Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Kejadian Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA) Pada Batita di Kelurahan Glugur Darat I Kecamatan Medan Timur Tahun 2011
TANGGUNG JAWAB PELAKU USAHA ATAS BARANG PRODUKSI YANG DIKONSUMSI OLEH KONSUMEN
(STUDI PT. NIPPON INDOSARI CORPORINDO - MEDAN)
SKRIPSI
Disusun dan Diajukan Untuk Melengkapi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Hukum Pada Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara
Oleh: LIA NURAINI NIM: 080200016
DEPARTEMEN HUKUM KEPERDATAAN PROGRAM KEKHUSUSAN HUKUM PERDATA BW
FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN
(2)
TANGGUNG JAWAB PELAKU USAHA ATAS BARANG PRODUKSI YANG DIKONSUMSI OLEH KONSUMEN
(STUDI PT. NIPPON INDOSARI CORPORINDO - MEDAN)
SKRIPSI
Diajukan untuk melengkapi tugas - tugas dan memenuhi syarat – syarat untuk mencapai gelar
Sarjana Hukum
Oleh :
LIA NURAINI NIM: 080200016 Disetujui oleh:
Ketua Departemen Hukum Keperdataan
Dr. Hasim Purba, SH, M.Hum NIP. 196603031985081001
Pembimbing I
Dr. Hasim Purba, SH, M.Hum NIP. 196603031985081001
Pembimbing II
Rosnidar Sembiring, SH, M.Hum NIP. 196602021991032002
FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA M E D A N
(3)
ABSTRAK
TANGGUNG JAWAB PELAKU USAHA ATAS BARANG PRODUKSI YANG DI KONSUMSI OLEH KONSUMEN
(STUDI KASUS PT. NIPPON INDOSARI CORPORINDO - MEDAN) Lia Nuraini1
Hasim Purba2 Rosnidar Sembiring3
1
Mahasiswa Fakulatas Hukum Universitas Sumatera Utara 2
Dosen Fakulatas Hukum Universitas Sumatera Utara 3
Dosen Fakulatas Hukum Universitas Sumatera Utara
Posisi konsumen yang lemah memerlukan penguatan perlindungan oleh pemerintah. Dengan lahirnya berbagai peraturan perundangan seperti undang-undang Negara Republik Indonesia Nomor 8 Tahun 1999. Memberikan kelegaan bagi konsumen maupun rakyak Indonesia.
Pelaku usaha yang memproduksi suatu produk dalam hal ini berupa barang, harus benar-benar mengikuti standar mutu produksi barang. Pelaku usaha melakukan kontrol terhadap barang yang diproduksinya agar barang yang cacat produksi dapat diminimalisir karena barang yang cacat produksi tersebut akan memberikan kerugian bagi konsumen. Begitu pula terhadap produk yang telah kadaluwarsa atau dalam jangka waktu yang sudah tidak layak lagi dikonsumsi. Hal ini dapat mengancam kesehatan, dan menimbulkan kerugian material bagi konsumen. Dan menimbulkan tanggung jawab bagi pelaku usaha atas barang yang diproduksinya. Berdasarkan kondisi tersebut, maka dapat dirumuskan permasalahan sebagai berikut yaitu bagaimana tanggung jawab PT. Nippon Indosari Corporpindo-Medan dalam melakukan kontrol terhadap produk yang di jual, apa upaya penyelesaian atas produk roti cacat produksi dan kadaluwarsa baik atas klaim konsumen maupun atas kontrol dari pihak PT. Nippon Indosari Corporpindo-Medan terhadap produk yang dijual dan apa faktor pendukung dan faktor penghambat yang mempengaruhi penyelesaian masalah produk roti cacat produksi dan kadaluwarsa oleh PT. Nippon Indosari Corporpindo-Medan.
(4)
Untuk menjawab permasalahan dalam rangka penelitian ini, maka dipergunakan metode penelitian sosiologis atau empiris. Data dalam skripsi ini dikumpulkan melalui penelusuran kepustakaan untuk memperoleh bahan hukum primer, bahan hukum sekunder, serta bahan hukum tertier, serta melaksanakan wawancara tersetruktur dengan menggunakan pedoman wawancara.
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa PT. Nippon Indosari Corporindo telah melakukan kontrol yang baik dalam memproduksi roti yang akan diperdagangkan kepada konsumen untuk meminimalisir barang cacat produksi yang akan merugikan konsumen, dimana barang yang cacat produksi tersebut tidak akan di pasarkan ke konsumen melainkan akan di jual untuk makanan ternak, adapun barang cacat produksi yang mengandung cacat tersembunyi yang tidak diketahui pula oleh PT. Nippon Indosari Corporindo atau yang sering disebut SARI ROTI maka pihak SARI ROTI akan bertanggung jawab mengganti kerugian yang dialami konsumen dalam hal ini dipakai prinsip Strict liabilty. Sedangkan mengenai tanggal kadaluwarsa roti, pihak SARI ROTI telah melakukan berbagai upaya yakni pelabelan yang baik dengan pencatuman informasi produk berupa tanggal kadaluwarsa produk secara jelas maka pihak SARI ROTI menggunakan prinsip product liabilty karena pihak SARI ROTI telah berupaya melindungi konsumen dengan pencegahan terjadinya kerugian bagi konsumen akibat kadaluwarsanya roti maka pihak SARI ROTI bertanggung jawab bila roti yang dikonsumsi sudah berubah rasanya padahal belum habis batas waktu kadaluwarsanya.
Upaya penyelesaian sengketa konsumen oleh pihak SARI ROTI ditempuh dengan cara damai yakni diluar pengadilan. Faktor yang mendukung dalam penyelesaian sengketa konsumen dapat berupa pengawasan yang baik terhadap produk roti yang akan dipasarkan sedangkan faktor penghambat dapat berupa kesulitan dalam melakukan pengecekan terhadap produk yang diproduksi dalam jumlah banyak. Diharapkan faktor penghambat dalam upaya perlindungan konsumen dapat dikurangi sehingga terciptalah kerjasama yang baik antara konsumen dan pelaku usaha.
Kata Kunci
1. Perlindungan Konsumen 2. Tanggung Jawab Pelaku usaha
(5)
KATA PENGANTAR
Segala puji bagi Allah SWT, atas limpahan nikmat dan karunia yang telah diberikan-Nya bagi penulis sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan skripsi ini. Sungguh Allah telah banyak melimpahkan rezeqi yang tak terhingga kepada penulis. Shalawat beriring salam tak lupa pula disampaikan kepada junjungan Nabi Muhammad SAW, sebagai teladan bagi umat manusia dan menuntun umat manusia dari alam jahiliyah yang kelam ke alam yang terang benderang.
Skripsi ini disusun guna melengkapi tugas-tugas dan memenuhi syarat-syarak untuk memperoleh gelar Sarjana Hukum di Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara hal ini merupakan kewajiban bagi setiap mahasiswa/i yang ingin menyelesaikan perkuliahannya. Adapun judul yang penulis kemukakan: “Tanggung Jawab Pelaku Usaha Atas Barang Produksi yang Dikonsumsi Oleh Konsumen (Studi PT. Nippon Indosari Corporindo - Medan)”.
Dalam penulisan skripsi ini penulis telah banyak mendapat bantuan, bimbingan, dan arahan serta motivasi dari berbagai pihak. Untuk itu penulis ucapan terima kasih kasih yang sebaik-baiknya kepada:
Terkhusus kepada Mama Hj. Misna, SE. Dan Papa Sunardi, penulis mengucapkan banyak terima kasih yang sebesar-besarnya. Terima kasih atas do’a dan ridho mama dan papa serta nasehat dan motifasi yang tak putus-putus di berikan kepada penulis. Dan kasih sayang mama dan papa terhadap penulis yang sungguh tak terhingga dan tak akan pernah dapat terbalas, dalam kepenatan dan kesusahan tak henti-hentinya mama berusaha menghantarkan penulis kejenjang pendidikan yang lebih tinggi. Pengorbanan yang luar
(6)
biasa dari seorang Mama yang luar biasa.Sungguh penulis sangat menyayangi mama dan papa serta mengurangi beban mama dan papa itu lah cita-cita penulis yang ingin sekali segera penulis wujudkan.
Kepada Almarhum Atuk H. Abdul Muluk , yang sungguh sangat penulis sayangi dan cintai, yang sejak penulis kecil hingga beliau meninggal selalu memberikan pengajaran yang baik kepada penulis. Rasa bahagia penulis karena telah menyampaikan cita-cita Atuk agar cucunya menjadi sarjana hukum diimbangi dengan rasa duka karena ingin Atuk melihat langsung cucunya menjadi sarjana, namun penulis telah ikhlas dan tak putus-putus menyampaikan do’a semoga Atuk senantiasa dalam naungan Allah SWT. Terima kasih Atuk sudah menjadi panutan dan tempat penulis berkeluh kesah, sungguh kasih sayang Atuk akan selalu memiliki tempat yang paling istimewa di hati penulis. Juga tak lupa pula penulis ucapkan sebanyak-banyaknya rasa terima kasih kepada Wan Rafinah yang atas kasih sayang dan kelembutan hati beliau memberikan rasa nyaman dan bahagia di hati penulis, berbagai fase kehidupan penulis selalu diiringi do’a dan dukungan beliau, canda dan tawa saat bersama Wan selalu memotifasi penulis. Terima kasih Wan.
Selanjutnya penulis mengucapkan terima kasih yang sebanyak-banyaknya kepada Almarhum Mbah, nenek, Ibu Erna, Om Didik, Ow Iwan, Tante Yuli, Om Andri, Tante Ita, Om It, Tante Ayu, Usu Nazriel,Tante Lulu, Mak Uwo, Bang Jul, Bang urat juga keluarga. Terimakasih atas limpahan kasih sayang yang di berikan kepada penulis dan nasehatnya dari penulis kecil hingga saat ini, dan merupakan orang yang terdekat bagi penulis, dan penulis berharap semoga kita tetap menjadi keluarga besar yang selalu bahagia, dalam canda dan tawa, suka maupun duka.
(7)
Rasa terima kasih juga tak lupa penulis sampaikan kepada adik sepupu penulis yang sekaligus menjadi sahabat, tempat penulis melepas kepenatan dengan kelucuan dan kasih sayang yang tulus dari; Putra, Eri, Kelvin, Riska, Asyha, Lala, Risky,Farhan, Ridho, Zata,dan Evel. Semoga kita menjadi cucu Atuk dan Wan yang baik, sholeh dan sukses dalam pendidikan serta berguna bagi agama, nusa dan bangsa.
Tak lupa penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada:
1. Bapak Prof. Dr. Runtung Sitepu, SH., M.Hum selaku Dekan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara atas semua dukungan yang besar terhadap seluruh Mahasiswa/i demi kemajuan dan perkembangan pendidikan hukum di lingkungan fakultas hukum USU.
2. Bapak Prof. Dr. Budiman Ginting, SH., M.Hum selaku Pembantu Dekan I Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara, Bapak Syafruddin Hasibuan, SH., MH, DFM selaku Pembantu Dekan II Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara, dan Bapak Muhammad Husni, SH., MH. Selaku Pembantu Dekan III Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara yang telah banyak membantu penulis.
3. Bapak H. Dr. Hasim Purba, SH., M.Hum, selaku Dosen Pembimbing I penulis dan Ketua Jurusan Keperdataan. Terima kasih yang sebesar-besarnya penulis sampaikan kepada Bapak atas arahan dan bimbingan Bapak selama ini dan Ibu Rabiatul selaku sekretaris Departemen Hukum Keperdataan.
4. Ibu Rosnidar Sembiring, SH.M.Hum, selaku Dosen Pembimbing II penulis yang telah memberikan banyak bantuan dan arahan untuk membimbing penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.
(8)
5. Bapak Prof. Dr. Tan Kamello, SH., MS. Selaku Dosen Fakultas Hukum Univeristas Sumatera Utara yang telah memberikan bantuan dan bimbingan kepada penulis selama perkuliahan.
6. Bapak Syamsul Rizal, SH. M,Hum. Selaku dosen wali penulis yang telah banyak memberikan kemudahan bagi penulis selama penulis kuliah
7. Bapak M. Hayat selaku dosen Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara yang telah banyak membantu dan mengajarkan penulis tentang banyak hal selama penulis kuliah.
8. Kak Syarifah Liza, SH.M.Hum, Kak Vita cita, SH., Bang Khairul Naim SH., Bang Erwin Adhanto, SH., yang telah menjadi teman diskusi penulis selama di fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.
9. Kepada Ibunda Hj. Ijrati dan Ayahanda H. Dasril Munaf, dan juga Uda Faisal, Kak Rini, Wan, Kak Vidya, Tutut, Putri, Kak Nelly, dan Bang Pinal, walaupun baru berkenalan namun telah memberikan kesan yang mendalam bagi penulis juga yang teristimewa kepada bang Miftah Farid SH., yang selalu memberikan motifasi dan bantuan kepada penulis dalam banyak hal, semoga silahturahmi dan kasih sayang dapat selalu menyatukan kita kearah yang lebih baik.
10.Kepada Ibu guru penulis semasa SMP Ibu Silfida yang kebaikan dan kasih sayang yang telah ibu berikan kepada penulis juga pengajaran yang baik selalu membekas di hati penulis.
11.Teman-teman penulis D’paket, Nana, Meme, Sari dan Bibah yang senantiasa menjadi sahabat terbaik bagi penulis dalam suka maupun duka yang tak akan bisa penulis lupakan dan kepada ayahanda dan ibunda, abang dan adik dari
(9)
anggota-anggota d’paket yang telah mencurahkan kasih sayangnya kepada penulis, juga kepada teman-teman seluruh stambuk 2008 lainnya.
12.Kepada kak Lyra Apriana SH., bang Ferdiansyah SH., bang Agmalun Hasugian SH., Bang Dinan serta seluruh abang dan kakak senior stambuk 2007 lainnya. Juga penulis ucapakan banyak terimakasih kepada abang dan kakak stambuk 2005 dan 2006 atas bantuannya selama ini.
13.Kak Yuna, Kak Yuni, Kak Ria, Bang Ary, Bang Syawal, Bang Adek, Pak Min, abang dan ibu kantin yang atas keramahan kakak dan abang serta bantuannya memberikan rasa senang di hati penulis.
14.Kepada teman kos penulis, Rina, Sepka, Sari, Vera, Kak Lila, Kak Oza, Kak Wiwi, Kak Umi, Sri Ahadani Yuta, Kak Ika, Kak Pipit, Nita, dan teman-teman kos lainnya. Terima kasih atas bantuannya kepada penulis dan senang bertetangga dengan kalian.
15.Kepada kakak Mahlika yang telah banyak membantu penulis dalam penyelesaian skripsi ini, sungguh hanya Allah yang dapat membalas kebaikkan kakak, juga kepada bang Ony dan bang Venly yang membantu penulis dalam mendapatkan modem guna penunjang bagi penulis dalam penulisan skripsi.
16.Dan buat semua kaum kerabat dan teman-teman yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu, terima kasih buat semuanya.
Penulis menyadari ketidaksempurnaan hasil Penulisan Skripsi ini karena Kesempurnaan hanyalah milik Allah SWT, oleh sebab itu besar harapan Penulis kepada semua pihak agar memberikan kritik dan saran yang membangun guna menghasilkan sebuah karya ilmiah yang lebih baik lagi.
(10)
Semoga Allah SWT melimpahkan segala rahmat dan karunia- Nya kepada kita semua dan memuliakan kita dengan ilmu yang dimiliki.
Wasslam Penulis
(11)
TANGGUNG JAWAB PELAKU USAHA ATAS BARANG PRODUKSI YANG DIKONSUMSI OLEH KONSUMEN
(STUDI PT. NIPPON INDOSARI CORPINDO-MEDAN TENTANG PRODUK PANGAN CACAT PRODUK DAN ROTI KADALUWARSA PADA ROTI)
ABSTRAKSI ………. i
KATA PENGANTAR ………... ii
DAFTAR ISI ……….. ix
BAB I : PENDAHULUAN A. Latar Belakang ……….... 1
B. Perumusan Masalah ……….... 14
C. Tujuan dan Manfaat Penulisan ……… 14
D. Keaslian Penulisan ……….. 15
E. Tinjauan Kepustakaan ……… 16
F. Metode Penulisan ……… 20
G. Sistematika Penulisan ………. 22
BAB II : TINJAUAN UMUM TENTANG PERLINDUNGAN KONSUMEN A. Sejarah Perlindungan Konsumen dan Pengertian Perlindungan Konsumen ... 24
1. Sejarah perlindungna Konsumen... 24
2. Pengertian Perlindungan Konsumen... 29
B. Pengertian Konsumen dan Hak dan Kewajiban Konsumen... 34
1. Pengertian Konsumen... 34
2. Hak dan Kewajiban Konsumen... 38
C. Segi Hukum Perlindungan Konsumen dalam Kegiatan Pemasaran ….... 40
D. Pembinaan dan Pengawasan Perlindungan Konsumen………. 43
E. Pengertian Pelaku Usaha,Hak dan kewajiban Pelaku Usaha... 47
1. Pengertian Pelaku Usaha... 47
(12)
F. Perbuatan yang dilarang bagi pelaku usaha... 52
BAB III : TINJAUAN UMUM TENTANG TANGGUNG JAWAB
PRODUSEN TERHADAP BARANG CACAT PRODUK DAN MAKANAN KADALUWARSA
A. Pengaturan mengenai barang cacat produk dalam peraturan perundang-undangan yang
berlaku………...………. 56 B. Tanggungjawab produk bagi Produsen………. 62 C. Pengertian makanan kadaluwarsa………. 67 D. Sistem pertanggungjawaban produsen terhadap makanan kadaluwarsa .. 74 E. Tinjauan tentang Penyelesaian Sengketa Konsumen Terhadap
Produk Cacat Prouksi dan Produk
Kadaluwarsa………...………... 79
BAB IV : TANGGUNG JAWAB PT. NIPPON INDOSARI CORPINDO-MEDAN TERHADAP PRODUK PANGAN ROTI KADALUWARSA DAN CACAT PRODUK
A. Tanggung Jawab PT. Nippon Indosari Corpindo-Medan dalam
melakukan kontrol terhadap produk roti yang di jual... ... 82 1. Gambaran Umum tentang PT. NIPPON INDOSARI CORPORINDO-
Medan ... 82 2. Upaya PT. NIPPON INDOSARI CORPORINDO-Medan dalam
Melakukan Kontrol terhadap Produk Roti yang Dijual... 84 B. Upaya penyelesaian atas produk pangan roti kadaluwarsa dan
cacat produk pada roti baik atas kontrol dari pihak PT. Nippon Indosari Corpindo-Medan maupun atas klaim konsumen
terhadap produk roti yang dijual……….. 91 1. Upaya penyelesaian atas produk pangan roti kadaluwarsa dan
cacat produk pada roti atas control dari pihak
(13)
2. Upaya penyelesaian atas produk pangan roti kadaluwarsa
dan cacat produk pada roti atas klaim konsumen…………..……….. 94
C. Faktor pendukung dan faktor penghambat yang mempengaruhi penyelesaian masalah produk roti kadaluwarsa dan cacat produk pada roti oleh PT. Nippon Indosari Corpindo-Medan.... 95
1. Faktor Pendukung yang mempengaruhi penyelesaian masalah produk roti kadaluwarsa dan cacat produk pada roti oleh PT. Nippon Indosari Corporindo... 95
2. Faktor Penghambat yang mempengaruhi penyelesaian masalah produk roti kadaluwarsa dan cacat produk pada roti oleh PT. Nippon Indosari Corporindo... 96
BAB V : KESIMPULAN DAN SARAN... 98
A. Kesimpulan... 98
B. Saran... 103
DAFTAR PUSTAKA... 105 LAMPIRAN
(14)
ABSTRAK
TANGGUNG JAWAB PELAKU USAHA ATAS BARANG PRODUKSI YANG DI KONSUMSI OLEH KONSUMEN
(STUDI KASUS PT. NIPPON INDOSARI CORPORINDO - MEDAN) Lia Nuraini1
Hasim Purba2 Rosnidar Sembiring3
1
Mahasiswa Fakulatas Hukum Universitas Sumatera Utara 2
Dosen Fakulatas Hukum Universitas Sumatera Utara 3
Dosen Fakulatas Hukum Universitas Sumatera Utara
Posisi konsumen yang lemah memerlukan penguatan perlindungan oleh pemerintah. Dengan lahirnya berbagai peraturan perundangan seperti undang-undang Negara Republik Indonesia Nomor 8 Tahun 1999. Memberikan kelegaan bagi konsumen maupun rakyak Indonesia.
Pelaku usaha yang memproduksi suatu produk dalam hal ini berupa barang, harus benar-benar mengikuti standar mutu produksi barang. Pelaku usaha melakukan kontrol terhadap barang yang diproduksinya agar barang yang cacat produksi dapat diminimalisir karena barang yang cacat produksi tersebut akan memberikan kerugian bagi konsumen. Begitu pula terhadap produk yang telah kadaluwarsa atau dalam jangka waktu yang sudah tidak layak lagi dikonsumsi. Hal ini dapat mengancam kesehatan, dan menimbulkan kerugian material bagi konsumen. Dan menimbulkan tanggung jawab bagi pelaku usaha atas barang yang diproduksinya. Berdasarkan kondisi tersebut, maka dapat dirumuskan permasalahan sebagai berikut yaitu bagaimana tanggung jawab PT. Nippon Indosari Corporpindo-Medan dalam melakukan kontrol terhadap produk yang di jual, apa upaya penyelesaian atas produk roti cacat produksi dan kadaluwarsa baik atas klaim konsumen maupun atas kontrol dari pihak PT. Nippon Indosari Corporpindo-Medan terhadap produk yang dijual dan apa faktor pendukung dan faktor penghambat yang mempengaruhi penyelesaian masalah produk roti cacat produksi dan kadaluwarsa oleh PT. Nippon Indosari Corporpindo-Medan.
(15)
Untuk menjawab permasalahan dalam rangka penelitian ini, maka dipergunakan metode penelitian sosiologis atau empiris. Data dalam skripsi ini dikumpulkan melalui penelusuran kepustakaan untuk memperoleh bahan hukum primer, bahan hukum sekunder, serta bahan hukum tertier, serta melaksanakan wawancara tersetruktur dengan menggunakan pedoman wawancara.
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa PT. Nippon Indosari Corporindo telah melakukan kontrol yang baik dalam memproduksi roti yang akan diperdagangkan kepada konsumen untuk meminimalisir barang cacat produksi yang akan merugikan konsumen, dimana barang yang cacat produksi tersebut tidak akan di pasarkan ke konsumen melainkan akan di jual untuk makanan ternak, adapun barang cacat produksi yang mengandung cacat tersembunyi yang tidak diketahui pula oleh PT. Nippon Indosari Corporindo atau yang sering disebut SARI ROTI maka pihak SARI ROTI akan bertanggung jawab mengganti kerugian yang dialami konsumen dalam hal ini dipakai prinsip Strict liabilty. Sedangkan mengenai tanggal kadaluwarsa roti, pihak SARI ROTI telah melakukan berbagai upaya yakni pelabelan yang baik dengan pencatuman informasi produk berupa tanggal kadaluwarsa produk secara jelas maka pihak SARI ROTI menggunakan prinsip product liabilty karena pihak SARI ROTI telah berupaya melindungi konsumen dengan pencegahan terjadinya kerugian bagi konsumen akibat kadaluwarsanya roti maka pihak SARI ROTI bertanggung jawab bila roti yang dikonsumsi sudah berubah rasanya padahal belum habis batas waktu kadaluwarsanya.
Upaya penyelesaian sengketa konsumen oleh pihak SARI ROTI ditempuh dengan cara damai yakni diluar pengadilan. Faktor yang mendukung dalam penyelesaian sengketa konsumen dapat berupa pengawasan yang baik terhadap produk roti yang akan dipasarkan sedangkan faktor penghambat dapat berupa kesulitan dalam melakukan pengecekan terhadap produk yang diproduksi dalam jumlah banyak. Diharapkan faktor penghambat dalam upaya perlindungan konsumen dapat dikurangi sehingga terciptalah kerjasama yang baik antara konsumen dan pelaku usaha.
Kata Kunci
1. Perlindungan Konsumen 2. Tanggung Jawab Pelaku usaha
(16)
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang
Roti telah lama dikenal dalam peradaban manusia, sejarawan memperkirakan roti mulai dikonsumsi sejak kebudayaan Mesopotamia atau Mesir. Di Indonesia sendiri, roti mulai diperkenalkan oleh bangsa-bangsa Eropa yang datang ke Indonesia. Kini roti semakin banyak diminati dan dikonsumsi oleh seluruh lapisan masyarakat Indonesia. Dari ragamnya roti dapat dikategorikan sebagai roti tawar dan roti manis. Sedangkan dari sisi produsen terdapat industri yang memproduksi secara massal, industri rumah tangga (usaha kecil) dan industri toko roti (boutique bakery).
Roti adalah produk makanan yang terbuat dari fermentasi tepung terigu dengan ragi atau bahan pengembang lainnya yang kemudiaan dipanggang. Selain tepung terigu, roti juga bisa dibuat dari jenis tepung lain, seperti tepung jagung, beras, singkong, kentang, pisang dan sukun. Ke dalam tepung pembuat roti tersebut bisa ditambahkan beberapa zat gizi untuk memperbaiki nilai gizi roti. Misalnya saja, vitamin seperti tiamin (vitamin B1), riboflavin (vitamin B2) dan niasin, serta sejumlah mineral seperti zat besi, iodium dan kalsium. Belakangan, roti juga diperkaya asam lemak tak jenuh ganda (PUFA), terutama kelompok omega-3 seperti EPA (asam eikosapentaenoat) dan DHA (asam dokosaheksaenoat ). Contohnya, roti isi tuna,meski ada beberapa ahli yang masih belum menerima bukti adanya hubungan antara asupan PUFA melalui makanan dan perkembangan sel-sel otak anak, namun beberapa penelitian menunjukkan hasil hubungan tersebut. Misalnya, kemampuan anak memusatkan perhatian yang meningkat.4
4
(17)
Roti memiliki karakteristik sebagai makanan pokok. Pertama, roti mengandung karbohidrat yang tinggi. Oleh karena itu orang akan memperoleh kalori sebagai sumber energi yang cukup dengan mengkonsumsi roti. Kedua, roti bergizi tinggi. Kandungan gizi dalam roti melengkapi kebutuhan nutrisi orang yang mengkonsumsinya. Berikutnya, roti dapat disajikan dengan beragam rasa dan penyajian, hal ini karena teknologi pembuatan roti pada saat ini memungkinkan penambahan rasa dan penyajian yang beragam sehingga roti dapat dinikmati oleh masyarakat yang memiliki beragam selera pula.Selain memiliki karakteristik sebagai makanan pokok, roti juga bersifat lebih praktis untuk dikonsumsi dibandingbahan makanan lain. Dengan sifatnya yang praktis ini, roti memenuhi kebutuhan gaya hidup masyarakat yang semakin modern.
Peningkatan konsumsi roti oleh masyarakat Indonesia dalam beberapa tahun terakhir sangat dipengaruhi oleh kemajuan teknologi produksi roti. Secara konvensional, industri roti di Indonesia dilakukan oleh industri rumah tangga (usaha kecil) dan industri toko roti (boutique bakery). Dengan dukungan teknologi kemudian roti dapat diproduksi secara masal yang pada gilirannya dapat memenuhi permintaan roti yang semakin meningkat.
Fasilitas produksi roti yang terintegrasi mampu memproduksi roti dalam jumlah yang besar. Contohnya, PT Nippon Indosari Corpindo, yang terkenal dengan merek Sari Roti, pada tahun 2009 berhasil menjual 120 jutapak roti dalam berbagai jenis. Penjualan Perusahaan tersebut telah meningkat lebih dari 200% hanya dalam waktu 4 tahun. Karena kapasitas produksinya yang besar.
Mayoritas masyarakat Indonesia mungkin merasa belum makan jika belum ketemu nasi. Bagaimana jika makan roti ? Sebenarnya roti tak hanya bisa sebagai
(18)
camilan, roti sebagai menu utama juga baik. Di banyak negara Barat, roti jadi menu utama. Keluarga Indonesia pun tak sedikit yang menjadikannnya sebagai makanan pokok kedua setelah nasi. Selain kaya karbohidrat sebagai sumber energi,,roti juga mudah dikonsumsi serta luwes diolah bersama bahan-bahan lain.
Roti yang sehat dan baik untuk dikonsumsi adalah roti gandum,selain mengandung banyak vitamin dan zat-zat penting bagi tubuh roti ini juga memiliki energi yang cukup besar sebagai asupan makan sehat bagi tubuh. Yang terkenal yakni roti gandum Eropa, roti yang satu ini tentunya sudah tidak asing lagi “roti baguette” roti ini sering dikonsumsi oleh masyarakat Eropa. Faktanya roti ini ternyata lebih sehat dan mengenyangkan dibanding dengan roti yang biasanya kita konsumsi dengan menggunakan mentega.
Tingginya tingkat konsumsi roti karena kepraktisan dan harganya yang bervariatif untuk roti-roti sepert roti manis dan roti tawar harganya lumayan terjangkau, menjadikan roti salah satu makanan favorit. Namun, terkadang keamanan konsumen dalam mengkonsumsi roti terganggu akibat ulah pelaku usaha yang tidak bertanggung jawab. Roti yang semula memiliki khasiat yang baik untuk tubuh malah berbalik menjadi tidak menyehatkan tubuh dengan masih dijualnya roti yang sudah kadaluwarsa dan roti yang cacat produksi atau tidak sesuai dengan standar mutu yang baik.
Kasus akibat mengkonsumsi roti yang tidak layak konsumsi yakni; Sebanyak 87 siswa Sekolah Dasar Negeri Puntuk Doro Dua Kecamatan Pelaosan, Kabupaten Magetan, Jawa Timur Selasa (26/02/08) siang mengalami keracunan setelah mengkonsumsi roti yang sudah kadaluarsa. Puluhan siswa yang keracunan tersebut kini menjalani perawatan di Puskesmas setempat. Namun lantaran kapasitas Puskemas yang tidak memadai tak sedikit jumlah korban terpaksa menjalani perawatan di lantai dan lorong Puskesmas. Pada umumnya mereka mengalami dehidrasi setelah muntah-muntah. Diantara para korban terdapat 2 siswa yang terpaksa dirujuk ke RSU Dokter Saidiman Magetan karena mengalami dehidrasi serius. Peristiwa yang terjadi saat jam istirahat sekolah itu sempat membuat kacau suasan sekolahan, mengingat banyaknya siswa yang menjadi
(19)
korban.Proses evakuasi ke Puskesmas terpaksa melibatkan warga desa setempat serta keluarga korban. Jatuhnya puluhan siswa Sekolah Dasar itu diduga kuat akibat mengkonsumsi roti yang sudah kadaluarsa. Diduga karena kadaluarsa itulah roti yang biasa dijual dengan harga 3000 ribu rupiah perbungkus, saat itu dijual seharga 500 rupiah. Menurut Nursala, salah satu korban, para siswa berbondong-bondong beli roti tersebut karena harganya jauh lebih murah dari harga biasanya. Namun baru berselang sekitar 15 menit para siswa mengalami pusing dan mual-mual. Menurut Dokter Hari Siswanto, para korban umumnya mengalami dehidrasi dari tingkat rendah hingga sedang. Untungnya para korban segera mendapat penanganan sehingga racun belum menyerang otak. Dari puluhan korban hanya 2 yang dirujuk ke RSU Dokter Saidiman lantaran mengalami keracunan serius. 5
Produsen tidak mustahil melakukan kesalahan yang mengakibatkan suatu produk menjadai cacat produksi dalam suatu proses produksi, di Indonesia cacat produk atau produk yang cacat didefinisikan didefinisikan sebagai berikut : “Setiap produk yang tidak dapat memenuhi pembuatannya baik karena kesengajaan atau kealpaan dalam proses maupun disebabkan hal-hal lain yang terjadi dalam peredarannya, atau tidak menyediakan syarat-syarat keamanan bagi manusia, atau harta benda merekan dalam penggunaannya, sebagaimana diharapkan orang.
Kejujuran pelaku usaha sangat dituntut untuk tidak menjual produk-produk makanan yang dapat membahayakan konsumen, tindakan pelaku usaha mencari untung tanpa memperhatikan keselamatan orang lain sangatlah meresahkan masyarakat. Perlu diperhatikan baik bagi konsumen, pelaku usaha, maupun pemerintah untuk dapat saling berperan baik dalam posisinya masing-masing dengan menghindari terjadinya penjualan produk-produk cacat produk dan produk kadaluwarsa yang apabila sampai ketangan konsumen makan akan menimbulkan efek-efek negatif serta sanksi bagi pelaku usaha.
6
Cacat produksi ini jelas dapat merugikan konsumen, dan biasanya cacat produksi ini merupakan cacat tersembunyi dimana konsumen tidak mengetahuinya terlebih dahulu 5
6
(20)
atau sebelum membeli produk. Hal ini tentu mendorong ketelitian konsumen dalam memberi produk yang akan dikonsumsi juga menuntut akan adanya sikap jujur bagi produsen untuk tidak memasarkan atau menjual produk yang cacat produksi atau bila telah masuk kepasaran pihak produsen dapat bertanggung jawab atas kerugian yang diderita oleh konsumen.
Tanggung jawab produsen dimakna harfiahkan sama halnya dengan tanggung jawab pelaku usaha. Dimana pelaku usaha itu sendiri adalah setiap orang perseorangan atau badan usaha, baik yang berbentuk badan hukum maupun bukan badan hukum yang didirikan dan berkedudukan atau melakukan kegiatan dalam wilayah hukum negara Republik Indonesia, baik sendiri maupun bersama-sama melalui perjanjian menyelenggarakan kegiatan usaha dalam berbagai bidang ekonomi.7
Pertanggung jawaban yang diberikan oleh pelaku usaha terhadap produk-produk yang dihasilkan harus sesuai dengan prinsip pertanggung jawaban produk yang dikenal dalam dunia hukum, khususnya bisnis, yaitu sebagai berikut. 8
1. Prinsip tanggung jawab berdasarkan unsur kesalahan 2. Prinsip praduga untuk selalu bertanggung jawab 3. Prinsip praduga untuk selalu tidak bertanggung jawab 4. Prinsip tanggung jawab mutlak
Roti telah menjadi makanan favorit bagi masyarakat,oleh karena itu, maka penting untuk diketahui tanggung jawab produsen roti terhadap produk cacat produksi dan kadaluwarsa karena menyangkut pula kesehatan, keamanan dan keselamatan konsumen yang dirasakan sangat penting mengingat Produsen lah yang lebih mengetahui 7
8
Adrian Sutedi, Tanggung Jawab Produk dalam Hukum Perlindungan Konsumen, (Bogor: Ghalia Indonesia, 2008) hal.32.
(21)
barang produksi yang di buatnya jadi tidak semata hanya mengejar laba lalu lepas tangan tanpa memperhatikan efek buruk dari bahan produksi terhadap konsumen.
Berdasarkan uraian di atas penulis akan mengkaji secara yuridis tanggung jawab Produsen terhadap barang produksi yang dikonsumsi oleh konsumen yang telah menjadi hukum positif yang termuat dalam peraturan perundang-undangan negara Republik Indonesia. Pengkajian secara khusus dilihat dalam pelaksanaan tanggung jawab PT. Nippon Indosari Corporpindo-Medan terhadap produk pangan roti cacat produk dan kadaluwarsa.
B. Perumusan Masalah
Sesuai dengan latarbelakang yang penulis uraikan diatas, maka permusan masalah yang akan penulis angkat adalah :
1. Bagaimana tanggung jawab PT. Nippon Indosari Corporpindo-Medan dalam melakukan kontrol terhadap produk yang di jual ?
2. Apa upaya penyelesaian atas produk roti cacat produksi dan kadaluwarsa baik atas klaim konsumen maupun atas kontrol dari pihak PT. Nippon Indosari Corporpindo-Medan terhadap produk yang dijual ?
3. Apa faktor pendukung dan faktor penghambat yang mempengaruhi penyelesaian masalah produk roti cacat produksi dan kadaluwarsa oleh PT. Nippon Indosari Corporpindo-Medan?
C. Tujuan dan Manfaat Penulisan Tujuan Penulisan :
(22)
1. Untuk mengetahui mekanisme pelaksanaan pertanggungjawaban PT. Nippon Indosari Corpindo-Medan dalam melakukan kontrol terhadap produk roti yang di jual sesuai dengan peraturan-peraturan yang berlaku di Indonesia.
2. Untuk mengetahui cara penyelesaian atas produk pangan roti kadaluwarsa dan cacat produk baik atas klaim konsumen maupun atas kontrol dari pihak PT. Nippon Indosari Corpindo-Medan terhadap produk makanan dan minuman yang dijual.
3. Untuk mengetahui faktor pendukung dan faktor penghambat yang mempengaruhi penyelesaian masalah produk roti kadaluwarsa dan cacat produk oleh PT. Nippon Indosari Corpindo-Medan.
Manfaat Penulisan :
1. Secara Teoritis, pembahasan terhadap masalah-masalah yang telah dirumuskan diharapkan dapat dijadikan sebagai sumbangan di bidang perlindungan konsumen, khususnya berkaitan dengan peredaran roti kadaluwarsa dan roti yang cacat produksi. 2. Secara Praktis sebagai bahan acuan bagi para pihak yang berhubungan dengan
tanggung jawab pelaku usaha atas produk pangan kadaluwarsa yakni bagi konsumen untuk teliti dalam melihat tanggal kadaluwarsa produk roti khususnya dan produsen roti untuk dapat dengan jelas memberikan informasi mengenai tanggal kadaluwarsa produk dan agar produsen tidak mengedarkan barang produksi yang cacat produksi di pasaran,serta pemerintah harus mengawasi peredaran makanan khususnya roti kadaluwarsa dan roti cacat produksi yang dapat merugikan masyarakat luas.
(23)
D. Keaslian Penulisan
Berdasarkan hasil pemeriksaan yang diperoleh dari perpustakaan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara, judul skripsi ini belum pernah dikemukakan dan permasalahan yang diajukan juga belum pernah diteliti. Kalaupun ada terdapat judul skripsi yang terdahulu yang menyerupai yaitu yang berjudul “Tanggung Jawab Produsen Terhadap Konsumen Mengenai Kerugian Dalam Penggunaan Obat (Studi PT. Dupa Pharmaceutical Laboratoties). Akan tetapi yang menjadi pembahasan dan penelitian dari judul skripsi ini sangatlah berbeda dan tidak ada kesamaan mengenai apa yang menjadi pembahasan utama dari skripsi ini. Kalaupun ada pendapat dan kutipan dari penulisan ini, hal tersebut merupakan semata-mata adalah sebagai faktor pendorong dan pelengkap dalam usaha menyusun dan menyelesaikan penulisan ini, karena hal ini memang sangat dibutuhkan untuk menyempurnakan tulisan ini.
E. Tinjauan Kepustakaan
Istilah konsumen berasal dan alih bahasa dari kata consumer (Inggris-Amerika), atau consument/konsument (Belanda). Pengertian dari consumer atau consument itu tergantung dalam posisi mana ia berada.9
Istilah produsen berasal dari bahasa Belanda yakni, producent, dalam bahasa Inggris, produser yang artinya adalah penghasil. Dalam pengertian yuridis, istilah Secara harfiah arti kata consumer itu adalah” (lawan dari produsen) setiap orang yang menggunakan barang”. Tujuan penggunaan barang atas jasa itu nanti menentukan termasuk konsumen kelompok mana pengguna tersebut. Begitu pula Kamus Bahasa Inggris-Indonesia memberi arti kata consumer sebagai pemakai atau konsumen.
9
(24)
produsen disebut dengan pelaku usaha. Batasan mengenai apa yang dimaksud dengan pelaku usaha dapat dilihat dalam Pasal 1 butir 3 UUPK.10
Pada tahun 1992 pemerintah membentuk Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1992 tentang Kesehatan, pada Tahun 1996 pemerintah membentuk Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1996 tentang Pangan, dan pada Tahun 1999 pemerintah membentuk Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen sehingga dapat mengantisipasi terhadap adanya kerugian yang diderita oleh konsumen. Pangan di dalam Undang-Undang ini didefinisikan sebagai “segala sesuatu yang berasal dari sumber hayati dan air, baik yang diolah maupun tidak diolah, yang diperuntukkan sebagai makanan atau minuman bagi konsumsi manusia, termasuk bahan tambahan pangan, bahan baku pangan, dan bahan lain yang digunakan dalam proses penyiapan, pengolahan atau pembutana makanan dan minuman”. Jadi, pangan yang diatur dalam undang-undang
Menurut Pasal 1 butir 3 UUPK, pelaku usaha dimaksudkan sebagai berikut:
“Pelaku usaha adalah setiap orang perorangan atau badan usaha, baik yang berbentuk badan hukum maupun bukan badan hukum yang didirikan dan berkedudukan atau melakukan kegiatan dalam wilayah hukum negara Republik Indonesia, baik sendiri maupun bersama-sama melalui perjanjian menyelenggarakan kegiatan usaha berbagai bidang ekonomi.”
Istilah produk menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, diartikan sebagai barang dan jasa yang dibuat dan ditambah gunanya atau nilainya dalam proses produksi dan menjadi hasil akhir proses produksi itu. Agnes M. Toar mengartikan produk adalah semua benda bergerak atau tidak bergerak. Sedangkan Produk Konsumen adalah produk barang atau jasa yang konsumennya adalah konsumen rumah tangga sebagai pemakai akhir di mana produk dari produsen yang terjual dan dibeli konsumen akan dipakai dan dikonsumsi sendiri dan bukan untuk dijual kembali.
10
(25)
ini mencakup makanan dan minuman untuk konsumsi manusia. Hal ini menunjukkan bahwa produk roti merupalan salah satu pangan yang diolah melalui proses produksi.
Undang-Undang Pangan telah mengubah system tanggung jawab perdata dari prinsip tanggung jawab berdasarkan kesalahan dang anti rugi tanpa batas (sepanjang kerugian dapat dibuktikan oleh pihak yang dirugikan) sebagaimana diatur dalam pasal 1365 KUH Perdata ke prinsip tanggung jawab mutlak (strict liability) yang disertai dengan pembatasan minimal pemberian ganti rugi (limitation of liability) paling tinggi Rp 500 juta per orang yang dirugikan kesehatannya atau kematian yang ditimbulkan.11
Menurut Penjelasan Undang-Undang Pangan, hal-hal pokok yang diatur dalam undang-undang ini adalah :12
1. persyaratan teknis tentang pangan yang meliputi ketentuan keamanan pangan, ketentuan gizi, dan mutu pangan, serta ketentuan label dan iklan pangan, sebagai suatu system standardisasi pangan yang bersifat menyeluruh;
2. tanggung jawab setiap orang yang memproduksi, menyimpan dan mengangkut dan / atau mengedarkan pangan, serta sanksi hukum yang sesuai agar mendorong pemenuhan atas ketentuan-ketentuan yang ditetapkan;
3. peranan pemerintah dan masyarakat dalam mewujudkan tingkat kecukupan pangan di dalam negeri dan penganekaragaman pangan yang dikonsumsi secara tidak bertentangan dengan keyakinan masyarakat; dan
4. tugas pemerintah untuk membina serta mengembangkan industri pangan nasional, terutama dalam upaya peningkatan citra pangan nasional dan ekspor.
11
Adrian Sutedi, op.cit., hal 33. 12
Dr. Sentosa Sembiring, Himpunan Undang-Undang tentang Perlindungan Konsumen, (Bandung: Nuansa Aulia, 2007) hal 280.
(26)
Makanan kadaluwarsa merupakan salah satu penyebab utama terjandinya keracunan. Selain membuat konsumen merasa pusing, diare, mual, sesak napas, dan kematian akibat keracunan, mengkonsumsi makanan yang sudah kadaluwarsa ini dalam waktu yang cukup lama juga dapat menyebabkan kanker. Maraknya kejadian keracunan makanan, sangat berkaitan erat penggunaan bahan baku yang tidak layak konsumsi. Pemilihan bahan baku yang baik merupakan salah satu kunci untuk menghindari kasus keracunan.13
Makanan tidak ada satupun yang memiliki daya simpan tak terbatas artinya memiliki mutu tetap sepanjang masa. Penurunan mutu makanan telah terjadi sejak pengolahan dan penurunan mutu tersebut berlangsung terus selama penyimpanan. Kecepatan atau laju penurunan mutu bergantung pada sifat bahan itu sendiri. Bahan-bahan mentah yang belum tersentuh oleh pengolahan dapat sangat cepat rusak dan membusuk. Karena itu masa simpan bahan itu singkat. Beberapa bahan lain ada yang telah mengalami pengawetan seperti pengasinan, pengasaman, pengasapan, dan pengeringan sehingga memiliki daya simpan yang lebih baik. Sedangkan beberapa jenis makanan yang telah mendapat sentuhan teknologi tinggi seperti misalnya strilisasi (pengalengan dan pembotolan), UHT (Ultra High Temperature), serta pembekuan dan bahkan sampai freeze drying, biasanya memiliki daya simpan relatif lama.14
13
Zumrotin K. Susilo, Penyambung Lidah Konsumen, Diterbitkan atas kerja sama YLKI dengan Puspa Swara, (Jakarta: April 1996), hal 22.
14
F.G. Winarno, Penentuan Waktu Kadaluwarsa Bagi Makanan dan Minuman, Seminat Bahan Makanan
Olahan.YLKI,(Jakarta:1985).hal.29.
Makanan kadaluwarsa merupakan produk makanan yang telah melampaui waktu kadaluwarsa. W.J.S. Poerwadarminta memberikan pengertian kadaluwarsa sebagai adalah habis tempo atau sudah jangka waktunya.
(27)
Kadaluwarsa menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia adalah sudah lewat (habis) jangka waktunya, habis tempo; 3. Terlewat dari batas waktu berlakunya sebagaimana yang ditetapkan.
Pengertian produk makanan umumnya dinyatakan dengan adanya tanggal, bulan dan tahun. Tanggal kadaluwarsa merupakan tanda batas waktu kelayakan makanan untuk dikonsumsi. Penekanan lebih pada mutu, bila melewati tanggal yang tercantum pada label, berarti makanan tersebut sudah mulai mengalami penurunan kadar gizinya dan tidak baik untuk dikonsumsi. Hal ini juga terjadi pada roti yang memiliki batas atau jatuh tempo kadaluwarsa.
Proses produksi suatu produk juga tidak mustahil adanya produk yang cacat, BPHN mendefinisikan produk cacat adalah setiap produk yang tidak dapat memenuhi tujuan pembuatannya, baik karena kesengajaan atau kealpaan dalam proses produksinya maupun disebabkan hal-hal lain yang terjadi dalam peredarannya, atau tidak menyediakan syarat-syarat keamanan bagi manusia atau harta benda mereka dalam penggunaannya, sebagaimana diharapkan orang. 15
Tanggung jawab produsen sangat perlu bagi hukum perlindungan konsumen, dengan adanya pertanggung jawaban produsen maka hak-hak konsumen akan lebih terjamin.Kamus Besar Bahasa Indonesia mendefinisikan tanggung jawab berarti keadaan
Produk cacat telah lahir dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata khusus mengenai cacat tersembunyi. Pengaturan mengenai pertanggung jawaban atas kerugian yang disebabkan oleh adanya cacat, khususnya mengenai cacat tersembunyi terdapat pada pasal 1504 KUHPerdata dimana pada pasal tersebut mewajibkan penjual untuk menanggung kerugian yang ditimbulkan karena penggunaan produk yang dijual.
15
(28)
wajib menanggung segala sesuatunya (kalau terjadi sesuatu boleh dituntut,dipersalahkan,diperkarakan, dan sebagainya).16
F. Metode Penelitian
Tanggung jawab produsen dirasakan sangat penting, baik dalam pemberian informasi mengenai jangka waktu kadaluwarsa khususnya roti yang banyak dikonsumsi masyarakat Indonesia, tentu saja pencatuman label tersebut harus jelas agar konsumen tidak keliru dalam mengkonsumsi roti serta maupun dalam menjaga keamanan bagi konsumen agar tidak mengalami kerugian akibat mengkonsumsi roti yang cacat produk.
Metode Penelitian yang dipergunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Jenis, sifat, dan Pendekatan Penelitian
Jenis penelitian yang digunakan dalam menjawab permasalahn dalam pembahasan skripsi ini adalah penelitian yuridis normative yaitu mengacu pada norma-norma hukum yang ada dalam masyarakat. 17
Pendekatan penelitian yang dilakukukan adalah pendekatan deskriptif analitis yaitu penelitian yang didasarkan atas satu atau dua variable yang saling berhubungan yang didasarkan pada teori atau konsep yang bersifar umum yang diaplikasian untuk menjelaskan tentang seperangkat data, atau menunjukkan komparasi ataupun hubungan seperangkat data dengan data lainnya.18
2. Lokasi Penelitian
Penelitian dilakukan di PT. Nippon Indosari Corpindo. Alasan pemilihan lokasi di PT. Nippon Indosari Corpindo adalah berkenaan PT. Nippon Indosari Corpindo 16
Kamus Besar Bahasa Indonesia Edisi Ketiga Departemen Pendidikan, (Jakarta: Sinar Grafika 2009) 17
Zainudin Ali, Metode Penelitian Hukum, (Jakarta: Sinar Grafika, 2009), hal. 105 18
(29)
merupakan produsen roti yang sudah sangat popular di Indonesia, dan keberadaan kota Medan merupakan ibukota provinsi Sumatera Utara yang termasuk salah satu kota besar di Indonesia dengan perkembangan ekonomi yang pesat, dimana terdapat pemasaran produk roti PT. NIPPON INDOSARI CORPORINDO. Untuk itu diperlukan suatu penelitian yang menghasilkan gambaran tanggung jawab PT. Nippon Indosari Corpindo terhadap produk pangan kadaluwarsa dan cacat produksi.
3. Teknik Pengumpulan Data/ Bahan Hukum
Kegiatan penelitian ini menggunakan teknik pengumpulan data yang digunakan penulis adalah sebagai berikut :
a. Penelitian Kepustakaan (Library Research)
Yaitu pengumpulan data yang diperoleh dari buku-buku, tulisan-tulisan dan referensi lainnya yang mempunyai relevansi langsung dari masalah yang akan diteliti, yang disebut sebagai data sekunder.
b. Penelitian Lapangan (Field Research)
Yaitu penelitian yang didasarkan pada tinjauan langsung pada objek yang akan diteliti untuk mempermudah data-data primer, yaitu : wawancara dengan melakukan komunikasi langsung baik dengan pertanyaan yang bersifat terbuka atau bersifat tertutup kepada karyawan di PT. Nippon Indosari Corpindo, dalam pengumpulan informasi, yang berkaitan dengan pelaksanaan tanggung jawab PT. Nippon Indosari Corpindo terhadap produk pangan roti kadaluwarsa.
(30)
Analisis data dalam penulisan ini digunakan data kualitatif, metode kualitatif ini digunakan agar penulis dapat mengerti dan memahami gejala yang ditelitinya.19 Maka skripsi ini digunakan metode analisis kualitatif agar lebih fokus kepada analisis hukumnya dan menelaah bahan-bahan hukum baik yang berasal dari peraturan perundang-undangan, buku-buku, bahan dari internet, kamus dan lain-lain yang berhubungan dengan judul skripsi yang dapat digunakan untuk menjawab soal yang dihadapi serta data yang diperoleh melalui pengamatan dan wawancara yang dikumpulkan, diatur urutannya, lalu diorganisasikan dalam suatu pola, kategori dan satuan uraian.20
G. Sistematika Penulisan
Bab I akan diuraikan secara sistematis informasi yang bersifat umum dan meyeluruh mengenai hal yang mendasar berkaitan dengan judul skripsi. Bab I terdiri atas latar belakang, permasalahan, tujuan dan manfaat penelitian, keaslian penulisan, tinjauan kepustakaan, metode penelitian, dan sistematika penulisan. Bab I diberi judul Pendahuluan yang merupakan pengantar dari isi skripsi ini.
Bab II memaparkan mengenai Tinjauan Umum Tanggung Jawab Pelaku Usaha Atas Barang Yang Diproduksi yang terdiri dari Tanggung Jawab Pelaku Usaha dalam Hukum Perlindungan Konsumen, Pengertian Perlindungan Konsumen, Pengertian dan Hak Serta Kewajiban Konsumen, Pengertian dan Hak Sera Kewajiban Pelaku Usaha, Segi Hukum Kegiatan Pelaku Usaha dalam Hukum Perlindungan Konsumen, Pembinaan dan Pengawasan Terhadap Tanggung Jawab Pelaku Usaha, Barang yang Diproduksi, 19
Soerjono Soekanto,Pengantar Penelitian Hukum, (Jakarta : Universitas Indonesia(UI-Press, 2007), hal. 21.
20
(31)
Pengertian Barang Produksi dan Faktor-Faktor Produksi Serta Jenis Barang Produksi, Pengertian Makanan Kadaluwarsa, Pengertian Barang Cacat Produk, Tanggung Jawab Produk Bagi Pelaku Usaha.
Bab III merupakan bab yang membahas Tinjauan Umum Tentang Sistem Pertanggung Jawaban Pelaku Usaha Atas Produk Makanan Kadaluwarsa Dan Cacat Produksi, serta Sistem Pertanggung Jawaban Produsen Terhadap Produk Makanan Kadaluwarsa, Sistem Pertanggung Jawaban Produsen Terhadap Produk Makanan yang Cacat Produksi, dan Penyelesaian Sengketa Konsumen Terhadap Produk Makanan Kadaluwarsa dan Cacat Produksi.
Bab IV merupakan bab yang membahas tanggung jawab PT. Nippon Indosari Corpindo-Medan dalam melakukan kontrol terhadap produk roti yang di jual, upaya penyelesaian atas produk pangan roti kadaluwarsa baik atas klaim konsumen maupun atas kontrol dari pihak PT. Nippon Indosari Corpindo-Medan terhadap produk roti yang dijual, dan faktor pendukung dan faktor penghambat yang mempengaruhi penyelesaian masalah produk roti kadaluwarsa oleh PT. Nippon Indosari Corpindo-Medan
Bab V berisikan rangkuman kesimpula dan saran dari bab-bab yang telah dibahas sebelumnya dan saran-saran yang mungkin berguna bagi penerapan Tanggung Jawab Pelaku Usaha Atas Barang Produksi yang Dikonsumsi oleh Konsumen.
(32)
BAB II
TANGGUNG JAWAB PELAKU USAHA ATAS BARANG YANG DIPRODUKSI A. Tanggung Jawab Pelaku Usaha dalam Hukum Perlindungan Konsumen
1. Pengertian Perlindungan Konsumen
Definisi perlindungan Konsumen terdapat pada Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 8 Tahun 1999 pasal 1 angka 1 yang berbunyi “Perlindungan Konsumen adalah segala upaya yang menjamin adanya kepastian hukum untuk memberi perlindungan kepada Konsumen.” Rumusan pengertian perlindungan Konsumen yang terdapat dalam pasal tersebut, cukup memadai. Kalimat yang menyatakan “segala upaya yang menjamin adanya kepastian hukum”, diharapkan sebagai benteng untuk meniadakan tindakan sewenang-wenang yang merugikan pelaku usaha hanya demi untuk kepentingan perlindungan Konsumen, begitu pula sebaliknya menjamin kepastian hukum bagi konsumen.21
Pengertian Perlindungan Konsumen di kemukakan oleh berbagai sarjana hukum salah satunya Az. Nasution, Az. Nasution mendefinisikan Perlindungan Konsumen adalah bagian dari hukum yang memuat asas-asas atau kaidah-kaidah yang bersifat mengatur dan juga mengandung sifat yang melindungi kepentingan Konsumen. Adapun hukum Konsumen diartikan sebagai keseluruhan asas-asas dan kaidah-kaidah hukum yang mengatur hubungan dan masalah antara berbagai pihak satu sama lain yang berkaitan dengan barang dan/atau jasa Konsumen dalam pergaulan hidup.
22
Setiap orang, pada suatu waktu, dalam posisi tunggal/sendiri maupun berkelompok bersama orang lain, dalam keadaan apapun pasti menjadi Konsumen untuk
21
Ahamadi Miru dan Sutarman Yodo, Hukum Perlindungan Konsumen, (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2004) hal. 1.
22
(33)
suatu produk barang atau jasa tertentu. Keadaan universal ini pada beberapa sisi menunjukkan adanya kelemahan, pada Konsumen sehingga Konsumen tidak mempunyai kedudukan yang “aman”. Oleh karena itu secara mendasar Konsumen juga membutuhkan perlindungan hukum yang sifatnya universal juga. Mengingat lemahnya kedudukan Konsumen pada umumnya dibandingkan dengan kedudukan produsen yang relatif lebih kuat dalam banyak hal misalnya dari segi ekonomi maupun pengetahuan mengingat produsen lah yang memperoduksi barang sedangkan konsumen hanya membeli produk yang telah tersedia dipasaran, maka pembahasan perlindungan Konsumen akan selalu terasa aktual dan selalu penting untuk dikaji ulang serta masalah perlindungan konsumen ini terjadi di dalam kehidupan sehari-hari.
Perlindugan terhadap Konsumen dipandang secara materiil maupun formiil makin terasa sangat penting, mengingat makin lajunnya ilmu pengetahuan dan teknologi yang merupakan motor penggerak bagi produktifitas dan efisiensi produsen atas barang atau jasa yang dihasilkannya dalam rangka mencapai sasaran usaha. Dalam rangka mengejar dan mencapai kedua hal tersebut, akhirnya baik langsung atau tidak langsung, maka Konsumenlah yang pada umumnya merasakan dampaknya. Dengan demikian upaya-upaya untuk memberikan perlindungan yang memadai terhadap kepentingan Konsumen merupakan suatu hal yang penting dan mendesak, untuk segera dicari solusinya, terutama di Indonesia, mengingat sedemikian kompleksnya permasalahan yang menyangkut perlindungan Konsumen, lebih-lebih menyongsong era perdagangan bebas yang akan datang guna melindungi hak-hak konsumen yang sering diabaikan produsen yang hanya memikirkan keuntungan semata dan tidak terlepas untuk melindungi produsen yang jujur.
(34)
Pada era perdagangan bebas dimana arus barang dan jasa dapat masuk kesemua negara dengan bebas, maka yang seharusnya terjadi adalah persaingan yang jujur. Persaingan yang jujur adalah suatu persaingan dimana Konsumen dapat memilih barang atau jasa karena jaminan kulitas dengan harga yang wajar. Oleh karena itu pola perlindungan Konsumen perlu diarahkan pada pola kerjasama antar negara, antara semua pihak yang berkepentingan agar terciptanya suatu model perlindungan yang harmonis berdasarkan atas persaingan jujur, hal ini sangat penting tidak hanya bagi konsumen tetapi bagi produsen sendiri diantara keduanya dapat memperoleh keuntungan dengan kesetaraan posisi antara produsen dan konsumen, perlindungan terhadap konsumen sangat menjadi hal yang sangat penting di berbagai negara bahkan negara maju misalnya Amerika Serikat yang tercatat sebagai negara yang banyak memberikan sumbangan dalam masalah perlindungan konsumen.23
Hakekatnya, terdapat dua instrumen hukum penting yang menjadi landasan kebijakan perlindungan Konsumen di Indonesia, yakni:Pertama, Undang-Undang Dasar 1945, sebagai sumber dari segala sumber hukum di Indonesia, mengamanatkan bahwa pembangunan nasional bertujuan untuk mewujudkan masyarakat adil dan makmur. Tujuan pembangunan nasional diwujudkan melalui sistem pembangunan ekonomi yang demokratis sehingga mampu menumbuhkan dan mengembangkan dunia yang memproduksi barang dan jasa yang layak dikonsumsi oleh masyarakat. Kedua, Undang No. 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen (UUPK). Lahirnya Undang-undang ini memberikan harapan bagi masyarakat Indonesia, untuk memperoleh perlindungan atas kerugian yang diderita atas transaksi suatu barang dan jasa. UUPK
23
Husni Syawali dan Neni Sri Imaniyati, Hukum Perlindungan Konsumen,(Bandung: Mandar Maju, 2000), hal. 33.
(35)
menjamin adanya kepastian hukum bagi Konsumen dan tentunya perlindungan Konsumen tersebut tidak pula merugikan Produsen, namun karena kedudukan konsumen yang lemah maka Pemerintah berupaya untuk memberikan perlindungan melalui peraturan perundang-undanganan yang berlaku, dan Pemerintah juga melakukan pengawasan terhadap dilaksanakannya peraturan perundang-undangan tersebut oleh berbagai pihak yang terkait.
Pasal 3 Undang-undang Perlindungan Konsumen, tujuan dari Perlindungan Konsumen adalah :
1. Meningkatkan kesadaran, kemampuan dan kemandirian Konsumen untuk melindungi diri,
2. Mengangkat harkat dan martabat Konsumen dengan cara menghindarkannya dari ekses negatif pemakaian barang dan/atau jasa,
3. Meningkatkan pemberdayaan Konsumen dalam memilih, menentukan dan menuntut hak-haknya sebagai Konsumen,
4. Menciptakan sistem perlindungan Konsumen yang mengandung unsur kepastian hukum dan keterbukaan informasi serta akses untuk mendapatkan informasi,
5. Menumbuhkan kesadaran pelaku usaha mengenai pentingnya perlindungan Konsumen sehingga tumbuh sikap yang jujur dan bertanggungjawab dalam berusaha, 6. Meningkatkan kualitas barang dan/atau jasa yang menjamin kelangsungan usaha
produksi barang dan/atau jasa, kesehatan, kenyamanan, keamanan dan keselamatan Konsumen.
Penting pula untuk mengetahui landasan perlindungan konsumen berupa azas-azas yang terkandung dalam perlindungan konsumen yakni :
(36)
1. Asas Manfaat; mengamanatkan bahwa segala upaya dalam penyelenggaraan perlindungan Konsumen harus memberikan manfaat sebesar-besarnya bagi kepentingan Konsumen dan pelaku usaha secara keseluruhan,
2. Asas Keadilan; partisipasi seluruh rakyat dapat diwujudkan secara maksimal dan memberikan kesempatan kepada Konsumen dan pelaku usaha untuk memperoleh haknya dan melaksanakan kewajibannya secara adil,
3. Asas Keseimbangan; memberikan keseimbangan antara kepentingan Konsumen, pelaku usaha, dan pemerintah dalam arti materiil ataupun spiritual,
4. Asas Keamanan dan Keselamatan Konsumen; memberikan jaminan atas keamanan dan keselamatan kepada Konsumen dalarn penggunaan, pemakaian dan pemanfaatan barang dan/atau jasa yang dikonsumsi atau digunakan;
5. Asas Kepastian Hukum; baik pelaku usaha maupun Konsumen mentaati hukum dan memperoleh keadilan dalam penyelenggaraan perlindungan Konsumen, serta negara menjamin kepastian hukum. 24
2. Pengertian dan Hak Serta Kewajiban Konsumen
Istilah Konsumen berasal dari alih bahasa dari kata consumer (Inggris-Amerika), atau consument/Konsument (Belanda). Pengertian dari consumer atau consument itu tergantung dalam posisi mana ia berada. Secara harfiah arti kata consumer adalah (lawan dari produsen). Setiap orang yang menggunakan barang.
Indonesia telah banyak menyelenggarakan studi, baik yang bersifat akademis, maupun untuk tujuan mempersiapkan dasar-dasar penerbitan suatu peraturan
perundang-24
www.Direktorat perlindungan Konsumen (direktoral jendral perdaganan dalam negeri situs perlindungan Konsumen).com diaskses pada 25 September 2011.
(37)
undangan tentang perlindungan Konsumen. Dalam naskah-naskah akademik dan /atau berbagai naskah pembahasan rancangan peraturan perundang-undangan, cukup banyak dibahas dan dibicarakan tentang berbagai peristilahan yang termasuk dalam lingkup perlindungan Konsumen. Dari naskah-naskah akademik itu yang patut mendapat perhatian, antara lain :
a. Badan Pembinaan Hukum Nasional-Departemen Kehakiman (BPHN), menyusun batasan tentang Konsumen akhir, yaitu pemakai akhir dari barang, digunakan untuk keperluan diri sendiri atau orang lain, dan tidak untuk diperjualbelikan.
b. Batasan Konsumen dari Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia :
Pemakai barang atau jasa yang tersedia dalam masyarakat bagi kepentingan diri sendiri, keluarga atau orang lain dan tidak untuk diperdagangkan kembali.
c. Sedang dalam naskah akademis yang dipesiapkan fakultas Hukum Universitas Indonesia (FH-UI) bekerjasama dengan Departemen Perdagangan RI, berbunyi : Konsumen adalah setiap orang atau keluarga yang mendapatkan barang untuk dipakai dan tidak untuk diperdagangkan.
Pengertian Konsumen di Amerika Serikat dan MEE, kata “Konsumen” yang berasal dari consumer sebenarnya berarti “pemakai”. Namun, di Amerika Serikat kata ini dapat diartikan lebih luas lagi sebagai “korban pemakaian produk yang cacat”, baik korban tersebut pembeli, bukan pembeli tetapi pemakai, bahkan juga korban yang bukan pemakai, karena perlindungan hukum dapat dinikmati pula bahkan oleh korban yang bukan pemakai. 25
Upaya perlindungan terhadap Konsumen dari pemakaian produk-produk yang cacat di negara-negara anggota European Economic Community (EC/MEE) dilakukan dengan cara menyusun Product Liability Directive yang nantinya harus diintegrasikan ke dalam instruktur hukum masing-masing negara anggota EC, maupun melalui Statutory Orders yang berlaku terhadap warga negara seluruh anggota EC. Ketentuan-ketentuan dalam Directive harus diimplementasikan kedalam hukum nasional dulu baru dapat 25
Agus Brotosusilo, makalah “Aspek-Aspek Perlindungan Terhadap Konsumen dalam Sistem Hukum di
(38)
diterapkan, sedangkan Statutory Orders dapat langsung berlaku bagi semua warga negara dari negara-negara anggota EC.
Directive ini mengedepankan konsep Liability Without Fault. Pengertian Konsumen tidak dijabarkan secara rinci dalam Directive. Untuk memahaminya dapat dilakukan dengan menelaah Pasal 1 dikaji bersama-sama dengan pasal 9 Directive yang isinya sebagai berikut :26
(a) damage caused by death or by personal injuries; Article 1
The producer shall be liable for demage caused by a defect in this product Article 9
For the purpose of Article 1, “damage” means :
(b) damage to, or destruction of, any item of property other than the detective product it self, with a lower threshold of 500 ECU, provided that the item of property :
(i) is a type ordinarily intended for private use or consumption, and
(ii) was used by the injured person mainly for his own private use or consumption.
This Article shall be without prejudice to national provisions relating to non material damage.
Dapat disimpulkan bahwa Konsumen berdasarkan directive adalah pribadi yang menderita kerugian (jiwa, kesehatan, maupun benda) akibat pemakaian produk yang cacat untuk keperluan pribadinya. Jadi Konsumen yang dapat memperoleh kompensasi atas kerugian yang dideritanya adalah “pemakai produk cacat untuk keperluan pribadi”. Perumusan ini sedikit lebih sempit dibandingkan dengan pengertian serupa di Amerika Serikat.
Pengertian Yuridis formal ditemukan dalam pasal 1 angka (2) UUPK dinyatakan bahwa : “Konsumen adalah setiap orang pemakai barang atau jasa yang tersedia dalam
26
(39)
masyarakat, baik bagi kepentingan diri sendiri, keluarga, orang lain, maupun mahluk
hidup lain dan tidak untuk diperdagangkan.”
Berdasarkan pengertian yang telah dipaparkan diatas dapat disimpulkan bahwa Konsumen adalah pihak yang memakai, membeli, menikmati, menggunakan barang dan /atau jasa dengan tujuan untuk kepentingan pribadi, keluarga, dan rumah tangganya.
Menurut pasal 1 angka (2) UUPK dikenal istilah Konsumen akhir dan Konsumen antara. Konsumen akhir adalah penggunaan atau pemanfaatan akhir dari suatu produk, sedangkan Konsumen antara adalah Konsumen yang menggunakan suatu produk sebagai bagian dari proses produksi lainnya. Maka dapat disimpulkan bahwa pengertian Konsumen dalam UUPK adalah Konsumen akhir (selanjutnya disebut dengan Konsume).
Pengertian Konsumen dalam pasal 1 angka (2) UUPK mengandung unsur-unsur sebagai berikut: 27
a. Konsumen adalah setiap orang
Maksudnya adalah orang perorangan dan termasuk juga badan usaha (badan hukum atau non badan hukum).
b. Konsumen sebagai pemakai
Pasal 1 angka (2) UUPK hendak menegaskan bahwa UUPK menggunakan kata “pamakai” untuk pengertian Konsumen sebagai Konsumen akhir (end user). Hal ini disebabkan karena pengertian pemakai lebih luas, yaitu semua orang mengkonsumsi barang dan/atau jasa untuk diri sendiri.
c. Barang dan/jasa
27
(40)
Barang yaitu segala macam benda (berdasarkan sifatnya untuk diperdagangkan) dan dipergunakan oleh Konsumen. Jasa yaitu layanan berupa pekerjaan atau prestasi yang tersedia untuk digunakan oleh Konsumen.
d. Barang dan/jasa tersebut tersedia dalam masyarakat
Barang dan/jasa yang akan diperdagankan telah tersedia di pasaran, sehingga masyarakat tidak mengalami kesulitan untuk mengkonsumsinya.
e. Barang dan/jasa digunakan untuk kepentingan diri sendiri, keluarga, orang lain atau mahluk hidup lain.
Dalam hal ini tampak adanya teori kepentingan pribadi terhadap pemakaian suatu barang dan/jasa.
f. Barang dan/jasa tidak untuk diperdagangkan
Pengertian Konsumen dalam UUPK dipertegas, yaitu hanya Konsumen akhir, sehingga maksud dari pengertian ini adalah konsumen tidak memperdagangkan barang dan/jasa yang telah diperolehnya. Namun, untuk dikonsumsi sendiri.
Az.Nasution juga mengklasifikasikan pengertian Konsumen menjadi tiga bagian:28
a. Konsumen dalam arti umum, yaitu pemakai, pemakai, pengguna dan/atau pemanfaat dan/atau jasa untuk tujuan tertentu.
b. Konsumen antara yaitu pemakai, pemakai, pengguna dan/atau pemanfaat dan/atau jasa untuk diproduksi menjadi barang dan/jasa lain untuk memperdagangkannya (distributor) dengan tujuan komersial. Konsumen antara ini sama dengan pelaku usaha.
c. Konsumen akhir yaitu, pemakai, pemakai, pengguna dan/atau pemanfaat dan/atau jasa untuk memenuhi kebutuhan sendiri, keluarga atau rumah tangganya dan tidak untuk diperdagangkan kembali. Konsumen akhir inilah yang dengan jelas diatur perlindungannya dalam UUPK.
28
Aspek Hukum Perlindungan Konsumen Tinjauan Singkat
(41)
Konsumen memilki posisi yang sangat penting dalam kegiatan ekonomi yang juga menjadi faktor penting bagi kelancaran dunia usaha bagi pelaku usaha, karena Konsumen lah yang akan mengkonsumsi barang dan/jasa yang diproduksi oleh pelaku usaha tanpa memperdagangkannya kembali, yang mana akan memberikan keuntungan bagi pelaku usaha untuk kelangsungan usahanya.
Konsumen sebagai pemakai barang/jasa konsumen mememiliki sejumlah hak dan kewajiban. Pengetahuan tentang hak-hak konsumen sangat penting agar orang bisa bertindak sebagai konsumen yang kritis dan mandiri. Tujuannya, jika ditengarai adanya tindakan yang tidak adil terhadap dirinya, ia secara sepontan menyadari hal tersebut. Konsumen kemudian bisa bertindak lebih jauh untuk memperjuangkan hak-haknya. Dengan kata lain ia tidak hanya tinggal diam saja ketika menyadari bahwa hak-haknya telah dilanggar oleh pelaku usaha.
Semua orang adalah konsumen karena membutuhkan barang dan jasa untuk mempertahankan hidupnya sendiri, keluarganya, ataupun untuk memelihara/merawat harta bendanya. Setiap konsumen tidak hanya mempunyai hak yang bisa dituntut dari produsen atau pelaku usaha, tetapi juga kewajiban yang harus dipenuhi atas diri produsen atau pelaku usaha. Hak dan kewajiban tersebut yang tertuang dalam pasal 4 Undang-Undang Perlindungan Konsumen Nomor 8 tahun 1999 adalah :29
a. Hak atas kenyamanan, keamanan, dan keselamatan dalam mengkonsumsi barang dan/atau jasa.
1) Hak Konsumen
b. Hak untuk memilih barang dan/atau jasa serta mendapatkan barang dan/atau jasa tersebut sesuai dengan nilai tukar dan kondisi serta jaminan yang dijanjikan.
c. Hak atas informasi yang benar, jelas, dan jujur mengenai kondisi dan jaminan barang dan/atau jasa.
29
(42)
d. Hak untuk didengar pendapat dan keluhannya atas barang dan/atau jasa yang digunakan.
e. Hak untuk mendapatkan advokasi, perlindungan, dan upaya penyelesaian sengketa perlindungan konsumen secara patut.
f. Hak untuk mendapat pembinaan dan pendidikan konsumen.
g. Hak untuk diperlakukan atau dilayani secara benar dan jujur serta tidak diskriminatif.
h. Hak untuk mendapatkan kompensasi, ganti rugi, dan/atau penggantian, apabila barang dan/atau jasa yang diterima tidak sesuai dengan perjanjian atau tidak semestinya.
i. Hak-hak yang diatur dalam ketentuan peraturan perundangundangan lainnya. 2) Kewajiban Konsumen
a. Membaca atau mengikuti petunjuk informasi dan prosedur pemakaian atau pemanfaatan barang dan/atau jasa, demi keamanan dan keselamatan. Oleh karena itu konsumen
b. Beritikad baik dalam melakukan transaksi pembelian barang dan/atau jasa. c. Membayar sesuai dengan nilai tukar yang disepakati.
d. Mengikuti upaya penyelesaian hukum sengketa perlindungan konsumen secara patut.
Bob Widyahartono juga menyebutkan bahwa deklarasi hak konsumen yang dikemukakan oleh John F. Kennedy tanggal 15 Maret 1962, menghasilkan empat hak dasar konsumen (the four consumer basic rights) yang meliputi hak-hak sebagai berikut:30
1. Hak untuk Mendapat dan Memperoleh Keamanan atau the Right to be Secured
2. Hak untuk Memperoleh informasi atau the Right to be informed 3. Hak untuk Memilih atau the Right to Choose
4. Hak untuk Didengarkan atau the Right to be Heard
Konsumen tentunya harus dapat benar-benar mengetahui hak-hak dan kewajiban, dengan tidak diam saja saat hak-hak konsumen sudah jelas dilanggar, hak-hak tersebutpun telah dilindungi oleh negara dengan adanya Undang-Undang Perlindungan Konsumen dan produk perundang-undangan lainnya, sehingga tidak terjadi hal-hal yang senantiasa merigikan konsumen dan terjalin hubungan yanga baik dengan pelaku usaha 30
(43)
dimana masing-masing pihak dapat saling menghormati hak dan kewajibannya, hak dari konsumen merupakan kewajiban pelaku usaha, begitu juga sebaliknya, kewajiban konsumen merupakan hak dari pelaku usaha.
3. Pengertian Pelaku Usaha
Pasal 1 angka 3 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 menyebutkan pelaku usaha adalah setiap orang perorangan atau badan usaha, baik yang berbentuk badan hukum maupun bukan badan hukum yang didirikan dan berkedudukan atau melakukan kegiatan dalam wilayah hukum Republik Indonesia, baik sendiri maupun bersama-sama melalui perjanjian menyelenggarakan kegiatan usaha dalam berbagai bidang ekonomi.
Pengertian pelaku usaha dalam pasal 1 angka 3 Undang-Undang Perlindungan Konsumena cukup luas. Cakupan luasnya pengertian pelaku usaha dalam UUPK tersebut memiliki persamaan dengan pengertian pelaku usaha dalam Masyarakat Eropa terutama negara Belanda, bahwa yang dapat dikulaifikasi sebagai produsen adalah: pembuat produk jadi (finished product); penghaslil bahan baku; pembuat suku cadang; setiap orang yang menampakkan dirinya sebagai produsen, dengan jalan mencantumkan namanya, tanda pengenal tertentu, atau tanda lain yang membedakan dengan produk asli, pada produk tertenu;importir suatu produk dengan maksud untuk diperjualbelikan, disewakan, disewagunakan (leasing) atau bentuk distribusi lain dalam transaksi perdagangan; pemasok (suplier), dalam hal identitas dari produsen atau importir tidak dapat ditentukan.31
31
Ahamadi Miru dan Sutarman Yodo, op.cit., hal. 8.
Dalam penjelasan undang-undang yang termasuk dalam pelaku usaha adalah perusahaan, korporasi, BUMN, koperasi, importir, pedagang, distributor, dan lain-lain.
(44)
Menurut Abdulkadir Muhammad, pengusaha diartikan orang yang menjalankan perusahaan maksudnya mengelola sendiri perusahaannya baik dengan dilakukan sendiri maupaun dengan bantuan pekerja. Dalam hubungan hukum konsumen, pengertian pengusaha menurut Mariam Darus Badrulzaman memeliki arti luas yaitu mencakup produsen dan pedagang perantara (tussen handelaar). Produsen lazim diartikan sebagai pengusaha yang menghasilkan barang dan jasa. Menurut Agnes Toar, yang termasuk dalam pengertian produsen adalah pembuat, grosir (whole-saler), leveransir dan pengecer (detailer) profesional. Menurut Prof. Tan Kamello, SH. MS, importir juga termasuk dalam pengertian produsen. Jadi, pembuat, grosir, leveransir, importir dan pengecer barang adalah orang-orang yang terlibat penyerdiaan barang dan jasa sampai ketangan konsumen. Menurut hukum, mereka ini dapat diminta pertanggungjawaban atas kerugian yang diderita konsumen.32
1) Pihak yang menghasilkan produk akhir berupa barang-barang manufaktur. Mereka ini bertanggung jawab atas segala kerugian yang timbul dari barang yang mereka edarkan ke masyarakat, termasuk bila kerugian timbul akibat cacatnya barang yang merupakan komponen dalam proses produksinya
Kajian atas perlindungan terhadap konsumen tidak dapat dipisahkan dari telaah terhadap hak-hak dan kewajiban produsen. Berdasarkan Directive, pengertian “produsen” meliputi:
2) Produsen bahan mentah atau komponen suatu produk
32
Tan Kamello, makalah “Praktek Perlindungan Bagi Konsumen Di Indonesia Sebagai Akibat Produk
Asing Di Pasar Nasional, Disampaikan Pada Pendidikan dan Pelatihan Manajemen Hukum Perdagangan,
(Medan: Departemen Perindustrian dan Perdagangan RI Kantor Wilayah Departemen Perindustrian dan Perdagangan Provinsi Sumatera Utara, 1998), hal. 7.
(45)
3) Siapa saja, yang dengan membubuhkan nama, merek, ataupun tanda-tanda lain pada produk menempatkan dirinya sebagai produsen dari suatu barang.33 Pengertian pelaku usaha yang sangat luas tersebut diatas, akan memudah konsumen untuk menuntut ganti kerugian. Konsumen yang dirugikan akibat mengkonsumsi suatu produk tidak begitu kesulitan dalam menemukan kepada siapa tuntutan diajukan, karena banyak pihak yang dapat digugat. 34
a. Investor, yaitu pelaku usaha penyedia dana untuk membiayai berbagai kepentingan seperti perbankan, usaha leasing, “tengkulak”, penyedia dana,dsb.
Ruang lingkup yang diberikan sarjana ekonomi yang tergabung dalam Ikatan Sarjana Ekonomi Indonsia (ISEI) mengenai pelaku usaha adalah sebagai berikut :
b. Produsen, yaitu pelaku usaha yang membuat, memproduksi barang dan/atau jasa dari barang-barang dan /atau jasa-jasa yang lain (bahan baku, bahan tambahan/penolong dan bahan-bahan lainnya). Pelaku usaha dalam kategori ini dapat terdiri dari orang dan/ badan yang memproduksi sandang, orang dan/badan usaha yang berkaitan dengan pembuatan perumahan, orang/badan yang berkaitan dengan jasa angkutan, perasuransian, perbankan, orang/badan yang berkaitan dengan obat-obatan, kesehatan, dsb.
c. Distributor, yaitu pelaku usaha yang mendistribusikan atau memperdagangkan barang dan/atau jasa tersebut kepada masyarakat. Pelaku usaha pada kategori ini misalnya pedagang retail, pedagang kaki lima, warung, toko, supermarket,
33
Celina Tri Siwi Kristiyanti, Hukum Perlindungan Konsumen, (Jakarta: Sinar Grafika, 2009)hal, 41. 34
(46)
rumah sakit, klinik, usaha angkutan (darat, laut dan udara), kantor pengacara,dsb. 35
Dalam hal ini jelas bahwa PT. NIPPON INDOSARI CORPORINDO-Medan merupakan salah satu produsen yang membuat dan memproduksi roti yang merupakan suatu produk dari hasil produksi. Jadi, kaitannya dengan perlindungan konsumen PT. NIPPON INDOSARI CORPORINDO-Medan adalah sebagai Pelaku Usaha yang ikut berperan dalam usaha perlindungan konsumen.
Konsumen mempunyai hak yang dapat dituntut dari produsen atau pelaku usaha, produsen dan pelaku usaha juga mempunyai hak dan kewajiban yang harus dipenuhi yang tertuang dalam pasal 6 Undang-Undang Perlindungan Konsumen Nomor 8 Tahun 1999, yaitu :
1) Hak Pelaku Usaha
a) Hak untuk menerima pembayaran yang sesuai dengan kesepakatan mengenai kondisi dan nilai tukar barang dan/atau jasa yang diperdagangkan.
b) Hak untuk mendapat perlindungan hukum dari tindakan konsumen yang beritikad tidak baik.
c) Hak untuk melakukan pembelaan diri sepatutnya di dalam penyelesaian hukum sengketa konsumen.
d) Hak untuk rehabilitasi nama baik apabila terbukti secara hukum bahwa kerugian konsumen tidak diakibatkan oleh barang dan/atau jasa yang diperdagangkan.
e) Hak-hak yang diatur dalam ketentuan peraturan perundangundangan lainnya.
35
(47)
Batasan hak dan kewajiban pelaku usaha jelaslah mencerminkan bahwa UUPK tidak hanya berusaha memberikan perlindungan kepada konsumen, tetapi juga memberikan perlindungan kepada pelaku usaha yang jujur dan beritikad baik sehingga mampu bersaing dengan sehat. Namun demikian usaha perlindungan melalui UUPK tentu saja lebih ditujukan kepada konsumen, karena kedudukan konsumen sendiri secara ekonomis memang lebih lemah dibandingkan dengan kedudukan pelaku usaha.
Hak-hak pelaku usaha diatas juga disertai dengan berbagai kewajiban yang diemban oleh UUPK. Sebagai berikut :
2) Kewajiban Pelaku Usaha
a) Beritikad baik dalam melakukan kegiatan usahanya.
b) Memberikan informasi yang benar, jelas, dan jujur mengenai kondisi dan jaminan barang dan/atau jasa serta memberikan penjelasan penggunaan, perbaikan, dan pemeliharaan.
c) Memperlakukan atau melayani konsumen secara benar dan jujur serta tidak diskriminatif.
d) Menjamin mutu barang dan/atau jasa yang di produksi dan/atau diperdagangkan berdasarkan ketentuan standar mutu barang dan/atau jasa yang berlaku.
e) Memberi kesempatan kepada konsumen untuk menguji dan/atau mencoba barang dan/atau jasa tertentu serta memberi jaminan dan/atau garansi atas barang yang dibuat dan/atau yang diperdagangkan.
f) Memberi kompensasi, ganti rugi, dan/atau penggantian atas kerugian akibat penggunaan, pemakaian, dan pemanfaatan barang dan/atau jasa yang diperdagangkan.
(48)
g) Memberi kompensasi, ganti rugi, dan/atau penggantian apabila barang dan/atau jasa yang diterima atau dimanfaatkan tidak sesuai dengan perjanjian.
Kecendrungan masyarakat konsumen hanya bersandar kepada sejumlah lembaga advokasi konsumen, sesuai dengan pasal 44 UUPK, yaitu dengan adanya pengakuan pemerintah terhadap lembaga perlindungan konsumen swadaya masyarakat yang mempunyai kegiatan yang meliputi, penyebaran informasi dalam rangka meningkatkan kesadaran atas hak dan kewajiban dan kehati-hatian konsumen dalam mengkonsumsi barang dan jasa, memberikan nasehat kepada konsumen yang memerlukannya, bekerjasama dengan instansi terkait dalam upaya mewujudkan perlindunga konsumen, membantu konsumen dalam memperjuangkan haknya, dan termasuk menerima keluhan atau pengaduan konsumen.
Perbuatan yang dilarang bagi pelaku usaha perlu pula untuk diketahui dimana telah tertuang dalam Bab IV Undang-Undang No. 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen dari pasal 8 sampai dengan pasal 17. Dalam pasal 8 berbunyi sebagai berikut: (1) Pelaku usaha dilarang memproduksi dan/atau memperdagangkan barang dan/atau jasa
yang :
a. tidak memenuhi atau tidak sesuai standar yang dipersyaratkan dan ketentuan peraturan perundang-undangan;
b. tidak sesuai dengan berat bersih, isi bersih, atau netto, dan jumlah dalam hitungan sebagaimana yang dinyatakan dalam label atau etiket barang tersebut;
c. tidak sesuai dengan ukuran, takaran, timbangan dan jumlah dalam hitungan menurut ukuran yang sebenarnya;
d. tidak sesuai dengan kondisi, jaminan, keistimewaan atau kemanjuran sebagaimana dinyatakan dalam label, etiket atau keterangan barang, dan/atau jasa tersebut;
e. tidak sesuai dengan mutu, tingkatan, komposisi, proses pengolahan, gaya, mode, atau penggunaan tertentu sebagaimana dinyatakan dalam label atau keterangan barang dan/atau jasa tersebut;
f. tidak sesuai dengan janji yang dinyatakan dalam, label, etiket, keterangan, iklan atau promosi penjualan barang dan /atau jasa tersebut;
g. tidak mencantumkan tanggal kadaluwarsa atau jangka waktu penggunaan/pemanfaatan yang paling baik atas barang tertentu;
(49)
h. tidak mengikuti ketentuan berproduksi secara halal, sebagaimana pernyataan “halal” yang dicantumkan dalam label;
i. tidak memasang label atau membuat penjelasan barang yang memuat nama barang, ukuran, berat/isi bersih atau netto, komposisi, aturan pakai, tanggal pembuatan, akibat sampingan, nama dan alamat pelaku usaha, serta keterangan lain untuk penggunaan yang menurut ketentuan harus dipasang/dibuat;
j. tidak mencantumkan informasi dan/atau petunjuk penggunaan barang dalam bahasa Indonesia sesuai dengan ketentuan perundang-undagan yang berlaku. (2) Pelaku usaha dilarang memperdagangkan barang rusak, cacat, atau bekas, dan
tercemar tanpa memberikan informasi secara lengkap dan benar atas barang dimaksud.
(3) Pelaku usaha dilarang memperdagangkan sediaan farmasi dan pangan yang rusak, cacat, atau bekas, dan tercemar, dengan atau tanpa memberikan informasi secara lengkap dan benar.
(4) Pelaku usaha yang melakukan pelanggaran pada ayat (1) dan ayat (2) dilarang memperdagangkan barang dan/atau jasa tersebut secara wajib menariknya dari peredaran.
Bila menyoroti ketentuan UUPK pasal 8 tersebut jelas tertuang mengenai ketentuan produk kadaluwarsa maupun produk yang cacat produksi, hal ini berkenaan dengan kelayakakan produk. Hanya produk yang memenuhi syarat dan ketentuan lah yang boleh di pasarkan. Barang yang kadaluwarsa sangat berbahaya bila dikonsumsi oleh konsumen maka diperlukan informasi yang jelas mengenai pencantuman tanggal kadaluwarsa suatu produk dalam hal ini adalah makanan, pelaku usaha harus mencantumkan tanggal kadaluwarsa pada produknya, dan tidak sembarangan mencantumkan saja melainkan juga harus jelas penulisannya sehingga konsumen dapat membacanya.
Produk cacat juga menjadi sorotan penting dalam UUPK Pasal 8 tersebut, produk yang cacat produksi juga tidak dapat dipasarkan ke konsumen karena tidak sesuai dengan standar proses produksi yang baik. Barang yang cacat produk dapat sangat merugikan konsumen misalnya saja dapat mengurangi khasiat yang diharapkan dari mengkonsumsi produk tersebut atau bahkan malah memberi efek buruk akibat terkontaminasinya produk
(50)
tersebut dengan bahan atau bahkan bakteri yang dapat membahayakan konsumen. Etikad baik pelaku usaha atau produsen dalam hal ini sangat wajibkan, tidak semata-mata mencari keuntungan. Pelaku usaha tidak boleh memasarkan barang yang cacat produksi tanpa memberikan informasi yang jelas.
Perlindungan konsumen diwujudkan dengan diaturnya perbuatan yang dilarang bagi pelaku usaha hal ini dilakukan untuk memberikan perlindungan terhadap kesehatan, kenyamanan,keamanan baik bagi diri konsumen maupun harta bendanya agar sesuai harga yang dibayarnya terhadap suatu produk dengan mutu produk itu sendiri.
Pengawasan dan kualitas / mutu barang sangat penting, WTO telah mencapai persetujuan tentang Hambatan Teknis dalam Perdagangan yang mengikat negara yang menandatanganinya, untuk menjamin bahwa agar bila suatu pemerintah atau instansi lain menentukan aturan teknis atau standar teknis untuk keperluan keselamatan umum, kesehatan, perlindungan terhadap konsumen, dan pengujian serta sertifikasi yang dikeluarkan tidak menimbulkan rintangan yang tidak diperlukan terhadap perdagangana internasional. Sedangkan untuk mengkaji kemungkinan risiko, elemen terkait yang perlu dipertimbangkan antara lain adalah tersedianya informasi ilmiah dan teknis, teknologi, pemrosesan atau kegunaan akhir yang dituju oleh produk.
Menyadarai peranan standardisasi yang penting dan strategis tersebut, pemerintah dengan Keputusan Presiden Nomor 20 Tahun 1984 yang kemudian disempurnakan dengan Keputusan Presiden Nomor 7 Tahun 1989 membentuk Dewan Standardisasi Nasional. Disamping itu telah dikeluarkan pula Peeraturan Pemerintah Nomor 15 Tahun 1991 tentang Standar Nasional Indonesia (SNI) dan Keppres Nomor 12 Tahun 1991.36
36
Ahmadi Miru dan Sutarman Yodo, op.cit., hal. 66.
(1)
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan tentang permasalahan yang berkaitan dengan judul “Tanggung Jawab Pelaku Usaha Atas Barang Produksi Yang Dikonsumsi Oleh Konsumen (Studi PT. NIPPON INDOSARI CORPORINDO-Medan)” yang telah diuraikan pada Bab IV, maka dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut:
1. Upaya PT. NIPPON INDOSARI CORPORINDO-Medan dalam melakukan kontrol terhadap produk roti yang dijual adalah dengan cara menerapkan sistem sirkulasi produk dan sistem pengawasan produk yang tertib dan teratur. Prosedur sirkulasi produk dimulai dari proses pembuatan roti sampai pendistribusian kepada distributor dan agen yang kemudian dipasarkan ke konsumen. Prosedur pengawasan dilakukan melalui dua tahap pemerikasaan terhadap produk roti yang akan dijual kepada konsumen dan melalui upaya pelayanan terhadap keluhan konsumen. Pemerikasaan pertama dilakukan di dalam pabrik yaitu pengolahan bahan baku pembuatan roti menjadi roti yang akan siap dipasarkan. Pemeriksaan pertaman dilakukan untuk menjaga kualitas roti yang diproduksi telah memenuhi standart mutu yang telah ditetapkan serta pemeriksaan mengenai pelabelan pada produk tersebut, yang dilakukan oleh bagian Quality Control (QC) dan dengan menggunakan metal detector. Pemeriksaan tahap kedua dilakukan untuk mengecek kondisi disrtibutor dan agen yang akan memasarkan produk roti agar roti yang akan sampai ketangan konsumen tetap dalam mutu yang baik. Upaya
(2)
pelayanan terhadap keluhan konsumen dilakukan apabila ada konsumen yang merasa dirugikan atas produk PT. NIPPON INDOSARI CORPORINDO-Medan yang biasa disebut SARI ROTI yang telah dibeli oleh konsumen. Pelayanan terhadap keluhan konsumen dilakukan dengan menyediakan website khusus SARI ROTI dan juga nomor telpon yang dapat dihubungi sebagaimana tertera dalam bungkusan SARI ROTI. Pengecekan terhadap keluhan konsumen dilakukan oleh bagian Quality Control (QC) dan PDQA Tim (Product Devolepment Quality Ansurance/penjaminan mutu produk). Hal ini dilakukan untuk memberikan hak-hak konsumen agar terwujud kerjasama yang baik dan saling menguntungkan antara SARI ROTI dan konsumen.
2. Upaya penyelesaian dilakukan oleh PT. NIPPON INDOSARI CORPORINDO-Medan atas produk roti yang cacat produk dan kadaluwarsa dilakukan untuk memenuhi tanggung jawab produsen dan hak-hak dasar yang dimiliki oleh konsumen yaitu hak untuk memperoleh keamanan, hak untuk mendapatkan produk sesuai dengan nilai tukar, dan hak untuk didengar keluhannya. Upaya yang ditempuh oleh SARI ROTI dalam penyelesaian terhadap keluhan konsumen dengan memberikan pelayanan yang baik, kunjungan untuk melihat langsung proses produksi sari roti dan penggantian terhadap produk yang tidak seharusnya diteriman konsumen.
3. Faktor penghambat terlaksananya perlindungan konsumen terdiri dari faktor internal dan faktor eksternal, faktor internal berupa keterbatasan jumlah karyawan pihak SARI ROTI untuk melakukan kontrol terhadap keselurahan produk yang diproduksi dan faktor eksternalnya berasal dari konsumen sendiri sedangkan
(3)
faktor pendukung terlaksananya perlindungan konsumen yakni adanya komitmen, pengawasan dan pelayanan yang senantiasa diberikan pihak SARI ROTI terhadap perlindungan konsumen.
B. Saran
1. Upaya PT. NIPPON INDOSARI CORPORINDO-Medan atau lebih dikenal dengan SARI ROTI dalam memberikan pelayanan perlindungan konsumen dan memenuhi tanggung jawabnya sebagai pelaku usaha sudah cukup baik sehingga perlu dipertahankan dan tetap memerlukan sistem yang terpadu dan berkelanjutan terhadap produk yang diproduksi agar produk yang nantinya akan dipasarkan merupakan produk yang berkualitas susuai dengan standar mutu yang telah ditetapkan
2. Diperlukan kesadaran bagi pelaku usaha untuk terbuka dalam memberikan informasi yang merupakan hak konsumen terhadap barang yang diproduksinya dan penulisan tanggal kadaluwarsa pada bungkus produk harus jelas sehingga mudah dibaca oleh konsumen, sehingga konsumen tidak menjadi was-was dalam mengkonsumsi produk yang ditawarkan juga upaya aktif dari masyarakat untuk ikut serta dalam upaya pencegahan beredarnya makanan cacat produksi dan makanan kadaluwarsa dengan bersikap teliti dan hati-hati.
3. Diperlukan peningkatan terhadap faktor-faktor pendukung pelaksanaan tanggung jawab pelaku usaha dan menjadikan faktor penghambat terhadap pelaksanaan penjaminan mutu produk dapat diminimalisir dengan tetap menjaga kualitas produk mulai dari sirkulasi produk hingga sampai ketangan konsumen.
(4)
DAFTAR PUSTAKA
A. Buku, Jurnal Ilmiah
Adi Nugroho, Susanti, Proses Pemyelesaian Sengketa Konsumen Di Tinjau Dari Hukum Acara Serta Kendala Implementasinya, (Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2008
Ahamadi Miru dan Sutarman Yodo, Hukum Perlindungan Konsumen, Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2004.
Apriana Sari Nasution, Lira, Skripsi “Tinjauan Yuridis Terhadap Perlindungan Konsumen Atas Beredarnya Makanan Kadaluwarsa”, Medan: Fakultas Hukum USU, 2011.
Badan Pembinaan Hukum Nasional Departemen Kehakiman, Naskah Akademis Peraturan Perundang-Undangan Tentang Konsumen Dalam Hal Makanan Dan Minuman,Jakarta: Departemen Kehakiman, 1993.
Brotosusilo, Agus, makalah “Aspek-Aspek Perlindungan Terhadap Konsumen dalam Sistem Hukum di Indonesia”, Jakarta: YLKI-USAID, 1998.
Husni Syawali dan Neni Sri Imaniyati, Hukum Perlindungan Konsumen,Bandung: Mandar Maju, 2000.
K. Susilo, Zumrotin, Penyambung Lidah Konsumen, Diterbitkan atas kerja sama YLKI dengan Puspa Swara, Jakarta: April 1996.
Kamus Besar Bahasa Indonesia Edisi Ketiga Departemen Pendidikan, Jakarta: Sinar Grafika 2009.
Kamello, Tan, makalah “Praktek Perlindungan Bagi Konsumen Di Indonesia Sebagai Akibat Produk Asing Di Pasar Nasional, Disampaikan Pada Pendidikan dan Pelatihan Manajemen Hukum Perdagangan, Medan: Departemen Perindustrian dan Perdagangan RI Kantor Wilayah Departemen Perindustrian dan Perdagangan Provinsi Sumatera Utara, 1998.
Moleong, Lexu, Metode Penelitian Kualitatif, Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 1999. Nasution , AZ., Hukum Perlindungan Konsumen Suatu Pengantar, Jakarta: Diadit Media,
2002.
Sembiring, Sentosa, Himpunan Undang-Undang tentang Perlindungan Konsumen, Bandung: Nuansa Aulia, 2007.
(5)
Shidarta, Hukum Perlindungan Konsumen,Jakarta: Grasindo 2000
______, Hukum Perlindungan Konsumen Di Indonesia,Bandung: PT. Gramedia Eidia Sarana Indonesia, 2006.
Siahaan, N.H.T., Hukum Konsumen Perlindungan Konsumen dan Tanggung Jawab Produk, Bogor: Panta Rei, 2005.
Sidabolak, Janus, Hukum Perlindungan Konsumen Di Indonesia, Bandung: PT. Citra Aditya Bakti, 2006.
Sirait, Midian, Pengaturan Tentang Makanan Kadaluwarsa, Makalah Disampaikan Oleh Wisnu Katim (Direktur Pengawasan Makanan) pada seminar Daluwarsa Bahan Makanan Olahan, 27 November 1985.
Soekanto, Soerjono, Pengantar Penelitian Hukum, Jakarta : Universitas Indonesia,UI-Press, 2007.
Subekti, R., Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUHP) Serta Komentar-Komentar Lengkap Pasal Demi Pasal, Bogor: POLITEIA, 1989
Susanto, Happy, Hak-Hak Konsumen Jika Dirugikan,Jakarta Selatan: Visi Media, 2008. Susanto, Happy, Hak-Hak Konsumen Jika Dirugikan,Jakarta Selatan: Visi Media, 2008. Sutedi, Adrian, Tanggung Jawab Produk dalam Hukum Perlindungan Konsumen, Bogor:
Ghalia Indonesia, 2008.
Tri Siwi Kristiyanti, Celina, Hukum Perlindungan Konsumen, Jakarta: Sinar Grafika, 2009.
Winarno, F. G., Penentuan Waktu Kadaluwarsa Bagi Makanan dan Minuman, Seminar Kadaluwarsa Bahan Makan dan Olahan,Jakarta: YLKI, 1985.
____________, Pangan, Gizi, Teknologi dan Konsumen, Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama, 1993.
B. Situs Internet
(6)
Pencantuman Asal Bahan Tertentu
www.Direktorat perlindungan Konsumen (direktoral jendral perdaganan dalam negeri situs perlindungan Konsumen).com
Aspek Hukum Perlindungan Konsumen Tinjauan Singkat UU Nomor 8 Tahun 1999
C. Peraturan Perundang-Undangan
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia UUD’45 dengan Penjelasan dan Amandemennya, Surabaya: Kartika
Undang-Undang Negara Republik Indonesia Nomor 7 Tahun 1996 tentang Pangan Undang-Undang Negara Republik Indonesia Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen