Pengaruh Pertumbuhan Perusahaan Kepemilikan Institusional Debt Default Dan Audit Report Lag Terhadap Pemberian Opini Going Concern Pada Perusahaan Manufaktur Yang Terdaftar Di BEI

(1)

SKRIPSI

PENGARUH PERTUMBUHAN PERUSAHAAN KEPEMILIKAN INSTITUSIONAL DEBT DEFAULT DAN AUDIT REPORT LAG

TERHADAP PEMBERIAN OPINI GOING CONCERN PADA PERUSAHAAN MANUFAKTUR YANG TERDAFTAR DI BEI

OLEH :

MARGARETHA ARUAN 070503176

PROGRAM STUDI STRATA SATU AKUNTANSI FAKULTAS EKONOMI

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN


(2)

PERNYATAAN

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi yang berjudul : “Pengaruh

Pertumbuhan Perusahaan, Kepemilikan Institusional, Debt Default dan Audit Report Lag terhadap Pemberian Opini Audit Going Concern pada Perusahaan Manufaktur yang terdaftar di BEI”, adalah benar hasil karya sendiri dan judul

yang dimaksud belum pernah dimuat, dipublikasikan atau diteliti oleh mahasiswa

lain dalam konteks penulisan skripsi program regular S-1 Departemen Akuntansi

Fakultas Ekonomi Universitas Sumatera Utara. Semua sumber data dan informasi

yang diperoleh telah dinyatakan dengan jelas, benar apa adanya. Apabila

dikemudian hari pernyataan ini tidak benar, saya bersedia menerima sanksi yang

ditetapkan oleh Universitas Sumatera Utara.

Medan,

Yang membuat pernyataan

Margaretha Aruan NIM: 070503176


(3)

KATA PENGANTAR

Segala puji, hormat juga syukur kunaikan bagiMu Tuhan Yesus, Tuhan dan Juruselamatku. Terima kasih buat hikmat dan penyertaanMu, selama proses pengerjaan skripsi ini sehingga saya bisa menyelesaikannya dengan baik dan tepat waktu. Adapun skripsi ini berjudul : ”Pengaruh Pertumbuhan Perusahaan, Kepemilikan Institusional, Debt Default, dan Audit Report Lag terhadap Pemberian Opini Audit Going Concern pada Perusahaan manufaktur yang terdaftar di BEI”. Skripsi ini disusun guna memenuhi salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana ekonomi pada Fakultas Ekonomi Departemen Akuntansi, Universitas Sumatera Utara. Dalam kesempatan ini penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada pihak-pihak yang telah memberikan bimbingan, dukungan, dan bantuan selama proses penyusunan skripsi ini.

1. Bapak Drs. Jhon Tafbu Ritonga, M.Ec selaku Dekan Fakultas Ekonomi Universitas Sumatera Utara.

2. Bapak Drs. Firman Syarif M.Si, Ak selaku Ketua Program Studi S-1 Akuntansi dan Ibu Dra. Mutia Ismail MM, Ak. selaku sekretaris Program Studi S-1 Akuntansi Fakultas Ekonomi Universitas Sumatera Utara.

3. Bapak Drs. Syahrul Rambe MM, Ak. selaku Dosen Pembimbing yang telah banyak memberikan bimbingan dan pengarahan kepada penulis untuk menyelesaikan skripsi ini.

4. Bapak Drs. M. Zainul Bahri Torong M.Si, Ak. selaku Dosen Pembanding I dan Bapak Drs. Rustam, M.Si, Ak. selaku Dosen Pembanding II yang telah memberikan arahan bagi penulis untuk menyelesaikan skripsi ini.


(4)

5. Orangtua penulis yang terkasih, Ayahanda T.P. Aruan dan Ibunda G.R. Siagian, serta ketujuh saudara penulis Herbert Aruan, Bernard Aruan, Richard Aruan, David Aruan, Mery Aruan, Riana Aruan, dan Rio Aruan terima kasih telah menjadi motivator sehingga penulis tetap bersemangat mengerjakan skripsi ini.

Penulis juga menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan karena keterbatasan kemampuan penulis, sehingga penulis mengharapkan saran dan kritik yang membangun untuk perbaikan penulisan karya ilmiah kedepan. Akhir kata, penulis berharap agar skripsi ini bermanfaat bagi para pembaca.

Medan, April 2011

( Margaretha Aruan ) NIM: 070503176


(5)

DAFTAR ISI

PERNYATAAN ... i

KATA PENGANTAR ... ii

ABSTRAK ... iv

ABSTRACT ... v

DAFTAR ISI ... vi

DAFTAR TABEL ... viii

DAFTAR GAMBAR ... ix

DAFTAR LAMPIRAN ... x

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang ... 1

B. Perumusan Masalah ... 7

C. Batasan Penelitian ... 8

D. Tujuan Penelitian ... 8

E. Manfaat Penelitian ... 8

BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Teoritis ... 10

B. Tinjauan Penelitian Terdahulu ... 26

C. Kerangka Konseptual ... 28

D. Hipotesis Penelitian ... 30

BAB III METODE PENELITIAN A. Desain Penelitian ... 32


(6)

B. Populasi dan Sampel ... 32

C. Sumber dan Metode Pengumpulan Data ... 34

D. Defenisi Operasional dan Pengukuran Variabel ... 35

E. Metode Analisis Data ... 37

F. Jadwal Penelitian ... 41

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Data Penelitian ... 42

B. Analisis Hasil Penelitian ……….. 42

1. Uji Data ... 46

a. Uji Asumsi Klasik ... 46

1) Uji Multikolinearitas ... 46

2) Uji Autokorelasi ... 49

b. Menguji Model Fit ... 50

c. Menguji Kelayakan Model Regresi ... 52

2. Hasil Pengujian Hipotesis ... 54

C. Pembahasan Hasil Penelitian ... 58

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan ... 62

B. Keterbatasan Penelitian ... 64

C. Saran ... 64

DAFTAR PUSTAKA ... 65 LAMPIRAN


(7)

DAFTAR TABEL

Nomor Judul

Tabel 2.1 Penelitian Terdahulu 26

Halaman

Tabel 3.1 Proses Seleksi Sampel Berdasarkan Kriteria 33 Tabel 3.2 Perusahaan yang Menjadi Sampel Penelitian 34 Tabel 3.3 Defenisi Operasional dan Pengukuran Variabel 36

Tabel 3.4 Rencana Jadwal Penelitian 41

Tabel 4.1 Descriptive Statistics 43

Tabel 4.2 Statistics 44

Tabel 4.3 Statistics Frecuencies 45

Tabel 4.4 Statistics Frecuencies 45

Tabel 4.5 Coefficient Correlations 47

Tabel 4.6 Coefficients 48

Tabel 4.7 Run Test 50

Tabel 4.8 Iteration History 51

Tabel 4.9 Iteration History 52

Tabel 4.10 Hosmer and Lemeshow Test 53

Tabel 4.11 Contingency Tabel for Hosmer and Lemeshow Test 53

Tabel 4.12 Anova 54

Tabel 4.13 Case Processing Summary 55

Tabel 4.14 Dependend Variable Encoding 55


(8)

DAFTAR GAMBAR

Nomor Judul

Gambar 2.1 Pedoman Pernyataan Opini Going Concern 20 Halaman


(9)

DAFTAR GAMBAR

Nomor Judul

Gambar 2.1 Pedoman Pernyataan Opini Going Concern 20 Halaman


(10)

DAFTAR LAMPIRAN Nama

Lampiran i Daftar Perusahaan Populasi Peneliian Judul

Lampiran ii Nilai Pertumbuhan Perusahaan untuk 20 Sampel Perusahaan Tahun 2006-2009

Lampiran iii Nilai Kepemilikan Institusional untuk 20 Sampel Perusahaan Tahun 2006-2009

Lampiran iv Nilai Debt Default untuk 20 Sampel Perusahaan Tahun 2006-2009

Lampiran v Nilai Audit Report Lag untuk 20 Sampel Perusahaan Tahun 2006-2009

Lampiran vi Nilai Opini Audit untuk 20 Sampel Perusahaan Tahun 2006-2009


(11)

ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan untuk menunjukkan hubungan pertumbuhan perusahaan, kepemilikan institusional, debt default, dan audit report lag terhadap pemberian opini going concern pada perusahaan manufaktur yang terdaftar di Bursa Efek Indondesia antara tahun 2006 hingga tahun 2009.

Data yang digunakan adalah laporan keuangan dan laporan auditor

independen yang dipublikasikan melalui website

pengambilan sampel yang digunakan adalah metode purposive sampling. Metode analisis yang digunakan adalah dengan uji F dan regresi logistik.

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa pertumbuhan perusahaan, kepemilikan institusional, debt default dan audit report lag berpengaruh secara simultan terhadap pemberian opini going concern. Hasil penelitian secara parsial menunjukkan bahwa debt default berpengaruh secara signifikan terhadap pemberian opini going concern, sedangkan pertumbuhan perusahaan, kepemilikan institusional dan audit report lag tidak berpengaruh terhadap pemberian opini going concern.

Kata Kunci : pertumbuhan perusahaan, kepemilikan institusional, debt default, dan audit report lag.


(12)

ABSTRACT

The goals of this research is to show the correlation between company’s growth, institutional ownership, debt default, and audit report lag with the chance of receiving going concern opinion at maufacture company listed on Indonesia Stock Exchange between 2006 to 2009.

Data that used in this research is financial statement and independent audit report from each company that published on website Sampling method that used in this research is purposive sampling method. Analysis model that used is logistic regression.

The result of this research indicates that the company’s growth, institutional ownership, debt default and audit report lag are affect the going concern opinion simultaneously. The result of this research partially indicates that debt default is significantly affect the going concern opinion, on the other hand the company’s growth, institutional ownership and audit report lag does not have effect on going concern opinion.

Keyword : company’s growth, institutional ownership, debt default, and audit report lag


(13)

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Balakang Masalah

Kebutuhan akan informasi bisnis yang akurat menjadi salah satu kebutuhan utama bagi para pelaku bisnis. Hal ini tak dapat dipungkiri karena informasi ini nantinya akan mempengaruhi berbagai pihak dalam membuat keputusan bisnis. Adapun pihak-pihak yang akan menggunakan informasi ini antara lain pemegang saham, kreditor, pemerintah dan juga pihak-pihak lain yang berkepentingan. Salah satu informasi bisnis utama yang paling sering digunakan adalah laporan keuangan. Laporan keuangan suatu perusahaan adalah jendela dari suatu perusahaan yang selalu terbuka bagi pihak eksternal. Laporan keuangan ini merupakan suatu bentuk informasi yang menyajikan kenyataan material dari kondisi perusahaan.

Salah satu asumsi yang dipakai dalam menyusun laporan keuangan adalah asumsi going concern. Asumsi ini mengharuskan entitas bisnis secara operasional memiliki kemampuan untuk mempertahankan kelangsungan hidupnya atau going concern. Hal ini adalah salah satu syarat laporan keuangan yang disusun menggunakan dasar akrual.

Going concern dipengaruhi oleh faktor internal dan eksternal entitas bisnis bersangkutan. Faktor eksternal adalah faktor di luar entitas itu sendiri seperti pasar, kondisi ekonomi makro, sosial politik dan lain-lain. Faktor internal adalah faktor yang ada di dalam perusahaan itu sendiri, seperti keuangan, sumber daya manusia, teknologi dan lain-lain. Faktor eksternal yang mempengaruhi going


(14)

concern suatu entitas dapat dilihat pada kasus krisis ekonomi yang terjadi di Indonesia pada pertengahan tahun 1997. Krisis ekonomi ditandai dengan depresiasi Rupiah terhadap Dolar AS sehingga menimbulkan keraguan atas kemampuan setiap entitas bisnis dalam menyelesaikan hutang luar negerinya dan pada akhirnya akan mengganggu kelangsungan hidup entitas-entitas bisnis tersebut.

Isu going concern akan berdampak pada opini yang diberikan oleh akuntan publik (auditor) terhadap suatu laporan keuangan. Auditor bertanggung jawab untuk mengevaluasi apakah terdapat kesangsian besar terhadap kemampuan entitas dalam mempertahankan kelangsungan hidupnya dalam periode waktu pantas, tidak lebih dari satu tahun sejak tanggal laporan keuangan yang sedang diaudit (IAI, 2001: SA Seksi 341 paragraf 02).

Fenomena yang terjadi beberapa tahun belakangan yaitu meningkatnya tuntutan hukum terhadap kantor akuntan. Di Indonesia, beberapa perusahaan besar diantaranya Bank Lippo mendapat opini audit wajar tanpa pengecualian pada tahun 2002 namun gagal pada tahun 2003. Kimia Farma dahulunya mendapat opini audit yang tinggi, namun terjerat kasus hukum akibat praktik manipulasi akuntansi. Weiss (2002) menemukan bahwa dari 228 perusahaan publik yang mengalami kebangkrutan, Enron dan 95 perusahaan lainnya menerima opini wajar tanpa pengecualian pada tahun sebelum terjadinya kebangkrutan. Fabozzi (2000) menyatakan Baldwin United, Penn Square Bank, Continental Illinois juga mendapat opini wajar tanpa pengecualian namun gagal pada tahun berikutnya.


(15)

Kenyataan ini menimbulkan pertanyaan mengapa perusahaan yang mendapat opini wajar tanpa pengecualian tiba-tiba berhenti beroperasi.

Pemberian status going concern bukanlah perkara yang mudah. Banyak auditor mengalami dilema antara moral dan etika dalam memberikan opini going concern yang disebabkan self fulfilling prophecy. Self fulfilling prophecy merupakan keyakinan akan terjadinya suatu peristiwa yang sama di masa depan akibat dari kejadian yang sama di masa lalu, hal ini membuat auditor bertindak sesuai keyakinannya untuk mewujudkan keyakinan tersebut (Venuti, 2007). Adanya self fulfilling prophecy membuat auditor mengeluarkan opini wajar tanpa pengecualian yang seharusnya auditor meragukan kemampuan suatu entitas untuk melanjutkan kelangsungan hidupnya (Venuti, 2007). Auditor enggan untuk memberikan opini going concern disebabkan oleh self fulfilling prophecy yang menyatakan apabila auditor memberikan opini going concern, akan mempercepat kebangkrutan suatu perusahaan karena banyak investor membatalkan investasinya atau kreditor yang menarik dananya (Venuti, 2007). Hal ini dapat dilihat pada masa krisis yang terjadi sekitar tahun 1997 dimana perusahaan-perusahaan yang menerima opini going concern akhirnya berhenti beroperasi, meskipun demikian auditor harus tetap mengungkapkan masalah going concern dengan harapan dapat segera mengupayakan penyelamatan perusahaan yang bermasalah.

Going concern merupakan salah satu bagian dari opini audit wajar dengan bahasa penjelasan. Going concern adalah kelangsungan hidup suatu badan usaha, dengan adanya going concern maka badan usaha dianggap mampu untuk


(16)

mempertahankan kelangsungan usahanya dalam jangka panjang dan tidak akan dilikuidasi dalam jangka pendek (Tamba, 2009).

Ada banyak faktor yang dapat menjadi pertimbangan auditor dalam memberikan opini audit going concern, diantaranya adalah tren negatif, masalah internal, masalah eksternal dan masalah keuangan lain (SA Seksi 341 paragraf 06). Faktor-faktor ini menyangkut mengenai laporan keuangan perusahaan, kerugian operasi yang berulang kali terjadi, arus kas negatif, kegagalan dalam memenuhi kewajiban hutang, serta kehilangan pelanggan atau pemasok utama.

Faktor pertama yang dapat mempengaruhi pemberian opini going concern adalah pertumbuhan perusahaan. Pertumbuhan perusahaan mengindikasikan kemampuan perusahaan dalam mempertahankan kelangsungan usahanya. Pertumbuhan perusahaan diproksikan dengan pertumbuhan penjualan. Penjualan yang meningkat menunjukkan aktivitas operasional perusahaan berjalan seperti yang telah direncanakan. Dengan demikian, penjualan yang meningkat akan memberikan peluang kepada perusahaan dalam meningkatkan laba dan mempertahankan kelangsungan hidupnya.

Faktor kedua yang dapat mempengaruhi pemberian opini going concern adalah debt default. Keadaan default dapat dilihat dari tidak dipenuhinya syarat-syarat perjanjian hutang atau tidak melakukan pembayaran sesuai jadwal hal ini mengindikasikan bahwa perusahaan memiliki masalah dengan keuangan. Sejak pemakai laporan audit cenderung mempersalahkan auditor yang dianggap gagal mengeluarkan opini going concern setelah peristiwa-peristiwa yang menyarankan bahwa opini harusnya telah sesuai, biaya kegagalan untuk mengeluarkan opini


(17)

going concern ketika perusahaan dalam keadaan default tinggi sekali, untuk itu diharapkan status default dapat meningkatkan kemungkinan auditor mengeluarkan opini going concern.

Faktor ketiga yang mempengaruhi pemberian opini going concern adalah audit report lag. Audit report lag adalah jumlah hari antara akhir periode akuntansi sampai dikeluarkannya laporan audit. Utami (2006) menyatakan bahwa perusahaan yang menerima opini going concern membutuhkan waktu yang lebih lama dibandingkan perusahaan yang menerima opini wajar tanpa pengecualian (unqualified opinion). Lennox (2002), Januarti dan Fitrianasari (2008) menemukan adanya hubungan positif antara audit report lag yang panjang dengan opini audit going concern.

Penelitian ini merupakan replikasi dari penelitian Sinaga (2009) yang meneliti mengenai penerimaan opini going concern menggunakan pertumbuhan perusahaan sebagai variabel independennya. Hasilnya adalah pertumbuhan perusahaan tidak berpengaruh terhadap opini going concern. Hasil tersebut mendukung penelitian yang dilakukan oleh Solikah (2007) yang menyatakan bahwa pertumbuhan perusahaan tidak berpengaruh terhadap penerimaan opini going concern.

Selain itu Januarti dan Fitrianasari (2008) meneliti pengaruh audit report lag terhadap opini going concern hasilnya adalah audit report lag berpengaruh signifikan terhadap opini going concern. Hasil penelitian ini tidak didukung oleh penelitian yang telah dilakukan oleh Sinaga (2009) yang menyatakan bahwa audit report lag tidak berpengaruh terhadap opini going concern.


(18)

Ramadhany (2004) meneliti bagaimana pengaruh debt default terhadap penerimaan opini going concern dimana hasilnya menunjukkan bahwa debt default berpengaruh positif signifikan terhadap opini going concern. Hal ini didukung oleh penelitian yang dilakukan oleh Praptitorini dan Januarti (2007) serta Tamba (2009).

Perbedaan penelitian ini dengan penelitian sebelumnya adalah dalam penelitian ini peneliti menambahkan variabel kepemilikan institusional. Kepemilikan institusional dapat digunakan untuk mengendalikan agar tujuan perusahaan tercapai. Kepemilikan institusional diharapkan dapat meningkatkan keefektifan pengawasan oleh pihak institusi yang menanamkan dananya pada perusahaan (Ismiyanthi, 2007). Semakin besar kepemilikan institusional diharapkan akan ada monitoring keputusan manajemen sehingga mengurangi potensi kebangkrutan. Pencegahan dalam kebangkrutan akan berdampak pada tidak diterimanya opini audit going concern.

Opini audit yang diberikan oleh auditor menjadi penting untuk bahan pertimbangan karena kesalahan didalam memberikan opini akan sangat fatal akibatnya. Banyak perusahaan besar yang melakukan berbagai kasus manipulasi sehingga mendapat citra yang baik dalam pandangan investor dan kreditor namun akhirnya bangkrut. Hal ini menjadi tantangan bagi auditor sebagai pihak independen yang profesional dalam pelaksanaan proses auditnya terutama dalam pemberian opini audit going concern.

Pada kenyataannya, masalah going concern merupakan hal yang kompleks dan terus ada, sehingga auditor perlu berhati-hati dalam pemberian status going


(19)

concern karena hal ini dapat mempengaruhi pengampilan keputusan oleh pihak-pihak berkepentingan. Faktor-faktor sebagai tolok ukur yang pasti untuk menentukan status going concern pada perusahaan juga perlu diuji kekonsistenannya agar dalam keadaan ekonomi yang fluktuatif status going concern tetap dapat diprediksi.

Berdasarkan uraian di atas maka penulis tertarik untuk meneliti pengaruh pertumbuhan perusahaan, kepemilikan institusional, debt default dan audit report lag terhadap opini going concern pada perusahaan manufaktur yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia.

B. Perumusan Masalah

Menurut Altman dan McGough (1974) dalam Tamba (2009) faktor-faktor yang mempengaruhi going concern terbagi dua, yaitu faktor keuangan yang meliputi kekurangan (defisiensi) ekuitas, penunggakan hutang, kesulitan memperoleh dana, serta faktor operasi yang meliputi kerugian operasi yang terus-menerus, prospek pendapatan yang meragukan, kemampuan operasi terancam, dan pengendalian yang lemah atas operasi. Utami (2006) menambahkan bahwa audit report lag dapat digunakan sebagai petunjuk awal dan bahkan berdampak pada terlambatnya publikasi laporan keuangan maka dapat diduga kemungkinan terbesar penyebabnya adalah emiten mengalami rugi dan atau memperoleh opini selain unqualified. Januarti dan Fitrianasari (2008) menyatakan bahwa audit report lag berpengaruh terhadap opini going concern.


(20)

Berdasarkan uraian tersebut maka pertanyaan penelitian dari perumusan masalah ini adalah sebagai berikut :

1. Apakah faktor pertumbuhan perusahaan, kepemilikan institusional, debt default dan audit report lag mempengaruhi opini audit going concern? 2. Apakah faktor yang dominan mempengaruhi opini audit going concern?

C. Batasan Penelitan

Atas pertimbangan-pertimbangan keterbatasan waktu, tenaga, serta pengetahuan maka peneliti melakukan batasan konsep penelitian yang akan diteliti. Dalam penelitian ini menggunakan data laporan keuangan auditan dari tahun 2006 sampai dengan tahun 2009.

D. Tujuan dan Manfaat Penelitian Tujuan dari penelitian ini adalah :

1. Untuk menguji apakah faktor pertumbuhan perusahaan, kepemilikan institusional, debt default, dan audit report lag mempengaruhi pemberian opini audit going concern.

2. Untuk menguji apakah faktor yang dominan mempengaruhi pemberian opini audit going concern.

E. Manfaat Penelitian


(21)

1. Bagi peneliti, memberikan wawasan yang luas bagi peneliti dalam memahami dan menganalisis permasalahan yang ada.

2. Bagi auditor, dapat memberikan masukan kepada auditor dalam melaksanakan proses audit terutama pemberian opini audit terhadap klien yang menyangkut masalah pemberian opini goingconcern.

3. Bagi manajemen perusahaan, dapat digunakan sebagai wacana dan referensi untuk penentuan kebijakan-kebijakan perusahaan serta bahan pertimbangan dalam pengambilan keputusan.

4. Bagi calon peneliti, dapat menambah kepustakaan terutama di bidang auditing dan menjadi referensi untuk penelitian yang serupa dengan topik yang sama.


(22)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Teoritis

1. Audit

Menurut Mulyadi (2002:11) auditing adalah :

Suatu proses sistematis untuk memperoleh dan mengevaluasi bukti secara objektif mengenai pernyataan-pernyataan tentang kegiatan dan kejadian ekonomi, dengan tujuan untuk menetapkan tingkat kesesuaian antara pernyataan-pernyataan tersebut dengan kriteria yang telah ditetapkan, serta menyampaikan hasil-hasilnya kepada pemakai yang berkepentingan.

Unsur-unsur penting yang terkandung dalam defenisi auditing tersebut adalah sebagai berikut:

a. suatu proses sistematis

yaitu berupa suatu rangkaian langkah atau prosedur yan logis, berangka dan terorganisasi. Auditing dilaksanakan berdasarkan suatu urutan langkah yang direncanakan dan bertujuan.

b. pengumpulan dan pengevaluasian bukti secara objektif

proses sistematis tersebut bertujuan untuk mengumpulkan bukti-bukti tentang informasi dalam laporan keuangan yang dibuat oleh badan usaha dan mengevaluasi bukti-bukti tersebut tanpa memihak dan berprasangka terhadap bukti-bukti tersebut. Bukti audit dapat diperoleh melalui inspeksi, pengamatan, permintaan keterangan, dan konfirmasi yang akan digunakan sebagai dasar yang layak untuk menyatakan pendapat atas laporan keuangan yang diaudit.


(23)

c. pernyataan mengenai kejadian ekonomi

yang dimaksud dengan pernyataan mengenai kegiatan dan kejadian ekonomi adalah hasil proses akuntansi. Akuntansi merupakan proses pengidentifikasian, pengukuran dan penyampaian informasi ekonomi yang dinyatakan dalam satuan uang. Proses akuntansi ini menghasilkan suatu pernyataan yang disajikan dalam laporan keuangan.

d. kesesuaian antara pernyataan dengan kriteria yang telah ditetapkan. e. pengumpulan bukti mengenai pernyataan dan evaluasi terhadap

hasil pengumpulan bukti tersebut dimaksudkan untuk menetapkan tingkat kesesuaian pernyataan tersebut dengan kriteria yang telah ditetapkan. Standar yang dipakai sebagai dasar untuk menilai pernyataan tersebut adalah :

1) Peraturan yang ditetapkan oleh suatu badan tertentu 2) Anggaran atau ukuran prestasi pemilik satuan usaha 3) Standar Akuntansi Keuangan (SAK)

f. Penyampaian hasil kepada pemakai yang berkepentingan

Penyampaian hasil audit dapat dilakukan secara tertulis dalam bentuk laporan audit. Laporan audit berisi pendapat auditor mengenai kewajaran laporan keuangan auditan. Pendapat auditor tersebut disajikan dalam suatu laporan tertulis yang umumnya berupa laporan audit baku. Laporan audit baku terdiri dari tiga paragraf yaitu paragraf pengantar (introductory paragraph),


(24)

paragaf lingkup (scope paragraph), dan paragraf pendapat (opinion paragraph).

2. Opini Audit

Lapoan audit penting sekali dalam menginformasikan pemakai informasi mengenai apa yang telah dilakukan auditor dan kesimpulan yang diperolehnya. Paragraf terakhir dalam laporan audit menyajikan kesimpulan auditor berdasarkan hasil dari proses audit yang telah dilakukan. Bagian ini merupakan bagian terpenting dari keseluruhan laporan audit, sehingga sering kali seluruh laporan audit dinyatakan secara sederhana sebagai pendapat auditor (opini audit).

Ada 5 tipe opini auditor (Arens, 2003:70), antara lain:

a. Pendapat Wajar Tanpa Pengecualian (Unqualified Opinion)

Pendapat ini menyatakan bahwa laporan keuangan menyajikan secara wajar dalam semua hal yang material sesuai dengan prinsip akuntansi berterima umum di Indonesia. Laporan audit dengan pendapat wajar tanpa pengecualian diterbitkan oleh auditor dalam kondisi:

1) Semua laporan keuangan (neraca, laporan laba rugi, laporan laba ditahan, dan laporan arus kas) telah lengkap,

2) Semua aspek dari ketiga stándar umum SPAP telah dipatuhi dalam penugasan audit tersebut,

3) Bukti audit yang cukup telah terkumpul dan auditor telah melaksanakan perikatan sedemikian rupa sehingga membuatnya mampu menyimpulkan bahwa ketiga stándar pekerjaan lapangan telah dipatuhi,

4) Laporan keuangan disajikan sesuai dengan prinsip akuntansi berterima umum. Hal tersebut berarti pula bahwa pengungkapan informatif yang cukup telah tercantum dalam catatan atas laporan keuangan serta bagian-bagian lainya dari laporan keuangan tersebut.

5) Tidak ada situasi yang membuat auditor untuk merasa perlu menambahkan sebuah paragraf penjelasan atau memodifikasi kalimat dalam laporan audit.

b. Pendapat Wajar Tanpa Pengecualian dengan Bahasa Penjelasan (Unqualified Opinion with Explanotory Language)

Pada situasi tertentu, auditor dapat menambahkan bahasa penjelasan pada pendapat wajar tanpa pengecualian pada laporan auditnya. Tujuan dari bahasa penjelasan adalah untuk memberi tahu pemakai laporan tentang satu atau lebih fakta material berkenaan dengan laporan keuangan yang


(25)

telah diaudit. Penyebab-penyebab utama ditambahkannya suatu bahasa penjelasan pada laporan audit. Bentuk baku adalah :

1) Tidak adanya konsistensi dalam penerapan prinsip akuntansi yang berlaku umum,

2) Ketidakpastian atas kelangsungan hidup suatu perusahaan (going concern),

3) Penekanan pada suatu hal oleh auditor,

4) Pendapat berdasarkan sebagian dari auditor lain dimana tidak ada pembatasan ruang lingkup dan ketidaksesuaian dengan prinsip akuntansi berlaku umum.

c. Pendapat Wajar dengan Pengecualian (Qualified Opinion)

Pendapat wajar dengan pengecualian menyatakan bahwa laporan keuangan secara keseluruhan telah disajikan secara wajar sesuai dengan prinsip akuntansi berlaku umum, kecuali untuk hal-hal tertentu yang telah diuraikan dalam laporan. Pendapat wajar dengan pengecualian dinyatakan pada situasi:

1) Tidak adanya bukti kompeten yang cukup atau adanya pembatasan terhadap ruang lingkup audit,

2) Auditor yakin bahwa laporan keuangan berisi penyimpangan dari prinsip akuntansi berterima umum, yang berdampak material, dan ia berkesimpulan untuk tidak menyatakan pendapat tidak wajar.

d. Pendapat Tidak Wajar (Adverse Opinion)

Pendapat tidak wajar menyatakan bahwa laporan keuangan secara keseluruhan tidak disajikan secara wajar sesuai dengan prinsip akuntansi yang berlaku umum. Auditor menyatakan pendapat ini jika dia yakin bahwa laporan keuangan secara keseluruhan dapat menyesatkan.

e. Tidak Memberikan Pendapat (Disclaimer of Opinion)

Pernyataan tidak memberikan pendapat (disclaimer of opinion) menyatakan bahwa auditor tidak dapat menyatakan pendapat atas laporan keuangan secara keseluruhan. Pendapat ini juga diberikan apabila auditor dalam kondisi tidak independen dalam hubungannya dengan klien.

3. Going Concern

Going concern adalah suatu konsep yang paling penting yang mendasari pelaporan keuangan (Messier et. al. : 2005). Going concern adalah kelangsungan hidup suatu badan usaha, dengan adanya going concern maka badan usaha dianggap mampu untuk mempertahankan kelangsungan usahanya dalam jangka panjang dan tidak akan dilikuidasi dalam jangka pendek (Tamba, 2009).


(26)

Menurut Altman dan McGough (1974) dalam Tamba (2009) masalah going concern terbagi dua, yaitu masalah keuangan yang meliputi kekurangan (defisiensi) ekuitas, penunggakan hutang, kesulitan memperoleh dana, serta masalah operasi yang meliputi kerugian operasi yang terus-menerus, prospek pendapatan yang meragukan, kemampuan operasi terancam, dan pengendalian yang lemah atas operasi.

SA Seksi 341 paragraf 02 menyebutkan bahwa auditor bertanggung jawab untuk mengevaluasi apakah terdapat kesangsian besar terhadap kemampuan entitas dalam mempertahankan kelangsungan hidupnya (going concern) dalam periode waktu pantas.

Informasi going concern sangat bermanfaat bagi para pemakai informasi keuangan. Pihak-pihak yang memakai informasi keuangan, yaitu :

a. Pemberi pinjaman (kreditor), melalui informasi going concern kreditor akan dapat menentukan siapa yang akan diberi pinjaman dan dapat menentukan kebijakan untuk memonitor pinjaman yang ada.

b. Investor, melalui informasi going concern investor dapat melihat apakah perusahaan masih dapat bertahan dan mengambil keputusan untuk berinvestasi atau tidak.

c. Pada beberapa sektor usaha, lembaga pemerintah mempunyai tanggung jawab untuk mengawasi jalannya usaha tersebut (misal sektor perbankan). Juga pemerintah mempunyai badan-badan usaha (BUMN) yang harus selalu diawasi. Lembaga pemerintah mempunyai kepentingan untuk


(27)

melihat tanda-tanda kebangkrutan lebih awal supaya langkah-langkah penyelamatan dilakukan lebih awal.

4. Opini Audit Going Concern

Opini audit going concern dapat diterbitkan pada laporan audit dengan tambahan paragraf penjelas di bawah paragraf pendapat yang menjelaskan dampak kondisi terhadap kemampuan satuan usaha dalam mempertahankan kelangsungan usaha di masa mendatang (Messier et. al., 2005).

SA Seksi 341 memberikan pedoman bagi auditor tentang dampak kemampuan satuan usaha dalam mempertahankan kelangsungan hidupnya terhadap opini auditor yaitu:

a. Tanggung Jawab Auditor

Auditor bertanggung jawab mengevaluasi jika terdapat keraguan mengenai kemampuan satuan usaha dalam mempertahankan kelangsungan hidupnya dalam jangka waktu pantas. Jika auditor yakin bahwa terdapat kesangsian besar mengenai kemampuan entitas dalam mempertahankan kelangsungan hidupnya dalam jangka waktu pantas, maka auditor harus :

1) memperoleh informasi mengenai rencana manajemen yang ditujukan untuk mengurangi dampak kondisi dan peristiwa tersebut,

2) menetapkan kemungkinan bahwa rencana tersebut secara efektif dilaksanakan.


(28)

Auditor tidak perlu merancang prosedur audit dengan tujuan tunggal untuk mengidentifikasi kondisi dan peristiwa yang, jika dipertimbangkan secara keseluruhan, menunjukkan bahwa terdapat kesangsian besar mengenai kemampuan entitas dalam mempertahankan kelangsungan hidupnya dalam jangka waktu pantas. Hasil prosedur audit yang dirancang dan dilaksanakan untuk mencapai tujuan audit yang lain harus cukup untuk tujuan tersebut. Berikut ini adalah contoh yang dapat mengidentifikasi kondisi atau peristiwa tersebut :

1) Prosedur analitik

2) Review terhadap peristiwa kemudian

3) Review terhadap kepatuhan terhadap syarat-syarat utang dan perjanjian penarikan utang.

4) Pembacaan notulen rapat pemegang saham, dewan komisaris, dan komite atau panitia penting yang dibentuk

5) Permintaan keterangan kepada penasihat hukum entitas tentang perkara pengadilan, tuntutan, dan pendapatnya mengenai hasil suatu perkara pengadilan yang melibatkan entitas tersebut

6) Konfirmasi dengan pihak-pihak yang mempunyai hubungan istimewa dan pihak ketiga mengenai rincian perjanjian penyediaan atau pemberian bantuan keuangan.

c. Pertimbangan atas Kondisi dan Peristiwa

Dalam penentuan opini going concern, auditor dapat mengidentifikasi informasi mengenai kondisi atau peristiwa tertentu yang jika dipertimbangkan


(29)

secara keseluruhan, menunjukkan adanya kesangsian besar tentang kemampuan entitas dalam mempertahankan kelangsungan hidupnya dalam jangka waktu pantas. Signifikan atau tidaknya kondisi atau peristiwa tersebut akan tergantung pada keadaan, dan beberapa diantaranya kemungkinan hanya menjadi signifikan jika ditinjau bersama-sama dengan kondisi atau peristiwa yang lain. Contoh kondisi dan peristiwa yang menjadi pertimbangan auditor dalam pemberian opini going concern, yaitu :

1) Tren negatif, contohnya kerugian operasi yang berulang kali terjadi, kekurangan modal kerja, arus kas negatif dari kegiatan usaha, rasio keuangan penting yang jelek.

2) Petunjuk lain tentang kemungkinan kesulitan keuangan, contohnya kegagalan dalam memenuhi kewajiban utangnya atau perjanjian serupa, penunggakan pembayaran dividen, penolakan oleh pemasok terhadap pengajuan permintaan pembelian kredit biasa, restrukturisasi utang, kebutuhan untuk mencari sumber atau metode pendanaan baru, atau penjualan sebagian besar aktiva.

3) Masalah intern, contohnya pemogokan kerja atau kesulitan hubungan perburuhan yang lain, ketergantungan yang besar atas sukses proyek tertentu, komitmen jangka panjang yang tidak ekonomis, kebutuhan untuk secara signifikan memperbaiki operasi.

4) Masalah luar yang telah terjadi, contohnya pengaduan gugatan pengadilan, keluarnya undang-undang yang kemungkinan membahayakan kemampuan entitas untuk beroperasi; lisensi atau


(30)

paten penting; kehilangan pelanggan atau pemasok utama; kerugian akibat bencana besar alam yang tidak diasuransikan atau diasuransikan namun dengan pertanggungan yang tidak memadai.

d. Pertimbangan atas Rencana Manajemen

Auditor melakukan pertimbangan atas rencana manajemen berkenaan dengan pemberian opini going concern, yaitu :

1) Jika manajemen tidak memiliki rencana untuk mengurangi dampak kondisi dan peristiwa terhadap kemampuan satuan usaha dalam mempertahankan kelangsungan hidupnya, maka auditor mempertimbangkan untuk memberikan pernyataan tidak memberikan pendapat (disclaimer of opinion). Jika auditor berkesimpulan bahwa rencana tersebut tidak efektif, maka auditor menyatakan tidak memberikan pendapat (disclaimer of opinion).

2) Jika manajemen memiliki rencana untuk mengurangi dampak kondisi dan peristiwa di atas, maka auditor mempertimbangkan keefektifan rencana tersebut, yaitu :

a) Jika auditor berkesimpulan bahwa rencana tersebut tidak efektif maka auditor menyatakan tidak memberikan pendapat (disclaimer of opinion)

b) Jika auditor berkesimpulan bahwa rencana tersebut efektif dan klien mengungkapkan keadaan tersebut dalam catatan atas laporan keuangan, maka auditor menyatakan pendapat wajar tanpa pengecualian (unqualified opinion)


(31)

c) Jika auditor berkesimpulan rencana tesebut efektif tapi klien tidak mengungkapkannya dalam catatan atas laporan keuangan, maka auditor menyatakan pendapat tidak wajar (adverse opinion).

e. Pertimbangan Dampak Informasi Kelangsungan Hidup Entitas Terhadap Laporan Auditor

Apabila setelah mempertimbangkan rencana manajemen, auditor berkesimpulan terdapat kesangsian besar mengenai kemampuan satuan usaha dalam mempertahankan kelangsungan hidupnya dalam jangka waktu pantas, auditor harus mempertimbangkan dampak yang kemungkinan timbul atas laporan keuangan dan cukup atau tidaknya pengungkapannya. Beberapa informasi yang dapat diungkapkan meliputi :

1) kondisi atau peristiwa yang menimbulkan kesangsian besar mengenai kemampuan satuan usaha dalam mempertahankan kelangsungan hidupnya dalam jangka waktu pantas,

2) dampak yang mungkin ditimbulkan oleh peristiwa atau kondisi tersebut

3) evaluasi manajemen terhadap signifikan atau tidaknya kondisi atau peristiwa dan faktor-faktor yang melemahkan dampak negatifnya, 4) kemungkinan diberhentikannya operasi suatu waktu,

5) rencana manajemen (termasuk informasi keuangan prospektif yang relevan),

6) informasi mengenai kemungkinan pulihnya kembali keadaan satuan usaha, atau klasifikasi aktiva yang dicatat atau klasifikasi utang.


(32)

Adakah kondisi yang berdampak terhadap kelangsungan hidup entitas? Apakah ada rencana manajemen?

SA Seksi 508 [PSA No. 29]

Apakah auditor sangsi atas kelangsungan hidup entitas? Tidak Memberikan Pendapat Apakah rencana manajemen dapat dilaksanakan? Apakah cukp pengungkapan? Tidak Memberikan Pendapat Pendapat Wajar dengan Pengecualian atau Pendapat Tidak Wajar Pendapat Wajar Tanpa

Pengecualian dengan Paragraf Penjelas Berkaitan

dengan Kelangsungan Hidup Entitas atau Penekanan atas Suatu Hal

(Emphasis of a Matter) Pendapat

Wajar Tanpa Pengecualian

Pedoman pernyataan opini going concern disajikan dalam bagan di bawah ini :

Tidak

Ya

Ya Tidak

Ya

Tidak

Tidak Ya

Tidak Ya

Sumber : SPAP, 2001

Gambar 2.1


(33)

5. Pertumbuhan Perusahaan

Pertumbuhan perusahaan dapat menjadi suatu indikasi bagi auditor dalam pemberian opini audit going concern. David (2006) menyatakan bahwa dalam periode dimana pendapatan berkurang, terlalu banyak pinjaman dalam struktur permodalan dari suatu organisasi dapat membahayakan tingkat pengembalian pemegang saham dan membahayakan kelangsungan hidup perusahaan.

Pertumbuhan tersebut dapat dinyatakan melalui pertumbuhan penjualan. Penjualan merupakan kegiatan operasi utama perusahaan. Pertumbuhan penjualan yang di atas rata-rata bagi perusahaan pada umumnya didasarkan pada pertumbuhan yang cepat yang diharapkan dari industri dimana perusahaan itu beroperasi. Perusahaan dapat mencapai tingkat pertumbuhan di atas rata-rata dengan jalan meningkatkan pangsa pasar (Fabozzi : 2000). Peningkatan pangsa pasar harus sejalan dengan strategi pemasaran yang tepat dan perusahaan selalu melakukan inovasi. Strategi yang tepat dapat meningkatkan pertumbuhan penjualan adalah melalui pengembangan produk yang diminati konsumen (Situmorang : 2009).

Pertumbuhan penjualan menunjukkan kemampuan perusahaan untuk dapat bertahan dalam kondisi persaingan. Pertumbuhan penjualan yang melebihi kenaikan biaya akan menyebabkan kenaikan laba perusahaan. Jumlah laba yang diperoleh secara teratur serta keuntungan yang meningkat merupakan suatu faktor yang sangat menentukan perusahaan untuk tetap survive.

Pertumbuhan penjualan merupakan perubahan penjualan pada laporan keuangan dari tahun ke tahun (Solikah : 2007). Setyarno, et.al. (2006) menyatakan


(34)

semakin tinggi rasio pertumbuhan penjualan, maka akan semakin kecil kemungkinan auditor memberikan opini audit going concern. Sementara perusahaan dengan rasio pertumbuhan penjualan negatif berpotensi besar mengalami penurunan laba sehingga apabila manajemen tidak segera mengambil tindakan perbaikan, perusahaan dimungkinkan tidak akan dapat mempertahankan kelangsungan hidupnya.

6. Kepemilikan Institusional

Kepemilikan institusional merupakan struktur kepemilikan yang paling sering muncul dalam pasar modal Indonesia. Hal ini dikarenakan perusahaan-perusahaan di Indonesia memiliki komposisi struktur kepemilikan yang unik (Mahadwartha, 2004). Sebagian besar pemegang saham dalam institusi bisnis sering kali merupakan representasi dari pendiri perusahaan yang disebut juga dengan kepemilikan institusional (Melinda dan Sutejo : 2008). Kepemilikan institusional dapat digunakan untuk mencapai tujuan perusahaan. Kepemilikan institusional diharapkan dapat menyebabkan pengawasan secara lebih efektif sehingga kinerja perusahaan dapat meningkat (Ismiyanti, 2007). Meningkatnya kinerja perusahaan akan mengurangi kebangkrutan. Pencegahan dalam kebangkrutan akan berdampak terhadap tidak diterimanya opini audit goingconcern.

Kepemilikan institusional akan memungkinkan perusahaan diawasi lebih baik oleh institusi yang menanamkan dananya pada perusahaan tersebut. Pengawasan yang aktif tersebut akan menyebabkan manajemen bertindak sesuai dengan kepentingan pemegang saham (Ismiyanti, 2007). Teori keagenan berpendapat


(35)

bahwa kepemilikan institusional akan mengurangi masalah keagenan karena pemegang saham akan membantu mengawasi perusahaan sehingga manajemen tidak akan bertindak merugikan pemegang saham.

Kepemilikan yang terjadi di Indonesia terbagi menjadi kepemilikan institusional eksternal dan kepemilikan institusional internal (Mahadwarta, 2004). Kepemilikan institusional eksternal adalah kepemilikan oleh lembaga investasi seperti dana pensiun, asuransi, reksa dana dan perusahaan investasi lainnya. Kepemilikan institusional menjadi bagian dari kepemilikan saham oleh publik. Kepemilikan institusional internal merupakan kepemilikan oleh institusi bisnis seperti perseroan terbatas (PT) yang kepemilikannya terpisah dengan kepemilikan publik.

7. Debt Default

Salah satu ciri yang berlawanan dengan asumsi going concern adalah ketidakmampuan perusahaan dalam memenuhi kewajiban pada saat jatuh tempo (IAI, 2001:SA Seksi 341 paragraf 01). Tamba (2009) mendefenisikan debtdefault sebagai kegagalan debitor (perusahaan) untuk membayar pokok hutang dan bunganya pada waktu jatuh tempo.

Indikator going concern yang banyak digunakan auditor dalam memberikan keputusan opini audit adalah kegagalan dalam memenuhi kewajiban utangnya atau default (Ramadhany, 2004). SA Seksi 341 paragraf 01 menyatakan bahwa default utang dan retrukturisasi utang sebagai indikator potensial dalam hubungannya dengan dikeluarkannya opini going concern. Ketika suatu


(36)

perusahaan memiliki hutang dalam jumlah yang sangat besar maka akan banyak dibutuhkan aliran kas untuk memenuhi kewajiban tersebut. Hal ini dapat mengganggu kelangsungan operasi perusahaan. Apabila perusahaan tidak mampu melunasi hutang-hutangnya ini maka kreditor akan memberikan status default.

Manfaat status default sebelumnya telah diteliti oleh Chen dan Church (1992) dalam Tamba (2009) menemukan hubungan yang kuat antara status default dengan opini going concern. Semenjak auditor lebih sering disalahkan karena tidak berhasil mengeluarkan opini goingconcern setelah peristiwa-peristiwa yang menyarankan bahwa opini seperti itu mungkin telah sesuai, biaya kegagalan untuk mengeluarkan opini going concern ketika perusahaan dalam keadaan default, tinggi sekali, karenanya diharapkan status default dapat meningkatkan kemungkinan auditor mengeluarkan opini going concern.

8. Audit Report Lag

Ketepatan waktu perusahaan dalam mempublikasikan laporan keuangan kepada masyarakat umum dan kepada Bapepam tergantung dari ketepatan waktu auditor dalam menyelesaikan pekerjaan auditnya (Sejati : 2007). Ketepatan waktu ini terkait dengan manfaat dari laporan keuangan itu sendiri. Jika penerbitan laporan keuangan terlambat maka informasi yang dihasilkan akan kehilangan relevansinya.

Perbedaan waktu antara tanggal laporan keuangan dengan tanggal opini audit dalam laporan keuangan mengindikasikan tentang lamanya waktu penyelesaian audit yang dilakukan oleh auditor. Perbedaan waktu ini dikenal dengan audit


(37)

report lag. Knechel dan Payne (2001) mendefenisikan audit report lag sebagai periode waktu antara akhir tahun fiskal dan tanggal laporan audit perusahaan.

Peraturan Badan Pengawas Pasar Modal No. KEP 36/PM/2003 yang menyatakan bahwa laporan keuangan tahunan yang disertai dengan laporan auditor independen harus disampaikan kepada BAPEPAM selambat-lambatnya 90 hari setelah tanggal laporan keuangan. Dalam peraturan ini dinyatakan bahwa dalam hal penyampaian laporan tahunan dimaksud melewati batas waktu penyampaian laporan keuangan tahunan, maka hal tersebut diperhitungkan sebagai keterlambatan penyampaian laporan keuangan tahunan.

Keterlambatan dalam penyelesaian penyajian pelaporan keuangan dapat memberikan indikasi yang positif maupun negatif mengenai informasi yang terkandung dalam laporan keuangan. Faktor-faktor tersebut tidak terbatas pada faktor finansial saja namun juga faktor non finansial.

Penelitian menunjukkan bahwa auditor sering memberikan opini going concern ketika laporan audit terlambat disampaikan (Januarti dan Fitrianasari : 2008). Prabandari dan Rustiana (2007) menemukan adanya hubungan antara ketepatan informasi dengan berita bagus (good news) atau berita buruk (bad news). Perusahaan yang mengalami kerugian akan meminta auditor untuk mengatur waktu auditnya lebih lama dibanding biasanya. Sebaliknya bila perusahaan melaporkan laba yang tinggi maka perusahaan akan mempercepat waktu auditnya sehingga good news tersebut dapat segera disampaikan kepada investor dan pihak-pihak lain yang berkepentingan (Sejati : 2007).


(38)

Audit report lag yang panjang mengindikasikan bahwa sedang terjadi sesuatu dalam perusahaan sehingga menjadi pertimbangan auditor dalam pemberian opini audit going concern. Dalam standar umum ketiga menyatakan bahwa audit harus dilaksanakan dengan penuh kecermatan dan ketelitian. Demikian juga dalam standar pekerjaan lapangan pertama dan ketiga menyatakan bahwa audit harus direncanakan dengan matang dan pengumpulan bukti-bukti yang cukup memadai. Dengan adanya standar ini, proses pengauditan membutuhkan waktu yang relatif lama, akibatnya laporan keuangan terlambat untuk dipublikasikan.

B. Tinjauan Penelitian Terdahulu

Penelitian-penelitian terdahulu yang menjadi pertimbangan auditor dalam memberikan opini audit going concern diringkas dalam tabel 2.1 sebagai berikut :

Tabel 2.1 Penelitian Terdahulu No Peneliti Judul Variabel Alat

Analisis

Hasil Penelitian

1. Sinaga

(2009) Pengaruh audit report lag, pertumbuhan perusahaan dan DER terhadap penerimaan opini going concern pada perusahaan manufaktur yang terdaftar di BEI

Independen : Audit Report Lag,

Pertumbuhan Perusahaan, DER, Dependen : Opini Going Concern

Regresi Logistik

Variabel DER berpengaruh positif dan signifikan terhadap opini going concern, sedangkan audit report lag dan pertumbuhan penjualan tidak berpengaruh terhadap opini going

concern.

2. Tamba

(2009)

Pengaruh debt default,

kualitas audit dan opini audit terhadap

penerimaan opini going concern

Independen : Debt Default, Kualitas Audit, Opini audit, Dependen : Opini going

Regresi Logistik

Variabel Debt Default dan Opini Audit berpengaruh positif dan signifikan terhadap penerimaan opini going concern sedangkan kualitas audit tidak berpengaruh signifikan


(39)

pada perusahaan manufaktur yang terdaftar di BEI

concern terhadap penerimaan opini going concern.

3. Solikah

(2007) Pengaruh kondisi keuangan perusahaan, pertumbuhan perusahaan dan opini audit tahun sebelumya terhadap opini audit going concern

Independen : Kondisi keuangan, pertumbuhan perusahaan, opini audit tahun sebelumnya Dependen : Opini audit going concern

Regresi logistik

Variabel kondisi keuangan dan opini audit tahun sebelumnya berpengaruh signifikan terhadap opini going concern. Sedangkan pertumbuhan penjualan tidak berpengaruh signifikan terhadap opini going concern.

4. Praptitorini dan Januarti

(2007)

Analisis pengaruh kualitas audit, debt default dan opinion shopping terhadap

penerimaan opini going concern

Independen : Kualitas audit, debt default, opinion shopping Dependen : opini going concern

Regresi logistik

Variabel debt default berpengaruh signifikan terhadap opini going

concern. Sedangkan kualitas audit dan opinion shopping tidak berpengaruh signifikan terhadap opini going

concern.


(40)

Kepemilikan Institusional

(X2)

Pertumbuhan perusahaan

(X1)

DebtDefault (X3)

Audit Report Lag (X4)

Opini Audit Going Concern

(Y) VI. Kerangka Konseptual dan Hipotesis Penelitian

A. Kerangka Konseptual

Hubungan antara pertumbuhan perusahaan, kepemilikan institusional, debt default dan audit report lag terhadap pemberian opini audit going concern adalah sebagai berikut :

H2

H3

H4

H5

H1

Gambar 2.2 Kerangka Konseptual

Pertumbuhan penjualan menunjukkan kemampuan perusahaan untuk dapat bertahan dalam kondisi persaingan. Pertumbuhan penjualan yang melebihi kenaikan biaya akan menyebabkan kenaikan laba perusahaan. Jumlah laba yang diperoleh secara teratur serta keuntungan yang meningkat merupakan suatu faktor yang sangat menentukan perusahaan untuk tetap survive. Setyarno, et.al. (2006) menyatakan semakin tinggi rasio pertumbuhan


(41)

penjualan, maka akan semakin kecil kemungkinan auditor memberikan opini audit going concern. Rasio pertumbuhan yang tinggi mengindikasikan semakin baik perusahaan dalam mempertahankan posisi ekonominya, yang berarti semakin mampu perusahaan menjaga kelangsungan usahanya.

Semakin besar kepemilikan institusional akan meningkatkan efisiensi pemakaian aktiva perusahaan. Dengan adanya kepemilikan institusional diharapkan akan ada monitoring keputusan manajemen, sehingga kinerja perusahaan akan meningkat (Ismiyanti, 2007). Peningkatan kinerja perusahaan akan berdampak terhadap tidak diterimanya opini going concern.

Ketika suatu perusahaan memiliki hutang dalam jumlah yang sangat besar maka akan banyak dibutuhkan aliran kas untuk memenuhi kewajiban tersebut. Hal ini dapat mengganggu kelangsungan operasi perusahaan. Apabila perusahaan tidak mampu melunasi hutang-hutangnya ini maka kreditor akan memberikan status default. Messier et. al. (2005) menyatakan bahwa indikasi kebangkrutan dapat dilihat dari situasi dimana arus kas operasi perusahaan tidak mencukupi untuk memenuhi kewajiban lancarnya yang akan mengakibatkan perusahaan mengalami arus kas negatif, gagal bayar (default) pada perjanjian hutang, dan akhirnya mengarah kepada kebangkrutan sehingga going concern perusahaan tersebut diragukan. Status default dapat meningkatkan kemungkinan auditor mengeluarkan opini goingconcern.

Audit report lag yang panjang mengindikasikan bahwa sedang terjadi sesuatu dalam perusahaan. Utami (2006) menyatakan ketika opini auditor selain unqualified maka manajemen akan berusaha melakukan konsultasi dan


(42)

negosiasi secara intensif dengan auditor sebelum opini tersebut diterbitkan sehingga memerlukan waktu yang relatif lama. Di sisi lain auditor juga melakukan konsultasi dengan partner audit yang lebih senior atau melakukan perluasan audit sehingga diperoleh bukti yang menguatkan judgement auditor untuk memberikan opini. Januarti dan Fitrianasari (2008) menyatakan auditor sering memberikan opini going concern ketika terjadi audit report lag yang panjang.

Berdasarkan hubungan masing-masing variabel independen terhadap variabel independen di atas maka dapat pula dikatakan bahwa pertumbuhan perusahaan, kepemilikan institusional, debt default, dan audit report lag berpengaruh secara bersama-sama (simultan) terhadap pemberian opini going concern.

B. Hipotesis Penelitian

Menurut Erlina (2008:49) ”hipotesis adalah proporsi yang dirumuskan dengan maksud untuk diuji secara empiris” hipotesis merupakan dugaan atau jawaban sementara terhadap masalah yang akan diuji kebenarannya melalui analisis data yang relevan dan kebenarannya akan diketahui setelah dilakukan penelitian. Dari kerangka konseptual dan tinjauan teoritis tersebut, maka peneliti mengajukan hipotesis sebagai berikut:

1. H1 : Pertumbuhan perusahaan, kepemilikan institusional, debt default dan audit report lag berpengaruh terhadap opini going concern.


(43)

2. H2 : Pertumbuhan perusahaan berpengaruh terhadap pemberian opini goingconcern.

3. H3 : Kepemilikan institusional berpengaruh terhadap pemberian opini goingconcern.

4. H4 : Debt default berpengaruh terhadap pemberian opini going concern. 5. H5 : Audit report lag berpengaruh terhadap pemberian opini going


(44)

BAB III

METODE PENELITIAN A. Desain Penelitian

Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan desain kausal untuk menganalisis hubungan antara satu variabel dengan variabel lainnya atau bagaimana suatu variabel mempengaruhi variabel lainnya (Umar, 2001 : 35). Dalam penelitian ini, hubungan tersebut bertujuan untuk melihat bagaimana pertumbuhan perusahaan, kepemilikan institusional, debt default dan audit report lag sebagai variabel independen mempengaruhi penerimaan opini audit going concern sebagai variabel dependen.

B. Populasi dan Sampel

Populasi adalah wilayah generalisasi yang terdiri atas objek atau subjek yang mempunyai kualitas dan karakteristik tertentu yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari, kemudian ditarik kesimpulannya (Sugiyono, 2006:72). Populasi dalam penelitian ini ádalah seluruh perusahaan manufaktur yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia (BEI) pada tahun 2006 hingga tahun 2009 yang berjumlah 151 perusahaan. Sektor manufaktur dipilih untuk menghindari adanya industrial effect yaitu risiko industri yang berbeda antara satu sektor industri dengan yang lain.

Sampel adalah bagian dari jumlah dan karakteristik yang dimiliki oleh populasi tersebut (Sugiyono, 2006:73). Metode pengambilan sampel


(45)

dilakukan dengan purposive sampling yaitu teknik penentuan sampel dengan pertimbangan tertentu (Sugiyono, 2006:78). Adapun kriteria sampel yang ditentukan oleh peneliti dalam pengambilan sampel adalah:

a. Perusahaan tersebut listing di BEI selama tahun 2006 hingga tahun 2009,

b. Perusahaan tersebut terdaftar di BEI sebelum 1 Januari 2006,

c. Perusahaan tersebut tidak delisting dari BEI selama tahun 2006 hingga tahun 2009,

d. Menerbitkan laporan keuangan yang telah diaudit oleh auditor independen selama tahun 2006 hingga tahun 2009,

e. Mengalami rugi bersih setelah pajak sekurang-kurangnya dua periode laporan keuangan (dua tahun) selama periode pengamatan (2006-2009).

Berdasarkan kriteria tersebut, maka jumlah perusahaan yang menjadi sampel penelitian ini sebanyak 20 perusahaan.

Tabel 3.1

Proses Seleksi Sampel Berdasarkan Kriteria

No Kriteria Jumlah Akumulasi

1. Total perusahaan manufaktur yang listing di BEI tahun 2006 hingga 2009

150

2. Perusahaan telah terdaftar setelah 1 Januari 2006 (11) 140

3. Perusahaan yang delisting tahun 2006 hingga 2009 (8) 132

4. Tidak Mengalami rugi bersih setelah pajak tahun 2006 hingga 2009

(112) 20

Total sampel Tahun 2006 hingga 2009 80


(46)

Setelah dilakukan teknik purposive sampling, maka emiten yang lolos uji ini adalah :

Tabel 3.2

Perusahaan yang Menjadi Sampel Penelitian

No. Nama Perusahaan Kode

1. Ades Waters Indonesia ADES

2. Asiaplast Industries APLI

3. Century Textile Industri CNTX

4. Ever Shine Tex ESTI

5. Hanson Internasional MYRX

6. Jakarta Kyoei Steel Works JKSW

7. Karwell Indonesia KARW

8. Kedaung Indah Can KICI

9. Mulia Industrindo MILIA

10. Multi Prima Sejahtera LPIN

11. Panasia Filamen Inti PAFI

12. Perdana Bangun Pusaka KONI

13. Polysindo Eka Perkasa POLY

14. Schering Plough Indonesia SCPI

15. Sumalindo Lestari Jaya SULI

16. Surabaya Agung Industri Pulp & Kertas SAIP

17. Surya Intrindo Makmur SIMM

18. Teijen Indonesia Fiber Corporation TFCO

19. Berlina BRNA

20. Dynaplast DYNA

Sumber :

C. Jenis, Sumber dan Metode Pengumpulan Data

Jenis data dalam penelitian ini adalah data sekunder. Data sekunder merupakan data primer yang telah diolah lebih lanjut dan disajikan baik oleh pihak pengumpul data primer maupun oleh pihak lain (Umar, 2001:69). Data yang dikumpulkan adalah kombinasi antara data time series dengan data cross section.

Data time series merupakan sekumpulan data dari suatu fenomena tertentu yang didapat dalam beberapa interval waktu tertentu misalnya dalam waktu


(47)

mingguan, bulanan atau tahunan. Sedangkan cross section merupakan sekumpulan data untuk meneliti suatu fenomena tertentu dalam satu kurun waktu (Umar 2001:70).

Penelitian ini dilakukan dengan mengunduh data dari website Bursa Efek

Indonesia

keuangan perusahaan.

D. Defenisi Operasional dan Pengukuran Variabel

Variabel dependen atau variabel terikat merupakan variabel yang dipengaruhi oleh variabel bebas (Hermawan, 2003:32). Variabel dependen dalam penelitian ini berupa opini audit going concern.

Variabel independen atau variabel bebas merupakan variabel yang mempengaruhi variabel terikat secara positif maupun negatif (Hermawan, 2003:32). Variabel independen dalam penelitian ini adalah pertumbuhan perusahaan, kepemilikan institusional, debt default, dan audit report lag.


(48)

Defenisi operasional dan pengukuran variabel disajikan dalam tabel 3.3 di bawah ini :

Tabel 3.3

Tabel Defenisi Operasional dan Pengukuran Variabel

Variabel Defenisi Variabel Indikator Variabel Skala

Dependen:

Opini Going Concern

(Y)

Opini audit going concern adalah opini audit modifikasi yang dalam

pertimbangan auditor terdapat ketidakmampuan atau ketidakpastian atas kelangsungan hidup perusahaan dalam menjalankan operasinya di masa mendatang tidak lebih dari 1 tahun setelah diterbitkannya laporan audit.

Opini audit atas laporan keuangan

Nominal Opini Going Concern = 1, Opini Non Going Concern = 0 Independen: Pertumbuhan Penjualan

(X1)

Perubahan penjualan pada laporan keuangan dari tahun ke tahun.

Penjualan bersih tahun sekarang dikurang penjualan bersih tahun lalu dibagi penjualan bersih tahun lalu dikali seratus persen

Rasio

Kepemilikan Institusional

(X2)

Kepemilikan institusional adalah persentase kepemilikan saham

perusahaan oleh institusi bisnis tertentu pada perusahaan-perusahaan

manufaktur di BEI selama periode 2006-2009

Jumlah saham yang dimiliki oleh institusi dibagi total saham dikali seratus persen

Rasio

Debt Default (X3)

Kegagalan perusahaan untuk membayar pokok utang beserta bunganya pada saat jatuh tempo

Laporan auditor independen

Nominal Status Default = 1 Status Tidak Default = 0 Audit Report

Lag (X4)

Lamanya waktu penyelesaian audit yang diukur dari tanggal penutupan tahun buku hingga tanggal

diterbitkannya laporan audit

Jumlah hari antara akhir periode akuntansi sampai dikeluarkannya laporan audit

Rasio


(49)

E. Metode Analisis Data

Data yang dikumpulkan diolah kemudian dianalisis dengan alat statistik deskriptif metode analisis statistik dengan menggunakan software statistik yaitu SPSS 17.

1. Pengujian Data

a. Uji Asumsi Klasik

Sebelum dilakukan pengujian hipotesis, maka perlu dilakukan uji asumsi klasik. Dikarenakan uji yang digunakan adalah regresi logistik, dimana uji ini mengabaikan uji normalitas dan heterokedasitas, maka uji asumsi klasik yang digunakan adalah uji multikolinearitas dan autokorelasi.

1) Uji Multikolinearitas

Tujuan melakukan uji multikolinearitas adalah untuk menguji apakah pada model regresi terdapat korelasi antarvariabel independen. Model regresi yang baik seharusnya tidak terdapat problem multiolinearitas atau tidak terdapat korelasi antarvariabel independennya. Untuk melihat ada tidaknya multikolinearitas di dalam model regresi (Ghozali : 2006) adalah sebagai berikut:

a) nilai tolerance dan lawannya b) variance inflation factor (VIF)

Kedua ukuran ini menunjukkan setiap variabel independen manakah yang dijelaskan oleh variabel independen lainnya. Tolerance mengukur variabilitas variabel independen yang terpilih yang tidak dijelaskan oleh variabel independen lainnya. Jadi tolerance yang rendah sama dengan nilai VIF yang tinggi (karena VIF = 1/ tolerance). Nilai cutoff yang umum dipakai untuk menunjukkan adanya multikolinearitas adalah nilai tolerance < 0,10 atau sama dengan nilai VIF > 10.


(50)

2) Uji autokorelasi

Uji autokorelasi bertujuan menguji apakah dalam model regresi linear ada korelasi antara kesalahan pengganggu pada periode t dengan kesalahan pengganggu pada periode t-1 (sebelumnya). Jika terjadi korelasi maka diindikasikan terdapat problem autokorelasi. Model regresi yang baik seharusnya bebas dari masalah autokorelasi. Dalam penelitian ini digunakan run test untuk menguji ada tidaknya gejalah autokorelasi, bila hasil output SPSS menunjukkan probabilitas signifikansi di bawah 0,05 disimpulkan terdapat gejalah autokorelasi pada model regresi tersebut.

b. Menguji Keseluruhan Model Fit

Statistik yang digunakan adalah berdasarkan pada fungsi Likehood. Likehood (L) dari model adalah probabilitas bahwa model yang dihipotesiskan menggambarkan data input. Menurut Ghozali (2006) hipotesis untuk menilai model fit adalah :

H0 : Model yang dihipotesiskan fit dengan data Ha : Model yang dihipotesiskan tidak fit dengan data

Dari hipotesis ini supaya model fit dengan data maka H0 harus diterima atau Ha harus ditolak. Untuk menguji hipotesis nol dan hipotesis alternatif, L ditransformasikan menjadi -2LogL. Dengan degree of freedom n – q, dimana q adalah parameter dalam model, output SPSS akan memberikan dua nilai -2LogL, yaitu satu untuk model yang hanya memasukkan konstanta dan yang kedua untuk model dengan konstanta dan variabel bebas. Dengan alpha 5%, cara menilai model fit ini adalah sebagai berikut:

1) Jika nilai -2LogL < 0,05 maka H0 ditolak dan Ha diterima, yang berarti bahwa model fit dengan data.


(51)

2) Jika nilai -2LogL > 0,05 maka H0 diterima dan Ha ditolak, yang berarti bahwa model tidak fit dengan data.

Adanya pengurangan nilai antara - 2LogL awal (initial - 2LL function) dengan nilai - 2LogL pada langkah berikutnya menunjukkan bahwa model yang dihipotesiskan fit dengan data (Ghozali, 2006). Log Likelihood pada regresi logistik mirip dengan pengertian "Sum of Square Error" pada model regresi, sehingga penurunan Log Likelihood menunjukkan model regresi yang semakin baik.

c. Menguji Kelayakan Model Regresi

Kelayakan model regresi dinilai dengan menggunakan Hosmer and Lemeshow’s Goodness of Fit Test. Hipotesis untuk menilai kelayakan model regresi adalah :

H0 : Tidak ada perbedaan antara model dengan data Ha : Ada perbedaan antara model dengan data

Jika nilai statistik Hosmer and Lemeshow Goodness of fit lebih besar dari pada 0,05 maka hipotesis nol tidak dapat ditolak dan berarti model mampu memprediksi nilai observasinya atau dapat dikatakan model dapat diterima karena sesuai dengan data observasinya (Ghozali, 2006).

2. Pengujian Hipotesis

Pengujian hipotesis dalam penelitian ini menggunakan uji F dan uji statistik regresi logistik (logistic regression). Pertama, uji F digunakan untuk mengetahui apakah semua variabel independen yang diamati secara simultan atau bersama-sama mempunyai pengaruh atau hubungan yang signifikan terhadap variabel dependen (Ghozali : 2005). Pengujian dilakukan melalui uji F atau Anova pada tingkat keyakinan 95% dan tingkat kesalahan analisis 5% dengan keputusan berdasarkan probabilitas sebagai berikut :


(52)

Jika P value < 0,05 maka Ha diterima

Kedua, regresi logistik adalah bentuk khusus analisis regresi dengan variabel dependen berskala nominal dan variabel independennya merupakan kombinasi antara metrik dan nominal. Regresi logistik ini digunakan untuk menguji apakah probabilitas terjadinya variabel dependen dapat diprediksi dengan variabel independennya. Teknik analisis ini tidak memerlukan lagi uji normalitas pada variabel independennya (Ghozali, 2006). Gujarati (2003) menyatakan bahwa regresi logistik mengabaikan heteroskedasitas, artinya variabel dependen tidak memerlukan homoskedasitas untuk masing-masing variabel independennya.

Pengujian hipotesis dapat dilihat melalui koefisien regresi. Koefisien regresi dari tiap variabel yang diuji menunjukkan bentuk hubungan antarvariabel. Pengujian hipotesis dilakukan dengan cara membandingkan antara nilai probabilitas (sig) dengan tingkat signifikansi. Jika nilai asymtotik signifikan < 0,05 berarti variabel bebas berpengaruh secara signifikan terhadap terajdinya variabel terikat. Begitu pula sebalikya, bila asymtotik signifikan > 0,05 berarti variabel bebas tidak berpengaruh secara signifikan terhadap terjadinya variabel terikat.

Model regresi variabel yang digunakan untuk menguji hipotesis sebagai berikut:

GC = a + b1SALES + b2INS + b3DEF +b4 ALAG + e Keterangan:

GC = Opini going concern (variabel dummy, 1 jika opini going concern, 0 jika opini non going concern)


(53)

SALES = Rasio pertumbuhan penjualan INS = Kepemilikan institusional

DEF = Debt default (variabel dummy, 1 jika perusahaan dalam keadaan default, dan 0 jika tidak)

ALAG = Audit Report Lag b1, b2, b3, b4 = Koefisien regresi

e = Error

F. Jadwal Penelitian

Jadwal penelitian direncanakan sebagai berikut :

Tabel 3.4

Rencana Jadwal Penelitian

Tahapan Penelitian Sept 2010 Okt 2010 Nov 2010 Des 2010 Feb 2011 Maret 2011 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 Pengajuan Proposal Bimbingan dan Perbaikan Proposal Seminar Proposal Pengumpulan dan Pengolahan Data Penulisan Skripsi Ujian Skripsi


(54)

BAB IV

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Data Penelitian

Metode analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode statistik yang menggunakan persamaan regresi logistik. Analisis data dimulai dengan mengolah data dengan menggunakan microsoft excel, selanjutnya dilakukan pengujian asumsi klasik dan pengujian regresi logistik dengan menggunakan software SPSS versi 17. Prosedur dimulai dengan memasukkan variable-variabel penelitian ke program SPSS tersebut dan menghasilkan output-output sesuai metode analisis data yang telah ditentukan. Berdasarkan kriteria yang telah ditetapkan, diperoleh 20 perusahaan yang memenuhi kriteria dan dijadikan sampel penelitian ini dan diamati selama periode 2006-2009.

B. Analisis Hasil Penelitian 1. Statistik Deskriptif

Setelah data terkumpul, seluruh sampel diseleksi berdasarkan kriteria. Diperoleh 80 sampel yang memenuhi kriteria pemilihan sampel yang telah ditentukan sebelumnya. Berikut ini ditampilkan data statistik secara umum, peneliti menggunakan fasilitas descriptive untuk variabel yang diukur dengan skala ratio dan fasilitas frecuencies untuk variabel yang diukur dengan skala nominal.


(55)

Tabel 4.1

Descriptive Statistics

N Minimum Maximum Mean Std. Deviation

SALES 80 -,99 ,80 ,0085 ,31208

INS 80 ,76 1,00 ,9675 ,06421

ALAG 80 47,00 193,00 80,3375 16,36061

Valid N (listwise) 80

Sumber : Hasil Pengolahan SPSS

Berdasarkan tabel 4.1 dapat dideskripsikan beberapa hal berikut :

a. Jumlah seluruh sampel penelitian adalah 20 perusahaan dikali empat (4) tahun penelitian sehingga total N adalah 80 perusahaan. Dengan tiga (3) variabel yang memiliki skala ratio yaitu pertumbuhan perusahaan (SALES) sebagai variabel independen yang pertama (X1), kepemilikan institusional (INS) sebagai variabel independen kedua (X2), audit report lag (ALAG) sebagai variabel independen keempat (X4).

b. Variabel independen pertama, yaitu pertumbuhan perusahaan, memiliki nilai minimum sebesar -0,99 dan nilai maksimum sebesar 0,80 dengan nilai rata-rata adalah 0,085. Hal ini menunjukkan bahwa sebagian besar perusahaan-perusahaan yang menjadi sampel mempunyai nilai pertumbuhan yang positif. Nilai standar deviasi sebesar 0,31208 menunjukkan bahwa tidak ada sampel yang memiliki nilai pertumbuhan perusahaan yang bersifat ekstrim.

c. Variabel independen kedua, yaitu kepemilikan institusional, memiliki nilai minimum 0,76 dan nilai maksimum sebesar 1,00 dengan nilai rata-rata


(56)

adalah 0,9675. Hal ini menunjukkan bahwa perusahaan-perusahaan yang menjadi sampel mempunyai nilai kepemilikan institusional yang positif. Nilai standar deviasi sebesar 0,06421 menunjukkan bahwa tidak ada sampel yang memiliki nilai kepemilikan institusional yang ekstrim.

d. Variabel independen keempat, yaitu audit report lag, memiliki nilai minimum sebesar 47,00 dan nilai maksimum sebesar 193 dengan nilai rata-rata adalah 80,3375. Hal ini menunjukkan bahwa kebanyakan perusahaan-perusahaan yang menjadi sampel memiliki audit report lag yang pendek. Nilai standar deviasi sebesar 16,36061 menunjukkan bahwa tidak ada sampel yang memiliki nilai audit report lag yang bersifat ekstrim.

Tabel 4.2

Statistics

DEF GCO

N Valid 80 80

Missing 0 0

Sumber : Hasil Pengolahan SPSS

Berdasarkan tabel 4.2 dapat dideskripsikan bahwa jumlah data yang valid (sah untuk diproses) adalah 80 buah, sedangkan data yang hilang (missing) adalah nol, artinya semua data diproses.


(57)

Tabel 4.3

DEF

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

Valid Status Tidak Default 33 41,3 41,3 41,3

Status Default 47 58,8 58,8 100,0

Total 80 100,0 100,0

Sumber : Hasil Olahan SPSS

Berdasarkan tabel 4.3 dapat dideskripsikan bahwa variabel independen ketiga (X3), yaitu debt default merupakan variabel nominal yang menggunakan variabel dummy, dimana perusahaan yang mendapat status default diberi kode “1” dan perusahaan yang tidak mendapat status default diberi kode “0”. Semua data diproses (valid). Status tidak default tercatat 33 perusahaan atau 41,25% dari total, sedangkan status default tercatat 47 perusahaan atau 58,75% dari total.

Tabel 4.4

GCO

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

Valid NGCO 33 41,3 41,3 41,3

GCO 47 58,8 58,8 100,0

Total 80 100,0 100,0

Sumber : Hasil Pengolahan SPSS

Berdasakan tabel 4.4 dapat dideskripsikan bahwa variabel dependen (Y), yaitu opini audit going concern (GCO) merupakan variabel nominal yang


(58)

menggunakan variabel dummy, dimana perusahaan yang menerima opini audit wajar dengan bahasa penjelas going concern diberi kode “1” sedangkan perusahaan yang menerima opini audit selain dengan bahasa penjelas going concern diberi kode “0”. Semua data diproses (valid). Dapat dilihat bahwa perusahaan yang menerima opini audit wajar dengan bahasa penjelas going concern (GCO) berjumlah 47 perusahaan atau 58,75% dari total, sedangkan perusahaan yang menerima opini audit selain dengan bahasa penjelas going cocern (NGCO) berjumlah 33 perusahaan atau 41,25% dari total.

2. Pengujian Data a. Uji Asumsi Klasik

1) Uji Multikolinearitas

Uji ini digunakan untuk situasi dimana adanya korelasi variabel-variabel independen antara satu dengan yang lainnya. Tujuannya adalah untuk mengetahui apakah dalam model regresi ditemukan adanya korelasi antara variabel bebas (independen). Apabila terjadi korelasi antarvariabel tersebut berarti terjadi problem multikolinearitas. Sedangkan variabel yang baik adalah variabel yang tidak memiliki problem multikolinearitas. Uji multikolinearitas dalam penelitian ini dilakukan dengan melihat besaran VIF (Variance Inflatin Factor) dan tolerance serta melihat besaran korelasi antarvariabel independen.


(59)

Tabel 4.5

Coefficient Correlationsa

Model ALAG INS SALES DEF

1 Correlations ALAG 1,000 ,046 ,159 -,116

INS ,046 1,000 ,049 -,312

SALES ,159 ,049 1,000 ,148

DEF -,116 -,312 ,148 1,000

Covariances ALAG 4,289E-6 5,201E-5 3,603E-5 -1,730E-5

INS 5,201E-5 ,298 ,003 -,012

SALES 3,603E-5 ,003 ,012 ,001

DEF -1,730E-5 -,012 ,001 ,005

a. Dependent Variable: GCO

Sumber : Hasil Pengolahan SPSS

Deteksi adanya multikolinearitas :

a) Multikolinearitas dapat dilihat dari koefisien korelasi antarvariabel independen haruslah lemah dan tidak cukup tinggi (di bawah 95 %), maka antarvariabel tersebut tidak terjadi multikolinearitas. Tidak adanya korelasi yang tinggi bukan berarti bebas dari gejalah multikolinearitas. Multikolinearitas dapat disebabkan oleh adanya efek kombinasi dua atau lebih variabel independen (Ghozali, 2006).

Analisis :

Berdasarkan tabel 4.5 tampak bahwa antarvariabel independen tersebut tidak ada korelasi yang besar. Tabel tersebut menunjukkan bahwa korelasi di bawah 0,95 atau 95%. Jadi dapat disimpulkan bahwa antarvariabel tersebut tidak terjadi multikolinearitas.

b) Multikolinearitas dapat dilihat dari : i) Nilai VIF > 10


(60)

ii) Nilai Tolerance < 0,10

Kedua ukuran ini menunjukkan setiap variabel independen manakah yang dijelaskan variabel independen lainnya. Dalam pengertian sederhana setiap variabel independen menjadi variabel dependen dan diregres terhadap variabel independen lainnya. Tolerance mengukur variabilitas variabel independen yang terpilih yang dijelaskan oleh variabel independen lainnya. Jadi nilai tolerance yang rendah sama dengan nilai VIF yang tinggi (Ghozali, 2006)

Tabel 4.6 Coefficients

Model

Collinearity Statistics

Tolerance VIF

1 (Constant)

SALES ,937 1,067

INS ,893 1,120

DEF ,859 1,164

ALAG ,955 1,047

Sumber : Hasil Pengolahan SPSS

Analisis :

Berdasarkan tabel 4.6 dapat dilihat bahwa nilai tolerance dari kelima variabel lebih besar dari 0,10, begitu juga dengan nilai VIFnya lebih kecil dari 10. Nilai ini menunjukkan tidak adanya korelasi antarvariabel independen.

2) Uji Autokorelasi

Uji autokorelasi bertujuan untuk menguji apakah dalam model regresi ada korelasi pengganggu pada periode t dengan kesalahan pengganggu pada periode t-1 (sebelumnya). Jika terjadi korelasi maka terjadi problem autokorelasi.

Autokorelasi muncul karena observasi yang berurutan sepanjang waktu berkaitan satu sama lainnya. Masalah ini muncul karena residual


(61)

(kesalahan pengganggu) tidak bebas dari satu observasi ke observasi lainnya. Hal ini sering ditemukan pada data runtut waktu (time series) karena gangguan pada seorang individual/kelompok cenderung mempengaruhi gangguan pada individu/kelompok yang sama pada periode berikutnya. Pada data cross section masalah autokorelasi relatif jarang terjadi karena gangguan pada observasi yang berbeda berasal dari indiidu/kelompok yang berbeda. Maka regresi logistik yang baik adalah regresi yang bebas dari autokorelasi (Ghozali : 2006)

Uji yang digunakan untuk melihat autokorelasi dalam penelitian ini adalah dengan menggunakan run test. Run test dapat digunakan untuk menguji apakah antarresidual adalah acak atau random. Run test digunakan untuk melihat apakah data residual terjadi secara random atau tidak. Hipotesis yang akan diuji adalah :

H0 : residual (res_1) random (acak) H1 : residual (res_1) tidak random

Tabel 4.7

Runs Test

Unstandardized Residual

Test Valuea ,00810

Cases < Test Value 40

Cases >= Test Value 40

Total Cases 80

Number of Runs 38

Z -,675

Asymp. Sig. (2-tailed) ,500

a. Median

Sumber : Hasil Pengolahan SPSS

Tabel 4.7 menunjukkan nilai test sebesar 0,0081 dengan Sig/Asymptotic dua sisi adalah 0,5 atau probabilitas di atas 0,05, maka H0 diterima atau dapat


(62)

disimpulkan bahwa residual random (acak) atau tidak terjadi autokorelasi antarresidual.

b. Menilai Keseluruhan Model Fit

Uji ini dilakukan untuk menilai model yang telah dihipotesiskan telah fit atau tidak dengan data. Adapun hipotesis yang digunakan untuk menilai model fit ini adalah sebagai berikut :

H0 : model ysng dihipotesiskan fit dengan data H1 : model yang dihipotesiskan tidak fit dengan data

Hipotesis tersebut dengan jelas menunjukkan bahwa hipotesis yang diinginkan adalah hipotesis nol karena hipotesis tersebut menyatakan bahwa model fit dengan data. Statistik yang digunakan adalah berdasarkan pada fungsi Likelihood (L). Likelihood dari model adalah probabilitas bahwa model yang dihipotesiskan menggambarkan model input. Untuk menguji hipotesis nol dan alternatif, L ditransformasikan menjadi -2LogL. Statistik -2LogL kadang-kadang disebut Likelihood rasio X2 statistik.

Pengujian dilakukan dengan membandingkan nilai antara -2Log Likelihood pada awal (block number = 0) dengan nilai -2Log Likelihood pada akhir (block number = 1). Nilai -2 Log Likelihood awal pada block number = 0, ditunjukkan melalui tabel berikut :


(1)

120 INDR PT. Indorama Syntetic Tbk 121 KARW PT. Karwell Indonesia Tbk 122 MYRX PT. Hanson International Tbk 123 MYTX PT. APAC Citra Centertex Tbk 124 PBRX PT. Pan Brother Tex Tbk 125 RICY PT. Ricky Putra Globalindo Tbk 126 SIMM PT. Surya Intrindo Makmur Tbk 127 SRSN PT. Indo Acidatama Tbk

128 DPNS PT. Duta Pertiwi Nusantara Tbk 129 EKAD PT. Ekadharma International Tbk 130 INCI PT. Intanwijaya International Tbk 131 KKGI PT. Resource Alam Indonesia Tbk 132 ADMG PT. Polychem Indonesia Tbk 133 ASII PT. Astra International Tbk 134 AUTO PT. Astra Otoparts Tbk 135 BRAM PT. Indo Kordsa Tbk

136 GDYR PT. Goodyear Indonesia Tbk 137 GJTL PT. Gajah Tunggal Tbk 138 HEXA PT. Hexindo Adiperkasa Tbk

139 IMAS PT. Indomobil Sukses International Tbk 140 INDS PT. Indospring Tbk

141 INTA PT. Intraco Penta Tbk

142 LPIN PT. Multi Prima Sejahtera Tbk 143 MASA PT. MultiStrada Arah Sarana Tbk 144 NIPS PT. Nipress Tbk

145 PRAS PT. Prima Alloy Steel Tbk 146 SMSM PT. Selamat Sempurna Tbk 147 SQMI PT. Allbond Makmur Usaha Tbk 148 SUGI PT. Sugi Samapersada Tbk 149 TURI PT. Tunas Ridean Tbk 150 UNTR PT. United Tractors Tbk 151 IKBI PT. Sumi Indo Kabel Tbk


(2)

Nilai Pertumbuhan Perusahaan untuk 20 Sampel Perusahaan Tahun 2006-2009

No. Nama Perusahaan

Tahun

2006 2007 2008 2009 1 PT. Ades Waters Indonesia Tbk -6,05 -2,587 -1,52 3,77 2 PT. Asiaplast Industries Tbk -39,04 19,52 55,86 -5,4 3 PT. Century Textile Industry tbk 5,24 -17,13 37,83 -29,43 4 PT. Ever Shine Textile Industry Tbk -0,22 6,17 12,13 -5,15

5 PT. Hanson International Tbk -1,23 -26,45 0 0

6 PT. Jakarta Kyoei Steel Works Tbk 14,22 4,31 44,76 7,76 7 PT. Karwell Indonesia Tbk -62,07 24,5 -18,33 -74,59 8 PT. Kedaung Indah Can Tbk -19,38 -14,68 45,47 -10,92 9 PT. Mulia Industrindo Tbk -9,34 12,63 20,56 -5,43 10 PT. Multi Prima Sejahtera Tbk -32,52 68,13 20,53 -1,95 11 PT. Panasia Filamen Inti Tbk -3,98 -0,95 -15,63 -24,63 12 PT. Perdana Bangun Pusaka Tbk -5,17 -0,08 -5,52 2,15 13 PT. Polysindo Eka Perkasa Tbk 4,2 18,89 1,304 -6,12 14 PT. Schering Plough Indonesia Tbk -6,75 37,64 19,75 39,64 15 PT. Sumalindo Lestari Jaya Tbk -15,08 52,54 2,15 -39,64 16 PT. Surabaya Agung Industry Pulp Tbk 6,21 53,46 -2,98 -30,69 17 PT. Surya Intrindo Makmur Tbk 80,63 -3,99 -65,4 -90,76

18 PT. Tifico Tbk 4,88 7,08 -1,54 -18,16

19 PT. Berlina Tbk 9,5 22,59 27,66 11,91


(3)

Nilai Kepemilikan Institusional untuk 20 Sampel Perusahaan Tahun 2006-2009

No. Nama Perusahaan

Tahun

2006 2007 2008 2009

1 PT. Ades Waters Indonesia Tbk 1 1 1 1

2 PT. Asiaplast Industries Tbk 0,84 0,84 0,84 0,84

3 PT. Century Textile Industry tbk 1 1 1 1

4 PT. Ever Shine Textile Industry Tbk 1 1 1 1 5 PT. Hanson International Tbk 0,94 0,93 0,95 0,8 6 PT. Jakarta Kyoei Steel Works Tbk 0,98 0,98 1 0,98

7 PT. Karwell Indonesia Tbk 1 1 1 1

8 PT. Kedaung Indah Can Tbk 0,95 0,95 0,95 0,95

9 PT. Mulia Industrindo Tbk 1 1 1 0,99

10 PT. Multi Prima Sejahtera Tbk 1 1 1 1

11 PT. Panasia Filamen Inti Tbk 1 1 1 1

12 PT. Perdana Bangun Pusaka Tbk 0,94 0,94 0,94 0,94

13 PT. Polysindo Eka Perkasa Tbk 1 1 1 1

14 PT. Schering Plough Indonesia Tbk 1 1 1 1

15 PT. Sumalindo Lestari Jaya Tbk 1 1 1 1

16 PT. Surabaya Agung Industry Pulp Tbk 1 1 1 1 17 PT. Surya Intrindo Makmur Tbk 0,98 0,98 0,98 0,98

18 PT. Tifico Tbk 1 1 1 1

19 PT. Berlina Tbk 0,76 0,766 0,766 0,766


(4)

Nilai Debt Default untuk 20 Sampel Perusahaan Tahun 2006-2009

No. Nama Perusahaan

Tahun

2006 2007 2008 2009

1 PT. Ades Waters Indonesia Tbk 1 0 1 0

2 PT. Asiaplast Industries Tbk 0 0 0 0

3 PT. Century Textile Industry tbk 0 0 0 0

4 PT. Ever Shine Textile Industry Tbk 0 0 0 0

5 PT. Hanson International Tbk 1 0 1 1

6 PT. Jakarta Kyoei Steel Works Tbk 1 1 1 1

7 PT. Karwell Indonesia Tbk 1 1 1 1

8 PT. Kedaung Indah Can Tbk 0 0 0 0

9 PT. Mulia Industrindo Tbk 1 1 1 1

10 PT. Multi Prima Sejahtera Tbk 1 1 1 1

11 PT. Panasia Filamen Inti Tbk 0 0 0 1

12 PT. Perdana Bangun Pusaka Tbk 0 0 0 0

13 PT. Polysindo Eka Perkasa Tbk 1 1 1 1

14 PT. Schering Plough Indonesia Tbk 0 0 0 0

15 PT. Sumalindo Lestari Jaya Tbk 1 0 1 1

16 PT. Surabaya Agung Industry Pulp Tbk 1 1 1 1

17 PT. Surya Intrindo Makmur Tbk 1 1 1 0

18 PT. Tifico Tbk 1 1 1 1

19 PT. Berlina Tbk 0 0 0 0

20 PT. Dynaplast Tbk 0 0 0 0

Keterangan :

1 : status default 0 : status tidak default


(5)

Nilai Audit Report Lag untuk 20 Sampel Perusahaan Tahun 2006-2009

No. Nama Perusahaan

Tahun

2006 2007 2008 2009 1 PT. Ades Waters Indonesia Tbk 94 86 84 84

2 PT. Asiaplast Industries Tbk 84 78 84 77

3 PT. Century Textile Industry tbk 89 86 86 96 4 PT. Ever Shine Textile Industry Tbk 73 72 77 76 5 PT. Hanson International Tbk 106 193 90 88 6 PT. Jakarta Kyoei Steel Works Tbk 80 74 85 90

7 PT. Karwell Indonesia Tbk 87 78 89 84

8 PT. Kedaung Indah Can Tbk 61 75 62 62

9 PT. Mulia Industrindo Tbk 87 77 75 74

10 PT. Multi Prima Sejahtera Tbk 88 60 89 89

11 PT. Panasia Filamen Inti Tbk 88 89 89 83

12 PT. Perdana Bangun Pusaka Tbk 85 89 89 77 13 PT. Polysindo Eka Perkasa Tbk 81 84 79 74 14 PT. Schering Plough Indonesia Tbk 68 59 59 90 15 PT. Sumalindo Lestari Jaya Tbk 82 77 47 69 16 PT. Surabaya Agung Industry Pulp Tbk 86 77 69 71 17 PT. Surya Intrindo Makmur Tbk 74 60 79 78

18 PT. Tifico Tbk 74 65 82 76

19 PT. Berlina Tbk 61 90 71 67


(6)

Nilai Opini Audit untuk 20 Sampel Perusahaan Tahun 2006-2009

No. Nama Perusahaan

Tahun

2006 2007 2008 2009

1 PT. Ades Waters Indonesia Tbk 1 0 0 0

2 PT. Asiaplast Industries Tbk 0 0 0 0

3 PT. Century Textile Industry tbk 0 0 0 0

4 PT. Ever Shine Textile Industry Tbk 0 0 0 0

5 PT. Hanson International Tbk 1 1 1 1

6 PT. Jakarta Kyoei Steel Works Tbk 1 1 1 1

7 PT. Karwell Indonesia Tbk 1 1 1 1

8 PT. Kedaung Indah Can Tbk 1 0 0 0

9 PT. Mulia Industrindo Tbk 1 1 1 1

10 PT. Multi Prima Sejahtera Tbk 1 1 1 1

11 PT. Panasia Filamen Inti Tbk 0 1 1 1

12 PT. Perdana Bangun Pusaka Tbk 1 1 1 1

13 PT. Polysindo Eka Perkasa Tbk 1 1 1 1

14 PT. Schering Plough Indonesia Tbk 0 0 0 0

15 PT. Sumalindo Lestari Jaya Tbk 0 0 1 1

16 PT. Surabaya Agung Industry Pulp Tbk 1 1 1 1

17 PT. Surya Intrindo Makmur Tbk 1 1 1 1

18 PT. Tifico Tbk 1 1 1 1

19 PT. Berlina Tbk 0 0 0 0

20 PT. Dynaplast Tbk 0 0 0 0

Keterangan :

1 : opini audit going concern (GCO) 0 : opini audit non going concern (NGCO)


Dokumen yang terkait

Pengaruh Debt.Default, Opini Audit tahun sebelumnya, keberadaan komite audit dan kepemilikan manajerial terhadap kemungkinan penerimaan opini going concern

0 7 95

Pengaruh model prediksi kebangkrutan, pertumbuhan perusahaan dan debt default terhadap penerimaan opini audit going concern: studi empiris pada perusahaan manufaktur yang terdaftar di bursa efek Indonesia Tahun 2008 - 2012

0 17 102

Analisis Pengaruh Debt Default, Kualitas Audit, dan Opini audit Terhadap Penerimaan Opini Going Concern Pada Perusahaan Manufaktur Yang Terdaftar di BEI

1 7 80

ANALISIS PENGARUH KUALITAS AUDIT, DEBT DEFAULT, PERTUMBUHAN PERUSAHAAN TERHADAP PEMBERIAN OPINI GOING CONCERN.

0 0 6

Analisis Pengaruh Debt Default, Kualitas Audit, dan Opini audit Terhadap Penerimaan Opini Going Concern Pada Perusahaan Manufaktur Yang Terdaftar di BEI

0 0 11

Analisis Pengaruh Debt Default, Kualitas Audit, dan Opini audit Terhadap Penerimaan Opini Going Concern Pada Perusahaan Manufaktur Yang Terdaftar di BEI

0 0 2

Analisis Pengaruh Debt Default, Kualitas Audit, dan Opini audit Terhadap Penerimaan Opini Going Concern Pada Perusahaan Manufaktur Yang Terdaftar di BEI

0 1 7

Analisis Pengaruh Debt Default, Kualitas Audit, dan Opini audit Terhadap Penerimaan Opini Going Concern Pada Perusahaan Manufaktur Yang Terdaftar di BEI

0 0 17

Analisis Pengaruh Debt Default, Kualitas Audit, dan Opini audit Terhadap Penerimaan Opini Going Concern Pada Perusahaan Manufaktur Yang Terdaftar di BEI

0 1 2

Analisis Pengaruh Debt Default, Kualitas Audit, dan Opini audit Terhadap Penerimaan Opini Going Concern Pada Perusahaan Manufaktur Yang Terdaftar di BEI

0 0 7