Eflorsen primer Eflorsen sekunder

sekunder. Efloresen primer terdapat pada kulit normal, sedangkan efloresen sekunder berkembang pada kulit yang berubah.

1. Eflorsen primer

a. Bercak macula, adalah perubahan warna pada kulit. b. Urtica, adalah bentol-bentol pada kulit yang berwarna merah muda sampai putih dan disebabkan oleh udem. c. Papula, bentuknya sebesar kepala jarum pentul sampai sebesar kacang hijau terjadi karena penebalan epidermis secara lokal. d. Tuber nodus, mirip dengan papula, akan tetapi tuber jauh lebih besar. e. Vesikel, memiliki ukuran sebesar kepala jarum pentul sampai sebesar biji kapri merupakan rongga beruang satu atau banyak yang berisi cairan. f. Bulla, mirip dengan vesikel tetapi agak besar dan biasanya beruang satu. g. Pustule, merupakan vesikel yang berisi nanah, biasanya terdapat pada kulit yang berubah karena peradangan. h. Urtika, penonjolan di atas kulit akibat edema setempat dan dapat hilang perlahan-lahan, misalnya pada dermatitis medikamentosa dan gigitan serangga. i. Tumor, penonjolan di atas permukaan kulit berdasarkan pertumbuhan sel. j. Kista, penonjolan di atas permukaan kulit berupa kantong yang berisi cairan serosa. k. Plak, peninggian di atas permukaan kulit, permukaannya rata dan berisi zat padat. l. Abses, kumpulan nanah dalam jaringan.

2. Eflorsen sekunder

a. Ketombe squama. b. Crusta, terbentuk akibat mengeringnya eksudar, nanah, darah. c. Erosion, kerusakan kulit permukaan yang ada dalam epidermis. d. Ulcus, disebabkan oleh hilangnya komponen kulit pada bagian yang lebih dalam, epidermis, dan kelengkapannya juga rusak. e. Likenifikasi, penebalan kulit sehingga garis lipatan tampak lebih jelas. f. Ekskoriasi, kerusakan kulit sampai ujung stratum papilaris sehingga kulit tampak merah disertai bintik-bintik perdarahan. Ditemukan pada dermatitis kontak dan ektima. g. Keloid, hipertrofi yang pertumbuhannya melampaui batas. h. Rhagade, kerusakan kulit dalam bentuk celah misalnya pada telapak tangan, ujung bibir, atau diantara jari kaki. i. Hiperpigmentasi, penimbunan pigmen berlebihan sehingga kulit tampak lebih hitam dari sekitarnya. j. Hipopigmentasi, kelainan yang menyebabkan kulit menjadi lebih putih dari sekitarnya. k. Atrofi, terjadi pengecilan semua lapisan kulit, rambut tidak ada, kulit berkerut dan mudah diangkat dari lapisan di bawahnya. l. Abses, kantong berisi nanah di dalam jaringan.

2.1.7 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Penyakit Kulit

Dokumen yang terkait

Hubungan Personal Hygiene dan Pemakaian Alat Pelindung Diri Pada Petani Dengan Infeksi Cacing di Desa Paribun Kecamatan Barus Jahe Kabupaten Karo Tahun 2004

2 46 76

HUBUNGAN PENGGUNAAN ALAT PELINDUNG DIRI DENGAN KEJADIAN PENYAKIT KULIT PADA PETANI DI KELURAHAN MERJOSARI-MALANG

8 25 32

HUBUNGAN PENGGUNAAN ALAT PELINDUNG DIRI DENGAN KELUHAN DERMATITIS KONTAK PADA PEMULUNG DI TPA SUPIT URANG MALANG

5 35 28

Personal Hygiene, Alat Pelindung Diri (APD) serta keluhan penyakit kulit pada petani di Desa Gundaling II Kecamatan Berastagi Kabupaten Karo Tahun 2017

0 0 15

Personal Hygiene, Alat Pelindung Diri (APD) serta keluhan penyakit kulit pada petani di Desa Gundaling II Kecamatan Berastagi Kabupaten Karo Tahun 2017

0 0 2

Personal Hygiene, Alat Pelindung Diri (APD) serta keluhan penyakit kulit pada petani di Desa Gundaling II Kecamatan Berastagi Kabupaten Karo Tahun 2017

1 3 6

Personal Hygiene, Alat Pelindung Diri (APD) serta keluhan penyakit kulit pada petani di Desa Gundaling II Kecamatan Berastagi Kabupaten Karo Tahun 2017

2 0 36

HUBUNGAN ANTARA PEMAKAIAN ALAT PELINDUNG DIRI (APD), MASA KERJA, DAN PERSONAL HYGIENE DENGAN KEJADIAN DERMATOSIS PADA PEKERJA PENGUPAS SINGKONG DI UD GONDOSARI KABUPATEN PATI

0 2 73

HUBUNGAN ANTARA PERSONAL HYGIENE DAN PENGGUNAAN ALAT PELINDUNG DIRI (APD) DENGAN KEJADIAN DERMATITIS KONTAK IRITAN PADA PEMULUNG DI TPA JATIBARANG SEMARANG TAHUN 2015

3 11 69

HUBUNGAN PERILAKU HYGIENE DAN PENGGUNAAN ALAT PELINDUNG DIRI DENGAN KEJADIAN INFEKSI CACING PADA PEMULUNG SAMPAH DI TPA PIYUNGAN BANTUL YOGYAKARTA

0 0 16