itu  buruh  bangunan  142,  pengangkutan  54  orang,  buruh  industri  39  orang, pengusaha 37 orang dan PNS 36 Orang serta pensiunan 9 Orang.
Pemilik  tanah  atau  pemilik  sawah  biasanya  menanam  padi  atau  tamanan palawija,  pemilik  tanah  ini  di  bantu  oleh  petani  penggarap  atau  buruh  tani  yang
menjual  jasa  tenaga  untuk  dipekerjakan.  Upah  buruh  tani  ini  adalah  sekitar  dua puluh ribu rupiah dan dua puluh lima ribu rupiah untuk buruh tani laki-laki yang
biasanya  dipekerjakan  sampai  pukul  empat  sore,  buruh  laki-laki  ini  biasanya dipekerjakan  untuk  macul  mencangkul,  menyiram  tanaman,  dan  nyemprot
memberi  insektisida  pada  tanaman  dan  juga  nggebot  memisahkan  padi  dari batangnya.  Buruh  tani  perempuan  dipekerjakan  untuk  tandur  menanam  benih
padi  atau  tanaman  palawija  lainnya,  ngagon  menyiangi  rumput,  dan  babad memanen padi. Upah buruh tani perempuan sekitar lima belas ribu rupiah, tetapi
mereka  dipekerjakan  selama  setengah  hari  wawancara  dengan  Ibu  Sirah  warga Desa Rungkang pada tanggal 5 Mei 2011.
2. Adanya Pergeseran Peran
Banyaknya penduduk Desa Rungkang yang berpendidikan hanya Tamat SD menyebabkan  mereka  tidak  mempunyai  keterampilan  yang  memadai  untuk
memeperoleh  kesempatan  kerja  yang  lebih  layak.  Penduduk  laki-laki  sebagian besar  adalah  melakukan  pekerjaan  kasar  seperti  buruh  tani  dan  buruh  bangunan.
Penduduk  perempuan  menjadi  buruh  tani  juga  dan  yang  sudah  menikah  hanya menjadi ibu rumah tangga yang hanya mempunyai keterampilan mengurus rumah
tangga seperti memasak, mencuci baju, menyetrika, dan lain-lain. Hal inilah yang
dijadikan modal utama untuk menjadi TKW di luar negeri karena sebagian besar mereka bekerja menjadi pembantu rumah tangga.
Latar  belakang  istri  memutuskan  untuk  menjadi  TKW  di  luar  negeri sebagian  besar  adalah  karena  faktor  ekonomi  yaitu  tujuan  utama  untuk  dapat
memenuhi  kebutuhan  hidup  keluarga  dan  meningkatkan  kesejahteraan  keluarga. Di  Desa  Rungkang  yang  sebagian  besar  penduduknya  adalah  buruh  tani
menyebabkan upah yang diperoleh suami tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan hidup  keluarga.  Faktor  pendukung  lainnya  yaitu  adalah  lingkungan.  Banyaknya
warga  Desa  Rungkang  yang  menjadi  TKW  yaitu  sekitar  30    warga menyebabkan  banyaknya  istri  mengambil  keputusan  menjadi  TKW  yaitu  juga
seolah-olah  karena  latah  atau  ikut-ikutan,  mereka  mempunyai  keinginan  untuk membuat  rumah  yang  layak  dan  menyekolahkan  anak-anaknya.  Hal  ini
dikarenakan  penghasilan  yang  ditawarkan  di  luar  negeri  jauh  lebih  besar dibandingkan jika tetap bekerja di desa sebagai buruh tani.
Peran  domestik  yang  biasanya  dilakukan  perempuan  seperti  memelihara, merawat  serta  mengasuh  anak,  menjaga  kebersihan  rumah  seperti  menyapu,
mengepel,  mencuci,  juga  pekerjaan  memasak.  Sektor  publik  dalam  hal  mencari nafkah  biasanya dilakukan laki-laki. Di desa Rungkang terjadi adanya pertukaran
peran,  istri  yang  menjadi  TKW  mencari  nafkah,  sedangkan  suami  di  rumah mengerjakan pekerjaan rumah. Hal ini dikemukakan oleh Bapak Sodikin sebagai
subjek penelitian. “Susahnya ditinggal istri itu saya harus bisa mengerjakan pekerjaan rumah
seperti menyapu, mencuci, apalagi kalau ada tamu harus nyuguhin wedang. Jadi  saya  tahu  bagaimana  beratnya  tugas  seorang  istri  setelah  ditinggal.
Kalau  masak  saya  tidak  bisa  mbak,..yang  masak  kakaknya  istri  saya.  Itu rumahnya  di  sebelah
”  wawancara  dengan  Bapak  Sodikin  pada  tanggal  3 mei 2011
Suami  selain  pelaku  peran  domestik  dan  juga  sebagai  pencari  nafkah. Sebagaimana  yang  diungkapkan  Pak  Sodikin  di  atas  selain  mengurusi  rumah
tangga  seperti  mencuci,  menyapu,  dan  urusan  rumah  tangga  yang  lain  kecuali memasak.  Pak  Sodikin  juga  menjadi  pekerja  buruh  tani,  jadi  dalam  hal  ini  Pak
Sodikin tidak hanya menggantungkan diri pada istri untuk mencari nafkah. Hal  serupa  dikemukakan  oleh  Bapak  Dulgoni  warga  Desa  Rungkang  yang
istrinya  menjadi  TKW.  Bapak  Dulgoni  mempunyai  dua  anak,  dan  beliau mengurus dan mengasuh anaknya sendiri tanpa bantuan mertua atau dari ibunya.
Di bawah ini merupakan pernyataan Bapak Dulgoni selaku subjek penelitian. “Kesulitan saya di tinggal istri ya banyak, saya itu merangkap harus jadi ya
bapak, ya ibu ya guru ya temen semuanyalah...namanya anak ya..suka rewel tidak  jelas..saya  sebagai  oarang  tua  ya  harus  bisa  memahami,  kalau  nangis
kan  bukan  karena  pengen  jajan  aja  ya..
tapi  karena  pengen  diperhatikan” wawancara dengan Bapak Dulgoni pada tanggal 6 Mei 2011
Bapak  Dulgoni,  menurut  wawancara  di  atas,  sangat  menyadari  kalau anaknya  yang  masih  kecil  masih  butuh  perhatian  dari  ibunya.  Karena  istrinya
sudah bekerja ke Arab Saudi sejak anaknya berumur sekitar 4 tahunan. Jadi bapak Dulgoni  memaklumi  kalau  anaknya  rewel  itu  bukan  karena  hanya  minta  uang
jajan,  tetapi  minta  untuk  lebih  diperhatikan,  bahwa  kasih  sayang  yang  tidak dirasakan dari ibunya harus didapatkan dari ayah sebagai pengganti ibu.
Dari  kutipan  wawancara  di  atas  maka  dapat  disimpulkan  bahwa  adanya pergantian  peran  pada  suami  dan  istri  pada  keluarga  TKW.  Istri  mencari  nafkah
dan  menjadi  tumpuan  keluarga  dalam  memperbaiki  perekonomian  juga kesejahteraan  keluarga,  dan  suami  mengurusi  urusan  rumah  tangga  seperti
mencuci  baju,  mencuci  piring,  menyapu  juga  mengurus  anak.  Suami  yang ditinggal  istrinya  ke  luar  negeri  pada  awalnya  merasa  canggung  dalam
mengerjakan  pekerjaan  rumah  tangga,  tetapi  setelah  jangka  waktu  yang  lama menjadi  terbiasa.  Selain  mengurusi  rumah  tangga  suami  juga  mencari  nafkah
tambahan.  Pada  umumnya  para  suami  atau  bapak  pada  keluarga  TKW mempunyai pekerjaan yang tidak tetap ada yang menjadi buruh tani, tukangburuh
bangunan, pedagang,dan lain-lain. Mereka tidak hanya menggantungkan diri pada istri untuk mencari nafkah.
3. Hubungan dalam Keluarga