8 Ventilasi dibuat di bagian top dan bottom kemasan, dengan tambahan di bagian
samping kemasan jika dibutuhkan, biasanya digunakan untuk pengangkutan via angkutan laut Isabellefruits, 2004.
a b Gambar 2. Tipe kemasan karton dengan ventilasi oblong a. Tipe FTC b.
Tipe RSC.
C. Kemasan Kayu
Kemasan pertama dalam distribusi adalah karung dan tong dari kayu dibuat untuk memudahkan penanganan Rawson, 1977. Semenjak revolusi industri dan
perkembangan dalam transportasi seperti pembangunan rel kereta dan jalan yang lebih baik mendorong pembuatan peti kayu dan krat-krat kayu sebagai kemasan
distribusi modern yang pertama. Mengingat hasil kayu melimpah dan tidak mahal menyebabkan permintaan akan kemasan kayu meningkat dan tidak
memperdulikan kerendahan mutu dari material tersebut. Pada saat ini penggunaan kemasan kayu hanya dilakukan ketika kekuatan
dan karakteristik dari kemasan tersebut dibutuhkan untuk mengantarkan produk tersebut dengan aman sampai ke tujuan, atau ketika produk tersebut bernilai tinggi
dan membutuhkan perlindungan ekstra. Ukuran kemasan kayu peti kayu bervariasi sangat tergantung pada
ukuran dan berat individu komoditas. Kemasan dengan ukuran panjang 57 cm, lebar 38 cm, dan tinggi 30 cm dapat memuat buah apel 25 kg atau buah peer
sebanyak 29 kg. Peti kayu dengan ukuran panjang 50 cm, lebar 30 cm, dan tinggi 22 cm dapat memuat buah apel 19 kg atau buah peer sebanyak 22 kg. Peti kayu
9 dengan ukuran panjang 60 cm, lebar 40 cm dan tinggi 25 cm dapat memuat apel
sebanyak 22 kg atau buah peer sebanyak 25 kg Poernomo, 1982.
D. Kayu Sebagai Bahan Kemasan
Harvey 1986 menerangkan bahwa, pilihan jenis kayu ditentukan berdasarkan jumlah yang tersedia dan harganya. Ada beberapa faktor yang harus
diperhatikan dalam menentukan jenis kayu yang cocok untuk kemasan yaitu densitas kayu, kemudahan pemakuan serta ukuran yang memadai. Jenis kayu yang
cocok untuk pengemasan adalah jenis kayu lunak softwood seperti Tusam sp. Atau Agathis sp. Dengan densitas antara 270-700 kgm
3
. Menurut Anonim 1988, kayu untuk bahan pengemas sebaiknya bersifat lentur, misalnya seperti kayu
Kenanga, kayu Teki dan kayu Jeungjing. Menurut JSA 1984, Kadar air kayu untuk bahan kemasan tidak boleh
lebih dari 20 persen. Kayu yang akan digunakan juga tidak boleh mengandung cacat seperti mata atau gabungan mata knot cluster yang diameternya lebih dari
sepertiga papan yang digunakan, keretakan atau pecah, busuk, namun retak atau belah split pada kayu yang tidak mempengaruhi penancapan paku pada saat
penggabungan dapat diabaikan. Harvey 1986 menyatakan bahwa karakteristik suatu kemasan sangat
dipengaruhi oleh jenis kayu yang digunakan mutu kayu, desain kemasan tipe kemasan, cara pengerjaan dalam konstruksi dan perakitan kemasan. Perbedaan
jenis kayu dapat menyebabkan perbedaan dalam kemudahan pengerjaan, kekuatan lengkung bending strength, kekuatan tekan compressive strength, daya
cengkeram paku nail holding power, ketahanan terhadap kikisan resistance of abrassion
dan ketahanan terhadap kerusakan atau kebusukan. Desain peti kayu yang hendak dirancang harus dapat memberikan
perlindungan yang cukup dengan memberikan kemudahan penanganan yang maksimum sedangkan dalam hubungannya dengan produk yang dikemas ada
sepuluh faktor yang berpengaruh yaitu : 1.
Sifat dan berat produk yang dikemas. 2.
Model peti dan palet. 3.
Bahan konstruksi dan kekuatan penggabungannya. 4.
Dimensi keseluruhan peti.
10 5.
Berat kosong. 6.
Metoda dan kekuatan pada penanganan selama perjalanan. 7.
Ketentuan dari negara pengimpor. 8.
Urgensi pengiriman. 9.
Kemampuan berada ditempat terbuka selama dibongkar. 10.
Kemampuan kemasan untuk digunakan kembali.
1. SengonJeungjing
Jeungjing atau sengon laut Paraserianthes falcataria L. Nielsen syn., termasuk dalam famili Fabaceae. Kayu ini merupakan kayu cepat tumbuh dan
banyak ditanam masyarakat sebagai hutan rakyat. Pohon ini pada umur 10 tahun sudah masak tebang. Daerah penyebaran kayu ini di Indonesia adalah di daerah
seluruh pulau Jawa, Maluku, Sulawesi Selatan, dan Irian Jaya. Kayu jeungjing banyak digunakan untuk bahan perumahan, peti, venir, pulp, papan semen wol
kayu, papan serat, dan sebagainya. Pohon ini memiliki panjang bebas cabang 10- 30 cm sampai 80 cm.
Ciri umum kayu jeungjing adalah sebagai berikut : a.
Kayu teras berwarna hampir putih atau coklat muda b.
Tekstur kayu agak kasar dan merata c.
Arah serat lurus, bergelombang lebar, atau berpadu d.
Permukaan kayu agak licin atau licin serta mengkilap e.
Kayu yang masih segar berbau petai, yang lambat laun hilang jika kayunya menjadi kering.
Kayu jeungjing mempunyai berat jenis rata-rata 0.33 dengan kisaran 0.24 – 0.49 sehingga termasuk kayu ringan, kelas kuat IV-V dan kelas awet IV-V.
Penyusutan kayu sampai kering tanur sebesar 2.5 persen dalam arah radial dan 5.2 persen dalam arah tangensial. Keawetan kayu jeungjing termasuk dalam kelas
sedang. Mempunyai nilai keteguhan belah sebesar 33.6 kgcm dalam arah radial dan 36.4 kgcm dalam arah tangensial Martawijaya et al., 1989.
11
2. Tusam
Tusam Pinus merkusii Jungh merupakan kayu ringan memiliki berat jenis 0.59 sehingga dimasukkan dalam kelas kekuatan II-III dan keawetannya
sedang termasuk dalam kelas III-V, memiliki keteguhan belah sebesar 42.6 kgcm dalam arah tangensial. Kayu ini baik untuk digunakan sebagai bahan bangunan
dibawah atap dan umumnya digunakan untuk korek api. Memiliki serat kayu yang panjang sehingga kayu yang masih muda baik untuk dijadikan bubur kayu untuk
kertas atau pulp. Kayu Tusam banyak ditemukan di daerah Sumatera. Kayu ini tumbuh pada
ketinggian 500-2000 m dpl. Tumbuhan ini merupakan tumbuhan pionir, dapat ditanam dengan baik di padang ilalang ataupun di belukar dan tahan akan
kekurangan zat asam. Pohonnya dapat mencapai tinggi 70 m dan diameter lebih dari 100 cm, dengan batang bebas sekitar 70 dari tinggi pohon.
Ciri umum kayu Tusam adalah sebagai berikut : a.
Umumnya batang berbentuk bulat dan lurus kadang-kadang memilin. b.
Kulitnya berwarna cokelat tua agak kelabu, permukaan kulit kasar dan beralur dalam.
c. Tekstur kayu halus, arah serat lurus, kesan raba permukaan licin.
d. Kayu yang mengandung damar terasa seperti berlemak.
e. Tebal pepagan pohon tua bisa mencapai 12 cm.
f. Daunnya berbentuk seperti jarum, tersusun dalam berkas-berkas yang masing-
masing terdiri atas dua daun. g.
Buahnya berbentuk kerucut yang terdiri atas sisik-sisik.
3. Agathis
Agathis Agathis loranthifolia dikenal dengan nama umumnya damar banyak ditemukan tersebar di Sumatera Barat, Sumatera Utara, Kalimantan
Tengah, Sulawesi, Maluku dan Irian. Pohon Agathis dapat tumbuh sampai ketinggian sampai 65 m, dengan diameter batang mencapai 150 cm. Kayu agathis
memiliki berat jenis 0.47 dan berada dalam kelas kekuatan III. Tajuk berbentuk kerucut dan berwarna hijau dengan percabangan mendatar melingkari batang.
Kulit luar berwarna kelabu sampai cokelat tua, mengelupas kecil-kecil berbentuk
12 bundar atau bulat telur. Pohon tidak berbanir, mengeluarkan damar yang lazim
disebut kopal. Memiliki nilai keteguhan belah sebesar 26.6 kgcm. Agathis memiliki ciri umum sebagai berikut :
a. Batangnya berbentuk silindris dan lurus.
b. Kayunya berwarna putih kadang agak kekuning-kuningan, tidak berpori.
c. Permukaan kulitnya berbintik-bintik cokelat pada bidang radial.
d. Tekstur kayu halus dan merata.
e. Memiliki arah serat lurus kadang terpilin.
E. Paku sebagai alat sambung
Sambungan merupakan titik terlemah dalam suatu konstruksi. Jika kekuatan kayu tanpa sambungan dianggap sama dengan 100 maka penggunaan
alat sambung berikut ini dalam suatu sambungan kayu mengakibatkan Yap, 1984 :
a. 30 apabila menggunakan alat sambung baut
b. 50 apabila menggunakan alat sambung paku
c. 60 apabila menggunakan alat sambung pasak
d. 100 apabila menggunakan alat sambung berupa perekat
Dalam Wirjomartono 1977, alat sambung yang digunakan dalam konstruksi kayu dapat dibagi menjadi empat golongan yaitu :
a. Paku, baut, dan sekrup
b. Pasak-pasak kayu keras
c. Alat-alat sambung modern kokot, bulldog, cincin belah, dan lain-lain
d. Perekat
Fungsi alat sambung adalah penyambung dan penghantar gaya yang bekerja pada satu bagian ke bagian lain dari sambungan. Satu bagian ke bagian
lain tersebut masing-masing merupakan satu kesatuan Paku adalah alat sambung mekanik yang paling umum dan familiar
digunakan masyarakat. Paku sering digunakan untuk alat sambung pada konstruksi bangunan kuda-kuda. Walaupun daya dukungnya kecil ternyata
sambungan dengan paku adalah kaku, karena sasarannya sangat kecil terutama jika dibandingkan dengan sambungan yang menggunakan baut Yap, 1984.
13 Kekuatan paku tergantung pada bahan penyusunnya besi, baja, seng atau
alumunium. Menurut Witjomartono 1977, paku biasanya dibuat dari baja Thomas yang mempunyai kokoh desak maksimum 600-800 kgcm
2
dan tegangan lentur maksimum 8000-12000 kgcm
2
. Walaupun sambungan paku merupakan tipe sambungan yang paling mudah, tetapi tidak semua kayu dapat dengan mudah
untuk dipaku. Pembelahan dan pembengkokan paku bisa diminimumkan dengan menggunakan jarak spasi minimum atau perlakuan awal yaitu dilakukan
pengeboran lubang paku terlebih dahulu dengan catatan besar lubang tidak boleh melebihi diameter paku yang akan digunakan.
F. Desain Kemasan