a. Dapat meminimalisir keterlibatan guru dalam pemeriksaan dan
pengelolaan rutin. b.
Guru setidaknya akan menghabiskan separuh dari waktunya untuk mengajar kelompok-kelompok kecil sehingga akan lebih mudah
dalam pemberian bantuan secara individu. c.
Operasional program tersebut akan sedemikian sederhananya sehingga para siswa di kelas tiga ke atas dapat melakukannya.
d. Para siswa akan termotivasi untuk mempelajari materi-materi
yang diberikan dengan cepat dan akurat, dan tidak akan bisa berbuat curang atau menemukan jalan pintas.
e. Programnya mudah dipelajari baik oleh guru maupun siswa, tidak
mahal, fleksibel, dan tidak membutuhkan guru tambahan maupun tim guru.
f. Dengan membuat para siswa bekerja dalam kelompok-kelompok
kooperatif, dengan status yang sejajar, program ini akan membangun kondisi untuk terbentuknya sikap-sikap positif dalam
diri siswa.
2.1.5. Teori Yang Mendasari Penelitian
Teori belajar Rifa’I dan Anni, 2009:190 adalah konsep-konsep dan prinsip-prinsip belajar yang bersifat teoritis dan teruji kebenarannya melalui
eksperimen. Lapono, dkk 2008:3-34 menyebutkan terdapat empat jenis teori belajar yang dikemukakan oleh para ahli yakni teori belajar
behaviorisme, teori belajar kognitivisme, teori belajar konstruktivisme, dan teori belajar humanisme. Dalam penelitian ini didasari oleh teori belajar
konstruktivisme dan teori belajar humanisme, dengan penjelasan sebagai berikut:
a. Teori Belajar Konstruktivisme
Konstruktivisme memandang belajar sebagai proses pembelajar secara aktif mengkonstruksi atau membangun gagasan-gagasan atau
konsep-konsep baru didasarkan atas pengetahuan yang telah dimiliki di masa lalu atau ada pada saat itu. Dengan kata lain, ”belajar melibatkan
konstruksi pengetahuan seseorang dari pengalamannya sendiri oleh dirinya sendiri”. Tasker dalam Lapono, dkk, 2008:1-28 mengemukakan
tiga penekanan dalam teori konstruktivisme. Pertama, pengetahuan tidak diperoleh secara pasif, tetapi secara aktif oleh struktur kognitif peserta
didik. Kedua, fungsi kognisi bersifat adaptif dan membantu pengorganisasian melalui pengalaman nyata yang dimiliki anak.
Dalam upaya
mengimplementasikan teori
belajar konstruktivisme, Tytler dalam Lapono, 2008:1-29 mengajukan
beberapa saran yang berkaitan dengan rancangan pembelajaran, sebagai berikut: 1 memberi kesempatan kepada peserta didik untuk
mengemukakan gagasannya dengan bahasa sendiri, 2 memberi kesempatan kepada peserta didik untuk berfikir tentang pengalamannya
sehingga menjadi lebih kreatif dan imajinatif, 3 memberi kesempatan kepada peserta didik untuk mencoba gagasan baru, 4 memberi
pengalaman yang berhubungan dengan gagasan yang telah dimiliki peserta didik, 5 mendorong peserta didik untuk memikirkan perubahan
gagasan mereka, dan 6 menciptakan lingkungan belajar yang kondusif. Adapun penerapan dalam penelitian ini adalah peserta didik
secara aktif melakukan diskusi dengan kelompok dan mengemukakan pendapat serta tanggapan. Dari hal tersebut, pemikiran dan interaksi
sosial peserta didik terbangun dan semakin berkembang. b.
Teori Belajar Humanisme Menurut Lapono 2008:1.34 berpendapat bahwa teori belajar
humanisme memandang kegiatan belajar merupakan kegiatan yang melibatkan potensi psikis yang bersifat kognitif, afektif, dan konatif.
Dalam prsktik pembelajaran, pendekatan humanistik mengkombinasikan metode pembelajaran individual dan kelompok kecil. Selanjutnya,
menurut Rifa’I dan Anni 2009:145 menyatakan bahwa pendekatan humanistic selalu memelihara kebebasan pesert didik untuk tumbuh dan
melindungi peserta didik dari tekanan keluarga dan masyarakat. Demikian pula hasil belajar yang berkaitan dengan perkembangan social
emosional lebih penting dibandingkan dengan hasil pendidikan yang bersifat akademik. Oleh karena itu apabila kondisi pendidikan itu dapat
terjadi, maka peserta didik akan menjadi pembelajaran swa arah self- directed learners dan proses belajar akan menjadi sangat bermakna bagi
peserta didik.
Berdasarkan pemaparan teori tersebut, model pembelajaran TAI dilandasi teori belajar kontruktivisme dan humanism. Karena dalam
pembelajaran tersebut siswa didorong untuk membangun pengetahuannya sendiri secara aktif sebagai seorang individu tanpa meninggalkan interaksi
sosialnya dalam kelompok sehingga akan tercipta pembelajaran yang aktif, efektif dan menyenangkan.
2.1.6. Media Pembelajaran