Amidasi Asam Pelargonat Menjadi Pelargonamida Menggunakan Katalis Nikel

(1)

Bahan Seminar Hasil Departemen Kimia

AMIDASI ASAM PELARGONAT MENJADI PELARGONAMIDA

MENGGUNAKAN KATALIS NIKEL

SKRIPSI

JULIANTO SAUT L. TOBING

050802004

DEPARTEMEN KIMIA

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

2010


(2)

PERSETUJUAN

Judul : AMIDASI ASAM PELARGONAT MENJADI

PELARGONAMIDA MENGGUNAKAN KATALIS NIKEL

Kategori : SKRIPSI

Nama : JULIANTO SAUT LUMBANTOBING

Nomor Induk Mahasiswa : 050802004

Program Studi : SARJANA (S1) KIMIA

Departemen : KIMIA

Fakultas :MATEMATIKA DAN ILMU

PENGETAHUAN ALAM (FMIPA) UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Disetujui di Medan, Desember 2010

Komisi Pembimbing :

Pembimbing II, Pembimbing I,

Drs. Nimpan Bangun, MSc Prof. Dr.Seri Bima Sembiring, MSc NIP. 195012221980031002 NIP. 194907181976031001

Disetujui oleh

Departemen Kimia FMIPA USU Ketua,

Dr.Rumondang Bulan, MS NIP. 195408301985032001


(3)

PERNYATAAN

AMIDASI ASAM PELARGONAT MENJADI PELARGONAMIDA MENGGUNAKAN KATALIS NIKEL

SKRIPSI

Saya mengakui bahwa skripsi ini adalah hasil kerja saya sendiri, kecuali beberapa kutipan dan ringkasan yang masing – masing disebutkan sumbernya.

.

Medan, Desember 2010

JULIANTO S. L. TOBING 050802004


(4)

PENGHARGAAN

Segala puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yesus Kristus atas segala berkat dan kasih setia-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan penelitian dan penyusunan skripsi ini dalam waktu yang telah ditetapkan.

Dalam pelaksanaan penelitian hingga penyelesaian skripsi ini, penulis menyadari banyak bantuan, motivasi dan dukungan dari berbagai pihak. Untuk itu pada kesempatan ini penulis ingin menyampaikan terima kasih yang sebesar-besarnya dan penghargaan yang setinggi-tingginya kepada:

1. Bapak Prof. Dr. Seri Bima Sembiring, M.Sc selaku dosen pembimbing I sekaligus sebagai Kepala Laboratorium Kimia Anorganik serta Bapak Drs. Nimpan Bangun, M.Sc selaku dosen pembimbing II sekaligus sebagai Ketua Bidang Kimia Anorganik FMIPA USU yang setiap saat dengan penuh perhatian selalu memberikan bimbingan dan saran bahkan dukungan dana dalam pelaksanaan penelitian sampai skripsi ini dapat diselesaikan.

2. Ibu Dr. Rumondang Bulan, MS dan Bapak Drs. Firman Sebayang, MS selaku Ketua dan Sekretaris Departemen Kimia FMIPA – USU Medan.

3. Bapak/Ibu dosen Anorganik; Bapak Dr. Hamonangan Nainggolan, M.Sc, Bapak Dr. Minto Supeno, MS, Ibu Dra. Saur Lumbanraja, M.Si, Ibu Dra. Nurhaida Pasaribu, M.Si, dan Ibu Andriayani, S.Pd, M.Si serta seluruh staff dan dosen FMIPA – USU Medan yang telah banyak memberikan bimbingan selama perkuliahan.

4. Teman-teman asisten Laboratorium Kimia Anorganik: Ariston Hutauruk, Rosida, Vera, Mangisi, Alexon, Catherine, Gullit, Elisa, Sahat, Hamdan, Adelina, Karlina, Lina, Paulus, Rizal, Christiana yang telah membantu selama penulis melakuka n penelitian hingga selesainya penelitian ini.

5. Teman-teman kuliah stambuk 2005 dan sahabat-sahabatku; Sunny, Jubel, Donald, Rafles, Vera, dan Dewi buat bantuan, perhatian dan dukungan doanya.

6. Orangtua saya, Ayahanda R. Lumbantobing dan Ibunda M. Pardede, serta kakak-kakak dan adik tersayang yang selalu memberikan motivasi, dana dan dukungan doa sehingga penulis dapat menyelesaikan pendidikan ini.


(5)

Penulis menyadari sepenuhnya bahwa skripsi ini masih jauh dari sempurna karena keterbatasan penulis. Semoga skripsi ini bermanfaat bagi penelitian dan kemajuan ilmu pengetahuan.

Medan, Desember 2010 Penulis,


(6)

ABSTRAK

Pelargonamida (nonanamida) telah disintesis dengan mereaksikan asam pelargonat dengan gas amoniak pada tekanan 100 psi dan suhu 1800C selama 8 jam menggunakan katalis nikel dengan yield 81 %. Spektrum FT-IR pelargonamida menunjukkan adanya pita serapan pada 3359 cm-1 dan 3192 cm-1 yang diberikan oleh regangan (stretching) -NH2 dari amida dan pita serapan pada 1633 cm-1 diberikan oleh tekukan (bending) NH dari amida. Dan spektrum 1H-NMR pelargonamida menunjukkan adanya 5 kelompok pergeseran kimia yaitu pada δ 6,11 ppm (s) dan 5,68 ppm (s) menyatakan proton –C(O)NH2; δ 2,18 ppm (t) menyatakan proton -CH2-C(O)NH2; δ 1,59 ppm (m) menyatakan proton -CH2-CH2-C(O)NH2; δ 1,29 ppm (m) menyatakan proton -(CH2)5-CH2-CH2-C(O)NH2; dan δ 0,86 ppm (t) menyatakan proton CH3-(CH2)5-CH2-CH2-C(O)NH2. Data dari kedua spektrum tersebut menunjukkan bahwa senyawa pelargonamida telah terbentuk.


(7)

AMIDATION OF PELARGONIC ACID INTO PELARGONAMIDE USING NICKEL CATALYST

ABSTRACT

Pelargonamide (nonanoamide) has been synthesized by reacting pelargonic acid and ammonia gas at a pressure of 100 psi and the temperature of 1800C for 8 hours using a nickel catalyst with a yield of 81 %. The FT-IR spectrum of pelargonamide shows absorbances at 3359 cm-1 and 3192 cm-1 attributed to stretching -NH2 from amide and absorbances at 1633 cm-1 attributed to bending NH from amide. And its 1H-NMR spectrum shows five chemical shifts at δ 6,11 ppm (s) and δ 5,68 ppm (s) attributed to proton –C(O)NH2; δ 2,18 ppm (t) attributed to proton -CH2-C(O)NH2; δ 1,59 ppm (m)

attributed to proton -CH2-CH2-C(O)NH2; δ 1,29 ppm (m) attributed to proton -(CH2)5-CH2-CH2-C(O)NH2; and δ 0,86 ppm (t) attributed to proton CH3-(CH2)5-CH2-CH2-C(O)NH2. Both of FT-IR and 1H-NMR spectra indicates that


(8)

DAFTAR ISI

Halaman

Persetujuan i

Pernyataan ii

Penghargaan iii

Abstrak v

Abstract vi

Daftar isi vii

Daftar gambar ix

Daftar lampiran x

BAB 1. PENDAHULUAN

1.1.Latar Belakang 1

1.2.Permasalahan 4

1.3.Tujuan Penelitian 4

1.4.Manfaat Penelitian 4

1.5.Lokasi Penelitian 4

1.6.Metodologi Penelitian 5

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Peranan Komoditi Kelapa Sawit Pada Perkembangan

Ekonomi Indonesia 6

2.2. Oleokimia 7

2.3. Asam Karboksilat 7

2.3.1. Pembuatan Asam Karboksilat 9

2.4. Oksidasi Asam Lemak 10

2.4.1. Asam Pelargonat 11

2.5. Amida 11

2.5.1. Pembuatan Senyawa Amida 12

2.5.2. Kegunaan Senyawa Amida 13

2.6. Katalis 15

2.6.1. Katalisis Homogen 15

2.6.2. Katalisis Heterogen 16

2.6.2.1. Proses Katalisis Heterogen 16

2.7. Logam Transisi Sebagai Katalis 17

BAB 3. METODE PENELITIAN

3.1. Alat dan Bahan 19

3.1.1. Alat-Alat 19

3.1.2. Bahan-Bahan 20

3.2. Prosedur Penelitian 21

3.2.1. Pembuatan gas NH3 21

3.2.2. Pembuatan n- heksan Kering 21

3.2.3. Pembuatan Asam Pelargonat 21


(9)

3.3. Bagan Penelitian 23

3.3.1. Pembuatan gas NH3 23

3.3.2. Pembuatan n – heksan Kering 23

3.3.3. Pembuatan Asam Pelargonat 24

3.3.4. Amidasi Asam Pelargonat 25

BAB 4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1. Hasil 26

4.2. Pembahasan 27

4.2.1. Pembuatan Asam Pelargonat 27

4.2.2. Pembuatan Pelargonamida 27

4.2.2.1. Spektrum FT – IR Pelargonamida 28 4.2.2.2. Spektrum 1H – NMR Pelargonamida 29 BAB 5. KESIMPULAN DAN SARAN

5.1. Kesimpulan 34

5.2. Saran 34


(10)

DAFTAR GAMBAR

Halaman Gambar 2.1. Reaksi Katalitik H2 dan C2H4 pada permukaan logam 17

Gambar 4.1. Spektrum FT – IR Pelargonamida 30

Gambar 4.2. Spektrum FT – IR Asam Pelargonat 31


(11)

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman Lampiran 1. Data GC Hasil Oksidasi Asam Oleat Setelah Pemisahan Asam Azelat 37

Lampiran 2. Data GC Sampel Asam Oleat 38

Lampiran 3. Spektrum FT-IR Pelargonamida yang diperoleh dari Sigma-Aldrich 39 Lampiran 4. Spektrum FT-IR Asam Pelargonat yang diperoleh dari SDBS 40 Lampiran 5. Spektrum 1H-NMR Pelargonamida dari hasil simulasi ChemDraw 41


(12)

ABSTRAK

Pelargonamida (nonanamida) telah disintesis dengan mereaksikan asam pelargonat dengan gas amoniak pada tekanan 100 psi dan suhu 1800C selama 8 jam menggunakan katalis nikel dengan yield 81 %. Spektrum FT-IR pelargonamida menunjukkan adanya pita serapan pada 3359 cm-1 dan 3192 cm-1 yang diberikan oleh regangan (stretching) -NH2 dari amida dan pita serapan pada 1633 cm-1 diberikan oleh tekukan (bending) NH dari amida. Dan spektrum 1H-NMR pelargonamida menunjukkan adanya 5 kelompok pergeseran kimia yaitu pada δ 6,11 ppm (s) dan 5,68 ppm (s) menyatakan proton –C(O)NH2; δ 2,18 ppm (t) menyatakan proton -CH2-C(O)NH2; δ 1,59 ppm (m) menyatakan proton -CH2-CH2-C(O)NH2; δ 1,29 ppm (m) menyatakan proton -(CH2)5-CH2-CH2-C(O)NH2; dan δ 0,86 ppm (t) menyatakan proton CH3-(CH2)5-CH2-CH2-C(O)NH2. Data dari kedua spektrum tersebut menunjukkan bahwa senyawa pelargonamida telah terbentuk.


(13)

AMIDATION OF PELARGONIC ACID INTO PELARGONAMIDE USING NICKEL CATALYST

ABSTRACT

Pelargonamide (nonanoamide) has been synthesized by reacting pelargonic acid and ammonia gas at a pressure of 100 psi and the temperature of 1800C for 8 hours using a nickel catalyst with a yield of 81 %. The FT-IR spectrum of pelargonamide shows absorbances at 3359 cm-1 and 3192 cm-1 attributed to stretching -NH2 from amide and absorbances at 1633 cm-1 attributed to bending NH from amide. And its 1H-NMR spectrum shows five chemical shifts at δ 6,11 ppm (s) and δ 5,68 ppm (s) attributed to proton –C(O)NH2; δ 2,18 ppm (t) attributed to proton -CH2-C(O)NH2; δ 1,59 ppm (m)

attributed to proton -CH2-CH2-C(O)NH2; δ 1,29 ppm (m) attributed to proton -(CH2)5-CH2-CH2-C(O)NH2; and δ 0,86 ppm (t) attributed to proton CH3-(CH2)5-CH2-CH2-C(O)NH2. Both of FT-IR and 1H-NMR spectra indicates that


(14)

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1.Latar Belakang

Kelapa sawit merupakan tanaman dengan nilai ekonomis yang cukup tinggi karena merupakan salah satu tanaman penghasil minyak nabati yaitu CPO (crude palm oil). Bagi Indonesia, industri kelapa sawit mampu menciptakan kesempatan kerja bagi masyarakat dan juga sebagai sumber perolehan devisa Negara (Fauzi,Y.2004). Gunstone melaporkan bahwa produksi CPO pada tahun 2005 di Indonesia sebanyak 14 juta ton dan Malaysia sebanyak 15,5 juta ton. Tetapi pengembangan lahan kelapa sawit di Indonesia semakin bertambah sehingga produksi CPO di Indonesia pada tahun 2012 diprediksi mencapai 27,9 juta ton lebih tinggi dari Malaysia yang memproduksi 19,6 juta ton (Gunstone, F. 2007).

Sejauh ini peningkatan produksi CPO lebih tinggi dibandingkan konsumsi, sehingga sebagian produksi ditujukan untuk memenuhi keperluan ekspor. Oleh karena itu, perlu usaha untuk meningkatkan nilai CPO dengan mendayagunakan setiap komponen kimia yang terkandung, kemudian ditransformasikan menjadi bahan kimia lain seperti asam lemak menjadi senyawa amida.

CPO mengandung berbagai macam komponen kimia seperti lemak, asam lemak bebas, karoten dan tokoferol (komponen minor). Kandungan lemak ini jika dihidrolisa akan menghasilkan gliserol dan asam lemak yang salah satunya adalah asam oleat (39%) ( Grevajio, G.C. 2005 ). Asam oleat dapat menghasilkan asam azelat dan asam pelargonat dengan cara oksidasi dengan menggunakan larutan KMnO4 (Smith, M. B. 1994).


(15)

Reaksi sebagai berikut:

H3C-(CH2)7-CH=CH-(CH2)7-COOH

2KMnO4

Asam Oleat

+

2MnO2

H3C-(CH2)7-COOH + HOOC-(CH2)7-COOH Asam pelargonat Asam azelat

H2O

+ KOH H3C-(CH2)7-CH=CH-(CH2)7-COOK

H3C-(CH2)7-CH=CH-(CH2)7-COOK H3C-(CH2)7-COOK + KOOC-(CH2)7-COOK + H2O

H3C-(CH2)7-COOK + KOOC-(CH2)7-COOK+3HCl +3KCl

+ H2O

Asam pelargonat telah digunakan sebagai bahan pelumas maupun kosmetik (Noureddini, H. 1996). Asam pelargonat dapat juga diubah menjadi pelargonamida. Penggunaan pelargonamida (amida rantai sedang) yaitu, sebagai surfaktan berfungsi sebagai zat pembasah (wetting agent), bahan pendingin pada pabrik logam (cooling in

metalworking fluids), intermediet dalam pembuatan vanilly pelargonamida yang

digunakan sebagai biodegradable pesticides (veech, R. L. 1997), intermediet dalam pembuatan tertiary diamides yang digunakan sebagai cairan penghantar panas dan pemlastis (Thompson, R. M. 1975).

Senyawa amida dapat disintesis melalui beberapa cara antara lain :

a. Reaksi antara asam dengan amoniak yang menghasilkan garam ammonium yang kemudian didehidrasi melalui pemanasan atau destilasi.

+ H2O

CH3CO2NH4 CH

3CONH2 H2O

CH3COOH + NH3

Senyawa asetamida dapat diperoleh dengan destilasi fraksinasi ammonium asetat. Asam asetat biasanya ditambahkan sebelum pemanasan untuk menekan hidrolisis ammonium asetat. Asam asetat dan air dapat dihilangkan dengan cara destilasi lambat.

b. Pemanasan asam dengan urea.


(16)

Reaksi ini terjadi pada 120 oC, asam karbamat yang terbentuk terdekomposisi menjadi karbondioksida dan ammoniak.

c. Reaksi antara ammoniak pekat dengan ester

Proses ini disebut dengan ammonolisis ester. Jika amida yang terbentuk larut dalam air, maka dapat diisolasi secara destilasi. Contohnya

CH3COOC2H5 + NH3 CH3CONH2 + C2H5OH

( Vogel, A.I. 1989 ). .

Senyawa amida dapat juga disintesis dari turunan minyak kelapa sawit. Farizal mensintesis senyawa amida dengan mereaksikan antara trigliserida dengan amoniak berlebih tanpa menggunakan katalis dan tanpa pelarut pada suhu dan tekanan tinggi (Farizal, 2004). Reaksinya sebagai berikut:

O O O C C C O O O R R R NH3 OH OH OH

+ + R C

O NH2 3

Trigliserida Gliserol Fatty amida

Sintesis dekanamida dari asam dekanoat (C10) telah dilakukan oleh Hutauruk yaitu dengan mereaksikan asam dekanoat dengan amoniak bertekanan menggunakan katalis nikel dalam pelarut n-heksan (Hutauruk, A. 2008).

Manihuruk telah mereaksikan asam azelat dengan amoniak menggunakan katalis nikel yang menghasilkan nonanadiamida (Manihuruk, M. 2009).

HOOC (CH2)7 COOH

Asam Azelat

NH3, Katalis Nikel

H2NOC (CH2)7 CONH2

Nonanadiamida 180 oC

Amidasi terhadap asam karboksilat dengan katalis nikel berlangsung pada suhu dan tekanan yang tinggi. Suhu tinggi diberikan agar asam karboksilat mencair sehingga memudahkan kontak dengan katalis dan amoniak.


(17)

Dalam penelitian ini asam pelargonat dibuat dari oksidasi asam oleat, kemudian direaksikan dengan gas NH3 dalam n-heksan kering meggunakan katalis nikel pada kondisi suhu yang agak rendah.

1.2.Permasalahan

Permasalahan yang terjadi adalah apakah reaksi asam pelargonat dalam n-heksan kering dengan gas amoniak dengan menggunakan katalis nikel dapat terjadi pelargonamida pada suhu moderat?

1.3.Tujuan Penelitian

Untuk mensintesis senyawa pelargonamida dari asam pelargonat dengan amidasi menggunakan amoniak bertekanan dengan katalis logam nikel dalam pelarut n-heksan.

1.4.Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan berguna untuk mengembangkan teknologi pembuatan senyawa-senyawa amida dan untuk menambah informasi penganekaragaman bahan kimia dari hasil pertanian dan perkebunan.

1.5.Lokasi Penelitian

Penelitian ini dilakukan dilaboratorium Kimia Anorganik FMIPA-USU Medan. Hasil reaksi dianalisa FT-IR yang dilakukan dilaboratorium Bea dan Cukai, Belawan dan analisa 1H-NMR yang dilakukan Pusat Penelitian Kimia-LIPI di Tangerang.


(18)

1.6.Metodologi Penelitian

Penelitian ini meliputi beberapa tahap yaitu oksidasi asam oleat menggunakan KMnO4 dalam larutan KOH. Campuran hasil reaksi diasamkan dengan HCl sampai pH=3 dan diekstraksi dengan n-heksan, dikeringkan dengan Na2SO4 anhidrat dan disaring, kemudian pelarut diuapkan, maka diperoleh crude asam pelargonat. Kemudian dianalisa dengan IR dan GC. Reaksi selanjutnya dilakukan dengan mencampurkan asam pelargonat dengan n-heksan kering dan gas amoniak dengan katalis nikel, kemudian dipanaskan pada suhu 1800C selama 8 jam untuk memperoleh amida. Produk dimurnikan dengan menggunakan pelarut n-heksan. Produk hasil pemurnian dianalisis dengan FT-IR dan 1H-NMR.


(19)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Peranan Komoditi Kelapa Sawit Pada Perkembangan Ekonomi Indonesia

Kelapa sawit merupakan salah satu komoditas unggulan yang memberikan kontribusi penting pada pembangunan ekonomi Indonesia, khususnya pada pengembangan agroindustri. Luas perkebunan kelapa sawit di Indonesia pada tahun 2005 mencapai 3,67 juta Ha dengan produksi CPO sebanyak 14 juta ton. Meningkatnya konsumsi CPO dipasar dunia menyebabkan pengembangan lahan kelapa sawit di Indonesia semakin bertambah, sehingga pada tahun 2010 diprediksikan luas perkebunan kelapa sawit akan mencapai 7,03 juta Ha dengan produksi CPO sebanyak 27,9 juta ton yang mengungguli Malaysia dengan luas lahan kelapa sawit 4,54 juta Ha dengan produksi CPO sebanyak 19,6 juta ton (Gunstone, F. 2007).

Peningkatan produksi bahan mentah berupa minyak mentah kelapa sawit telah membuka peluang pula untuk pengembangan industri hilir. Dengan demikian nilai tambah akan diperoleh sekaligus akan menambah lapangan kerja baru. Hal ini tercermin dengan meningkatnya pemakaian industri dalam negeri yang dalam tahun 1993 misalnya mencapai dua ton. Keperluan industri ini baik untuk minyak goreng, minyak olahan dan barang jadi lain akan terus meningkat sesuai pertambahan penduduk dan meningkatnya pendapatan (Naibaho, P.M. 1996).

Pengembangan produk turunan minyak sawit penting untuk dilakukan mengingat peningkatan nilai tambah yang dapat diperoleh. Produk olahan dari CPO dapat dikelompokkan menjadi dua, yaitu produk pangan dan non pangan. Produk pangan terutama minyak goreng dan margarin. Produk non pangan terutama oleokimia seperti ester, asam lemak, surfaktan, gliserin, alkohol asam lemak, senyawa


(20)

amida, senyawa amina dan turunan-turunan lainnya. Industri penghasil oleokimia termasuk industri kimia agro ( agrobased chemical industry) yaitu industri yang mengolah bahan baku yang dapat diperbaharui (renewable), merupakan industri yang bersifat resources – based industries dan mempunyai peranan penting dalam upaya pemenuhan kebutuhan pokok masyarakat luas, seperti kosmetika, produk farmasi dan produk konsumsi lainnya. Selain itu industri tersebut berperan pula dalam pemerataan dan pertumbuhan ekonomi serta pemberdayaan ekonomi rakyat ( Lembaga Riset Perkebunan Indonesia, 2007 ).

2.2 Oleokimia

Oleokimia merupakan produk kimia yang berasal dari minyak atau lemak, baik nabati maupun hewani. Pembuatannya dilakukan dengan cara memutus struktur trigliserida dari minyak atau lemak tersebut menjadi asam lemak dan gliserin, atau memodifikasi gugus fungsi karboksilat dan hidroksilnya, baik secara fisika maupun biologi.

Oleokimia dibagi menjadi, yaitu oleokimia dasar dan turunannya atau produk hilirnya. Oleokimia dasar terdiri atas asam lemak, metilester asam lemak, alkohol asam lemak, senyawa amina asam lemak, dan gliserol. Selanjutnya, produk-produk turunnannya antara lain adalah sabun, deterjen, sampo, pelembut, kosmetik, bahan tambahan untuk industri plastik, karet, dan pelumas.

Pada tahun 2000, total produksi oleokimia dasar indonesia mencapai 349.882ton, terdiri atas fatty acid 68,7%, fatty alcohol 19,6%, fatty methylester 1,1%, dan gliserol 10,6%. Fatty amine sampai saat ini belum diproduksi di Indonesia. Apabila dibandingkan tahun 1999, total produksi oleokimia dasar Indonesia mengalami peningkatan 9,5% (Lembaga Riset Perkebunan Indonesia, 2007).

2.3 Asam Karboksilat

Asam karboksilat adalah senyawa – senyawa organik yang memiliki ciri – ciri dengan adanya suatu gugus karboksil, dengan rumus R-C(=O)OH, biasanya dituliskan dengan


(21)

R–COOH atau R–CO2H. anion karboksilat R-COO- biasanya diberi nama dengan akhiran –ate, sebagai contoh asam asetat menjadi ion asetat. Tatanama menurut IUPAC, asam karboksilat berakhiran –oat atau –at, contohnya; asam oktadekanoat. Asam karboksilat merupakan asam Bronsted – Lowry sebagai donor proton. Anion dan garam dari asam karboksilat disebut dengan karboksilat. Bentuk yang paling sederhana dari asam karboksilat adalah asam alkanoat, R-COOH, dimana R merupakan suatu atom hidrogen atau suatu gugus alkil

(Morrison, R. T. dan Boyd, R. N. 1992 ).

Asam karboksilat lebih bersifat asam dibandingkan dengan alkohol karena hasil dari reaksi ionisasi, resonansi ion karboksilat. Stabilisasi basa konjugasi meningkatkan konstanta kesetimbangan. Disosiasi asam dari etanol dan asam asetat menghasilkan basa konjugasi yang memiliki muatan negatif pada atom oksigen. Masing-masing atom oksigen pada ion asetat memiliki satu setengah muatan negatif, dimana pada ion etoksida, muatan negatif dipusatkan pada satu atom oksigen. Asam asetat jauh lebih asam daripada etanol karena ion asetat beresonansi dengan stabil.

R C

O

O

R C

O

O Resonansi ion karboksilat

Keasaman asam karboksilat juga bagian dari efek induktif. Bahwa gugus karbonil mempolarisasi ikatan O-H dengan menyerang elektron melalui ikatan sigma. Densitas elektron dari ikatan O-H melemahkannya dan kemudian meningkatkan keasaman dari ionisasi atom hidrogen (Quelette, R. J. 1994).

Salah satu asam karboksilat yang banyak terdapat dalam minyak kelapa sawit adalah asam oleat. Rata-rata komposisi asam lemak minyak kelapa sawit dapat dilihat dari tabel berikut:


(22)

Asam Lemak Minyak Kelapa Sawit (%)

Minyak Inti Sawit (%)

Asam Kaprilat - 3 – 4

Asam Kaproat - 3 – 7

Asam Laurat - 46 – 52

Asam Miristat 1,1 - 2,5 14 – 17

Asam Palmitat 40 – 46 6,5 – 9

Asam Stearat 3,6 - 4,7 1 - 2,5

Asam Oleat 39 – 45 13 – 19

Asam Linolenat 7 – 11 0,5 – 2

Tabel Komposisi asam lemak minyak kelapa sawit (Ketaren, S. 1986).

2.3.1. Pembuatan Asam Karboksilat

Beberapa asam karboksilat dapat dibuat deangan metode berikut ini: a. Oksidasi alkohol primer dan alkil benzena.

b. Adisi karbon dioksida pada pereaksi Grignard. c. Hidrolisis nitril.

Okdidasi Akohol Primer dan Alkil Benzena

Oksidasi alkohol akan melibatkan satu atau lebih atom hidrogen (hidrogen-α) dari karbon yang mengikat gugus hidroksil. Produk yang dihasilkan bergantung dari adanya atom hidrogen-α, sehingga membentuk alkohol primer, sekunder, atau tersier.

R-CH2-OH R-COOH

KMnO4

Adisi Karbon dioksida Pada Pereaksi Grignard

Pada reaksi sintesis asam karboksilat dengan menggunakan pereaksi Grignard, gas CO2 dialirkan kedalam larutan eter berisi pereaksi Grignard dan es kering (CO2 padat) yang sekaligus berfungsi sebagai pendingin reaksi.

R-X Mg R-MgX CO2 R-COOMgX H R-COOH

+

R = Alkil atau Aril

+ MgX


(23)

Hidrolisis Nitril

Asam karboksilat dapat dibuat dari nitril dengan mereaksikannya dengan larutan asam atau basa panas. Nitril mudah dibuat dengan melalui reaksi SN2 dari primer dan sekunder alkil halida dengan CN-, kemudian menghidrolisis nitril menjadi asam karboksilat dari alkil halida (McMurry, J. 1998).

RCH2-Br Na +CN

-SN2

RCH2-CN H3O RCH2-COOH + NH3

+

2.4 Oksidasi Asam Lemak

Asam lemak dapat dioksidasi dengan menggunakan beberapa jenis oksidator, seperti asam nitrat, KMnO4, asam kromat, ozon, dan senyawa peroksida. Oksidasi asam lemak jenuh oleh KMnO4, hasilnya bergantung pada kondisi reaksi yang berlangsung. Asam oleat dalam larutan alkali dingin akan teroksidasi dengan cepat oleh larutan permanganat, sehingga menghasilkan asam dihidroksi stearat.

H3C-(CH2)7-CH=CH-(CH2)7-COOH H3C-(CH2)7-CH-CH-(CH2)7-COOH

HO OH

On H2O

Serbuk KMnO4 yang didihkan dengan aseton akan memutuskan rantai karbon pada ikatan rangkap, dengan menghasilkan asam (Ketaren, S. 1986).

Asam oleat adalah asam lemak tidak jenuh rantai panjang yang memiliki beberapa pusat aktif, seperti ikatan π dan gugus karboksilat (-COOH) sehingga dapat mengalami beberapa reaksi kimia untuk ditransformasikan menjadi turunannya. Asam oleat dapat dioksidasi menjadi asam azelat dan asam pelargonat sebagai hasil samping (Kadesch, R.G. 1979).

H3C-(CH2)7-CH=CH-(CH2)7-COOH H3C-(CH2)7-CH-C-(CH2)7-COOH

HO O


(24)

H3C-(CH2)7-CH-C-(CH2)7-COOH

HO O

H3C-(CH2)7-COOH +HOOC-(CH2)7-COOH

O

Asam Pelargonat Asam Azelat

2.4.1 Asam Pelargonat

Asam pelargonat (asam nonanoat), dengan rumus molekul CH3-(CH2)7-COOH, ditemukan dalam asam oleat yang berbau tengik, mentega dan beberapa hasil alam yang mengandung asam lemak berantai panjang. Bau tengik yang terjadi kemungkinan berasal dari pemutusan ikatan rangkap asam lemak jenuh.

Asam pelargonat berbentuk cairan pada suhu kamar dengan titik lebur 120C-130C. Memiliki titih didih 2540C pada 760mmHg. Senyawa ini memiliki bau yang khas. Tidak larut dalam air, larut dalam pelarut-pelarut organik seperti eter dan alkohol. Kegunaan asam pelargonat adalah sebagai bahan pelumas dan bahan kosmetik (Lorier, S. E. T. 1998).

2.5 Amida

Amida adalah turunan ammonia atau amina dari asam organik. Senyawanya mungkin sederhana, bersubstituen satu atau dua, misalnya:

R C OH

O

Asam karboksilat

R C NH2

O

Amida sederhana

R C NH

O

Amida bersubstituen satu R

R C N

O

Amida bersubstituen dua R


(25)

Keelektronegatifan oksigen dalam ikatan amida menarik pasangan elektron bebas pada nitrogen amida ke arah oksigen. Karena elektron demikian itu tak tersedia untuk menerima proton, maka nitrogen amida sangat kurang sifat basanya dibanding nitrogen amina. Amida biasanya tidak menerima proton dalam larutan asam. Tetapi amida berikatan hidrogen dengan sesamanya dan dengan air:

R-C-N H H O O C-N H H R

Ikatan hidrogen pada amida

R-C-N H H O O H H

Ikatan hidrogen dengan air

(Willbraham, A.C dan Michael, S.M. 1992)

Seperti asam karboksilat, amida memiliki titik cair dan titik didih yang tinggi karena adanya ikatan hidrogen. Senyawa ini juga sangat istemewa karena nitrogennya mampu melepaskan elektron dan mampu membentuk sebuah ikatan π dengan karbonil (Bresnick, S.M.D. 1996)

2.5.1 Pembuatan Senyawa Amida

Senyawa amida dapat disintesis melalui beberapa cara antara lain :

a. Reaksi antara asam dengan amoniak yang menghasilkan garam ammonium yang kemudian didehidrasi melalui pemanasan atau destilasi.

+ H2O

CH3CO2NH4 CH

3CONH2 H2O

CH3COOH + NH3

Senyawa asetamida dapat diperoleh dengan destilasi fraksinasi ammonium asetat. Asam asetat biasanya ditambahkan sebelum pemanasan untuk menekan hidrolisis ammonium asetat. Asam asetat dan air dapat dihilangkan dengan cara destilasi lambat.


(26)

b. Pemanasan asam dengan urea.

CH3COOH + NH2CONH2 CH3CONH2 + CO2 + NH3

Reaksi ini terjadi pada 120 oC, asam karbamat yang terbentuk terdekomposisi menjadi karbondioksida dan ammoniak. Garam ammonium juga bereaksi dengan urea pada temperatur di atas 120 oC yang akan menghasilkan amida.

c. Reaksi antara ammoniak pekat dengan ester

Proses ini disebut dengan ammonolisis ester. Jika amida yang terbentuk larut dalam air, maka dapat diisolasi secara destilasi. Contohnya

CH3COOC2H5 + NH3 CH3CONH2 + C2H5OH

d. Hidrolisis dari senyawa nitril

Senyawa nitril dilarutkan dalam natrium hidroksida dengan konsentrasi 30 – 40% pada suhu 40oC selama beberapa jam ( Vogel, A.I. 1989 ).

C N

H2O +

C O

H2N

OH

Selain dari keempat cara diatas, senyawa amida dapat juga diperoleh dengan mereaksikan asam karboksilat dengan ammoniak encer sehingga terbentuk garam ammonium yang kemudian dipanaskan sampai terjadi dehidrasi untuk menghasilkan amida ( Solomon, T.W. dan Fryhle, B.C. 1994 ).

2.5.2 Kegunaan Senyawa Amida

Beberapa kegunaan senyawa amida berdasarkan kelarutan dan titik lebur daripada amida asam lemak adalah, oktadekanamida dan dokosenamida sebagai zat aditif antislip dan antiblok pada film polietilena. Senyawa amida jenuh rantai panjang


(27)

dipakai sebagai intermediet dalam produksi tekstil tahan air tipe Zelan atau Velan. Amida asam lemak dapat ditambahkan dalam bahan pembungkus makanan dengan peraturan FDA, memperbaiki sifat – sifat dari tinta yaitu membantu slip, mengurangi block dan tack, menambah sifat – sifat mekanik dari karet.

Kemampuan amida asam lemak dalam pelarut hidrokarbon untuk melekat pada permukaan logam sehingga sangat baik dipakai sebagai bahan aditif pada pelumas. Amida asam lemak dapat meningkatkan karakteristik pemakaian pelumas (lubricant) dan tanpa meninggalkan karbon yang terdeposit pada permukaan logam, sebagai surfaktan dalam bentuk detergen cair.( Reck, R. A. 1985).

Amida sederhana dapat juga diubah menjadi amida bersubstituen satu dan bersubstituen dua. Misalnya pelargonamida dapat diubah menjadi vanilly pelargonamida yang digunakan sebagai biodegradable pesticide, dan tertiary

diamides seperti N,N' -2,2,5,5-tetramethylhexamethylene-N,N'-dimethylpelargonamide

yang digunakan sebagai cairan penghantar panas dan pemlastis.

O

NH

O

OH

vanilly pelargonamide

R-C-N-CH2-C-(CH2)n-C-CH2-N-C-R

O O

CH3 CH3

CH3

CH3

CH3

CH3

N,N' -2,2,5,5-tetramethylhexamethylene-N,N'-dimethylpelargonamide Dimana: n = 0-10

R= -(CH2)7-CH3


(28)

2.6. Katalis

Katalis adalah suatu zat yang meningkatkan kecepatan reaksi untuk mencapai kesetimbangan pada reaksi kimia tetapi tidak habis bereaksi. Peranan katalis adalah menurunkan energi bebas pengaktifan. Katalis membentuk interaksi dengan pereaksi untuk mencapai suatu kompleks teraktifkan (Cotton, F. A. dan Wilkinson, G. 1989).

Katalis dibagi menjadi dua yaitu katalis homogen dan katalis heterogen. Katalis homogen adalah katalis yang sefasa dengan pereaksi dalam reaksi yang dikatalisisnya. Sedangkan katalis heterogen adalah katalis yang ada dalam fase yang berbeda dengan pereaksi dalam reaksi yang dikatalisisnya (Syukri, S. 1999).

2.6.1 Katalis Homogen

Cara kerja katalis homogen umumnya melibatkan pembentukan senyawa-senyawa

komples antara yang bersifat tidak stabil dalam tahap-tahap reaksi. Katalis dengan

reaktan membentuk kompleks antara yang mengakibatkan reaktan dalam kompleks menjadi aktif membentuk produk baru dengan disertai pelepasan kembali katalisatornya. Oleh karena itu, unsur-unsur transisi sangat berperan dalam reaksi katalitik karena sifatnya mudah membentuk senyawa kompleks, misalnya pada banyak reaksi organik dipakai Pd(II) dan Pt(II) (Sugiyarto, K.H. 2003).

Keuntungan dari katalisis homogen bila dibandingkan dengan katalisis heterogen, katalis homogen mudah dikarakterisasi, misalnya secara spektroskopi. Mekanisme reaksi dapat dibuat untuk memprediksi reaksi. Selain itu, katalis mudah terdispersi secara efektif sehingga semua molekul katalis dapat berinteraksi dengan reaktan. Kerugian dari katalis homogen, sulit memisahkan katalis dari produk dan biaya yang mahal. Selain itu dapat terjadi korosi dan hilangnya katalis pada perolehan kembali katalis ( Gates, B.C, dkk 1979 ).


(29)

2.6.2 Katalis Heterogen

Katalisator heterogen dalam bentuk padatan banyak dipakai dalam bidang industri untuk reaksi-reaksi fase gas yang biasanya berlangsung pada temperatur relatif tinggi. Karena logam-logam transisi mempunyai titik leleh yang sangat tinggi dan kuat, maka dapat memenuhi sebagai katalisator.

Salah satu keuntungan pemakaian katalis heterogen yaitu bahwa produk reaksi berlangsung terpisah dari fase katalisnya, hingga tidak memerlukan tahap pemisahan khusus. Biasanya, reaktan dilewatkan pada lorong katalis melalui satu ujung dan keluar menjadi produk pada ujung lain. Katalisator padatan ini dapat berupa logam murni, paduan maupun senyawa oksidanya. Fase padat dimaksudkan memberikan bentuk pori-pori yang sesuai selain permukaan yang luas untuk media terjadinya reaksi secara efektif (Sugiyarto, K. H. 2003).

2.6.2.1 Proses Katalisis Heterogen

Proses katalisis heterogen sedikitnya dapat melalui empat tahap : a. Adsorpsi reaktan pada permukaan katalis,

b. Aktifasi penyerapan reaktan, c. Reaksi reaktan yang terserap, dan


(30)

H H + C C

H H H

H adsorpsi

permukaan H H C C

H H H

H

Partikel logam Partikel logam

Partikel logam Partikel logam

Partikel logam C C H H H H H H aktivasi

H H C C

H H H H permukaan C C H H H H H H reaksi desorpsi permukaan

C2H4 + H2 C2H6

Gambar 2.1 Reaksi katalitik H2 dan C2H4 pada permukaan logam.

Keterangan gambar : Reaksi :

Kedua molekul diadsorpsi oleh gaya tarik yang lemah. Aktivasi berlangsung ketika elektron – elektron yang terikat pada molekul tertata ulang untuk membentuk ikatan dengan atom – atom logam. Kelanjutan reaksi dari aktivasi atom, molekul – molekul C2H6 yang teradsorbsi lemah akan melepaskan diri dari permukaan

( Holtzclaw, F.H. dan Robinson, W.R. 1988 ).

2.7 Logam Transisi Sebagai Katalis

Unsur transisi sering didefenisikan sebagai kelompok unsur yang mempunyai kulit-kulit d dan f yang terisi sebagian. Namun untuk maksud yang praktis akan dipandang sebagai unsur transisi adalah unsur yang memiliki kulit-kulit d dan f yang terisi sebagian juga dalam senyawaan penting yang manapun. Unsur transisi semuanya adalah logam, kebanyakan berupa logam keras yang menghantar panas dan listrik yang baik. Mereka membentuk banyak senyawaan berwarna dan parmagnetik, karena kulit-kulitnya yang terisi sebagian (Cotton, F.A. dan Wilkinson, G. 1989).


(31)

Ion-ion logam transisi lebih kecil ukurannya daripada ion-ion logam kelompok

s dalam periode yang sama. Hal ini menghasilkan rasio muatan perjari-jari yang lebih

besar bagi logam-logam transisi. Atas dasar ini relatif terhadap logam kelompok s diperoleh sifat-sifat logam transisi sebagai berikut:

• Oksidasi-oksidasi dan hidroksida logam-logam transisi (M2+, M3+) kurang bersifat basa dan lebih sukar larut.

• Garam-garam logam transisi kurang bersifat ionik dan juga kurang stabil terhadap pemanasan.

• Garam-garam dan ion-ion loga transisi dalam air lebih mudah terhidrat dan juga lebih mudah terhidrolisis menghasilkan sifat sedikit asam.

• Ion-ion logam transisi lebih mudah tereduksi (Sugiyarto,K. H. 2003). Salah satu kegunaan yang penting dari unsur – unsur transisi dalam reaksi katalitik adalah untuk mengatomisasi molekul – molekul diatomik dan menyalurkan atom – atom tersebut pada reaktan yang lain dan reaksi intermediet. Gas H2, O2, N2 dan CO adalah molekul diatomik yang penting. Kekuatan ikatan H, O, N dan C pada permukaan logam – logam transisi memberikan gaya dorong termodinamik untuk atomisasi dan juga untuk pelepasan atom dalam reaksi dengan molekul – molekul yang lain. Permukaan logam juga memiliki sifat – sifat yang unik lainnya yang dapat mengkatalisis serangkaian reaksi kompleks yang dimulai dengan disosiasi adsorpsi yang diikuti dengan penataan ulang kompleks melalui formasi dan pemutusan ikatan, yang terakhir proses adsorpsi dari produk ( Hegedus, L.L. 1987 ).


(32)

BAB 3

METODE PENELITIAN

3.1. Alat dan Bahan

3.1.1. Alat-Alat

Alat-alat yang dipergunakan dalam penelitian ini adalah:

No. Nama Alat Merk

1 Neraca analitik digital Metler PM 2000

2 Autoclave stainless steel Duragauge

3 Hotplate Stirer Bibby

4 Pengaduk magnet 5 Pengatur suhu

6 Termometer Fisher

7 Labu Leher dua Pyrex

8 Labu leher satu Pyrex

9 Pendingin liebig Quicfit

10 Pipa U Pyrex

11 Trap Pyrex

12 Statif dan clamp

13 Gelas Erlenmeyer Pyrex

14 Corong saring Pyrex

15 Kertas saring no.1

16 Kertas saring whatman no 42

17 Vakum (Vacumm pump) Welch Duo-seal


(33)

3.1.2 Bahan-bahan

Bahan-bahan yang dipergunakan dalam penelitian ini adalah:

No. Nama Bahan Merk

1 Asam Oleat Perusahaan Oleokimia

2 Dietileter (p.a) E'Merck

3 Katalis Nikel Perusahaan Oleokimia

4 n-heksan teknis 5 Nitrogen cair

6 Na2SO4 anhidrat (p.a) E'Merck

7 NH4OH 25 % (p.a) E'Merck

8 CaO

9 KOH(p.a) E'Merck

10 KMnO4(p.a) E'Merck

11 Akuades 12 HCl 4 N


(34)

3.2 Prosedur Penelitian

3.2.1 Pembuatan gas NH3

Ke dalam sebuah labu 250 mL dimasukkan 50 mL NH4OH (NH3 25 %) lalu labu tersebut dihubungkan dengan tabung U yang telah berisi Na2SO4 anhidrat. Selanjutnya, tabung U dihubungkan dengan sebuah autoclave (100 mL) yang telah didinginkan dengan wadah nitrogen cair. Rangkaian dihubungkan sedemikian rupa sehingga tidak terjadi kebocoran pada rangkaian. Lalu labu berisi NH4OH (NH3 25 %) dipanaskan pada suhu 50 – 60 oC sehingga gas NH3 yang terbentuk mengalir melewati tabung U dan menuju ke autoclave. Uap air yang ikut menguap akan diikat oleh Na2SO4 anhidrat yang terdapat pada tabung U sedangkan gas NH3 yang terbentuk dialirkan ke dalam tabung autoclaveyang telah didinginkan tadi sehingga didapatkan gas NH3.

3.2.2 Pembuatan n – heksana kering

Sebelum melakukan destilasi, rangkaian alat destilasi diflas dengan gas nitrogen yang dialirkan melalui labu leher tiga 1 liter. Setelah beberapa saat, aliran gas nitrogen dihentikan lalu dimasukkan n – heksan teknis sebanyak 500 ml dan CaO ke dalam labu leher tiga. Labu berisi n – heksan dipanaskan pada suhu 69 oC. Selama proses destilasi, gas nitrogen tetap dialirkan untuk mencegah masuknya uap air dari udara ke dalam destilat. Destilat ditampung dalam labu yang telah berisi molecular

sieve.

3.2.3 Pembuatan Asam Pelargonat

Sebanyak 60 gram (0,212 mol) asam oleat dimasukkan kedalam reaktor yang telah berisi magnetik stirer, kemudian ditambahkan larutan KOH (11,87 gram, 0,22 mol). Ditambahkan larutan KMnO4 (33,56 gram, 0,212 mol) dan diaduk hingga homogen. Dipanaskan pada suhu 150 0C sambil diaduk selama 4 jam. Kemudian


(35)

didinginkan hingga mencapai suhu kamar. Campuran hasil reaksi ditambahkan dengan HCl 4N hingga pH 3. Dipanaskan selama 10 menit dan disaring. Endapan hitam yang diperoleh diekstraksi dengan n-heksan, kemudian disaring. Filtrat yang diperoleh ditambahkan Na2SO4 anhidrat dan disaring kembali, kemudian diuapkan pelarutnya dan diperoleh cairan asam lemak. Cairan asam lemak tersebut didestilasi fraksinasi pada suhu 160 0C sambil divakum. Destilat (sebanyak 3,5 gram) yang diperoleh dianalisa dengan GC dan FT-IR.

3.2.4 Amidasi Asam Pelargonat

Kedalam autoclave dimasukkan asam pelargonat berkadar 46% sebanyak 3,2 gram, 20 ml n-heksan kering, 0,032 gram katalis nikel dan gas amoniak. Kemudian autocalve ditutup rapat dan dikunci. Campuran dipanaskan pada suhu 1800C sambil diaduk dengan kecepatan 700 rpm selama 8 jam. Kemudian didinginkan hingga suhu kamar. Dibuka penutup autoclave untuk membuang sisa gas amoniak. Campuran hasil reaksi yang diperoleh dicuci dengan n-heksan kering berulang kali dan disaring pada kertas saring whatman no 42. Endapan hasil pencucian dengan n-heksan, diekstraksi dengan dietileter kering dan disaring kembali. Filtrat hasil penyaringan kemudian diuapkan pelarutnya dan dikeringkan dengan vakum dan ditimbang. Hasil yang diperoleh diuji titik leburnya lalu dianalisa dengan FT-IR dan 1H-NMR.


(36)

3.3 Bagan Penelitian

3.3.1 Pembuatan gas NH3

NH4OH 25%

Dipanaskan

Dialirkan melalui pipa U yang berisi Na2SO4 anhidrat

Tabung Autoclave

Didinginkan dengan nitrogen cair Diukur tekanan

NH3

3.3.2 Pembuatan n-heksan kering

n-heksan teknis

Didestilasi

Ditambahkan CaO

Ditambahkan molecular sieve Destilat


(37)

3.3.3 Pembuatan Asam Pelargonat

Dipanaskan pada suhu 150 0C selama 4 jam sambil diaduk

Didinginkan Campuran Reaksi

Ditambahkan HCl 4N sampai pH =3

Disaring

Endapan hitam Filtrat

Diekstraksi dengan n-Heksan

Disaring

Filtrat Padatan Hitam

Diuapkan pelarut

Cairan kuning

Didestilasi fraksinasi pada suhu 160 0C sambil divakum

Asam Pelargonat Analisa GC dan FT-IR

Residu

Dipanaskan

Ditambahkan Na2SO4 anhidrat Asam Oleat

Ditambahkan larutan KOH Ditambahkan larutan KMnO4


(38)

3.3.4 Amidasi Asam Pelargonat

Asam pelargonat

Dimasukkan kedalam autoclave Ditambahkan 20 ml n-heksan kering Dimasukkan 0,032 gram katalis nikel Didinginkan dengan nitrogen cair Dimasukkan gas NH3

Dipanaskan pada suhu 180oC selama 8 jam

Amida campuran

Ditambahkan n-heksan kering Disaring

Filtrat Endapan

Dilarutkan dengan dietileter kering Disaring

Filtrat

Diuapkan

Divakum hingga kering Pelargonamida

Uji titik lebur Analisa FT-IR dan 1H-NMR Padatan


(39)

BAB 4

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil

Asam pelargonat diperoleh dari oksidasi asam oleat berkadar 82% dengan KMnO4 dalam suasana basa. Asam pelargonat yang diperoleh masih bercampur dengan asam lemak lainnya yang ditunjukkan dengan analisa GC dan FT-IR. Analisa GC (Lampiran 1) menunjukkan adanya asam pelargonat dengan kadar 46% dan masih terdapat zat pengotor seperti asam heksanoat (C6) 9%, asam oktanoat (C8) 12%, dan asam palmitat (C16) 13%. Sedangkan analisa FT-IR (Gambar 4.2) menunjukkan regangan OH yang melebar (broad) pada pita serapan 2956 cm-1 yang diikuti dengan pita serapan C-H alifatik pada pita serapan 2927 cm-1 - 2672 cm-1 dan regangan C=O karboksilat terlihat pada pita serapan1712 cm-1.

Kemudian campuran asam pelargonat 46% sebanyak 3,2 g (~ 1,472 g; 0,0093 mol asam pelargonat) direaksikan dengan gas amoniak berlebih dalam pelarut n-heksan kering menggunakan katalis nikel pada suhu 1800C. Produk reaksi dimurnikan dengan cara rekristalisasi menggunakan pelarut n-heksan, menghasilkan kristal pelargonamida sebanyak 81% (1,192 g; 0,0075 mol) dengan titik lebur 890C dan dianalisa dengan FT-IR dan 1H-NMR. Spektrum FT-IR menunjukkan munculnya pita serapan pada 3359 cm-1 dan 3192 cm-1 yang diberikan oleh regangan (stretching) NH2 dari amida, pita serapan pada 1663 cm-1 diberikan oleh tekukan (bending) NH dari amida, dan pita serapan pada 1660 cm-1 diberikan oleh gugus C=O dari amida. Sedangkan spektrum 1H-NMR menunjukkan pergeseran kimia pada δ 6,11 ppm (s) dan 5,68 ppm (s) menyatakan proton –C(O)NH2; δ 2,18 ppm (t) menyatakan proton -CH2-C(O)NH2; δ 1,59 ppm (m) menyatakan proton -CH2-CH2-C(O)NH2; δ 1,29 ppm


(40)

(m) menyatakan proton -(CH2)5-CH2-CH2-C(O)NH2; dan δ 0,86 ppm (t) menyatakan proton CH3-(CH2)5-CH2-CH2-C(O)NH2.

4.2 Pembahasan

Dalam penelitian ini, asam pelargonat terlebih dahulu dibuat dengan mengoksidasi asam oleat berkadar 82%. Kemudian asam pelargonat yang diperoleh direaksikan dengan gas NH3 dalam pelarut n-heksan kering menggunakan katalis nikel untuk memperoleh pelargonamida.

4.2.1 Pembuatan Asam Pelargonat

Asam oleat dioksidasi dengan KMnO4 menghasilkan asam pelargonat dan asam azelat. Asam azelat dapat dipisahkan dengan penyaringan dalam suasana panas. Dimana asam azelat larut dalam air panas dan asam pelargonat masih bercampur dengan endapan MnO2. Untuk mendapatkan asam pelargonat maka endapan MnO2 diekstraksi dengan pelarut n-heksan dan disaring. Kemudian pelarut n-heksan dipisahkan dengan penguapan. Karena asam pelargonat yang diperoleh masih bercampur dengan asam lemak lainnya, maka dipekatkan dengan destilasi fraksinasi pada suhu 1600C pada kondisi vakum sehingga diperoleh crude asam pelargonat dengan kadar 46% dan masih terdapat zat pengotor seperti asam heksanoat (C6) 9%, asam oktanoat (C8) 12%, dan asam palmitat (C16) 13% seperti yang ditunjukkan oleh data GC pada Lampiran 1. Dan analisa FT-IR (Gambar 4.2) menunjukkan regangan OH yang melebar (broad) pada pita serapan 2956 cm-1 yang diikuti dengan pita serapan C-H alifatik pada pita serapan 2927 cm-1 - 2672 cm-1 dan regangan C=O karboksilat terlihat pada pita serapan 1712 cm-1.

4.2.2 Pembuatan Pelargonamida

Campuran asam pelargonat 46% sebanyak 3,2 g (~ 1,472 g; 0,0093 mol asam pelargonat) direaksikan dengan gas amoniak berlebih pada tekanan 100 psi dan suhu


(41)

1800C menggunakan katalis nikel dalam pelarut n-heksan kering menghasilkan pelargonamida. Reaksinya adalah sebagai berikut :

CH3-(CH2)7 C OH O

+ Ni, n-heksan 100psi,1800C Asam pelargonat

NH3 CH3-(CH2)7 C NH2

O

Pelargonamida

+ H2O

Dugaan mekanisme reaksi adalah:

H NH2

+

adsorpsi

H NH2

C OH

aktivasi

reaksi

desorpsi CH3-(CH2)7 C OH

O O

CH3-(CH2)7 CH3-(CH2)7 C O

OH H NH

2

Permukaan Ni

Permukaan Ni Permukaan Ni

Permukaan Ni Permukaan Ni

CH3-(CH2)7 C NH2 O

H OH

CH3-(CH2)7 C NH2 O

H OH

+

Pelargonamida yang diperoleh masih bercampur dengan amida lainnya. Campuran ini kemudian dimurnikan berdasarkan kelarutan yang selektif pada n-heksan. Senyawa amida rantai panjang akan lebih mudah larut, dan dengan penyaringan maka diperoleh pelargonamida sebanyak 81% (1,192 g; 0,0075 mol). Selanjutnya produk reaksi dianalisa dengan FT-IR dan 1H-NMR.

4.2.2.1 Spektrum FT-IR Pelargonamida

Spektrum FT-IR pelargonamida (Gambar 4.1) menunjukkan adanya pita serapan pada bilangan gelombang 3359 cm-1, 3192 cm-1, 1660 cm-1, dan 1633 cm-1. Dari spektrum tersebut terdapat pita serapan gelombang 3359 cm-1 dan 3192 cm-1 yang merupakan regangan (stretching) N-H asimetrik dan simetrik dari amida. Kedua pita tersebut tidak ditemukan pada spektrum asam pelargonat (Gambar 4.2). Hal ini menunjukkan bahwa reaksi asam pelargonat dengan gas NH3 telah berlangsung. Selain itu pada Gambar 4.1 terdapat juga pita serapan pada 1633 cm-1 yang disebabkan oleh tekukan


(42)

(bending) NH dari pelargonamida tersebut. Ini juga mengindikasikan bahwa telah terbentuknya senyawa amida.

Selanjutnya pada Gambar 4.1 terdapat juga pita serapan pada 1660 cm-1 yang disebabkan oleh gugus karbonil (C=O) dari amida. Pita serapan ini bergeser sekitar -52 cm-1 dari pita serapan gugus karbonil pada asam pelargonat yaitu 1712 cm-1. Pergeseran pita serapan ini juga mengindikasikan bahwa telah terbentuknya suatu amida.

Dapat dilihat bahwa spektrum FT-IR pelargonamida (Gambar 4.1) menunjukkan adanya perbedaan yang nyata dari FT-IR asam pelargonat (Gambar 4.2), dan mirip dengan spektrum FT-IR pelargonamida yang diperoleh dari Sigma-Aldrich (Lampiran 3). Dan spektrum FT-IR asam pelargonat (Gambar 4.2) mirip dengan spektrum FT-IR asam pelargonat yang diperoleh dari SDBS (Spectral Data Base System) (Lampiran 4).

4.2.2.2 Spektrum H1-NMR Pelargonamida

Spektrum 1H-NMR (Gambar 4.3) dalam pelarut CDCl3, menunjukkan 5 kelompok

pergeseran kimia, yaitu δ 0,86 ppm; δ 1,29 ppm; δ 1,59 ppm; δ 2,18 ppm; δ 5,68 ppm dan δ 6,11 ppm. Pergeseran kimia pada 0,86 ppm (t) disebabkan oleh adanya proton CH3-(CH2)5-CH2-CH2-C(O)NH2, pergeseran kimia pada 1,29 ppm (m) disebabkan oleh proton -(CH2)5-CH2-CH2-C(O)NH2, pergeseran kimia pada 1,59 ppm (m) disebabkan oleh proton -CH2-CH2-C(O)NH2, pergeseran kimia pada 2,18 ppm (t) disebabkan proton -CH2-C(O)NH2, sedangkan pergeseran kimia pada 5,68 ppm (s) dan 6,11 ppm (s) disebabkan oleh adanya proton -C(O)NH2

CH3 (CH2)5 CH2 CH2 C NH2 O

CH3 (CH2)5 CH2 CH2 C N O H H (a) (b)

. Proton NH2 ini terbagi menjadi dua sinyal pergeseran kimia disebabkan oleh terjadinya resonansi pada pelargonamida, seperti reaksi berikut:

sehingga menyebabkan kedua proton NH2 tersebut tidak ekivalen secara kimia (non


(43)

(44)

(45)

(46)

Dari spektrum FT-IR (Gambar 4.1) dan 1H-NMR (Gambar 4.3) pelargonamida tersebut, dapat dijelaskan bahwa pada keadaan padat tidak terjadi resonansi pada pelargonamida karena tidak ada indikasi terbentuknya gugus C=N (Gambar 4.1), sedangkan dalam larutan CDCl3 terjadi resonansi pada pelargonamida yang di tunjukkan oleh terbentuknya dua sinyal pergeseran kimia proton NH2 dari pelargonamida (Gambar 4.3).

Dapat dilihat bahwa spektrum 1H-NMR pelargonamida (Gambar 4.3) mirip dengan spektrum 1H-NMR pelargonamida yang diperoleh dari hasil simulasi ChemDraw (lampiran 5).

Dari kedua data tersebut, baik spektrum FT-IR (Gambar 4.1) maupun spektrum 1 H-NMR (Gambar 4.3) menunjukkan bahwa senyawa pelargonamida telah terbentuk.


(47)

BAB 5

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

1. Reaksi antara asam pelargonat dengan gas amoniak yang dikatalisis oleh logam nikel dalam pelarut n-heksan kering pada suhu 1800C dengan tekanan 100 psi yang telah dilakukan menghasilkan pelargonamida sebanyak 81%.

2. Penggunaan pelarut n-heksan dalam penelitian ini adalah untuk membentuk larutan asam karboksilat sehingga reaksi dapat berlangsung pada suhu dan tekanan yang agak rendah.

5.2 Saran

Pada penelitian ini sampel yang digunakan yaitu asam oleat masih belum murni (82%) sehingga asam pelargonat yang terbentuk juga masih dikotori oleh asam-asam lainnya seperti asam heksanoat (C6), asam oktanoat (C8), dan asam palmitat (C16). Oleh karena itu dalam penelitian lebih lanjut, ada baiknya jika digunakan asam oleat berkadar lebih tinggi.


(48)

DAFTAR PUSTAKA

Biemann, K. 1983. Tables of Spectral Data for Structure Determination of Organic

Compounds. Second Edition. German: Springer – Verlag Heidelberg.

Bresnick, S. M. D. 2004. Intisari Kimia Organik. Jakarta: Penerbit Hipokrates.

Cotton, F.A. dan Wilkinson, G. 1989. Kimia Anorganik Dasar. Terjemahan Sahati Suharto. Jakarta: UI Press.

Fauzi, Y.; Widyastuti, Y. E.; Iman, S.; Rudi Hartono. 2006. Kelapa Sawit: Budidaya,

Pemanfaatan Hasil dan Limbah, Analisis Usaha dan Pemasaran. Jakarta:

Penebar Swadaya.

Gates, B. C.; Katzer, J. R.; Schuit, G. C. A. 1979. Chemistry of Catalytic Processes. New York: McGraw – Hill Book Company.

Grevajio, G.C. 2005. Fatty Acid and Derivatives from Coconut Oil. Sixth Edition. Six Volume Set. John Wiley and Sons, Inc.

Gunstone, F. 2007. Oils and Fats: Supply, Demand and Biodiesel. Malaysian Oil Sciences and Technology. Vol.16. No.2.

Hegedus, L.L. 1987. Catalytic Design. New York: John Wiley and Sons.

Holtzclaw, H. F. dan Robinson, W. R. 1988. College Chemistry With Qualitative

Analysis. Eight Edition. USA: D.C. Heath and Company.

Hutauruk, A. 2008. Sintesis Dekilamin dari Asam Dekanoat menggunakan Katalis

Nikel. Skripsi. Medan: departemen Kimia FMIPA-USU.

Ketaren, S. 1986. Minyak dan Lemak Pangan. Jakarta: UI-Press.

Lembaga Riset Perkebunan Indonesia, 2007. Perkebunan Kelapa Sawit Indonesia

Masih Berpotensi Dikembangkan. Bogor: Warta Penelitian dan Pengembangan Pertanian, Vol. 29. No.2.

Lorier, S. E. T. 1998. Oleic Acid Oxidation Using Hydrogen Peroxide in Conjuction

With Transition Metal Catalysis. Journal of Materials Science Letters.

Kluwer Academic Publishers.

Manihuruk, M. 2009. Aminasi Asam Azelat Via Reduksi Dengan Hidrogen Memakai

Katalis Nikel. Tesis. Medan: Departemen Kimia FMIPA-USU.

McMurry, J. 1998. Organic Chemistry. Australia: Cornell University.

Morrison, R. T. dan Boyd, R. N. 1992. Organic Chemistry. Sixth Edition. New York: Prentice Hall Inc.


(49)

Naibaho, P. M. 1996. Teknologi Pengolahan Kelapa Sawit. Medan: Pusat Penelitian Kelapa Sawit.

Noureddini, H. 1996. Pelargonic Acid in Enhanced Oil Recovery. Nebraska: Journal of American Oil Chemistry Society. Vol 73. No. 7.

Pavia, D.L., Lampmann, G.M., dan Kriz, G.S. 1979. Introduction to Spectroscopy: A

Guide for Students of Organic Chemistry. Washington: Saunders College

Publishing.

Quellette, R.J. 1994. Organic Chemistry. USA: McMillan Publishing Company. Reck, R. A. 1985. Industrial Uses of Palm, Palm Kernel and Coconut Oils: Nitrogen

Derivatives. Oleochemicals in the Plastics Industry. Chicago: JAOCS. Vol.62

(2): 355 – 364.

Riswiyanto, S. 2005. Kimia Organik. Jakarta: Departemen Kimia FMIPA-UI.

Sastrohamidjojo, H. 1992. Spektroskopi Inframerah. Cetakan Pertama. Yogyakarta: Penerbit Liberti.

Silverstein, R. M., Bassler, G.C., Morill, T.C. 1981. Spectrometric Identification of

Organic Compounds. Fourth Edition. USA: John Wiley and Sons.

Smith, M. B. 1994. Organic Shynthesis. Second Edition. Boston: McGraw Hill.

Solomon, T.W. dan Fryhle, B.C. 1994. Organic Chemistry. Eight Edition. USA: John Wiley and Sons, Inc.

Sugiyarto, K. H. 2003. Kimia Anorganik II. Edisi Revisi. Universitas Negeri Yogyakarta.

Syukri, S. 1999. Kimia Dasar. Jilid I. Bandung: Penerbit ITB.

Thompson, R.M. 1975. Tertiary Diamides. United States Patens. Patens no.3,915,876. Vol. 19.

Veech, R. L. 1997. Biodegradable Nosiogenic Agents For Control of Non-Vertebrate Pestts. Patens no. 5.629.045. Vol. 19.

Vogels, A. I. 1989. Textbook of Practical Chemistry. Fifth Edition. England: Pearson – Prentice Hall.

Willbraham, A.C. dan Michael, S. M. 1992. Pengantar Kimia Organik dan Hayati. Terjemahan Suminar Setiadi Achmadi. Bandung: Penerbit ITB.


(50)

(51)

(52)

(53)

(54)

Lampiran 5. Spektrum 1H-NMR Pelargonamida dari hasil simulasi ChemDraw.

O

H2N

2.18 1.57 1.29 1.29 1.29 1.29 1.33 0.96 6.0

ChemNMR H-1 Estimation

Estimation Quality: blue = good, magenta = medium, red = rough

Protocol of the H-1 NMR Prediction:

Node Shift Base + Inc. Comment (ppm rel. to TMS) CH2 2.18 1.37 methylene

0.85 1 alpha -C(=O)N -0.04 1 beta -C

CH2 1.57 1.37 methylene 0.24 1 beta -C(=O)N -0.04 1 beta -C CH2 1.29 1.37 methylene -0.04 1 beta -C -0.04 1 beta -C CH2 1.29 1.37 methylene -0.04 1 beta -C -0.04 1 beta -C CH2 1.29 1.37 methylene -0.04 1 beta -C -0.04 1 beta -C CH2 1.29 1.37 methylene -0.04 1 beta -C -0.04 1 beta -C CH2 1.33 1.37 methylene 0.00 1 alpha -C -0.04 1 beta -C CH3 0.96 0.86 methyl 0.10 1 beta -C-R NH2 6.0 6.00 pri m. amide

0 1 2 3 4 5 6 PPM


(1)

Naibaho, P. M. 1996. Teknologi Pengolahan Kelapa Sawit. Medan: Pusat Penelitian Kelapa Sawit.

Noureddini, H. 1996. Pelargonic Acid in Enhanced Oil Recovery. Nebraska: Journal of American Oil Chemistry Society. Vol 73. No. 7.

Pavia, D.L., Lampmann, G.M., dan Kriz, G.S. 1979. Introduction to Spectroscopy: A

Guide for Students of Organic Chemistry. Washington: Saunders College

Publishing.

Quellette, R.J. 1994. Organic Chemistry. USA: McMillan Publishing Company.

Reck, R. A. 1985. Industrial Uses of Palm, Palm Kernel and Coconut Oils: Nitrogen

Derivatives. Oleochemicals in the Plastics Industry. Chicago: JAOCS. Vol.62

(2): 355 – 364.

Riswiyanto, S. 2005. Kimia Organik. Jakarta: Departemen Kimia FMIPA-UI.

Sastrohamidjojo, H. 1992. Spektroskopi Inframerah. Cetakan Pertama. Yogyakarta: Penerbit Liberti.

Silverstein, R. M., Bassler, G.C., Morill, T.C. 1981. Spectrometric Identification of

Organic Compounds. Fourth Edition. USA: John Wiley and Sons.

Smith, M. B. 1994. Organic Shynthesis. Second Edition. Boston: McGraw Hill.

Solomon, T.W. dan Fryhle, B.C. 1994. Organic Chemistry. Eight Edition. USA: John Wiley and Sons, Inc.

Sugiyarto, K. H. 2003. Kimia Anorganik II. Edisi Revisi. Universitas Negeri Yogyakarta.

Syukri, S. 1999. Kimia Dasar. Jilid I. Bandung: Penerbit ITB.

Thompson, R.M. 1975. Tertiary Diamides. United States Patens. Patens no.3,915,876. Vol. 19.

Veech, R. L. 1997. Biodegradable Nosiogenic Agents For Control of Non-Vertebrate Pestts. Patens no. 5.629.045. Vol. 19.

Vogels, A. I. 1989. Textbook of Practical Chemistry. Fifth Edition. England: Pearson – Prentice Hall.


(2)

(3)

(4)

(5)

(6)

Lampiran 5. Spektrum 1H-NMR Pelargonamida dari hasil simulasi ChemDraw.

O

H2N

2.18 1.57 1.29 1.29 1.29 1.29 1.33 0.96 6.0

ChemNMR H-1 Estimation

Estimation Quality: blue = good, magenta = medium, red = rough

Protocol of the H-1 NMR Prediction:

Node Shift Base + Inc. Comment (ppm rel. to TMS) CH2 2.18 1.37 methylene

0.85 1 alpha -C(=O)N -0.04 1 beta -C

CH2 1.57 1.37 methylene 0.24 1 beta -C(=O)N -0.04 1 beta -C CH2 1.29 1.37 methylene -0.04 1 beta -C -0.04 1 beta -C CH2 1.29 1.37 methylene -0.04 1 beta -C -0.04 1 beta -C CH2 1.29 1.37 methylene -0.04 1 beta -C -0.04 1 beta -C CH2 1.29 1.37 methylene -0.04 1 beta -C -0.04 1 beta -C CH2 1.33 1.37 methylene 0.00 1 alpha -C -0.04 1 beta -C CH3 0.96 0.86 methyl 0.10 1 beta -C-R NH2 6.0 6.00 pri m. amide

0 1 2 3 4 5 6 PPM