Perubahan gaya hidup mahasiswa semasa periode ujian disebabkan oleh stres dan perubahan gaya hidup ini juga boleh menyebabkan stres. Antaranya adalah
kekurangan tidur, kurangnya bersenam, pola makan yang berubah, rasa takut menghadapi ujian dan sebagainya. Selain itu, rasa takut dan anxietas semasa ujian
juga bisa menyebabkan stres pada mahasiswa. Stres ini memicu respons fight or flight pada tubuh. Ini akan menyebabkan sistem simpatik bekerja. Aktivasi sistem simpatik
akan menyebabkan vasokonstriksi supaya darah dipam lebih banyak dalam masa sesaat, di mana curah jantungnya meningkat langsung meningkatkan tekanan darah.
Maka, perlu diteliti lebih lanjut hubungan stres ujian dengan perubahan tekanan darah pada mahasiswa kedokteran.
1.2. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas, maka diperlukan suatu penelitian evaluatif terhadap perubahan tekanan darah sebelum ujian dan semasa ujian untuk menjawab
pertanyaan penelitian: “Apakah ada hubungan antara stres ujian dengan perubahan tekanan darah di kalangan mahasiswa Fakultas Kedokteran USU angkatan 2008?”
1.3. Tujuan Penelitian
1.3.1. Tujuan Umum
Tujuan umum dari penelitian ini adalah untuk menilai hubungan stres ujian dengan perubahan tekanan darah di kalangan mahasiswa FK USU angkatan 2008.
1.3.2. Tujuan Khusus
Tujuan khusus dari penelitian ini adalah : 1.
Untuk mengetahui tekanan darah sebelum ujian. 2.
Untuk mengetahui tekanan darah semasa ujian. 3.
Untuk mengetahui tingkat stres semasa ujian.
Universitas Sumatera Utara
4. Untuk mengetahui perubahan tekanan darah sebelum dan semasa ujian.
1.4. Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat sebagai:
Hasil penelitian ini diharapkan dapat menambah ilmu pengetahuan para pembaca terutama mengenai hubungan antara stres ujian dengan perubahan tekanan darah pada
mahasiswa kedokteran. Manfaat teoritis
a. Bagi Peneliti Manfaat praktis
Bagi peneliti, penelitian ini merupakan kegiatan yang dapat menambah pengetahuan dan pengalaman.
b. Bagi bidang akademik Diharapkan dapat digunakan sebagai referensi bagi dunia pendidikan tentang efek
stres ujian terhadap perubahan tekanan darah. c. Bagi masyarakat ilmiah
Sebagai bahan masukan dan juga sebagai referensi awal mengenai efek stres ujian di masa akan datang.
Universitas Sumatera Utara
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Stres
2.1.1. Definisi
Stres adalah suatu reaksi tubuh yang dipaksa, di mana ia boleh menganggu equilibrium homeostasis fisiologi normal Julie K., 2005.
Stres adalah reaksirespons tubuh terhadap stresor psikososial tekanan mentalbeban kehidupan. Stres dewasa ini digunakan secara bergantian untuk
menjelaskan berbagai stimulus dengan intensitas berlebihan yang tidak disukai berupa respons fisiologis, perilaku, dan subjektif terhadap stres; konteks yang
menjembatani pertemuan antara individu dengan stimulus yang membuat stres; semua sebagai suatu sistem WHO, 2003.
Menurut Morgan dan King, “…as an internal state which can be caused by physical demands on the body disease conditions, exercise, extremes of temperature,
and the like or by environmental and social situations which are evaluated as potentially harmful, uncontrollable, or exceeding our resources for coping” Morgan
King, 1986. Jadi stres adalah suatu keadaan yang bersifat internal, yang bisa disebabkan oleh tuntutan fisik badan, atau lingkungan, dan situasi sosial, yang
berpotensi merusak dan tidak terkontrol AAT Sriati, 2007.
2.1.2. Kajian mengenai stres
Konsep milieu interieur lingkungan internal tubuh, yang pertama kali diajukan oleh Fisiologis Perancis, Claude Bernard. Dalam konsep ini, ia
menggambarkan prinsip-prinsip keseimbangan dinamis. Dalam keseimbangan dinamis, kekonstanan, kondisi mapan situasi di lingkungan badan internal, sangat
penting untuk bertahan hidup. Oleh karena itu, perubahan dalam lingkungan eksternal
Universitas Sumatera Utara
atau kekuatan eksternal yang mengubah keseimbangan internal harus bereaksi dan mengkompensasi supaya organisme dapat bertahan hidup. Contoh kekuatan eksternal
adalah seperti suhu, konsentrasi oksigen di udara, pengeluaran energi, dan keberadaan predator. Selain itu, penyakit juga stres yang mengancam keseimbangan lingkungan
internal tubuh Nasution I. K., 2007. Ahli saraf Walter Cannon menciptakan istilah homeostasis untuk lebih
menentukan keseimbangan dinamis yang telah dijelaskan Bernard. Dia juga adalah yang pertama untuk memperkenalkan bahwa stresors dapat berupa emosional
maupun fisik. Melalui eksperimen, dia menunjukkan respons fight or flight yang timbul pada manusia dan binatang ketika terancam. Selanjutnya, Cannon juga
mengatakan bahawa reaksi ini juga disebabkan oleh pelepasan neurotransmitters neurotransmiter adalah bahan kimia dalam tubuh yang membawa pesan ke dan dari
saraf dari kelenjar adrenal, medula. Medula adrenal mengeluarkan dua jenis neurotransmiter, yaitu epinefrin atau disebut sebagai adrenalin dan norepinefrin
noradrenalin, dalam respon terhadap stres. Pelepasan neurotransmiter menyebabkan efek fisiologis terlihat pada respon fight or flight, misalnya, denyut jantung yang
cepat, peningkatan kewaspadaan, dan lain-lain. Nasution I. K., 2007 Seterusnya, Hans Selye, seorang ilmuwan awal yang mempelajari stres,
melanjut pengamatan Cannon. Beliau mengatakan bahawa selain daripada respons tubuh, semasa stres kelenjar pituitary juga memainkan peranan. Dia menggambarkan
kontrol oleh kelenjar sekresi hormon misalnya, kortisol yang penting dalam respon fisiologis terhadap stres dengan bagian lain dari kelenjar adrenal yang dikenal sebagai
korteks. Selain itu, Selye sebenarnya memperkenalkan istilah tegangan dari fisika dan rekayasa dan didefinisikan sebagai respons bersama yang terjadi di setiap bagian
tubuh, fisik atau psikologis. Nasution I. K., 2007 Dalam eksperimennya, Selye menginduksi stres pada tikus dalam berbagai
cara. Pada tikus yang terkena tegangan konstan, berlakunya pembesaran kelenjar adrenal, ulkus gastrointestinal dan atrofi sistem imun. Beliau menerangkan ini sebagai
suatu proses adaptasi umum penyesuaian atau sindrom stres. Ia menemukan bahwa
Universitas Sumatera Utara
proses ini adaptif, penyesuaian yang sesuai dan normal untuk organisme dalam menangkal stres. Proses adaptif yang berlebihan, dapat merusak tubuh. Overstres,
bisa berbahaya. Nasution I. K., 2007
2.1.3. Jenis-jenis stres
Quick dan Quick 1984 dan Hans Selye dalam Girdano 2005 mengatakan bahwa terdapat dua jenis stres, yaitu eustres dan distres.
Eustres, yaitu hasil dari respon terhadap stres yang bersifat sehat, positif, dan konstruktif bersifat membangun. Hal tersebut termasuk kesejahteraan individu dan
juga organisasi yang diasosiasikan dengan pertumbuhan, fleksibilitas, kemampuan adaptasi, dan tingkat performance yang tinggi. Ini adalah semua bentuk stres yang
mendorong tubuh untuk beradaptasi dan meningkatkan kemampuan untuk beradaptasi. Ketika tubuh mampu menggunakan stres yang dialami untuk membantu
melewati sebuah hambatan dan meningkatkan performa, stres tersebut bersifat positif, sehat, dan menantang Walker.J, 2002.
Di sisi lain, distres, yaitu hasil dari respon terhadap stres yang bersifat tidak sehat, negatif, dan destruktif bersifat merusak. Hal tersebut termasuk konsekuensi
individu terhadap penyakit sistemik dan tingkat ketidakhadiran absenteeism yang tinggi, yang diasosiasikan dengan keadaan sakit, penurunan, dan kematian. Distres
adalah semua bentuk stres yang melebihi kemampuan untuk mengatasinya, membebani tubuh, dan menyebabkan masalah fisik atau psikologis. Ketika seseorang
mengalami distres, orang tersebut akan cenderung bereaksi secara berlebihan, bingung, dan tidak dapat berperforma secara maksimal Walker.J, 2002.
2.1.4. Sumber stres
Sumber stres atau penyebab stres dikenali sebagai stresor. Antara penyebabnya adalah, fisik, psikologis, dan sosial. Stresor fisik berasal dari luar diri
individu, seperti suara, polusi, radiasi, suhu udara, makanan, zat kimia, trauma, dan latihan fisik yang terpaksa. Pada stresor psikologis tekanan dari dalam diri individu
Universitas Sumatera Utara
biasanya yang bersifat negatif seperti frustasi, kecemasan anxiety, rasa bersalah, kuatir berlebihan, marah, benci, sedih, cemburu, rasa kasihan pada diri sendiri, serta
rasa rendah diri, sedangkan stresor sosial yaitu tekanan dari luar disebabkan oleh interaksi individu dengan lingkungannya. Banyak stresor sosial yang bersifat
traumatic yang tak dapat dihindari, seperti kehilangan orang yang dicintai, kehilangan pekerjaan, pension, perceraian, masalah keuangan, pindah rumah dan lain-lain.
Nasution I. K., 2007.
2.1.5. Mekanisme stres
Empat variabel psikologik yang mempengaruhi mekanisme respons stres: 1 Kontrol: keyakinan bahwa seseorang memiliki kontrol terhadap stresor yang
mengurangi intensitas respons stres. 2 Prediktabilitas: stresor yang dapat diprediksi menimbulkan respons stres yang
tidak begitu berat dibandingkan stresor yang tidak dapat diprediksi. 3 Persepsi: pandangan individu tentang dunia dan persepsi stresor saat ini dapat
meningkatkan atau menurunkan intensitas respons stres. 4 Respons koping: ketersediaan dan efektivitas mekanisme mengikat ansietas dapat
menambah atau mengurangi respons stres.
Universitas Sumatera Utara
Gambar 2.1 Alur mekanisme respons tubuh terhadap stres
Secara fisiologi, situasi stres mengaktivasi hipotalamus yang selanjutnya mengendalikan dua sistem neuroendokrin, yaitu sistem simpatis dan sistem korteks
adrenal. Sistem saraf simpatik berespons terhadap impuls saraf dari hipotalamus yaitu dengan mengaktivasi berbagai organ dan otot polos yang berada di bawah
pengendaliannya, sebagai contohnya, ia meningkatkan kecepatan denyut jantung dan mendilatasi pupil. Sistem saraf simpatis juga memberi sinyal ke medula adrenal untuk
melepaskan epinefrin dan norepinefrin ke aliran darah. Sistem korteks adrenal diaktivasi jika hipotalamus mensekresikan CRF, suatu zat kimia yang bekerja pada
kelenjar hipofisis yang terletak tepat di bawah hipotalamus. Kelenjar hipofisis selanjutnya mensekresikan hormon ACTH, yang dibawa melalui aliran darah ke
korteks adrenal. Dimana, ia menstimulasi pelepasan sekelompok hormon, termasuk kortisol, yang meregulasi kadar gula darah. ACTH juga memberi sinyal ke kelenjar
endokrin lain untuk melepaskan sekitar 30 hormon. Efek kombinasi berbagai hormon stres yang dibawa melalui aliran darah ditambah aktivitas neural cabang simpatik dari
sistem saraf otonomik berperan dalam respons fight or flight Nasution I. K., 2007.
2.1.6. Gejala stres
Berikut ini adalah gejala-gejala psikologis stres : kecemasan, ketegangan, kebingungan dan mudah tersinggung, perasaan frustrasi, rasa marah, dan dendam
kebencian, sensitif dan hyperreactivity, memendam perasaan, penarikan diri depresi, komunikasi yang tidak efektif, perasaan terkucil dan terasing, kebosanan dan
ketidakpuasan kerja, kelelahan mental, penurunan fungsi intelektual, dan kehilangan konsentrasi, kehilangan spontanitas dan kreativitas serta menurunnya rasa percaya
diri. Gejala-gejala fisiologis yang utama dari stres adalah : meningkatnya denyut
jantung, tekanan darah, dan kecenderungan mengalami penyakit kardiovaskular, meningkatnya sekresi dari hormon stres contoh: adrenalin dan noradrenalin,
Universitas Sumatera Utara
gangguan gastrointestinal misalnya gangguan lambung, meningkatnya frekuensi dari luka fisik dan kecelakaan, kelelahan secara fisik dan kemungkinan mengalami
sindrom kelelahan yang kronis chronic fatigue syndrome, gangguan pernapasan, termasuk gangguan dari kondisi yang ada, gangguan pada kulit, sakit kepala, sakit
pada punggung bagian bawah, ketegangan otot, gangguan tidur, rusaknya fungsi imun tubuh, termasuk risiko tinggi kemungkinan terkena kanker.
Gejala-gejala perilaku dari stres adalah: menunda, menghindari pekerjaan, dan absen dari pekerjaan, menurunnya prestasi performance dan produktivitas,
meningkatnya penggunaan minuman keras dan obat-obatan, perilaku sabotaj dalam pekerjaan, perilaku makan yang tidak normal kebanyakan, mengarah ke obesitas,
perilaku makan yang tidak normal kekurangan sebagai bentuk penarikan diri dan kehilangan berat badan secara tiba-tiba, kemungkinan berkombinasi dengan tanda-
tanda depresi, meningkatnya kecenderungan berperilaku beresiko tinggi, seperti menyetir dengan tidak hati-hati dan berjudi, meningkatnya agresivitas, vandalisme,
dan kriminalitas, menurunnya kualitas hubungan interpersonal dengan keluarga dan teman serta kecenderungan untuk melakukan bunuh diri.
Pengalaman stres sangat individual. Stres yang luar biasa untuk satu orang tidak semestinya dianggap sebagai stres oleh yang lain. Demikian pula, gejala dan
tanda-tanda stres akan berbeda pada setiap individu AAT Sriati, 2007.
2.1.7. Penentuan tahap stres
Tingkat stres adalah hasil penilaian terhadap berat ringannya stres yang dialami seseorang. Tingkatan stres ini bisa diukur dengan banyak skala. Antaranya
adalah dengan menggunakan Depression Anxiety Stres Scale 42 DASS 42 atau lebih diringkaskan sebagai Depression Anxiety Stres Scale 21 DASS 21 oleh Lovibond
Lovibond 1995. Psychometric Properties of The Depression Anxiety Stres Scale 42 DASS terdiri dari 42 item dan Depression Anxiety Stres Scale 21 terdiri dari 21 item.
DASS adalah seperangkat skala subjektif yang dibentuk untuk mengukur status emosional negatif dari depresi, kecemasan dan stres. DASS 42 dibentuk tidak hanya
Universitas Sumatera Utara
untuk mengukur secara konvensional mengenai status emosional, tetapi untuk proses yang lebih lanjut untuk pemahaman, pengertian, dan pengukuran yang berlaku di
manapun dari status emosional, secara signifikan biasanya digambarkan sebagai stres. DASS dapat digunakan baik itu oleh kelompok atau individu untuk tujuan penelitian
Lovibond Lovibond, 1995. Tingkatan stres pada instrumen ini berupa normal, ringan, sedang, berat,
sangat berat. Psychometric Properties of The Depression Anxiety Stres Scale 42 DASS terdiri dari 42 item, mencakup 3 subvariabel, yaitu fisik, emosipsikologis,
dan perilaku. Jumlah skor dari pernyataan item tersebut, memiliki makna 0-29 normal; 30-59 ringan; 60-89 sedang; 90-119 berat; 120 Sangat berat
Lovibond Lovibond, 1995. Selain itu, ada juga skala-skala lain yang bisa digunakan seperti Perceived
Stres ScalePSS atau Profile Mood StatesPOMS. Alat-alat ini digunakan sebagai instrument untuk mendeteksi stres dan tahap stres dan bukannya sebagai alat untuk
mendiagnosa Cohen, 1983.
2.1.8. Stres pada mahasiswa
Fenomena stres di kalangan pelajar universitas merupakan satu topik yang sering menjadi bahan kajian kebanyakan pengkaji. Terdapat banyak faktor yang boleh
menyebabkan seseorang pelajar mengalami stres seperti lingkungan, akademik, persaingan kerjaya, hubungan interpersonal dan cara pemikiran pelajar juga boleh
menyumbang stres kepada pelajar. Justeru, stres masih tidak boleh dipisahkan dengan kehidupan pelajar dalam kesibukan mereka menuntut ilmu dan memperolehi pelbagai
kemahiran di universitas. Perbedaan stres di kalangan pelajar juga adalah berbeza. Terdapat pelajar yang berupaya berhadapan dengan stres tanpa mengalami apa-apa
kesan fizikal, mental atau emosi yang negatif serta boleh memotivasikan diri. Terdapat juga pelajar yang tidak berupaya menguruskan stres apabila berada
dalam pengajian di universiti. Stres yang melebihi pada tahap tertentu sekiranya tidak dikawal akan mewujudkan pelbagai masalah kepada setiap individu. Kebiasaannya,
Universitas Sumatera Utara
stres akan dialami dalam pelbagai keadaan seperti rasa kesunyian, kurang tidur, keresahan, kebimbangan yang tinggi serta simptom-simptom fisiologi yang
ditunjukkan kesan daripada sesuatu peristiwa yang dialami Wright, 1967. Oleh yang demikian, stres boleh menyebabkan kehidupan dan pergaulan seharian seseorang
pelajar terjejas sehingga memberi dampak negatif terhadap tahap kesihatan, personaliti, interaksi sosial dan pencapaian akademik mereka. Menurut Campbell dan
Svenson 1992, apabila stres dilihat dari aspek negatif atau tekanan yang terlalu tinggi, ia boleh mendatangkan kesan negatif terhadap kesihatan dan pencapaian
akademik seseorang pelajar Mastura, 2007. Stres yang bersifat konstan dan terus menerus mempengaruhi kerja kelenjar
adrenal dan tiroid dalam memproduksi hormon. Adrenalin, tiroksin, dan kortisol sebagai hormon utama stres akan naik jumlahnya dan berpengaruh secara signifikan
pada sistem homeostasis. Adrenalin yang bekerja secara sinergis dengan sistem saraf simpatis berpengaruh terhadap kenaikan denyut jantung, dan tekanan darah. Tiroksin
selain meningkatkan Basal Metabolism Rate BMR, juga menaikkan denyut jantung dan frekuensi nafas. Namun, pemaparan stres yang ringan atau sementara tidak
menyebabkan penyakit sistemik. Ia hanya menyebabkan peningkatan tekanan darah sebagai proses homeostasis.
Perubahan gaya hidup mahasiswa semasa periode ujian disebabkan oleh stres dan perubahan gaya hidup ini juga boleh menyebabkan stres. Antaranya adalah
kekurangan tidur, kurangnya bersenam, pola makan yang berubah, rasa takut menghadapi ujian dan sebagainya. Selain itu, rasa takut dan anxietas semasa ujian
juga bisa menyebabkan stres pada mahasiswa. Stres ini memicu respons fight or flight pada tubuh. Ini akan menyebabkan sistem simpatik bekerja. Aktivasi sistem simpatik
akan menyebabkan vasokonstriksi supaya darah dipam lebih banyak dalam masa sesaat, di mana stroke volumenya meningkat langsung meningkatkan tekanan darah
Qureshi.F, 2002.
Universitas Sumatera Utara
2.2. Tekanan darah
2.2.1. Pengertian tekanan darah
Tekanan darah berarti tenaga yang digunakan oleh darah terhadap setiap satuan dinding pembuluh tersebut. Menurut D.G. Beevers 2002 tekanan darah adalah
tekanan di dalam pembuluh darah ketika jantung memompakan darah ke seluruh tubuh. Jantung dapat bergerak untuk memompakan darah ke seluruh tubuh dengan
cara mengembang dan menguncup yang disebabkan oleh karena adanya rangsangan yang berasal dari susunan saraf otonom. Guyton, 1996
2.2.2. Mekanisme kerja jantung
Dalam melakukan kerjanya jantung mempunyai tiga periode yaitu:
1. Periode Konstriksi periode sistole Periode konstriksi merupakan suatu keadaan dimana jantung bagian ventrikel dalam
keadaan menguncup. Katup bikus dan trikuspidalis dalam keadaan tertutup valvula semilinaris aorta dan valvula semilunaris arteri pulmonalis terbuka, sehingga darah
dari ventrikel dekstra mengalir ke arteri pulmonalis masuk ke paruparu kiri dan kanan, sedangkan darah dari ventrikel sinistra mengalir ke aorta kemudian dialirkan
ke seluruh tubuh Lawson.R, 2007.
2. Periode dilatasi periode diastole Periode diastole merupakan suatu keadaan dimana jantung mengembang. Katup
bikuspidalis dan trikuspidalis terbuka sehingga darah dari atrium sinistra masuk ke ventrikel sinistra dan darah dari atrium dekstra masuk ke ventrikel dekstra.
Selanjutnya darah yang ada di paru-paru kiri dan kanan melalui vena pulmonalis masuk ke atrium sinistra dan darah dari seluruh tubuh melalui vena cava masuk ke
atrium dekstra Lawson.R, 2007.
Universitas Sumatera Utara
3. Periode istirahat Peride istirahat yaitu waktu antara periode konstriksi sistole dan dilatasi diastole
dimana jantung berhenti kira-kira 110 detik Lawson.R, 2007.
2.2.3. Langkah penentuan tekanan darah
Untuk menentukan besarnya tekanan darah biasanya para klinisi menggunakan cara tidak langsung, yaitu dengan menggunakan alat
sphygmomanometer atau tensimeter. Pengukuran tidak langsung dapat dilakukan dengan dua cara, yaitu dengan cara perabaan palpasi dan dengan cara pendengaran
auskultasi. Dalam penelitian ini pengukuran tekanan darah dilakukan secara tidak langsung dengan auskultasi, karena pemeriksaan ini lebih teliti dan mendekati
sesungguhnya. Selain menggunakan sphygmomanometer pemeriksaan ini juga membutuhkan alat bantu pendengaran yaitu stetoskop Qureshi.F, et al., 2002.
Fase I :
Suara gelombang nadi yang pertama melalui manset menyerupai suara pertama jantung yang melemah.
Fase-fasenya
Fase II :
Suara menjadi lebih keras dan diikuti oleh desingan seperti tiupan.
Fase III :
Suara menjadi mksimal dan desingan mulai menghilang. Fase IV
: Sekonyong-konyong suara menjadi kurang nyata, menjadi
suara tertutup muffing sound. Fase V
: Suara hilang.
Adapun langkah-langkah penentuan tekanan darah dengan metode ini adalah sebagai berikut:
i. Mempersilakan sampelsubjek duduk.
ii. Pastikan lengan yang akan diperiksa tidak ditutupi oleh pakaian.
iii. Lilitkan bagian bladder cuff di medial lengan atas, tepat di atas arteri brachialis,
bagian bawah cuff berada 2,5cm proksimal fossa antecubiti, sejajar dengan letak
Universitas Sumatera Utara
jantung. Pastikan lilitan cuff tidak terlalu ketat ataupun terlalu longgar. Posisikan lengan penderita sehingga sedikit fleksi pada sendi siku.
iv. Sebelum memompa cuff, buka kunci sphygmomanometer terlebih dahulu,
kemudian kunci katup pompa jangan terlalu kuat. Hadapkan sphygmomanometer ke arah pemeriksa.
v. Tetapkan tingginya tekanan cuff, perkirakan tekanan sistol dengan cara palpasi
pada arteri radialis. Rasakan pulsasi arteri radialis dengan jari kedua dan ketiga tangan kiri, secara cepat pompa cuff hinga menggembung sampai pulsasi arteri
radialis menghilang. vi.
Baca tekanan yang dihasilkan pada manometer, kemudian tambahkan 30mmHg. Kempiskan cuff dengan cepat dan sempurna, dan tunggu selama 15-30 detik.
vii. Pemeriksa memasang stetoskop. Kemudian, letakkan bell stetoskop di atas arteri
brachial. viii.
Pompa cuff sampai level yang telah ditetapkan tadi, kemudian kempiskan secara perlahan dengan kecepatan 2-3mmHg per detik. Catat di mana terdengar suara
pertama kali. Ini merupakan tekanan sistole. ix.
Lanjutkan menurunkan tekanan secara perlahan sampai suara menghilang sempurna. Ini merupakan tekanan diastole. Turunkan tekanan sampai angka 0.
x. Buka cuff dengan cara menggulung, kunci sphygmomanometer, perbaiki
sampelsubjek. Qureshi.F, et al., 2002.
2.2.4. Pengaturan tekanan darah
Tekanan darah = cardiac output x tahanan vaskular
Gambar 2.2 Hubungan cardiac output dengan tekanan darah
Dari rumus di atas, jelas bahwa faktor apa saja yang mengubah curah jantung atau tahanan perifer total jika faktor lain tidak berubah akan menyebabkan
Universitas Sumatera Utara
perubahan tekanan arteri rata-rata. Tekanan arteri diatur oleh beberapa sistem yang saling berhubungan dengan melakukan fungsi-fungsi khusus, yang kesemuanya
merupakan mekanisme umpan balik saraf yang mulai bereaksi dalam beberapa detik. Semua mekanisme ini menjadi aktif penuh dalam 30 menit sampai beberapa jam.
Pengaturan tekanan arteri meskipun bekerja sangat cepat dan kuat, umumnya kehilangan kemampuan setelah beberapa jam sampai beberapa hari karena reseptor
tekanan saraf tersebut ”beradaptasi” atau kehilangan kepekaannya. Disamping mekanisme saraf, untuk mengatur tekanan arteri dengan cepat juga ada mekanisme
hormonal dan mekanisme perpindahan cairan kapiler yang mulai bekerja dalam beberapa menit dan berfungsi penuh dalam beberapa jam Lawson.R, 2007.
2.2.5. Faktor-faktor yang mempengaruhi tekanan darah
1. Umur Pada usia lanjut, kondisi kardiovaskuler mengalami penurunan, hal ini menyebabkan
pada usia lanjut akan lebih mudah mengalami gangguan kardiovaskuler. Hal ini dikarenakan bahwa semakin bertambahnya usia maka tekanan sistole semakin tinggi,
sebagai akibat dari timbulnya arterosklerosis. Arteriosklerosis merupakan bercak yang terdiri dari timbunan jaringan lemak pada pembuluh darah yang menonjol ke
dalam lumen pembuluh darah. Bercak ini sangat peka terhadap ulserasi, perdarahan, dan perkapuran yang tidak hanya menambah penyempitan, tetapi juga merupakan
predisposisi bagi pembentukan trombus. Lawson.R, 2007
2. Jenis Kelamin Menurut Evelyn C. Pearce, bahwa pada wanita tekanan darah lebih rendah dari pria
sebesar 5 sampai 10 mmHg. Lawson.R, 2007
3. Kondisi kesehatan Adapun beberapa penyakit yang dapat mempengaruhi tekanan darah antara lain:
Universitas Sumatera Utara
a. Penyakit Ginjal Pada penderita penyakit ginjal maka ekskresi natrium klorida dan cairan urine
terganggu, akibatnya natrium klorida dan air yang ditambahkan pada cairan ekstraseluler jumlahnya besar. Garam dan air ini bocor dari darah masuk ke rongga
interstitial, tapi sebagian masih tetap dalam darah. Hal ini akan menimbulkan efek berupa peningkatan volume interstitial yang luas edema ekstraseluler dan hipertensi
akibat peningkatan volume darah Guyton dan Hall, 1996.
b. Anemia Pada penderita anemia, viskositas darah dapat turun hingga serendah 1,5 kali air,
padahal normalnya kira-kira 3 kali air. Hal ini akan mengurangi tahanan terhadap aliran darah dalam pembuluh perifer, sehingga jumlah darah yang mengalir melalui
jaringan dan kemudian kembali ke jantung menjadi jauh melebihi normal. Jadi, efek utama dari anemia adalah meningkatkan beban kerja jantung Guyton dan Hall,
1996.
c. Penyakit Jantung Penyakit jantung menunjukkan adanya ketidakseimbangan antara aliran darah arterial
dan kebutuhan myocardium, yang hampir selalu disebabkan oleh penyempitan arteriosklerotik. Penyakit jantung berhubungan dengan hipertensi, obesitas,
hypercholesterolemi dan merokok.
d. Arterosklerosis Arterosklerosis disebabkan adanya kadar kolesterol serum yang tinggi, tekanan darah
tinggi, infeksi virus, dan kadar besi darah yang tinggi.
4. Status Gizi Status gizi adalah ekspresi dari keseimbangan dalam bentuk variabel tertentu atau
perwujudan dari “nutriture” dalam bentuk variabel tertentu. Alat yang paling
Universitas Sumatera Utara
sederhana untuk memantau status gizi khususnya yang berkaitan dengan kekurangan dan kelebihan berat badan adalah dengan Indeks Masa Tubuh IMT.
5. 0lahraga Menurut Dede Kusmana 2002 sejumlah studi telah menunjukkan bahwa olahraga
teratur terutama olahraga yang menggunakan lengan minimal 3 kali seminggu dapat mempengaruhi kesehatan dan mengurangi resiko penyakit arteri. Olahraga juga dapat
mengurangi beberapa faktor risiko terhadap penyakit jantung koroner dan stroke, termasuk hipertensi, kolesterol, darah tinggi, diabetes melitus, serta kegemukan.
Olahraga juga memiliki efek yang positif terhadap stres mental Lawson.R, 2007.
6. Merokok Merokok merupakan faktor resiko mayor terhadap penyakit jantung koroner dan
penyakit kardiovaskuler Christopher Davidson, 2003. Zat-zat kimia dalam asap rokok terserap ke dalam aliran darah dari paru-paru lalu beredar ke seluruh tubuh dan
mempengaruhi setiap sel tubuh. Zat-zat kimia ini sering membuat pembuluh darah menyempit dan membuat sel darah menjadi lebih lengket sehingga mudah
membentuk gumpalan Lawson.R, 2007.
7. Alkohol Konsumsi alkohol dalam jumlah yang banyak dapat meningkatkan tekanan darah,
sehingga peluang untuk terkena hipertensi semakin tinggi Lawson.R, 2007.
8. Kondisi Psikis Kondisi psikis seseorang dapat mempengaruhi tekanan darah, misalnya kondisi psikis
seseorang yang mengalami stres atau tekanan. Respon tubuh terhadap stres disebut alarm yaitu reaksi pertahanan atau respon perlawanan. Kondisi ini ditandai dengan
peningkatan tekanan darah, denyut jantung, laju pernapasan, dan ketegangan otot. Selain itu stres juga mengakibatkan terjadinya peningkatan aliran darah ke otot-otot
Universitas Sumatera Utara
rangka dan penurunan aliran darah ke ginjal, kulit, dan saluran pencernaan. Stres akan membuat tubuh lebih banyak menghasilkan adrenalin, hal ini membuat jantung
bekerja lebih kuat dan cepat Lawson.R, 2007.
2.3. Hubungan stres ujian dengan tekanan darah
Mekanisme respon tubuh terhadap stres diawali dengan adanya rangsang yang berasal dari luar maupun dari dalam tubuh individu sendiri yang akan diteruskan pada
sistem limbik sebagai pusat pengatur adaptasi. Sistem limbik meliputi thalamus, hipothalamus, amygdala, hippocampus dan septum. Sistem Limbik juga dapat
mempengaruhi kerja dari sistem otonom. Hipothalamus memiliki efek yang sangat kuat pada hampir seluruh sistem viseral tubuh kita dikarenakan hampir semua bagian
dari otak mempunyai hubungan dengannya. Oleh karena hubungan ini, maka hipothalamus dapat merespon rangsang psikologis dan emosional. Peran
hipothalamus terhadap stres meliputi empat fungsi spesifik. Fungsi tersebut adalah; 1 menginisiasi aktivitas sistem saraf otonom, 2 merangsang hipofise anterior
memproduksi hormon ACTH, 3 memproduksi ADH atau vasopressin, 4 merangsang kelenjar tiroid untuk memproduksi hormon tiroksin. Pemahaman empat
fungsi ini sangat penting untuk mengerti tentang respons tubuh terhadap stres. Hipothalamus saat stres akan mensekresikan CRF corticotropin releasing
hormone yang memacu hipofise anterior untuk memproduksi ACTH
adrenocorticotrophic hormone dan TRF thyrotropin releasing factor. Pelepasan ACTH membuat kelenjar adrenal mensekresikan beberapa hormon, meliputi
glukokortikoid kortisol, adrenalin dan noradrenalin. Pelepasan TRF akan merangsang kelenjar hipofise untuk memproduksi tirotropin yang akan mengatur
kecepatan sekresi tiroksin dan triiodotironin pada kelenjar tiroid Pramanik.T, et al., 2005.
Perubahan lifestyle mahasiswa semasa periode ujian disebabkan oleh stres dan perubahan gaya hidup ini juga bisa menyebabkan stres. Antaranya adalah kekurangan
tidur, kurangnya bersenam, pola makan yang berubah, rasa takut menghadapi ujian
Universitas Sumatera Utara
dan sebagainya. Selain itu, rasa takut dan anxietas semasa ujian juga boleh menyebabkan stres pada mahasiswa.
Maka, situasi stres ujian ini mengaktivasi hipotalamus yang selanjutnya mengendalikan dua sistem neuroendokrin, yaitu sistem simpatik dan sistem korteks
adrenal. Sistem saraf simpatik berespons terhadap impuls saraf dari hipotalamus yaitu dengan mengaktivasi berbagai organ dan otot polos yang berada di bawah
pengendaliannya, sebagai contohnya, ia meningkatkan kecepatan denyut jantung dan mendilatasi pupil. Sistem saraf simpatik juga memberi sinyal ke medula adrenal
untuk melepaskan epinefrin dan norepinefrin ke aliran darah. Sistem korteks adrenal diaktivasi jika hipotalamus mensekresikan CRF, suatu zat kimia yang bekerja pada
kelenjar hipofisis yang terletak tepat di bawah hipotalamus. Kelenjar hipofisis selanjutnya mensekresikan hormon ACTH, yang dibawa melalui aliran darah ke
korteks adrenal. Dimana, ia menstimulasi pelepasan sekelompok hormon, termasuk kortisol, yang meregulasi kadar gula darah. ACTH juga memberi sinyal ke kelenjar
endokrin lain untuk melepaskan sekitar 30 hormon. Adrenalin, tiroksin, dan kortisol sebagai hormon utama stres akan meningkat
jumlahnya dan berpengaruh secara signifikan pada sistem homeostasis. Adrenalin yang bekerja secara sinergis dengan sistem saraf simpatik berpengaruh terhadap
kenaikan denyut jantung, dan tekanan darah. Tiroksin selain meningkatkan Basal Metabolism Rate BMR, juga menaikkan denyut jantung dan frekuensi nafas.
Efek kombinasi berbagai hormon stres yang dibawa melalui aliran darah
ditambah aktivitas neural cabang simpatik dari sistem saraf otonomik berperan dalam respons fight or flight. Ini akan menyebabkan sistem simpatik bekerja. Aktivasi
sistem simpatik akan menyebabkan vasokonstriksi supaya darah dipam lebih banyak dalam masa sesaat, di mana stroke volumenya meningkat. Stroke volume yang
meningkat akan menyebabkan tekanan darah meningkat. Qureshi.F, et al., 2002.
Universitas Sumatera Utara
BAB 3 KERANGKA KONSEP DAN DEFINISI OPERASIONAL
3.1 Kerangka Konsep