secara tidak langsung antara lain kehilangan harapan hidup yang diakibatkan oleh IMS AIDS itu sendiri.
Upaya untuk menilai kerugian yang ditimbulkan oleh IMS serta HIV AIDS sangat luar biasa, dimana hal ini perlu dilakukan seiring dengan
kebutuhan akan pengukuran “value of person’s life” terhadap pendapatan seseorang. Jadi dapat dikatakan bahwa dampak dari IMS serta HIV AIDS
adalah kehilangan pendapatan. 2.
Produktivitas Dampak dari IMS, HIV AIDS terhadap tingkat produktivitas tidak hanya
meningkatkan ketidaknormalan dan kematian, tetapi juga meningkatkan ketidakhadiran pekerja karena kesakitan. Pada beberapa kasus AIDS
mengakibatkan meningkatnya kebutuhan masyarakat akan pelayanan kesehatan dan otomatis menjadi member atau langganan dari pusat pelayanan
kesehatan tersebut. Selain itu IMS AIDS dapat menurunkan produktivitas. Adanya
pemutusan hubungan kerja terhadap pekerja yang terinfeksi HIV, tidak hanya akan meniadakan pendapatan pekerja tersebut, tetapi juga kesempatan
berkontribusi di sektor ekonomi, diskriminasi di tempat kerja. Hal ini dilaporkan hampir terjadi di semua bagian.
3. Pembangunan dan produksi pertanian
Seperti juga di sektor-sektor lain diatas, perusahaan dan sumber mata pencaharian di bidang pertanian juga terkena dampak dari terjadinya penyakit
menular seksual seperti HIV AIDS, antara lain dapat mengakibatkan kemiskinan seseorang maupun masyarakat pertanian di seluruh sistem ekologi
yang ada serta kerugian sosial yang tidak terukur dengan nilai.
2.3. Upaya Pengendalian IMS
IMS merupakan masalah kesehatan masyarakat yang penting untuk dikendalikan secara cepat dan tepat, karena mempunyai dampak selain pada aspek
kesehatan juga politik dan sosial ekonomi. Kegagalan diagnosa dan terapi pada tahap dini mengakibatkan terjadinya komplikasi serius seperti infertilitas,
Universitas Sumatera Utara
kehamilan ektopik, disfungsi seksual, kematian janin, infeksi neonatus, bayi BBLR Berat Badan Lahir Rendah, kecacatan bahkan kematian.
Prinsip umum pengendalian IMS adalah bertujuan untuk memutus rantai penularan infeksi IMS dan mencegah berkembangnya IMS dan komplikasinya.
Tujuan tersebut dapat dicapai bila ada penyatuan semua sumber daya dan dana untuk kegiatan pengendalian IMS, termasuk HIV AIDS Kader Karang Taruna
Jatim, 2001. Upaya tersebut meliputi:
1. Upaya promotif
a. Pendidikan seks yang tepat untuk mengikis ketidaktahuan tentang
seksualitas dan IMS. b.
Meningkatkan pemahaman dan pelaksanaan ajaran agama untuk tidak berhubungan seks selain pasangannya.
c. Menjaga keharmonisan hubungan suami istri tidak menyeleweng untuk
meningkatkan ketahanan keluarga. 2.
Upaya preventif a.
Hindari hubungan seksual dengan berganti-ganti pasangan atau dengan pekerja seks komersial WTS.
b. Bila merasa terkena IMS, hindari melakukan hubungan seksual.
c. Bila tidak terhindarkan, untuk mencegah penularan pergunakan kondom.
d. Memberikan penyuluhan dan pemeriksaan rutin pada kelompok risiko
tinggi. e.
Penyuluhan dan pemeriksaan terhadap partner seksual penderita IMS. 3.
Upaya kuratif a.
Peningkatan kemampuan diagnosis dan pengobatan IMS yang tepat. b.
Membatasi komplikasi dengan melakukan pengobatan dini dan efektif baik simtomatik maupu n asimtomatik.
4. Upaya rehabilitatif
a. Memberikan perlakuan yang wajar terhadap penderita IMS, tidak
mengucilkannya, terutama oleh keluarga dan partnernya, untuk mendukung kesembuhannya.
Universitas Sumatera Utara
2.4. Pengetahuan
2.4.1. Pengertian Pengetahuan
Pengetahuan merupakan hasil dari ”tahu” dan ini terjadi setelah orang melakukan pengindraan terhadap suatu objek tertentu. Pengindraan terjadi melalui
pancaindra manusia, yakni: indera penglihatan, indera pendengaran, indera penciuman, indera perasa dan indera peraba. Pengetahuan seorang individu
terhadap sesuatu dapat berubah dan berkembang sesuai kemampuan, kebutuhan, pengalaman dan tinggi rendahnya mobilitas informasi tentang sesuatu
dilingkungannya Notoatmodjo, 2003. Pengetahuan tentang infeksi menular seksual harus dimiliki seorang siswi sehingga terhindar dari dampak negatif dari
penyakit-penyakit infeksi menular seksual.
2.4.2. Tingkat Pengetahuan Dalam Domain Kognitif
Pengetahuan yang dicakup di dalam domain kognitif cognitive domain mempunyai 6 tingkatan,yaitu:
a. Tahu Know Tahu diartikan sebagai mengingat suatu materi yang telah dipelajari
sebelumnya. Termasuk kedalam pengetahun tingkat ini adalah mengingat kembali terhadap suatu yang spesifik dari seluruh bahan yang dipelajari atau rangsangan
yang telah diterima. Oleh sebab itu, “ Tahu ” ini adalah merupakan tingkat pengetahuan yang lebih rendah.
b. Memahami Comprehension Memahami diartikan sebagai suatu kemampuan menjelaskan secara benar
tentang obyek yang diketahui, dan dapat menginterpretasi materi tersebut secara benar.
c. Aplikasi Application Aplikasi diartikan sebagai kemampuan untuk menggunakan materi yang
telah dipelajari pada suatu atau kondisi yang riil sebenarnya. Aplikasi disini dapat diartikan aplikasi atau penggunaan hukum-hukum, rumus, metode, prinsip,
dan sebagainya dalam konteks atau situasi yang lain.
Universitas Sumatera Utara
d. Analisis Analysis Analisis adalah suatu kemampuan untuk menjabarkan materi suatu obyek
kedalam komponen-komponen, tetapi masih didalam suatu struktur organisasi tersebut, dan masih ada kaitannya satu sama lain.
e. Sintesis Synthesis Sintesis menunjuk kepada suatu kemampuan untuk melakukan atau
menghubungkan bagian-bagian didalam suatu bentuk keseluruhan yang baru. Dengan kata lain sintesis itu suatu kemampuan untuk menyusun formulasi yang
baru dari formula-formula yang ada. f. Evaluasi Evaluation
Evaluasi ini berkaitan dengan kemampuan untuk melakukan penilaian terhadap suatu materi atau obyek. Penilaian ini berdasarkan suatu kriteria yang
ditentukan sendiri, atau menggunakan kriteria-kriteria yang ada Notoatmodjo, 2007.
2.4.3. Proses Penyerapan Ilmu Pengetahuan
Menurut Penelitian Rogers 1974 dalam Notoatmodjo 2003, bahwa suatu pesan yang diterima oleh setiap individu akan melalui lima tahapan-tahapan
berurutan sebelum individu tersebut mengadopsi perilaku baru berperilaku baru, yaitu:
a. Awareness Kesadaran Awareness adalah keadaan dimana seseorang sadar bahwa ada suatu pesan
yang disampaikan. b. Interest Merasa Tertarik
Interest adalah seorang mulai tertarik akan isi pesan yang disampaikan. c. Evaluation Menimbang-nimbang
Evaluation merupakan tahap dimana penerima pesan mulai mengadakan penilaian keuntungan dan kerugian dari isi pesan yang disampaikan.
d. Trial Mencoba Trial merupakan tahap dimana penerima pesan mencoba mempraktekkan
isi pesan yang didengarkan.
Universitas Sumatera Utara
e. Adaption Adapsi Adaption merupakan tahap dimana penerima pesan mempraktekkan dan
melaksanakan isi pesan dalam kehidupan sehari-hari.
2.4.4. Faktor-faktor yang mempengaruhi pengetahuan
Menurut Notoatmodjo 2003, faktor-faktor yang mempengaruhi pengetahuan ialah:
a. Pengalaman Pengalaman dapat diperoleh dari pengalaman sendiri maupun orang lain.
Pengalaman yang sudah diperoleh dapat memperluas pengetahuan seseorang. b. Tingkat Pendidikan
Pendidikan dapat membawa wawasan atau pengetahuan seseorang. Secara umum, seseorang yang berpendidikan lebih tinggi akan mempunyai pengetahuan
yang lebih luas dibandingkan dengan seseorang yang tingkat pendidikannya lebih rendah.
c. Keyakinan Biasanya keyakinan diperoleh secara turun-temurun dan tanpa adanya
pembuktian terlebih dahulu. Keyakinan ini bisa mempengaruhi pengetahuan seseorang, baik keyakinan itu sifatnya positif maupun negatif.
d. Fasilitas Fasilitas – fasilitas sebagai sumber informasi yang dapat mempengaruhi
pengetahuann seseorang, misalnya radio, televisi, majalah, koran, dan buku. e. Penghasilan
Penghasilan tidak berpengaruh langsung terhadap pengetahuan seseorang. Namun bila seseorang berpenghasilan cukup besar maka dia akan mampu untuk
menyediakan atau membeli fasilitas – fasilitas sumber informasi. f. Sosial Buda ya
Kebudayaan setempat dan kebiasaan dalam keluarga dapat mempengaruhi pengetahuan, persepsi, dan sikap seseorang terhadap sesuatu.
Universitas Sumatera Utara
2.5. Remaja 2.5.1. Defenisi Remaja
Menurut definisi Organisasi Kesehatan Dunia WHO, remaja adolescence adalah mereka yang berusia 10-19 tahun. Sementara PBB menyebut
anak muda youth untuk usia 15-24 tahun. Ini kemudian disatukan dalam terminologi kaum muda young people yang mencakup usia 10-24 tahun.
2.5.2. Gambaran Kaum Remaja di Indonesia
Kaum remaja Indonesia saat ini mengalami lingkungan sosial yang sangat berbeda daripada orangtuanya. Dewasa ini, kaum remaja lebih bebas
mengekspresikan dirinya, dan telah mengembangkan kebudayaan dan bahasa khusus antara grupnya. Sikap-sikap kaum remaja atas seksualitas dan soal seks
ternyata lebih liberal daripada orangtuanya, dengan jauh lebih banyak kesempatan mengembangkan hubungan lawan jenis, berpacaran, sampai melakukan hubungan
seks Creagh, 2004. Menurut hasil penelitian yang dilakukan pada tahun 1999 oleh Sahabat
Remaja, suatu cabang LSM Perkumpulan Keluarga Berencana Indonesia PKBI, 26 dari 359 remaja di Yogyakarta mengaku telah melakukan hubungan seks.
Menurut PKBI, ‘akibat derasnya informasi yang diterima remaja dari berbagai media massa, memperbesar kemungkinan remaja melakukan praktek seksual yang
tak sehat, perilaku seks pra-nikah, dengan satu atau berganti pasangan’ Bening, 2004. Saat ini, kekurangan informasi yang benar tentang masalah seks akan
memperkuatkan kemungkinan remaja percaya salah paham yang diambil dari media massa dan teman sebaya. Akibatnya, kaum remaja masuk ke kaum berisiko
melakukan perilaku berbahaya untuk kesehatannya. Dengan 87.5 remaja perkotaan menghadiri SMP dan 66.0 remaja perkotaan menghadiri SMA, ruang
sekolah merupakan satu segi masyarakat yang mampu bertindak memberikan Pendidikan Seks kepada kaum remaja Indonesia Creagh, 2004.
Universitas Sumatera Utara
2.5.3. Kebijakan Pemerintah RI terhadap Pendidikan Seks di Sekolah
Sampai sekarang, pemerintah Republik Indonesia belum meresmikan persis Pendidikan Seks di ruang sekolah. Cara pengajaran dan materi dipakai
untuk mengajar Pendidikan Seks diserahkan kepada setiap sekolah, sesuai dengan keinginan sekolahnya. Badan Koordinasi Keluarga Berencana Indonesia, atau
BKKBN, adalah Dinas pemerintah yang bertanggung jawab untuk hal kesehatan reproduksi di Indonesia, termasuk penilaian kebutuhan masyarakat,
pengembangan dan mengadakan program kesehatan reproduksi dan keluarga berencana. Meskipun BKKBN berhasil mempromosikan penggunaan alat-alat
kontrasepsi dan keluarga berencana sejak tahun 1980an, semua program dalam bidang ini memfokuskan wanita yang sudah menikah dengan tujuan mengurangi
jumlah penduduk Indonesia Utomo, 2003. Di ruang sekolah, kebijakan berkaitan dengan kesehatan reproduksi mulai
masuk pada tahun 1980an, dengan tujuan mendidik dan menyadari generasi muda tentang kesehatan reproduksi bertanggung jawab dalam rangka urusan jumlah
penduduk. Pada tahun 1997, demi keprihatinan soal HIVAIDS di Indonesia, membangunkan program pendidikan mengenai HIVAIDS di ruang sekolah.
Tetap menjadi kenyataan, bahwa program-program ini tidak berhasil dimasukkan Kurikulum Nasional.
Menurut studi penelitian dilakukan pada tahun 2000, fokusnya Pendidikan Seks di sekolah-sekolah Indonesia adalah pengetahuan reproduksi seksual secara
biologis, daripada masalah seks di konteks sosial. Hubungan seks pra-nikah sama sekali tidak didukung, suatu norma masyarakat yang dicerminkan di rangka
sekolahan. Topik mengenai masalah seks yang diajari sekolah SD terfokus pada reproduksi, perbedaan anatomi pria dan wanita, dan perubahaan jasmani pas
pubertas. Di tingkat SMP dan SMA, pendekatan Pendidikan Seks ditambah dengan soal keluarga berencana dan HIVAIDS. Di pelajaran seperti ini, HIV
disebut ‘virus AIDS’, dan sering tak membedakan antara HIV dan AIDS. Pokok- pokok Pendidikan Seks, ‘the ABC’s’ Abstinence, Be faithful, or use Condoms –
Penahanan Nafsu, Kesetiaan, atau memakai Kondom yang sudah lama didukung
Universitas Sumatera Utara
WHO bukan diajari sekolah Indonesia, melainkan oleh pendidik pengunjung Smith, 2000.
Universitas Sumatera Utara
BAB 3 KERANGKA KONSEP DAN DEFINISI OPERASONAL
3.1. Kerangka Konsep
Pada penelitian ini, kerangka konsep tentang gambaran pengetahuan siswi SMKN 1 Medan akan infeksi menular seksual dapat dijabarkan sebagai berikut:
Gambar 3.1. Kerangka konsep gambaran pengetahuan siswi tentang infeksi menular seksual
3.2. Definisi Operasional