir dari berbagai sebab yang digolongkan ke dalam dua kategori. Pertama, sebab individual , seperti kecerdasan pribadi dan faktor psikologis. Kedua,
10
Teori adalah generalisasi yang abstrak mengenai beberapa fenomena. Dalam menyusun generalisasi, teori selalu memakai konsep-konsep yang lahir dalam pikiran manusia, dan karena
hal tersebut, onsep bersifat abstrak, sekalipun fakta-fakta dapat dipakai sebagai batu loncatan. Teori politik adalah bahasan dan generalisasi dari fenomena yang bersifat politik. Bahasan dalam
fenomena yang bersifat politik seperti; tujuan dari kegiatan politik, cara-cara mencapai tujuan tersebut, kemungkinan dan kebutuhan yang ditimbulkan oleh situasi politik tertentu, kewajiban-
kewajiban yang diakibatkan oleh tujuan politik tersebut. Sumber : Miriam Budiardjo, Dasar-Dasar Ilmu Politik, cet. 4. Jakarta : PT. Gramedia Pustaka Utama, 2009., hal. 43.
11
Miriam Budiardjo, Dasar-Dasar Ilmu Politik, cet. 4. Jakarta : PT. Gramedia Pustaka Utama, 2009., hal. 44.
12
Maurice Duverger ,
Sosiologi Politik. Penerjemah Daniel Dhakidae Jakarta : PT. RajaGrafindo Persada, 2005, hal. 156.
13 sebab kolektif, seperti faktor-faktor rasial, perbedaan dalam kelas-kelas sosial
dan faktor sosiokultural. 1.
Tingkat Individual Ada dua jenis sebab individual di dalam pergolakan politik. Pertama
adalah, perbedaan bakat alami di kalangan manusia. Ada manusia yang lebih berbakat daripada yang lain dalam konteks untuk menjamin kekuasaannya. Di
pihak lain, tergantung pada kecenderungan psikologis, individu-individu tertentu lebih cenderung daripada yang lain kepada dominasi atau kepatuhan:
yang pertama berusaha untuk memerintah yang terakhir, dan yang terakhir lebih atau kurang menerima keadaan taklukannya.
13
1.1 Bakat-bakat Individual
Teori-teori yang menjelaskan tentang pergolakan-pergolakan politik dalam hubungannya dengan perbedaan di dalam bakat-bakat
pribadi berasal dari konsep-konsep biologis Charles Darwin tentang Struggle of life. Menurutnya, setiap individu harus bertempur melawan
yang lain untuk kelangsungan hidup, dan hanya yang paling mampu yang berhasil. Proses seperti ini seleksi alam menjamin
terpeliharanya spesies maupun perbaikannya. Kemudian proses seperti ini menjelma menjadi perjuangan untuk memuaskan kebutuhan
manusia. Di dalam arena politik, hal ini menjadi perjuangan untuk posisi utama dan hal ini berlaku sebagai landasan teori elite dari
13
Duverger ,
Sosiologi Politik, hal.158.