BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah
Mengenai bunuh diri jisatsu di Jepang telah ditemukan sejak zaman feodalisme dimana kekuasaan ada pada kelompok militer atau bushido, yaitu antara
tahun 1185 – 1867. Dalam kelompok bushi, bunuh diri dikenal dengan istilah seppuku. Istilah seppuku secara harafiah memiliki arti memotong perut. Berikut ini
adalah kasus seppuku yang dilakukan oleh para samurai : Shirai, seorang samurai kelas bawah pengikut Shimizu Munehara
1537 – 1582 memotong perutnya sendiri di depan tuannya. Pada saat itu Tomoyo Hideyoshi 1539-1593 mengalahkan pasukan Mori
Motonari yang berada di bawah kekuasaan Shimizu. Sebagai tanda kemenangan Tomoyo meminta Shimizu melakukan tindakan seppuku.
Shirai sebagai pengikut setia Shimizu melakukan tindakan seppuku di depan tuannya dan sambil berkata “melakukan seppuku tidaklah sulit
“. Seppuku adalah salah satu bentuk jisatsu bunuh diri yang dilakukan para
samurai Jepang sebagai kunci disiplin dalam kode etik kesatria Jepang. Ciri khas dalam kehidupan masyarakat Jepang yang paling menonjol adalah kehidupan
berkelompok. Mereka lebih memberatkan kehidupan kepentingan kelompok daripada kepentingan individu. Peranan individu diakui dan dihargai, akan tetapi selalu berada
di bawah penanan kelompok. Peranan kelompok yang lebih penting daripada peranan individu tidak hanya berlaku bagi anggota kelompok, tetapi juga kepada pimpinan
kelompok. Pimpinan kelompok tidak akan menempatkan posisi dirinya diatas anggota kelompoknya melainkan tetap sebagai bagian dari anggota kelompok
tersebut, karena orang Jepang hidup hanya akan lebih berarti apabila berada di dalam suatu kelompok. Hidup sendiri tanpa keberadaan dan pengakuan kelompoknya adalah
suatu bentuk penderitaan besar. Oleh karena itu seseorang di Jepang akan senantiasa menjaga diri agar diakui dan diterima dalam kelompoknya dengan cara menjunjung
tinggi loyalitas. Pada masa itu, seppuku dipandang sebagai salah satu bentuk sifat loyalitas dan penghormatan kepada tuan dan kelompoknya.
Di luar Jepang lebih dikenal dengan sebutan hara-kiri 腹 切 )
namun memiliki arti yang sama dengan seppuku
切腹 yaitu “memotong perut” hanya saja
urutan aksara kanji yang berbeda. Kanji dalam seppuku terdiri dari dua huruf yaitu 切
kiru berarti potong dan 腹
hara berarti perut secara harafia seppuku berarti memotong perut. Seppuku adalah bagian dari kode kehormatan bushido, dan
dilakukan secara sukarela oleh samurai yang menginginkan mati terhormat daripada tertangkap musuh dan disiksa, atau sebagai bentuk hukuman mati untuk samurai
yang telah melakukan pelanggaran serius, atau dilakukan berdasarkan perbuatan lain yang memalukan. Ritual memotong perut pada seppuku dilakukan di hadapan para
saksi mata, samurai menusukkan sebuah pedang pendek, biasanya sebuah tantō ke
arah perut, dan menggunakan pedang pendek tersebut untuk melakukan gerakan mengiris perut dari arah kiri ke kanan.. Harakiri juga terdiri dari dua huruf kanji yang
sama dengan huruf kanji seppuku akan tetapi susunan huruf yang berbeda dan memiliki arti yang sama pula. Istilah harakiri mulai dikenal luas di dunia Barat sejak
orang bangsa Eropa yang tinggal di Jepang menjadi saksi mata peristiwa seppuku yang menyertai Restorasi Meiji tahun 1868. Akan tetapi istilah seppuku tidak
diketahui oleh bangsa Eropa pada umumnya. Pada saat itu istilah “memotong perut” lebih diketahui dengan sebutan hara-kiri. Sehingga sampai sekarang di luar Jepang,
bunuh diri disebut dengan istilah hara-kiri. Namun seiring berkembangnya zaman, di Jepang istilah untuk bunuh diri sekarang lebih dikenal dengan sebutan jisatsu
mengakhiri hidupnya sendiri. Bunuh diri atau biasa disebut dengan jisatsu tetap menjadi fenomena di
Jepang hingga sekarang ini. Dibuktikan dengan adanya catatan dari Badan Kepolisian Nasional Jepang yang mengatakan bahwa setiap tahunnya lebih dari 30.000 orang
meninggal akibat kasus bunuh diri. Berikut tabel angka kematian bunuh diri dan selisih angka kematian
bunuh diri di Jepang dari tahun 2011 hingga tahun 2010 a.
Angka kematian dan angka kematian karena bunuh diri
Tahun
(年)
Angka Kematian
死亡数
Angka Bunuh Diri
自殺数
2011 平成
23
年 1.253.463
31.690
2010 平成
22 年
1.197.012 33.334
Selisih 56. 451
1.644
〒 100-8916
東京都千代田区霞が関 1-2-2
電話: 03-5253-1111
(代表) Copyright © Ministry of Health, Labour and Welfare, All Right reserved.
Dari table angka kematian akibat bunuh diri di Jepang ini terlihat dari tahun 2011 sampai tahun 2010 mengalamai penurunan akan tetapi di Jepang angka
kematian akibatbunuh diri merupakan angka kematian yang cukup tinggi . Angka ini merupakan angka empat kali lipat jumlah kematian di Jepang yang disebabkan oleh
kecelakaan. Dengan angka kematian akibat bunuh diri yang sangat tinggi mengakibatkan munculnya berbagai macam-macam istilah mengenai bunuh diri itu
sendiri, dapat dikatakan bahwa dewasa ini bunuh diri merupakan fenomena sosial yang telah menjadi suatu bentuk budaya di Jepang. Sekarang yang membedakan
bunuh diri pada masa feodal dengan masa modern ini adalah ada pada siapa yang
melakukan, apa motif dibalik bunuh diri tersebut, dan bagaimana bentuk bunuh diri yang dilakukan http:viva.com.
Pada masyarakat Jepang di masa modern ini, bunuh diripun mengalami perubahan. Berikut beberapa kasus yang dikutip dari buku Edizal Takayuki Inohana
2002 : 58 “Seorang murid yang berusia 13tahun di Osaka setelah menulis pesan
kematiannya dengan kapur di papan tulis berbunyi “ Saya mohon maaf sedalam-dalamnya dengan akhir yang begini…….. Terima kasih
kepada kedua orang tua saya yang selama ini mengasuh saya. Maaf……” lalu melompat dari atas gedung tertinggi sekolahnya.
“Satu keluarga di Tokyo melakukan tindakan bunuh diri dengan memutuskan saluran pipa gas rumah lalu menghirup gas tersebut
secara bersamaan. Mereka melakukan tindakan ini karena ketidakmampuan menjalankan hidup yang saat berat. Kepala keluarga
kehilangan pekerjaan dan anggota lainnya melakukan tindakan yang memalukan. Sang ayah dan ibu meninggalkan uang sebesar 400 yen
yang digunakan untuk membakar mayat mereka dengan melampirkan surat yang bertuliskan “Maafkan kami”
Dari kedua contoh kasus di atas, ada dua cara yang dilakukan untuk bunuh diri. Dari kasus pertama dijelaskan bahwa seorang putri remaja melakukan
tindakan bunuh diri dengan cara melompat dari gedung tinggi dan pada kasus kedua dijelaskan bahwa satu keluarga tersebut bunuh diri dengan cara menghirup gas
beracun. Oleh karena itu, perbedaan bentuk bunuh diri dari zaman dahulu dengan zaman sekarang di masyarakat Jepang tampak dari cara pelaku melakukan tindakan
bunuh diri. Pada masa tradisional, bunuh diri yang dilakukan oleh kaum samurai
hanya menggunakan sebilah benda tajam pisau atau pedang panjang untuk melakukan seppuku atau potong perut, namun pada saat sekarang ini bunuh diri di
Jepang dilakukan dengan cara yang modern, yaitu dengan cara meracuni diri sendiri, memotong urat nadi, loncat dari gedung tinggi, gantung diri, dan yang lainnya.
Perubahan bunuh diri dari masa feodalisme di Jepang dari segi alasan dan bentuk bunuh dirinya itu sendiri dengan masa sekarang ini yang semula sebagai
bentuk loyalitas terhadap tuannya bergeser menjadi bentuk penyelesaian masalah dan pelarian dari perasaan depresi.
Sepanjang tahun 2011, kasus bunuh diri di Jepang dengan motif kesehatan terjadi sebanyak 41 dari keseluruhan kasus, 29 dari motif ekonomi, 10
dari motif keluarga, 7 dari motif pekerjaan, 3 dari motif percintaan, 1 dari motif sekolah dan 9 dari motif lain-lainnya. Seorang psikolog dari bernama
Rooswita, mengatakan bahwa depresi menjadi dasar permasalahan dalam sebagian besar motif pada kasus bunuh diri di Jepang dewasa ini.
Pada masyarakat Jepang saat sekarang ini cenderung memiliki kehidupan yang bersifat “sendiri”. Seorang psikologi yang bernama Drajat S. Soemitro
menambahkan munculnya sebuah gejala hubungan interpersonal yang semakin fungsional mengakibatkan tekanan isolasi kesendirian dan keterasingan yang
semakin kuat, sehingga seorang akan mudah merasa kesepian dan memikul beban hidup yang semakin berat sendirian ditengah-tengah ketidakpedulian lingkungan.
Pendapat psikolog ini sangat relevan dengan kehidupan masyarakat Jepang saat ini. Kegagalan dalam menjalankan tanggung jawab terhadap tugas juga dapat
menjadi salah satu faktor yang mendorong masyarakat Jepang melakukan tindakan bunuh diri. Bagi masyarakat Jepang mengakhiri hidup sendiri ditunjukkan sebagai
ekspresi ketidakmampuan untuk mempertahankan hidup ditengah modernisasi yang telah ada saat ini dan sebagai bentuk dari ketidakmampuan membalas jasa baik orang
sebagai perwujudan dari rasa malu tertinggi yang ada. Berdasarkan penjelasan yang menjadi pokok bahasan dalam penulisan
skripsi ini adalah fenomena bunuh diri di Jepang yang telah menjadi suatu budaya bagi masyarakat Jepang. Hal inilah yang mendasarkan penulis tertarik untuk meneliti
dan memaparkan skripsi ini dengan judul “ Budaya Bunuh Diri di Jepang”. 1.2
Perumusan Masalah
Budaya bunuh diri merupakan salah satu tema yang sangat menarik perhatian dari sekian tema tentang budaya Jepang. Sebagaimana telah diketahui,
bunuh diri di masyarakat Jepang telah ada pada zaman feodalisme di Jepang. Tindakan bunuh diri yang dilakukukan pada zaman feodalisme di Jepang dilakukan
oleh para samurai di Jepang sebagai perwujudan dari rasa ketidakmampuan samurai membalas jasa baik tuannya dan sebagai bentuk loyalitas dan penghormatan terhadap
tuannya serta kelompoknya. Namun, seiring berjalannya waktu bunuh diri yang dilakukan masyarakat Jepang berubah menjadi budaya yang melekat dalam diri
masyarakat tersebut. Perubahan bunuh diri dari masa feodalisme di Jepang dari segi alasan dan bentuk bunuh dirinya itu sendiri dengan masa sekarang ini yang semula
sebagai bentuk loyalitas terhadap tuannya bergeser menjadi bentuk penyelesaian masalah dan pelarian dari perasaan depresi.
Adapun permasalah yang akan dibahas dalam penelitian ini dirumuskan dalam bentuk pertanyaan-pertanyaan sebagai berikut :
1. Bagaimana fenomena bunuh diri di Jepang pada saat ini?
2. Bagaimana pergeseran bunuh diri dari zaman feodalisme sampai pada masa
sekarang ini dilihat dari motif-motif dan bentuk buunuh diri pada masyarakat jepang dewasa ini?
1.3 Ruang Lingkup Pembahasan