5. Pendidikan Karakter dalam Membentuk Tanggung Jawab
Dalam mendidik anak sehingga mempunyai tanggung jawab salah satunya adalah dengan memberikan anak tugas. Pemberian tugas ini bertujuan agar
anaknya memelaksanakan dan bertanggung jawab terhadap apa yang ditugaskan kepadanya. Dari pengamatan peneliti, keluarga TKW yang mempunyai anak laki-
laki tidak membebankan tanggung jawab atau tugas kepada anak laki-lakinya. Pekerjaan rumah seperti mencuci piring, menyapu dan mengepel lebih sering
diberikan kepada anak perempuan. Berikut ini merupakan pernyataan Bapak Tarjono :
“kalau yang laki pulang sekolah ya main, kalau yang perempuan ya seadanya pekerjaan di rumah.
” wawancara dengan Bapak Tarjono pada tanggal 14 Mei 2011
Bapak Tarjono tidak pernah menyuruh anak laki-lakinya untuk melakukan pekerjaan rumah tangga seperti menyapu, mencuci piring, dan mencuci baju.
Pemberian tugas rumah kepada anak laki-laki sebenarnya tidak ada salahnya karena hal tersebut melatih kemandirian dan tanggung jawab anak kelak sebagai
bekal hidup dalam keluarga, karena tidak selamanya peran domestik dipegang oleh perempuan.
Hal tersebut diperkuat oleh Bapak Caswendi, beliau menuturkan sebagai berikut.
“anak saya masih kecil mbak...apalagi dia laki-laki, masa saya menyuruh anak buat mencuci dan menyapu, jadi saya tidak menyuruh anak saya untuk
melakukan itu, tanggung jawabnya belajar, men gerjakan PR kalau ada PR”
wawancara dengan Bapak Caswendi pada tanggal 10 Mei 2011
Dari hasil wawancara di atas dapat dilihat, bahwa anak laki-laki tidak diberi tugas untuk melakukan pekerjaan rumah. Semua ini kembali pada stereotif bahwa
laki-laki tidak untuk melakukan pekerjaan domestik, jadi pekerjaan seperti menyapu dan mencuci dan pekerjaan rumah lainnya hanya dibebankan kepada
anak perempuan. Shela Baskara 13 tahun merupakan putri dari bapak Dulgoni, juga diberi
tugas dalam mengerjakan pekerjaan rumah. Berikut ini merupakan apa yang diungkapkan Shela.
“saya melakukan pekerjaan rumah seperti menyapu, mencuci baju, mencuci piring, kadang yang masak
saya, kadang juga bapak.” wawancara dengan Shela putri bapak Dulgoni pada tanggal 17 Mei 2011
Narti 12 putri bapak Sakrim juga diberi tugas untuk melakukan pekerjaan rumah seperti mencuci piring dan baju, menyetrika, juga menyapu. Hal ini
dilakukan agar anak mempunyai tanggung jawab. Apalagi istri Bapak Sakrim sudah berkali-kali menjadi TKW, maka anak perempuannya meskipun bungsu
sudah cakap dalam mengerjakan pekerjaan rumah. Hal di atas berbeda dengan yang terjadi pada anak Bapak Sodikin,
Nurcahyaningsih, berikut
ini merupakan
apa yang
dituturkan oleh
Nurcahyaningsih 12 tahun. “nyapu kadang-kadang, kalau nyuci juga nggak...soalnya bapak nggak
percaya sama Ning...ka tanya kalau nyuci tidak bersih”wawancara dengan
Nurcahyaningsih pada tanggal 21 Mei 2011
Selaras dengan apa yang di ungkapkan oleh Ning, Bapak Sodikin memang tidak memberikan pekerjaan rumah kepada anaknya, berikut ini merupakan hasil
wawancara dengan Bapak Sodikin. “Anak saya tidak mengerjakan pekerjaan rumah mbak...ya...kalau di suruh
saja baru mau, kalau mencuci baju juga tidak saya suruh, soalnya ya..nggak bersih.
” wawancara dengan Bapak Sodikin pada tanggal 6 Mei 2011
Dalam hal ini ada ketidakpercayaan kepada anak untuk melakukan pekerjaan rumah. Seharusnya anak diajari mulai dari kecil, tentu saja hal itu
membutuhkan proses yang panjang, karena anak butuh untuk belajar. Seharusnya meskipun tidak bersih dalam hal mencuci, Bapak Sodikin membiarkan putrinya
untuk melakukan tugas tersebut, karena hal itu merupakan proses dari pembelajaran. Dengan tidak memberikan pekerjaan rumah kepada anak, hal ini
pula menyebabakan anak tidak bisa mandiri. Mengajari bertanggung jawab lainya adalah dengan mengajari anak
menabung, hal ini bertujuan agar anak dapat mengelola keuangan sendiri. Sebagaimana di uangkapkan Bapak Kawis di bawah ini.
“Saya ngasih uang jajan anak saya kadang tiga ribu kalau lagi ada ya kadang lima ribu, trus uang buat nabung saya bedakan...khusus..tapi nanti pulang
sekolah ya minta lagi namanya juga anak-anak mbak. ” wawancara dengan
Pak Kawis pada tanggal 13 Mei 2011 Anak diberi tanggung jawab dalam mengelola uang sendiri selain mengajari
anak untuk berhemat juga mengajari anak untuk dapat mengontrol pengeluaran. Anak yang diberi uang khusus untuk menabung bisa bertanggung jawab untuk
menabungkan uangnya, dan bukan tidak bertanggungjawab dengan menjajakan
uang tersebut. Anak yang tidak mendapat uang khusus menabung dapat menyisihkan uang jajan tersebut dapat belajar berhemat. Di bawah ini merupakan
pernyataan Kastuti selaku subjek penelitian. “Ya nabung, pake uang sendiri tidak diberi lagi sama bapak, jadi sisa uang
jajan” wawancara dengan Kastuti pada tanggal 13 Mei 2011 Pola pendidikan yang diberikan kepada anak tidaklah konsisten. Mereka
diajari untuk menabung, tetapi di sisi lain mereka juga dimanjakan oleh uang dengan memberi uang tambahan setelah pulang sekolah. Hal ini akan
mengakibatkan tidak maksimalnya pendidikan yang diberikan orang tua. Hal ini diungkapkan oleh Bapak Tonarejo. Berikut ini merupakan hasil
wawancara dengan Bapak Tonarejo, beliau menuturkan: “enakan sekarang,,nurut nggak ada ibunya...aneh kan? kalau ada ibunya
kalau minta uang nggak dikasih kan nangis, sekarang nggak ada ibunya minta duit dikasih kan diam...
iya kan?” ungkapan bapak Tonarejo pada tanggal 13 Mei 2011.
Sama halnya dengan yang di ungkapkan Bapak Dulgoni berikut ini, beliau mengatakan sebagai berikut.
“ anak saya kalau sekolah saya kasih 2 ribu...kalau pulang sekolah ya minta lagi, trus jajan kalau ada yang lewat..gak akan berhenti jajan..tar berhentinya
kalau tidur aja..intinya ya saya kasih biar anak nggak rewel aja. ”wawancara
dengan Bapak Dulgoni pada tanggal 6 Mei 2011 Bapak selalu menuruti atau memenuhi permintaan anak ketika mereka
meminta sesuatu Pada umumnya suami TKW mengaku selalu menuruti keinginan anak supaya anak tidak rewel . Selalu memenuhi permintaan anak akan
mengakibatkan anak menjadi manja dan menjadi penuntut. Seharusnya ayah tidak memanjakan anak untuk selalu menuruti keinginan anaknya.
6. Pendidikan Karakter dalam Membangun Sikap Disiplin