2.5.4.1. Klasifikasi Arsip
Menurut Widjaja 1993: 133 bahwa: “klasifikasi atau penggolongan adalah pekerjaan mengumpulkan bahan-bahan yang sama atau hampir sama atau
ada hubungan erat sekali antara yang satu dengan yang lain dalam satu kelompok”. Sedangkan Sulistyo-Basuki 1992: 88 menyatakan bahwa:
“klasifikasi adalah deskripsi isi untuk menentukan subjek utama sebuah dokumen serta satu atau dua subjek sekunder serta mengungkapkannya dalam istilah yang
paling tepat dan bahas dokumenter yang digunakan”. Towa P. Hmakotrda dan J.N.B. Tairas dalam Subrata 2009: 1 mengatakan bahwa: “klasifikasi adalah
pengelompokan yang sistematis daripada sejumlah obyek, gagasan, buku atau benda-benda lain ke dalam kelas atau golongan tertentu berdasarkan ciri-ciri yang
sama. Selanjutnya Sedarmayanti 2003: 37 menyatakan bahwa: “klasifikasi adalah pengelompokan urusan atau masalah secara logis dan sistematis
berdasarkan fungsi dan kegiatan instansikantor yang menciptakan atau menghimpunnya”.
Berdasarkan pendapat di atas, maka dapat dijelaskan bahwa klasifikasi adalah penggolongan arsip atau dokumen dengan menentukan deskripsi isi dengan
tujuan memudahkan penemuan kembali secara cepat dan mudah ketika dibutuhkan.
Untuk mengetahui deskripsi isi yang akan diolah oleh seorang dokumentalis, prosedur tersebut menggunakan bahasa dokumenter yang
menuangkan bentuk klasifikasi deskripsi isi dalam bentuk angka atau tesaurus. Menurut Wursanto 1991: 187 bahwa “pencarian dokumen merupakan “salah
satu kegiatan dalam bidang kearsipan, yang bertujuan menemukan kembali warkat atau arsip karena akan dipergunakan dalam proses penyelenggaraan administrasi”.
Menurut Sulistyo-Basuki 1992: 37 prosedur klasifikasi sama dengan pola umum deskripsi isi, adapun yang menjadi langka-langkah yang akan
ditempuh yakni: 1.
Identifikasi subjek utama dokumen. 2.
Penggolongan kelas sesuai dengan subjek dokumen. 3.
Indentifikasi karakteristik sekunder ruang, waktu, bentuk bahasa bilamana sistem penomoran klasifikasi menyertakan informasi tersebut.
4. Penelusuran nomor yang sesuai dengan kelas yang telah ditentukan.
Universitas Sumatera Utara
5. Pemilihan atau pencantuman nomor berkaitan sesuai dengan peraturan
sistem klasifikasi. 6.
Penambahan nomor panggil call number. Yang terdiri atas nomor kelas, tiga huruf pertama nama pengarang, dan tahun terbit.
7. Penempelan nomor panggil pada dokumen.
8. Penandaan nomor klasifikasi pada lembar masukan atau cantuman
bibliografis pada ruang yang telah disediakan.
Sedangkan menurut Widjaja 1993: 109 agar pola klasifikasi itu efektif diperlukan syarat-syarat:
1. Harus ditulis.
2. Golongan masalah dan perinciannya harus sesuai dengan fungsi dan
kegiatan kantor. 3.
Perinciannya tidak terlalu terurai dan sebaiknya tidak melebihi dari tiga tingkatan masalah.
4. Istilah yang dipakai untuk masalah harus singkat tetapi mampu
memberikan pengertian luas, mudah dipergunakan secara teknis ilmiah tertentu.
5. Dilengkapi dengan berbagai penjelasan tentang arti dan ruang lingkup
masing-masing subjekmasalah. 6.
Dilengkapi dengan kode tanda baik berbentuk huruf atau angka. 7.
Bentuk dan susunan pola hendaknya teratur dan luwes 8.
Dilengkapi dengan indeks subjekmasalah yang disusun secara alphabetis. Berdasarkan pendapat di atas memiliki persamaan dalam menentukan pola
klasifikasi, dengan menggunakan teknik ini dapat memudahkan pekerjaan seorang dokumentalis dalam menentukan subjek yang efektif dan memudahkan penemuan
kembali dokumen. Menurut Wursanto 1991: 23, sistem klasifikasi terbagi atas dua
yakni: 1.
Sistem klasifikasi menurut nomor numerikal adalah “sistem penyimpanan arsip dengan mempergunakan kode nomor. Jadi, kode
yang dipergunakan dalam penyimpanan arsip adalah nomor”. Sistem klasifikasi numerik dibagi lagi menjadi:
a.
Sistem numerikal seri serial numbering system adalah nomor yang dipergunakan sebagai kode penyimpanan adalah nomor seri.
b. Sistem numerikal blok blok numbering system adalah sistem
penyimpanan arsip dengan mempergunakan kode nomor blok, nomor blok adalah nomor untuk masing-masing fungsi, kegiatan
dalam suatu organisasi. Dengan demikian kegiatan dalam organisasi dibagi menjadi beberapa kategori atau beberapa blok. Setiap
kategori atau setiap blok memuat sejumlah angka tertentu yang seragam.
Universitas Sumatera Utara
c. Sistem numerikal sandi code numbering sandy system adalah
sistem penyimpanan arsip dengan mempergunakan nomor kode sandi sebagai kode penyimpanan.
d. Sistem numerical D.D.C dewey decimal classification system
adalah sistem penyimpanan arsip dengan mempergunakan angka sebagai kode penyimpanan arsip.
e. Sistem numerikal U.D.C universal decimal classification system
2. Sistem klasifikasi menurut abjad alfabetis adalah sistem peyimpanan
arsip dengan mempergunakan abjad sebagai kode penyimpanan. Sistem ini dapat dikembangkan lebih lanjut menjadi:
a.
Arsip nama adalah sistem penyimpanan arsip dengan mempergunakan abjad sebagai kode
penyimpanan, abjad diambilkan dari abjad nama nama orang, nama organisasi, nama
tempat, dan sebagainya. b.
Arsip korespondensi adalah arsip-arsip diklasifikasikan menurut abjad.
c. Arsip informasi, semua arsip diberi kode sesuai dengan isi arsip
tersebut. d.
Arsip ihwal adalah arsip-arsip yang diklasifikasikan menurut hal atau menurut pokok surat atau menurut subjeknya, dengan demikian
arsip disimpan berdasarkan subjek sebagai kode penyimpanan, arsip disimpan dan disusun menurut susunan abjad subjek surat yang
bersangkutan.
Berdasarkan pendapat di atas diuraikan bahwa sistem klasifikasi dapat mempermudah kinerja seorang dokumentalis dalam pencarian dokumen, sistem
penyimpanan dokumen pada umumnya yang digunakan adalah sistem nomor numerikal dan abjad alfabetis.
2.5.4.2. Kode Arsip Widjaja 1993: 133-141 menyatakan bahwa: “kode merupakan alat untuk