c. Pengobatan jangka pendek yang standar bagi semua kasus TB
dengan tatalaksana kasus yang tepat, termasuk pengawasan langsung pengobatan.
d. Jaminan ketersediaan OAT yang bermutu.
e. Sistem pencatatan dan pelaporan yang mampu memberikan
penilaian terhadap hasil pengobatan pasien dan kinerja program secara keseluruhan.
2.1.10.
Epidemiologi Penyakit TB Paru
Indonesia sekarang berada pada peringkat kelima negara dengan beban TB tertinggi di dunia. Estimasi prevalensi TB semua kasus
adalah sebesar 660,000 WHO, 2010 dan estimasi insidensi berjumlah 430,000 kasus baru per tahun. Jumlah kematian akibat TB diperkirakan
61,000 kematian per tahunnya. Angka MDR-TB diperkirakan sebesar 2 dari seluruh kasus TB baru lebih rendah dari estimasi di tingkat
regional sebesar 4 dan 20 dari kasus TB dengan pengobatan ulang. Diperkirakan terdapat sekitar 6.300 kasus MDR TB setiap tahunnya.
3
Meskipun memiliki beban penyakit TB yang tinggi, Indonesia merupakan negara pertama diantara High Burden Country di wilayah
WHO South-East Asian yang mampu mencapai target global TB untuk deteksi kasus dan keberhasilan pengobatan pada tahun 2006. Pada
tahun 2009, tercatat sejumlah sejumlah 294.732 kasus TB telah ditemukan dan diobati dan lebih dari 169.213 diantaranya terdeteksi
BTA+. Dengan demikian, Case Detection Rate untuk TB BTA+ adalah 73 per 100.000 Case Detection Rate 73. Rerata pencapaian angka
keberhasilan pengobatan selama 4 tahun terakhir adalah sekitar 90 dan pada kohort tahun 2008 mencapai 91. Pencapaian target global
tersebut merupakan tonggak pencapaian program pengendalian TB nasional yang utama.
3
2.1.11. Faktor-faktor yang berhubungan dengan terjadinya peningkatan angka kejadian penyakit TB Paru
Faktor-faktor yang memungkinkan orang mudah terinfeksi penyakit TB paru ada beberapa karakteristik golongan penduduk yang
mempunyai risiko mendapat TB paru lebih besar daripada golongan lainnya. Diantaranya adalah faktor umur, pendidikan, pengetahuan,
pekerjaan, jenis kelamin, kondisi lingkungan yang tidak sehat, adanya penyakit lain yang menyebabkan daya tahan tubuh rendah, gizi buruk,
kontak dengan sumber penularan, pengaruh merokok, asap dapur, asap obat nyamuk dan sebagainya.
11
Konsep “trial epidemiology” atau konsep ekologis dari John Gordon menyatakan bahwa terjadinya penyakit karena adanya
ketidakseimbangan antara agent penyebab penyakit, host pejamu, dan environment lingkungan.
12
a. Faktor Agent penyebab penyakit Faktor agen yaitu semua unsur baik elemen hidup atau mati
yang kehadirannya dan atau ketidakhadirannya, apabila diikuti dengan kontak yang efektif dengan manusia rentan dalam keadaan yang
memungkinkan akan memudahkan terjadinya suatu proses penyakit. Agen diklasifikasikan sebagai agen biologis, kimia, nutrisi, mekanik,
dan fisik.
12
Untuk khusus TB paru yang menjadi agen adalah kuman Mikobakterium tuberkulosis.
Menurut penelitian, angka prevalensi TB di masyarakat, pengobatan yang relatif lama, terutama yang kontak serumah dengan
penderita TB Paru menyebabkan meningkatnya kejadian TB paru.
13
Hasil penelitian, menemukan bahwa lama kontak 3 bulan dengan penderita TB paru dapat meningkatkan kejadian TB paru dalam
masyarakat.
14
b. Faktor Host Penjamu Faktor pejamu adalah manusia yang mempunyai kemungkinan
terpapar oleh agen. Ada beberapa faktor yang berkaitan dengan penjamu antara lain usia, jenis kelamin, ras, sosial ekonomi, kebiasaan
hidup, status perkawinan, pekerjaan keturunan, nutrisi dan imunitas. Faktor tersebut menjadi penting karena dapat mempengaruhi resiko
untuk terpapar, sumber infeksi dan kerentanan serta resistensi dari manusia terhadap suatu penyakit atau infeksi seperti halnya:
12
Pendidikan Pendidikan akan menggambarkan perilaku seseorang dalam
kesehatan. Semakin rendah pendidikan maka ilmu pengetahuan di bidang kesehatan semakin berkurang, baik yang menyangkut
asupan makanan, penanganan keluarga yang menderita sakit dan usaha-usaha preventif lainnya.
15
Tingkat pendidikan yang rendah dapat mempengaruhi pengetahuan di bidang kesehatan, maka secara langsung maupun
tidak langsung dapat mempengaruhi lingkungan fisik, lingkungan biologis dan lingkungan sosial yang merugikan kesehatan dan
dapat mempengaruhi
penyakit TB
dan pada
akhirnya mempengaruhi tingginya kasus TB yang ada.
1
Pendidikan berkaitan dengan pengetahuan penderita. Pendidikan penderita yang rendah mengakibatkan pengetahuan
rendah, sehingga memungkinkan penderita dapat putus dalam pengobatan karena minimnya pengetahuan dari penderita dan
ketidakmengertinya pengobatan. Hal ini mengakibatkan penderita tidak dapat teratur dalam program pengobatan yang dijalani.
Hampir seluruh penelitian sebelumnya menemukan faktor pendidikan sangat erat kaitannya dengan ketidakteraturan berobat
dan minum obat.
16
Pengetahuan Pengetahuan penderita yang baik tentang penyakit TB paru
dan pengobatannya akan meningkatkan keteraturan penderita, dibandingkan dengan penderita yang kurang akan pengetahuan
penyakit TB paru dan pengobatannya. Karena itu bimbingan dan pengawasan yang dilakukan oleh PMO akan lebih terarah dan baik.
Sehingga akan meningkatkan keteraturan penderita dalam pengobatan tersebut sehingga angka penularan akan menurun.
16
Seseorang yang punya pengetahuan yang baik tentang penularan TB paru, akan berupaya untuk mencegah penularannya.
Kategori pengetahuan dapat dikelompokkan berdasarkan jawaban
benar responden. Pengetahuan tinggi jika responden dapat menjawab dengan benar 75, dan rendah bila 75.
17
Pendapatan Pendapatan akan banyak berpengaruh terhadap perilaku
dalam menjaga kesehatan perindividu dan dalam keluarga. Hal ini disebabkan
pendapatan mempengaruhi
pendidikan dan
pengetahuan seseorang dalam mencari pengobatan, mempengaruhi asupan makanan, mempengaruhi lingkungan tempat tinggal seperti
keadaan rumah dan bahkan kondisi pemukiman yang di tempati.
15
Sekitar 90 penderita tuberkulosis paru di dunia menyerang kelompok dengan sosial ekonomi lemah atau miskin.
Faktor kemiskinan walaupun tidak berpengaruh langsung pada kejadian tuberkulosis paru namun dari beberapa penelitian
menunjukkan adanya hubungan antara pendapatan yang rendah dan kejadian tuberkulosis paru. Lebih lagi, bahwa ada hubungan
pengangguran dengan kejadian tuberkulosis.
39, 40
Pekerjaan Hubungan antara penyakit TB paru erat kaitannya dengan
pekerjaan. Secara umum peningkatan angka kematian yang di pengaruhi rendahnya tingkat sosial ekonomi yang berhubungan
dengan pekerjaan merupakan penyebab tertentu yang didasarkan pada tingkat pekerjaan. Hasil penelitian mengemukakan bahwa
sebagian besar penderita TB paru adalah tidak bekerja 53,8.
18
- Jenis kelamin
Jenis kelamin
merupakan suatu
variabel untuk
membedakan presentasi penyakit antara laki-laki dan perempuan. Kadang-kadang ditemukan presentasi laki-laki lebih dari 50 dari
jumlah kasus. Pada tahun 2012 WHO melaporkan bahwa di sebagian besar dunia, lebih banyak laki-laki daripada perempuan
didiagnosis tuberkulosis. Hal ini didukung dalam data yaitu antara tahun 1985-1987 penderita tuberkulosis paru pada laki-laki
cenderung meningkat sebanyak 2,5, sedangkan pada perempuan
menurun 0,7. tuberkulosis paru lebih banyak terjadi pada laki- laki dibandingkan dengan wanita karena laki-laki sebagian besar
mempunyai kebiasaan
merokok sehingga
memudahkan terjangkitnya tuberkulosis paru.
22
- Status Gizi
Secara umum kekurangan gizi, atau gizi buruk akan berpengaruh terhadap kekuatan, daya tahan dan respon imun
terhadap serangan penyakit. Faktor ini sangat penting pada masyarakat miskin, baik pada orang dewasa maupun pada anak.
18
Menurut Misnardiarly dalam Toyalis menyebutkan bahwa faktor kurang gizi atau gizi buruk akan meningkatkan angka
kesakitankejadian TB paru, terutama TB paru pertama sakit.
27
- Imunisasi BCG
Hubungan kekebalan status imunisasi dengan kejadian tuberkulosis, bahwa anak yang divaksinasi BCG memiliki risiko
0,6 kali untuk terinfeksi tuberkulosis 95 CI 0,43-0,83, p= 0,003, dibandingkan dengan anak-anak yang belum divaksin. Walaupun
imunisasi BCG tidak mengegah infeksi tuberkulosis namun dapat mengurangi risiko tuberkulosis berat seperti meningitis tuberkulosa
dan tuberkulosis milier.
34
Daya cegah faksin BCG terhadap Tuberkulosis tidak tetap.
8
Hasil penelitian menunjukan bahwa efek pencegahan BCG bervariasi antara 0-80 WHO, 1999.
27
- Penyakit HIV AIDS
Faktor yang mempengaruhi kemungkinan seseorang menjadi pasien TB adalah daya tahan tubuh yang rendah, di
antaranya infeksi HIVAIDS. HIV merupakan faktor resiko yang paling kuat bagi yang terinfeksi TB menjadi sakit TB. Infeksi HIV
menyebabkan kerusakan luas sistem daya tahan tubuh seluler, sehingga bila terjadi infeksi penyerta oportunitis, seperti
tuberkulosis, maka yang akan menjadi sakit parah bahkan bisa menyebabkan kematian.
35
- Kebiasaan Merokok
Merokok adalah membakar tembakau yang kemudian dihisap isinya. Definisi perokok menurut WHO dalam depkes
tahun 2004 adalah mereka yang merokok setiap hari untuk jangka waktu minimal 6 bulan selama hidupnya.
33
Merokok merupakan penyebab utama penyakit paru yang bersifat kronis dan obstruktif, misalnya bronkitis dan emfisema.
Merokok juga terkait dengan influenza dan radang paru lainnya. Pada penderita asma, merokok akan memperparah gejala asma
sebab asap rokok akan lebih menyempitkan saluran pernapasan. Efek merugikan tersebut mencakup meningkatnya kerentanan
terhadap batuk kronis, produksi dahak dan serak.
37
Merokok diketahui
mempunyai hubungan
dengan meningkatkan resiko untuk mendapatkan kanker paru, penyakit
jantung koroner, bronkitis kronik dan kanker kandung kemih. Kebiasaan merokok meningkatkan resiko untuk terkena TB paru
sebanyak 2,2 kali.
21
- Umur
Umur merupakan faktor predisposisi terjadinya perubahan perilaku yang dikaitkan dengan kematangan fisik dan psikis
penderita TB paru. Pada saat ini angka kejadian TB paru mulai bergerak kearah umur tua karena kepasrahan mereka terhadap
penyakit yang diderita.
19
Sedangkan berdasarkan umur, terlihat angka insiden TB secara perlahan bergerak kearah kelompok umur tua dengan
puncak pada 55-64 tahun. Meskipun saat ini sebagian besar kasus terjadi pada kelompok umur 15-54 Tahun.
19
c. Faktor lingkungan
36
Lingkungan adalah segala sesuatu baik fisik, biologis maupun sosial yang berada di sekitar manusia serta pengaruh-pengaruh luar
yang mempengaruhi kehidupan dan perkembangan manusia. Unsur- unsur lingkungan adalah sebagai berikut:
36
Lingkungan fisik Lingkungan fisik adalah segala sesuatu yang berada di sekitar
manusia yang bersifat tidak bernyawa. Misalnya air, tanah, kelembaban udara, suhu, angin, rumah dan benda mati lainnya.
Lingkungan Biologis Lingkungan biologis adalah segala sesuatu yang bersifat
hidup seperti tumbuh-tumbuhan, hewan, termasuk mikroorganisme. Lingkungan Sosial
Lingkungan sosial adalah segala sesuatu tindakan yang mengatur
kehidupan manusia
dan usaha-usahanya
untuk mempertahankan kehidupan, seperti pendidikan pada tiap individu,
rasa tanggung jawab, pengetahuan keluarga, jenis pekerjan, jumlah penghuni dan keadaan ekonomi.
Lingkungan Rumah Menurut American Public Health Assosiaton APHA,
lingkungan rumah yang sehat harus memenuhi persyaratan sebagai berikut:
− Suhu ruangan, yaitu dalam pembuatan rumah harus diusahakan agar konstruksinya sedemikian rupa sehingga suhu ruangan
tidak berubah banyak dan agar kelembaban udara dapat dijaga jangan sampai terlalu tinggi dan terlalu rendah. Untuk ini harus
diusahakan agar perbedaan suhu antara dinding, lantai, atap dan permukaan jendela tidak terlalu banyak.
− Harus cukup mendapatkan pencahayaan baik siang maupun malam. Suatu ruangan mendapat penerangan pagi dan siang hari
yang cukup yaitu jika luas ventilasi minimal 10 dari jumlah luas lantai.
− Ruangan harus segar dan tidak berbau, untuk ini diperlukan ventilasi yang cukup untuk proses pergantian udara.
− Harus cukup mempunyai isolasi suara sehingga tenang dan tidak terganggu oleh suara-suara yang berasal dari dalam maupun dari
luar rumah. − Harus ada variasi ruangan, misalnya ruangan untuk anak-anak
bermain, ruang makan, ruang tidur dll. − Jumlah kamar tidur dan pengaturanya disesuaikan dengan umur
dan jenis kelaminnya. Ukuran ruang tidur anak yang berumur kurang dari lima tahun minimal 4,5m
3
, artinya dalam satu ruangan dalam suatu ruangan anak yang berumur lima tahun
kebawah diberi kebebasan menggunakan volume ruangan 4,5 m
3
1,5x1x3m
3
dan atas lima tahun menggunakan ruangan 9 m
3
3x1x3m
3
.
28
Menurut Keputusan Menteri tentang Pemukiman dan Prasarana tahun 2002 bahwa kebutuhan ruang perorang dihitung
berdasarkan aktivitas dasar manusia di dalam rumah. Aktivitas seseorang tersebut meliputi aktivitas tidur, makan, kerja, duduk,
mandi, kakus, cuci dan masak serta ruang gerak lainnya. Dari hasil kajian, kebutuhan ruang per orang adalah 9 m
2
dengan perhitungan ketinggian rata-rata langit-langit adalah 2,8 m. Untuk kamar tidur
diperlukan minimum 2 orang. Kamar tidur sebaiknya tidak dihuni 2 orang, kecuali untuk suami istri dan anak dibawah dua tahun.
28
Hasil penelitian Rusnoto, menunjukkan bahwa ada hubungan yang bermakna antara kepadatan rumah dengan kejadian
tuberkulosis paru OR=5,983.
38
2.2. Kerangka Teori