Yang dapat penulis simpulkan dari ritual ini adalah bahwa hampir bisa dipastikan tujuan dari ritual tersebut adalah untuk mencari selamat.
Meskipun banyak hal yang tidak dipahami secara lahiriah oleh orang awam, ritual tersebut ditujukan untuk mendapatkan keselamatan dalam
mengarungi hidup.
E. Korelasi antara Islam dan Kejawen dalam Tradisi Kraton Jawa
Dalam bermasyarakat, orang Jawa mempunyai banyak peraturan atau tata karma yang diajarkan secara turun temurun. Penggunaan bahasa misalnya, ada
pemisahan antara komunikasi dengan orang lain. Apabila berbicara dengan orang yang sama umurnya atau di bawahnya cukup menggunakan bahasa Jawa kasar
ngoko. Bila yang diajak bicara adalah orang yang lebih tua namun tidak jauh perbedaannya, maka bahasa yang digunakan adalah bahasa Jawa setengah halus
krama madya. Namun jika yang diajak bicara adalah orang tua maka bahasa yang digunakan adalah bahasa Jawa halus krama inggil.
Kehidupan sehari-hari tidak terlepas dari berbagai aturan yang ada. Juga hal-hal yang tidak diperbolehkan. Misalnya menyulam di malam hari, makan di
pintu, dan lain sebagainya. Ini semua tidak terlepas dari tradisi yang ada. Ketika beralih ke dalam kehidupan kraton, atau dalam lingkungan kraton,
maka tradisi yang dijalankan lebih ketat lagi. Pengaruh Hindu-Budha sangat kental dalam masyarakat kraton. Berbagai ritual peninggalan leluhur masih terus
dijalankan. Saat penulis berkunjung ke kraton pada hari Kamis, tampak para abdi
7
K.R.T. Haji Handipaningrat, Perayaan Sekaten, tanpa penerbit, h 6.
dalem sibuk mempersiapkan sesajen untuk Ratu Pantai Selatan. Sebagaimana diungkapkan oleh Pak Bejo abdi dalem reh jabatan di Menara Sanggabuawa:
“Setiap malam Jum’at diadakan sesajen berupa ketan biru yang dipercaya sebagai makanan Nyi Rara Kidul. Tempatnya adalah di menara ini. Karena
menara ini adalah tempat bertemunya Raja dengan Ratu Pantai Selatan”
8
Ritual tersebut dipengaruhi oleh kepercayaan Jawa yang menganggap bahwa Penguasa Laut Selatan mempunyai hubungan khusus dengan Kraton
Surakarta Hadiningrat. Menurut kamus bahasa Inggris istilah kejawen atau kejawaan adalah
Javanism, Javaneseness ; yang merupakan suatu cap deskriptif bagi unsur-unsur kebudayaan Jawa yang dianggap sebagai hakikat Jawa dan yang mendefisikannya
sebagai suatu kategori khas. Javanisme yaitu “agama” beserta pandangan hidup orang Jawa, yang menekankan ketentraman batin, keselarasan dan keseimbangan,
sikap nrima terhadap segala peristiwa yang terjadi sambil menempatkan individu dibawah masyarakat dan masyarakat dibawah semesta alam. Jadi kejawen
bukanlah suatu katagori keagamaan, tetapi menunjukkan kepada suatu etika dan gaya hidp yang diilhami oleh cara berpikir Javanisme.
Neils Mulder memperkirakan unsur-unsur ini berasal dari masa Hindu – Budha dalam sejarah Jawa yang berbaur dalam suatu filsafat, yaitu sistem khusus
dari dasar bagi perilaku kehidupan. Sistem pemikiran Javanisme adalah lengkap pada dirinya, yang berisikan kosmologi, mitologi, seperangkat konsepsi yang pada
hakikatnya bersifat mistik dan sebagainya yang menimbulkan anthropologi Jawa tersendiri, yaitu suatu sistem gagasan mengenai sifat dasar manusia dan
masyarakat, yang pada gilirannya menerangkan etika, tradisi dan gaya Jawa.
8
Wawancara pribadi dengan Pak Bejo, Solo, tanggal 01 Juni 2006
Singkatnya Javanisme memberikan suatu alam pemikiran secara umum sebagai suatu badan pengetahuan yang menyeluruh, yang dipergunakan untuk
menafsirkan kehidupan sebagaimana adanya dan rupanya. Kejawen dapat diungkapkan dengan baik oleh mereka yang mengerti
tentang rahasia kebudayaan Jawa, dan bahwa kejawen ini sering sekali diwakili yang paling baik oleh golongan elite priyayi lama dan keturunan-keturunannya
yang menegaskan bahwa kesadaran akan budaya sendiri merupakan gejala yang tersebar luas dikalangan orang Jawa. Kesadaran akan budaya ini sering kali
menjadi sumber kebanggaan dan identitas kultural. Orang-orang inilah yang memelihara warisan budaya Jawa sevara mendalam sebagai kejawen.
Pemahaman orang Jawa Kejawen ditentukan oleh kepercayaan mereka pada pelbagai macam roh-roh yang tidak kelihatan yang dapat menimbulkan
bahaya seperti kecelakaan atau penyakit apabila mereka dibuat marah atau penganutnya tidak hati-hati. Untuk melindungi semuanya itu, orang Jawa kejawen
memberi sesajen atau caos dahar yang dipercaya dapat mengelakkan kejadian- kejadian yang tidak diinginkan dan mempertahankan batin dalam keadaan tenang.
Sesajen yang digunakan biasanya terdiri dari nasi dan aneka makanan lain, daun- daun bunga serta kemenyan.
9
Dominasi agama Hindu-Budha di tanah Jawa semenjak abad ke-6 masih dapat dirasakan hingga kini. Berbagai bangunan berserajah peninggalan leluhur
masih kental dengan pengaruh agama tersebut. Di samping itu, ritual dan kepercayaan orang Jawa juga tak luput dari pengaruh agama Hindu-Budha.
9
http:www.jawapalace.org
Kerajaan-kerajaan besar yang pernah ada di tanah Jawa seperti Majapahit, Singosari, adalah penganut agama Hindu-Budha. Kedatangan Walisanga di tanah
Jawa membawa angin perubahan pada keyakinan masyarakat Jawa. Lambat laun, berbagai tradisi dan ritual sehari-hari yang masih berasalal dari ajaran Hindu-
Budha digantikan dengan nafas Islam oleh para wali. Hal ini dilakukan mengingat sangat sulit untuk merubah kepercayaan masyarakat Jawa secara radikal dan
frontal. Akhirnya dipilihlah jalan kompromistis oleh para wali untuk menghindari benturan yang dahsyat.
Dengan metode tetap menjaga tradisi, para wali mulai memasukkan unsur Islam dalam kehidupan sehari-hari masyarakat Jawa. Sunan Kalijaga misalnya,
memasukkan unsur Islam dalam kesenian wayang yang berasal dari Hindu. Beberapa pakem pewayangan dikembangkan untuk diisi dengan ajaran Islam. Hal
ini dapat diterima masyarakat bila dibandingan dengan menghilangkan kesenian tersebut.
Aliran Islam Kejawen
Ilmu Gaib Aliran Islam Kejawen bersumber dari akulturasi penggabungan budaya jawa dan nilai-nilai agama Islam. Ciri khas aliran ini
adalah doa-doa yang diawali basmalah dan dilanjutkan kalimat bahasa jawa, kemudian diakhiri dengan dua kalimat syahadat. Aliran Islam Jawa tumbuh
syubur di desa-desa yang kental dengan kegiatan keagamaan pesantren yang masih tradisional.
Awal mula aliran ini adalah budaya masyarakat Jawa sebelum Islam datang yang memang menyukai kegiatan mistik untuk mendapatkan kemampuan
gaib. Para pengembang ajaran islam di Pulau Jawa Wali Songo tidak menolak tradisi Jawa tersebut, melainkan memanfaatkannya sebagi senjata dakwah.
Para Wali menyusun ilmu-ilmu gaib dengan tatacara lelaku yang lebih islami, misalnya puasa, wirid mantra bahasa campuran arab-jawa yang intinya
adalah doa kepada Allah. Mungkin alasan mengapa tidak disusun mantra yang seluruhnya berbahasa Arab adalah agar orang jawa tidak merasa asing dengan
ajaran-ajaran yang baru mereka kenal.
10
F. Pengaruh Ritual Kraton Terhadap Keberagamaan Masyarakat Sekitar