Faktor Yang Berhubungan Dengan Kejadian Infeksi Saluran Pernafasan Atas (ISPA) Pada Balita Di Kelurahan Ilir Gunung Sitoli Kabupaten Nias Tahun 2008
FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KEJADIAN INFEKSI SALURAN PERNAFASAN ATAS (ISPA) PADA BALITA
DI KELURAHAN ILIR GUNUNGSITOLI KABUPATEN NIAS
TAHUN 2008
SKRIPSI
OLEH : RIA RESTI GULO
NIM : 041000160
FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN 2009
(2)
FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KEJADIAN INFEKSI SALURAN PERNAFASAN ATAS (ISPA) PADA BALITA
DI KELURAHAN ILIR GUNUNGSITOLI KABUPATEN NIAS
TAHUN 2008
SKRIPSI
Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Kesehatan Masyarakat
OLEH : RIA RESTI GULO
NIM : 041000160
FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN 2009
(3)
HALAMAN PENGESAHAN Skripsi Dengan Judul :
FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KEJADIAN INFEKSI SALURAN PERNAFASAN ATAS (ISPA) PADA BALITA
DI KELURAHAN ILIR GUNUNGSITOLI KABUPATEN NIAS
TAHUN 2008
Yang dipersiapkan dan dipertahankan oleh : RIA RESTI GULO
NIM. 041000160
Telah Diuji dan Dipertahankan Dihadapan Tim Penguji Skripsi Pada Tanggal 16 Desember 2008
Dinyatakan Telah Memenuhi Syarat Untuk Diterima Tim Penguji
Ketua Penguji Penguji I
Prof. dr. Sori Muda Sarumpaet,MPH drh. Rasmaliah, M.Kes NIP. 130702002 NIP. 390009523
Penguji II Penguji III
dr. Achsan Harahap, MPH Drs. Jemadi, M.Kes NIP. 130318031 NIP. 131996168
Medan, Januari 2009 Fakultas Kesehatan Masyarakat
Universitas Sumatera Utara Dekan,
dr. Ria Masniari Lubis, MSi NIP. 131124053
(4)
ABSTRAK
Penyakit Infeksi Saluran Pernafasan Atas (ISPA) merupakan salah satu penyebab kematian pada balita di negara-negara berkembang termasuk Indonesia. Berdasarkan catatan bulanan P2 ISPA Dinas Kesehatan Kabupaten Nias yang wilayah kerjanya Kelurahan Ilir didapatkan bahwa rata-rata realisasi penemuan penderita batuk bukan pneumonia setiap bulannya sebesar 20,22% pada tahun 2006 dan 49,64% pada tahun 2007.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui faktor yang berhubungan dengan kejadian ISPA pada balita di Kelurahan Ilir Gunungsitoli Kabupaten Nias tahun 2008. Jenis penelitian adalah observasional analitik dengan desain Cross-Sectional. Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh balita yang ada di wilayah Kelurahan Ilir Gunungsitoli dan sampelnya adalah diambil secara purposive yaitu balita termuda dari keluarga yang tinggal di lingkungan 6, 7, dan 8 yang berjumlah 157 orang. Data diperoleh dari hasil wawancara dengan menggunakan kuesioner, observasi, dan pengukuran. Analisis data meliputi analisis univariat, bivariat dengan menggunakan uji Chi-Square dan multivariat dengan menggunakan regresi logistik.
Dari hasil penelitian didapatkan prevalens rate ISPA pada balita di wilayah Kelurahan Ilir Gunungsitoli Kabupaten Nias tahun 2008 sebesar 79,6%. Hasil analisis bivariat menunjukkan bahwa dari 17 variabel yang diteliti, terdapat 7 variabel yang mempunyai hubungan yang bermakna dengan kejadian ISPA pada balita yaitu : status gizi (p=0,015), ASI eksklusif (p=0,011), status imunisasi (p=0,007), pendapatan keluarga (p=0,023), kelembaban ruangan (p=0,005), ventilasi rumah (p=0,000), kepadatan hunian rumah (p=0,037).
Hasil analisis multivariat diperoleh bahwa faktor dominan yang mempengaruhi kejadian ISPA pada balita di Kelurahan Ilir Gunungsitoli Kabupaten Nias tahun 2008 adalah ventilasi rumah, pendapatan keluarga, dan status ASI eksklusif.
Dengan diketahuinya faktor yang berhubungan dengan kejadian penyakit ISPA pada balita di wilayah Kelurahan Ilir Gunungsitoli ini maka diharapkan kepada Kepala Lurah dan Kepala Puskesmas setempat untuk meningkatkan penyuluhan tentang gizi yang baik, ASI eksklusif, imunisasi, dan persyaratan rumah sehat. Bagi keluarga yang pendapatan keluarganya rendah supaya meningkatkan taraf hidupnya, dan bagi yang kelembaban, suhu, ventilasinya kurang baik supaya memperbaikinya, membuka jendela dan pintu setiap pagi, untuk rumah yang padat penghuninya supaya menyiapkan kamar yang cukup luas untuk anak balitanya.
(5)
DAFTAR RIWAYAT HIDUP
Nama : RIA RESTI GULO
Tempat/Tanggal lahir : Fadorobahili, 22 Februari 1987
Agama : Kristen Protestan
Status Perkawinan : Belum Kawin
Jumlah anggota keluarga : 6 (enam) orang bersaudara
Alamat Rumah : Desa Fadorobahili Kec. Mandrehe Kab. Nias
Riwayat Pendidikan
Tahun 1992-1998 : SD Negeri 077307 Fadorobahili Tahun 1998-2001 : SLTP Negeri 3 Mandrehe, Lolohia Tahun 2001-2004 : SMU Negeri 3 Gunungsitoli
Tahun 2004-2008 : Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara
(6)
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis ucapkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas berkat dan karuniaNya, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul Faktor Yang Behubungan Dengan Kejadian Infeksi Saluran Pernafasan Atas (ISPA) Pada Balita Di Kelurahan Ilir Gunungsitoli Kabupaten Nias Tahun 2008, sebagai salah satu syarat untuk menyelesaikan pendidikan di Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara.
Skripsi ini penulis persembahkan kepada orangtua tercinta, Balazi Gulo dan Mariena Daeli yang telah setia membesarkan penulis dengan penuh kasih, membimbing, berkorban materi maupun moril dan selalu memberi dorongan bagi penulis untuk menyelesaikan pendidikan.
Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terimakasih yang sebesar-besarnya kepada Bapak Prof. dr. Sori Muda Sarumpaet, MPH dan Ibu drh. Rasmaliah, M.Kes selaku dosen pembimbing serta kepada Bapak dr. Achsan Harahap, MPH dan Bapak Drs. Jemadi, M.Kes selaku dosen pembanding yang telah membimbing dan memberi banyak masukan kepada penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.
Penulis juga mengucapkan terimakasih kepada :
1. Ibu dr. Ria Masniari Lubis, M.Si selaku Dekan Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara.
2. Bapak Prof. dr. Sori Muda Sarumpaet, MPH selaku Kepala Departemen Epidemiologi Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara.
(7)
4. Ibu Fatinasa Zalukhu, Amk, selaku Kepala Puskesmas Gunungsitoli dan Bapak Dang Rumandung Caniago, selaku Kepala Lurah Kelurahan Ilir Gunungsitoli yang telah memberi izin kepada penulis untuk mengadakan penelitian.
5. Seluruh dosen dan staf pegawai FKM USU yang telah membantu penulis dalam penyelesaian pendidikan dan skripsi.
6. Abang Eku dan adik-adikku Riani, Arno, Noni, Sastra, tante Satina serta seluruh keluarga besar yang telah banyak membantu dan mendukung dalam doa.
7. Sahabat penulis, Noni, Velma, Rukun, Eferyus, Parlin, Mawan dan seluruh anak SMU N.3 Ya’ahowu stambuk ’04 lainnya terimakasih buat dukungannya.
8. Adik-adik yang penulis banggakan Elsa, Winel, Adil, Dewi, Tini, Canni, Desni, Jhovita, Asni, Priska Dachi, Priska Zebua, Numeri, Kasih Murni, Intan, Erika, Elavin, Dian, Irma, Eka, Dina, Fajar, Emon, Juang, Arif, Yuris, dan seluruh
Planet YouthA-28..
9. Kakak-kakakku yang luar biasa dan senantiasa mendukung penulis : Neni, Nora, Lina, Jenti, Benti, Wita dan abang-abangku yang coker : Iwan, Winner, Soni, Julham, Erwin, Doan, Peres Serta Ibu Endaria dan Bapak Jhon Final Simamora terimakasih buat dukungan doa dan semangatnya.
10. Susi, Heni, Laya, Flora, Debby, Maya, Eber, Rita, B’Tuho, Putri, Andri, Vara, K’Ita, K’ Meirtha, Bellina, Rinto, David dan teman-teman peminatan epidemiologi lainnya yang tidak dapat disebutkan satu persatu, terimakasih atas kebersamaannya.
(8)
11. Feri Laoli, Meiman, Yaman, Bevi, dan seluruh pengurus GMPN 2008-2010 yang saya banggakan, tetap maju untuk mengerjakan visi yang dari pada Tuhan untuk bangsa kita yang kita cintai.
12. Kepada semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu yang telah memberikan bantuan dan dorongan semangat.
Penulis menyadari masih terdapat kesalahan dan kekurangan dalam penulisan skripsi ini, untuk itu penulis mengharapkan saran dan kritik yang bersifat membangun untuk kesempurnaannya dan semoga skripsi ini bermanfaat bagi kita semua.
Medan, Desember 2008 Penulis
(9)
DAFTAR ISI
HALAMAN PENGESAHAN ... i
ABSTRAK... ii
DAFTAR RIWAYAT HIDUP... iii
KATA PENGANTAR... iv
DAFTAR ISI ... vi
DAFTAR TABEL... ix
DAFTAR GAMBAR... x
BAB 1 PENDAHULUAN... 1
1.1. Latar Belakang ... 1
1.2. Rumusan Masalah ... 3
1.3. Tujuan Penelitian ... 4
1.3.1 Tujuan Umum ... 4
1.3.2. Tujuan Khusus ... 4
1.4. Manfaat Penelitian ... 5
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA... 6
2.1. Definisi ISPA ... 6
2.1.1. Infeksi... 6
2.1.2. Saluran Pernafasan ... 6
2.1.3. Infeksi Akut... 6
2.2. Etiologi ISPA ... 6
2.3. Gejala ISPA... 7
2.4. Cara Penularan Penyakit ISPA ... 8
2.5. Diagnosa ISPA ... 8
2.6. Klasifikasi ISPA... 10
2.6.1. Klasifikasi Berdasarkan Umur ... 10
2.6.2. Klasifikasi Berdasarkan Lokasi Anatomi... 11
2.7. Epidemiologi Penyakit ISPA ... 11
2.7.1. Distribusi Penyakit ISPA ... 11
2.7.2. Faktor Yang Mempengaruhi Penyakit ISPA ... 14
2.8. Pencegahan Penyakit ISPA ... 23
2.8.1. Pencegahan Tingkat Pertama ... 24
2.8.2. Pencegahan Tingkat Kedua... 24
2.8.3. Pencegahan Tingkat Ketiga... 26
2.9. Penanganan Penyakit ISPA... 27
BAB 3 KERANGKA KONSEP... 28
3.1. Kerangka Konsep ... 28
3.2. Definisi Operasional... 29
(10)
BAB 4 METODE PENELITIAN... 35
4.1. Jenis Penelitian... 35
4.2. Lokasi dan Waktu Penelitian ... 35
4.2.1. Lokasi Penelitian... 35
4.2.2. Waktu Penelitian ... 35
4.3. Populasi dan Sampel ... 36
4.3.1. Populasi Penelitian ... 36
4.3.2. Sampel Penelitian... 36
4.4. Teknik Pengambilan Sampel... 36
4.5. Metode Pengumpulan Data ... 36
4.5.1. Data Primer ... 36
4.5.2. Data Sekunder ... 37
4.5. Teknik Analisa Data... 37
4.5.1. Analisis Univariat... 37
4.5.2. Analisis Bivariat ... 38
4.5.3. Analisis Multivariat... 38
BAB 5 HASIL PENELITIAN... 39
5.1. Gambaran Umum Wilayah Penelitian ... 39
5.1.1. Geografis ... 39
5.1.2. Demografi ... 39
5.1.3. Sepuluh Penyakit Terbanyak di Wilayah Kerja Puskesmas Gunungsitoli Tahun 2007 ... 42
5.2. Analisis Univariat... 43
5.2.1. Kejadian Infeksi Saluran Pernafasan Atas ... 43
5.2.2. Deskriptif Faktor Balita ... 44
5.2.3. Deskriptif Faktor Ibu... 45
5.2.4. Deskriptif Faktor Lingkungan Rumah ... 47
5.3. Analisis Bivariat... 48
5.3.1. Hubungan Faktor Balita Dengan Kejadian ISPA Pada Balita di Kelurahan Ilir Gunungsitoli Tahun 2008 ... 49
5.3.2. Hubungan Faktor Ibu Dengan Kejadian ISPA Pada Balita di Kelurahan Ilir Gunungsitoli Tahun 2008 ... 52
5.3.3. Hubungan Faktor Lingkungan Rumah Dengan Kejadian ISPA Pada Balita di Kelurahan Ilir Gunungsitoli Tahun 2008... 55
5.4. Analisis Multivariat... 59
BAB 6 PEMBAHASAN... 62
6.1. Pembahasan Penelitian... 62
6.1.1. Kejadian Penyakit ISPA Pada Balita di Wilayah Kelurahan Ilir Gunungsitoli Tahun 2008... 62
6.1.2. Hubungan Faktor Balita Dengan Kejadian ISPA Pada Balita .. 63
6.1.3. Hubungan Faktor Ibu Dengan Kejadian ISPA Pada Balita ... 70
6.1.4. Hubungan Faktor Lingkungan Rumah Dengan Kejadian ISPA Pada Balita ... 74
(11)
6.2. Keterbatasan Penelitian... 82
6.2.1. Variabel dan Parameter ... 82
6.2.2. Kualitas Data... 83
BAB 7 KESIMPULAN DAN SARAN... 84
7.1. Kesimpulan ... 84
7.2. Saran... 85 DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN :
1. Kuesioner Penelitian 2. Master Data
3. Analisis Univariat, Bivariat, dan Multivariat 4. Surat Izin Penelitian
(12)
DAFTAR TABEL
Tabel 5.1. Distribusi penduduk berdasarkan kelompok umur di Kelurahan Ilir Gunungsitoli tahun 2007 ... 40 Tabel 5.2. Distribusi penduduk berdasarkan tingkat pendidikan di Kelurahan Ilir
Gunungsitoli tahun 2007 ... 40 Tabel 5.3. Distribusi penduduk berdasarkan mata pencaharian di Kelurahan Ilir
Gunungsitoli tahun 2007 ... 41 Tabel 5.4. Distribusi penduduk berdasarkan agama di Kelurahan Ilir Gunungsitoli
tahun 2007 ... 41 Tabel 5.5. Sepuluh penyakit terbanyak di Puskesmas Gunungsitoli tahun 2007... 42 Tabel 5.6. Distribusi prevalensi kejadian ISPA pada balita di wilayah Kelurahan
Ilir Gunungsitoli tahun 2008 ... 43 Tabel 5.7. Distribusi proporsi responden menurut faktor balita di wilayah
Kelurahan Ilir Gunungsitoli tahun 2008 ... 44 Tabel 5.8. Distribusi proporsi responden menurut faktor ibu di wilayah Kelurahan
Ilir Gunungsitoli tahun 2008 ... 45 Tabel 5.9. Distribusi proporsi responden menurut faktor lingkungan rumah di
wilayah Kelurahan Ilir Gunungsitoli tahun 2008 ... 47 Tabel 5.10. Tabulasi silang faktor balita dengan kejadian ISPA pada balita di
Kelurahan Ilir Gunungsitoli tahun 2008 ... 49 Tabel 5.11. Tabulasi silang faktor ibu dengan kejadian ISPA pada balita di
Kelurahan Ilir Gunungsitoli tahun 2008 ... 52 Tabel 5.12. Tabulasi silang faktor lingkungan rumah dengan kejadian ISPA pada
balita di Kelurahan Ilir Gunungsitoli tahun 2008 ... 55 Tabel 5.13. Hasil identifikasi variabel dominan yang masuk ke dalam model faktor
risiko kejadian ISPA pada balita di Kelurahan Ilir Gunungsitoli tahun 2008 ... 59
(13)
DAFTAR GAMBAR
Gambar 6.1. Diagram pie distribusi prevalensi kejadian ISPA pada balita di wilayah Kelurahan Ilir Gunungsitoli tahun 2008 ... 62 Gambar 6.2. Diagram bar tabulasi silang antara umur balita dengan kejadian ISPA
pada balita di Kelurahan Ilir Gunungsitoli tahun 2008 ... 63 Gambar 6.3. Diagram bar tabulasi silang antara jenis kelamin balita dengan
kejadian ISPA pada balita di Kelurahan Ilir Gunungsitoli tahun 2008 64 Gambar 6.4. Diagram bar tabulasi silang antara status gizi balita dengan kejadian
ISPA pada balita di Kelurahan Ilir Gunungsitoli tahun 2008 ... 65 Gambar 6.5. Diagram bar tabulasi silang antara berat badan lahir balita dengan
kejadian ISPA pada balita di Kelurahan Ilir Gunungsitoli tahun 2008 66 Gambar 6.6. Diagram bar tabulasi silang antara status ASI eksklusif dengan
kejadian ISPA pada balita di Kelurahan Ilir Gunungsitoli tahun 2008 67 Gambar 6.7. Diagram bar tabulasi silang antara status imunisasi balita dengan
kejadian ISPA pada balita di Kelurahan Ilir Gunungsitoli tahun 2008 69 Gambar 6.8. Diagram bar tabulasi silang antara umur ibu dengan kejadian ISPA
pada balita di Kelurahan Ilir Gunungsitoli tahun 2008 ... 70 Gambar 6.9. Diagram bar tabulasi silang antara pendidikan terakhir ibu dengan
kejadian ISPA pada balita di Kelurahan Ilir Gunungsitoli tahun 2008 71 Gambar 6.10. Diagram bar tabulasi silang antara pekerjaan ibu dengan kejadian
ISPA pada balita di Kelurahan Ilir Gunungsitoli tahun 2008 ... 72 Gambar 6.11. Diagram bar tabulasi silang antara pendapatan keluarga dengan
kejadian ISPA pada balita di Kelurahan Ilir Gunungsitoli tahun 2008 73 Gambar 6.12. Diagram bar tabulasi silang antara kelembaban ruangan dengan
kejadian ISPA pada balita di Kelurahan Ilir Gunungsitoli tahun 2008 74 Gambar 6.13. Diagram bar tabulasi silang antara suhu ruangan dengan kejadian
ISPA pada balita di Kelurahan Ilir Gunungsitoli tahun 2008 ... 75 Gambar 6.14. Diagram bar tabulasi silang antara ventilasi rumah dengan kejadian
(14)
Gambar 6.15. Diagram bar tabulasi silang antara kepadatan hunian rumah dengan kejadian ISPA pada balita di Kelurahan Ilir Gunungsitoli tahun 2008 78 Gambar 6.16. Diagram bar tabulasi silang antara pemakaian obat anti nyamuk
dengan kejadian ISPA pada balita di Kelurahan Ilir Gunungsitoli tahun 2008 ... 79 Gambar 6.17. Diagram bar tabulasi silang antara bahan bakar untuk memasak
dengan kejadian ISPA pada balita di Kelurahan Ilir Gunungsitoli tahun 2008 ... 80 Gambar 6.18. Diagram bar tabulasi silang antara keberadaan perokok dengan
(15)
ABSTRAK
Penyakit Infeksi Saluran Pernafasan Atas (ISPA) merupakan salah satu penyebab kematian pada balita di negara-negara berkembang termasuk Indonesia. Berdasarkan catatan bulanan P2 ISPA Dinas Kesehatan Kabupaten Nias yang wilayah kerjanya Kelurahan Ilir didapatkan bahwa rata-rata realisasi penemuan penderita batuk bukan pneumonia setiap bulannya sebesar 20,22% pada tahun 2006 dan 49,64% pada tahun 2007.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui faktor yang berhubungan dengan kejadian ISPA pada balita di Kelurahan Ilir Gunungsitoli Kabupaten Nias tahun 2008. Jenis penelitian adalah observasional analitik dengan desain Cross-Sectional. Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh balita yang ada di wilayah Kelurahan Ilir Gunungsitoli dan sampelnya adalah diambil secara purposive yaitu balita termuda dari keluarga yang tinggal di lingkungan 6, 7, dan 8 yang berjumlah 157 orang. Data diperoleh dari hasil wawancara dengan menggunakan kuesioner, observasi, dan pengukuran. Analisis data meliputi analisis univariat, bivariat dengan menggunakan uji Chi-Square dan multivariat dengan menggunakan regresi logistik.
Dari hasil penelitian didapatkan prevalens rate ISPA pada balita di wilayah Kelurahan Ilir Gunungsitoli Kabupaten Nias tahun 2008 sebesar 79,6%. Hasil analisis bivariat menunjukkan bahwa dari 17 variabel yang diteliti, terdapat 7 variabel yang mempunyai hubungan yang bermakna dengan kejadian ISPA pada balita yaitu : status gizi (p=0,015), ASI eksklusif (p=0,011), status imunisasi (p=0,007), pendapatan keluarga (p=0,023), kelembaban ruangan (p=0,005), ventilasi rumah (p=0,000), kepadatan hunian rumah (p=0,037).
Hasil analisis multivariat diperoleh bahwa faktor dominan yang mempengaruhi kejadian ISPA pada balita di Kelurahan Ilir Gunungsitoli Kabupaten Nias tahun 2008 adalah ventilasi rumah, pendapatan keluarga, dan status ASI eksklusif.
Dengan diketahuinya faktor yang berhubungan dengan kejadian penyakit ISPA pada balita di wilayah Kelurahan Ilir Gunungsitoli ini maka diharapkan kepada Kepala Lurah dan Kepala Puskesmas setempat untuk meningkatkan penyuluhan tentang gizi yang baik, ASI eksklusif, imunisasi, dan persyaratan rumah sehat. Bagi keluarga yang pendapatan keluarganya rendah supaya meningkatkan taraf hidupnya, dan bagi yang kelembaban, suhu, ventilasinya kurang baik supaya memperbaikinya, membuka jendela dan pintu setiap pagi, untuk rumah yang padat penghuninya supaya menyiapkan kamar yang cukup luas untuk anak balitanya.
(16)
BAB 1 PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Salah satu ruang lingkup epidemiologi ialah mempelajari faktor-faktor yang mempengaruhi frekuensi dan penyebaran masalah kesehatan pada manusia. Adapun masalah kesehatan yang dipandang amat penting ialah yang menyangkut penyakit. Berbagai masalah kesehatan yang bukan penyakit hanya akan mempunyai arti apabila ada hubungannya dengan penyakit, jika tidak demikian maka penanggulangannya tidak terlalu diprioritaskan.1
Salah satu masalah kesehatan di dunia saat ini adalah penyakit Infeksi Saluran Pernafasan Atas (ISPA). Penyakit ini meskipun dapat sembuh sendiri pada orang sehat, namun dapat menyebabkan hilangnya produktifitas dan menyebabkan kesakitan dan kematian pada usia lanjut. Penyakit ini cukup banyak ditemui di negara yang mempunyai musim dingin.2
Penyakit ISPA ini juga merupakan salah satu penyakit penyebab kematian tersering pada anak-anak di negara-negara yang sedang berkembang. Berdasarkan laporan WHO tahun 2003 didapatkan bahwa dari 15 juta perkiraan kematian pada anak berusia di bawah 5 tahun terdapat 4 juta (26,67%) kematian yang diakibatkan oleh penyakit ISPA setiap tahunnya. Sebanyak dua pertiga kematian tersebut adalah bayi (khusus bayi muda). 3
Berdasarkan hasil penelitian Khin, dkk tahun 2002-2003 di Myanmar, didapatkan bahwa insidens penyakit ISPA pada balita sebesar 1,8 dari 1.000 balita
(17)
dalam sehari, hal ini berhubungan dengan tingkat pengetahuan ibu, pola asuh dan polusi udara dalam rumah yang kurang mendukung kesehatan balita.4
Indonesia sebagai negara berkembang yang sedang membangun, menghadapi banyak masalah kesehatan masyarakat. Penyakit infeksi dan kurang gizi masih termasuk penyebab kematian balita, sehingga pada tahun 2004 Angka Kematian Bayi (AKB) masih tinggi yaitu 52 per 1.000 kelahiran hidup. Direktorat Jenderal Pemberantasan Penyakit Menular dan Penyehatan Lingkungan (PPM & PL) Departemen Kesehatan Republik Indonesia (2004) menyatakan bahwa ISPA merupakan penyebab utama kematian bayi serta balita di Indonesia. Sebagian besar kematian tersebut disebabkan oleh ISPA bagian bawah (pneumonia).5
Kematian akibat pneumonia di Indonesia atau Cause Spesific Mortality Rate
(CSMR) pada akhir tahun 2000 terdapat sebanyak 5 di antara 1.000 balita. Berarti, setiap tahun sebanyak 150.000 balita meninggal atau 12.500 korban perbulan atau 416 kasus sehari atau 17 anak per jam atau seorang balita tiap lima menit.5 Hasil penelitian Djaja, dkk (2001) didapatkan bahwa angka prevalensi penderita ISPA (pneumonia) di Indonesia sebesar 9,4%.6
Berdasarkan laporan Dinas Kesehatan Nusa Tenggara Barat (NTB) pada tahun 2001, menyatakan bahwa penyakit yang paling banyak diderita masyarakat di daerah itu adalah penyakit ISPA, mencapai 206.144 orang.7
Berdasarkan laporan Soelistijono (Agustus 2006), di Pekan Baru terdapat 3.200 penderita ISPA yang mengalami peningkatan sekitar 30% dibandingkan bulan Juli 2006 dengan jumlah penderita sekitar 2.500 penderita, dan penderita ISPA terbanyak dialami kelompok balita (1-4 tahun), hal ini disebabkan oleh adanya kabut
(18)
asap akibat kebakaran hutan dan lahan yang menyelimuti berdampak buruk terhadap kesehatan warga.8
Berdasarkan hasil penelitian Mustafa di Kota Banda Aceh pasca bencana gempa bumi dan gelombang tsunami tahun 2005 dengan desain cross sectional
didapatkan prevalensi ISPA pada balita sebesar 51,0%.9
Berdasarkan hasil penelitian Chahaya, dkk di Perumnas Mandala Kecamatan Percut Sei Tuan tahun 2004 didapatkan bahwa proporsi kejadian ISPA pada balita adalah 64,9%.10 Sementara hasil penelitian Afrida di wilayah kerja Puskesmas Rantang Kecamatan Medan Petisah Kota Medan tahun 2007 dengan desain cross sectional khusus bayi (0-12 bulan) prevalens rate ISPA sebesar 59,4%.11
Berdasarkan catatan bulanan P2 ISPA dinas Kesehatan Kabupaten Nias didapatkan bahwa di kecamatan Gunungsitoli tahun 2006 jumlah realisasi penemuan penderita batuk bukan pneumonia setiap bulannya rata-rata 112 orang (20,22%) dari 554 orang balita yang merupakan sasaran penemuan pneumonia balita, dan tahun 2007 rata-rata 275 orang dari 554 orang balita (49,64%).12
Berdasarkan hal-hal tersebut diatas, maka perlu dilakukan penelitian tentang faktor yang berhubungan dengan kejadian ISPA pada balita di Kelurahan Ilir Gunungsitoli Kabupaten Nias.
1.2. Rumusan Masalah
Belum diketahuinya faktor yang berhubungan dengan kejadian Infeksi Saluran Pernafasan Atas (ISPA) pada balita di Kelurahan Ilir Gunungsitoli, Kabupaten Nias Tahun 2008.
(19)
1.3. Tujuan Penelitian 1.3.1. Tujuan Umum
Untuk mengetahui faktor yang berhubungan dengan kejadian Infeksi Saluran Pernafasan Atas (ISPA) pada balita di kelurahan Ilir Gunungsitoli Kabupaten Nias Tahun 2008.
1.3.2. Tujuan Khusus
a. Untuk mengetahui prevelens rate ISPA pada balita di Kelurahan Ilir Gunungsitoli Kabupaten Nias.
b. Untuk mengetahui hubungan faktor balita (umur, jenis kelamin, status gizi, berat badan lahir, status ASI eksklusif, status imunisasi) dengan kejadian ISPA pada balita di kelurahan Ilir Gunungsitoli Kabupaten Nias.
c. Untuk mengetahui hubungan faktor ibu (umur, pendidikan, pekerjaan, pendapatan keluarga) dengan kejadian ISPA pada balita di kelurahan Ilir Gunungsitoli Kabupaten Nias.
d. Untuk mengetahui hubungan faktor lingkungan rumah (kelembaban ruangan, suhu ruangan, ventilasi rumah, kepadatan hunian rumah, pemakaian obat anti nyamuk, bahan bakar untuk memasak, keberadaan perokok) dengan kejadian ISPA pada balita di kelurahan Ilir Gunungsitoli Kabupaten Nias.
e. Untuk mengetahui faktor dominan yang mempengaruhi kejadian ISPA pada balita di kelurahan Ilir Gunungsitoli Kabupaten Nias.
(20)
1.4. Manfaat Penelitian
Dapat diketahui gambaran kejadian ISPA pada balita di kelurahan Ilir Gunungsitoli Kabupaten Nias.
Sebagai bahan masukan kepada Dinas Kesehatan Kabupaten Nias dan instansi yang terkait dalam meningkatkan kegiatan pencegahan penyakit ISPA pada balita.
(21)
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Definisi ISPA
Infeksi Saluran Pernafasan Akut sering disingkat dengan ISPA, istilah ini diadaptasi dari istilah dalam bahasa Inggris Acute Respiratory Infections (ARI). Istilah ISPA meliputi tiga unsur yakni infeksi, saluran pernafasan dan akut, dengan pengertian sebagai berikut:
2.1.1. Infeksi adalah masuknya kuman atau mikroorganisme ke dalam tubuh manusia dan berkembang biak sehingga menimbulkan gejala penyakit.
2.1.2. Saluran pernafasan adalah organ mulai dari hidung hingga alveoli beserta organ adneksanya seperti sinus-sinus, rongga telinga tengah dan pleura. ISPA secara anatomis mencakup saluran pernafasan bagian atas, saluran pernafasan bagian bawah (termasuk jaringan paru-paru) dan organ adneksa saluran pernafasan. Dengan batasan ini, jaringan paru termasuk dalam saluran pernafasan (respiratory tract).
2.1.3. Infeksi akutadalah infeksi yang berlangsung sampai dengan 14 hari.
Batas 14 hari diambil untuk menunjukkan proses akut meskipun untuk beberapa penyakit yang dapat digolongkan dalam ISPA proses ini dapat berlangsung lebih dari 14 hari.13
2.2. Etiologi ISPA
Etiologi ISPA terdiri lebih dari 300 jenis bakteri, virus dan riketsia. Bakteri penyebabnya antara lain dari genus Streptococcus, Stafilococcus, Pnemococcus,
(22)
Hemofilus, Bordetella danCorinebakterium. Virus penyebabnya antara lain golongan
Micsovirus, Adenovirus, Coronavirus, Picornavirus, Micoplasma, Herpesvirus.14
Sumber : http://www.kcom.edu/faculty/chamberlain/website/lectures/intraurt.htm.
2.3. Gejala ISPA
Penyakit ISPA adalah penyakit yang sangat menular, hal ini timbul karena menurunnya sistem kekebalan atau daya tahan tubuh, misalnya karena kelelahan atau
(23)
stres. Pada stadium awal, gejalanya berupa rasa panas, kering dan gatal dalam hidung, yang kemudian diikuti bersin terus menerus, hidung tersumbat dengan ingus encer serta demam dan nyeri kepala. Permukaan mukosa hidung tampak merah dan membengkak. Infeksi lebih lanjut membuat sekret menjadi kental dan sumbatan di hidung bertambah. Bila tidak terdapat komplikasi, gejalanya akan berkurang sesudah 3-5 hari. Komplikasi yang mungkin terjadi adalah sinusitis, faringitis, infeksi telinga tengah, infeksi saluran tuba eustachii, hingga bronkhitis dan pneumonia (radang paru).15
2.4. Cara Penularan Penyakit ISPA
Penularan penyakit ISPA dapat terjadi melalui udara yang telah tercemar, bibit penyakit masuk kedalam tubuh melalui pernafasan, oleh karena itu maka penyakit ISPA ini termasuk golongan Air Borne Disease. Penularan melalui udara dimaksudkan adalah cara penularan yang terjadi tanpa kontak dengan penderita maupun dengan benda terkontaminasi. Sebagian besar penularan melalui udara dapat pula menular melalui kontak langsung, namun tidak jarang penyakit yang sebagian besar penularannya adalah karena menghisap udara yang mengandung unsur penyebab atau mikroorganisme penyebab.16
2.5. Diagnosa ISPA
Diagnosis etiologi pnemonia pada balita sulit untuk ditegakkan karena dahak biasanya sukar diperoleh. Sedangkan prosedur pemeriksaan imunologi belum memberikan hasil yang memuaskan untuk menentukan adanya bakteri sebagai
(24)
penyebab pnemonia, hanya biakan spesimen fungsi atau aspirasi paru serta pemeriksaan spesimen darah yang dapat diandalkan untuk membantu menegakkan diagnosis etiologi pnemonia.
Pemeriksaan cara ini sangat efektif untuk mendapatkan dan menentukan jenis bakteri penyebab pnemonia pada balita, namun disisi lain dianggap prosedur yang berbahaya dan bertentangan dengan etika (terutama jika semata untuk tujuan penelitian). Dengan pertimbangan tersebut, diagnosa bakteri penyebab pnemonia bagi balita di Indonesia mendasarkan pada hasil penelitian asing (melalui publikasi WHO), bahwa Streptococcus, Pnemonia dan Hemophylus influenzaemerupakan bakteri yang selalu ditemukan pada penelitian etiologi di negara berkembang. Di negara maju pnemonia pada balita disebabkan oleh virus.14
Diagnosis pnemonia pada balita didasarkan pada adanya batuk dan atau kesukaran bernafas disertai peningkatan frekuensi nafas (nafas cepat) sesuai umur. Penentuan nafas cepat dilakukan dengan cara menghitung frekuensi pernafasan dengan menggunkan sound timer. Batas nafas cepat adalah :
a. Pada anak usia kurang 2 bulan frekuensi pernafasan sebanyak 60 kali permenit atau lebih.
b. Pada anak usia 2 bulan - <1 tahun frekuensi pernafasan sebanyak 50 kali per menit atau lebih.
c. Pada anak usia 1 tahun - <5 tahun frekuensi pernafasan sebanyak 40 kali per menit atau lebih.
Diagnosis pneumonia berat untuk kelompok umur kurang 2 bulan ditandai dengan adanya nafas cepat, yaitu frekuensi pernafasan sebanyak 60 kali per menit
(25)
atau lebih, atau adanya penarikan yang kuat pada dinding dada sebelah bawah ke dalam. Rujukan penderita pnemonia berat dilakukan dengan gejala batuk atau kesukaran bernafas yang disertai adanya gejala tidak sadar dan tidak dapat minum. Pada klasifikasi bukan pneumonia maka diagnosisnya adalah batuk pilek biasa (common cold), pharyngitis, tonsilitis, otitis atau penyakit non-pnemonia lainnya.3
2.6. Klasifikasi ISPA 3
2.6.1. Klasifikasi Berdasarkan Umur
a. Kelompok umur < 2 bulan, diklasifikasikan atas :
a.1. Pneumonia berat: bila disertai dengan tanda-tanda klinis seperti berhenti menyusu (jika sebelumnya menyusu dengan baik), kejang, rasa kantuk yang tidak wajar atau sulit bangun, stridor pada anak yang tenang, mengi, demam (38ºC atau lebih) atau suhu tubuh yang rendah (di bawah 35,5 ºC), pernafasan cepat 60 kali atau lebih per menit, penarikan dinding dada berat, sianosis sentral (pada lidah), serangan apnea, distensi abdomen dan abdomen tegang.
a.2. Bukan pneumonia: jika anak bernafas dengan frekuensi kurang dari 60 kali per menit dan tidak terdapat tanda pneumonia seperti diatas.
b. Kelompok umur 2 bulan - < 5 tahun, diklasifikasikan atas :
b.1. Pneumonia sangat berat: batuk atau kesulitan bernafas yang disertai dengan sianosis sentral, tidak dapat minum, adanya penarikan dinding dada, anak kejang dan sulit dibangunkan.
b.2. Pneumonia berat: batuk atau kesulitan bernafas dan penarikan dinding dada, tetapi tidak disertai sianosis sentral dan dapat minum.
(26)
b.3. Pneumonia: batuk (atau kesulitan bernafas) dan pernafasan cepat tanpa penarikan dinding dada.
b.4. Bukan pneumonia (batuk pilek biasa): batuk (atau kesulitan bernafas) tanpa pernafasan cepat atau penarikan dinding dada.
b.5. Pneumonia persisten: anak dengan diagnosis pneumonia tetap sakit walaupun telah diobati selama 10-14 hari dengan dosis antibiotik yang adekuat dan antibiotik yang sesuai, biasanya terdapat penarikan dinding dada, frekuensi pernafasan yang tinggi, dan demam ringan.
2.6.2. Klasifikasi Berdasarkan Lokasi Anatomi a. Infeksi Saluran Pernafasan atas Akut (ISPaA)
Infeksi yang menyerang hidung sampai bagian faring, seperti pilek, otitis media, faringitis.
b. Infeksi Saluran Pernafasan bawah Akut (ISPbA)
Infeksi yang menyerang mulai dari bagian epiglotis atau laring sampai dengan alveoli, dinamakan sesuai dengan organ saluran nafas, seperti epiglotitis, laringitis, laringotrakeitis, bronkitis, bronkiolitis, pneumonia.
2.7. Epidemiologi Penyakit ISPA 2.7.1. Distribusi Penyakit ISPA
a. Distribusi Penyakit ISPA Berdasarkan Orang
Penyakit ISPA lebih sering diderita oleh anak-anak. Daya tahan tubuh anak sangat berbeda dengan orang dewasa karena sistim pertahanan tubuhnya belum kuat. Kalau di dalam satu rumah seluruh anggota keluarga terkena pilek, anak-anak akan
(27)
lebih mudah tertular. Dengan kondisi tubuh anak yang masih lemah, proses penyebaran penyakit pun menjadi lebih cepat. Dalam setahun seorang anak rata-rata bisa mengalami 6-8 kali penyakit ISPA.3
Berdasarkan hasil penelitian Djaja, dkk dengan menganalisa data Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas) 1998, didapatkan bahwa prevalensi penyakit ISPA berdasarkan umur balita adalah untuk usia <6 bulan (4,5%), 6-11 bulan (11,5%), 12-23 bulan (11,8%), 24-35 bulan (9,9%), 36-47 bulan (9,2%), 48-59 bulan (8,0%).6
Berdasarkan hasil penelitian Ridwan Daulay di Medan pada tahun 1999 mendapatkan bahwa kejadian ISPA atas tidak ada bedanya antara laki-laki dan perempuan, sedangkan ISPA bawah pada umur < 6 tahun lebih sering pada anak laki-laki.18 Sesuai dengan penelitian Djaja, dkk (2001) prevalensi ISPA pada anak laki-laki (9,4%) hampir sama dengan perempuan (9,3%).6
b. Distribusi Penyakit ISPA Berdasarkan Tempat
ISPA, diare dan kurang gizi merupakan penyebab utama morbiditas dan mortalitas pada anak di negara maju dan berkembang. ISPA merupakan penyebab morbiditas utama pada negara maju sedangkan di negara berkembang morbiditasnya relatif lebih kecil tetapi mortalitasnya lebih tinggi terutama disebabkan oleh ISPA bagian bawah atau pneumonia.17
Menurut penelitian Djaja, dkk (2001) didapatkan bahwa prevalensi ISPA di perkotaan (11,2%), sementara di pedesaan (8,4%); di Jawa-Bali (10,7%), sementara di luar Jawa-bali (7,8%).6 Berdasarkan klasifikasi daerah prevalensi ISPA untuk daerah tidak tertinggal (9,7%), sementara di daerah tertinggal (8,4%).17
(28)
c. Distribusi Penyakit ISPA Berdasarkan Waktu
Berdasarkan hasil kesepakatan Declaration of the World Summit for Children
pada 30 desember 1999 di New York, AS ditargetkan bahwa penurunan kematian akibat pneumonia balita sampai 33% pada tahun 1994-1999. Sedangkan di Indonesia sendiri oleh Dirjen PPM & PL menargetkan bahwa angka kematian balita akibat penyakit ISPA 5 per 1000 pada tahun 2000 akan diturunkan menjadi 3 per 1000 pada akhir tahun 2005.5
Berdasarkan Profil Kesehatan Indonesia tahun 2005, terlihat bahwa cakupan pneumonia penderita dan pengobatan dari target (perkiraan penderita) masih relatif rendah, tahun 2000 ada 30,1%; tahun 2001 ada 25%; tahun 2002 ada 22,1%; tahun 2003 ada 30%; tahun 2004 ada 36%; tahun 2005 ada 27,7%. Hasil pantauan yang dilakukan ini belum menggambarkan kondisi yang sebenarnya oleh karena masih ada beberapa wilayah yang belum menyampaikan laporannya.18
Penelitian Septri Anti (2007), dari catatan bulanan program P2 ISPA Kota Medan tahun 2002-2006 didapatkan bahwa berdasarkan hasil uji regresi linier terdapat nilai signifikan sebesar 0,552 (>0,05), tidak terdapat hubungan yang signifikan antara waktu dengan jumlah penderita ISPA pada balita, hal ini berarti bahwa adanya kecenderungan peningkatan jumlah balita penderita ISPA, dimana penderita penyakit ISPA pada tahun 2002 berjumlah 8.836 orang dan pada tahun 2007 mencapai 9.412 orang.19
(29)
2.7.2. Faktor Yang Mempengaruhi Penyakit ISPA a. Agent
Infeksi dapat berupa flu biasa hingga radang paru-paru. Kejadiannya bisa secara akut atau kronis, yang paling sering adalah rinitis simpleks, faringitis, tonsilitis, dan sinusitis. Rinitis simpleks atau yang lebih dikenal sebagai selesma/common cold/koriza/flu/pilek, merupakan penyakit virus yang paling sering terjadi pada manusia. Penyebabnya adalah virus Myxovirus, Coxsackie, danEcho.15
Berdasarkan hasil penelitian Isbagio (2003), mendapatkan bahwa bakteri
Streptococcus pneumonieadalah bakteri yang menyebabkan sebagian besar kematian 4 juta balita setiap tahun di negara berkembang. Isbagio ini mengutip penelitian WHO dan UNICEF tahun 1996, di Pakistan didapatkan bahwa 95% S.pneumococcus
kehilangan sensitivitas paling sedikit pada satu antibiotika, hampir 50% dari bakteri yang diperiksa resisten terhadap kotrimoksasol yang merupakan pilihan untuk mengobati infeksi pernafasan akut. Demikian pula di Arab Saudi dan Spanyol 60%
S. pneumonieditemukan resisten terhadap antibiotika.20
Berdasarkan hasil penelitian Parhusip (2004), yang meneliti spektrum dari 101 penderita infeksi saluran pernafasan bagian bawah di BP4 Medan didapatkan bahwa semua penderita terlihat hasil biakan positif, pada dua penderita dijumpai tumbuh dua galur bakteri sedangkan yang lainnya hanya tumbuh satu galur. Bakteri gram positif dijumpai sebanyak 54 galur (52,4%) dan bakteri gram negatif 49 galur (47,6%).
Dari hasil biakan terlihat bahwa yang terbanyak adalah bakteri Streptococcus viridans 38 galur sebesar 36,89%, diikuti oleh Enterobacter aerogens 19 galur
(30)
sebesar 18,45%, Pseudomonas aureginosa 16 galur sebesar 15,53%, Klebsiella sp 14 galur sebesar 13,59%, Stapilococcus aureus13 galur sebesar 12,62%, Pneumococcus
2 galur sebesar 1,94%, dan Sreptococcus pneumonie1 galur sebesar 0,97%.21 b. Manusia
b.1. Umur
Berdasarkan hasil penelitian Daulay (1999) di Medan, anak berusia dibawah 2 tahun mempunyai risiko mendapat ISPA 1,4 kali lebih besar dibandingkan dengan anak yang lebih tua. Keadaan ini terjadi karena anak di bawah usia 2 tahun imunitasnya belum sempurna dan lumen saluran nafasnya masih sempit.17
Berdasarkan hasil penelitian Maya di RS Haji Medan (2004), didapatkan bahwa proporsi balita penderita pneumonia yang rawat inap dari tahun 1998 sampai tahun 2002 terbesar pada kelompok umur 2 bulan - <5 tahun adalah 91,1%,22 demikian juga penelitian Maafdi di RS Advent Medan tahun 2006, didapatkan bahwa proporsi balita penderita pneumonia terbesar pada kelompok umur 2 bulan - <5 tahun sebesar 82,1%, sementara kelompok umur <2 bulan sebesar 17,9%.23
b.2. Jenis Kelamin
Berdasarkan hasil penelitian Kartasasmita (1993), menunjukkan bahwa tidak terdapat perbedaan prevalensi, insiden maupun lama ISPA pada laki-laki dibandingkan dengan perempuan. Namun menurut beberapa penelitian kejadian ISPA lebih sering didapatkan pada anak laki-laki dibandingkan anak perempuan, terutama anak usia muda, dibawah 6 tahun. Menurut Glenzen dan Deeny, anak laki-laki lebih rentan terhadap ISPA yang lebih berat, dibandingkan dengan anak perempuan.11
(31)
Berdasarkan hasil penelitian Dewi, dkk di Kabupaten Klaten (1996), didapatkan bahwa sebagian besar kasus terjadi pada anak laki-laki sebesar 58,97%, sementara untuk anak perempuan sebesar 41,03%.24
b.3. Status Gizi
Di banyak negara di dunia, penyakit infeksi masih merupakan penyebab utama kematian terutama pada anak dibawah usia 5 tahun. Akan tetapi anak-anak yang meninggal karena penyakit infeksi itu biasanya didahului oleh keadaan gizi yang kurang memuaskan. Rendahnya daya tahan tubuh akibat gizi buruk sangat memudahkan dan mempercepat berkembangnya bibit penyakit dalam tubuh.25
Hasil penelitian Dewi, dkk (1996) di Kabupaten Klaten, dengan desain cross sectional didapatkan bahwa anak yang berstatus gizi kurang/buruk mempunyai risiko pneumonia 2,5 kali lebih besar dibandingkan dengan anak yang berstatus gizi baik/normal.24
Hasil penelitian Mustafa di Kota Banda Aceh (2006), dengan desai cross sectional,berdasarkan hasil analisis bivariat antara penyakit ISPA dengan status gizi anak balita menunjukkan bahwa anak balita yang menderita penyakit ISPA didapatkan 2,19 kali mempunyai status gizi tidak baik dibandingkan dengan anak balita yang tidak menderita penyakit ISPA (p = 0.038).9
Salah satu penentuan status gizi adalah klasifikasi menurut Keputusan Menteri Kesehatan RI No. 920/Menkes/SK/VIII/2002 untuk keperluan Pemantauan Status Gizi (PSG) anak balita dengan mengukur berat badan terhadap umur. Status gizi diklasifikasikan menjadi 4, yaitu:
(32)
2) Gizi Baik : bila Z_Skor terletak diantara ≥ -2 SD s/d +2 SD 3) Gizi kurang : bila Z_Skor terletak pada < -2 SD s/d ≥ - 3 SD 4) Gizi Buruk : bila Z_Skor terletak < -3 SD.26
b.4. Berat Badan Lahir
Berat Badan Lahir Rendah (BBLR) ditetapkan sebagai suatu berat lahir <2.500 gram. Menurut Tuminah (1999), bayi dengan BBLR mempunyai angka kematian lebih tinggi dari pada bayi dengan berat ≥2500 gram saat lahir selama tahun pertama kehidupannya. Pneumonia adalah penyebab kematian terbesar akibat infeksi pada bayi baru lahir.27
Berdasarkan hasil penelitian Syahril di Kota Banda Aceh (2006), didapatkan bahwa proporsi anak balita yang menderita pneumonia dengan berat badan lahir <2.500 gram sebesar 62,2%. Hasil uji statistik diperoleh bahwa terdapat hubungan yang bermakna antara kejadian pneumonia dengan balita BBLR (p <0,05). Nilai OR 2,2 (CI 95%; 1,481-4,751), artinya anak balita yang menderita pneumonia risikonya 2,2 kali lebih besar pada anak balita yang BBLR.28
b.5. Status ASI Eksklusif
Air Susu Ibu (ASI) dibutuhkan dalam proses tumbuh kembang bayi kaya akan faktor antibodi untuk melawan infeksi-infeksi bakteri dan virus, terutama selama minggu pertama (4-6 hari) payudara akan menghasilkan kolostrum, yaitu ASI awal mengandung zat kekebalan (Imunoglobulin, Lisozim, Laktoperin, bifidus factor dan sel-sel leukosit) yang sangat penting untuk melindungi bayi dari infeksi.
Bayi (0-12 bulan) memerlukan jenis makanan ASI, susu formula, dan makanan padat. Pada enam bulan pertama, bayi lebih baik hanya mendapatkan ASI
(33)
saja (ASI Eksklusif) tanpa diberikan susu formula. Usia lebih dari enam bulan baru diberikan makanan pendamping ASI atau susu formula, kecuali pada beberapa kasus tertentu ketika anak tidak bisa mendapatkan ASI, seperti ibu dengan komplikasi postnatal.29
Berdasarkan hasil penelitian Syahril di Kota Banda Aceh (2006), didapatkan bahwa proporsi balita yang tidak mendapat ASI eksklusif menderita pneumonia sebesar 56,2%, sedang yang tidak menderita pneumonia 38,8%. Hasil uji statistik diperoleh bahwa anak balita yang menderita pneumonia risikonya 2 kali lebih besar pada anak balita yang tidak mendapat ASI eksklusif.28
b.6. Status Imunisasi
Imunisasi adalah suatu upaya untuk melindungi seseorang terhadap penyakit menular tertentu agar kebal dan terhindar dari penyakit infeksi tertentu. Pentingnya imunisasi didasarkan pada pemikiran bahwa pencegahan penyakit merupakan upaya terpenting dalam pemeliharaan kesehatan anak.
Imunisasi bermanfaat untuk mencegah beberapa jenis penyakit seperti, POLIO (lumpuh layu), TBC (batuk berdarah), difteri, liver (hati), tetanus, pertusis. Bahkan imunisasi juga dapat mencegah kematian dari akibat penyakit-penyakit tersebut. Jadwal pemberian imunisasi sesuai dengan yang ada dalam Kartu Menuju Sehat (KMS) yaitu BCG : 0-11 bulan, DPT 3x : 2-11 bulan, Polio 4x : 0-11 bulan, Campak 1x : 9-11 bulan, Hepatitis B 3x : 0-11 bulan. Selang waktu pemberian imunisasi yang lebih dari 1x adalah 4 minggu.30
Berdasarkan hasil penelitian Syahril di Kota Banda Aceh (2006), didapatkan bahwa ada hubungan yang bermakna antara kejadian pneumonia pada balita dengan
(34)
status imunisasi. Hasil uji statistik diperoleh nilai OR = 2,5 (CI 95%; 2.929 – 4.413), artinya anak balita yang menderita pneumonia risikonya 2,5 kali lebih besar pada anak yang status imunisasinya tidak lengkap.28 Berbeda dengan hasil penelitian Afrida di Medan (2007), hasil uji chi squaremenunjukkan bahwa tidak ada hubungan yang bermakna antara status imunisasi bayi dengan kejadian penyakit ISPA (p>0,05).11
c. Lingkungan
c.1. Kelembaban Ruangan
Berdasarkan KepMenKes RI No. 829 tahun 1999 tentang kesehatan perumahan menetapkan bahwa kelembaban yang sesuai untuk rumah sehat adalah 40-70%, optimum 60%.
Hasil penelitian Chahaya, dkk di Perumnas Mandala Medan (2004), dengan desain cross sectional didapatkan bahwa kelembaban ruangan berpengaruh terhadap terjadinya ISPA pada balita. Berdasarkan hasil uji regresi, diperoleh bahwa faktor kelembaban ruangan mempunyai exp (B) 28,097, yang artinya kelembaban ruangan yang tidak memenuhi syarat kesehatan menjadi faktor risiko terjadinya ISPA pada balita sebesar 28 kali.10
c.2. Suhu Ruangan
Salah satu syarat fisiologis rumah sehat adalah memiliki suhu optimum 18-300C. Hal ini berarti, jika suhu ruangan rumah dibawah 180C atau diatas 300C keadaan rumah tersebut tidak memenuhi syarat. Suhu ruangan yang tidak memenuhi syarat kesehatan menjadi faktor risiko terjadinya ISPA pada balita sebesar 4 kali.10
(35)
c.3. Ventilasi
Ventilasi rumah mempunyai banyak fungsi. Fungsi pertama adalah menjaga agar aliran udara di dalam rumah tersebut tetap segar. Hal ini berarti keseimbangan O2 yang diperlukan oleh penghuni rumah tersebut tetap terjaga. Kurangnya ventilasi
akan menyebabkan kurangnya O2 di dalam rumah yang berarti kadar CO2 yang
bersifat racun bagi penghuninya menjadi meningkat.30 Sirkulasi udara dalam rumah akan baik dan mendapatkan suhu yang optimum harus mempunyai ventilasi minimal 10% dari luas lantai.10
Berdasarkan hasil penelitian Afrida (2007), didapatkan bahwa prevalens rate ISPA pada bayi yang memiliki ventilasi kamar tidur yang tidak memenuhi syarat kesehatan sebesar 69,9%, sedangkan untuk yang memenuhi syarat kesehatan sebesar 30,1%. Hasil uji statistik diperoleh bahwa ada hubungan yang bermakna antara kondisi ventilasi dengan kejadian penyakit ISPA (p <0,05).11
c.4. Kepadatan Hunian Rumah
Kepadatan penghuni dalam rumah dibedakan atas 5 kategori yaitu, ≤3,9 m2/orang, 4-4,9 m2/orang, 5-6,9 m2/orang, 7-8 m2/orang, ≥9 m2/orang. Dikatakan padat jika luas lantai rumah ≤3,9 m2/orang, dan tidak padat jika luas lantai rumah ≥4 m2/orang.31
Menurut Gani dalam penelitiannya di Sumatera Selatan (2004) menemukan proses kejadian pneumonia pada anak balita lebih besar pada anak yang tinggal di rumah yang padat dibandingkan dengan anak yang tinggal di rumah yang tidak padat.32 Berdasarkan hasil penelitian Chahaya tahun 2004, kepadatan hunian rumah dapat memberikan risiko terjadinya ISPA sebesar 9 kali.10
(36)
c.5. Penggunaan Anti Nyamuk
Penggunaan Anti nyamuk sebagai alat untuk menghindari gigitan nyamuk dapat menyebabkan gangguan saluran pernafasan karena menghasilkan asap dan bau tidak sedap. Adanya pencemaran udara di lingkungan rumah akan merusak mekanisme pertahanan paru-paru sehingga mempermudah timbulnya gangguan pernafasan.10
Berdasarkan hasil penelitian Afrida (2007), didapatkan bahwa adanya hubungan yang bermakna antara penggunaan anti nyamuk dengan kejadian penyakit ISPA (p <0,05).11
c.6. Bahan Bakar Untuk Memasak
Bahan bakar yang digunakan untuk memasak sehari-hari dapat menyebabkan kualitas udara menjadi rusak. Kualitas udara di 74% wilayah pedesaan di China tidak memenuhi standar nasional pada tahun 2002, hal ini menimbulkan terjadinya peningkatan penyakit paru dan penyakit paru ini telah menyebabkan 1,3 juta kematian.33
Berdasarkan hasil penelitian Afrida (2007), prevalens rate ISPA pada bayi yang dirumahnya menggunakan bahan bakar untuk memasak adalah minyak tanah sebesar 76,6%, sedangkan gas elpiji sebesar 33,3%. Hasil uji chi square menunjukkan bahwa ada hubungan yang bermakna antara penggunaan bahan bakar memasak dengan kejadian penyakit ISPA (p < 0,05).11
(37)
c.7. Keberadaan Perokok
Rokok bukan hanya masalah perokok aktif tetapi juga perokok pasif. Asap rokok terdiri dari 4.000 bahan kimia, 200 diantaranya merupakan racun antara lain
Carbon Monoksida(CO), Polycyclic Aromatic Hydrocarbons(PAHs) dan lain-lain. Berdasarkan hasil penelitian Pradono dan Kristanti (2003), secara keseluruhan prevalensi perokok pasif pada semua umur di Indonesia adalah sebesar 48,9% atau 97.560.002 penduduk. Prevalensi perokok pasif pada laki-laki 32,67% atau 31.879.188 penduduk dan pada perempuan 67,33% atau 65.680.814 penduduk. Sedangkan prevalensi perokok aktif pada laki-laki umur 10 tahun ke atas adalah sebesar 54,5%, pada perempuan 1,2%.
Prevalensi perokok pasif pada balita sebesar 69,5%, pada kelompok umur 5-9 tahun sebesar 70,6% dan kelompok umur muda 10-14 tahun sebesar 70,5%. Tingginya prevalensi perokok pasif pada balita dan umur muda disebabkan karena mereka masih tinggal serumah dengan orang tua ataupun saudaranya yang merokok dalam rumah.34
Berdasarkan hasil penelitian Syahril (2006), dari hasil uji statistik diperoleh nilai OR = 2,7 (CI 95%; 1.481 – 4.751) artinya anak balita yang menderita pneumonia risikonya 2,7 kali lebih besar pada anak balita yang terpapar asap rokok dibandingkan dengan yang tidak terpapar.28
c.8. Status Ekonomi dan Pendidikan
Persepsi masyarakat mengenai keadaan sehat dan sakit berbeda dari satu individu dengan individu lainnya. Bagi seseorang yang sakit, persepsi terhadap penyakitnya merupakan hal yang penting dalam menangani penyakit tersebut. Untuk
(38)
bayi dan anak balita persepsi ibu sangat menentukan tindakan pengobatan yang akan diterima oleh anaknya.6
Berdasarkan hasil penelitian Djaja, dkk (2001), didapatkan bahwa bila rasio pengeluaran makanan dibagi pengeluaran total perbulan bertambah besar, maka jumlah ibu yang membawa anaknya berobat ke dukun ketika sakit lebih banyak. Bedasarkan hasil uji statistik didapatkan bahwa ibu dengan status ekonomi tinggi 1,8 kali lebih banyak pergi berobat ke pelayanan kesehatan dibandingkan dengan ibu yang status ekonominya rendah.6
Ibu dengan pendidikan lebih tinggi, akan lebih banyak membawa anak berobat ke fasilitas kesehatan, sedangkan ibu dengan pendidikan rendah lebih banyak mengobati sendiri ketika anak sakit ataupun berobat ke dukun. Ibu yang berpendidikan minimal tamat SLTP 2,2 kali lebih banyak membawa anaknya ke pelayanan kesehatan ketika sakit dibandingkan dengan ibu yang tidak bersekolah, hal ini disebabkan karena ibu yang tamat SLTP ke atas lebih mengenal gejala penyakit yang diderita oleh balitanya.6
2.8. Pencegahan Penyakit ISPA
Penyelenggaraan Program P2 ISPA dititikberatkan pada penemuan dan pengobatan penderita sedini mungkin dengan melibatkan peran serta aktif masyarakat terutama kader, dengan dukungan pelayanan kesehatan dan rujukan secara terpadu di sarana kesehatan yang terkait.
(39)
2.8.1. Pencegahan Tingkat Pertama (Primary Prevention)
Intervensi yang ditujukan bagi pencegahan faktor risiko dapat dianggap sebagai strategi untuk mengurangi kesakitan (insiden) pneumonia. Termasuk disini ialah :
a. Penyuluhan, dilakukan oleh tenaga kesehatan dimana kegiatan ini diharapkan dapat mengubah sikap dan perilaku masyarakat terhadap hal-hal yang dapat meningkatkan faktor resiko penyakit ISPA. Kegiatan penyuluhan ini dapat berupa penyuluhan penyakit ISPA, penyuluhan ASI Eksklusif, penyuluhan imunisasi, penyuluhan gizi seimbang pada ibu dan anak, penyuluhan kesehatan lingkungan rumah, penyuluhan bahaya rokok.
b. Imunisasi, yang merupakan strategi spesifik untuk dapat mengurangi angka kesakitan (insiden) pneumonia.
c. Usaha di bidang gizi yaitu untuk mengurangi malnutrisi, defisiensi vitamin A. d. Program KIA yang menangani kesehatan ibu dan bayi berat badan lahir rendah. e. Program Penyehatan Lingkungan Pemukiman (PLP) yang menangani masalah
polusi di dalam maupun di luar rumah.35
2.8.2. Pencegahan Tingkat Kedua (Secondary Prevention)
Upaya penanggulangan ISPA dilakukan dengan upaya pengobatan sedini mungkin. Upaya pengobatan yang dilakukan dibedakan atas klasifikasi ISPA yaitu : a. Untuk kelompok umur < 2 bulan, pengobatannya meliputi :
a.1. Pneumonia Berat: rawat dirumah sakit, beri oksigen (jika anak mengalami sianosi sentral, tidak dapat minum, terdapat penarikan dinding dada yang
(40)
hebat), terapi antibiotik dengan memberikan benzilpenisilin dan gentamisin atau kanamisin.
a.2 Bukan Pneumonia: terapi antibiotik sebaiknya tidak diberikan, nasihati ibu untuk menjaga agar bayi tetap hangat, memberi ASI secara sering, dan bersihkan sumbatan pada hidung jika sumbatan itu menggangu saat memberi makan.
b. Untuk kelompok umur 2 bulan - <5 tahun, pengobatannya meliputi :
b.1 Pneumonia Sangat Berat: rawat di rumah sakit, berikan oksigen, terapi antibiotik dengan memberikan kloramfenikol secara intramuskular setiap 6 jam. Apabila pada anak terjadi perbaikan (biasanya setelah 3-5 hari), pemberiannya diubah menjadi kloramfenikol oral, obati demam, obati mengi, perawatan suportif, hati-hati dengan pemberian terapi cairan, nilai ulang dua kali sehari. b.2 Pneumonia Berat: rawat di rumah sakit, berikan oksigen, terapi antibiotik
dengan memberikan benzilpenesilin secara intramuskular setiap 6 jam paling sedikit selama 3 hari, obati demam, obati mengi, perawatan suportif, hati-hati pada pemberian terapi cairan, nilai ulang setiap hari.
b.3 Pneumonia: obati di rumah, terapi antibiotik dengan memberikan kotrimoksasol, ampisilin, amoksilin oral, atau suntikan penisilin prokain intramuskular per hari, nasihati ibu untuk memberikan perawatan di rumah, obati demam, obati mengi, nilai ulang setelah 2 hari.
b.4. Bukan Pneumonia (batuk atau pilek): obati di rumah, terapi antibiotik sebaiknya tidak diberikan, terapi spesifik lain (untuk batuk dan pilek), obati demam, nasihati ibu untuk memberikan perawatan di rumah.
(41)
b.5. Pneumonia Persisten: rawat (tetap opname), terapi antibiotik dengan memberikan kotrimoksasol dosis tinggi untuk mengobati kemungkinan adanya infeksi pneumokistik, perawatan suportif, penilaian ulang.3
2.8.3. Pencegahan Tingkat Ketiga (Tertiary Prevention)
Tingkat pencegahan ini ditujukan kepada balita penderita ISPA agar tidak bertambah parah dan mengakibatkan kematian.
a. Pneumonia Sangat Berat: jika anak semakin memburuk setelah pemberian kloram fenikol selama 48 jam, periksa adanya komplikasi dan ganti dengan kloksasilin ditambah gentamisin jika diduga suatu pneumonia stafilokokus.
b. Pneumonia Berat: jika anak tidak membaik setelah pemberian benzilpenisilin dalam 48 jam atau kondisinya memburuk setelah pemberian benzipenisilin kemudian periksa adanya komplikasi dan ganti dengan kloramfenikol. Jika anak masih menunjukkan tanda pneumonia setelah 10 hari pengobatan antibiotik maka cari penyebab pneumonia persistensi.
c. Pneumonia: Coba untuk melihat kembali anak setelah 2 hari dan periksa adanya tanda-tanda perbaikan (pernafasan lebih lambat, demam berkurang, nafsu makan membaik. Nilai kembali dan kemudian putuskan jika anak dapat minum, terdapat penarikan dinding dada atau tanda penyakit sangat berat maka lakukan kegiatan ini yaitu rawat, obati sebagai pneumonia berat atau pneumonia sangat berat. Jika anak tidak membaik sama sekali tetapi tidak terdapat tanda pneumonia berat atau tanda lain penyakit sangat berat, maka ganti antibiotik dan pantau secara ketat.3
(42)
2.9. Penanganan Penyakit ISPA
Hampir seluruh kematian karena ISPA pada anak kecil disebabkan oleh ISPbA, paling sering adalah pneumonia. Bayi baru lahir dan bayi berusia satu bulan atau disebut ’bayi muda’ yang menderita pneumonia dapat tidak mengalami batuk dan frekuensi pernfasannya secara normal sering melebihi 50 kali permenit. Infeksi bakteri pada kelompok usia ini dapat hanya menampakkan tanda klinis yang spesifik, sehingga sulit untuk membedakan pneumonia dari sepsis dan meningitis. Infeksi ini dapat cepat fatal pada bayi muda yang telah diobati dengan sebaik-baiknya di rumah sakit dengan antibiotik parenteral.
Cara yang paling efektif untuk mengurangi angka kematian karena pneumonia adalah dengan memperbaiki manajemen kasus dan memastikan adanya penyediaan antibiotik yang tepat secara teratur melalui fasilitas perawatan tingkat pertama dokter praktik umum. Langkah selanjutnya untuk mengurangi angka kematian karena pneumonia dapat dicapai dengan menyediakan perawatan rujukan untuk anak yang mengalami ISPbA berat memerlukan oksigen, antibiotik lini II, serta keahlian klinis yang lebih hebat.3
(43)
BAB 3
KERANGKA KONSEP
3.1. Kerangka Konsep
FAKTOR BALITA 1. Umur Balita
2. Jenis Kelamin Balita 3. Status Gizi Balita 4. Berat Badan Lahir 5. Status ASI Eksklusif 6. Status Imunisasi
FAKTOR IBU 1. Umur Ibu 2. Pendidikan Ibu 3. Pekerjaan Ibu
4. Pendapatan Keluarga
FAKTOR LINGKUNGAN RUMAH
1. Kelembaban Ruangan 2. Suhu Ruangan
3. Ventilasi Rumah
4. Kepadatan Hunian Rumah 5. Pemakaian Anti Nyamuk 6. Bahan Bakar Untuk Memasak 7. Keberadaan Perokok
KEJADIAN ISPA PADA
(44)
3.2. Definisi Operasional
3.2.1. Kejadian Infeksi Saluran Pernafasan Atas (ISPA)
Kejadian infeksi saluran pernafasan atas pada balita adalah penyakit infeksi saluran pernafasan dengan tanda-tanda klinis pada balita dalam waktu dua minggu terakhir, dapat dikategorikan atas :
1. ISPA (batuk dan atau pilek, disertai demam atau tidak)
2. Tidak ISPA (apabila tidak terdapat salah satu dari tanda-tanda diatas) (Jika dalam keluarga jumlah balita lebih dari 1 orang maka yang diteliti adalah balita yang usianya paling muda)
3.2.2. Umur Balita adalah usia balita yang dihitung sejak dilahirkan sampai dengan dilakukan penelitian ini, dikategorikan atas :
1. <2 bulan 2. 2- 11 bulan 3. 12- 59 bulan
3.2.3. Jenis Kelamin adalah jenis kelamin balita yang merupakan objek penelitian, dikategorikan atas :
1. Laki-laki 2. Perempuan
3.2.4. Status Gizi Balita adalah keadaan gizi anak balita saat dilakukan penelitian dilihat dari pengukuran antropometrik berdasarkan (BB/U) dengan menggunakan standar 2 score, dikategorikan atas :
1. Gizi Baik : Gizi Baik dan Gizi lebih 2. Gizi Tidak Baik : Gizi Kurang dan Gizi buruk
3.2.5. Berat Badan Lahir adalah berat badan lahir balita pada waktu lahir sesuai yang tercatat pada KMS, dikategorikan atas:
(45)
1. Berat bayi lahir ≥ 2500 gram 2. Berat bayi lahir < 2500gram
3.2.6. Status ASI Eksklusif adalah ada/tidaknya balita mendapat ASI sejak lahir sampai usia 6 bulan tanpa mendapatkan makanan tambahan dan minuman lain selain ASI.
1 Ada, jika balita dengan ASI saja sampai usia 6
2 Tidak ada, jika balita tidak hanya ASI saja sampai usia 6 bulan 3.2.7. Status Imunisasi adalah jenis imunisasi yang sudah didapatkan oleh balita
sesuai dengan batas waktu pemberian usia bayi dan frekuensi mendapatkannya yaitu, BCG : 11 bulan, DPT 3x : 2-11 bulan, Polio 4x : 0-11 bulan, Campak 1x : 9-0-11 bulan, Hepatits B 3x: 0-0-11 bulan, dikategorikan atas :
1. Lengkap, bila balita sudah mendapatkan imunisasi yang harus diperolehnya sesuai dengan batas usianya, (BCG : 0-11 bulan, DPT 3x : 2-11 bulan, Polio 4x : 0-11 bulan, Campak 1x : 9-11 bulan, Hepatits B 3x: 0-11 bulan)
2. Tidak lengkap, bila balita tidak mendapatkan imunisasi yang seharusnya diperolehnya sesuai umur.
3.2.8. Umur Ibu adalah usia ibu yang dihitung sejak lahir sampai dilakukan penelitian ini (sesuai ulang tahun terakhir) yang dikategorikan atas :
1. <30 tahun 2. ≥ 30 tahun
3.2.9. Pendidikan Ibu adalah tingkat pendidikan formil terakhir ibu balita, dikelompokkan atas :
1. Rendah : Belum sekolah, SD, SMP 2. Tinggi : SMA-Perguruan Tinggi
(46)
3.2.10. Pekerjaan Ibu adalah kegiatan yang dilakukan sehari-hari oleh ibu balita baik di dalam rumah maupun diluar rumah, dikategorikan atas :
1. Bekerja : Pegawai Negeri Sipil (PNS), wiraswasta, karyawan, petani/nelayan
2. Tidak bekerja : Ibu Rumah Tangga (IRT)
3.2.11. Pendapatan Keluarga adalah jumlah hasil pekerjaan utama maupun tambahan berdasarkan Upah Minimum Sumatera Utara tahun 2008 sebesar Rp.820.000., dibedakan atas :
1. Pendapatan keluarga ≥ Rp. 820.000, -2. Pendapatan keluarga < Rp.
820.000.-3.2.12. Kelembaban Ruangan adalah kelembaban udara dalam rumah yang diukur pada saat observasi, dikategorikan atas :
1. Baik, jika kelembaban ruangan 40%-70%
2. Tidak Baik, jika kelembaban ruangan < 40% atau > 70%.
3.2.13. Suhu Ruangan adalah suhu ruangan dalam rumah yang diukur dengan termometer ketika observasi, dikategorikan atas :
1. Baik, jika suhu ruangan berada pada interval 180C-300C 2. Tidak Baik, jika suhu ruangan <180C atau >300C
3.2.14. Ventilasi Rumah adalah keadaan luas penghawaan atau ventilasi rumah yang permanen minimal 10% dari luas lantai yang diukur pada saat observasi, dikategorikan atas :
1. Baik, jika luas ventilasi ≥ 10% luas lantai 2. Tidak Baik, jika luas ventilasi < 10% luas lantai
3.2.15. Kepadatan Hunian Rumah adalah kepadatan penghuni dalam rumah yang dibedakan atas :
(47)
1. Padat, jika kepadatan penghuni ≤ 3,9 m2/orang 2. Tidak Padat, jika kepadatan penghuni ≥ 4m2/orang
3.2.16. Pemakaian Obat Anti Nyamuk adalah kebiasaan menggunakan anti nyamuk di dalam rumah atau ketika tidur pada malam hari, dikategorikan atas:
1. Ya 2. Tidak
3.2.17. Bahan Bakar Untuk Memasak adalah bahan bakar yang digunakan saat memasak setiap hari, dikategorikan atas :
1. Kayu Bakar 2. Minyak Tanah
3.2.18. Keberadaan Perokok adalah keberadaan perokok dalam rumah yang dikategorikan atas :
1. Ada 2. Tidak ada
3.3. Aspek Pengukuran
Variabel yang diukur dan dianalisa dalam penelitian ini adalah : No. Variabel Cara dan Alat
Ukur
Hasil Ukur Skala
Ukur 1. Kejadian
ISPA
Wawancara (kuesioner)
1. ISPA (batuk dan atau pilek, disertai demam atau tidak) 2. Tidak ISPA (apabila tidak
terdapat salah satu dari tanda-tanda diatas)
Nominal
2. Status Gizi Dengan
menimbang BB, menanyakan umur
(kuesioner dan timbangan duduk)
1. Gizi baik : bila Z_Skor terletak ≥ -2 SD
2. Gizi Tidak baik : bila Z_Skor terletak pada < -2 SD
(48)
3. Berat Badan Lahir
Wawancara dan melihat KMS (kuesioner)
1. Berat bayi lahir ≥ 2500 gram 2. Berat bayi lahir < 2500 gram
Ordinal
4. Status ASI Eksklusif
Wawancara (kuesioner)
1. Ada : jika ASI saja sampai 6 bulan
2. Tidak ada : jika ASI < 6 bulan ditambah makanan tambahan
Ordinal 5. Status Imunisasi Wawancara dan melihat KMS (kuesioner)
1. Lengkap : bila balita sudah mendapatkan imunisasi yang harus diperolehnya sesuai dengan batas usianya, (BCG : 0-11 bulan, DPT 3x : 2-11 bulan, Polio 4x : 0-11 bulan, Campak 1x : 9-11 bulan, Hepatits B 3x: 0-11 bulan) 2. Tidak lengkap : bila balita
tidak mendapatkan imunisasi yang seharusnya
diperolehnya sesuai umur.
Ordinal
6. Pendapatan Keluarga
Wawancara (kuesioner)
1. < Rp. 820.000, 2.≥ Rp. 820.000.
-Ordinal
7. Kelembaban Ruangan
Observasi (kuesioner, mengukur dengan Dry and Wet
Thermometer)
1. Baik: jika kelembaban 40-70% atau optimum 60% 2. Tidak baik: Jika kelembaban
<40% dan >70%
Ordinal 8. Suhu Ruangan Observasi (kuesioner, mengukur dengan Thermometer)
1. Baik : Suhu ruangan 18-300C 2. Tidak baik : Suhu ruangan <
180C dan > 300C
Ordinal
9. Ventilasi Rumah Observasi (kuesioner, membandingkan luas ventilasi dengan luas ventilasi)
1.Baik : Jika ventilasi ≥ 10% luas lantai
2.Tidak Baik : Jika ventilasi <10% luas lantai
(49)
10. Kepadatan Hunian Rumah
Wawancara (kuesioner)
1.Padat : jika kepadatan penghuni ≤ 3,9 m2/orang 2.Tidak padat : jika kepadatan
penghuni ≥ 4m2/orang
Ordinal
11. Pemakaian Anti Nyamuk
Wawancara (kuesioner)
1. Ya : jika menggunakan anti nyamuk untuk menghindari gigitan nyamuk
2. Tidak : jika tidak sama sekali menggunakan anti nyamuk dalam rumah.
Ordinal
12. Keberadaan Perokok
Wawancara (kuesioner)
1. Ada : bila ada anggota
keluarga yang merokok dalam rumah
2. Tidak ada : bila tidak ada anggota keluarga yang merokok dalam rumah
(50)
BAB 4
METODE PENELITIAN 4.1. Jenis Penelitian
Penelitian ini merupakan penelitian observasional analitik, dengan menggunakan desain cross sectional.
4.2. Lokasi dan Waktu Penelitian 4.2.1. Lokasi Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan di wilayah Kelurahan Ilir Kecamatan Gunungsitoli Kabupaten Nias. Pemilihan lokasi ini didasarkan atas pertimbangan bahwa kelurahan ini merupakan daerah yang padat penduduknya dan kondisi lingkungan perumahannya yang kurang memenuhi syarat kesehatan, berdasarkan data yang diperoleh dari Laporan Bulanan Program P2 ISPA Kabupaten Nias sepanjang tahun 2006 sampai dengan 2007 didapatkan bahwa penemuan penyakit penderita ISPA setiap bulannya selalu lebih dari 10% dari jumlah penduduk usia balita.
4.2.2. Waktu Penelitian
Waktu penelitian ini dilakukan pada bulan Maret-Desember 2008. Kegiatan yang dilakukan selama penelitian ini meliputi survei awal, pengumpulan literatur, penulisan proposal, seminar proposal, pengumpulan dan pengolahan data, dan ujian skripsi.
(51)
4.3. Populasi dan Sampel 4.3.1. Populasi Penelitian
Populasi penelitian adalah seluruh balita yang ada di wilayah Kelurahan Ilir Gunungsitoli Kabupaten Nias yang terdiri dari 8 lingkungan.
4.3.2. Sampel Penelitian
Sampel dalam penelitian ini diambil secara purposive yaitu balita dari keluarga yang tinggal dilingkungan 6, 7, dan 8 yang berjumlah 157 orang.
4.4. Teknik Pengambilan Sampel
Teknik pengambilan sampel ini didasarkan pada pertimbangan peneliti, dimana lingkungan 6, 7, dan 8 merupakan daerah yang padat penduduknya serta sanitasi lingkungan perumahannya kurang baik dibandingkan dengan lingkungan lainnya yang ada di wilayah Kelurahan Ilir. (Sumber : Data dari kelurahan Ilir Gunungsitoli).
4.5. Metode Pengumpulan Data 4.5.1. Data Primer
Data primer merupakan data yang diperoleh dari ibu balita secara langsung dan hasil pengamatan melalui observasi dan pengukuran. Data ini dapat diperoleh dengan menggunakan metode:
a. Wawancara
Dilakukan dengan menanyakan secara langsung kapada ibu balita berapa usia balitanya, jenis kelamin balita, berat badan lahir balita, status ASI eksklusif balita, dan status imunisasi balitanya, umur ibu, pendidikan ibu, pekerjaan ibu, jumlah
(52)
pendapatan rata-rata keluarga perbulan, jumlah anggota keluarga, pemakaian anti nyamuk, bahan bakar untuk memasak, dan keberadaan perokok dengan menggunakan kuesioner yang telah dipersiapkan sebelumnya.
b. Observasi
Observasi dilakukan dengan cara melihat atau mengamati langsung luas ventilasi dengan luas lantai.
c. Pengukuran
Pengukuran dilakukan menggunakan timbangan duduk untuk mendapatkan berat badan balita, kelembaban ruangan dengan menggunakan Dry and Wet Thermometer, suhu ruangan dengan thermometer, kepadatan penghuni diukur dengan membandingkan luas lantai dengan jumlah penghuni dalam satu rumah.
4.5.2. Data Sekunder
Data sekunder yang akan dikumpulkan berkaitan dengan tujuan penelitian seperti batasan wilayah penelitian, dan lain-lain diperoleh dari profil kelurahan Ilir dan posyandu yang ada di lingkungan Kelurahan Ilir Kabupaten Nias.
4.6. Teknik Analisa Data 4.6.1. Analisis Univariat
Analisis univariat digunakan untuk melihat karakteristik dan distribusi frekuensi setiap variabel independen yang meliputi, faktor balita (umur, jenis kelamin, status gizi, berat badan lahir, status ASI eksklusif, status imunisasi); faktor ibu (umur, pendidikan, pekerjaan, pendapatan keluarga); faktor lingkungan rumah
(53)
(kelembaban ruangan, suhu ruangan, ventilasi rumah, kepadatan hunian rumah, pemakaian anti nyamuk, bahan bakar untuk memasak, keberadaan perokok).
4.6.2. Analisis Bivariat
Analisis bivariat digunakan untuk mengetahui hubungan antara variabel independen (bebas) dengan variabel dependen (terikat). Analisis ini dilakukan dengan menggunakan uji Chi – Square pada tingkat kepercayaan 95% (α = 0,05), sehingga
apabila ditemukan hasil analisis statistik p <0,05 maka variabel tersebut dinyatakan berhubungan secara signifikan.
4.6.3. Analisis Multivariat
Analisis Multivariat untuk mengetahui hubungan variabel bebas terhadap penyakit ISPA dengan menguji sekaligus variabel yang mempunyai kemaknaan statistik pada analisis univariat melalui analisis regresi logistik (Logistic Regression) untuk mencari faktor resiko yang paling dominan terhadap penyakit ISPA. Analisis multivariat ini dilakukan untuk beberapa variabel yang secara bersama-sama berhubungan dengan penyakit ISPA. Tahapan analisis multivariat yang akan dilakukan adalah sebagai berikut :
a. Melakukan analisis pada model univariat pada setiap variabel dengan tujuan untuk mengestimasi peranan masing-masing variabel.
b. Melakukan pemilihan variabel yang potensial untuk memasukkan dalam model. Variabel yang dipilih atau dianggap signifikan adalah variabel yang mempunyai nilai p<0,05.
c. Pembuatan model faktor resiko kejadian ISPA, variabel yang akan dimasukkan didalam model adalah variabel yang mempunyai nilai p<0,05.
(54)
BAB 5
HASIL PENELITIAN
5.1 Gambaran Umum Wilayah Penelitian 5.1.1 Geografis
Penelitian dilaksanakan di Kelurahan Ilir Kecamatan Gunungsitoli Kabupaten Nias. Kelurahan Ilir merupakan salah satu kelurahan dari 2 (dua) kelurahan yang terdapat di Kecamatan Gunungsitoli, yang terdiri dari 8 lingkungan. Kelurahan Ilir memiliki luas wilayah 125 ha.
Secara geografis batas-batas wilayah Kelurahan Ilir adalah sebagai berikut: – Sebelah Utara berbatasan dengan Lautan Indonesia
– Sebelah Selatan berbatasan dengan Desa Mudik, Lasara Bahili, Sisobahili – Sebelah Barat berbatasan dengan Kelurahan Pasar
– Sebelah Timur berbatasan dengan Sifalaete. 5.1.2 Demografi
Jumlah penduduk Kelurahan Ilir sebanyak 13.164 jiwa, yang terdiri dari 5.793 pria dan 6.371 wanita, dengan jumlah Kepala Keluarga (KK) sebanyak 3.274 KK.
Berdasarkan data yang diperoleh dari Kelurahan Ilir, berikut ini ditunjukan beberapa data demografi penduduk Kelurahan Ilir.
(55)
a. Umur
Tabel 5.1. Distribusi Penduduk Berdasarkan Kelompok Umur Di Kelurahan Ilir Gunungsitoli Tahun 2007
No. Kategori Umur (Tahun) Frekuensi %
1 <5 1.055 8,00
2 5-10 2.290 17,39
3 11-20 2.298 17,46
2 21 – 30 2.111 16,04
3 31 – 40 1.463 11,11
4 41 – 50 1.545 11,74
5 > 50 2.402 18,25
Total 13.164 100
Sumber : Kelurahan Ilir Kecamatan Gunungsitoli Kabupaten Nias Tahun 2007
Tabel 5.1 di atas menunjukkan bahwa jumlah penduduk kelompok umur <5 tahun sebanyak 1.055 orang (8,00%), 5-10 tahun sebanyak 2.290 orang (17,39%), 11-20 tahun sebanyak 2.298 orang (17,46%), 21-30 tahun sebanyak 2.111 orang (16,04%), 31-40 orang sebanyak 1.463 orang (11,11%), 41-50 tahun sebanyak 1.545 orang (11,74%), dan >50 tahun sebanyak 2.402 orang (18,25%).
b. Tingkat Pendidikan
Tabel 5.2. Distribusi Penduduk Berdasarkan Tingkat Pendidikan Di Kelurahan Ilir Gunungsitoli Tahun 2007
No Tingkat Pendidikan Frekuensi %
1 Tidak/Belum Tamat SD 2.329 17,69
2 Tamat SD 3.287 24,97
3 Tamat SMP 3.866 29,37
4 Tamat SMA 2.487 18,89
5 Tamat Akademi/PT 1.195 9,08
Total 13.164 100
(56)
Tabel 5.2 di atas menunjukkan tingkat pendidikan penduduk yaitu tidak tamat SD sebanyak 2.329 orang (17,69%), tamat SD sebanyak 3.287 orang (24,97%), tamat SMP sebanyak 3.866 orang (29,37%), tamat SMA sebanyak 2.487 orang (18,89%), dan tamat Akademi/PT sebanyak 1.195 orang (9,08%).
c. Mata Pencaharian Pokok
Tabel 5.3. Distribusi Penduduk Berdasarkan Mata Pencaharian Di Kelurahan Ilir Gunungsitoli Tahun 2007
No Mata Pencaharian Frekuensi %
1 PNS/TNI/POLRI 437 17,06
2 Wiraswasta 731 28,53
3 Buruh/swasta 705 27,52
4 Nelayan 167 6,52
5 Tukang Bangunan 300 11,71
6 Lain-lain 222 8,66
Total 2.562 100
Sumber : Kelurahan Ilir Kecamatan Gunungsitoli Kabupaten Nias Tahun 2007
Tabel 5.3 di atas menunjukkan mata pencaharian penduduk yaitu PNS/TNI/POLRI sebanyak 437 orang (17,06%), wiraswasta sebanyak 731 orang (28,53%), buruh/swasta sebanyak 705 orang (27,52), nelayan sebanyak 167 orang (6,52%), tukang bangunan sebanyak 300 orang (11,71%), dan lain-lain sebanyak 222 orang (8,66%).
(57)
d. Agama
Tabel 5.4. Distribusi Penduduk Berdasarkan Agama Di Kelurahan Ilir Gunungsitoli Tahun 2007
No Agama Frekuensi %
1 Islam 5.084 38,62
2 Kristen 5.666 43,04
3 Katolik 2.354 17,88
4 Budha 60 0,46
Total 13.164 100
Sumber : Kelurahan Ilir Kecamatan Gunungsitoli Kabupaten Nias Tahun 2007
Tabel 5.4 di atas menunjukkan distribusi penduduk berdasarkan agama yaitu Islam sebanyak 5.084 orang (38,62%), Kristen sebanyak 5.666 orang (43,04%), Katolik sebanyak 2.354 orang (17,88%), dan Budha sebanyak 60 orang (0,46%). 5.1.3 Sepuluh Penyakit Terbanyak Di Wilayah Kerja Puskesmas Gunungsitoli
Tahun 2007
Berikut ini adalah rekapitulasi sepuluh penyakit terbanyak di wilayah kerja Puskesmas Gunungsitoli tahun 2007.
Tabel 5.5. Sepuluh Penyakit Terbanyak di Puskesmas Gunungsitoli Tahun 2007
No Nama Penyakit Frekuensi %
1 Infeksi Saluran Pernafasan Atas (ISPA) 27.631 35,27
2 Penyakit Pada Sistem Otot (reumatik) 14.215 18,14
3 Penyakit Jaringan Kulit 13.695 17,48
4 Gastritis 11.797 15,06
5 Hipertensi 2.707 3,45
6 Malaria 2.125 2,75
7 Penyakit Rongga Mulut 2.121 2,71
8 Infeksi Saluran Pernafasan Bawah 2.116 2,70
9 Infeksi Saluran Kencing 1.253 1,60
10 Diare 692 0,09
Total 78.352 100
(58)
Tabel 5.5 di atas menunjukkan bahwa penyakit terbanyak di wilayah kerja puskesmas Gunungsitoli yaitu Infeksi Saluran Pernafasan Atas (ISPA) sebanyak 27.631 kasus (35,27%), penyakit pada sistem otot (reumatik) sebanyak 14.215 kasus (18,14%), penyakit jaringan kulit sebanyak 13.695 kasus (17,48%), gastritis sebanyak 11.797 kasus (15,06%), hipertensi sebanyak 2.707 kasus (3,45%), malaria sebanyak 2.125 kasus (2,75%), penyakit ronga mulut sebanyak 2.121 kasus (2,71%), infeksi saluran pernafasan bawah sebanyak 2.116 kasus (2,70%), infeksis saluran kencing sebanyak 1.253 kasus (1,60%), dan diare sebanyak 692 kasus (0,09%).
5.2. Analisis Univariat
Analisis univariat dilakukan untuk mengetahui distribusi frekuensi dari variabel-variabel independen yang berhubungan dengan Infeksi Saluran Pernafasan Atas (ISPA). Sesuai dengan tujuan penelitian, maka variabel yang dianalisis secara univariat adalah sebagai berikut :
5.2.1. Kejadian Infeksi Saluran Pernafasan Atas
Tabel 5.6. Distribusi Prevalensi Kejadian ISPA Pada Balita Di Wilayah Kelurahan Ilir Gunungsitoli Tahun 2008
No. Kejadian Penyakit ISPA Jumlah %
1. ISPA 125 79,6
2. Tidak ISPA 32 20,4
Jumlah 157 100
Tabel 5.6 menunjukkan bahwa prevalens rate ISPA pada balita di Kelurahan Ilir Gunungsitoli Tahun 2008 berdasarkan hasil survei dalam 2 minggu terakhir dari hasil penelitian sebesar 79,6%.
(1)
UJI INTERAKSI
Logistic Regression
Case Processing Summary
157
100.0
0
.0
157
100.0
0
.0
157
100.0
Unweighted Cases
aIncluded in Analysis
Missing Cases
Total
Selected Cases
Unselected Cases
Total
N
Percent
If weight is in effect, see classification table for the total
number of cases.
a.
Dependent Variable Encoding
0
1
Original Value
Tidak ISPA
ISPA
Internal Value
Block 0: Beginning Block
Classification Table a,b0 32 .0
0 125 100.0
79.6 Observed
Tidak ISPA ISPA Kejadian ISPA
Pada Balita Overall Percentage Step 0
Tidak ISPA ISPA Kejadian ISPA Pada
Balita Percentage
Correct Predicted
Constant is included in the model. a.
The cut value is .500 b.
Variables in the Equation
1.363 .198 47.302 1 .000 3.906 Constant
Step 0
B S.E. Wald df Sig. Exp(B)
Variables not in the Equation
6.493 1 .011
5.133 1 .023
25.106 1 .000
8.122 1 .004
35.573 4 .000
asi pdptnkelk vent
asi by pdptnkelk Variables
Overall Statistics Step
0
Score df Sig.
Block 1: Method = Enter
Omnibus Tests of Model Coefficients38.224 4 .000
38.224 4 .000
38.224 4 .000
Step Block Model Step 1
Chi-square df Sig.
Model Summary
120.552a .216 .340
Step 1
-2 Log likelihood
Cox & Snell R Square
Nagelkerke R Square Estimation terminated at iteration number 5 because parameter estimates changed by less than .001. a.
(2)
Classification Table a
10 22 31.3 6 119 95.2 82.2 Observed Tidak ISPA ISPA Kejadian ISPA Pada Balita Overall Percentage Step 1
Tidak ISPA ISPA Kejadian ISPA Pada
Balita Percentage Correct Predicted
The cut value is .500 a.
Variables in the Equation
.874 .599 2.126 1 .145 2.396 .740 7.752 .611 .838 .532 1 .466 1.842 .357 9.513 2.309 .497 21.557 1 .000 10.063 3.797 26.669 .898 1.047 .735 1 .391 2.454 .315 19.095 -.737 .547 1.815 1 .178 .478
asi pdptnkelk vent
asi by pdptnkelk Constant Step
1a
B S.E. Wald df Sig. Exp(B) Lower Upper 95.0% C.I.for EXP(B)
Variable(s) entered on step 1: asi, pdptnkelk, vent, asi * pdptnkelk . a.
Logistic Regression
Case Processing Summary157 100.0 0 .0 157 100.0 0 .0 157 100.0 Unweighted Cases a
Included in Analysis Missing Cases Total Selected Cases Unselected Cases Total N Percent
If weight is in effect, see classification table for the total number of cases.
a.
Dependent Variable Encoding
0 1 Original Value Tidak ISPA ISPA Internal Value
Block 0: Beginning Block
Classification Table a,b0 32 .0
0 125 100.0 79.6 Observed Tidak ISPA ISPA Kejadian ISPA Pada Balita Overall Percentage Step 0
Tidak ISPA ISPA Kejadian ISPA Pada
Balita Percentage Correct Predicted
Constant is included in the model. a.
The cut value is .500 b.
Variables in the Equation
1.363 .198 47.302 1 .000 3.906 Constant
Step 0
B S.E. Wald df Sig. Exp(B)
Variables not in the Equation
6.493 1 .011 5.133 1 .023 25.106 1 .000 19.348 1 .000 asi
pdptnkelk vent asi by vent Variables
Step 0
(3)
Block 1: Method = Enter
Omnibus Tests of Model Coefficients37.526 4 .000 37.526 4 .000 37.526 4 .000 Step
Block Model Step 1
Chi-square df Sig.
Model Summary
121.250a .213 .334
Step 1
-2 Log likelihood
Cox & Snell R Square
Nagelkerke R Square Estimation terminated at iteration number 6 because parameter estimates changed by less than .001. a.
Classification Table a
6 26 18.8 4 121 96.8 80.9 Observed Tidak ISPA ISPA Kejadian ISPA Pada Balita Overall Percentage Step 1
Tidak ISPA ISPA Kejadian ISPA Pada
Balita Percentage Correct Predicted
The cut value is .500 a.
Variables in the Equation
1.240 .631 3.865 1 .049 3.456 1.004 11.900 1.204 .502 5.756 1 .016 3.334 1.247 8.919 2.447 .839 8.502 1 .004 11.552 2.230 59.834 -.201 1.033 .038 1 .846 .818 .108 6.195 -.999 .580 2.965 1 .085 .368
asi pdptnkelk vent asi by vent Constant Step
1a
B S.E. Wald df Sig. Exp(B) Lower Upper 95.0% C.I.for EXP(B)
Variable(s) entered on step 1: asi, pdptnkelk, vent, asi * vent . a.
Logistic Regression
Case Processing Summary157 100.0 0 .0 157 100.0 0 .0 157 100.0 Unweighted Cases a
Included in Analysis Missing Cases Total Selected Cases Unselected Cases Total N Percent
If weight is in effect, see classification table for the total number of cases.
a.
Block 0: Beginning Block
Classification Table a,b0 32 .0
0 125 100.0
79.6 Observed Tidak ISPA ISPA Kejadian ISPA Pada Balita Overall Percentage Step 0
Tidak ISPA ISPA Kejadian ISPA Pada
Balita Percentage
Correct Predicted
Constant is included in the model. a.
The cut value is .500 b.
(4)
Variables in the Equation
1.363 .198 47.302 1 .000 3.906
Constant Step 0
B S.E. Wald df Sig. Exp(B)
Variables not in the Equation
6.493 1 .011 5.133 1 .023 25.106 1 .000 10.577 1 .001 37.028 4 .000 asi
pdptnkelk vent
pdptnkelk by vent Variables
Overall Statistics Step
0
Score df Sig.
Block 1: Method = Enter
Omnibus Tests of Model Coefficients
37.620
4
.000
37.620
4
.000
37.620
4
.000
Step
Block
Model
Step 1
Chi-square
df
Sig.
Model Summary
121.155a .213 .335
Step 1
-2 Log likelihood
Cox & Snell R Square
Nagelkerke R Square Estimation terminated at iteration number 6 because parameter estimates changed by less than .001. a.
Classification Table a
6 26 18.8
4 121 96.8
80.9 Observed
Tidak ISPA ISPA Kejadian ISPA
Pada Balita Overall Percentage Step 1
Tidak ISPA ISPA Kejadian ISPA Pada
Balita Percentage
Correct Predicted
The cut value is .500 a.
Variables in the Equation
1.161 .496 5.485 1 .019 3.193 1.208 8.437
1.099 .572 3.696 1 .055 3.001 .979 9.198
2.218 .568 15.258 1 .000 9.191 3.020 27.974
.442 1.247 .125 1 .723 1.555 .135 17.911
-.902 .510 3.126 1 .077 .406
asi pdptnkelk vent
pdptnkelk by vent Constant Step
1a
B S.E. Wald df Sig. Exp(B) Lower Upper
95.0% C.I.for EXP(B)
Variable(s) entered on step 1: asi, pdptnkelk, vent, pdptnkelk * vent . a.
(5)
GAMBAR
Gambar 1.
Beberapa responden beserta anak balitanya yang menderita ISPA,
sekeluarga tinggal di kamar yang ukurannya 3x4 meter persegi, dengan
kondisi rumah yang tidak memenuhi syarat kesehatan.
(6)