Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Kejadian Infeksi Saluran Pernafasan Akut (Ispa) Pada Anak Balita Di Puskesmas Panyabungan Jae Kabupatenmandailing Natal Tahun 2014

(1)

SKRIPSI

Oleh :

NIM. 121021118 LENNI MARLINA

FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

M E D A N 2015


(2)

PERNAFASAN AKUT (ISPA) PADA ANAK BALITA DI PUSKESMAS PANYABUNGAN

JAE KABUPATENMANDAILING NATAL

TAHUN 2014 Nama Mahasiswa : LENNI MARLINA Nomor Induk Mahasiswa : 121021118

Program Studi : Ilmu Kesehatan Masyarakat

Peminatan : Epidemiologi

Tanggal Lulus : 26 Januari 2015

Disahkan Oleh Komisi Pembimbing

Dosen Pembimbing I Dosen Pembimbing II

Prof. dr. Sori Muda Sarumpaet, MPH

NIP. 19490417 197902 1 001 NIP. 19590818 198503 2 002 drh. Rasmaliah, M.Kes

Medan, Januari 2015 Fakultas Kesehatan Masyarakat

Universitas Sumatera Utara Dekan,


(3)

dan bakteri. Berdasarkan data World Health Organization (WHO) tahun 2005 menyatakan bahwa proporsi kematian balita karena saluran pernafasan di dunia adalah 19 –26 %. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui factor-faktor yang berhubungan dengan kejadian ISPA pada anak balita di wilayah kerja Puskesmas Panyabungan Jae Kabupaten Mandailing Natal tahun 2014.

Jenis penelitian ini adalah dengan observasional dengan pendekatan cross sectional. Sampel penelitian ini adalah purposive sampling sebanyak 100 orang. Data dianalisa secara deskriptif dan diuji secara statistik dengan Chi Square dengan

95% CI.

Hasil penelitian diperoleh proporsi penderita ISPA sebanyak 61 % , tertinggi pada kelompok umur ≥12-<36 bulan (58%), jenis kelamin laki-laki 52%, status gizi baik 94%, status Asi Ekslusif 39%, status imunisasi lengkap 71%. Hasil analisa statistik menunjukkan ada hubungan yang bermakna antara status imunisasi (p=0,001, RP;1,819; 95% CL 1,393-2,734), ventilasi (p=0,003, RP;1,633 95% CL 1,256-2,123) ,kepadatan hunian (p<0,001, RP; 2,124; 95% CL 1,461-3,087), anti nyamuk bakar(p<0,001, RP; 1,976; 95% CL 1,545-2,529) dan perokok (p<0,001,RP; 2,339; 95%CL 1,743-3,138) dengan kejadian ISPA.

Disarankan kepada petugas kesehatan untuk meningkatkan pengetahuan masyarakat tentang pentingnya imunisasi dan syarat rumah sehat.

Kata Kunci : ISPA, Status Imunisasi, Ventilasi, Kepadatan Hunian, Obat Nyamuk Bakar, Perokok


(4)

Health Organization (WHO) in 2005 the proportion of neonate mortality caused by the respiratory infection is 19 – 25 %. The objective of this research is to study factor related to incidence of ARI on baby or neonate at the area Health Center of Panyabungan Jae Mandailing Natal Regency in 2014.

This research is observational study using cross sectional approach. The sample of this research is purposive sampling for 100 person. The data was analyzed by descrivtive study and tested by Chi Square test with 95% CL.

The result of research indicates that proportion of patien with ARI is 61 %, the higher on the rage of age group ≥ 12 - < 36 month old ( 58), female for 52 %, a good nutrition status for 94 %, status with exclusive breast milk 39 %, status of complete immunization for 71 %. The result of statistic analysis indicates that is a significant correlation between immunization status (p=0,001, RP;1,819; 95% CL 1,393-2,734),, ventilation (p=0,003, RP;1,633 95% CL 1,256-2,123), occupation density (p<0,001, RP; 2,124; 95% CL 1,461-3,087), burnt anti-mosquito (p<0,001, RP; 1,976; 95% CL 1,545-2,529), and smoking (p<0,001,RP; 2,339; 95%CL 1,743-3,138) with incident of ARI.

It is suggested to the health staff to increase the knowledge of society about the importance of immunization and of health house.

Keywords: ARI, Immunization status, Ventilation, Occupation density, BurntAnti- musquito, Smoker


(5)

Nama

: Lenni Marlina

Tempat/ Tanggal Lahir : Sitinjak, 21 Maret 1979

Agama

: Islam

Status Perkawinan

: Kawin

Anak ke

: 2 dari 5 Bersaudara

Alamat Rumah

: Asrama Polsek Panyabungan Kecamatan

Panyabungan Kabupaten Mandailing Natal

Riwayat Pendidikan :

1. Tahun 1987-1992 : SD Negeri 2 Sitinjak Tapanuli Selatan 2. Tahun 1993-1995 : SMP Negeri 4 Padang Sidimpuan 3. Tahun 1996-1998 : SPK DepKes RI Medan

4. Tahun 1999-2001 : Akademi Kebidanan DepKes Padang Sidimpuan 5. Tahun 2012-2014 : Fakultas Kesehatan Masyarakat

Universitas Sumatera Utara Riwayat Pekerjaan :


(6)

berkat rahmat dan karunia-Nya penulis dapat menyelesaikan skripsi ini

dengan judul

“Faktor-faktor Yang Berhubungan dengan Kejadian

Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA) pada Anak Balita di

Wilayah Kerja Puskesmas Panyabungan Jae Kabupaten Mandailing

Natal Tahun 2014”.

Skripsi ini penulis persembahkan kepada suami tercinta Herianto

dan anak-anakku tersayang Jenni Hartati, Maya Fadilah dan Aji Jamil

Rafif yang dengan penuh cinta memberikan doa, dan dukungan kepada

penulis.

Pada kesempatan ini penulis secara khusus mengucapkan terima

kasih kepada Bapak Prof. dr. Sori Muda Sarumpaet, MPH selaku dosen

pembimbing I dan Ibu drh. Rasmaliah, M.Kes selaku dosen pembimbing

II yang telah banyak meluangkan waktu dan pikiran dalam memberikan

pengarahan dan bimbingan dalam penulisan skripsi ini. Kepada Ibu dr.

Rahayu Lubis, M.Kes. PhD selaku dosen penguji I dan Bapak dr. H.

Makmur Sinaga, MS selaku dosen penguji II yang telah bersedia menguji


(7)

Penulisan skripsi ini tidak terlepas dari bantuan dan dukungan

berbagai pihak, untuk ini penulis ingin mengucapkan terima kasih

kepada:

1.

Bapak Dr. Drs. Surya Utama, MS. Selaku Dekan Fakultas Kesehatan

Masyarakat Universitas Sumatera Utara.

2.

Ibu drh. Rasmaliah, M. Kes selaku Ketua Departemen Epidemiologi

FKM USU.

3.

Ibu Fitri , SKM, M.Kes selaku dosen pembimbing akademik.

4.

Kepala Puskesmas Panyabungan Jae Kabupaten Bener Meriah

beserta Staf Pegawai yang telah memberikan izin penelitian dan telah

membantu penulis dalam menyelesaikan penelitian.

5.

Seluruh Dosen dan Staf Pegawai Fakultas Kesehatan Masyarakat

USU.

6.

Ibu Ratna yang telah membantu penulis dalam menyelesaikan skripsi.

7.

Orangtuaku tercinta, Ali Game Silalahi dan Alm. Rohana Siregar


(8)

terima kasih telah menjadikan penulis sebagai bagian dari keluarga

kalian, telah mau mendengarkan keluh kesah penulis, dan selalu

memberikan dukungan semangat dan doa, semoga persaudaraan kita

tak lekang oleh waktu.

9.

Buat teman-teman

seperjuangan

di Peminatan Departemen

Epidemiologi 2012, teman-teman Kenari 6 dan seluruh teman-teman

ekstensi 2012 dan banyak lagi yang tidak bisa penulis sebutkan satu

persatu, terima kasih untuk setiap doa dan motivasi yang diberikan.

10.

Serta semua pihak yang telah berjasa yang tidak bisa disebutkan satu

persatu, atas bantuan dalam penyusunan skripsi ini.

Akhirnya dengan segala kerendahan hati penulis mengharapkan

semoga skripsi ini dapat memberikan sumbangan pikiran yang berguna

bagi fakultas, pengembangan ilmu dan masyarakat.

Medan, Januari 2015


(9)

ABSTRAK ... ii

ABSTRACK ... iii

RIWAYAT HIDUP PENULIS ... iv

KATA PENGANTAR ... v

DAFTAR ISI ... viii

DAFTAR TABEL ... xi

DAFTAR GAMBAR... xiii

BAB 1 PENDAHULUAN... 1

1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Rumusan Masalah ... 2

1.3 Tujuan Penelitian ... 3

1.3.1 Tujuan Umum ... 3

1.3.2 Tujuan Khusus ... 3

1.4 Manfaat Penelitian ... 4

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA ... 5

2.1 Defenisi ISPA ... 5

2.2 Etiologi ISPA ... 5

2.3 Gejala ISPA ... 6

2.4 Cara Penularan ISPA ... 6

2.5 Diagnosa dan Klasifikasi ISPA ... . 7

2.6 Epidemiologi ISPA ... 8

2.6.1 Distribusi Penyakit ISPA ... 8

2.6.2 Determinan Penyakit ISPA ... 9

2.7 Pencegahan Penyakit ISPA ... 19

2.7.1 Pencegahan Tingkat Pertama (Primary Prevention) ... 19

2.7.2 Pencegahan Tingkat Kedua (Secondary Prevention) .. 20

2.7.3 Pencegahan Tingkat Ketiga (Tertiary Prevention) ... 21

2.8 Kerangka Konsep ... 23

BAB 3 METODE PENELITIAN... 24

3.1 Jenis Penelitian ... 24

3.2 Lokasi dan Waktu Penelitian ... 24

3.2.1 Lokasi Penelitian ... 24

3.2.2 Waktu Penelitian ... 24

3.3 Populasi dan Sampel ... 24


(10)

3.5 Teknik Analisa Data... 27

3.5.1 Analisi Univariat ... 27

3.5.2 Analisis Bivariat ... 28

3.6 Definisi Operasional ... 28

3.7 Aspek Pengukuran ... 32

BAB 4 HASIL PENELITIAN ... 34

4.1 Gambaran Umum Lokasi Penelitian ... 34

4.1.1 Geografis... 34

4.1.2 Demografi ... 34

4.2 Analisis Univariat ... 34

4.2.1 Kejadian ISPA... 35

4.2.2 Faktor Balita ... 35

4.2.3 Faktor Ibu ... 37

4.2.4 Faktor Lingkungan Rumah ... 38

4.3 Analisis Bivariat ... 41

4.3.1 Hubungan Umur dengan Kejadian ISPA ... 42

4.3.2 Hubungan Jenis Kelamin dengan Kejadian ISPA ... 42

4.3.3 Hubungan Status Gizi dengan Kejadian ISPA ... 43

4.3.4 Hubungan Status Asi Ekslusif dengan Kejadian ISPA 44 4.3.5 Hubungan Status Imunisasi dengan Kejadian ISPA . 44 4.3.6 Hubungan Pendidikan Ibu dengan Kejadian ISPA ... 45

4.3.7 Hubungan Pekerjaan Ibu dengan Kejadian ISPA ... 46

4.3.8 Hubungan Ventilasi dengan Kejadian ISPA ... 46

4.3.9 Hubungan Kepadatan Hunian dengan Kejadian ISPA 47 4.3.10 Hubungan Pemakaian Anti Nyamuk Bakar dengan Kejadian ISPA ... 48

4.3.11 Hubungan Bahan Bakar Untuk Masak dengan Kejadian ISPA ... 48

4.3.12 Hubungan Keberadaan Perokok dengan Kejadian ISPA... 49

BAB 5 PEMBAHASAN ... 51

5.1 Analisis Univariat ... 51

5.1.1 Proporsi ISPA ... 51

5.2 Analisa Bivariat ... 52

5.2.1 Hubungan Umur dengan Kejadian ISPA... 52

5.2.2 Hubungan Jenis Kelamin dengan Kejadian ISPA ... 54

5.2.3 Hubungan Status Gizi dengan Kejadian ISPA... 56 5.2.4 Hubungan Status Asi Ekslusif dengan Kejadian ISPA 57


(11)

5.2.10 Hubungan Pemakaian Anti Nyamuk Bakar dengan

Kejadian ISPA ... 66

5.2.11 Hubungan Bahan Bakar untuk Masak dengan Kejadian ISPA ... 67

5.2.12 Hubungan Keberadaan Perokok dengan Kejadian ISPA... 69

BAB 6 KESIMPULAN DAN SARAN ... 71

6.1 Kesimpulan ... 71

6.2 Saran ... 73 DAFTAR PUSTAKA

LAMPIRAN

Lampiran 1 : Master Data

Lampiran 2 : Hasil Pengolahan Data Lampiran 3 : Surat Izin Penelitian


(12)

pada anak balita di Puskesmas Panyabungan Jae Kabupaten

Mandailing Natal Tahun 2014 ... 35 Tabel 4.2 Distribusi Proporsi Anak Balita Berdasarkan Faktor Anak

Balita (Umur, Jenis Kelamin, Status Gizi, Status Asi Ekslusif, Status Imunisasi di Wilayah Kerja Puskesmas Panyabungan Jae Kabupaten Manadailing Natal ... 36 Tabel 4.3 Distribusi Proporsi Berdasarkan faktor ibu (Pendidikan dan

pekerjaan) di Wilayah Kerja Puskesmas Panyabungan Jae Kabupaten Mandailing Natal ... 37 Tabel 4.4 Distribusi Proporsi Lingkungan Rumah Berdasarkan Ventilas

di Wilayah Kerja Puskesmas Panyabungan Jae Kabupaten Mandailing Natal ... 38 Tabel 4.5 Distribusi Proporsi Lingkungan Rumah Berdasarkan

Kepadatan Hunian Tidur di Wilayah Kerja Puskesmas Panyabungan Jae Kabupaten Mandailing Natal ... 39 Tabel 4.6 Distribusi Proporsi Lingkungan Rumah Berdasarkan

Pemakaian Anti Nyamuk Bakar di Wilayah Kerja Puskesmas Panyabungan Jae Kabupaten Mandailing Natal ... 40 Tabel 4.7 Distribusi Proporsi Lingkungan Rumah Berdasarkan Bahan

Bakar Untuk Masak di Wilayah Kerja Puskesmas Panyabungan Jae Kabupaten Mandailing Natal ... 40 Tabel 4.8 Distribusi Proporsi Lingkungan Rumah Berdasarkan

Keberadaan Perokok di Wilayah Kerja Puskesmas Panyabungan Jae Kabupaten Mandailing Natal ... 41 Tabel 4.9 Hubungan Umur dengan Kejadian ISPA pada Anak Balita di

Wilayah Kerja Puskesmas Panyabungan Jae Kabupaten Mandailing Natal ... 42

Tabel 4.10 Hubungan Jenis Kelamin dengan Kejadian ISPA pada Anak Balita di Wilayah Kerja Puskesmas Panyabungan Jae Kabupaten Mandailing Natal ... 42


(13)

Anak Balita di Wilayah Kerja Puskesmas Panyabungan Jae Kabupaten Mandailing Natal ... 44 Tabel 4.13 Hubungan Status Imunisasi dengan Kejadian ISPA pada

Anak Balita di Wilayah Kerja Puskesmas Panyabungan Jae Kabupaten Mandailing Natal ... 44 Tabel 4.14 HubunganPendidikan Ibui dengan Kejadian ISPA pada Anak

Balita di Wilayah Kerja Puskesmas Panyabungan Jae Kabupaten Mandailing Natal ... 45 Tabel 4.15Hubungan Pekerjaan Ibu dengan Kejadian ISPA pada Anak

Balita di Wilayah Kerja Puskesmas Panyabungan Jae Kabupaten Mandailing Natal ... 46 Tabel 6.16 Hubungan Ventilasi dengan Kejadian ISPA pada Anak Balita

di Wilayah Kerja Puskesmas Panyabungan Jae Kabupaten Mandailing Natal ... 46 Tabel 6.17 Hubungan Kepadatan Hunian dengan Kejadian ISPA pada

Anak Balita di Wilayah Kerja Puskesmas Panyabungan Jae Kabupaten Mandailing Natal ... 47 Tabel 6.18 Hubungan Pemakaian Anti Nyamuk Bakar dengan Kejadian

ISPA pada Anak Balita di Wilayah Kerja Puskesmas Panyabungan Jae Kabupaten Mandailing Natal ... 48 Tabel 6.19 Hubungan Bahan Bakar Masak dengan Kejadian ISPA pada

Anak Balita di Wilayah Kerja Puskesmas Panyabungan Jae Kabupaten Mandailing Natal ... 48 Tabel 6.20 Hubungan Keberadaan Perokok dengan Kejadian ISPA pada

Anak Balita di Wilayah Kerja Puskesmas Panyabungan Jae Kabupaten Mandailing Natal ... 49


(14)

Wilayah Kerja Puskesmas Panyabungan Jae Tahun 2014 ... 51 Gambar 5.2 Diagram Batang Hubungan Umur dengan Kejadian ISPA

pada Anak Balita di Wilayah Kerja Puskesmas Panyabungan Jae Tahun 2014 ... 52 Gambar 5.3 Diagram Batang Hubungan Jenis Kelamin dengan

Kejadian ISPA pada Anak Balita di Wilayah Kerja Puskesmas Panyabungan Jae Tahun 2014... 54 Gambar 5.4 Diagram Batang Hubungan Status Gizi dengan Kejadian

ISPA pada Anak Balita di Wilayah Kerja Puskesmas Panyabungan Jae Tahun 2014 ... 56 Gambar 5.5 Diagram Batang Hubungan Status Asi Ekslusif dengan

Kejadian ISPA pada Anak Balita di Wilayah Kerja Puskesmas Panyabungan Jae Tahun 2014... 57 Gambar 5.6 Diagram Batang Hubungan Status Asi Imunisasi dengan

Kejadian ISPA pada Anak Balita di Wilayah Kerja Puskesmas Panyabungan Jae Tahun 2014... 59 Gambar 5.7 Diagram Batang Hubungan Pendidikan Ibu dengan

Kejadian ISPA pada Anak Balita di Wilayah Kerja Puskesmas Panyabungan Jae Tahun 2014... 61 Gambar 5.8 Diagram Batang Hubungan Pekerjaan Ibu dengan

Kejadian ISPA pada Anak Balita di Wilayah Kerja Puskesmas Panyabungan Jae Tahun 2014... 62 Gambar 5.9 Diagram Batang Hubungan Ventilasi dengan Kejadian

ISPA pada Anak Balita di Wilayah Kerja Puskesmas Panyabungan Jae Tahun 2014 ... 63 Gambar 5.10 Diagram Batang Hubungan Kepadatan Hunian dengan

Kejadian ISPA pada Anak Balita di Wilayah Kerja Puskesmas Panyabungan Jae Tahun 2014... 64 Gambar 5.11 Diagram Batang Hubungan Pemakaian Anti Nyamuk

Bakar dengan Kejadian ISPA pada Anak Balita di Wilayah Kerja Puskesmas Panyabungan Jae Tahun 2014 ... 66


(15)

dengan Kejadian ISPA pada Anak Balita di Wilayah Kerja Puskesmas Panyabungan Jae Tahun 2014... 69


(16)

organ saluran pernafasan bagian atas dan bawah yang disebabkan oleh virus, jamur dan bakteri. Berdasarkan data World Health Organization (WHO) tahun 2005 menyatakan bahwa proporsi kematian balita karena saluran pernafasan di dunia adalah 19 –26 %. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui factor-faktor yang berhubungan dengan kejadian ISPA pada anak balita di wilayah kerja Puskesmas Panyabungan Jae Kabupaten Mandailing Natal tahun 2014.

Jenis penelitian ini adalah dengan observasional dengan pendekatan cross sectional. Sampel penelitian ini adalah purposive sampling sebanyak 100 orang. Data dianalisa secara deskriptif dan diuji secara statistik dengan Chi Square dengan

95% CI.

Hasil penelitian diperoleh proporsi penderita ISPA sebanyak 61 % , tertinggi pada kelompok umur ≥12-<36 bulan (58%), jenis kelamin laki-laki 52%, status gizi baik 94%, status Asi Ekslusif 39%, status imunisasi lengkap 71%. Hasil analisa statistik menunjukkan ada hubungan yang bermakna antara status imunisasi (p=0,001, RP;1,819; 95% CL 1,393-2,734), ventilasi (p=0,003, RP;1,633 95% CL 1,256-2,123) ,kepadatan hunian (p<0,001, RP; 2,124; 95% CL 1,461-3,087), anti nyamuk bakar(p<0,001, RP; 1,976; 95% CL 1,545-2,529) dan perokok (p<0,001,RP; 2,339; 95%CL 1,743-3,138) dengan kejadian ISPA.

Disarankan kepada petugas kesehatan untuk meningkatkan pengetahuan masyarakat tentang pentingnya imunisasi dan syarat rumah sehat.

Kata Kunci : ISPA, Status Imunisasi, Ventilasi, Kepadatan Hunian, Obat Nyamuk Bakar, Perokok


(17)

the respiratory infection is 19 – 25 %. The objective of this research is to study factor related to incidence of ARI on baby or neonate at the area Health Center of Panyabungan Jae Mandailing Natal Regency in 2014.

This research is observational study using cross sectional approach. The sample of this research is purposive sampling for 100 person. The data was analyzed by descrivtive study and tested by Chi Square test with 95% CL.

The result of research indicates that proportion of patien with ARI is 61 %, the higher on the rage of age group ≥ 12 - < 36 month old ( 58), female for 52 %, a good nutrition status for 94 %, status with exclusive breast milk 39 %, status of complete immunization for 71 %. The result of statistic analysis indicates that is a significant correlation between immunization status (p=0,001, RP;1,819; 95% CL 1,393-2,734),, ventilation (p=0,003, RP;1,633 95% CL 1,256-2,123), occupation density (p<0,001, RP; 2,124; 95% CL 1,461-3,087), burnt anti-mosquito (p<0,001, RP; 1,976; 95% CL 1,545-2,529), and smoking (p<0,001,RP; 2,339; 95%CL 1,743-3,138) with incident of ARI.

It is suggested to the health staff to increase the knowledge of society about the importance of immunization and of health house.

Keywords: ARI, Immunization status, Ventilation, Occupation density, BurntAnti- musquito, Smoker


(18)

1.1. Latar Belakang

Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA) adalah infeksi akut yang melibatkan organ saluran pernapasan bagian atas dan saluran pernapasan bagian bawah. Infeksi ini disebabkan oleh virus, jamur dan bakteri. ISPA akan menyerang host apabila ketahanan tubuh (immunologi) menurun. Bayi di bawah lima tahun adalah kelompok yang memiliki sistem kekebalan tubuh yang masih rentan terhadap berbagai penyakit.1

Berdasarkan Data World Health Organization (WHO) tahun 2005 menyatakan bahwa proporsi kematian balita karena saluran pernafasan di dunia adalah 19-26%. Pada tahun 2007 diperkirakan terdapat 1,8 juta kematian akibat pneumonia atau sekitar 20% dari total 9 juta kematian pada anak.2 Menurut WHO memperkirakan insidensi ISPA di negara berkembang 0,29% (151 juta jiwa) dan negara industri 0,05% (5 juta jiwa).3 Secara global, tingkat kematian balita mengalami penurunan sebesar 41% dari tingkat estimasi 87 kematian per 1000 kelahiran hidup pada tahun 1990 menjadi 51 kematian per 1000 kelahiran hidup pada tahun 2011.Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA) menempati urutan pertama penyakit yang diderita pada kelompok bayi dan balita di Indonesia.4

Menurut data Riskesdas tahun 2013, Period Prevalence ISPA tertinggi di lima provinsi adalah Nusa Tenggara Timur (41,7%), Papua (31,1%), Aceh (30,0%), Nusa Tenggara Barat (28,3%), dan Jawa Timur (28,3%). Pada Riskesdas 2007, Nusa


(19)

Tenggara Timur juga merupakan provinsi tertinggi dengan ISPA. Period prevalence

ISPA Indonesia menurut Riskesdas 2013 (25,0%) tidak jauh berbeda dengan 2007 (25,5%).5

Data profil Kesehatan Sumatera Utara tahun 2012, menunjukkan bahwa cakupan penemuan kasus pneumonia pada balita masih rendah, dari 148.431 perkiraan kasus balita yang menderita pneumonia yang ditemukan dan ditangani hanya 17.433 balita atau 11,74%.8 Sementara proporsi pneumonia terhadap ISPA pada balita di Kabupaten Mandailing Natal sebesar 0,81%.6

Berdasarkan laporan bulanan P2 ISPA Puskesmas Panyabungan Jae Kabupaten Mandailing Natal tahun 2013 menyatakan bahwa proporsi penderita ISPA pada anak balita adalah 56,02%. Penyakit ISPA juga merupakan urutan pertama dari sepuluh penyakit terbesar yang ada di wilayah kerja Puskesmas Panyabungan Jae Kabupaten Mandailing Natal.7

Berdasarkan hal tersebut di atas, maka perlu dilakukan penelitian tentang faktor-faktor yang berhubungan dengan kejadian ISPA pada anak balita di wilayah kerja Puskesmas Panyabungan Jae Kabupaten Mandailing Natal Tahun 2014.

1.2. Rumusan Masalah

Belum diketahuinya faktor-faktor yang berhubungan dengan kejadian Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA) pada anak balita di wilayah kerja Puskesmas Panyabungan Jae Kabupaten Mandailing Natal tahun 2014.


(20)

1.3. Tujuan Penelitian 1.3.1.Tujuan Umum

Untuk mengetahui faktor-faktor yang berhubungan dengan kejadian Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA) pada anak balita di wilayah kerja Puskesmas Panyabungan Jae Kabupaten Mandailing Natal tahun 2014.

1.3.2.Tujuan Khusus

a. Untuk mengetahui proporsi insidens ISPA pada anak balita di wilayah kerja Puskesmas Panyabungan Jae Kabupaten Mandailing Natal tahun 2014.

b. Untuk mengetahui karakteristik anak balita (umur, jenis kelamin, status gizi, status ASI ekslusif, status imunisasi) di wilayah kerja Puskesmas Panyabungan Jae Kabupaten Mandailing Natal tahun 2014.

c. Untuk mengetahui karakteristik ibu (pendidikan, pekerjaan) di Wilayah kerja puskesmas Panyabungan Jae Kabupaten Mandailing Natal tahun 2014.

d. Untuk mengetahui karakteristik lingkungan rumah (ventilasi rumah, kepadatan hunian rumah, pemakaian anti nyamuk, bahan bakar untuk memasak, keberadaan perokok) di wilayah kerja Puskesmas Panyabungan Jae tahun 2014.

e. Untuk mengetahui hubungan faktor anak balita (umur, jenis kelamin, status gizi, status ASI ekslusif, status imunisasi) dengan kejadian ISPA pada anak balita di wilayah kerja Puskesmas Panyabungan Jae Kabupaten Mandailing Natal tahun 2014.


(21)

f. Untuk mengetahui hubungan faktor ibu (pendidikan, pekerjaan) dengan kejadian ISPA pada bayi di wilayah kerja Puskesmas Panyabungan Jae Kabupaten Mandailing Natal tahun 2014.

g. Untuk mengetahui hubungan faktor lingkungan rumah (ventilasi rumah, kepadatan hunian rumah, pemakaian anti nyamuk, bahan bakar untuk memasak, keberadaan perokok) dengan kejadian ISPA pada balita di wilayah kerja Puskesmas Panyabungan Jae Kabupaten Mandailing Natal tahun 2014.

1.4. Manfaat Penelitian

a. Sebagai bahan masukan bagi Puskesmas Panyabungan Jae Kabupaten Mandailing Natal dalam meningkatkan kegiatan pencegahan penyakit ISPA pada anak balita.

b. Sebagai sarana untuk menmbah wawasan dan pengetahuan penulis tentang ISPA serta sebagai bahan masukan bagi peneliti lain yang membutuhkan data penelitian ini.


(22)

2.1. Defenisi ISPA

Istilah infeksi saluran pernafasan akut (ISPA) mengandung 3 unsur yaitu infeksi, saluran pernafasan dan akut. Infeksi adalah masuknya mikro organisme ke dalam tubuh manusia dan berkembang biak sehingga menimbulkan penyakit. Saluran pernafasan adalah organ yang mulai dari hidung, hingga ke alveoli beserta organ

adneksanya (sinus-sinus, rongga telinga tengah dan pleura) sedangkan infeksi akut adalah infeksi yang berlangsung sampai dengan 14 hari walaupun beberapa penyakit yang dapat digolongkan dalam ISPA dapat berlangsung lebih dari 14 hari, misalnya pertusis. Dengan demikian ISPA adalah infeksi saluran pernafasan yang dapat berlangsung sampai 14 hari, dimana secara klinis suatu tanda dan gejala akut akibat infeksi yang terjadi di setiap bagian saluran pernafasan dengan berlangsung tidak lebih dari 14 hari.8

2.2. Etiologi ISPA

Penyakit ISPA dapat disebabkan oleh berbagai penyebab seperti bakteri, virus dan riketsia. ISPA bagian atas umumnya disebabkan oleh virus, sedangkan ISPA bagian bawah dapat disebabkan oleh bakteri, virus dan mycoplasma. ISPA bagian bawah yang disebabkan oleh bakteri umumnya mempunyai manifestasi klinik yang berat sehingga menimbulkan beberapa masalah dalam penanganannya. Bakteri penyebab ISPA antara lain adalah Diplococcus pneumoniae, Pneumococcus,


(23)

Streptococcus pyogenes, Stapilococcus aureus, Haemophilus influenzae dan lain-lain. Virus Penyebab ISPA antara lain adalah golongan Influenzae, Adenovirus,

Sitomegalovirus.9

2.3. Gejala ISPA

Gejala atau gambaran klinis saluran pernafasan akut bergantung pada tempat infeksi serta mikro organisme penyebab infeksi. Semua manifestasi klinis terjadi akibat proses peradangan dan adanya kerusakan langsung akibat mikroorganisme. Manifestasi klinis antara lain :

a. Batuk

b. Bersin dan kongestal nasal

c. Pengeluaran mukus dan rabas dari hidung serta turun ke tenggorokan d. Demam derajat ringan

e. Malaise (tidak enak badan).10

2.4. Cara Penularan Penyakit ISPA

Pada umumnya ISPA termasuk dalam penyakit menular yang ditularkan melalui udara (air borne desease). Sumber penularan adalah penderita ISPA yang menyebarkan bakteri ke udara pada saat batuk atau bersin dalam bentuk droplet

nuclei (partikel kecil hasil sekresi saluran pernafasan dan ludah). Inhalasi merupakan cara terpenting masuknya kuman penyebab ISPA ke dalam saluran pernafasan yaitu bersama dengan udara yang dihirup, disamping itu terdapat juga cara penularan langsung yaitu percikan droplet yang dikeluarkan oleh penderita pada saat batuk,


(24)

bersin dan berbicara kepada orang disekitar penderita, tranmisi langsung dapat juga melalui ciuman, memegang/menggunakan benda yang telah terkena sekresi saluran pernafasan akut.11

2.5. Diagnosa dan Klasifikasi ISPA9

Berdasarkan usia 2 bulan sampai kurang dari 5 tahun, ISPA di klasifikasikan menjadi 3 kelompok, yaitu:

a. Bukan pneumonia

Bukan pneumonia mencakup kelompok pasien pasien balita dengan batuk yang tidak menunjukkan gejala peningkatan frekwensi nafas dan tidak menunjukkan adanya tarikan dinding dada bagian bawah ke arah dalam. Contohnya adalah common cold, faringitis, tonsilitis, dan otitis.

b. Pneumonia

Pnemonia didasarkan pada adanya batuk dan atau kesukaran bernafas. Diagnosa gejala ini berdasarkan umur. Batas frekuensi nafas cepat pada anak berusia dua bulan sampai < 1 tahun adalah 50 kali per menit dan batuk anak usia 1 sampai < 5 tahun adalah 40 kali per menit.

c. Pneumonia berat

Pneumonia berat didasarkan pada adanya batuk dan atau tarikan dinding dada bagian bawah ke arah dalam (chest indrawing) pada anak berusia dua bulan sampai < 5 tahun. Untuk anak berusia < dua bulan, diagnosis pneumonia berat ditandai dengan adanya nafas cepat yaitu frekwensi pernafasan sebanyak60 kali per menit atau lebih,


(25)

atau adanya tarikan yang kuat pada dinding dada bagian bawah ke arah dalam (severe chest indrawing).

2.6. Epidemiologi Penyakit ISPA

Epidemiologi penyakit ISPA yaitu mempelajari frekuensi, distribusi penyakit ISPA serta faktor-faktor (determinan) yang mempengaruhinya.

2.6.1. Distribusi Penyakit ISPA

a. Distribusi Penyakit ISPA berdasarkan Orang

ISPA merupakan penyakit yang sering terjadi pada anak-anak. Daya tahan tubuh anak berbeda dengan orang dewasa karena sistem pertahanan tubuhnya belum kuat. Apabila di dalam satu rumah seluruh anggota keluarga terkena pilek, anak-anak akan lebih mudah tertular. Dengan kondisi tubuh anak yang masih lemah, proses penyebaran penyakit pun menjadi lebih cepat.12 Dalam setahun seorang anak rata-rata bisa mengalami 3 - 6 kali penyakit ISPA.13

Berdasarkan hasil Riskesdas tahun 2013, Karakteristik penduduk dengan ISPA yang tertinggi terjadi pada kelompok umur 1-4 tahun (25,8%). Menurut jenis kelamin, tidak berbeda antara laki-laki dan perempuan. Penyakit ini lebih banyak dialami pada kelompok penduduk dengan kuintil indeks kepemilikan terbawah dan menengah bawah.5

Berdasarkan penelitian Sirait di Kecamatan Medan Tuntungan pada tahun 2010 dengan desain cross sectional mendapatkan bahwa angka prevalens rate kejadian ISPA pada anak balita yaitu 63,5%.14


(26)

b. Distribusi Penyakit Berdasarkan Tempat

ISPA adalah penyebab utama morbiditas dan mortalitas penyakit menular di dunia. Tingkat mortalitas sangat tinggi pada bayi, anak-anak, dan orang lanjut usia, terutama di negara-negara dengan pendapatan per kapita rendah dan menengah.15

Berdasarkan hasil Riskesdas tahun 2013, Lima provinsi dengan ISPA tertinggi adalah Nusa Tenggara Timur (41,7%), Papua (31,1%), Aceh (30,0%), Nusa Tenggara Barat (28,3%) dan Jawa Timur (28,3%). Pada Riskesdas 2007, Nusa Tenggara Timur juga merupakan provinsi tertinggi dengan ISPA. Period prevalence ISPA Indonesia menurut Riskesdas 2013 (25,0%) tidak jauh berbeda dengan 2007 (25,5%).5

c. Distribusi Penyakit Berdasarkan Waktu

Menurut survei demografi Indonesia, insidens pneumonia pada bayi di Indonesia tahun 2007 sebesar 32,27%, tahun 2008 sebesar 34,91% dan tahun 2008 sebesar 35,19%. Profil Kesehatan Indonesia tahun 2008 menyatakan bahwa jumlah kasus pneumonia pada bayi di Provinsi Sumatera Utara sebesar 15.176 kasus, sedangkan menurut profil Kesehatan Indonesia tahun 2010 didapat bahwa jumlah kasus pneumonia pada bayi di provinsi Sumatera Utara sebesar 19.236 kasus.4,16 2.6.2. Determinan Penyakit ISPA

a. Faktor Agent (Bibit Penyakit)

Proses terjadinya penyakit disebabkan adanya interaksi antara agent atau faktor penyebab penyakit, manusia sebagai pejamu atau host dan faktor lingkungan yang mendukung (environtment). Ketiga faktor tersebut dikenal sebagai trias penyebab penyakit. Berat ringannya penyakit yang dialami amat ditentukan oleh sifat-sifat dari


(27)

mikro organisme sebagai penyebab penyakit seperti : patogenesitas, virulensi, antigenitas dan infektifitas.17

Infeksi Saluran pernafasan Atas Akut (ISPA) seperti faringitis dan tonsilitis

akut dapat disebabkan oleh karena infeksi virus, bakteri ataupun jamur. Setengah dari infeksi ini disebabkan oleh virus yaitu virus influenza, parainfluenza, adenovirus, respiratory sincytial virus dan rhino virus.18

b. Faktor Host (Pejamu) 1. Umur

Umur mempunyai pengaruh yang cukup besar untuk terjadinya ISPA. Oleh sebab itu kejadian ISPA pada bayi dan anak balita akan lebih tinggi jika dibandingkan dengan orang dewasa. Kejadian ISPA pada bayi dan balita akan memberikan gambaran klinik yang lebih besar dan jelek, hal ini disebabkan karena ISPA pada bayi dan balita umumnya merupakan kejadian infeksi pertama serta belum terbentuknya secara optimal proses kekebalan secara alamiah. Sedangkan orang dewasa sudah banyak terjadi kekebalan alamiah yang lebih optimal akibat pengalaman infeksi yang terjadi sebelumnya.19

Berdasarkan data profil Kesehatan Indonesia tahun 2007, proporsi pneumonia pada bayi 35,27% dan balita 64,73%. Bila dilihat proporsi pneumonia pada kelompok umur balita, tampak proporsi pneumonia pada bayi dibandingkan balita sekitar 35%. Hal ini menunjukkan bahwa bayi merupakan kelompok usia yang tinggi kejadian pneumonianya. Oleh karena itu pneumonia pada balita dan terutama pada bayi, perlu mendapat perhatian dengan perbaikan gizi dan imunisasi dan meningkatkan upaya


(28)

manajemen tata laksana pneumonia.20 2. Jenis Kelamin

Berdasarkan Pedoman Rencana Kerja Jangka Menengah Nasional Penanggulangan Pneumonia Balita Tahun 2005 - 2009 menunjukkan bahwa anak laki-laki memiliki risiko lebih tinggi daripada anak perempuan untuk terkena ISPA.21 Berdasarkan hasil penelitian Taisir di Kabupaten Aceh Selatan tahun 2005, menunjukkan bahwa proporsi ISPA berdasarkan jenis kelamin pada balita laki-laki (43,3%) lebih tinggi dari pada proporsi ISPA pada balita perempuan (33,7%) tetapi secara statistik, tidak ada hubungan yang bermakna antara jenis kelamin dengan kejadian ISPA pada balita di kelurahan Lhok Bengkuang.22

3. Status Gizi

Keadaan gizi yang buruk muncul sebagai faktor risiko yang penting untuk terjadinya ISPA. Beberapa penelitian telah membuktikan tentang adanya hubungan antara gizi buruk dan infeksi paru, sehingga anak-anak yang bergizi buruk sering mendapat pneumonia.

Batita dengan gizi kurang akan lebih mudah terserang ISPA dibandingkan dengan balita dengan gizi normal karena faktor daya tahan tubuh yang kurang. Dalam keadaan gizi yang baik, tubuh mempunyai cukup kemampuan untuk mempertahankan diri terhadap infeksi. Jika keadaan gizi menjadi buruk maka reaksi kekebalan tubuh akan menurun yang berarti kemampuan tubuh mempertahankan diri terhadap serangan infeksi menjadi menurun. Penyakit infeksi sendiri akan menyebabkan balita tidak mempunyai nafsu makan dan mengakibatkan kekurangan gizi. Pada keadaan


(29)

gizi kurang, balita lebih mudah terserang ISPA lebih berat bahkan serangannya lebih lama.23

Hasil penelitian Sirait di Kelurahan Mangga Kecamatan Medan Tuntungan tahun 2010 dengan desain cross sectional menunjukkan bahwa ada hubungan antara status gizi dengan kejadian ISPA bagian atas pada anak balita dengan nilai p = 0,017. Hasil Ratio Prevalens kejadian ISPA bagian atas pada anak balita dengan status gizi kurang dibanding dengan anak balita dengan ststus gizi baik adalah 1,438 (95% CI: 1,134-1,827). Artinya balita yang mempunyai status gizi kurang merupakan faktor risiko terjadinya ISPA.14

4. Berat Bayi Lahir

Bayi Berat Lahir Rendah (BBLR) ditetapkan sebagai suatu berat lahir yang kurang 2.500 gram. Berat bayi lahir menentukan pertumbuhan dan perkembangan fisik dan mental pada masa balita. Bayi dengan berat lahir rendah (BBLR) mempunyai risiko kematian yang lebih besar dibandingkan dengan bayi berat lahir normal, terutama pada bulan-bulan pertama kelahiran karena pembentukan zat anti kekebalan kurang sempurna sehingga lebih mudah terkena penyakit infeksi, terutama pneumonia dan sakit saluran pernafasan lainnya.

Bayi dengan BBLR sering mengalami gangguan pernafasan. Hal ini disebabkan oleh pertumbuhan dan pengembangan paru yang belum sempurna dan otot pernafasan yang masih lemah.24

Berdasarkan hasil penelitian Sadono, dkk di Kabupaten Blora Provinsi Jawa Tengah tahun 2005 menunjukkan proporsi bayi BBLR yang mengalami ISPA


(30)

(64,3%) lebih tinggi dari pada proporsi BBLR yang tidak mengalami ISPA (35,7%). Hasil statistik diperoleh bahwa ada hubungan yang bermakna antara kejadian ISPA dengan BBLR dengan nilai p = 0,009. Hasil Ratio Prevalens kejadian ISPA pada BBLR dibanding dengan BBLN adalah 2,5 (95% CI: 1,238-5,012). Artinya BBLR merupakan faktor risiko terjadinya ISPA.25

5. Status ASI Eksklusif

Air Susu Ibu (ASI) merupakan makanan bayi yang paling sempurna, bersih dan sehat serta praktis karena mudah diberikan setiap saat. ASI dapat mencukupi kebutuhan gizi bayi untuk tumbuh kembang dengan normal sampai berusia 6 bulan. ASI Eksklusif adalah pemberian ASI saja kepada bayi sampai umur 6 bulan tanpa mamberikan makanan/cairan lain.

Pada waktu lahir sampai berusia beberapa bulan bayi belum dapat membentuk kekebalan sendiri secara sempurna. ASI mampu memberikan perlindungan terhadap infeksi dan alergi serta merangsang perkembangan sistem kekebalan bayi itu sendiri. Dengan adanya zat anti infeksi pada ASI maka bayi dengan ASI eksklusif akan terlindungi dari berbagai macam infeksi, baik yang disebabkan oleh bakteri, virus, jamur atau parasit.

Keunggulan lainnya, ASI mengandung gizi yang cukup lengkap dan komposisinya disesuaikan dengan sistem pencernaan bayi sehingga zat gizi cepat terserap. Berbeda dengan susu formula atau makanan tambahan yang diberikan secara dini pada bayi. Susu formula sangat susah diserap usus bayi sehingga dapat menyebabkan susah buang air besar pada bayi. Proses pembuatan susu formula yang


(31)

tidak steril menyebabkan bayi rentan terkena diare. Hal ini akan menjadi pemicu terjadinya kurang gizi pada anak dan akibat dari kurang gizi anak lebih mudah terserang penyakit infeksi.26

Hasil penelitian Harianja di Kelurahan Kemenangan Tani Kecamatan Medan Tuntungan tahun 2010 dengan desain cross sectional menunjukkan ada hubungan antara status ASI Eksklusif dengan kejadian ISPA bagian atas pada anak balita dengan nilai p = 0,000. Hasil Ratio Prevalens kejadian ISPA bagian atas pada anak balita yang tidak mendapatkan ASI Eksklusif dibanding dengan anak balita yang mendapatkan ASI Eksklusif adalah 2,698 (95% CI: 1,328-5,478). Artinya tidak mendapatkan ASI Eksklusif merupakan faktor risiko terjadinya ISPA bagian atas.27 6. Status Imunisasi

Imunisasi berasal dari kata imun yang berarti kebal atau resisten. Anak yang diimunisasi berarti diberikan kekebalan terhadap suatu penyakit tertentu. Dalam imunologi, kuman atau racun kuman (toksin) disebut antigen. Imunisasi merupakan upaya pemberian kekebalan tubuh yang terbentuk melalui vaksinasi.

Imunisasi bermafaat untuk mencegah beberapa jenis penyakit infeksi seperti polio, TBC, difteri, pertusis, tetanus dan hepatitis B. Bahkan imunisasi juga dapat mencegah kematian dari akibat penyakit-penyakit tersebut. Sebagian besar kasus ISPA merupakan penyakit yang dapat dicegah dengan imunisasi, penyakit yang tergolong ISPA yang dapat dicegah dengan imunisasi adalah difteri dan batuk rejan.28 Sebagian besar kematian ISPA berasal dari jenis ISPA yang berkembang dari penyakit yang dapat dicegah dengan imunisasi seperti difteri, pertusis dan campak,


(32)

maka peningkatan cakupan imunisasi akan berperan dalam upaya pemberantasan ISPA. Untuk mengurangi faktor yang meningkatkan mortalitas ISPA, diupayakan imunisasi lengkap. Cara yang terbukti paling efektif saat ini adalah dengan pemberian imunisasi Campak dan DPT.24

Hasil penelitian Sadono, dkk di Kabupaten Blora Provinsi Jawa Tengah tahun 2005 dengan desain cross sectional diperoleh bahwa ada hubungan yang bermakna antara status imunisasi dengan kejadian ISPA pada bayi dengan nilai p = 0,027 dan Ratio Prevalens 1,8 (95% CI: 1,068-3,168). Artinya bayi dengan status imunisasi tidak lengkap merupakan faktor risiko terjadinya ISPA.25

c. Faktor Lingkungan (Environment) 1. Ventilasi

Faktor lingkungan rumah seperti ventilasi juga berperan dalam penularan ISPA, dimana ventilasi dapat memelihara kondisi udara yang sehat bagi manusia.21

Ventilasi rumah mempunyai banyak fungsi. Fungsi pertama adalah menjaga agar aliran udara di dalam rumah tersebut tetap segar. Hal ini berarti keseimbangan oksigen yang diperlukan oleh penghuni rumah tersebut tetap terjaga. Kurangnya ventilasi akan menyebabkan kurangnya oksigen di dalam rumah yang berarti kadar karbon dioksida yang bersifat racun bagi penghuninya menjadi meningkat. Sirkulasi udara dalam rumah akan baik dan mendapatkan suhu yang optimum harus mempunyai ventilasi minimal 10% dari luas lantai.29

Berdasarkan hasil penelitian Sulistyowati di Kabupaten Trenggalek tahun 2010 didapatkan bahwa proporsi anak balita penderita pneumonia yang memiliki ventilasi


(33)

rumah yang tidak memenuhi syarat kesehatan sebesar 57,8%. Hasil uji statistik diperoleh bahwa terdapat hubungan yang bermakna antara kejadian pneumonia dengan ventilasi (p = 0,042). Nilai OR 1,9 (95% CI: 1,0-3,4), artinya anak balita kemungkinan menderita pneumonia 1,9 kali pada balita yang memiliki ventilasi rumah yang tidak memenuhi syarat kesehatan.30

2. Kepadatan Hunian Ruang Tidur

Berdasarkan KepMenkes RI No. 829 tahun 1999 tentang kesehatan perumahan menetapkan bahwa luas ruang tidur minimal 8 m2 dan tidak dianjurkan digunakan lebih dari dua orang tidur, kecuali anak dibawah umur 5 tahun. Bangunan yang sempit dan tidak sesuai dengan jumlah penghuninya akan mempunyai dampak kurangnya oksigen didalam ruangan sehingga daya tahan penghuninya menurun, kemudian cepat timbulnya penyakit saluran pernafasan seperti ISPA.

Kepadatan di dalam kamar terutama kamar balita yang tidak sesuai dengan standar akan meningkatkan suhu ruangan yang disebabkan oleh pengeluaran panas badan yang akan meningkatkan kelembaban akibat uap air dari pemanasan tersebut. Dengan demikian, semakin banyak jumlah penghuni ruangan tidur maka semakin cepat udara ruangan mengalami pencemaran gas atau bakteri. Dengan banyaknya penghuni, maka kadar oksigen dalam ruangan menurun dan diikuti oleh peningkatan karbon dioksida dan dampak peningkatan karbon dioksida dalam ruangan adalah penurunan kualitas udara dalam ruangan.31

Hasil penelitian Gulo di Kelurahan Ilir Gunung Sitoli Kabupaten Nias tahun 2009 menunjukkan proporsi balita yang tinggal di rumah yang kepadatan hunian


(34)

rumahnya tergolong padat menderita ISPA sebesar 88,9%. Hasil uji statistik diperoleh bahwa ada hubungan yang bermakna antara kapadatan hunian rumah dengan kejadian ISPA pada balita dengan nilai p = 0,037. Nilai Ratio Prevalens kejadian ISPA pada balita yang tinggal di rumah yang kepadatan hunian rumahnya tergolong padat dibanding dengan balita yang tinggal di rumah yang kepadatan hunian rumahnya tergolong tidak padat adalah 1,189. Artinya hunian rumah yang tergolong padat merupakan faktor risiko terjadinya ISPA.32

3. Pemakaian Anti Nyamuk

Penggunaan anti nyamuk sebagai alat untuk menghindari gigitan nyamuk dapat menurunkan kualitas udara dalam ruangan sehingga menyebabkan gangguan saluran pernafasan karena menghasilkan asap dan bau tidak sedap. Adanya pencemaran udara di lingkungan rumah akan merusak mekanisme pertahanan paru-paru sehingga mempermudah timbulnya gangguan pernafasan.

Berdasarkan penelitian Muliono Sihite di Perumnas Mandala Kecamatan Percut Sei Tuan tahun 2004 dengan desain cross sectional menunjukkan ada hubungan yang bermakna antara penggunaan anti nyamuk dengan kejadian ISPA pada balita dengan nilai p = 0,000.33

4. Keberadaan Perokok

Paparan asap rokok merupakan penyebab signifikan masalah kesehatan seperti pernafasan akut infeksi (ISPA) pada anak.37 Satu batang rokok dibakar maka akan mengeluarkan sekitar 4000 bahan kimia seperti nikotin, gas carbon monoksida, nitrogen oksida, hidrogen cianida, amonia, acrolein, acetilen, benzoldehide,


(35)

urethane, methanol, conmarin, 4-ethyl cathecol, ortcresor peryline dan lainnya.19 Hasil penelitian Harianja di Kelurahan Kemenangan Tani Kecamatan Medan Tuntungan tahun 2010 dengan desain cross sectional menunjukkan ada hubungan antara keberadaan anggota keluarga yang merokok dengan kejadian ISPA bagian atas pada anak balita dengan nilai p = 0,001. Hasil Ratio Prevalens kejadian ISPA bagian atas pada anak balita yang memiliki anggota keluarga perokok dibanding dengan anak balita yang tidak memiliki anggota keluarga perokok adalah 3,211 (95% CI: 1,154-8,932). Artinya keberadaan anggota keluarga perokok merupakan faktor risiko terjadinya ISPA bagian atas.27

Berdasarkan hasil penelitian Mukono di Puskesmas Pati I tahun 2006 dengan desain case control, berdasarkan analisis bivariat hubungan keberadaan anggota keluarga yang merokok dengan kejadian ISPA pada balita diperoleh nilai p = 0,000 dan OR 4,63 (95% CI: 2,04-10,52). Hal ini menunjukkan bahwa ada hubungan antara keberadaan anggota keluarga yang merokok dengan kejadian ISPA pada balita. OR 4,63 artinya anak balita yang tinggal di rumah dengan anggota keluarga yang merokok kemungkinan untuk menderita ISPA 4,65 kali dibandingkan balita yang tinggal di rumah dengan anggota keluarga yang tidak merokok.29

5. Bahan Bakar Untuk Memasak

Pencemaran udara di dalam rumah banyak terjadi di negara-negara berkembang. Diperkirakan setengah dari rumah tangga di dunia memasak dengan bahan bakar yang belum diproses seperti kayu, sisa tanaman dan batubara sehingga akan melepaskan emisi sisa pembakaran di dalam ruangan tersebut.Pembakaran pada


(36)

kegiatan rumah tangga dapat menghasilkan bahan pencemar antara lain asap, debu,

grid (pasir halus) dan gas (CO dan NO).35

Tingkat polusi yang dihasilkan bahan bakar menggunakan kayu jauh lebih tinggi dibandingkan bahan bakar menggunakan gas. Sejumlah penelitian menunjukkan paparan polusi dalam ruangan meningkatkan risiko kejadian ISPA pada anak-anak.36

Berdasarkan hasil penelitian Naria, dkk di wilayah kerja Puskesmas Tuntungan tahun 2008 menunjukkan proporsi balita yang tinggal di rumah yang menggunakan bahan bakar kayu menderita ISPA sebanyak 39 orang (81,25%), sedangkan yang tidak menderita ISPA sebanyak 9 orang (19,75%). Hasil uji Chi Square diperoleh bahwa ada hubungan yang bermakna antara bahan bakar dengankejadian ISPA pada balita dengan nilai p = 0,001. Nilai Ratio Prevalens kejadian ISPA pada balita yang menggunakan bahan bakar kayu dibanding dengan balita yang menggunakan bahan bakar minyak/gas adalah 1,715. Artinya penggunaan bahan bakar kayu merupakan faktor risiko terjadinya ISPA.37

2.7. Pencegahan Penyakit ISPA17,34

2.7.1. Pencegahan Tingkat Pertama (Primary Prevention)

Ditujukan pada orang sehat dengan usaha peningkatan derajat kesehatan (health promotion) dan pencegahan khusus (specific protection) terhadap penyakit tertentu. Adapun tindakan-tindakan yang dilakukan dalam pencegahan primer yaitu:


(37)

dapat mengubah sikap dan perilaku masyarakat terhadap hal-hal yang dapat meningkatkan faktor risiko penyakit ISPA. Kegiatan penyuluhan ini dapat berupa penyuluhan penyakit ISPA, penyuluhan ASI Eksklusif, penyuluhan imunisasi, penyuluhan gizi seimbang pada ibu dan anak, penyuluhan kesehatan lingkungan rumah, penyuluhan bahaya rokok.

b. Imunisasi, yang merupakan strategi spesifik untuk dapat mengurangi angka kesakitan (insiden) pneumonia.

c. Usaha di bidang gizi yaitu untuk mengurangi malnutrisi, defisiensi vitamin A. d. Program KIA yang menangani kesehatan ibu dan bayi berat lahir rendah.

e. Program Penyehatan Lingkungan Pemukiman (PLP) yang menangani masalah polusi di dalam maupun di luar rumah.

2.7.2. Pencegahan Tingkat Kedua (Secondary Prevention)36

Upaya penanggulangan ISPA dilakukan dengan upaya pengobatan sedini mungkin. Upaya pengobatan yang dilakukan untuk kelompok umur 2 bulan - < 5 tahun dibedakan atas klasifikasi ISPA yaitu :

a. Pneumonia Sangat Berat: rawat di rumah sakit, berikan oksigen, terapi antibiotik dengan memberikan kloramfenikol secara intramuskular setiap 6 jam. Apabila pada anak terjadi perbaikan (biasanya setelah 3 - 5 hari), pemberiannya diubah menjadi kloramfenikol oral, obati demam, obati mengi, perawatan suportif, hati-hati dengan pemberian terapi cairan, nilai ulang dua kali sehari.

b. Pneumonia Berat: rawat di rumah sakit, berikan oksigen, terapi antibiotik dengan memberikan benzilpenesilin secara intramuskular setiap 6 jam paling sedikit


(38)

selama 3 hari, obati demam, obati mengi, perawatan suportif, hati-hati pada pemberian terapi cairan, nilai ulang setiap hari.

c. Pneumonia: obati di rumah, terapi antibiotik dengan memberikan kotrimoksasol, ampisilin, amoksilin oral, atau suntikan penisilin prokain intramuskular per hari, nasihati ibu untuk memberikan perawatan di rumah, obati demam, obati mengi, nilai ulang setelah 2 hari.

d. Bukan Pneumonia (batuk atau pilek): obati di rumah, terapi antibiotik sebaiknya tidak diberikan, terapi spesifik lain (untuk batuk dan pilek), obati demam, nasihati ibu untuk memberikan perawatan di rumah.

e. Pneumonia Persisten: rawat (tetap opname), terapi antibiotik dengan memberikan kotrimoksasol dosis tinggi untuk mengobati kemungkinan adanya infeksi pneumokistik, perawatan suportif, penilaian ulang.

2.7.3. Pencegahan Tingkat Ketiga (Tertiary Prevention)12

Tingkat pencegahan ini ditujukan kepada balita penderita ISPA agar tidak bertambah parah dan mengakibatkan kematian.

a. Pneumonia Sangat Berat: jika anak semakin memburuk setelah pemberian kloram fenikol selama 48 jam, periksa adanya komplikasi dan ganti dengan kloksasilin ditambah gentamisin jika diduga suatu pneumonia stafilokokus.

b. Pneumonia Berat: jika anak tidak membaik setelah pemberian benzilpenisilin dalam 48 jam atau kondisinya memburuk setelah pemberian benzilpenisilin kemudian periksa adanya komplikasi dan ganti dengan kloramfenikol. Jika anak masih menunjukkan tanda pneumonia setelah 10 hari pengobatan antibiotik maka


(39)

cari penyebab pneumonia persistensi.

c. Pneumonia: Coba untuk melihat kembali anak setelah 2 hari dan periksa adanya tanda-tanda perbaikan (pernafasan lebih lambat, demam berkurang, nafsu makan membaik. Nilai kembali dan kemudian putuskan jika anak dapat minum, terdapat penarikan dinding dada atau tanda penyakit sangat berat maka lakukan kegiatan ini yaitu rawat, obati sebagai pneumonia berat atau pneumonia sangat berat. Jika anak tidak membaik sama sekali tetapi tidak terdapat tanda pneumonia berat atau tanda lain penyakit sangat berat, maka ganti antibiotik dan pantau secara ketat.


(40)

2.8. Kerangka Konsep

FAKTOR BALITA 1. Umur Balita

2. Jenis Kelamin Balita 3. Status Gizi Balita

4. Status Asi Ekslusif Balita 5. Status Imunisasi Balita

FAKTOR IBU 1. Pendidikan Ibu 2. Pekerjaan Ibu

Kejadian Infeksi Saluran Pernafasan

Akut Pada Balita

FAKTOR LINGKUNGAN RUMAH 1. Ventilasi Rumah

2. Kepadatan Hunian Ruang Tidur 3. Pemakaian Anti Nyamuk Bakar 4. Bahan Bakar Untuk Memasak 5. Keberadaan Perokok


(41)

Jenis penelitian ini merupakan penelitian observasional analitik dengan menggunakan desain crossectional.

3.2. Lokasi dan Waktu Penelitian 3.2.1. Lokasi Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di wilayah kerja Puskesmas Panyabungan Jae Kabupaten Mandailing Natal yaitu di Desa Pidoli yang paling tinggi kejadian ISPA menurut laporan bulanan P2 ISPA Puskesmas Panyabungan Jae. Berdasarkan data bulanan P2 ISPA Puskesmas Panyabungan Jae tahun 2014 didapat bahwa ISPA adalah penyakit peringkat pertama dari 10 penyakit terbesar di Puskesmas Panyabungan Jae.

3.2.2. Waktu Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan mulai bulan Maret sampai Desember 2014.

3.3. Populasi dan Sampel 3.3.1. Populasi

Populasi pada penelitian ini adalah seluruh anak balita yang ada di Desa Pidoli Kecamatan Panyabungan Kabupaten Mandailing Natal di wilayah kerja Puskesmas Panyabungan Jae yang terdiri dari 268 anak balita.


(42)

3.3.2. Sampel

Sampel dalam penelitian ini yaitu sebagian anak balita yang tinggal di Desa Pidoli Kecamatan Panyabungan Kabupaten Mandailing Natal di wilayah kerja Puskesmas Panyabungan Jae Kabupaten Mandailing Natal.

a. Besar Sampel

Besar sampel dihitung dengan rumus penghitungan besar sampel minimal di bawah ini :

n =�1

2−�/2 (1−�)

�2 Keterangan :

n =besar sampel minimum p =proporsi pada populasi (0,62)

d =besar penyimpangan (absolut) yang bisa diterima (0,1)

Z1-α/2 = nilai sebaran normal baku yang besarnya tergantung α (95%) Berdasarkan rumus tersebut maka besar sampel minimal adalah : n =(1,96)

2 (0,62)(10,62)

(0,1)2

n = 91

Untuk mengantisipasi adanya kekurangan sampel maka besar sampel minimal ditambah 10% dari minimal sampel, sehingga besar sampel (n) = 91 + 9,1 = 100 0rang.


(43)

b. Teknik Pengambilan Sampel

Teknik pengambilan sampel pada penelitian ini menggunakan Purposive Sampling. Atas pertimbangan waktu, biaya, dan tenaga peneliti, maka diambillah desa Pidoli Lombang. Pemilihan desa ini didasarkan karena kejadian ISPA pada anak balita tinggi berdasarkan laporan P2 ISPA di Puskesmas Panyabungan Jae Kabupaten Mandailing Natal Kabupaten Mandailing Natal. Untuk pengambilan sampel di desa ini, dilakukan dengan mengunjungi rumah penduduk, kemudian dilakukan wawancara observasi serta pengukuran sesuai dengan kuesioner yang telah dipersiapkan. Kemudian secara purposive pindah ke rumah berikutnya yang terdekat dan seterusnya sampai semua anak balita di daerah tersebut terdata.

3.4. Metode Pengumpulan Data 3.4.1. Data Primer

Data primer merupakan data yang diperoleh dari responden yaitu ibu anak balita secara langsung dan hasil pengamatan melalui observasi dan pengukuran. Data ini dapat diperoleh dengan menggunakan metode:

a. Wawancara

Dilakukan dengan menanyakan secara langsung kepada ibu berapa usia anak balitanya, jenis kelamin ,Status ASI eksklusif, dan status imunisasi anak balitanya, pendidikan ibu, pekerjaan ibu, pemakaian anti nyamuk,bahan bakar untuk memasak, dan keberadaan perokok dengan menggunakan kuesioner yang telah dipersiapkan sebelumnya.


(44)

b. Observasi

Observasi dilakukan cara melihat atau mengamati langsung luas ventilasi dengan luas lantai.

c. Pengukuran

Pengukuran dilakukan dengan menggunakan timbangan duduk dan timbangan berdiri untuk mendapatkan berat badan anak balita, Mikrotoise untuk mengukur Tinggi Badan dan Panjang Badan anak balita, kepadatan penghuni diukur dengan membandingkan luas lantai dengan jumlah penghuni dalam satu rumah.

3.4.2. Data sekunder

Data sekunder yang akan dikumpulkan berkaitan dengan tujuan penelitian seperti batasan wilayah penelitian, dan lain-lain diperoleh dari Profil Puskesmas Panyabungan Jae tahun 2014.

3.5. Teknik Analisa Data 3.5.1. Analisis Univariat

Analisis univariat digunakan untuk melihat karakteristik dan distribusi frekuensi setiap variabel independen yang meliputi, faktor anak balita (umur, jenis kelamin, status gizi, berat badan lahir, status ASI eksklusif, status imunisasi); faktor ibu (pendidikan, pekerjaan); faktor lingkungan rumah (ventilasi rumah, kepadatan hunian ruang tidur, pemakaian obat nyamuk, bahan bakar untuk memasak, keberadaan perokok).


(45)

3.5.2. Analisis Bivariat

Analisis bivariat digunakan untuk mengetahui hubungan antara variabel independen (bebas) dengan variabel dependen (terikat). Analisis ini dilakukan dengan menggunakan uji Chi-square pada tingkat kepercayaan 90% (=0,1), sehingga apabila ditemukan hasil analisis statistik p < 0,05 maka variabel tersebut dinyatakan berhubungan secara signifikan.

3.6. Defenisi Operasional

3.6.1. Kejadian Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA)

Kejadian infeksi saluran pernafasan akut (ISPA) adalah penyakit infeksi saluran pernafasan dengan tanda-tanda klinis pada anak balita dalam waktu dua minggu terakhir berdasarkan pemeriksaan dokter, dapat dikategorikan atas :

1. ISPA (batuk dan atau pilek, disertai demam atau tidak)

2. Tidak ISPA (apabila tidak terdapat salah satu dari tanda-tanda di atas). 3.6.2. Umur anak balita adalah usia balita yang dihitung sejak dilahirkan sampai

dengan dilakukan penelitian ini, dikategorikan atas : 1. ≥ 12 bulan - < 36 bulan

2. > 36 bulan - ≤ 60 bulan

3.6.3. Jenis Kelamin adalah jenis kelamin anak balita yang merupakan objek penelitian, dikategorikan atas :

1. Laki-laki 2. Perempuan


(46)

3.6.4.Status Gizi Anak Balita adalah keadaan gizi anak balita saat dilakukan penelitian dilihat dari pengukuran antropometrik berdasarkan (BB/TB) dengan menggunakan standar Z score, dikategorikan atas :

1. Gizi lebih (Z-Score > 2,0 SD)

2. Gizi baik (Z-Score , -2,0 SD <= Z <= 2,0 SD) 3. Gizi kurang (Z-Score < -2,0 SD)

4. Gizi buruk (Z-Score <-3,0 SD)

3.6.5.Status ASI Ekslusif adalah ada/tidaknya bayi mendapat ASI sejak lahir sampai usia 6 bulan tanpa mendapatkan makanan dan minuman lain selain ASI :

1. ASI Eksklusif (bayi mendapat ASI saja sebagai makanan sampai usia 6 bulan).

2. Tidak ASI Eksklusif

3.6.6.Status Imunisasi adalah jenis imunisasi yang sudah didapatkan oleh anak balita sesuai dengan batas waktu pemberian usia balita dan frekwensi mendapatkannya yaitu, BCG : 0-11 bulan, Polio 4x : 0-11 bulan, Campak 1x : 9-11bulan, Hepatitis B 3x: 0-11 bulan, dikategorikan atas :

1. Tidak lengkap (bila bayi tidak mendapatkan imunisasi yang seharusnya diperoleh sesuai umur).

2. Lengkap (bila bayi sudah mendapatkan imunisasi yang harus diperolehnya sesuai dengan batas usia (BCG 1x : 0-11 bulan, DPT 3x : 2-11 bulan, Polio 4x : 11 bulan, Campak 1x : 9-11, Hepatitis B 3x : 0-11 bulan)).


(47)

3.6.7.Pendidikan Ibu adalah tingkat pendidikan formil terakhir ibu anak balita, dikelompokkan atas:

1. SD 2. SMP

3. SMA

4. Akademik/Perguruan Tinggi

Selanjutnya untuk analisa statistik, pendidikan ibu dikategorikan menjadi : 1. Rendah (SD dan SMP )

2. Tinggi (SMA dan Perguruan Tinggi )

3.6.8.Pekerjaan Ibu adalah kegiatan yang dilakukan sehari-hari oleh ibu balita baik di dalam rumah tangga maupun diluar rumah, dikategorikan atas :

1. PNS 2. Karyawan 3. Wiraswasta 4. Petani

5. Tidak bekerja/IRT

Selanjutnya untuk analisa statistik, pekerjaan ibu dikategorikan menjadi : 1. Bekerja (PNS, karyawan, wiraswasta, petani)

2. Tidak bekerja/ Ibu Rumah Tangga (IRT)

3.6.9.Ventilasi Rumah adalah keadaan luas penghawaan atau ventilasi rumah yang permanen minimal 10% dari luas lantai yang diukur pada saat observasi, dikategorikan atas :

1. Tidak baik (luas ventilasi < 10% luas lantai) 2. Baik (luas ventilasi ≥ 10% luas lantai)

3.6.10.Kepadatan hunian ruang tidur adalah kepadatan penghuni dalam ruang tidur anak balita, yang dibedakan atas :


(48)

1. Padat (kepadatan penghuni < 4m2/orang) 2. Tidak padat (kepadatan penghuni ≥ 4m2/orang)

3.6.11.Pemakaian Anti Nyamuk Bakar adalah kebiasaan menggunakan anti nyamuk bakar di dalam rumah atau ketika tidur pada malam hari, dikategorikan atas : 1. Ya

2. Tidak

3.6.12.Bahan Bakar Untuk Memasak adalah bahan bakar yang digunakan saat memasak setiap hari, dikategorikan atas :

1. Kayu bakar 2. Minyak Tanah 3. Gas/Elpiji

Selanjutnya untuk analisa statistik, bahan bakar untuk memasak dikategorikan menjadi:

1. Kayu Bakar/Minyak Tanah 2. Gas/Elpiji

3.6.13.Keberadaan Perokok adalah keberadaan perokok dalam rumah yang dikategorikan atas :

1. Ada 2. Tidak ada


(49)

3.7. Aspek Pengukuran

Variabel yang dianalisa dalam penelitian ini adalah :

No Variabel Cara dan Alat

Ukur Hasil Ukur

Skala Ukur 1. Kejadian

ISPA

Wawancara (kuesioner)

1.ISPA (Batuk dan atau pilek disertai demam atau tidak) 2.Tidak ISPA (Apabila tidak

terdapat salah satu dari tanda-tanda diatas)

Ordinal

2. Status Gizi Dengan

menimbang BB dan TB (Timbangan Duduk/Timbangan berdiri dan Mikrotoise)

1.Status Gizi Tidak Baik (Gizi lebih (Z-Score > 2,0 SD), gizi kurang (Z-Score < 3,0 SD))

2.Status Gizi Baik (ZScore, -2,0 SD <= Z <= -2,0 SD))

Ordinal

3. Status ASI Ekslusif

Wawancara (kuesioner)

1.Tidak ASI Ekslusif

2.ASI Eksklusif (balita mempunyai riwayat mendapatkan ASI saja sebagai makanan sampai usia 6 bulan)

Ordinal

4. Status Imunisasi

Wawancara dan melihat KMS (kuesioner)

1. Tidak lengkap (bila bayi

tidak mendapatkan imunisasi yang seharusnya

diperoleh sesuai umur). 2. Lengkap bila anak balita

sudah mendapatkan imunisasi yang harus diperolehnya sesuai dengan batas usia (BCG 1x : 0-11 bulan, DPT 3x : 2-11 bulan, Polio 4x : 0-11 bulan, Campak 1x : 9-11, Hepatitis B 3x : 0-11 bulan).

Ordinal

5. Ventilasi rumah

Observasi (kuesioner,

1.Tidak baik (ventilasi <10% luas lantai)


(50)

No Variabel Cara dan Alat

Ukur Hasil Ukur

Skala Ukur membandingkan

luas ventilasi dengan luas lantai)

2.Baik (ventilasi >=10% luas lantai)

6. Kepadatan Hunian Rumah

Wawancara (kuesioner)

1.Tidak Padat (kepadatan penghuni >=4m2/orang 2.Padat (kepadatan penghuni

< 4 m2/orang)

Ordinal

7. Pemakaian Anti Nyamuk Bakar

Wawancara (kuesioner)

1.Tidak (jika tidak

menggunakan anti nyamuk bakar untuk menghindari gigitan nyamuk)

2.Ya (jika menggunakan anti nyamuk bakar untuk nyamuk bakar untuk menghindarigigitan

nyamuk)

Ordinal

8. Keberadaan Perokok

Wawancara (kuesioner)

1.Ada (bila ada anggota keluarga yang merokok dalam rumah)

2.Tidak ada (bila tidak ada anggota keluarga yang merokok dalam rumah)


(51)

4.1Gambaran Umum Lokasi Penelitian 4.1.1 Geografis

Puskesmas Panyabungan Jae terletak di Kecamatan Panyabungan Kabupaten Mandailing Natal dengan luas wilayah 9.685,69 Km2 dan terdiri dari 9 Kelurahan dan 16 Desa.

Batas-batas wilayah kerja Puskesmas Panyabungan Jae adalah: a. Sebelah utara berbatasan dengan Kelurahan Kayu Jati

b. Sebelah selatan berbatasan dengan Desa Parbangunan c. Sebelah barat berbatasan dengan Desa Adianjior d. Sebelah timur berbatasan dengan Desa Salambue 4.1.2 Demografi

Jumlah penduduk yang ada di wilayah kerja Puskesmas Panyabungan Jae 69.500 jiwa yang terdiri dari laki-laki 33.020 (47,51 %) dan perempuan 36.480 (52,48 %). Penduduk ini terdiri dari 17.045 kepala keluarga (KK).

4.2Analisis Univariat

Analisis univariat digunakan untuk memperoleh gambaran distribusi frekuensi atau besarnya proporsi berdasarkan variabel yang diteliti, yaitu faktor balita (umur, jenis kelamin, status gizi, status ASI Eksklusif, status imunisasi), faktor ibu


(52)

(pendidikan, pekerjaan), faktor lingkungan rumah (ventilasi, kepadatan hunian rumah, pemakaian anti nyamuk bakar, bahan bakar untuk masak, keberadaan perokok).

4.2.1 Kejadian Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA)

Penelitian yang dilakukan terhadap 100 anak balita di puskesmas Panyabungan Jae Kabupaten Mandailing Natal tahun 2014 diperoleh distribusi proporsi responden berdasarkan kejadian ISPA. Data selengkapnya dapat dilihat pada Tabel 4.1

Tabel 4.1 Distribusi Proporsi Anak Balita Berdasarkan Kejadian Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA) pada anak balita di Wilayah Kerja Puskesmas Panyabungan Jae Kabupaten Mandailing Natal Tahun 2014

Berdasarkan Tabel 4.1 dapat diketahui bahwa proporsi prevalens ISPA pada anak balita di Wilayah Kerja Puskesmas Penyabungan Jae Kabupaten Mandailing Natal tahun 2014 adalah 61%.

4.2.2 Faktor Balita

Penelitian yang dilakukan terhadap 100 anak balita di puskesmas Panyabungan Jae Kabupaten Mandailing Natal tahun 2014 diperoleh distribusi proporsi berdasarkan umur, jenis kelamin, status gizi, status ASI Eksklusif, status imunisasi. Data selengkapnya dapat dilihat pada Tabel 4.2.

Kejadian ISPA f %

ISPA 61 61

Tidak ISPA 39 39


(53)

Tabel 4.2 Distribusi Proporsi Berdasarkan Faktor Balita (Umur, Jenis Kelamain, Status Gizi, Status ASI Eksklusif, Status Imunisasi di Wilayah Kerja Puskesmas Panyabungan Jae Kabupaten Mandailing Natal Tahun 2014

Karakteristik f %

Umur (Bulan)

≥ 12 - < 36 > 36 - ≤ 60

58 42 58 42 Jenis Kelamin Laki-laki Perempuan 52 48 52 48 Status Gizi Tidak Baik Baik 6 94 6 94 Status ASI Eksklusif

Tidak Ya 61 39 61 39 Status Imunisasi Tidak Lengkap Lengkap 29 71 29 71

Berdasarkan Tabel 4.2 di atas dapat diketahui bahwa proporsi anak balita di Wilayah Puskesmas Panyabungan Jae Kabupaten Mandailing Natal tahun 2014 berdasarkan umur, paling banyak ditemukan pada golongan umur ≥ 12 - < 36 bulan yaitu 58 orang (58%), kemudian pada golongan umur > 36 - ≤ 60 bulan yaitu 42 orang (42%).

Proporsi anak balita di Wilayah Kerja Puskesmas Panyabungan Jae Kabupaten Mandailing Natal tahun 2014 berdasarkan jenis kelamin, lebih banyak ditemukan pada laki-laki yaitu 52 orang (52%), sedangkan pada laki-laki yaitu 38 orang (38%).


(54)

Proporsi anak balita di Wilayah Kerja Puskesmas Panyabungan Jae Kabupaten Mandailing Natal tahun 2014 berdasarkan status gizi, paling banyak status gizi baik yaitu 94 orang (94%), kemudian status gizi tidak baik yaitu 6 orang (6%).

Proporsi anak balita di Wilayah Kerja Puskesmas Panyabungan Jae Kabupaten Mandailing Natal tahun 2014 berdasarkan status ASI Eksklusif, paling banyak tidak mendapatkan ASI Eksklusif yaitu 61 orang (61%), kemudian mendapatkan ASI Eksklusif yaitu 39 orang (39%).

Proporsi anak balita di Wilayah Kerja Puskesmas Panyabungan Jae Kabupaten Mandailing Natal tahun 2014 berdasarkan status imunisasi, paling banyak imunisasi lengkap yaitu 71 orang (71%), kemudian tidak lengkap yaitu 29 orang (29%).

4.2.3 Faktor Ibu

Penelitian yang dilakukan terhadap 100 anak balita di Wilayah Kerjapuskesmas Panyabungan Jae Kabupaten Mandailing Natal tahun 2014, diperoleh distribusi proporsi ispa berdasarkan faktor ibu (pendidikan dan pekerjaan ibu). Data selengkapnya dapat dilihat pada Tabel 4.3, 4.4

Tabel 4.3 Distribusi Proporsi Berdasarkan Faktor Ibu (Pendidikan dan Pekerjaan) di Wilayah Kerja Puskesmas Panyabungan Jae Kabupaten Mandailing Natal Tahun 2014

Karakteristik f %

Pendidikan

Tidak Sekolah/Tidak Tamat SD Tamat SD/sederajat

Tamat SMP/sederajat Tamat SMA/sederajat Akademik/Perguruan Tinggi

3 18 13 46 20

3 18 13 46 20


(55)

Tabel 4.3 Lanjutan Pekerjaan

PNS Karyawan Wiraswasta Petani

Tidak bekerja/IRT

8 6 9 4 73

8 6 9 4 73

Berdasarkan Tabel 4.3 dapat diketahui bahwa proporsi anak balita yang pendidikan ibunya tidak sekolah/tidak tamat SD yaitu 3 %, tamat SD/sederajat 18 %, tamat SMP/sederajat 13 %, tamat SMA/sederajat 46 %, sedangkan tamat Akademik/Perguruan Tinggi 20 %. Proporsi anak balita yang pekerjaan ibunya PNS yaitu 8 %, karyawan 6 %, wiraswasta 9 %, petani 4 %, sedangkan yang tidak bekerja atau sebagai ibu rumah tangga yaitu 73 %.

4.2.4 Faktor Lingkungan Rumah

Penelitian yang dilakukan terhadap 100 anak balita di Wilayah Kerja puskesmas Panyabungan Jae Kabupaten Mandailing Natal tahun 2014, diperoleh distribusi proporsi berdasarkan faktor lingkungan keluarga (ventilasi, kepadatan hunian rumah, pemakaian anti nyamuk bakar, bahan bakar untuk masak, keberadaan perokok).

4.2.4.1 Ventilasi

Penelitian yang dilakukan terhadap 100 anak balita di Wilayah Kerja Puskesmas Panyabungan Jae Kabupaten Mandailing Natal tahun 2014, diperoleh distribusi proporsi berdasarkan ventilasi rumah. Data selengkapnya dapat dilihat pada Tabel 4.4


(56)

Tabel 4.4 Distribusi Proporsi Berdasarkan Ventilasi Rumah di Wilayah Kerja Puskesmas Panyabungan Jae Kabupaten Mandailing Natal Tahun 2014

Ventilasi Rumah f %

Baik Tidak Baik

77 23

77 23

Total 100 100

Berdasarkan Tabel 4.4 dapat diketahui bahwa proporsi berdasarkan ventilasi rumah di Wilayah Kerja puskesmas Panyabungan Jae Kabupaten Mandailing Natal tahun 2014, lebih banyak ditemukan ventilasi baik yaitu 77 orang (77%), sedangkan yang tidak baik yaitu 23 orang (23%).

4.2.4.2 Kepadatan Hunian Ruang Tidur

Penelitian yang dilakukan terhadap 100 anak balita di Wilayah Kerja Puskesmas Panyabungan Jae Kabupaten Mandailing Natal tahun 2014, diperoleh distribusi proporsi berdasarkan kepadatan hunian ruang tidur. Data selengkapnya dapat dilihat pada Tabel 4.6

Tabel 4.5 Distribusi Proporsi Berdasarkan Kepadatan Hunian Ruang Tidur di Wilayah Kerj Puskesmas Panyabungan Jae Kabupaten Mandailing Natal Tahun 2014

Kepadatan Hunian Rumah f %

Padat Tidak Padat

51 49

51 49

Total 100 100

Berdasarkan Tabel 4.6 dapat diketahui bahwa proporsi berdasarkan kepadatan hunian ruang tidur di wilayah kerja puskesmas Panyabungan Jae Kabupaten


(57)

Mandailing Natal tahun 2014, lebih banyak ditemukan hunian padat yaitu 51 orang (51%), sedangkan yang tidak padat yaitu 49 orang (49%).

4.2.4.3 Pemakaian Anti Nyamuk Bakar

Penelitian yang dilakukan terhadap 100 anak balita di puskesmas Panyabungan Jae Kabupaten Mandailing Natal tahun 2014, diperoleh distribusi proporsi berdasarkan pemakaian anti nyamuk bakar. Data selengkapnya dapat dilihat pada Tabel 4.7

Tabel 4.6 Distribusi Proporsi Responden Berdasarkan Pemakaian Anti Nyamuk Bakar di Puskesmas Panyabungan Jae Kabupaten Mandailing Natal Tahun 2014

Pemakaian Anti Nyamuk

Bakar f %

Ya Tidak

26 74

26 74

Total 100 100

Berdasarkan Tabel 4.7 dapat diketahui bahwa proporsi berdasarkan pemakaian anti nyamuk bakar di wilayah kerja puskesmas Panyabungan Jae Kabupaten Mandailing Natal tahun 2014, lebih banyak ditemukan tidak menggunakan anti nyamuk bakar yaitu 74 orang (74%), sedangkan yang menggunakan anti nyamuk bakar yaitu 26 orang (26%).

4.2.4.4 Bahan Bakar Untuk Masak

Penelitian yang dilakukan terhadap 100 anak balita di puskesmas Panyabungan Jae Kabupaten Mandailing Natal tahun 2014, diperoleh distribusi


(58)

proporsi berdasarkan bahan bakar untuk masak. Data selengkapnya dapat dilihat pada Tabel 4.8

Tabel 4.7 Distribusi Proporsi Berdasarkan Bahan Bakar Untuk Masak di Wilayah Kerja Puskesmas Panyabungan Jae Kabupaten Mandailing Natal Tahun 2014

Bahan Bakar Untuk Masak f %

Kayu bakar/minyak tanah Gas/elpiji

10 90

10 90

Total 100 100

Berdasarkan Tabel 4.8 dapat diketahui bahwa proporsi berdasarkan bahan bakar untuk masak di puskesmas Panyabungan Jae Kabupaten Mandailing Natal tahun 2014, lebih banyak ditemukan menggunakan gas/elpiji yaitu 90 orang (90%), sedangkan yang menggunakan kayu bakar/minyak tanah yaitu 10 orang (10%).

4.2.4.5 Keberadaan Perokok

Penelitian yang dilakukan terhadap 100 anak balita di wilayah kerja Puskesmas Panyabungan Jae Kabupaten Mandailing Natal tahun 2014, diperoleh distribusi proporsi berdasarkan pemakaian anti nyamuk bakar. Data selengkapnya dapat dilihat pada Tabel 4.9

Tabel 4.8 Distribusi Proporsi Responden Berdasarkan Keberadaan Perokok di Wilayah Kerja Puskesmas Panyabungan Jae Kabupaten Mandailing Natal Tahun 2014

Keberadaan Perokok f %

Ada Tidak Ada

35 65

35 65


(59)

Berdasarkan Tabel 4.9 dapat diketahui bahwa proporsi berdasarkan keberadaan perokok di wilayah kerja puskesmas Panyabungan Jae Kabupaten Mandailing Natal tahun 2014, lebih banyak ditemukan tidak ada perokok yaitu 65 orang (65%), sedangkan yang ada perokok yaitu 35 orang (35%).

4.3 Analisa Bivariat

Analisis ini digunakan untuk mengetahui hubungan antara faktor balita (umur, jenis kelamin, status gizi, status ASI Eksklusif, status imunisasi), faktor ibu (pendidikan, pekerjaan), faktor lingkungan (ventilasi, kepadatan hunian rumah, pemakaian anti nyamuk bakar, bahan bakar untuk masak, keberadaan perokok) dan kejadian infeksi saluran pernafasan akut dan mengetahui ratio prevalence umur, jenis kelamin, status gizi, status asi eksklusif, status imunisasi, pendidikan ibu, pekerjaan ibu, ventilasi, kepadatan hunian ruang tidur, pemakaian anti nyamuk bakar, bahan bakar untuk masak dan keberadaan perokok.

4.3.1 Hubungan Umur dengan Kejadian ISPA

Hubungan umur dengan ISPA pada anak balita di Puskesmas Panyabungan Jae Kabupaten Mandailing Natal.

Tabel 4.9 Hubungan Umur dengan Kejadian Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA) pada Anak Balita di Wilayah Kerja Puskesmas Panyabungan Jae Kabupaten Mandailing Natal Tahun 2014

Umur (bulan)

ISPA Tidak

ISPA Jumlah X2 P RP

(95% CI)

f % F % f %

≥ 12 - < 36 > 36 - ≤ 60

38 23 65,5 54,8 20 19 34,5 45,2 58 42 100

100 1,184 0,276

1,196 (0,858-1,668)


(60)

Dari Tabel 4.10 di atas dapat dilihat bahwa proporsi ISPA pada kelompok umur ≥ 12 - < 36 bulan adalah 65,5% dan pada kelompok umur > 36 - ≤ 60 bulan adalah 54,8%.

Berdasarkan Hasil uji chi-square, diperoleh nilai p=0,276 artinya tidak terdapat hubungan yang bermakna antara umur dengan kejadian ISPA pada anak balita di wilayah kerja puskesmas Panyabungan Jae Kabupaten Mandailing Natal tahun 2014. Diperoleh RP sebesar 1,196 dengan 95% CL (0,858-1,668), berarti umur bukan faktor resiko kejadian ISPA.

4.3.2 Hubungan Jenis Kelamin dengan Kejadian Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA)

Tabel 4.10 Hubungan Jenis Kelamin dengan Kejadian Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA) pada Anak Balita di Wilayah Kerja Puskesmas Panyabungan Jae Kabupaten Mandailing Natal Tahun 2014

Jenis Kelamin

ISPA Tidak

ISPA Jumlah X2 p RP

(95% CI)

f % F % f %

Laki-laki Perempuan 30 31 62,5 59,6 18 21 37,5 40,2 48 52 100

100 0,087 0,768

1,048 (0,767–1,434) Dari Tabel 4.11 di atas dapat dilihat bahwa proporsi ISPA pada kelompok laki-laki adalah 62,5% dan pada kelompok perempuan adalah 59,6%.

Berdasarkan hasil analisis uji chi-square, diperoleh nilai p=0,768 artinya tidak terdapat hubungan yang bermakna antara jenis kelamin dengan kejadian ISPA pada anak balita di wilayah kerja Puskesmas Panyabungan Jae Kabupaten Mandailing


(61)

Natal tahun 2014. Diperoleh RP sebesar 1,048 dengan 95% CL (0,767-1,434), berarti jenis kelamin bukan faktor resiko kejadian ISPA.

4.3.3 Hubungan Status Gizi dengan Kejadian Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA)

Tabel 4.11 Hubungan Status Gizi dengan Kejadian Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA) pada Anak Balita di Wilayah Kerja Puskesmas Panyabungan Jae Kabupaten Mandailing Natal Tahun 2014

Status Gizi

ISPA Tidak

ISPA Jumlah X2 p RP

(95% CI)

f % F % f %

Tidak Baik Baik

4 57

66,7 60,6

2 37

33,3 39,4

2 94

100

100 0,086 0,769

1,099 (0,610–1,981) Dari Tabel 4.12 di atas dapat dilihat bahwa proporsi ISPA pada kelompok status gizi baik adalah 60,6% dan pada kelompok status gizi tidak baik adalah 66,7%.

Berdasarkan hasiluji chi-square, diperoleh nilai p=0,769 artinya tidak terdapat hubungan yang bermakna antara status gizi dengan kejadian ISPA pada anak balita di wilayah kerja puskesmas Panyabungan Jae Kabupaten Mandailing Natal tahun 2014. Diperoleh RP sebesar 1,099 dengan 95% CL (0,610-1,981), berarti jenis kelamin bukan faktor resiko kejadian ISPA.


(62)

4.3.6 Hubungan Status ASI Eksklusif dengan Kejadian Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA)

Tabel 4.12 Hubungan Status ASI Eksklusif dengan Kejadian Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA) pada Anak Balita di Wilayah Kerja Puskesmas Panyabungan Jae Kabupaten Mandailing Natal Tahun 2014

Status ASI Eksklusif

ISPA Tidak

ISPA Jumlah X2 p RP

(95% CI)

f % f % f %

Tidak Ya 38 23 62,3 59,0 23 16 37,7 41,0 61 39 100

100 0,110 0,740

1,056 (0,762–1,464) Dari Tabel 4.13 di atas dapat dilihat bahwa proporsi ISPA pada kelompok yang memberikan ASI Eksklusif adalah 59% dan pada kelompok yang tidak memberikan ASI Eksklusif adalah 62,3%.

Berdasarkan hasil uji chi-square, diperoleh nilai p=0,740 artinya tidak terdapat hubungan yang bermakna antara status ASI Eksklusif dengan kejadian ISPA pada anak balita di Wilayah Kerja Puskesmas Panyabungan Jae Kabupaten Mandailing Natal tahun 2014. Diperoleh RP sebesar 1,056 dengan 95% CL (0,762-1,464), berarti ASI Ekslusif bukan faktor resiko kejadian ISPA.

4.3.5 Hubungan Status Imunisasi dengan Kejadian Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA)

Tabel 4.13 Hubungan Status Imunisasi dengan Kejadian Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA) pada Anak Balita di Wilayah Kerja Puskesmas Panyabungan Jae Kabupaten Mandailing Natal Tahun 2014

Status Imunisasi

ISPA Tidak

ISPA Jumlah X2 P RP

(95% CI)

f % f % f %

Tidak Lengkap Lengkap 26 35 89,7 49,3 3 36 10,3 50,7 29 71 100 100

14,098 0,001 1,819 (1,393-2,734)


(63)

Dari Tabel 4.14 di atas dapat dilihat bahwa proporsi ISPA pada kelompok imunisasi lengkap adalah 49,3% dan pada kelompok imunisasi tidak lengkap adalah 89,7%.

Berdasarkan Hasil uji chi-square, diperoleh nilai p<0,001 artinya terdapat hubungan yang bermakna antara status imunisasi dengan kejadian ISPA pada anak balita di wilayah kerja Puskesmas Panyabungan Jae Kabupaten Mandailing Natal tahun 2014. Diperoleh RP sebesar 1,819 dengan 95 % Cl (1,393-2,374). Artinya status imunisasi yang tidak lengkap merupakan faktor resiko timbulnya penyakit ISPA.

4.3.6 Hubungan Pendidikan Ibu dengan Kejadian Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA)

Tabel 4.14 Hubungan Pendidikan Ibu dengan Kejadian Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA) pada Anak Balita di Wilayah Kerja Puskesmas Panyabungan Jae Kabupaten Mandailing Natal Tahun 2014

Pendidikan Ibu

ISPA Tidak

ISPA Jumlah X2 P RP

(95% CI)

f % f % f %

Rendah Tinggi 20 41 58,8 62,1 14 25 41,2 39,7 34 66 100

100 0,103 0,749

0,947 (0,675-1,328) Dari Tabel 4.13 di atas dapat dilihat bahwa proporsi ISPA pada kelompok pendidikan ibu rendah adalah 58,8% dan pada kelompok pendidikan ibu tinggi adalah 62,1%.

Berdasarkan hasil analisis statistik dengan menggunakan uji chi-square, diperoleh nilai p=0,749 artinya tidak terdapat hubungan yang bermakna antara


(64)

pendidikan ibu dengan kejadian ISPA pada anak balita di wilayah kerja Puskesmas Panyabungan Jae Kabupaten Mandailing Natal tahun 2014. Diperoleh RP sebesar 0,947 dengan 95% CL (0,675-1,328), berarti pendidikan ibu bukan faktor resiko kejadian ISPA.

4.3.7 Hubungan Pekerjaan Ibu dengan Kejadian Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA)

Tabel 4.15 Hubungan Pekerjaan Ibu dengan Kejadian Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA) pada Anak Balita di Wilayah Kerja Puskesmas Panyabungan Jae Kabupaten Mandailing Natal Tahun 2014

Pekerjaan Ibu

ISPA Tidak

ISPA Jumlah X2 P RP

(95% CI)

f % f % f %

Bekerja Tidak bekerja 14 47 51,9 64,4 13 26 48,1 35,6 27 73 100 100

1,301 0,254

0,805 (0,539-1,203)

Dari Tabel 4.16 di atas dapat dilihat bahwa proporsi ISPA pada kelompok ibu yang bekerja adalah 51,9% dan pada kelompok ibu yang tidak bekerja adalah 64,4%.

Berdasarkan hasil analisis statistik dengan menggunakan uji chi-square, diperoleh nilai p=0,254 artinya tidak terdapat hubungan yang bermakna antara pekerjaan ibu dengan kejadian ISPA pada anak balita di wilayah kerja Puskesmas Panyabungan Jae Kabupaten Mandailing Natal tahun 2014. Diperoleh RP sebesar 0,805 dengan 95% CL (0,539-1,203), berarti pekerjaan ibu bukan faktor resiko kejadian ISPA.


(1)

Risk Estimate

Value

95% Confidence Interval Lower Upper Odds Ratio for

kepadatanhunian (padat (< 4m2/org) / tidak padat (>=4m2/org))

7.368 2.933 18.511

For cohort ispa = ya 2.124 1.461 3.087 For cohort ispa = tidak .288 .153 .543

N of Valid Cases 100

Pemakaianantinyamuk * ispa

Crosstab

ispa

Total ya tidak

Pemakaianantinyamuk ya Count 25 1 26

% within

Pemakaianantinyamuk 96.2% 3.8% 100.0%

% within ispa 41.0% 2.6% 26.0%

% of Total 25.0% 1.0% 26.0%

tidak Count 36 38 74

% within

Pemakaianantinyamuk 48.6% 51.4% 100.0%

% within ispa 59.0% 97.4% 74.0%

% of Total 36.0% 38.0% 74.0%

Total Count 61 39 100

% within

Pemakaianantinyamuk 61.0% 39.0% 100.0% % within ispa 100.0% 100.0% 100.0%


(2)

Risk Estimate

Value

95% Confidence Interval Lower Upper Odds Ratio for

Pemakaianantinyamuk (ya / tidak)

26.389 3.397 205.007

For cohort ispa = ya 1.976 1.545 2.529 For cohort ispa = tidak .075 .011 .518

N of Valid Cases 100

Value df (2-sided) sided) sided) Probability Pearson Chi-Square 18.251a 1 .000 .000 .000

Continuity Correctionb 16.309 1 .000

Likelihood Ratio 22.741 1 .000 .000 .000

Fisher's Exact Test .000 .000

Linear-by-Linear

Association 18.069

c

1 .000 .000 .000 .000

N of Valid Cases 100

a. 0 cells (.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 10.14.

b. Computed only for a 2x2 table c. The standardized statistic is 4.251.


(3)

bahanbakar * ispa

Crosstab

ispa

Total ya tidak

bahanbakar kayu bakar Count 7 3 10

% within bahanbakar 70.0% 30.0% 100.0%

% within ispa 11.5% 7.7% 10.0%

% of Total 7.0% 3.0% 10.0%

gas/elpiji Count 54 36 90

% within bahanbakar 60.0% 40.0% 100.0% % within ispa 88.5% 92.3% 90.0%

% of Total 54.0% 36.0% 90.0%

Total Count 61 39 100

% within bahanbakar 61.0% 39.0% 100.0% % within ispa 100.0% 100.0% 100.0%

% of Total 61.0% 39.0% 100.0%

Chi-Square Tests

Value df

Asymp. Sig. (2-sided)

Exact Sig. (2-sided)

Exact Sig. (1-sided)

Point Probability

Pearson Chi-Square .378a 1 .539 .736 .401

Continuity Correctionb .075 1 .785

Likelihood Ratio .390 1 .532 .736 .401

Fisher's Exact Test .736 .401

Linear-by-Linear

Association .375

c

1 .541 .736 .401 .230

N of Valid Cases 100

a. 1 cells (25.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 3.90.


(4)

Chi-Square Tests

Value df

Asymp. Sig. (2-sided)

Exact Sig. (2-sided)

Exact Sig. (1-sided)

Point Probability

Pearson Chi-Square .378a 1 .539 .736 .401

Continuity Correctionb .075 1 .785

Likelihood Ratio .390 1 .532 .736 .401

Fisher's Exact Test .736 .401

Linear-by-Linear

Association .375

c

1 .541 .736 .401 .230

N of Valid Cases 100

a. 1 cells (25.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 3.90.

b. Computed only for a 2x2 table c. The standardized statistic is .612.

Risk Estimate

Value

95% Confidence Interval Lower Upper Odds Ratio for bahanbakar

(kayu bakar / gas/elpiji) 1.556 .377 6.414 For cohort ispa = ya 1.167 .752 1.810 For cohort ispa = tidak .750 .281 1.998


(5)

kbrdaanmrokok * ispa

Crosstab

ispa

Total ya tidak

kbrdaanmrokok Ada Count 34 1 35

% within kbrdaanmrokok 97.1% 2.9% 100.0%

% within ispa 55.7% 2.6% 35.0%

% of Total 34.0% 1.0% 35.0%

Tidak ada Count 27 38 65

% within kbrdaanmrokok 41.5% 58.5% 100.0%

% within ispa 44.3% 97.4% 65.0%

% of Total 27.0% 38.0% 65.0%

Total Count 61 39 100

% within kbrdaanmrokok 61.0% 39.0% 100.0% % within ispa 100.0% 100.0% 100.0%

% of Total 61.0% 39.0% 100.0%

Chi-Square Tests

Value df

Asymp. Sig. (2-sided)

Exact Sig. (2-sided)

Exact Sig. (1-sided)

Point Probability

Pearson Chi-Square 29.567a 1 .000 .000 .000

Continuity Correctionb 27.276 1 .000

Likelihood Ratio 36.429 1 .000 .000 .000

Fisher's Exact Test .000 .000

Linear-by-Linear

Association 29.271

c 1 .000 .000 .000 .000

N of Valid Cases 100

a. 0 cells (.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 13.65. b. Computed only for a 2x2 table


(6)

Risk Estimate

Value

95% Confidence Interval Lower Upper Odds Ratio for

kbrdaanmrokok (Ada / Tidak ada)

47.852 6.167 371.283

For cohort ispa = ya 2.339 1.743 3.138 For cohort ispa = tidak .049 .007 .341


Dokumen yang terkait

Analisa Kecenderungan Penyakit Infeksi Saluran Pernafasan Akut (Ispa) Pada Bayi Dan Balita Tahun 2000-2004 Untuk Peramalan Pada Tahun 2005-2009 Di Kabupaten Simalungun

0 37 101

Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Kejadian Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA) Pada Batita di Kelurahan Glugur Darat I Kecamatan Medan Timur Tahun 2011

0 15 111

Faktor Yang Berhubungan Dengan Kejadian Infeksi Saluran Pernafasan Atas Akut (ISPaA) Pada Anak Balita Di Kelurahan Mangga Keacamatan Medan Tuntungan Tahun 2010

9 65 141

Gambaran Kebiasaan Merokok Anggota Keluarga Pada Kejadian Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA) Balita di Puskesmas Bungah Kabupaten Gresik

0 14 125

FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KEJADIAN INFEKSI SALURAN PERNAFASAN AKUT (ISPA) BAGIAN ATAS PADA BALITA DI DESA NGRUNDUL KECAMATAN KEBONARUM KABUPATEN KLATEN

0 5 10

FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KEJADIAN INFEKSI SALURAN PERNAFASAN AKUT (ISPA) PADA BALITA FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KEJADIAN INFEKSI SALURAN PERNAFASAN AKUT (ISPA) PADA BALITA DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS BANYUDONO 1 KABUPATEN BOYOLAL

0 2 16

PENDAHULUAN FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KEJADIAN INFEKSI SALURAN PERNAFASAN AKUT (ISPA) PADA BALITA DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS BANYUDONO 1 KABUPATEN BOYOLALI.

0 1 8

DAFTAR PUSTAKA FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KEJADIAN INFEKSI SALURAN PERNAFASAN AKUT (ISPA) PADA BALITA DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS BANYUDONO 1 KABUPATEN BOYOLALI.

0 2 4

FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KEJADIAN INFEKSI SALURAN PERNAFASAN AKUT (ISPA) PADA BALITA DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS CEPOGO KABUPATEN BOYOLALI TAHUN 2009.

0 3 7

1 FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KEJADIAN INFEKSI SALURAN PERNAPASAN AKUT (ISPA) PADA BALITA DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS MINANGA KOTA MANADO

0 0 10