Reynold R. Batubara : Evaluasi Jumlah Armada Angkutan Umum Di Kota Medan Stusi Kasus: Angkutan Umum Kpum Trayek 66, 2007.
USU Repository © 2009
I.6. Gambaran Umum Angkutan Umum KPUM Trayek 66 I.6.1. Jumlah Armada
Jumlah armada angkutan umum KPUM Trayek 66 yang diizinkan oleh DLLAJ sebanyak 150 unit kendaraan, yang terealisasi sebanyak 110 unit termasuk
cadangan.
I.6.2. Waktu Operasi, Jenis Angkutan dan Kapasitas
Waktu operasi angkutan umum KPUM Trayek 66 adalah 16 jam, mulai pukul 06.00 sampai pukul 22.00 WIB. Armada yang digunakan adalah Daihatsu
Zebra dengan kapasitas silinder 1300 cc. Kapasitas penumpang sebanyak 17 orang tidak termasuk pe
ngemudi.
I.7. Sistematika Penulisan
Untuk mencapai tujuan penelitian ini dilakukan beberapa tahapan yang dianggap perlu. Metode dan prosedur pelaksanaannya secara garis besar adalah
sebagai berikut :
BAB I. PENDAHULUAN
Bab ini berisikan tentang latar belakang masalah, tujuan dan manfaat penelitian, ruang lingkup pembahasan, dan sistematika penulisan
Reynold R. Batubara : Evaluasi Jumlah Armada Angkutan Umum Di Kota Medan Stusi Kasus: Angkutan Umum Kpum Trayek 66, 2007.
USU Repository © 2009
BAB II. STUDI KEPUSTAKAAN
Bab ini meliputi pengambilan teori-teori serta rumus-rumus dari beberapa sumber bacaan yang mendukung analisis permasalahan yang berkaitan dengan
tugas akhir ini.
BAB III. METODOLOGI PENELITIAN
Bab ini akan membahas tentang langkah-langkah kerja yang akan dilakukan dan cara memperoleh data yang relevan dengan penelitian ini.
BAB IV. DATA DAN ANALISIS DATA
Data yang dibutuhkan adalah sebagai berikut : 1.
Data Primer Data-data lapangan yang berhubungan langsung dari hasil survei yang
dilakukan di lapangan. 2.
Data sekunder Data-data lapangan yang bersumber dari instansi yang terkait, dan teori-
teori yang diperoleh melalui buku-buku literatur.
BAB V. KESIMPULAN DAN SARAN
Bab ini berisikan kesimpulan logis berdasarkan analisis data, temuan dan bukti yang disajikan sebelumnya, yang menjadi dasar untuk
menyusun suatu saran sebagai suatu usulan.
Reynold R. Batubara : Evaluasi Jumlah Armada Angkutan Umum Di Kota Medan Stusi Kasus: Angkutan Umum Kpum Trayek 66, 2007. USU Repository © 2009
Sk et sa Per j alanan Angk ut an Um um KPUM 66
Reynold R. Batubara : Evaluasi Jumlah Armada Angkutan Umum Di Kota Medan Stusi Kasus: Angkutan Umum Kpum Trayek 66, 2007.
USU Repository © 2009
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
II.1. Pengertian Lalu Lintas dan Angkutan
Lalu lintas traffic adalah kegiatan lalu-lalang atau gerak kendaraan, orang, atau hewan di jalanan. Masalah yang dihadapi dalam perlalulintasan adalah
keseimbangan antara kapasitas jaringan jalan dengan banyaknya kendaraan dan orang yang berlalu lalang menggunakan jalan tersebut. Jika kapasitas jaringan
jalan sudah hampir jenuh, apalagi terlampaui, maka yang terjadi adalah kemacetan lalu lintas. Persoalan ini sering dirancukan sebagai persoalan angkutan.
Angkutan transport adalah kegiatan perpindahan orang dan barang dari satu tempat asal ke tempat lain tujuan dengan menggunakan sarana
kendaraan. Yang harus diperhatikan adalah keseimbangan antara kapasitas moda
angkutan armada dengan jumlah volume barang maupun orang yang memerlukan angkutan. Bila kapasitas armada lebih rendah dari yang dibutuhkan,
akan banyak barang maupun orang yang tidak terangkut, atau keduanya dijejalkan ke dalam kendaraan yang ada.
Dengan mengetahui perbedaan hakiki antara lalu lintas dengan angkutan dan perbedaan persoalan yang ditimbulkannya, pemecahan persoalannya pun
harus digali secara berbeda. Sehingga kebijakan dalam memecahkan persoalan perlalulintasan juga tidak sama dengan kebijakan dalam memecahkan persoalan
perangkutan; masing-masing mempunyai garapan fis ik sendiri-sendiri.
Reynold R. Batubara : Evaluasi Jumlah Armada Angkutan Umum Di Kota Medan Stusi Kasus: Angkutan Umum Kpum Trayek 66, 2007.
USU Repository © 2009
Meskipun demikian, lalu lintas dan angkutan adalah adalah dua hal yang tidak dapat dipisahkan, keduanya selalu muncul serentak, kehadiran yang satu adalah
akibat kehadiran yang lain – karena lalu lintas juga diakibatkan oleh adanya kegiatan angkutan.
Berikut ini dapat dilihat hakikat lalu lintas yang ditinjau dari segi perlalulintasan dan perangkutan yang ditunjukkan pada tabel 2.1.
Tabel 2.1. Hakikat lalu lintas
PERLALULINTASAN PERANGKUTAN
DEFENISI Lalu lintas adalah gerak
kendaraan, orang, dan hewan di jalan
Angkutan adalah perpindahan orang danatau barang dari
satu tempat ke tempat lain menggunakan kendaraan.
ELEMEN UTAMA
Kendaraan, orang, hewan Jaringan jalan
Orang, barang Moda angkutan kendaraan
MASALAH ISU
Banyaknya kendaraan oranghewan di jalan V
Kapasitas jaringan jalan C Lintasan
Banyaknya orangbarang atau muatan yang diangkut
M Kapasitas kendaraan K
Asal dan Tujuan
DIMENSI VC
KM PERSOALAN
Lalu lintas macet Lalu lintas semrawut
Kecelakaan lalu lintas Muatan tidak terangkut
Kendaraan dijejali muatan Tidak nyaman, tidak aman
UPAYA Melebarkan ruas jalan
Rekayasa lalu lintas Membangun jalan baru
Mengurangi V Menambah armada
Memberikan pilihan moda Mengoperasikan angkutan
massal
Sumber: Suwardjoko P. Warpani, Pengelolaan Lalu Lintas dan Angkutan Jalan, Penerbit ITB, 2002
Menelaah perangkutan tidak mungkin dilakukan dengan mengabaikan perlalulintasan, demikian pula sebaliknya.
Reynold R. Batubara : Evaluasi Jumlah Armada Angkutan Umum Di Kota Medan Stusi Kasus: Angkutan Umum Kpum Trayek 66, 2007.
USU Repository © 2009
II.2. Angkutan Umum II.2.1. Pengertian Angkutan Umum
Angkutan umum adalah angkutan penumpang dengan menggunakan kendaraan umum dan dilaksanakan dengan sistem sewa atau bayar. Dalam hal
angkutan umum, biaya angkutan menjadi beban angkutan bersama, sehingga sistem angkut an umum menjadi efisien karena biaya angkutan menjadi sangat
murah. Selain itu, penggunaan jalan pun relatif efisien dalam m
2
penumpangnya [ Warpani, 1990 : 170 ].
Daerah perkotaan yang berpenduduk satu juta jiwa atau lebih sudah selayaknya memiliki pelayanan angkutan umum penumpang atau angkutan umum
massal. Manajemen perkotaan perlu melakukan efisiensi dalam memanfaatkan prasarana perkotaan yang mengandalkan mobilitasnya pada keberadaan angkutan
umum. Mereka adalah penduduk yang tidak mempunyai pilihan lain kecuali menggunakan angkutan umum.
Pengoperasian sistem angkutan massal adalah salah satu upaya menampung kepentingan mobilitas penduduk, terutama di daerah perkotaan atau
kota yang berpenduduk lebih dari satu juta jiwa. Angkutan umum massal kota di Indonesia pada umumnya dilayani dengan
bus sedang dan bus kecil, sedangkan bus besar hanya melayani angkutan kota di beberapa kota besar; selebihnya, bus besar melayani angkutan antarkota antar
propinsi. Pada Tabel 2.2 disajikan perbandingan jumlah kendaraan umum secara umum yang meliputi bus besar, bus sedang, bus kecil, yang melayani beberapa
kota di Indonesia.
Reynold R. Batubara : Evaluasi Jumlah Armada Angkutan Umum Di Kota Medan Stusi Kasus: Angkutan Umum Kpum Trayek 66, 2007.
USU Repository © 2009
Tabel 2.2. Jumlah Kendaraan Angkutan Penumpang Umum di Beberapa Kota Raya 1995
K O T A J E N I S K E N D A R A A N
Bus Besar Bus Sedang
Bus Kecil 1
2 3
4 5
6 7
DKI Jakarta Surabaya
Medan Bandung
Semarang Palembang
Makassar 3.687
310 118
280 130
- 75
4.881 -
147 78
229 205
- 9.402
4.574 7.099
5.200 1.626
2.157 3.516
Sumber: Direktorat Jenderal Perhubungan Darat – Dephub
Penduduk perkotaan di Indonesia telah berkembang dengan pesat. Wilayah perkotaan kawasan terbangun yang sudah merambah jauh ke wilayah pinggiran,
bahkan sudah menyatu dengan kota-kota di sekitarnya yang semula adalah kota satelit – membentuk satu wilayah kota raya. Belmera Belawan-Medan-Tanjung
Morawa adalah salah satu contohnya.
Akibat kesenjangan pembangunan, arus migrasi desa ke kota sangat tinggi. Penduduk perkotaan di Indonesia terus berkembang dengan pesat seperti
ditunjukkan pada Tabel 2.3, begitu pula dengan penduduk di daerah yang berubah status menjadi kota. Diperkirakan pada tahun 2020 akan ada 15 kota di Indonesia
yang berpenduduk lebih dari 1.000.000 jiwa. Di samping itu, terjadi perubahan tata nilai dan perilaku masyarakat sehingga meningkatkan mobilitas, yang pada
gilirannya menuntut pelayanan jasa angkutan dengan tingkat keselamatan,
Reynold R. Batubara : Evaluasi Jumlah Armada Angkutan Umum Di Kota Medan Stusi Kasus: Angkutan Umum Kpum Trayek 66, 2007.
USU Repository © 2009
keamanan, kecepatan, kelancaran, dan kenyamanan yang lebih tinggi, ragam yang lebih banyak, dan kapasitas yang lebih besar.
Tabel 2.3. Prakiraan Kota Berpenduduk Lebih Dari Satu Juta Jiwa
K O T A P E N D U D U K
juta jiwa 1995
2000 2005
2010 2015
2020 1
2 3
4 5
6 7
8 9
10 11
12 13
14 15
Jakarta Surabaya
Bandung Medan
Palembang Semarang
Makassar Bandar Lampung
Padang Samarinda
Malang Madiun
Bogor Pontianak
Menado 6,60
2,71 2,43
1,91 1,31
1,18 1,08
8,18 2,95
2,87 2,11
1,40 1,27
1,38 1,00
8,82 3,23
3,40 2,33
1,60 1,37
1,76 1,25
9,50 3,53
4,02 2,57
1,93 1,47
2,24 1,57
1,09 1,02
0,23 3,86
4,75 2,84
2,19 1,59
2,86 1,96
1,26 1,35
1,00 1,08
1,07 1,21
11,02 4,22
5,61 3,13
2,49 1,71
3,65 2,46
1,44 1,78
1,09 1,19
1,21 1,56
1,20
Sumber: Direktorat Jendral Perhubungan Darat - Dephub
Perluasan daerah perkotaan serta meningkatnya mobilitas penduduk membuka peluang usaha pelayanan angkutan umum baik pribadi maupun massal.
Dengan pesatnya peningkatan urbanisasi, meningkat pula kepemilikan kendaraan sebagai akibat peningkatan penghasilan, terutama di kota-kota besar.
Hal ini, dipadu dengan perkembangan kawasan perkotaan, akan menuntut pengelolaan yang baik di sektor lalu lintas dan angkutan jalan guna menjamin
Reynold R. Batubara : Evaluasi Jumlah Armada Angkutan Umum Di Kota Medan Stusi Kasus: Angkutan Umum Kpum Trayek 66, 2007.
USU Repository © 2009
mobilitas sosial-ekonomi perkotaan. Kebutuhan akan angkutan yang meningkat tanpa dibarengi pembangunan prasarana yang terencana mengakibatkan beban
jalan arteri dan kolektor menjadi semakin tak tertampung. Pembangunan kawasan perumahan dan industri di kawasan pinggiran atau
luar kota akan memanfaatkan jaringan utama ruas jalan tol atau arteri. Kecepatan pembangunan pemukiman dan industri hampir selalu tidak sebanding
dengan kecepatan pembangunan jalan sehingga dalam waktu yang sangat singkat kapasitas jalan sudah mendekati jenuh atau bahkan sudah terlampaui. Jarak yang
semakin jauh dari tempat kerja semula, mendorong penggunaan kendaraan semakin meningkat.
Keberadaan angkutan umum, apalagi yang bersifat massal, berarti pengurangan jumlah kendaraan yang lalu-lalang di jalan. Hal ini sangat penting
artinya berkaitan dengan pengendalian lalu lintas. Karena sifatnya yang massal, maka para penumpang harus memiliki
kesamaan dalam berbagai hal yakni asal, tujuan, lintasan, dan waktu. Berbagai kesamaan ini pada gilirannya menimbulkan masalah keseimbangan antara
ketersediaan dan permintaan. Pelayanan angkutan umum akan berjalan dengan baik apabila dapat tercipta keseimbangan antara ketersediaan dan permintaan
[Warpani, 1990; 171]. Adalah suatu upaya yang sulit bahkan cenderung tidak mungkin dipenuhi bila tolok ukurnya adalah permintaan pada masa sibuk atau
masa puncak. Ketidakpastian itu disebabkan oleh pola pergerakan penduduk yang tidak merata sepanjang waktu, misalnya pada saat jam-jam sibuk permintaan
tinggi, dan pada saat sepi permintaan rendah.
Reynold R. Batubara : Evaluasi Jumlah Armada Angkutan Umum Di Kota Medan Stusi Kasus: Angkutan Umum Kpum Trayek 66, 2007.
USU Repository © 2009
Dalam hal kaitan ini Pemerintah perlu campur tangan dengan tujuan antara lain: a.
menjamin sistem operasi yang aman bagi kepentingan masyarakat pengguna jasa angkutan, petugas pengelola angkutan, dan pengusaha jasa
angkutan; b.
mengarahkan agar lingkungan tidak terlalu terganggu oleh kegiatan angkutan;
c. membantu perkembangan dan pembangunan nasional maupun daerah
dengan meningkatkan pelayanan jasa angkutan; d.
menjamin pemerataan jasa angkutan sehingga tidak ada pihak yang dirugikan;
e. mengendalikan operasi pelayanan jasa angkutan Stewart David, 1980
II.2.2. Tujuan Angkutan Umum
Tujuan pelayanan angkutan umum adalah memberikan pelayanan yang aman, cepat, nyaman, dan murah pada masyarakat yang mobilitasnya semakin
meningkat, terutama bagi para pekerja dalam menjalankan kegiatannya. Bagi angkutan perkotaan, keberadaan angkutan umum apalagi angkutan umum
massal sangat membantu manajemen lalu lintas dan angkutan jalan karena tingginya tingkat efisiensi yang dimiliki sarana tersebut dalam penggunaan
prasarana jalan.
Reynold R. Batubara : Evaluasi Jumlah Armada Angkutan Umum Di Kota Medan Stusi Kasus: Angkutan Umum Kpum Trayek 66, 2007.
USU Repository © 2009
Esensi dari operasi pelayanan angkutan umum adalah menyediakan layanan angkutan pada saat dan tempat yang tepat untuk memenuhi permintaan
masyarakat yang sangat beragam. Di sini ada unsur komersial yang harus diperhatikan. Pengetahuan akan
biaya, kecepatan, dan ketepatan prakiraan, pengetahuan akan pasar dan pemasaran akan sangat membantu dalam menawarkan pilihan pelayanan. Misalnya,
penumpang tertentu pada jam sibuk dapat saja memilih pelayanan dengan biaya lebih tinggi bila ada kepastian dan jaminan cepat sampai ke tempat tujuan.
Dengan demikian, ada tawaran pilihan moda atau pencaran moda modal split angkutan sehingga ada pengisian kapasitas pada berbagai moda. Teknik
pengoperasian angkutan umum dan praktek komersialisasi sangat bergantung pada moda angkutan dan lingkungan. Meskipun demikian, pada hakekatnya tetap
sama yakni operator harus memahami pola kebutuhan, dan harus mampu mengerahkan sediaan untuk memenuhi kebutuhan secara ekonomis. Jadi, dalam
hal ini dapat dikenali adanya unsur-unsur: -
sarana operasi atau moda angkutan dengan kapasitas tertentu, yaitu banyaknya orang atau muatan yang dapat diangkut.
- biaya operasi, yaitu biaya yang dikeluarkan untuk menggerakkan
operasi pelayanan sesuai dengan sifat teknis moda yang bersangkutan. -
prasarana, yakni jalan dan terminal yang merupakan simpul jasa pelayanan angkutan.
- staf atau sumber daya mausia yang mengoperasikan pelayanan
angkutan.
Reynold R. Batubara : Evaluasi Jumlah Armada Angkutan Umum Di Kota Medan Stusi Kasus: Angkutan Umum Kpum Trayek 66, 2007.
USU Repository © 2009
II.2.3. Peranan Angkutan Umum
Pada umumnya kota yang pesat perkembangannya adalah kota yang berada pada jalur sistem angkutan. Sejarah perkembangan sejumlah kota besar di
dunia menjadi bukti besarnya peranan angkutan terhadap perkembangan kota yang bersangkutan.
Memang transportasi perkotaan merupakan salah satu faktor kunci peningkatan produktivitas kota. Dalam perencanaan wilayah ataupun perencanaan
kota, masalah transportasi kota tidak dapat diabaikan, karena memiliki peran yang penting, yaitu:
a. Melayani kepentingan mobilitas masyarakat
Peranan utama angkutan umum adalah melayani kepentingan mobilitas masyarakat dalam melakukan kegiatannya, baik kegiatan sehari-
hari yang berjarak pendek atau menengah angkutan perkotaanpedesaan dan angkutan antarkota dalam propinsi, maupun kegiatan sewktu-waktu
antar propinsi angkutan antarkota dalam propinsi dan antarkota antar propinsi. Aspek lain pelayanan angkutan umum adalah peranannya dalam
pengendalian lalu lintas penghematan energi, dan pengembangan wilayah. b.
Pengendalian lalu lintas Dalam rangka pengendalian lalu lintas, peranan layanan angkutan
umum tidak dapat ditiadakan. Dengan ciri khas yang dimilikinya, yakni lintasan tetap dan mampu mengangkut banyak orang seketika, maka
efisiensi penggunaan jalan menjadi lebih tinggi karena pada saat yang sama luasan jalan yang sama dimanfaatkan oleh lebih banyak orang.
Reynold R. Batubara : Evaluasi Jumlah Armada Angkutan Umum Di Kota Medan Stusi Kasus: Angkutan Umum Kpum Trayek 66, 2007.
USU Repository © 2009
Di samping itu, jumlah kendaraan yang berlalu lalang di jalanan dapat dikurangi, sehingga dengan demikian kelancaran arus lalu lintas
dapat ditingkatkan. Oleh karena itu, pengelolaan yang baik, yang mampu menarik orang untuk lebih menggunakan angkutan umum daripada
menggunakan kendaraan pribadi, menjadi salah satu andalan dalam pengelolaan perlalulintasan.
c. Penghematan energi
Pe ng e lo la a n a ngk ut a n u mu m in i p u n ber ka it a n d e nga n penghematan penggunaan bahan bakar minyak BBM. Sudah diketahui
bahwa cadangan energi bahan bakar minyak dunia BBM terbatas, bahkan diperhitungkan akan habis dalam waktu dekat dan sudah ada
upaya untuk menggunakan sumber energi non BBM. Untuk itu, layanan angkutan umum perlu ditingkatkan, sehingga jika layanan angkutan umum
sudah sedemikian baik dan mampu menggantikan peranan kendaraan pribadi bagi mobilitas masyarakat, maka sejumlah besar kendaraan dapat
‘dikandangkan’ selama waktu tertentu; misalnya selama hari Senin hingga Jum’at. Akibat lanjutannya adalah penghematan konsumsi BBM
bagi operasi angkutan. Apabila kendaraan pribadi mengkonsumsi BBM rata-rata sebanyak 10 Lhari, maka 1000 buah kendaraan sudah dapat
menghemat 10.000 Lhari.
Reynold R. Batubara : Evaluasi Jumlah Armada Angkutan Umum Di Kota Medan Stusi Kasus: Angkutan Umum Kpum Trayek 66, 2007.
USU Repository © 2009
d. Pengembangan wilayah
Berkaitan dengan pengembangan wilayah, angkutan umum juga sangat berperan dalam menunjang interaksi sosial budaya masyarakat.
Pemanfaatan sumber daya alam maupun mobilisasi sumber daya manusia serta pemerataan pembangunan daerah beserta hasil-hasilnya, didukung
oleh sistem perangkutan yang memadai dan sesuai dengan tuntutan kondisi setempat.
II.3. Karakteristik Pelayanan Sistem Angkutan Umum
Pada dasarnya sistem transportasi perkotaan terdiri dari sistem angkutan penumpang dan sistem angkutan barang. Selanjutnya sistem angkutan penumpang
sendiri bisa dikelompokkan menurut penggunaannya dan cara pengoperasiannya Vuchiv, 1981, yaitu:
a. Angkutan pribadi, yaitu angkutan yang memiliki dan dioperasikan
oleh dan untuk kepentingan pribadi pemilik dengan menggunakan prasarana baik pribadi maupun prasarana umum.
b. Angkutan umum, yaitu angkutan yang dimiliki oleh operator yang bisa
digunakan untuk umum dengan persyaratan tertentu. Dalam sistem pemakaiannya angkutan umum memiliki 2 sistem, yaitu:
∗ Sistem sewa, yaitu kendaraan bisa dioperasikan baik operator
maupun penyewa. Dalam hal ini tidak ada rute dan jadwal tertentu yang harus diikuti oleh pemakai.
Contohnya: jenis angkutan taxi
Reynold R. Batubara : Evaluasi Jumlah Armada Angkutan Umum Di Kota Medan Stusi Kasus: Angkutan Umum Kpum Trayek 66, 2007.
USU Repository © 2009
∗ Sistem penggunaan bersama, ,yaitu kendaraan dioperasikan oleh
operator dengan rute dan jadwal yang tetap. Sistem ini dikenal sebagai sistem penggunaan bersama transit system. Terdapat
2 jenis transit, yaitu: -
Jadwal yang pasti dan kendaraan dapat berhenti menaikkanmenurunkan penumpang di sepanjang
rutenya. Contohnya: angkutan kota -
Jadwal dan tempat pemberhentiannya lebih pasti. Contohnya: bus kota.
II.3.1. Karakteristik Pelayanan Angkutan Umum
Dalam melihat karakteristik pelayanan sistem angkutan umum, deskripsi yang paling mudah adalah membandingkannya dengan pelayanan kendaraan
pribadi.
Reynold R. Batubara : Evaluasi Jumlah Armada Angkutan Umum Di Kota Medan Stusi Kasus: Angkutan Umum Kpum Trayek 66, 2007.
USU Repository © 2009
Karakteristik pelayanan angkutan umum dibandingkan dengan kendaraan pribadi dapat dilihat pada Tabel 2.4. di bawah ini.
Tabel 2.4. Karakteristik Pelayanan Angkutan Umum Dibandingkan dengan Kendaraan Pribadi
Angkutan Umum Angkutan Pribadi
Peruntukan Umum
Pemilik Pemasok Jasa
Operator Pemilik
Penentuan Rute Perjalanan
Ditetapkan Operator Tergantung
PenggunaPemilik Penentuan Kapan
Dipergunakan Ditetapkan Operator
Tergantung PenggunaPemilik
Penentuan Biaya Ditetapkan Operator
Tergantung PenggunaPemilik
Jenis Angkutan Bus, Mobil Penumpang,
Taksi Mobil, Sepeda Motor
Kerapatan Daerah Pelayanan yang
Optimal Rendah - Sedang
Sedang - Tinggi Pola Rute Pelayanan yang
Optimum Menyebar
Terkonsentrasi Waktu Pelayanan yang
Terbaik Jam Tidak Sibuk
Jam Sibuk Puncak Tujuan Keberangkatan
Rekreasi, Belanja, Bisnis, Kerja, Sekolah
Rekreasi, Belanja, Bisnis, Kerja, Sekolah
Sumber: Perencanaan Sistem Angkutan Umum, LPKM ITB, 1997
II.3.2. Karakteristik Penggunan Angkutan Umum.
Dalam usaha memahami karakteristik pengguna angkutan umum, ada baiknya terlebih dahulu kita kaji dari karakteristik masyarakat perkotaan secara
umum. Ditinjau dari pemenuhan akan kebutuhan mobilitasnya, masyarakat
Reynold R. Batubara : Evaluasi Jumlah Armada Angkutan Umum Di Kota Medan Stusi Kasus: Angkutan Umum Kpum Trayek 66, 2007.
USU Repository © 2009
perkotaan dapat dibagi dalam 2 dua segmen, yaitu kelompok pemilih choice dan kelompok ketergantungan captive.
Kelompok choice, sesuai dengan artinya, adalah orang-orang yang mempunyai pilihan choice dalam pemenuhan kebutuhan mobilitasnya. Mereka
terdiri dari orang-orang yang dapat menggunakan kendaraan pribadi karena secara finansial,legal, dan fisik hal itu dimungkinkan. Atau dengan kata lain, mereka
memenuhi syaratnya, yaitu secara finansial mampu memiliki kendaraan pribadi, secara legal dengan memiliki SIM memungkinkan untuk mengemudikan
kendaraan tersebut tanpa takut berurusan dengan penegak hukum, dan secara fisik cukup sehat dan kuat untuk mampu mengemudikan sendiri kendaraannya.
Dengan demikian, kelompok ini terdiri dari orang-orang yang pada strata menengah ke atas, yang berumur di antara 17 tahun sampai 70 tahun dan sehat
badan dan jiwanya. Jumlah ataupun persentase kelompok ini sangat tergantung pada tingkat kemajuan dan kemakmuran suatu negara.
Di kota-kota yang ada di negara maju dan kaya, jumlah penduduk ini biasanya sangat banyak, dan bahkan dapat dikatakan sebagai mayoritas.
Sebaliknya, di kota-kota di negara berkembang dan negara miskin, jumlah ataupun persentase kelompok ini relatif tidak begitu banyak, bahkan dapat
dikatakan jumlahnya sangat marginal. Bagi kelompok choice mereka mempunyai pilihan dalam pemenuhan kebutuhan mobilitasnya dengan menggunakan
kendaraan pribadi atau menggunakan angkutan umum. Kelompok captive, di lain pihak, adalah kelompok orang-orang yang
tergantung captive pada angkutn umum untuk pemenuhan kebutuhan
Reynold R. Batubara : Evaluasi Jumlah Armada Angkutan Umum Di Kota Medan Stusi Kasus: Angkutan Umum Kpum Trayek 66, 2007.
USU Repository © 2009
mobilitasnya. Mereka terdiri dari dari orang-oraang yang tidak dapat menggunakan kendaraan pribadi karena tidak memenuhi salah satu di antara tiga
syaratnya finansial, legal, fisik. Bagi kelompok ini tidak ada pilihan tersedia bagi pemenuhan kebutuhan mobilitasnya, kecuali menggunakan angkutan umum.
Jumlah dan persentase kelompok captive ini pada suatu kota sangat tergantung pada seberapa makmur dan berkembangnya kota bersangkutan. Bagi
kota-kota di negara berkembang, kelompok captive ini relatif sangat banyak jumlah maupun persentasenya. Hal ini disebabkan karena kondisi perekonomian
dari masyarakatnya relatif masih belum mapan atau jumlah kelas menengah ke bawah masih relatif banyak, sehingga tingkat kepemilikan kendaraan masih relatif
rendah. Mengacu pada karakteristik kelompok captive dan choice di atas, maka
jelaslah bahwa pengguna angkutan umum pada dasarnya terdiri dari seluruh kelompok captive dan sebagian kelompok choice yang kebetulan menggunakan
angkutan umum untuk pemenuhan kebutuhan mobilitasnya. Jika persentase kelompok choice yang menggunakan angkutan umum adalah sebesar x, maka
secara matematis jumlah pengguna angkutan umum adalah: Pengguna angkutan umum = Kelompok captive + x Kelompok choice.
Dengan melihat penjelasan di atas, nampak bahwa di kota manapun pengguna angkutan umum ataupun kebutuhan akan angkutan umum akan selalu
ada. Tidak penting apakah kota dimaksud adalah kota yang kondisi ekonominya baik ataupun buruk. Karenanya, bagaimanapun kayanya kondisi ekonomi suatu
Reynold R. Batubara : Evaluasi Jumlah Armada Angkutan Umum Di Kota Medan Stusi Kasus: Angkutan Umum Kpum Trayek 66, 2007.
USU Repository © 2009
kota, selalu ada anggota masyarakatnya yang termasuk kelompok captive, yang berarti pula akan selalu ada kebutuhan akan angkutan umum.
Dengan demikian jelas bahwa jumlah pengguna angkutan umum pada suatu kota pada dasarnya sangat dipengaruhi oleh 2 dua faktor utama, yaitu:
1. Kondisi perekonomian dari kota dimaksud, dengan asumsi bahwa
aspek finansial adalah faktor dominan yang mempengaruhi seseorang untuk mempergunakan kendaraan pribadi atau angkutan
umum. 2.
Kondisi pelayanan angkutan umum. Untuk kota-kota di negara sedang berkembang seperti di Indonesia,
persentase kelompok pemilih choice sebenarnya masih relatif kecil, kurang dari 40 dari populasi masyarakat kota yang ada. Hal ini tercermin dari rendahnya
tingkat kepemilikan kendaraan yang ada di kota-kota di Indonesia. Hal ini berarti bahwa peengguna angkutan umum di kota-kota di Indonesia jumlahnya lebih dari
60 dari populasi penduduk perkotaan, jumlah ini merupakan jumlah yang luar biasa besar.
II.3.3. Jenis Pelayanan Angkutan Umum
Pengangkutan orang dengan kendaraan umum dilakukan dengan menggunakan mobil bus atau mobil penumpang. Pengangkutan orang dengan
kendaraan umum dilayani dengan:
Reynold R. Batubara : Evaluasi Jumlah Armada Angkutan Umum Di Kota Medan Stusi Kasus: Angkutan Umum Kpum Trayek 66, 2007.
USU Repository © 2009
1. Trayek tetap dan teratur adalah pelayanan angkutan yang dilakukan dalam
jaringan trayek secara tetap dan teratur dengan jadwal tetap atau tidak berjadwal untuk pelayanan angkutan orang.
2. Tidak dalam trayek, pengangkutan orang dengan angkutan umum tidak
dalam trayek terdiri dari: -
Pengangkutan dengan menggunakan taksi. -
Pengangkutan dengan cara sewa. -
Pengangkutan untuk keperluan pariwisata.
II.4. Angkutan Perkotaan
Menurut PP No. 41 tahun 1993 tentang Angkutan Jalan disebutkan angkutan perkotaan adalah angkutan dari suatu tempat ke tempat lain dalam
wilayah kota dengan mempergunakan mobil bus umum danatau mobil penumpang umum yang terikat dalam trayek tetap dan teratur yang mempunyai
sifat perjalanan ulang-alik komuter. Berikut ini adalah penjelasan dari istilah-istilah dasar tentang angkutan perkotaan:
a. Mobil penumpang adalah setiap kendaraan bermotor yang dilengkapi
sebanyak-banyaknya 8 delapan tempat duduk tidak termasuk tempat duduk pengemudi, baik dengan maupun tanpa perlengkapan
pengangkutan bagasi. b.
Mobil Penumpang Umum MPU adalah mobil penumpang yang digunakan sebagai kendaraan umum.
Reynold R. Batubara : Evaluasi Jumlah Armada Angkutan Umum Di Kota Medan Stusi Kasus: Angkutan Umum Kpum Trayek 66, 2007.
USU Repository © 2009
c. Mobil bus kecil adalah mobil bus yang dilengkapi sekurang-kurangnya 9
sembilan sampai dengan 19 sembilan belas tempat duduk tidak termasuk tempat duduk pengemudinya.
d. Mobil bus sedang adalah mobil bus yang dilengkapi sekurang-kurangnya
20 dua puluh sampai dengan tiga puluh tempat duduk, tidak termasuk tempat duduk pengemudi.
e. Mobil bus besar mobil bus yang dilengkapi sekurang-kurangnya 31
tiga puluh sampai dengan tiga puluh tempat duduk, tidak termasuk tempat duduk pengemudi.
f. Wilayah pengoperasian adalah wilayah atau daerah untuk pelayanan
angkutan kota yang dilaksanakan dalam jaringan trayek. g.
Wilayah pelayanan angkutan kota adalah yang di dalamnya bekerja satu sistem pelayanan angkutan penumpang umum, karena adanya kebutuhan
pergerakan penduduk dalam kota. h.
Armada adalah asset berupa kendaraan mobil busMPU yang dipertanggung jawabkan perusahaan, baik yang dalam keadaan siap guna
maupun dalam konservasi. i.
Trayek adalah lintasan kendaraan umum untuk pelayanan jasa angkutan orang dengan mobil bus, yang mempunyai asal dan tujuan tetap, lintasan
tetap dan jadwal tetap maupun tidak terjadwal. j.
Trayek kota adalah trayek yang seluruhnya berada dalam satu wilayah Kotamadya Daerah Tingkat II atau trayek dalam Daerah Khusus Ibukota
Jakarta.
Reynold R. Batubara : Evaluasi Jumlah Armada Angkutan Umum Di Kota Medan Stusi Kasus: Angkutan Umum Kpum Trayek 66, 2007.
USU Repository © 2009
Trayek kota terdiri dari: 1. Trayek utama, yang diselenggarakan dengan ciri-ciri pelayanan :
• Mempunyai jadwal tetap;
• Melayani angkutan antar kawasan utama, antara kawasan utama
dan kawasan pendukung dengan ciri melakukan perjalanan ulang- alik secara tetap dengan pengangkutan yang bersifat massal;
• Dilayani oleh mobil bus umum;
• Pelayanan cepat dan atau lambat;
• Jarak pendek;
• Melalui tempat-tempat yang ditetapkan hanya untuk menaikkan
dan menurunkan penumpang. 2. Trayek Cabang, yang diselenggarakan dengan ciri-ciri pelayanan:
• Mempunyai jadwal tetap
• Melayani angkutan antar kawasan pendukung, antara kawasan
pendukung dengan kawasan pemukiman; •
Dilayani dengan mobil bus umum; •
Pelayanan cepat dan atau lambat; •
Jarak pendek; •
Melalui tempat-tempat yang telah ditetapkan untuk menaikkan dan menurunkan penumpang.
3. Trayek ranting, yang diselenggarakan dengan ciri-ciri pelayanan : •
Melayani angkutan dalam kawasan pemukiman; •
Dilayani dengan mobil bus umum dan atau MPU
Reynold R. Batubara : Evaluasi Jumlah Armada Angkutan Umum Di Kota Medan Stusi Kasus: Angkutan Umum Kpum Trayek 66, 2007.
USU Repository © 2009
• Pelayanan lambat;
• Jarak pendek;
• Melalui tempat-tempat yang telah ditetapkan untuk menaikkan
dan menurunkan penumpang. 4. Trayek langsung diselenggarakan dengan ciri-ciri pelayanan :
• Mempunyai jadwal tetap;
• Melayani angkutan antar kawasan secara tetap yang bersifat
massal dan langsung; •
Dilayani oleh mobil bus umum; •
Pelayanan cepat; •
Jarak pendek; •
Melalui tempat-tempat yang ditetapkan hanya untuk menaikkan dan menurunkan penumpang
Reynold R. Batubara : Evaluasi Jumlah Armada Angkutan Umum Di Kota Medan Stusi Kasus: Angkutan Umum Kpum Trayek 66, 2007.
USU Repository © 2009
Berikut ini dapat dilihat pembagian klasifikasi trayek dan jenis pelayanannya pada Tabel 2.5.
Tabel 2.5. Klasifikasi Trayek dan Jenis Pelayanan
Klasifikasi Trayek
Jenis Pelayanan
Jenis Angkutan
Kapasitas Penumpang
Per HariKendaraan
Utama •
Cepat •
Lambat
• Bus Besar lantai
ganda •
Bus Besar lantai tunggal
•
Bus Sedang 1.500 – 1.800
1.000 – 1.200 500 – 600
Cabang •
Cepat •
Lambat
• Bus Besar
• Bus Sedang
• Bus Kecil
1.000 – 1.200 500 – 600
300 – 400
Ranting •
Lambat
• Bus Besar
• Bus Sedang
• MPU
500 – 600 300 – 400
250 – 300
Langsung •
Cepat
• Bus Besar
• Bus Sedang
• Bus Kecil
1.000 – 1.200 500 – 600
300 – 400
Sumber: Direktorat Jenderal Perhubungan Darat RI
II.5. Karakteristik Operasional Angkutan Umum II.5.1. Faktor Muatan Load Factor
Untuk mengetahui kemampuan operasional kendaraan pada suatu rute dikaitkan dengan keseimbangan supply-demand dinyatakan sebagai faktor muatan
load factor. Faktor muatan load factor merupakan pembagian antara permintaan
demand yang ada dengan pemasukan supply yang tersedia. Faktor muatan dapat menjadi petunjuk untuk mengetahui apakah jumlah armada yang ada masih
kurang, mencukupi, atau melebihi kebutuhan suatu lintasan angkutan umum serta
Reynold R. Batubara : Evaluasi Jumlah Armada Angkutan Umum Di Kota Medan Stusi Kasus: Angkutan Umum Kpum Trayek 66, 2007.
USU Repository © 2009
dapat dijadikan indikator dalam mewakili efisiensi suatu rute. Load factor angkutan umum di setiap rutenya berkisar mulai 30 sampai 100.
Pasal 28 ayat 2 Peraturan Pemerintah Nomor 41 Tahun 1993: pengaturan tentang penambahan kendaraan untuk trayek yang sudah terbuka dengan
menggunakan faktor muatan di atas 70 , kecuali untuk trayek perintis. Untuk trayek reguler dalam kota, faktor muatan yang dimaksud adalah dengan
menggunakan pendekatan dinamis yaitu dengan memperhitungkan load factor pada seluruh ruas jalan agar tidak terjadi kelebihan penawaran.
Nilai load factor dapat dihitung dengan menggunakan rumus: L
f
=
C Psg
x 100 …………………………………………2.1 Dimana: L
f
= load factor Psg = total jumlah penumpang pada setiap zona penumpang
C = kapasitas kendaraan penumpang
II.5.2. Kapasitas dan Ukuran Kendaraan
Kapasitas kendaraan menyatakan jumlah penumpang yang dapat diangkut dalam satu kali muatan secara maksimal dan masih dalam batas yang disyaratkan
tanpa mengabaikan segi kenyamanan para penumpangnya. Kapasitas kendaraan diukur dari tempat duduk dan perkiraan tempat berdiri yang masih
memungkinkan. Kapasitas kendaraan erat terkait dengan ukuran kendaraan yang bersangkutan, dan berpengaruh pada penggunaan ruang dan mobilitas ketika
bergerak pada jaringan jalan.
Reynold R. Batubara : Evaluasi Jumlah Armada Angkutan Umum Di Kota Medan Stusi Kasus: Angkutan Umum Kpum Trayek 66, 2007.
USU Repository © 2009
Pada tabel berikut dapat dilihat besarnya kapasitas kendaraan menurut jenisnya.
Tabel 2.6. Kapasitas Kendaraan
Jenis Angkutan Kapasitas Kendaran
Jumlah Penumpang minimum P min
perhari kendaraan Duduk
Berdiri Total
Mobil penumpang umum 8
- 8
250 Bus kecil
14 -
14 400
Bus sedang 20
10 30
500 Bus besar lantai tunggal
49 30
79 1000
Bus besar lantai ganda 85
35 120
1500
Sumber: Direktorat Jenderal Perhubungan Darat RI
Catatan : -
Angka-angka kapasitas kendaraan bervariasi, tergantung pada susunan tempat duduk dalam kendaraan.
- Ruang untuk berdiri per penumpang dengan luas 0.17
m
2
penumpang. -
II.5.3. Waktu Antara Headway
Waktu antara merupakan interval keberangkatan antar suatu angkutan dengan angkutan berikutnya, diukur dalam satuan waktu pada titik tertentu untuk
setiap rutenya. Headway merupakan salah satu aspek yang mempengaruhi tingkat pelayanan angkutan umum. Kebijaksanaan yang menyangkut pengaturan headway
berimplikasi pada kemungkinan tingkat pengisian muatan. Headway yang terlalu rendah dapat mengakibatkan kapasitas akan melebihi permintaan. Angkutan yang
Reynold R. Batubara : Evaluasi Jumlah Armada Angkutan Umum Di Kota Medan Stusi Kasus: Angkutan Umum Kpum Trayek 66, 2007.
USU Repository © 2009
pertama akan mengambil banyak penumpang, selain itu juga dapat menimbulkan kemacetan lalu lintas. Sedangkan headway yang tinggi akan mengakibatkan
waktu tunggu yang terlalu lama bagi para pengguna.
II.5.4. Frekwensi
Frekwensi adalah jumlah perjalanan kendaraan dalam satuan waktu tertentu yang dapat diidentifikasikan sebagai frekuensi tinggi atau rendah,
frekwensi tinggi berarti banyak perjalanan dalam periode waktu tertentu, secara relatif frekwensi rendah berarti sedikit perjalanan selama periode waktu tertentu.
Frekwensi diartikan pula sebagai bagian yang penting bagi penumpang dan mempengaruhi moda mana yang ditetapkan untuk dipakai.
Jika nilai headway tinggi maka frekwensi rendah dan sebaliknya jika headway rendah maka frekwensi tinggi.
Hubungan antara headway dan frekwensi adalah: H =
f 1
………………………………………………………..2.2 Sedangkan frekwensi adalah:
f = .
d f
L C
P .………………………………………………….2.3
Dimana: H = headway menit
f = frekwensi C = kapasitas kendaraan penumpang
P
= jumlah penumpang per jam pada seksi terpadat
d f
L
= load factor design, diambil 70 pada kondisi dinamis
Reynold R. Batubara : Evaluasi Jumlah Armada Angkutan Umum Di Kota Medan Stusi Kasus: Angkutan Umum Kpum Trayek 66, 2007.
USU Repository © 2009
Waktu antara kendaraan ditetapkan berdasarkan rumus sebagai berikut: H =
P L
C
f
. .
60 …………………………………………………2.4
Dimana: H = waktu antara menit
P = jumlah penumpang per jam pada seksi terpadat C = kapasitas kendaraan penumpang
L
f
= faktor muat, diambil 70
II.5.5. Waktu Tempuh
Waktu tempuh adalah waktu yang dibutuhkan oleh kendaraan untuk melewati ruas jalan yang diamati, termasuk waktu berhenti untuk menaikkan dan
menurunkan penumpang dan perlambatan karena hambatan. Penumpang biasanya menginginkan pelayanan jumlah total waktu tempuh yang sesingkat mungkin. Hal
ini dibuktikan, bahwa pada kenyataannya penumpang yang memiliki uang cukup memilih perjalanannya dengan membayar tarif yang lebih tinggi untuk melakukan
pejalanannya dengan waktu tempuh yang lebih cepat. Pihak pengguna dalam hal ini menghendaki pelayanan yang cepat dengan frekuensi yang tinggi.
Total waktu tempuh ditentukan oleh : •
Mobilitas, yaitu kemudahan angkutan umum untuk bergerak. Dipengaruhi oleh kecepatan pada jaringan jalan, kecepatan pada setiap link yang dilalui,
tundaan di setiap persimpangan dan pusat keramaian. •
Aksesibilitas, kemudahan untuk mencapai tujuan yang ditentukan oleh lokasi tujuan pada jaringan jalan yang ada.
Reynold R. Batubara : Evaluasi Jumlah Armada Angkutan Umum Di Kota Medan Stusi Kasus: Angkutan Umum Kpum Trayek 66, 2007.
USU Repository © 2009
II.5.6. Waktu Sirkulasi
Waktu sirkulasi pada angkutan umum adalah waktu perjalanan yang diperlukan untuk melintas dari rute awal ke rute akhir dan kembali ke rute awal
ABA. Waktu sirkulasi dengan pengaturan kecepatan kendaraan rata-rata 20 km per jam dengan deviasi waktu sebesar 5 dari waktu perjalanan.
Waktu sirkulasi dihitung dengan rumus: C T
ABA
= T
AB
+ T
BA
+ σ
AB 2
+ σ
BA 2
+ TTA + TTB….................2.5 Dimana:
C T
ABA
= waktu sirkulasi dari A ke B, kembali ke A T
AB
= waktu perjalanan dari A ke B T
BA
= waktu perjalanan dari B ke A σ
AB
= deviasi waktu perjalanan dari A ke B σ
BA
= deviasi waktu perjalanan dari B ke A TTA = waktu henti kendaraan di A
TTB = waktu henti kendaraan di B
II.5.7. Waktu Henti Layover Time
Waktu henti dalam suatu masa waktu dapat ditambahkan pada akhir perjalanan atau di tengah perjalanan yang panjang atau waktu yang digunakan
angkutan umum selama di terminal. Hal ini berguna untuk mengatur operasi kendaraan dan memberikan kesempatan pada pihak operator untuk istirahat.
Waktu henti kendaraan di asal atau di tujuan TTA atau TTB ditetapkan sebesar 10 dari waktu perjalanan antar A dan B.
Reynold R. Batubara : Evaluasi Jumlah Armada Angkutan Umum Di Kota Medan Stusi Kasus: Angkutan Umum Kpum Trayek 66, 2007.
USU Repository © 2009
II.5.8. Jumlah Armada yang Dibutuhkan
Peningkatan kebutuhan akan bepergian mengharuskan pula peningkatan sediaan kendaraan, baik kendaraan pribadi maupun kendaraan umum. Salah satu
tolok ukur keberhasilan pengelolaan perangkutan adalah terpenuhinya kebutuhan kendaraan atau armada yang siap operasi pada saat diperlukan dalam jumlah yang
optimal. Hal ini berhubungan dengan berapa kapasitas yang harus disediakan untuk mengangkut, berapa jumlah calon penumpang atau barang, dari mana
asalnya, ke mana tujuannya, dan kapan waktunya. Pengertian optimal dalam hal ini adalah kapasitas tersedia sedemikian rupa sehingga mampu memberikan
pelayanan yang maksimal pada masa sibuk, namun tidak terlalu banyak kendaraan yang menganggur pada masa sepi.
Masalah ini menjadi sangat penting bagi pengelola angkutan, dalam kasus di Indonesia adalah Dinas Lalu Lintas Angkutan Jalan, dengan tujuan:
a. Mencapai hasil optimal yakni keseimbangan sediaan dan permintaan di
setiap sektor pelayanan; b.
Menjadi pedomanacuan bagi Pemda dalam memberikan izin operasi angkutan umum;
c. Menghindarkan persaingan tidak sehat di antara pelayan jasa angkutan;
d. Menghindarkan ‘rebutan’ muatan di antara pelayan jasa angkutan;
e. Menghindarkan menumpuknya trayek pada ruas jalan tertentu;
f. Menjalin keandalan layanan jasa angkutan bagi masyarakat.
Secara keseluruhan, pada satu sisi adalah menjamin dunia usaha agar tetap mampu mengembangkan diri karena dapat meraih keuntungan yang wajar dari
Reynold R. Batubara : Evaluasi Jumlah Armada Angkutan Umum Di Kota Medan Stusi Kasus: Angkutan Umum Kpum Trayek 66, 2007.
USU Repository © 2009
usaha layanan jasa angkutan. Di sisi lain, layanan kepada masyarakat dapat terjaga pada tingkat maksimal.
Dalam menentukan jumlah armada yang dibutuhkan untuk melayani suatu trayek dari sistem angkutan umum berdasarkan waktu tempuh terdapat beberapa
variabel utama yang perlu diketahui. Adapun variabel tersebut adalah: 1.
Volume: jumlah kendaraan yang dibutuhkan untuk melayani suatu trayek 2.
Waktu tempuh: waktu perjalanan yang diperlukan untuk melintas dari ujung ke ujung rute.
3. Headway: selang waktu keberangkatan kendaraan.
Hubungan dasar dari ketiga variabel tersebut selanjutnya dinyatakan dalam sebuah hubungan matematis, yaitu:
V = H
CT ……………………………….………….……….…2.6
Dimana: V = volumejumlah kendaraan unit
CT
= waktu tempuh menit
H
= headway menit Selanjutnya, besar kecilnya nilai waktu tempuh ditentukan oleh kecepatan
dan jarak. Dengan meningkatkan kecepatan akan mempersingkat waktu tempuh dan waktu sirkulasi, sehingga volume yang diperlukan semakin sedikit.
Sedangkan untuk menentukan jumlah armada yang dibutuhkan untuk melayani suatu trayek dari sistem angkutan umum per waktu sirkulasinya, yaitu
waktu yang dibutuhkan dari A ke B, kembali ke A; berdasarkan Keputusan Dirjen Perhubungan Darat No. 687 tahun 2002 tentang Penyelenggaraan Angkutan
Reynold R. Batubara : Evaluasi Jumlah Armada Angkutan Umum Di Kota Medan Stusi Kasus: Angkutan Umum Kpum Trayek 66, 2007.
USU Repository © 2009
Penumpang Umum di Wilayah Perkotaan Dalam Trayek Tetap dan Teratur, ditetapkan berdasarkan rumus sebagai berikut:
K = HxfA
CTABA ……………………………….……….……….…2.7
Dimana: K = jumlah armada per waktu sirkulasi unit kendaraan CTABA = waktu sirkulasi kendaraan dari A ke B, kembali ke A menit
H = headway menit fA = faktor ketersediaan kendaraan 100
Dan kebutuhan armada pada periode sibuk yang diperlukan dihitung dengan rumus:
K’ = K CTABA
W .…………………………………………….…2.8
Dimana: K’ = kebutuhan armada pada periode sibuk trip kendaraan K = jumlah armada per waktu sirkulasi unit kendaraan
W = periode jam sibuk menit CT
ABA
= waktu sirkulasi kendaraan dari A ke B, kembali ke A menit
II.6. Indikator Kualitas Pelayanan Angkutan Umum
Di dalam pelayanannya, angkutan umum memiliki indikator kualitas parameter pelayanan khususnya di wilayah kota. Parameter ini berdasarkan
standard hasil penelitian yang direkomendasikan oleh Bank Dunia di dalam
Reynold R. Batubara : Evaluasi Jumlah Armada Angkutan Umum Di Kota Medan Stusi Kasus: Angkutan Umum Kpum Trayek 66, 2007.
USU Repository © 2009
mengoperasikan kendaraan penumpang angkutan umum, dengan tujuan guna mencapai angkutan umum yang nyaman, aman, handal, dan murah.
Tabel 2.7. Kriteria Pelayanan
No. Kriteria
Ukuran 1.
Waktu menunggu rata-rata
maksimum 5 – 10 menit
10 – 20 menit 2.
Jarak jalan kaki ke shelter wilayah padat
wilayah kurang padat 300 – 500 meter
500 – 1000 meter 3.
4.
5. Jumlah pergantian moda
rata-rata maksimum
Waktu perjalanan bus rata-rata
maksimum Kecepatan perjalanan bus
daerah padat dan mix traffic dengan lajur khusus bus
daerah kurang padat 0 – 1 kali
2 kali
1 – 1, 5 jam 2 – 3 jam
10 – 12 kmjam 15 – 18 kmjam
25 kmjam
Sumber: Menuju Lalu Lintas dan Angkutan Jalan yang Tertib Abubakar, 1998
Reynold R. Batubara : Evaluasi Jumlah Armada Angkutan Umum Di Kota Medan Stusi Kasus: Angkutan Umum Kpum Trayek 66, 2007.
USU Repository © 2009
BAB III DESKRIPSI WILAYAH DAN PENGAMBILAN DATA
III.1. Umum
Proses pengumpulan data bagi suatu studi perencanaan transportasi pada dasarnya bukan merupakan prosedur yang sembarangan, tetapi merupakan
sekumpulan langkah-langkah yang beruntun dan terkait satu dengan yang lainnya dengan hasil akhir untuk mendapatkan data yang diinginkan. Hal ini perlu disadari
agar pengumpulan data dapat dilakukan secara efisien dan efektif sehingga data dapat digunakan secara optimal.
Dalam bab ini, akan dikemukakan data-data yang diperlukan sesuai dengan persoalan yang dibahas. Dalam hal ini tidak semua data yang
dikumpulkan dapat langsung digunakan untuk pemecahan masalah. Semua data parameter dari aspek operasional angkutan umum untuk
penelitian ini didapat dari hasil survey di lapangan, dimana dari data yang diperoleh dari lapangan akan diketahui jumlah penumpang pada jam sibuk, waktu
sirkulasi angkutan, waktu henti kendaraan di terminal, dan waktu antara. Dari data pengamatan di lapangan data primer akan diketahui hubungan antara parameter
di atas termasuk pengaruhnya terhadap angkutan yang digunakan.
Reynold R. Batubara : Evaluasi Jumlah Armada Angkutan Umum Di Kota Medan Stusi Kasus: Angkutan Umum Kpum Trayek 66, 2007.
USU Repository © 2009
III.2. Prosedur Kerja Penelitian
Adapun prosedur kerja dari penelitian ini dapat dilihat dari Gambar 3.1 berikut, yaitu:
3
MULAI MAKSUD DAN TUJUAN
RUANG LINGKUP PEMBAHASAN TINJAUAN
PUSTAKA
DATA SEKUNDER:
1. Trayek angkutan
2. Rute Angkutan
3. Jumlah Amada
DATA PRIMER:
1. Jumlah penumpang naikturun
2. Jumlah penumpang di atas
kendaraan 3.
Waktu tempuh kendaraan 4.
Waktu sirkulasi kendaraan 5.
Waktu henti kendaraan di terminal
6. Waktu antara headway
REKAPITULASI DATA ANALISA DATA
TINGKAT PELAYANAN KESIMPULAN DAN SARAN
SELESAI
Reynold R. Batubara : Evaluasi Jumlah Armada Angkutan Umum Di Kota Medan Stusi Kasus: Angkutan Umum Kpum Trayek 66, 2007.
USU Repository © 2009
III.3. Survei Pendahuluan
Survei pendahuluan adalah survei pada skala kecil yang dilakukan dan merupakan bahan pertimbangan sebelum survei sesungguhnya dilaksanakan.
Sehingga dalam pelaksanaan survei dapat dilakukan secara terkoordinasi dan terencana dengan baik serta data yang dijajaki diperoleh lengkap dan akurat.
Maksud dan tujuan survei pendahuluan dilakukan untuk mengetahui tempat pemberhentian angkutan umum yang sering menaikkan dan menurunkan
penumpang, saat jumlah penumpang paling banyak, dan rata-rata angkutan yang beroperasi setiap hari.
Adapun hasil survei pendahuluan: 1.
Penentuan persimpangan-persimpangan yang dijadikan titik acuan, yaitu persimpangan dimana terdapat banyak penumpang naikturun.
2. Pengukuran panjang segmen-segmen jalan yang dilewati.
III.4. Metodelogi Pengambilan Data III.4.1. Kebutuhan Peralatan
Dalam melakukan survei di lapangan diperlukan peralatan yang menunjang pelaksanaan survei. Untuk memenuhi kebutuhan survei maka dalam
penelitian ini diperlukan peralatan sebagai berikut: 1.
Jam tangan dan stop watch, digunakan untuk mencatat waktu kedatangan dan keberangkatan penumpang.
2. Alat tulis dan perlengkapan pencatatan data yang diambil
.
Reynold R. Batubara : Evaluasi Jumlah Armada Angkutan Umum Di Kota Medan Stusi Kasus: Angkutan Umum Kpum Trayek 66, 2007.
USU Repository © 2009
III.4.2. Periode Pengamatan
Berdasarkan berbagai pengamatan di lapangan untuk mendapatkan data aspek operasional angkutan umum yang telah dilakukan maupun berdasarkan dari
berbagai acuan, maka dalam melakukan survei ini dilakukan dengan mengikuti kendaraan dari rute asal ke rute akhir dengan petugas pencatat berada di
dalamnya. Penelitian ini dilakukan pada jam sibuk yaitu pukul 06.30 – 10.00; 11.00 – 14.30 dan pukul 16.00 – 19.30.
III.4.3. Pengambilan Data Jumlah Penumpang
Pengambilan data jumlah penumpang atau banyaknya penumpang yang naikturun pada suatu kendaraan dilakukan dengan mencatat jumlah penumpang
yang naikturun dan jumlah penumpang di atas kendaraan sepanjang trayek perjalanan yang beroperasi pada hari survei.
Dalam usaha mencatat jumlah penumpang di lapangan dilakukan dengan cara sebagai berikut:
1. Seorang petugas diberikan tugas untuk mengikuti satu kendaraan pada jam
sibuk yaitu pukul 06.30 – 10.00; 11.00 – 14.30 dan pukul 16.00 – 19.30 2.
Setiap penumpang yang naik, turun dan jumlah penumpang yang di atas kendaraan dicatat pada form yang telah disediakan.
Reynold R. Batubara : Evaluasi Jumlah Armada Angkutan Umum Di Kota Medan Stusi Kasus: Angkutan Umum Kpum Trayek 66, 2007.
USU Repository © 2009
III.4.4. Pengambilan Data Jumlah Penumpang di Atas Kendaraan
Pengambilan data jumlah penumpang di atas kendaraan dilakukan dengan cara mengurangkan jumlah penumpang yang naik terhadap jumlah penumpang
yang turun pada setiap zona. Yang dimaksud dengan zona di atas adalah daerah tempat pemberhentian satu
dengan tempat pemberhentian berikutnya. Dengan demikian bila penumpang naik di antara tempat pemberhentian tersebut maka diasumsikan penumpang
tersebut naik di salah satu tempat pemberhentian yang terdekat.
Gambar 3.2. Contoh zona yang dimaksud.
Titik 2
•
Titik 1
•
Gambar 3.2. Penentuan Zona
Pangkal
Simpang Simalingkar Simpang Pos
Reynold R. Batubara : Evaluasi Jumlah Armada Angkutan Umum Di Kota Medan Stusi Kasus: Angkutan Umum Kpum Trayek 66, 2007.
USU Repository © 2009
III.4.5. Pengambilan Data Waktu Tempuh Kendaraan
Pengambilan data waktu sirkulasi kendaraan di lapangan dilakukan dengan mencatat waktu mulai berangkat dari rute asal dan waktu tiba pada rute akhir.
Pada survei waktu sirkulasi dilakukan dengan cara manual dan alat yang dipakai adalah jam tangan yang dibawa oleh pencatat.
Tata cara pengambilan data waktu tempuh dilakukan sebagai berikut: 1.
Petugas mencatat waktu berangkat tepat pada saat kendaraan mulai bergerak meninggalkan rute awal dan mencatat waktu pada saat kendaraan
tiba di rute akhir. 2.
Waktu yang didapat waktu tempuh langsung dicatat pada form yang tersedia, selanjutnya dilakukan pencatatan yang sama untuk semua
kendaraan yang dinaiki oleh si petugas.
III.4.6. Pengambilan Data Waktu Sirkulasi Kendaraan
Pengambilan data waktu sirkulasi kendaraan di lapangan dilakukan dengan mencatat waktu mulai berangkat dari rute asal dan waktu tiba pada rute akhir
kemudian kendaraan kembali lagi ke rute asal. Formulir menentukan waktu sirkulasi kendaraan dapat dilihat pada Tabel 3.2.
Pada survei waktu sirkulasi dilakukan dengan cara manual dan alat yang dipakai adalah jam tangan yang dibawa oleh pencatat.
Tata cara pengambilan data waktu sirkulasi dilakukan sebagai berikut: 1.
Petugas mencatat waktu berangkat tepat pada saat kendaraan mulai bergerak meninggalkan rute awal dan mencatat waktu pada saat kendaraan
tiba di rute akhir.
Reynold R. Batubara : Evaluasi Jumlah Armada Angkutan Umum Di Kota Medan Stusi Kasus: Angkutan Umum Kpum Trayek 66, 2007.
USU Repository © 2009
2. Waktu yang didapat waktu sirkulasi langsung dicatat pada form yang
tersedia, selanjutnya dilakukan pencatatan yang sama untuk semua kendaraan yang dinaiki oleh si petugas.
III.4.7. Pengambilan Data Waktu Henti Kendaraan di Terminal
Pengambilan waktu henti kendaraan di terminal dilakukan dengan mencatat lamanya kendaraan berhenti di terminal asal ataupun di terminal tujuan.
Adapun waktu henti kendaraan di terminal berfungsi untuk mengatur operasi kendaraan dan memberikan kesempatan pada pihak operator untuk istirahat,
kemudian hasilnya dicatat dalam kolom pada Tabel 4.3. Berdasarkan Pedoman Teknis Penyelenggaraan Angkutan Penumpang
Umum di Wilayah Perkotaan Dalam Trayek Tetap dan Teratur 2002 oleh Dirjen Perhubungan Darat, ditetapkan besarnya waktu henti kendaraan di terminal
sebesar 10 dari waktu sirkulasi kendaraan.
III.4.8. Pengambilan Data Waktu Antara Headway
Pengambilan waktu antara kendaraan di terminal dilakukan dengan mencatat selang waktu keberangkatan kendaraan yang bergerak dari terminal asal
ataupun dari terminal tujuan. III.4.9. Lokasi Penelitian
Survei data dilakukan dengan menentukan dua rute angkutan umum yaitu dari arah Timur ke arah Barat maupun sebaliknya dipilih dua rute perjalanan dari
P. Simalingkar – Sei Mancirim Diski .
Reynold R. Batubara : Evaluasi Jumlah Armada Angkutan Umum Di Kota Medan Stusi Kasus: Angkutan Umum Kpum Trayek 66, 2007.
USU Repository © 2009
III.4.10. Waktu Pengumpulan Data
Proses pengumpulan data dilakukan pada tanggal 24 September – 30 September 2007. Waktu penelitian dipilih pada waktu jam - jam sibuk. Jam sibuk
yang dimaksud adalah jam pada periode dimana arus lalu lintas mengalir tinggi sehingga mengakibatkan kemungkinan arus lalu lintas tersebut tersendat, yaitu
pukul: 06.30 – 10.00; 11.00 – 14.30 dan pukul 16.00 – 19.30.
Tabel 3.4. Penentuan titik – titik Persimpangan Pada Survey Pendahuluan
No. Titik Nama Titik Persimpangan
Sei Mancirim Pangkalan Sei Mancirim
1 Simpang Sei Mancirim Diski
2 Simpang Pinang Baris – Kampung Lalang
3 Simpang Asrama
4 Simpang Sei Sikambing – Kapten Muslim
5 Simpang Gatot Subroto – Ayahanda
6 Simpang Gatot Subroto – Sei Wampu
7 Gajah Mada – Iskandar Muda
8 Simpang Iskandar Muda - Jamin Ginting
9 Simpang Pos
10 Simpang Simalingkar
P. Simalingkar Pangakalan Simalingkar
Untuk Rute perjalanan dari P. Simalingkar – PT. IRA dengan Rute
Perjalanan dari PT. IRA – P Simalingkar, hanya saja no.titiknya yang berbeda.
Reynold R. Batubara : Evaluasi Jumlah Armada Angkutan Umum Di Kota Medan Stusi Kasus: Angkutan Umum Kpum Trayek 66, 2007.
USU Repository © 2009
BAB IV ANALISA DATA