Perkembangan Desa Marindal I Sebagai Daerah Hinterland Kota Medan(Studi Pendekatan Dan Analisis Tipologi Desa)

(1)

PERKEMBANGAN DESA MARINDAL I SEBAGAI DAERAH HINTERLAND KOTA MEDAN(STUDI PENDEKATAN

DAN ANALISIS TIPOLOGI DESA)

TESIS

Oleh

AKHMAD SYARIF

107003035/PWD

SEKOLAH PASCASARJANA

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

2013


(2)

Tanggal : 01 Agustus 2013

PANITIA PENGUJI TESIS

KETUA : Prof. Dr. Marlon Sihombing, MA Anggota : 1. Dr. H.B. Tarmizi, SU

2. Prof. Dr. lic. rer. reg. Sirojuzilam, SE 3. Prof. Erlina, SE, M.Si, Ph.D, Ak 4. Dr. Rujiman, SE, MA


(3)

PERNYATAAN

PERKEMBANGAN DESA MARINDAL I SEBAGAI DAERAH HINTERLAND KOTA MEDAN(STUDI PENDEKATAN

DAN ANALISIS TIPOLOGI DESA)

Dengan ini penulis menyatakan bahwa Tesis ini disusun sebagai syarat untuk memperoleh Gelar Magister Sains pada Program Studi Perencanaan Pembangunan Wilayah Dan Pedesaan Sekolah PascaSarjana Universitas Sumatera Utara adalah benar merupakan hasil karya penulis sendiri.

Adapun pengutipan – pengutipan yang penulis lakukan pada bagian-bagian tertentu dari hasil karya orang lain dalam penulisan Tesis ini telah penulis cantumkan sumbernya secara jelas sesuai dengan norma, kaidah, dan etika penulisan ilmiah.

Apabila di kemudian hari ternyata ditemukan seluruh atau sebagian tesis ini bukan hasil karya penulis sendiri atau adanya plagiat dalam bagian-bagian tertentu, penulis bersedia menerima sanksi pencabutan gelar akademik yang penulis sandang dan sanksi lainnya sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Medan, Juli 2013 Penulis

Akhmad Syarif Nim. 107003035


(4)

PERKEMBANGAN DESA MARINDAL I SEBAGAI DAERAH HINTERLAND KOTA MEDAN (STUDI PENDEKATAN

DAN ANALISIS TIPOLOGI DESA) ABSTRAK

Akhmad Syarif NIM 107003035 Perkembangan Desa Marindal I Sebagai Daerah

Hinterland Kota Medan (Studi Pendekatan dan Analisis Tipologi Desa).

Penelitian ini dilakukan di Desa Marindal I Kecamatan Patumbak Kabupaten Deli Serdang. Dalam Penelitian ini di tetapkan 133 responden yaitu kepala keluarga. Alat analisis data yang digunakan adalah Skala likert kemudian mengolahnya dan menyajikan data secara sistimatis dengan menggunakan Tabel Frekuensi .

Dari hasil penelitian menunjukkan bahwa Desa Marindal I termasuk tahap Desa Swasembada. Faktor-faktor penentu tipologi desa menunjukkan bahwa Desa Marindal I termasuk Daerah mengarah pada ciri kehidupan kota yang dinilai dari angka kepadatan penduduk 2.692 jiwa Km2. Segi mata pencaharian penduduk Desa merindal I disektor Non Agraris sebesar 98,59 %. Pendidikan penduduk Desa Marindal I termasuk Desa Swasembada atau desa berkembang karena masyarakatnya sebesar 92,49 % Tamat SD. Adat istiadat Desa Marindal I bersifat tidak mengikat dan hanya 3 upacara adapt yang dilakukan. Sarana dan Prasarana Desa, Desa Marindal I termasuk kategori cukup dan sistem kekerabatan dan gotong ronyong Desa Marindal I tergolong rendah yaiti sebesar 3,11 % . Kemudian kehidupan social masyarakat Desa Marindal I tidak begitu erat dan kebersamaan masyarakat Desa sudah mulai luntur. Kemudian pola perkembangan Desa Marindal I sebagai Daerah Hinterland adalah mengarah pada perkembangan desa yang maju.


(5)

ABSTRACT

Akhmad Syarif, Std. ID Number: 107003035. The Development of Marindal I Village as the Hinterland of Medan (Approach Study and Village Typology Analysis). The research was conducted at Marindal I village, Patumbak Subdistrict, Deli Serdang District. The samples consisted of 133 families as respondents. The data were analyzed by using likert scale, processed, and presented systematically, using Frequency Tables.

The result of the research showed that Marindal I village fell under self-supporting village. The determinant factors of village typology indicated that Marindal I village tended to have the characteristic of urban life, viewed from the population density of 2.692 person per square kilometer. 98.59% of the people’s livelihood at Marindal I village was non-agrarian. Education at Marindal I village made it a self-supporting village or developing village because 92.49% of its people were SD (Elementary School) graduates. Custom at Marindal I village was not strict; there were only three adat ceremonies. In village equipment and infrastructure, Marindal I village was in the moderate category, but kinship and work together system at this village was low (3.11%). The people’s social life at this village was not very good, and it seemed that it lacked of sense of togetherness. Nevertheless, the development pattern of Marindal I village as the hinterland tended to be progressive.


(6)

KATA PENGANTAR

Penulis mengucapkan puji dan syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan berkah-Nya kepada penulis sehingga penulis dapat menyelesaikan penulis Tesis ini. Selama melakukan penelitian dan penulisan Tesis ini, penulis banyak memperoleh bantuan moril dan material dari berbagai pihak. Oleh karena itu pada kesempatan ini penulis menyampaikan ucapan terima kasih yang tulus kepada:

1. Bapak Prof. Dr. dr. Syahril Pasaribu, DTM & H M.Sc, (CTM), Sp. A(K) selaku Rektor Universitas Sumatera Utara.

2. Bapak Prof. Dr. Erman Munir, M,Si selaku direktur PascaSarjana Universitas Sumatetra Utara

3. Bapak Prof. Dr. Lic. Rer. Reg. Sirojuzilam, SE selaku Ketua Program Studi Perencanaan Pembangunan Wilayah dan Pedesaan Sekolah PascaSarjana Universitas Sumatera Utara.

4. Bapak Prof. Dr. Marlon Sihombing, MA selaku Ketua Komisi Pembimbing yang telah memberikan arahan kepada penulis sehingga tesis ini dapat diselesaikan dengan baik.

5. Bapak Dr. HB. Tarmizi, SU selaku anggota komisi pembimbing yang telah meluangkan waktu, tenaga dan pikirannya kepada penulis dalam menyelesaikan Tesis ini.

6. Bapak Prof. Dr. Lic. Rer. Reg. Sirojuzilam, SE, Bapak Drs. Rujiman, MA dan Ibu Prof. Erlina, SE, M. Si, Ph.D selaku komisi pembanding atas saran


(7)

dan kritik yang konstrukstif yang diberikan demi penyermpurnaan Tesis ini .

7. Kepada Ayahanda dan Ibunda tercinta yang telah memberikan motivasi baik secara materi dan moril serta Do’a Ayahanda dan Ibunda selama menjalani proses pembelajaran disekolah PascaSarjana Universitas Sumatera Utara.

8. Kepada adik yang tercinta yang telah memberikan motivasi dan do’anya kepada penulis dalam proses menyelesaikan Tesis ini.

9. Kepada kekasih hati Nurul Hidayah Azmi, S.S. yang selalu memberikan semangat dan pemikiran kepada penulis dalam menyelesaikan tesis ini. 10.Kepada sahabat-sahabat di PWK angkatan 2010 yang telah membantu

penulis dalam menyelesaikan Tesis ini. Semoga persahabatan kita tetap berlanjut.

11.Kepada kawan-kawan seperjuangan Doni, Bang Feri, Idris, Faisal, Toto, Ramsul yang telah membantu melakukan penelitian Tesis.

Akhirnya penulis mengucapkan banyak terima kasih kepada seluruh pihak yang telah membantu dalam penyelesaian Tesis ini, semoga kebaikan yang telah diberikan mendapat imbalan dari Tuhan yang Maha Esa. Penulis menyadari Tesis ini masih banyak memiliki kekurangan dan jauh dari sempurna. Namun harapan penulis ini bermanfaat kepada seluruh pembaca, semoga kiranya Tuhan yang Maha Esa memberkati kita semua.

Medan, Juli 2013 Penulis,

Akhmad Syarif Nim. 107003035


(8)

DAFTAR ISI

Halaman

ABSTRAK……….. i

ABSTRACT……… ii

KATA PENGANTAR………... iii

DAFTAR ISI ... vi

DAFTAR TABEL ... xi

DAFTAR GAMBAR ... xii

BAB I PENDAHULUAN ... 1

1.1 Latar Belakang Masalah ... 1

1.2 Perumusan Masalah ... 4

1.3 Tujuan Penelitian ... 5

1.4 Manfaat Penelitian ... 5

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... 7

2.1 Hinterland ... 7

2.2 Tipologi Desa ... 10

2.3 Desa ... 11

2.4 Kota ... 13

2.4.1 Desa Swadaya ... 16

2.4.2 Desa Swakarya ... 18

2.4.3 Desa Swasembada... 20

2.5 Masyarakat Desa Kota ... 34

2.6 Kondisi Fisik Rumah Tempat Tinggal ... 37

2.7 Kerangka Berfikir ... 40

BAB III METODE PENELITIAN ... 42

3.1 Tempat dan Waktu Penelitian ... 42

3.2 Jenis Penelitian ... 42

3.3 Populasi dan Sampel ... 42

3.4 Teknik Pengumpulan Data ... 43

3.5 Defenisi Operasional Variabel Penelitian ... 44

3.6 Model Analisis Data ... 46

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ... 48

4.1 Hasil Penelitian ... 48

4.1.1 Sejarah Singkat Desa Marindal I ... 48

4.2 Kondisi Fisik ... 49

4.2.1 Letak dan Luas... 49

4.2.2 Iklim ... 49

4.2.3 Penggunaan Lahan ... 50

4.3 Kondisi Non Fisik... 51

4.3.1 Keadaan Penduduk ... 51

4.3.1.1 Jumlah Penduduk Berdasarkan Jenis Kelamin ... 52

4.3.1.2 Jumlah penduduk Berdasarkan Agama ... 53

4.3.1.3 Sarana Ibadah Desa Marindal I ... 54


(9)

4.3.1.5 Sarana Pendidikan Desa Marindal I ... 56

4.3.1.6 Jumlah Penduduk Berdasarkan Mata Pencaharian Desa Marindal I ... 56

4.3.1.7 Sarana Kesehatan Desa Marindal I ... 57

4.4 Tipologi Desa Marindal I Kecamatan Patumbak Kabupaten Deli Serdang ... 58

4.4.1 Kepadatan Penduduk ... 58

4.4.2 Keadaan Alam ... 59

4.4.3 Orbitrasi ... 59

4.4.4 Mata Pencaharian ... 60

4.4.5 Produksi ... 60

4.4.6 Adat Istiadat... 61

4.4.7 Kelembagaan ... 62

4.4.7.1 Lembaga Pemerintahan ... 62

4.4.7.2 Lembaga Non Pemerintahan ... 66

4.4.8 Pendidikan dan keterampilan ... 66

4.4.9 Swadaya dan Gotong Royong ... 67

4.4.10 Sarana dan Prasarana ... 67

4.5. Kehidupan Sosial Masyarakat Desa Marindal I Kecamatan Patumbak Kabupaten Deli Serdang ... 69

4.5.1 Pekerjaan ... 69

4.5.2 Pendapatan... 70

4.5.3 Pendidikan ... 70

4.5.4 Sistem Kekerabatan dan Gotong Royong ... 71

4.5.5 Kondisi Rumah ... 73

4.5.6. Fasilitas Rumah responden ... 75

4.6. Pembahasan ... 76

4.6.1 Tipologi Desa Marindal I Kecamatan Patumbak Kabupaten Deli Serdang ... 76

4.6.1.1 Faktor Penduduk ... 76

4.6.1.2 Keadaan alam ... 77

4.6.1.3 Orbitrasi ... 80

4.6.1.4 Mata Pencaharian ... 81

4.6.1.5 Produksi ... 81

4.6.1.6 Adat Istiadat ... 82

4.6.1.7 Kelembagaan... 83

4.6.1.8 Pendidikan ... 84

4.6.1.9 Swadaya dan Gotong Royong... 84

4.6.1.10 Sarana dan Prasarana ... 85

4.7. Kehidupan Sosial Masyarakat Marindal I Kecamatan Patumbak Kabupaten Deli Serdang ... 90

4.7.1 Pekerjaan responden ... 90

4.7.2 Pendapatan Responden ... 91

4.7.3 Pendidikan responden ... 91

4.7.4 Sistem Kekerabatan dan Gotong Royong ... 92

4.7.5 Kondisi Rumah Responden ... 93

4.7.6 Fasilitas Rumah Responden ... 94


(10)

4.9. Kaitan Kehidupan Sosial Masyarakat Desa Marindal I

Pengembangan Wilayah ... 97

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 99

5.1 Kesimpulan ... 99

5.2 Saran ... 100

DAFTAR PUSTAKA ... 102

LAMPIRAN 1 : Angket Peneleitian ... 103

LAMPIRAN 2 : Identitas Responden ... 106

LAMPIRAN 3 : Jawaban Responden (Sistem Kekerabatan Dan Gotong Royong) ... 113

LAMPIRAN 4 : Perhitungan Sistem Kekerabatan Dan Gotong Royong ... 118

LAMPIRAN 5 : Jawaban Responden (Kondisi Fisik Rumah)... 119

LAMPIRAN 6 : Perhitungan Kondisi Fisik Rumah Responden ... 125

LAMPIRAN 7 : Jawaban Responden (Fasilitas Yang Dimiliki) ... 126


(11)

DAFTAR TABEL

No. Keterangan Halaman

2.1. Kriteria Desa Berdasarkan Luas dan Kepadatan ... 12

2.2. Penilaian Keadaan Alam... 23

3.1. Penilaian Indikator Penentu Dalam Tipologi Desa ... 47

4.1. Penggunaan Lahan Desa Marindal 1 Tahun 2012 ... 50

4.2. Jumlah Penduduk Desa Marindal 1 ... 52

4.3. Jumlah Penduduk menurut Agama ... 54

4.4. Sarana Ibadah Desa Marindal 1 ... 54

4.5. Tingkat Pendidikan Masyarakat Desa Marindal 1 ... 55

4.6. Sarana Pendidikan Desa Marindal I ... 56

4.7. Jumlah Penduduk Menurut Mata Pencaharian ... 57

4.8. Sarana Kesehatan Desa Marindal I ... 57

4.9. Keadaan Alam Desa Marindal ... 59

4.10. Hasil Produksi Desa Marindal I ... 61

4.11. Upacara-upacara Adat Desa Marindal I ... 62

4.12. Panjang Jalan Desa Marindal ... 68

4.13. Pekerjaan Masyarakat Desa Marindal I ... 69

4.15. Pendapatan Responden Desa Marindal I ... 70

4.16. Tingkat Pendidikan Responden ... 71

4.17. Hasil Rata-rata Jawaban Angke Sosial masyarakat Desa Marindal I . 72 4.18. Kondisi Fisik Rumah Responden ... 74

4.19. Fasilitas yang Dimiliki Responden ... 75

4.20. Keadaan Alam Desa Marindal ... 79

4.21. Kelembagaan Desa Marindal I ... 83

4.22. Sarana dan Prasarana Desa Marindal I ... 87


(12)

DAFTAR GAMBAR

No.Uraian Halaman

2.1. Skema Krangka berfikir ... 41

4.1. Struktur Pemerintahan Desa Marindal I ... 63

4.2. Struktur Badan Permusyawarahan Desa ... 64


(13)

PERKEMBANGAN DESA MARINDAL I SEBAGAI DAERAH HINTERLAND KOTA MEDAN (STUDI PENDEKATAN

DAN ANALISIS TIPOLOGI DESA) ABSTRAK

Akhmad Syarif NIM 107003035 Perkembangan Desa Marindal I Sebagai Daerah

Hinterland Kota Medan (Studi Pendekatan dan Analisis Tipologi Desa).

Penelitian ini dilakukan di Desa Marindal I Kecamatan Patumbak Kabupaten Deli Serdang. Dalam Penelitian ini di tetapkan 133 responden yaitu kepala keluarga. Alat analisis data yang digunakan adalah Skala likert kemudian mengolahnya dan menyajikan data secara sistimatis dengan menggunakan Tabel Frekuensi .

Dari hasil penelitian menunjukkan bahwa Desa Marindal I termasuk tahap Desa Swasembada. Faktor-faktor penentu tipologi desa menunjukkan bahwa Desa Marindal I termasuk Daerah mengarah pada ciri kehidupan kota yang dinilai dari angka kepadatan penduduk 2.692 jiwa Km2. Segi mata pencaharian penduduk Desa merindal I disektor Non Agraris sebesar 98,59 %. Pendidikan penduduk Desa Marindal I termasuk Desa Swasembada atau desa berkembang karena masyarakatnya sebesar 92,49 % Tamat SD. Adat istiadat Desa Marindal I bersifat tidak mengikat dan hanya 3 upacara adapt yang dilakukan. Sarana dan Prasarana Desa, Desa Marindal I termasuk kategori cukup dan sistem kekerabatan dan gotong ronyong Desa Marindal I tergolong rendah yaiti sebesar 3,11 % . Kemudian kehidupan social masyarakat Desa Marindal I tidak begitu erat dan kebersamaan masyarakat Desa sudah mulai luntur. Kemudian pola perkembangan Desa Marindal I sebagai Daerah Hinterland adalah mengarah pada perkembangan desa yang maju.


(14)

ABSTRACT

Akhmad Syarif, Std. ID Number: 107003035. The Development of Marindal I Village as the Hinterland of Medan (Approach Study and Village Typology Analysis). The research was conducted at Marindal I village, Patumbak Subdistrict, Deli Serdang District. The samples consisted of 133 families as respondents. The data were analyzed by using likert scale, processed, and presented systematically, using Frequency Tables.

The result of the research showed that Marindal I village fell under self-supporting village. The determinant factors of village typology indicated that Marindal I village tended to have the characteristic of urban life, viewed from the population density of 2.692 person per square kilometer. 98.59% of the people’s livelihood at Marindal I village was non-agrarian. Education at Marindal I village made it a self-supporting village or developing village because 92.49% of its people were SD (Elementary School) graduates. Custom at Marindal I village was not strict; there were only three adat ceremonies. In village equipment and infrastructure, Marindal I village was in the moderate category, but kinship and work together system at this village was low (3.11%). The people’s social life at this village was not very good, and it seemed that it lacked of sense of togetherness. Nevertheless, the development pattern of Marindal I village as the hinterland tended to be progressive.


(15)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang Masalah

Perkembangan merupakan suatu proses perubahan dari suatu keadaan keadaan lain dalam waktu yang berbeda. Perubahan keadaan tersebut biasanya didasarkan pada waktu yang berbeda dan untuk analisis ruang yang sama. Perkembangan setiap wilayah tidaklah sama, tergantung pada potensi kemampuan dan kendala. Potensi kemampuan dan kendala tersebut mencakup faktor fisik maupun faktor sosial yang ada pada wilayah tersebut yang akhirnya akan mempengaruhi fungsi dan bentuk fisiknya.

Potensi kemampuan dan kendala yang tidak terlepas dari peran pemerintah sebagai katalisator dan controlling di suatu wilayah. Pemerintah yang sistemnya hirarki selalu mengarahkan perkembangan pada cita-cita dan tujuan nasional melalui kebijakan pemerintah pusat sampai pada satuan pemerintah terkecil baik untuk wilayah yang sudah maju yaitu kota maupun yang belum maju yakni desa.

Pembangunan ini merupakan rangkaian upaya perbaikan dan peningkatan taraf kehidupan Bangsa dan Negara yang dilaksanakan secara berkesinambungan. Dalam rangka pemerataan pembangunan keseluruh wilayah di Indonesia, maka tidak terlepas dari desa dan kota sebagai wilayah atau ruang dalam melaksanakan pembangunan tersebut. Oleh karena itu telah banyak output dari pembangunan tersebut bagi masyarakat ke tahap yang lebih baik serta desa-desa tertinggal sebagian besar telah mengalami perubahan dari desa (swadaya) menjadi desa


(16)

swakarya ataupun desa swasembada. Perubahan itu dapat diketahui dari ciri-cirinya yakni pendapatan, produksi, pendidikan, administrasi pemerintahan desa, sarana dan prasarana, penerapan teknologi baru, komunikasi dengan daerah lain serta adat istiadat ( Wardyatmoko, 2003).

Desa dan kota harus dipandang sebagai dua wilayah yang saling berhubungan terutama untuk daerah desa yang berdekatan dengan wilayah kota atau sebaliknya yang saling mensuplay kebutuhan. Bagi wilayah kota, posisi desa sangat pentingnya fungsinya sebagai daerah hinterland, yakni daerah yang berfungsi untuk memenuhi atau memasok kebutuhan bahan makanan pokok seperti padi, buah-buahan, ketela, jagung, maupun palawija. Desa seperti ini dapat dinyatakan sebagai desa hinterland dari daerah kota.

Kota Medan merupakan salah satu kota besar yang ada di Indonesia. Salah satunya adalah Desa Marindal I yang merupakan salah satu desa yang ada di Kabupaten Deli serdang yang berbatasan langsung dengan sebagian wilayah sebelah timur kota medan. Interaksi keruangan antara desa Marindal I dengan kota Medan merupakan perwujudan perbedaan karakteristik wilayah, dimana masyarakat kota, sebagai sumber tenaga kerja serta sebagai penyedia berbagai kebutuhan masyarakat kota. Dari segi kegiatan kerja desa ini dapat dikatakan sebagai desa industri. Hal tersebut dapat dilihat dari adanya beberapa industri. Dimana industri-industri tersebut jika ditinjau dari segi jumlah tenaga kerjanya dapat dikategorikan dalam tiga skala, yaitu industri kecil, sedang maupun besar yang memproduksi barang-barang yang dibutuhkan oleh masyarakat kota.

Secara administratif Desa marindal I terletak di Kecamatan Patumbak kabupaten Deli serdang. Jarak Desa Marindal I dengan kota Medan adalah 4 km,


(17)

sedangkan dengan kota Lubuk Pakam (ibu kota Kabupaten Deli Serdang) adalah 30 km. berdasarkan jarak tersebut jarak desa Marindal 1 relatif lebih dekat terhadap kota Medan dari pada kota Lubuk pakam yang merupakan ibu kota Kabupaten deli serdang.

Desa Marindal 1 dengan luas 810 Ha dan sebagai salah satu daerah hinterland kota Medan merupakan salah satu desa yang berkembang di kawasan Marindal 1 dari fisik, kehidupan sosial masyarakatnya. Hal ini dapat diperkirakan sebagai dampak positif dari faktor letaknya yang strategis sebagai salah satu daerah hinterland kota Medan yang terwujud dari interaksi antara desa dengan kota Medan.

Masyarakat desa Marindal 1 kini dirasakan tidaklah lagi sebagaimana layaknya kehidupan masyarakat desa. Jika dilihat dari kehidupan budayanya corak kehidupan budaya masyarakat desa Marindal 1 juga tidak seperti layaknya budaya kehidupan masyarakat di pedesaan. Baik dari cara berpakaian, hubungan kekerabatan, kerjasama, dan lain sebagainya. Bentuk pekerjaan atau mata pencaharian masyarakatnya juga sudah lebih heterogen yang tidak terpaku lagi pada sektor primer saja. Dimana hal tersebut akan berpengaruh pada tingkat pendidikan anak, kesehatan, keadaan rumah, serta pola kehidupannya.

Kecamatan Patumbak memiliki desa salah satunya desa marindal I yang pada mulanya tergolong desa swadaya. Keadaan desa ini telah telah mengalami perubahan, akan tetapi belum jelas tingkat perkembangannya. Kondisi ini dapat diketahui dari potensi desa dan ciri-ciri perkembangan desa yang mencakup pendapatan, produksi, pendidikan, administrasi pemerintah desa, sarana dan


(18)

prasarana, penerapan teknologi baru, komunikasi dengan daerah lain serta adat istiadat di Desa Marindal I Kecamatan Patumbak Kabupaten Deli Serdang.

Desa Marindal I berada di pinggiran kota besar yaitu kota Medan. Dari segi ekonomi, perekonomian yang dianut oleh masyarakat desa Marindal I adalah perekonomian campuran (heterogen). Dengan sendirinya status sosial masyarakat desa Marindal I juga heterogen karena pengaruh dari bidang-bidang pekerjaan yang digeluti oleh masyarakat itu sendiri seperti PNS, ABRI, Karyawan swasta, Jasa, Pertukangan, petani, Wiraswasta/pedagang, Pembantu Rumah Tangga yang mengharuskan masyarakat desa Marindal I melakukan mobilitas ulang-alik karena bekerja di luar desanya.

Berdasarkan latar belakang di atas, maka penelitian ini menitik beratkan pada tipologi desa Marindal I yang berindikator pada kepadatan penduduk, orbitasi, mata pencaharian penduduk, kelembagaan, swadaya dan gotong royong serta sarana dan prasarana yang terdapat pada desa tersebut serta keadaan sosiologis masyarakat yang ditinjau dari tingkat pendidikan, jenis pekerjaan (agraris dan non agraris), dan keadaan rumah, pola perilaku seperti cara berpakaian, sistem kekerabatan serta sistem kegotong royongan.

1.2. Perumusan Masalah

Sesuai dengan pembatasan masalah di atas, maka peneliti merumuskan masalah dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :

1. Bagaimana tipologi Desa Marindal I Kecamatan Patumbak Kabupaten Deli Serdang?


(19)

2. Bagaimana kehidupan sosial masyarakat Desa Marindal I Kecamatan Patumbak Kabupaten Deli Serdang?

3. Bagaimana pola perkembangan Desa Marindal I Kecamatan Patumbak Kabupaten Deli Serdang?

1.3. Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian ini adalah :

1. Untuk mengetahui Tipologi Desa Marindal I Kecamatan Patumbak Kabupaten Deli Serdang.

2. Untuk mengetahui kehidupan sosial masyarakat Desa Marindal I Kecamatan Patumbak Kabupaten Deli Serdang.

3. Untuk mengetahui pola perkembangan Desa Marindal I Kecamatan Patumbak Kabupaten Deli Serdang.

1.4. Manfaat Penelitian

Manfaat dari penelitian ini adalah :

1. Hasil penelitian ini diharapkan dapat dipergunakan dalam penentuan status Desa Marindal I, apakah desa Marindal I masih berstatus desa atau sudah dapat dikatakan kota kecil.

2. Sebagai masukan pemikiran teoritis bagi ilmu pengetahuan khususnya dalam kajian pembangunan pedesaan.

3. Menambah wawasan penulis dalam penyusunan karya ilmiah dalam bentuk tesis


(20)

4. Sebagai salah satu syarat menyelesaikan studi pada Program Pasca Sarjana Jurusan Perencanaan Wilayah dan Pedesaan Universitas Sumatera Utara.


(21)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Hinterland

Letak suatu desa pada umumnya jauh dari pusat keramaian. Desa yang terletak di perbatasan kota mempunyai kemungkinan lebih berkembang dibanding desa-desa di pedalaman. Unsur letak menentukan besar kecilnya isolasi suatu desa terhadap desa lain. Desa yang terletak jauh dari kota memiliki lahan yang luas. Penggunaan lahan lebih banyak untuk pertanian tanaman pokok dan tanaman perdagangan daripada untuk gedung-gedung atau perumahan. Desa memiliki fungsi penting bagi perkembangan daerah sekitarnya.

Hinterland merupakan daerah belakang yang berfungsi untuk memenuhi atau memasok kebutuhan pangan atau kebutuhan bahan makanan pokok seperti padi, buah-buahan, jagung serta palawija. Desa seperti ini dapat dinyatakan sebagai daerah hinterland dari daerah kota. Penentuan daerah hinterland berupa kecamatan atau desa didasarakan atas jarak atau radius keterikatan desa atau kecamatan pada kawasan sentra produksi baik ekonomi dan pelayanan.

Kawasan pedalaman atau (hinterland) bisa berarti sebagai wilayah dari suatu impor didistribusikan (permukiman). Secara geografis homogen dan penduduk tersebar merata. Tempat pusat (central place) dalam hal ini diasumsi sebagai kawasan permukiman, mempunyai beberapa konsep yaitu: jangkauan (range) dan ambang (threshold). Christaller mengemukakan lima ukuran/tingkat komunitas yang ada dalam sistem tempat pusat. Kelima ukuran/tingkat tersebut masing- masing Hamlet (semacam dusun kecil atau kawasan permukiman),


(22)

kemudian Village (desa), Town (kota kecil), City (kota yang lebih besar) dan Regional Capital (ibukota Propinsi ).

Daerah belakang menjadi faktor yang dapat mempengaruhi pembangunan daerah pusat sehingga dipandang sebagai wilayah yang memiliki peran strategis dalam mendukung suatu pembangunan. Penegasan yang ditekankan oleh yunus (2002) bahwa hinterland adalah sebuah daerah yang secara administratif dapat dipisahkan dari daerah pusat dan memiliki karakteristik yang berbeda dengan berorientasi kepada kehidupan masyarakat pertanian. Setiap daerah memiliki potensi untuk menjadi kota. Namun harus diperhatikan bahwa disamping pembangunan kota secara fisik juga sosial, ekonomi, dan budaya harus juga diperhatikan dengan membagi hubungan interelasi aktif denga beberapa daerah disekitarnya sebagai daerah terdekat yang dapat dijangkau dan memiliki hubungan saling mempengruhi antara daerah pusat dengan daerah belakang.

Kota merupakan pusat perdagangan, pusat industri, pusat pertumbuhan, simpul distribusi, pusat permukiman atau daerah modal.Sedangkan daerah di luar pusat konsentrasi tersebut dinamakan dengan berbagai istilah, seperti daerah pedalaman, wilayah belakang atau pinggiran (hinterland). Daerah perkotaan seperti medan yang sarat akan berbagai fasilitas, prasarana dan sarana secara logis tentu memiliki laju pertumbuhan ekonomi yang lebih cepat jika dibanding dengan wilayah yang berada di luarnya. Di satu sisi pertumbuhan ini menyebabkan semakin terbukanya kesempatan kerja baru, di sisi lain pertumbuhan ini berdampak pada meningkatnya jumlah penduduk di wilayah pinggiran yang berbatasan langsung dengan Kota Medan antara lain Kecamatan Percut Sei Tuan


(23)

di Kabupaten Deli serdang, Kecamatan sunggal di Kabupaten deli serdang dan Kecamatan Deli Tua di Kabupaten Deli Serdang.

kawasan yang ditetapkan sebagai penggerak perekonomian wilayah (prime

mover) yang memiliki kriteria sebagai kawasan yang cepat tumbuh dibanding

lokasi lainnya dalam suatu provinsi, memiliki sektor unggulan dan memiliki keterkaitan ekonomi dengan daerah sekitar (hinterland). Pertumbuhan kawasanandalan diharapkan dapat memberikan kontribusi yang positif bagi pertumbuhan daerah sekitar (hinterland) melalui pemberdayaan sektor/subsektor unggulan sebagai penggerak perekonomian daerah dan keterkaitan ekonomi antar daerah.

Pertumbuhan kota meningkat terus dan setelah sampai pada tingkat tertentu mereka memerlukan sumber daya (tenaga kerja, modal, dll) yang didatangkan dari luar daerah. Dalam hal ini tidak dapat dijelaskan dalam pengertian permintaan barang dan jasa dari daerah hinterland. Diakui bahwa hinterland dan kota berkaitan satu sama lainnya. Tanpa hinterland pertumbuhan kota tidak akan pesat, sebaliknya hinterland tanpa kota juga tidak akan menikmati kemajuan teknologi yang pada umumnya ditransfer dari kota-kota besar.

Daerah hinterland yang saling memiliki interaksi antar satu sama lain memiliki fungsi yang sangat penting. Menurut Bintarto Fungsi Daerah Hinterland sebagai berikut.

a. Dalam interaksi desa-kota, Hinterland berfungsi sebagai daerah dukung (hinterland) atau daerah pensuplai bahan makanan pokok, seperti padi, jagung, ketela, kacang, kedelai, buah-buahan, sayur-sayuran, dan daging hewan.


(24)

b. Daerah Hinterland berfungsi sebagai lumbung bahan mentah (raw material) dan tenaga kerja (man power) ditinjau dari sisi potensi ekonomi.

c. Dari sisi kegiatan kerja (occupation), daerah hinterland dapat berfungsi sebagai desa agraris, desa manufaktur, desa industri dan desa nelayan.

Dalam pembangunan desa terutama desa yang menjadi daerah hinterland banyak sekali hambatan diantaranya yang paling mendesak yaitu:

a. Memperkecil kesenjangan antara desa dan kota dan antar pelaku pembangunan

b. Merubah pola pembangunan dan pendekatan yang bersifat sentralistik dan sektoral menjadi terdesentralisasi dan holistik.

c. Meningkatkan kemampuan SDM dan masyarakat untuk menunjang pembangunan dan pertumbuhan desa.

d. Meningkatkan pembangunan prasarana fisik dan penyebarannya yang mampu menjangkau ke berbagai pelosok.

2.2. Tipologi Desa

Secara nasional jumlah desa tercatat sekitar 65.000 desa.Masing-masing mempunyai ciri-ciri tersendiri variasinya sangat luas maka sangat sulit untuk merumuskan kebijaksanaan pembangunan secara spesifik. Oleh karena itu dipandang perlu menyusun tipologi desa. Tipologi desa dapat memberikan gambaran yang lebih sederhana tetapi dapat menggambarkan profil desa-desa yang mempunyai ciri-ciri yang mirip dengan kota. Tipologi menggambarkan tentang tipe atau pola ataupun sebagai pencerminan model berdasarkan kemiripan atau keserupaan ciri-ciri dan potensi sumberdaya (alam, manusia dan buatan) yang


(25)

dimiliki oleh suatu desa dapat pula dikaitkan dengan aspek topografinya, kegiatan ekonomi daerah yang dominan berdasarkan kemampuan keswadayaan masyarakat dan lainnya.

2.3.Desa

Dalam arti umum desa adalah permukiman manusia yang letaknya di luar kota dan aktivitas ekonomi produksinya bercorak agraris. Dalam arti administratif Desa adalah kesatuan masyarakat hukum yang memiliki batas-batas wilayah yang berwenang untuk mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat setempat. Berdasarkan asal usul dan adat istiadat setempat yang diakui dan dihormati dalam sistem Pemerintah Negara Kesatuan Republik Indonesia (Berdasarkan UU No. 32 Pasal 1 Tahun 2004). Ndraha (1994) mengemukakan bahwa Desa adalah suatu daerah yang ditempati oleh sejumlah penduduk sebagai kesatuan masyarakat hukum yang mempunyai organisasi pemerintah terndah langsung di bawah camat dan berhak menyelenggarakan rumah tangga sendiri dalam ikatan Negara Kesatuan Republik Indonesia.

Marbun (2001) mengatakan Desa adalah sebagai salah satu hukum yang ada sejak beberapa keturunan dan mempunyai ikatan kekeluargaan atau ikatan sosial yang hidup serta tinggal menetap di suatu daerah tertentu dengan adat istiadat yang dijadikan landasan hukum dan mempunyai pemimpin formal yakni kepala desa. Menurut Bintarto (1984) mengemukakan bahwa Desa merupakan perwujudan atau kesatuan geografi, sosial, ekonomi, politik dan kultural yang terdapat di suatu daerah dalam hubungan dan pengaruhnya secara timbal balik dengan daerah lain. Desa itu tidak sama luasnya disetiap wilayah. setiawan (2003)


(26)

membagi kriteria desa berdasarkan luas dan kepadatannya seperti pada tabel dibawah ini :

Tabel 2.1. :

Kriteria Desa Berdasarkan Luas dan Kepadatannya

No Sebutan Desa Luas (km²) Kepadatan (jiwa/km²) 1 Desa terkecil < 2 km² 10 - 99 jiwa/km²)

2 Desa Kecil 2 – 4 km² 100 – 499 jiwa/km²

3 Desa Sedang 4 – 6 km² 500 – 1499 jiwa/km²

4 Desa besar 6 – 8 km² 1500 – 2999 jiwa/km²

5 Desa terbesar 8 – 10 km² 3000 – 4500 jiwa/km² Menurut Daldjoeni (1987) bahwa Desa adalah suatu tempat atau daerah dimana penduduk berkumpul dan hidup bersama di mana mereka dapat menggunakan lingkungan setempat untuk kehidupan mereka. Dalam definisi tersebut tersirat adanya tiga unsur yaitu penduduk, tanah, dan bangunan karena masing-masing unsur itu lambat atau cepat mengalami perubahan maka desa sebagian pola permukiman bersifat dinamis.

Kemudian Daljoeni (1987) menjelaskan bahwa desa dan masyarakatnya erat sekali hubungannya dengan alam. Terutama iklim yang pengaruhnya terlihat pada permusimanya seakan-akan mengatur kegiatan manusia dalam bertani. Penduduk di desa merupakan satu unit kerja, jumlah mereka relatif tidaklah besar dan struktur ekonomi pada umumnya agraris. Masyarakat desa juga mewujudkan suatu paguyuban atau menurut sosiologi suatu Gemeinschaft dimana ikatan kekeluargaan erat.

Secara hukum keberadaan desa diatur dalam Undang-Undang Nomor 5 tahun 1974 dan Undang-undang Nomor 5 tahun 1979 yang pemerintahannya diatur dalam Peraturan Menteri Dalam Negeri Tahun 1981 nomor 1 yang mana Pemerintahan Desa terdiri Kepala Desa, Sekretaris Desa, Kepala Dusun, dan Kepala Urusan. Pemerintahan Desa tersebut berhak menyelenggarakan urusan


(27)

rumah tangganya dengan menggunakan perangkat atau kelembagaan pengambilan keputusan yang ada.

Apabila melihat perkembangan desa-desa di Indonesia, menurut Soetarjo (2003) bahwa desa-desa tersebut awalnya merupakan tempat tinggal sementara kelompok orang yang memiliki mata pencaharian bersama. Kebiasaan hidup berpindah menyebabkan tidak mungkin hanya melakukannya satu keluarga. Oleh karena itu mereka membentuk rombongan besar untuk dapat membuka lahan baru secara bersama. Perkembangan selanjutnya mereka menetap hingga menjadi desa baru.

2.4. Kota

Secara umum kota adalah suatu tempat yang penduduknya padat rumah-rumahnya berkelompok dan mata pencahariannya penduduknya di sektor industri dan jasa. Menurut Bintarto menjelaskan bahwa kota adalah suatu sistem jaringan kehidupan yang ditandai dengan kepadatan penduduk yang tinggi dan diwarnai dengan strata ekonomi yang heterogen dan bercorak materialistis atau sebagai bentuk budaya yang ditimbulkan oleh unsur-unsur alami dan non alami dengan gejala pemusatan penduduk yang cukup besar dengan corak kehidupan yang bersifat heterogen dan materialistis dengan daerah belakangnya (Hinterland).

Menurut UU No. 22 Tahun 1999 Tentang Otonomi Daerah menjelaskan bahwa kota merupakan kawasan yang mempunyai kegiatan utamanya bukan pertanian dengan susunan fungsi kawasan sebagai tempat pelayanan jasa, pemerintahan, pelayanan sosial dan kegiatan sosial. Menurut Peraturan Menteri Dalam Negeri RI No. 4 Tahun 1980 menjelaskan bahwa kota adalah suatu wadah


(28)

yang memiliki batas administrasi wilayah seperti kotamadya dan kota administratif. Kota juga berarti suatu lingkungan kehidupan perkotaan yang memiliki ciri non agraris, misalnya Ibu Kota Kabupaten, Ibu Kota Kecamatan yang berfunsi sebagai pusat pertumbuhan.

Pada perkembangan berikutnya desa secara resmi dijadikan kesatuan terkecil dari pemerintahan. Keadaan itu ditetapkan dalam peraturan resmi Negara dan dijadikan sebagai wilayah terkecil mobilitas pembangunan. Menurut Yuliati (2003) mengatakan bahwa pengelompokan desa dapat dilakukan dengan jalan melakukan penghitungan baik secara kualitatif maupun kuantitatif atas semua aspek kehidupan masyarakatnya baik fisik maupun non fisik. Indikator fisik bersifat relatif tetap yakni daya dukung alam menyangkut potensi, iklim, kesuburan tanah, potensi hutan, air, pertambangan, perikanan dan lain-lain.

Menurut Roucek dalam Bintarto mengemukakan bahwa interaksi merupakan suatu proses yang sifatnya timbal-balik dan mempunyai pengaruh terhadap perilaku dari pihak-pihak yang bersangkutan melalui kontak langsung melalui berita yang didengar atau melalui surat kabar. Interaksi adalah kontak atau hubungan yang terjadi antara dua wilayah atau lebih (perkotaan dengan pedesaan) beserta hasil hubungannya. Interaksi antara desa dan kota terjadi karena berbagai faktor atau unsur yang ada dalam desa kota dan diantara desa dan kota.

Kemajuan masyarakat desa perluasan jaringan jalan desa-kota integrasi atau pengaruh kota terhadap desa kebutuhan timbal balik desa-kota telah memacu interaksi desa-kota. Dengan adanya kemajuan di bidang perhubungan dan lalu lintas antar-daerah maka sifat isolasi desa berangsur-angsur berkurang. Desa-desa yang dekat dengan kota telah banyak mendapat pengaruh kota sehingga


(29)

persentase penduduk desa yang bertani berkurang dan beralih dengan pekerjaan nonagraris. Daerah-daerah pedesaan di perbatasan kota yang dipengaruhi oleh tata kehidupan kota disebut “rural-urban areas”.

Dengan perkembangan di bidang prasarana dan sarana transportasi ada kemungkinan gejala urbanisasi. Perpindahan penduduk desa ke kota dapat berkurang dan mereka cukup dapat melakukan tugasnya di kota dengan memanfaatkan angkutan umum dan selanjutnya menjadi penglaju. Perkembangan ini juga mempengaruhi bidang-bidang lain seperti pendidikan dan perdagangan. Gedung-gedung sekolah dapat didirikan juga di desa-desa yang letaknya jauh dari kota dan para pengajarnya dapat datang bertugas dari kota kecamatan dan kota kabupaten.

Perdagangan antardesa-kota yang berupa barang-barang hasil kerajinan tangan dan terutama hasil pertanian dapat terlaksana dengan lancar sehingga para konsumen di kota masih bisa membeli sayur-mayur dan buah-buahan yang masih segar. Pasar-pasar kecil juga bermunculan di tempat-tempat tertentu di tepian kota. Daerah-daerah rural urban ini makin lama berkembang sebagai daerah hinterland. Hasil-hasil bumi dari desa dan hasil industri dari kota diperdagangkan di daerah urban ini. Bertambahnya penduduk dan jaringan lalu lintas di daerah ini akan mempercepat terjadinya suatu kota kecil yang baru.

Dengan demikiandaerah hinterland merupakan daerah belakang yang berfungsi sebagai pemasok bahan pangan untuk daerah kota. oleh karena itu besarnya pengaruh daerah hinterland terhadap daerah kota ditentukan juga oleh tipe desa yang akan memberikan kontribusi perekonomian untuk daerah kota. Sehingga pembangunan masyarakat desa meliputi seluruh aspek kehidupan


(30)

masyarakat serta dilaksanakan secara terpadu dengan mengembangkan swadaya gotong royong. Tujuannya adalah untuk meningkatkan kesejahteraan masayarakat desa sehingga peningkatan dan pengembangan Desa Swadaya ke Desa Swakarya selanjutnya menuju Desa Swasemabada dapat terwujud. Klasifikasi desa dalam tiga tingkatan itu yaitu Desa Swadaya, Desa Swakarsa dan Desa Swasembada. Berikut akan dibahas mengenai tingkatan desa.

2.4.1. Desa Swadaya

Berdaraskan instruksi Menteri Dalam Negeri No. 11 Tahun 2005 Desa swadaya merupakan desa yang paling terbelakang dengan budaya kehidupan yang masih tradisional sangat terkait dengan adat istiadat atau sering kita sebut sebagai desa tradisional. Desa ini biasanya mempunyai tingkat kesejahteraan yang rendah, sarana yang minim serta sangat tergantung pada alam. Pada sisi lain desa swadaya masih tergantung pada sektor ekonomi primer atau budidaya serta kurang mengoptimalkan potensi alam. Secara umum ciri-ciri desa swadaya adalah sebagai berikut:

1) Lebih dari 50% penduduk bermata pencaharian di sektor primer (berburu, menangkap ikan, dan bercocok tanam secara tradisional)

2) Produksi desa sangat rendah di bawah 50 juta rupiah/tahun 3) Adat istiadat masih mengikat kuat

4) Pendidikan dan keterampilan rendah, kurang dari 30% yang lulus SD 5) Prasarana masih sangat kurang


(31)

7) Swadaya masyarakat masih sangat rendah sehingga kerap kali pembangunan desa selalu menunggu dari atas.

Sehubungan dengan hal tersebut Wardiyatmoko menjelaskan bahwa Desa Tradisional (Swadaya) memiliki ciri-ciri :

1) Masih tradisional

2) Bersifat subsistence minded (sekedar mencukupi kebutuhan primer) 3) Hasil produksinya rendah

4) Tingkat pendidikan sangat rendah

5) Administrasi pemerintah belum berkembang 6) Sarana dan prasarana sangat terbatas

Menurut Departemen Dalam Negeri (2000) bahwa Desa swadaya merupakan suatu wilayah pedesaan yang hampir seluruh masyarakatnya dalam memenuhi kebutuhan hidupnya dengan cara mengadakan sendiri. Ciri-cirinya yaitu masyarakat yang ada di wilayah ini jarang berhubungan dengan masyarakat luar sehingga proses kemajuan diperoleh sebanyak hasil interaksi dengan wilayah lainnya berjalan sangat lambat.

Selanjutnya menurut BAPPEDA Sumatera Utara (2008) Desa Swadaya adalah desa yang memiliki ciri-ciri :

1) Sebahagian besar kehidupan penduduknya masih menggantungkan pada alam

2) Hasilnya untuk mencukupi kebutuhan sehari-hari 3) Administrasi desa belum berfungsi dengan baik 4) Lembaga-lembaga desa belum berfungsi dengan baik


(32)

6) Belum mampu dalam menyelenggarakan urusan pemerintah sendiri.

2.4.2. Desa Swakarya

Berdasarkan Instruksi Menteri Dalam Negeri No. 11 Tahun 2005 bahwa Desa swakarya telah mengalami perkembangan agak maju dibandingkan dengan desa swadaya dan ini telah memiliki landasan untuk berkembang lebih baik serta penduduknya relatif lebih kosmopolit. Secara umum ciri-ciri desa swakarya adalah sebagai berikut :

1) Mata pencaharian penduduk mulai berkembang dari sektor primer ke industri, penduduk desa mulai menerapkan teknologi pada usaha taninya, dan perkembangan kerajinan serta sektor sekunder mulai berkembang.

2) Produksi desa masih pada tingkat sedang, yaitu 50-100 juta rupiah/tahun

3) Adat istiadat dalam keadaan transisi dimana dominasi adat mulai luntur.

4) Kelembagaan formal maupun informal mulai berkembang ada 4-6 lembaga yang hidup.

5) Keterampilan masyarakat dan pendidikannya pada tingkat sedang 30-60% telah lulus SD

6) Fasilitas dan prasarana mulai ada mesti tidak lengkap, paling tidak ada 4-6 sarana umum yang tersedia di masyarakat

7) Swadaya dan gotong royong dalam pembangunan desa mulai tampak walau tidak sepenuhnya.


(33)

wardiyatmoko menjelaskan bahwa desa swakarya memiliki ciri-ciri: 1) Lebih maju dari desa swadaya

2) Pengaruh luar dan teknologi mulai masuk 3) Hasil produksinya mulai meningkat 4) 30-60% dari jumlah penduduk tamat SD

5) Administrasi pemerintahan dan hubungan desa mulai berkembang 6) Komunikasi dengan daerah luar mulai meningkat

Berdasarkan Departemen dalam Negeri (2000) menjelaskan bahwa desa swakarsa merupakan desa yang masyarakatnya sudah lebih maju di bandingkan dengan desa swadaya. Ciri-cirinya :

a. Hasil produksi selain untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari juga di jual dan digunakan untuk memenuhi kebutuhan hidup lainnya.

b. Masyarakat sudah melakukan kontak dengan desa lainnya.

Selanjutnya menurut BAPPEDA Sumatera Utara (2008) Desa Swakarsa adalah desa yang memiliki ciri-ciri:

1) Sudah mampu menyelengarakan urusan rumah tangga sendiri. 2) Lembaga sosial desa dan pemerintahan sudah berfungsi. 3) Administrasi desa sudah berjalan.

4) Adat istiadat mulai longgar. 5) Mata pencarian mulai beragam.


(34)

2.4.3. Desa Swasembada

Berdasarkan instruksi menteri Dalam Negeri No.11 Tahun 2005 bahwa desa swasembada merupakan desa yang memiliki kemandirian lebih dalam segala hal terkait dengan aspek sosial dan ekonominya. Desa ini mulai berkembang dan maju dengan petani yang tidak terikat pada adat istiadat lagi. Selain itu sarana dan prasarana telah lengkap namun tidak selengkap kota serta perekonomian telah mengarah pada industri dan jasa. Perdagangan dan sektor sekunder telah berkembang sehingga secara umum Desa Swasembada dapat dicirikan sebagai berikut:

1) Mata pencaharian penduduk sebahagian besar disektor jasa dan perdagangan atau lebih dari 55% penduduk bekerja disektor tersier 2) Produksi telah tinggi penghasilan seluruh usaha yang ada di desa di

atas 100 juta rupiah pertahun

3) Adat istiadat tidak mengikat lagi meskipun sebahagian masyarakat masih mengunakannya

4) Kelembagaan telah berjalan sesuai dengan fungsinya dan telah ada 7-9 lembaga yang hidup

5) Pendidikan dan keterampilan telah tinggi 60% telah lulus SD dan sekolah lanjutan bahkan telah lulus perguruan tinggi

6) Prasarana dan sarana baik

7) Penduduk punya inisiatif sendiri melalui swadaya dan gotong royong dalam membangun desa.

Sehubungan dengan hal tersebut Wardiyatmoko menjelaskan bahwa Desa Swasembada atau Desa Berkembang memiliki ciri-ciri


(35)

1) Pengaruh pembaharuan sudah mulai ada 2) Adat istiadat tidak terlalu mengikat lagi

3) Penerapan teknologi baru benar-benar dimanfaatkan sehingga produksi maningkat

4) Sarana dan prasarana desa sudah mulai baik sehingga hubungan dengan kota lancar

5) Dapat berdiri diatas kaki sendiri

6) Berdasarkan Departemen Dalam Negeri (2000) menjelaskan bahwa desa swasembada merupakan desa maju sehingga sistim pemerintahan berjalan dengan baik. Ciri-cirinya :

a. Sistem administrasi berjalan denga baik, lembaga sosial sudah berfungsi. b. Mata pencaharian tidak tergantung hanya pada bidang pertanian saja. c. Sarana dan prasarananya sudah baik.

Selanjutnya menurut BAPPEDA sumatera Utara (2008) Desa Swasembada adalah desa yang memiliki ciri-ciri sebagai berikut :

1) Sarana dan prasarana lengkap.

2) Pengelolaan administrasi telah dilaksanakan dengan baik. 3) Pola pikir masyrakat lebih rasional.

4) Mata pencaharian penduduk sebahagian besar jasa dan perdagangan. Untuk mengetahui apakah desa itu termasuk Swadaya, Swakarya atau Swasembada tentu perlu indikator dan pengukuran yang tepat.Sebagaimana indikator diatas ada dua macam yakni fisik relatif tetap dan non fisik selalu berkembang. Indikator tetap terdiri dari kepadan penduduk (D), keadaan alam (N), dan letak desa dengan pusat kemajuan (U). Indikator berkembang adalah mata


(36)

pencarian (E), produksi (Y), adat istiadat (A), kelembagan (L), pendidikan keterampilan (Pd), swadaya (Gr), serta sarana dan prasarana (p).

Seluruh indikator itu kemudian dijumlahkan = E+Y+A+L+pd+Gr+P. Apabila nilai yang diperoleh 7-11 maka termasuk Desa Swadaya, 12-16 adalah Desa Swakarya, dan 17-21 adalah skor Desa Swasembada. Desa desa tersebut dapat diklasifikasikan dengan ciri-cirinya meliputi : kepadatan penduduk, keadaan alam, orbitasi, mata pencarian, produksi, pendidikan, sarana dan prasarana, serta adat istiadat, seperti uraian dibawah ini :

1. Kepadatan penduduk

Jumlah penduduk di suatu daerah atau negara mengalami perubahan dari waktu kewaktu. Perubahan ini disebut dinamika penduduk. Perubahan penduduk ini meliputi kelahiran, kematian, dan migrasi. Sedangkan jumlah penduduk yang meningkat dari tahun ke tahun disebut pertumbuhan penduduk.

Penduduk merupakan sekumpulan orang-orang yang telah lama menempati suatu daerah. Kepadatan penduduk dapat dihitung berdasarkan jumlah penduduk untuk setiap satu kilometer persegi. Cara menghitungnya adalah dengan membandingkan jumlah penduduk disuatu daerah dengan luas daerah yang ditempati.

2. Keadaan Alam

Sajogyo (1983) mengemukakan bahwa keadaan alam dengan tiga indikator sebagai salah satu faktor dasar untuk menilai perkembangan suatu desa. Adapun indikator-indikator keadaan alam tersebut sebagai mana pada tabel berikut:


(37)

Tabel 2.2.

Penilaian Keadaan Alam

No Indikator Kriteria Skor

A Landform 1. Pegunungan 2. Bukit 3. Dataran

5 15 25 B Curah hujan 1.<2000 mm/tahun

2. 2000-3000 mm/tahun 3.>3000 mm/tahun

5 15 25 C Produktivitas

tanah

1. Kurang 2. Sedang 3.Tinggi

5 15 25

3. Orbitrasi

Menurut Enuk dan Bagja (2008) mengemukakan bahwa orbitasi merupakan jarak desa ke pusat fasilitas sosial budaya yang dipengaruhi oleh kelancaran transportasi meliputi:

(1) Jarak ke Ibukota Provinsi maksimal 60 km, jalan aspal/batu = orbitasi Primer (I)

(2) Jaral ke ibukota Kabupaten < 30 km, jalan aspal/batu = Orbitasi Sekunder (II)

(3) Jarak ke ibukota kecamatan < 30 km, jalan aspal/batu = Orbitasi Tersier (III)

(4) Jalan tanah, tidak lancar, terisolir = Orbitasi kuarter (IV) (5) Jika 1,2,3 ada, dipilih terlancar dan terdekat.


(38)

Mata pencaharian penduduk merupakan suatu aktivitas untuk mempertahankan hidupnya. Corak dan ragam aktivitas ekonomi berbeda-beda yang sesuai dengan kemampuan penduduk dan tata geografis daerah (Bintaro, 1977). Penyediaan lapangan pekerjaan biasanya mengikuti perkembangan aspek ekonomi yang terjadi. Pada masa awal perkembangan ekonomi penduduk lebih banyak bekerja disektor pertanian kemudian sejalan dengan perkembangan ekonomi terjadi pergeseran lapangan pekerjaan menuju lapangan pekerjaan semakin kompleks yaitu sektor industri dan akhirnya sampai ketahap jasa (sugiharto, 2006). Kemudian menurut anwar (1992) mengemukakan bahwa berdasarkan sektornya ketenagakerjaan terdiri dari sektor pertanian, industri dan jasa.

Pada masyarakat desa mayoritas matapencahariannya adalah bertani. Hal ini sesuai dengan pendapat Quin (dalam Asyari 1993) yang menerangkan bahwa desa bersifat agraris. Oleh karena itu lapangan kerja warganya adalah bidang pertanian mereka umumnya masih tergantung kepada alam. Menurut Sajogyo (1996) mengemukakan Pendapatan keluarga adalah jumlah penerimaan hasil dari seluruh sumber mata pencaharian ditambah nilai tenaga kerja keluarga yang dicurahkan dalam bentuk rupiah (Rp.)

5. Produksi/out put desa

produksi adalah penghasilan barang-barang yang dibuat atau dihasilkan Sajogyo (1984) mengemukakan bahwa output desa dapat dipakai untuk mengukur jumlah dari seluruh hasil dari bidang dan industri dalam satu tahun yang di nilai


(39)

dalam rupiah. Berdasarkan besar kecilnya output desa desa dikelompokkan menjadi 3 yaitu:

(1) Desa mempunyai output Rp. 50 juta dimasukkan golongan output desa rendah, dengan diberi kode Y1

(2) Desa yang mempunyai output Rp. 50—100 juta termasuk desa dengan tingkatan output sedang, diberi kode Y2

(3) Desa yang mempunyai output Rp. 100 juta lebih termasuk desa dengan tingkat output tinggi, diberi kode Y3.

6. Adat istiadat

Adat istiadat penting dalam menilai tingkat perkembangan suatu desa. Meskipun suatu desa mempunyai faktor-faktor yang memungkinkan untuk berkembang tetapi kalau adat isatiadat masyarakat desa tidak menunjang pembangunan desa maka akan merupakan faktor penghambat bagi perkembangan desa tersebut. Penilaian mengenai adat isitiadat diukur dari (1) Upacara/adat mengenai kelahiran bayi (2) Upacara/adat mengantar anak menjadi dewasa (3) Upacara perkawinan (4) Upacara kematian (5) Upacara pergaulan khususnya antara pria dan wanita (6) Upacara penambalan dan pemetikan padi, pembangunan irigasi dan lain-lain (7) Pantangan-pantangan adat upacara-upacara (8) Sistem hubungan keluarga (9) Pepatah-pepatah/pelanggaran-pelanggaran adat dari yang ringan sampai yang berat berikut sanksi-sanksinya (Sajogyo, 1983).


(40)

Lembaga kemasyarakatan adalah lembaga yang dibentuk oleh masyarakat sesuai dengan kebutuhan dan merupakan mitra pemerintah desa dalam memperdayakan masyarakat. Lembaga Pemberdayaan Masyarakat (LPM) adalah lembaga atau wadah yang dibentuk atas prakarsa masyarakat sebagai mitra pemerintah desa dalam menampung dan mewujudkan aspirasi serta kebutuhan masyarakat di bidang pembangunan.

Peranan kelembagaan atau lembaga-lembaga didesa adalah merupakan suatu wadah organisasi yang merupakan “motor penggerak” di dalam pembangunan desa maka efektivitas dan motivasi lembaga-lembaga didesa tersebut adalah dipengaruhi oleh faktor endogen (di dalam masyarakat di desa itu sendiri) dan faktor kelembagaan di desa ditinjau dari dua aspek:

(1) Lembaga Pemerintahan Desa

Lembaga Pemerintahan Desa dihitung satu meskipun ada : (a) Kepala Desa

(b) Lembaga DPR (sejenis DPR) desa (c) Dewan Pertimbangn Desa

(d) Dewan Musyawarah Desa berdasarkan keadaan desa-desa yang berbeda susunan, organisasi dan kelembagaannya

(2) Lembaga bukan Lembaga Pemerintah Desa yang disebut Lembaga Kemasyarakatan, lembaga ini digolongkan atas dasar pembidangan tugas antara lain:

(a) Lembaga Ekonomi : koperasi, lumbung desa, bank kredit desa dan lain-lain


(41)

(c) Lembaga Pendidikan : sekolah-sekolah, pramuka dan lain-lain (d) Lembaga Kesehatan :Poliklinik, Puskesmas dan lain-lain

(e) Lembaga Adat : gotong royong subak, serikat tolong menolong, marga

(f) Lembaga Keagamaan : Islam, Kristen dan lain-lain

(g) Lembaga Kebudayaan : kesenian, olah raga, perkumpulan seni budaya setempat

Penilaian kelembagaan digolongkan menjadi:

(1) Lembaga yang sederhana diberi kode L1 ciri-ciri sebagai berikut:

(a) Apabila desa mempunyai 1-3 lembaga : 1 lembaga pemerintahan, 1 lembaga ekonomi, 1 lembaga social budaya

(b) Keadaan lembaga-lembaga di desa dalam taraf paling rendah adalah masih taraf sederhana

(c) Sederhana baik jumlahnya maupun cara kerja dan susunan organisasi sehingga dengan demikian lembaga-lembaga tersebut diperlukan pembinaanya dan bimbingan yang lebih efektif

(d) Di desa-deesa yang terisolir banyak terdapat lembaga-lembaga dalam taraf yang masih sederhana

(2) Lembaga yang berkembang, diberi kode L2, ciri-ciri sebagai berikut : (a) Apabila desa mempunyai 4-6 lembaga

(b) Keadaan lembaga-lembaga tersebut di desa dalam taraf mengarah kepada perubahan taraf sederhana ke taraf yang lebih tingkatannya tetapi belum begitu tinggi.


(42)

(c) Berkembang disini dalam arti berkembang secara kuantitatif memungkinkan jumlah lembaga bertambah sesuai dengan perkembangan kebutuhan masyarakat. Disamping itu juga berkembang secara kualitatif dalam arti cara kerja dan susunan organisasinya masih belum begitu mantap dan perlu dikembangkan lebih lanjut.

(d) Lembaga-lembaga dalam taraf perkembangan ini perlu adanya pembinaan, bimbingan dan melengkapi sasarannya lebih baik lagi kearah pertumbuhan selanjutnya.

(3) Lembaga-lembaga yang telah maju diberi kode L3 ciri-ciri sebagai berikut:

(a) Pabila desa mempunyai 7-8 lembaga

(b) Maju disini dalam arti maju secara kuantitas dimana jumlah sudah cukup besar secara kualitatif dimana cara kerja, susunan organisasi menuju pemantapan.

(c) Pembinaan lembaga sudah dalam taraf memelihara kelangsungan kerja dan memelihara kelangsungan hidup, sebab lembaga-lembaga sudah dapat memenuhi kebutuhan sendiri.

(d) Taraf maju dan hasil penelitian ini baru dalam kuantitasnya sedang dalam kualitasnya perlu ditingkatkan sehingga betul-betul singkron, efektif, dan efisen.

8. Pendidikan

Pendidikan anak didalam keluarga merupakan awal dan sentral bagi pertumbuhan dan perkembangan si anak menjadi individu yang dewasa.


(43)

Pendidikan itu tidak cukup dilakukan di rumah saja harus juga melalui sekolah. Hasibuan (1994) mengatakan bahwa pendidikan adalah upaya atau kegiatan yang bertujuan untuk meningkatkan kemampuan seseorang dalam segala bidang baik di rumah maupun di luar sekolah. Oleh sebab itu agar pendidikan dapat dimiliki oleh seluruh masyarakat sesuai kemampuannya. Maka pendidikan adalah tanggung jawab bersama baik keluarga masyarakat maupun pemerintah.

Melalui pendekatan pendidikan formal manusia akan mempunyai wawasan yang luas dalam hidupnya sehingga apa yang terjadi tujuan hidupnya akan lebih terarah atau tercapai. Kaslan (1991) mengatakan bahwa pendidikan merupakan langkah utama sekaligus sebagai penentu alternatif yang tepat guna akan perubahan-perubahan yang tepat dalam usaha tani. Oleh karenanya pendidikan seseorang mempengaruh dalam mengambil keputusan sehingga semakin tinggi pendidikan petani. Maka semakin luas atau maju dalam usaha tani. Dengan demikian pendidikan merupakan salah satu penentu kemajuan masyarakat di suatu desa atau wilayah tertentu.

9. Sarana dan Prasarana

Sarana adalah sesuatu yang digunakan sebagai alat untuk mencapai maksud atau tujuan seperti peralatan. Prasarana adalah segala yang menunjukkan terlaksananya suatu proses usaha dan proyek seperti jaringan jalan raya dan rel kereta api (Salim, 1992). Prasarana terdiri dari prasarana perhubungan, prasarana produksi, prasarana pemasaran. Penilaian prasarana dasarnya adalah sistem nilai untuk prasarana perhubungan diberi nilai tertinggi daripada kedua prasarana yang


(44)

lainnya karena lebih khusus universal serta berperan penting bagi hubungan antara desa dan kota dan sebaliknya terutama lalu lintas ekonomi.

(1) Prasarana Perhubungan

(a) Apabila desa mempunyai jalan aspal + batu + jalan desa sepanjang tahun dapat dilalui kendaraan bermotor, diberi nilai 50

(b) Apabila desa mempunyai jalan batu + jalan tanah dan hanya musim tertentu dapat dilalui kendaraan bermotor, sungai besar untuk lalu lintas diberi nilai 30

(c) Apabila desa mempunyai jalan desa saja da kendaraan bermotor roda empat tak dapat masuk diberi nilai 10

(2) Prasarana Produksi

(a) Apabila desa mempunyai waduk + bangunann air teknis/selokan, diberi nilai 25

(b) Apabila desa mempunyai bangunan air setengah teknis + air/selokan diberi nilai 15

(c) Apabila desa mempunyai saluran air/selokan liar diberi nilai 5 (3) Prasarana Pemasaran

(a) Apabila desa mempunyai pasar + bank kredit/koperasi, lumbung + took-toko / kios diberi nilai 25

(b) Hanya dua jenis prasarana pemasaran, diberi nilai 15 (c) Hanya satu jenis prasarana pemasaran, diberi nilai 5

Tersedianya sarana dan prasarana jalan diharapkan mobilitas penduduk dan arus barang dan aktivitas ekonomi berjalan dengan lancar baik antar desa maupun dari desa ke kota atau sebaliknya. Di suatu wilayah atau desa tertentu


(45)

dengan aksesbilitas yang tinggi akan mempunyai tingkat kemajuan yang lebih pesat dibandingkan dengan wilayah atau desa yang aksesbilitas rendah (Bintarto, 1997). Oleh karenanya kelengkapan sarana dan prasarana transportasi dapat mewujudkan kemajuan suatu desa di suatu wilayah tertentu.

10.Swadaya dan Gotong Royong

Penilaian mengenai swadaya dan gotong royong masyarakat didasarkan atas data-data dari tipologi desa dari jawaban atas pertanyaan pada level seluruh desa dalam 1 kecamatan sehingga dapat digolongkan berdasarkan data-data dengan ciri-ciri sebagai berkut:

(1) Tahap swadaya dan gotong royong laten diberi kode Grl terdapat cirri-ciri: (a) Kehendak/keinginan pimpinan menentukan perkembangan masyarakat (b) Potensi (manusia, alam kebudayaan) belum dimanfaatkan secara

efektif

(c) Jenis dan kualitas usaha pembangunan cenderung pada bangunan-bangunan fisik non produktif

(2) Tahap transisi diberi kode Gr2 antara swadaya dan gotong royong laten ke swadaya dan gotong royong manifest:

(a) Terdapat perencana pembangunan yang ril (jangka panjang-jangka pendek)

(b) Proses pengambilan keputusan melalui musyawarah dan rapat-rapat penentuan

(c) Adanya usaha pembangunan sebagai kehendak bersama (3) Tahap swadaya dan gotong royong manifest diberi kode Gr3


(46)

(a) Terdapat keterampilan dalam penggunaan potensi pembangunan

(b) Partisipasi masyarakat secara terbuka dalam pelaksanaan dan evaluasi terhadap kegiatan-kegiatan pembangunan

(c) Pelaksanaan sesuai dengan rencana dan fungsinya.

Desa-desa dengan jarak yang dekat dengan kota akan mempunyai kebiasaan yang menyerupai kota meski banyak hal yang masih tetap bertahan terutama kebiasaan dan tata nilai. Gaya hidup dan pandangan terhadap masa depan biasanya mengalami perubahan seiring dengan kemajuan desa.Wilayah dapat ditetapkan sebagai kota dengan pendekatan jumlah penduduk, konsentrasi pemukiman, sarana dan fasilitas, jaringan transportasi dan lainnya. Dirjen Cipta Karya Departemen Pekerjaan Umum menetapkan jumlah penduduk ibukota kabupaten minimal berpenduduk sebanyak 10.000 jiwa. Pemerintah Republik Indonesia menggolongkan bhawa kota berdasarkan jumlah penduduk sebagai berikut: 1) Kota kecil, jumlah penduduk 20.000 – 50.000 orang, 2) Kota sedang, jumlah penduduk 50.000 – 100.000 orang, 3) Kota besar, jumlah penduduk 100.000 – 1.000.000 orang, 4) Kota metropolis, jumlah penduduk > 1.000.000.

Dengan demikian banyak pandangan kita berbeda-beda menafsirkan kota dalam kehidupan kita sehari-hari sehingga akan coba dipersatukan dengan beberapa pendapat tentang kota dengan segala perkembangan yang dapat dilihat dari kehidupan dan aktifitas di dalamnya. Bintarto (1989) mengemukakan bahwa Kota dapat diartikan sebagai suatu sistem jaringan kehidupan manusia yang ditandai dengan kepadatan penduduk yang tinggi dan diwarnai dengan strata sosial ekonomi yang heterogen dan corak materialistis atau dapat pula diartikan dari sudut sebuah bentang budaya yang ditimbulkan oleh unsur-unsur alami dan


(47)

non alami dengan gejala-gejala pemutusan penduduk yang cukup besar dengan corak kehidupan yang bersifat heterogen dan materialistis dibanding dengan daerah belakangnya.

Kajian tentang kota memiliki beberapa perbedaan hal ini ditinjau dari beberapa disiplin ilmu yang memandang adanya perbedaan adanya perbedaan diantaranya dari segi ekonomi, ekologi, kependudukan, transportasi ataupun geografi. Kajian ilmu geografi mengenai kota ditekankan kepada aspek keruangan kota. Grunfeld dalam Daldjoeni (1992) mengemukakan bahwa kota sebagai suatu pola pemukiman dengan kepadatan penduduk yang lebih besar dari pada kepadatan penduduk wilayah nasional dengan struktur mata pencarian non agraris dan tata guna lahan (tanah) yang beraneka ragam serta dengan pergedungan yang berdiri berdekatan.

Yunus (2001) mendefinisikan kota dengan melihat penggunaan lahan bahwa kota sebagai suatu daerah tertentu dengan karakteristik tata guna lahan non agraris. Tata guna lahan dimana sebagian tertutup oleh bangunan yang bersifat secara umum Building Coverage lebih banyak dari pada Vegetation Coverage kependudukan mengalami perubahan yang tinggi, pola jaringan jalan yang kompleks dan relatif lebih pada satuan pemukiman disekitarnya.

Meistar (Sinulingga,1999) mengatakan kota sebagai suatu pemusatan keruangan dari tempat tinggal dan tempat kerja manusia yang kegiatannya umum di sektor sekunder dan tertier dengan pembagian kerja di dalam arus lalu lintas yang beranekaragam antara bagian-bagiannya dan pusat pertumbuhannya sebagian besar disebabkan oleh tambahan kaum pendatang dan maupun melayani kebutuhan barang dan jasa yang jauh letaknya.


(48)

Dalam sebuah pendekatan kota dari segi morfologi kota seperti dikemukakan conzen dalam yunus (1999) mengemukakan bahwa analisis morfologi kota didasarkan areal yang secara fisik menunjukkan kenampakan perkotaan (town scapes). Daerah yang memiliki pusat pembangunan tidak dapat terlepas terhadap daerah belakang (hinterland) yang ada di sekitar pusat pembangunan tersebut. Pembangunan pada dasarnya untuk menciptakan suasana kehidupan yang harmonis terhadap daerah sekitar akan akan lebih memiliki nilai lebi terhadap percepatan daerah itu sendiri daerah belakang atau hinterland pada dasarnya menjadi salah satu faktor yang bernilai terhadap daerah tujuan.

Daldjoni (1987) mengemukakan bahwa besar kecilnya perkembangan suatu daerah sangat ditentukan oleh faktor-faktor geografi yang dimiliki suatu daerah trertentu yang diantaranya yaitu relasi keruangan yang menyangkut (lokasi, posisi, luas dan jarak), topografi, iklim, jenis tanah, sumber air, sumber mineral dan relasi daerah tersebut dengan daerah lain.

2.5. Masyarakat Desa Kota

Pola sikap dan tingkah laku seseorang anggota masyarakat itu banyak dipengaruhi oleh bermacam-macam faktor antara lain dari lingkungan hidup baik lingkungan alami maupun lingkungan social serta faktor keturunan dan pengalaman serta pendidikan dan pengetahuan yang diperolehnya. Lingkungan alami serta lingkungan hidup manusia yang sangat bervariasi kondisi dan letak geografinya turut pula memberi warna kepada watak penghuninya sehingga kemudian memberikan sesuatu ciri khas yang berbeda dengan yang lain. Hal-hal


(49)

yang menonjol itulah yang kemudian dianggap sebagai ciri khas atau karakteristik seseorang atau sekelompok orang.

Dalam masyarakat yang modern sering dibedakan antara masyarakat pedesaan dengan masyarakat perkoatan. Soekanto (1990) mengemukakan bahwa suatu warga masyarakat pedesaan mempunyai hubungan yang lebih erat dan lebih mendalam ketimbang hubungan mereka dengan warga masyarakat perdesaan lainnya. Sistem kehidupan berkelompok atas dasar sistem kekeluargaan. Penduduk masyarakat perdesaan pada umumnya hidup dari pertanian walaupun terlihat adanya tukang kayu, tukang genteng, dan bata, bahkan tukang membuat gula akan tetapi inti pekerjaan penduduk adalah pertanian.

Masyarakat desa selalu dikonotasikan dengan ciri tradisional kuatnya ikatan dengan alam, eratnya ikatan kelompok, guyup rukun, gotong royong, alon-alon waton kelakon gremet-gremet asal selamet, paternalistik dan sebagainya, atau yang semakin denan gemeinsyaft atau community.

Quin (dalam Asyari 1993) menerangkan bahwa yang membedakan antara masyarakat kota dengan masyarakat desa dilihat dari tiga segi yaitu:

a. Peranan masing-masing anggota masyarakat pada masyarakat kota yang sudah dewasa, seseorang dapat berperan pada bermacam-macam organisasi yang berbeda-beda sesuai dengan kesanggupannya (multiple membership) sedangkan didesa individu-individu sangat sederhana

b. Lapangan kerja desa bersifat agraris oleh karena itu lapangan kerja warganya adalah bidang pertanian mereka pada umunya masih tergantung kepada keadaan alam. Sedangkan masyarakat kota adalah non agraris oleh karena itu


(50)

lapangan pekerjaan sangat bervariasi menurut kemampuan mereka dan ada kecendrungan untuk menguasai dan mengendalikan alam.

c. Komposisi sosial. Kota mempunyai komposisi sosial yang sangat tinggi sedangkan didesa-desa sebaliknya bersifat homogen.

Selanjutnya menurut Faizal (dalam Asyari 1993) mengemukakan sebagai masyarakat keluarga. Masyarakat desa dapat juga dikatakan sebagai suatu masyarakat paguyuban karena masyarakat desa itu yaitu

a. Saling kenal mengenal dengan baik diantara yang satu dengan dengan lainnya. b. Memiliki keintiman yang tinggi dikalangan warganya.

c. Memiliki rasa persaudaraan dan persekutuan yang tinggi. d. Memiliki jalinan emosional yang kuat di kalangan warganya. e. Saling bantu membantu, tolong menolong atas dasar kekeluargaan.

Desa sebagai batasan wilayah adalah suatu lingkungan yang dapat mendukung kemampuan suatu masyarakat manusia dalam menunutut kehidupan yang layak menurut kaedah hak-hak asasi manusia (Sugiharto, 2006).

Gerak penduduk memegang peran dalam proses pembangunan karena dapat membawa perubahan dan pemindahan pikiran-pikiran serta pengalaman-pengalaman uang memungkinkan keberhasilan program-program yang dirancang untuk pemerataan distribusi sumber-sumber nasional. Desa kota merupakan suatu sistem dan keberadaan komuter dapat mempercepat proses difusi suasana kota kedesa. Remitan yang dibawa oleh komuter dari kota merupakan modal dalam menyukseskan program pembangunan keluarga. Makin meningkat frekuensi komuter dari desa kekota, makin cepat pula berhasilnya pembangunan keluarga modern di desa.


(51)

Peran komuter dalam perubahan struktur kehidupan sosial-ekonomi masyarakat dipedesaan dapat dilihat dari perubahan pendapatan, status ekonomi, dan mutu kehidupan rumah tangga yang semakin meningkat status dan peran dalam keluarga berubah terutama peranan wanita akan semakin meningkatperbaikan pendidikan dan berbagai aspek sosial lainnya juga mengalami perubahan.

Tujuan utama komuter ke kota adalah untuk bekerja agar mendapatkan penghasilan yang dapat dibawa pulang. Bila sebelumnya muncul pandangan bahwa komunitasi ini dapat mengganggu jalannya proses pembangunan, namun kini dianggap sebagai jembatan penghubung antara masyarakat desa yang dianggap masih tradisional dengan masyarakat kota yang sudah modern.

2.6. Kondisi Fisik Rumah Tempat Tinggal

Kondisi fisik rumah merupakan salah satu faktor yang menentukan keadaan lingkungan kepribadian manusia sehingga diperlukan suatu keadaan rumah yang sesuai dengan kriteria kesehatan. Pada umumnya suatu rumah dikatakan baik apabila struktur fisik dan lingkungannya cukup memadai dan sehat sehingga penghuninya dapat menggunakannya dengan aman dan nyaman sebagai tempat berlindung. Lingkungan tersebut termasuk juga semua fasilitas dan pelayanan yang di perlukan untuk kesehatan jasmani dan rohani dalam keadaan sosial yang baik untuk keluarga dan individu. Bangunan rumah yang dimiliki responden maka dapat dibagi menjadi tiga kategori yaitu jenis bangunan rumah permanen adalah rumah yang memiliki lantai semen, dinding semen dan atap seng atau genteng, bangunan rumah semi permanen adalah lantainya semen,


(52)

dindingnya setengah semen atau beton dan setengah papan atap seng, sedsangkan bangunan rumah darurat adalah lantainya tanah, dinding tepas dan atap rumbia.

Rumah sebagai kebutuhan pokok manusia tidak hanya sebatas rumah sebagai bangunan tempat tinggal saja. Keberadaan rumah dapat berdimensi sosial, ekonomi, maupun budaya. Siswono (1991) mengemukakan bahwarumah dalam berbagai segi yaitu:

a. Rumah sebagai tempat tinggal yang diperlukan oleh manusia untuk memasyarakatkan dirinya karena ada hakekatnya rumah merupakan tempat berlangsungnya proses sosialisasi.

b. Rumah sebagai tempat manusia dididik, dibentuk, dan dikembangkan menjadi manusia yang berkepribadian.

c. Rumah mempunyai fungsi ekonomi, rumah merupakan investasi jangka panjang yang dapat dijadikan jaminan secara ekonomi untuk kelangsungan hidup pada datang.

d. Rumah sebagai sarana untuk pengaman diri, memberi ketenangan dan ketentraman hidup.

e. Dilihat dari proses bermukim, rumah adalah pusat kegiatan budaya manusia baik sebagai produsen maupun konsumen untuk mencapai tujuan hidup.

Kondisi rumah merupakan salah satu faktor yang menentukan keadaan lingkungan kepribadian manusia. Pada umumnya suatu rumah dikatakan baik apabila kondisi rumah yang baik adalah jika struktur fisik dan lingkungannya cukup memadai dan sehat sehingga penghuninya dapat menggunakannya dengan aman dan nyaman sebagai tempat berlindung. Lingkungan tersebut termasuk juga semua fasilitas dan pelayanan yang di perlukan untuk kesehatan jasmani dan


(53)

rohani dalam keadaan sosial yang baik untuk keluarga dan individu. Bangunan rumah yang memiliki responden maka dapat dibagi menjadi tiga kategori yaitu jenis bangunan rumah permanen adalah rumah yang memiliki lantai semen, diniding semen dan atap seng atau genteng bangunan rumah semi permanen adalah lantainya semen, dindingnya setengah semen atau beton dan setengah papan atap seng sedangkan bangunan rumah darurat adalah lantainya tanah, dinding tepas, dan atap rumbia.

Menurut Siahaan (1996) mengatakan bahwa kondisi suatu rumah menekankan pada kenampakan fisiknya secara umum berdasarkan bahan-bahan yang membentuk bagian terpenting dari rumah tersebut yang biasanya terdiri dari: a. Atap

Atap merupakan komponen bangunan rumah yang berfungsi sebagai pelindung terhadap panas, hujan, angin dan debu, bahkan ancaman atau bahaya dari luar. Apabila atap rumah tersebut dari seng maka rumah terebut sudah dapat dikategorikan sebagai rumah yang memenuhi standarisasi kesehatan. Jika atap rumah terbuat dari genteng maka rumah tersebut tergolong baik sedangkan atap rumah yang terbuat dari nipah atau rumbia maka rumah tersebut tergolong buruk.

b. Dinding

Dinding rumah merupakan bagian bangunan rumah yang berfungsi sebagai pembatas utama rumah dengan lingkungannya disekitarnya dan merupakan pembatas antar ruang didalam rumah maupun luar rumah.Apabila dinding rumah terbuat dari semen maka rumah tersebut tergolong baik, sedangkan dinding rumah terbuat dari nipah maka rumah tersebut tergolong buruk.


(54)

c. Lantai

Lantai rumah yang baik dan berkualitas apabila menggunakan keramik atau tehel.Lantai rumah yang menggunakan semen atau tanah masih digolongkan ke dalam lantai yang kurang baik.

2.7. Kerangka Berpikir

Interaksi antara desa dengan kota berjalan secara tidak seimbang. Kekuatan pengaruh kota terhadap desa lebih dominan dibandingkan pengaruh desa terhadap kota. Kondisi ini terutama karena pembangunan lebih difokuskan dikota. Akibatnya kota lebih banyak mempengaruhi corak kehidupan di desa dan mengambil manfaat dari sumber daya alam didesa dibanding yang diberikan oleh kota terhadap desa.

Desa setelah mengalami pembangunan maka akan mengalami perkembangan. Dari hasil pembangunan tersebut dapat ditentukan status desa atau tingkatan desa dalam mengukur keberhasilan pembangunan desa. Klasifikasi Tipologi Desa ditentukan berdasarkan skor yang diperoleh melalui penjumlahan dari faktor kepadatan penduduk, mata pencaharian penduduk, orbitasi (kota yang paling mempengaruhi), kelembagaan serta sarana dan prasarana yang terdapat pada desa tersebut.

Dari perkembangan tersebut terjadi perubahan corak kehidupan masyarakat desa yang dapat dilihat dari kehidupan sosial masyarakat yang ditinjau dari tingkat pendidikan, pekerjaan (graris dan non agraris), dan keadaan rumah. Kemudian pola perilaku masyarakat desa meliputi cara berpakaian, sistem


(55)

kekerabatan serta sistem kegotong royongan. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada gambar berikut.

Gambar 2.1. Skema Kerangka Berpikir

Keterangan

= Arus Interaksi

KOTA MEDAN

(Daerah Pusat/Central areals)

DAERAH HINTERLAND DESA MARINDAL 1

Kehidupan sosial masyarakat meliputi pendapatan, tingkat pendidikan, pekerjaan (agraris dan non agraris), keadaan rumah, cara berpakaian, system kekerabatan serta system kegotong royongan

Perkembangan non fisik Desa Marindal I meliputi kepadatan penduduk, orbitrasi, mata pencaharian, kelembagaan, swadaya dan gotong royong serta sarana dan prasarana

POLA PERKEMBANGAN DESA MARINDAL I

TIPOLOGI DESA

- Desa swadaya - Desa swakarya - Desa swasembada


(56)

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1. Tempat dan Waktu Penelitian

Sesuai dengan judul penelitian maka lokasi penelitian ini dilakukan di Desa Marindal I Kecamatan Patumbak Kabupaten Deli Serdang. Adapun alasan penulis memilih daerah tersebut sebagai lokasi penelitian karena daerah ini merupakan desa yang berbatasan langsung dengan kota Medan yang sebagian masyarakat beraktivitas dalam memenuhi kebutuhan hidup di wilayah Medan sekitar (Komuter). Sepanjang pengetahuan penulis belum pernah dilakukan penelitian tentang keadaan Desa Marindal I khususnya tentang tipe dan tingkatan perkembangannya serta ingin melihat secara langsung keadaan desa tersebut.

3.2. Jenis Penelitian

Penelitian ini adalah jenis penelitian deskriftip kualitatif yang penjelasannya berdasarkan data-data diperoleh melalui angket, wawancara, maupun data-data yang diperoleh dari studi kepustakaan sebagai data primer kemudian mengolahnya dan menyajikan data tersebut secara sistematis.

3.3. Populasi dan Sampel

Jumlah keseluruhan penduduk yang berdomisili di Desa Marindal I Kecamatan Patumbak Kabupaten Deli Serdang sebanyak 21.808 jiwa yang terdiri dari 4.624 kepala keluarga (KK). Populasi dalam penelitian ini adalah kepala keluarga.Sampel wilayah yang digunakan adalah dusun. Desa Marindal I memiliki


(57)

12 dusun Mengingat kemampuan peneliti dari segi waktu, tenaga yang dilihat dari besarnya jumlah penduduk serta luasnya wilayah peneliti maka dusun yang dianggap mewakili sampel adalah 3 dusun yang dipilih secara purposive dengan alasan pertimbangan: 1) dusun berbatasan langsung dengan kota medan yaitu dusun I berpenduduk 50 KK, 2) dusun yang berada di bagian tengah kota medan yaitu dusun VII berpenduduk 28 KK, 3) dusun yang jauh dari kota medan yaitu dusun XI berpenduduk 55 KK. Jumlah populasi dalam KK sebanyak 1.330 KK dengan sampel 10% yaitu 133 KK yang tersebar secara proporsive. Hal ini sesuai dengan pendapat Arikunto (2006) bahwa:

“Untuk subjeknya kurang dari 100, lebih baik diambil semua sehingga penelitiannya merupakan penelitian populasi. Tetapi, jika jumlah subjeknya besar, dapat diambil antara 10-15 % atau 20-25 % atau lebih tergantung setidak-tidaknya dari kemampuan peneliti dilihat dari waktu, tenaga dan dana serta luasnya wilayah yang besar kecilnya resiko yang ditanggung peneliti.”Maka sampel responden yaitu :

1. Dusun I = 500

133 0� 133 = 50 KK 2. Dusun VII = 1330280 � 133 = 28 KK

3. Dusun XI = 550

1330� 133 = 55 KK

Pengambilan sampel dilakukan dengan cara mengurutkan jumlah kepala keluarga setiap masing-masing dusun, kemudian dari urutan tersebut diambil secara undi. Nomor yang keluar pada undian tersebut dijadikan sampel dari penelitian ini sebanyak jumlah yang telah ditentukan.Sedangkan data fasilitas fisik dan non fisik Desa Marindal I digunakan sebagai data kuantitatif yang diperoleh dari instansi yang terkait dengan penelitian ini.


(58)

3.4. Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data yang digunakan sebagai sarana penganalisaan dalam penelitian ini adalah teknik komunikasi langsung dimana alat yang dipergunakan yaitu :

1. Angket adalah dengan menyebarkan daftar pertanyaan untuk diisi oleh responden guna mendapat data primer sebagai informasi dan data-data yang diperlukan dalam penelitian.

2. Wawancara adalah bertanya langsung kepada responden dan orang-orang yang terkait dan berkompeten memberikan informasi yang berhubungan dengan penelitian, misalnya kepala dusun, Kepala Desa, Camat dan alat pemerintahan lainnya.

3. Penelitian Kepustakaan adalah kegitan yang dimaksudkan untuk memperoleh data-data atau informasi yang sesuai dengan topik dengan cara menelaah dan membaca buku-buku, referensi, majalah, dan sumber tertulis lainnya sebagai bahan pembanding dan masukan bagi penulis. 4. Studi Dokumentasi dilakukan untuk mengumpulkan data-data dalam

pembahasan masalah penelitian.

3.5. Definisi Operasional Variabel Penelitian

Variabel-variabel yang akan diteliti memerlukan defenisi operasional agar lebih mudah untuk dipahami dan agar tidak terjadi salah penafsiran dalam melakukan penelitian. Adapun defenisi operasional dalam penelitian adalah sebagai berikut :


(59)

a. Tipologi Desa adalah tipe Desa Marindal I beserta karakteristik dasarnya yang berindikator pada kepadatan penduduk, orbitrasi, mata pencaharian penduduk, serta sarana dan prasarana yang terdapat pada desa tersebut. b. Kepadatan Penduduk adalah jumlah penduduk Desa Marindal I dibagi

dengan luas wilayah Desa Marindal I

c. Orbitasi adalah kota yang lebih dominan sebagai tempat masyarakat Desa Marindal I beraktifitas dalam memenuhikebutuhan hidup

d. Produksi adalah jumlah penghasilan seluruh usaha yang ada di Desa Marindal Ipertahun dalam rupiah.

e. Kelembagaan adalah jumlah lembaga/organisasi masyarakat non partai politik yang terdaftar secara administratif dikantor Desa Marindal I.

f. Swadaya dan Gotong Royong adalah kreatifitas masyarakat Desa Marindal I yang dilakukian oleh masyarakat Desa Marindal I tanpa menunggu perintah, dorongn atau bantuan lain dari pemerintah atau pihak lain dalam rangka membangun desa.

g. Sarana dan Prasarana adalah fasilitas umum yang terdapat di Desa Marindal I meliputi; sekolah, fasilitas kesehatan dan transportasi.

h. Sekolah adalah bangunan fisik sekolah bangunan formal yang aktif beroperasi berdasarkan tingkatannya yaitu: TK, SD, SMP/sederajat, SMA/sederajat serta perguruan tinggi yang ada di Desa Marindal I.

i. Fasilitas Kesehatan adalah tempat berobat masyarakat Desa Marindal I yang ada di Desa tersebut.

j. Kehidupan Sosial Masyarakat adalah keadaan masyarakat yang di tinjau dari tingkat pendidikan keluarga, pekerjaan, dan keadaan rumah.


(1)

Dari hasil penelitian tentang tipologi desa dan kehidupan sosial masayarakat Desa Marindal 1 dengan judul “ Perkembangan Desa Marindal 1 Sebagai Daerah Hinterland Kota Medan (Studi Pendekatan Analisis Tipologi Desa) dapat disimpulkan yaitu sebagai berikut:

1. Dinilai dari factor-faktor penentu tipologi desa yaitu mata pencaharian, output desa, adat istiadat, kelembagaan desa, pendidikan, dan swadaya gotong royong masyarakat, prasarana desa yang didalamnya termasuk prasarana perhubungan, prasarana pemasaran. Dan berdasarkan hasil penjumlahan indicator-indikator penentu tipologi desa tersebut. Bahwa dapat diambil kesimpulan bahwa Desa Marindal 1 termasuk tahap Desa Swasembada dan mengarah pada cirri kehidupan masyarakat kota.

2. Kehidupan sosial masyarakat Desa Marindal I yang berdasarkan tingkat pendidikan pada umumnya responden memiliki pendidikan pada jenjang menengah yaitu telah melaksanakan pendidikan SMP dan SMA. Kemudian pekerjaan pada umumnya bekerja pada sector. Pendapatan masyarakat Desa Marindal I Pada umumnya pendapatan berkisar yang rendah dan termasuk penduduk miskin dan Sistem kekerabatan dan gotong royong masyarakat Desa Marindal 1 tergolong rendah dapat diketahui bahwa rata-rata jawaban angket sosial masyarakat desa marindal 1 yang berdasarkan 8 (Delapan) aspek indicator yaitu masyaraka Dusun I, VII dan XI tergolong rendah. Hal ini menunjukkan bahwa kehidupan sosial masyarakat Desa Marindal 1 kurang terjalin, baik dalam kegiatan gotong royong, kekerabatan antar masyarakat, kegiatan upacara adat dan cara berpakaian sudah tidak begitu erat dan kebiasaan masyarakat desa sudah


(2)

mulai luntur. Kemudian Kondisi rumah responden sudah tergolong baik, hal ini terlihat dari kenampakan fisik bangunan rumah serta bahan-bahan pembentuk rumah itu sendiri seperti: atap, dinding, lantai dan semuanya itu sudah tergolong memadai dan memiliki lantai rumah semen , tembok semen dan atap seng.

3. Pola perkembangan Desa Marindal I sudah berkembang secara signifikan baik dari segi jumlah penduduk, mata pencaharian penduduk dan pola perilaku masyarakatnya telah mengarah pada ciri kehidupan kota.

B. Saran

Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan dan di simpulkan bahwa ada beberapa hal yang penulis sarankan dalam penulisan tesis ini antara lain:

1. Pemerintah seharusnya mengajukan status Desa pada Desa Marindal 1 sebagai Kota kecil.

2. Pada bidang pendidikan, Desa Marindal 1 telah mengalami kemajuan, oleh karena itu orang tua hendaknya untuk lebih memotivasi dan menyekolahkan anaknya ke jenjang yang lebih tinggi. Dan semuanya itu peran Pemerintah utuk dapat menyediakan fasilitas pendidikan yang lebih memadai dan memberikan beasiswa kepada anak yang kurang mampu. 3. Kepala desa seharusnya memberikan sosialisasi kepada masyarakat Desa

Marindal 1 untuk dapat menerima budaya atau pengaruh dari luar tanpa menghilangkan tradisi setempat. Demikian juga kepada masyarakat Desa


(3)

Marindal 1 untuk dapat mempertahankan dan melestarikan adat istiadat Desa.

4. Pemerintah setempat seahrusnya meningkatkan kualitas sarana dan prasarana Desa Marindal 1 sehingga masyarakat dapat melakukan aktivitas ekonomi kearah yang lebih baik.

5. Kepada Pemerintah kabupaten hendaknya menyediakan anggaran untuk pembangunan dan pengembangan desa baik sarana maupun fasilitas yang lainnya, sehingga potensi desa dapat dikembangkan.

6. Melihat pola kehidupan masyarakat Desa Marindal 1 yang mengarah pada ciri kehidupan kota seharusnya pajak desa yang ada dirubah menjadi tarif pajak kota agar dapat meningkatkan pendapatan asli desa untuk membangun dan memajukan desa.

DAFTAR PUSTAKA

Adisasmita, Rahardjo. 2006, Membangun Desa Partisipatif, Makasar : Graha Ilmu.


(4)

Marindal 1 untuk dapat mempertahankan dan melestarikan adat istiadat Desa.

4. Pemerintah setempat seahrusnya meningkatkan kualitas sarana dan prasarana Desa Marindal 1 sehingga masyarakat dapat melakukan aktivitas ekonomi kearah yang lebih baik.

5. Kepada Pemerintah kabupaten hendaknya menyediakan anggaran untuk pembangunan dan pengembangan desa baik sarana maupun fasilitas yang lainnya, sehingga potensi desa dapat dikembangkan.

6. Melihat pola kehidupan masyarakat Desa Marindal 1 yang mengarah pada ciri kehidupan kota seharusnya pajak desa yang ada dirubah menjadi tarif pajak kota agar dapat meningkatkan pendapatan asli desa untuk membangun dan memajukan desa.

DAFTAR PUSTAKA

Adisasmita, Rahardjo. 2006, Membangun Desa Partisipatif, Makasar : Graha Ilmu.


(5)

Arikunto, Suharsimi. 2006. Prosedur Penelitian (Suatu Pendekatan Praktik). Jakarta: Rineka Cipta.

Asy'ari, Sapari Imam. 1993. Sosiologi Kota dan Desa. Surabaya: Usaha Nasional BappedaSumut. 1999. Peninjauan Kembali Rencana Tata Ruang Wilayah

Propinsi Daerah Tingkat I Sumatera Utara. Medan. Bintarto, R. 1977. Suatu Pengantar Geografi Desa.Yogyakarta : Up Spring. _______. 1980. Gotong Royong. Surabaya :Bina Ilmu.

_______. 1983. Interaksi Desa Kota dan Permasalahannya. Yogyakarta: Ghalia Indonesia.

Daldjoeni, N. 1982. Seluk Beluk Masyarakat Kota (Pusparagam Sosiologi Kota). Bandung: Alumni.

DjakaPermana, Deni Ruchyat. Pengembangan Wilayah Melalui Pendekatan Ksisteman, Bogor : IPB Press.

_______, 1987.Geografi Kota dan Desa. Bandung: Alumni.

Hardisumarno, Surastopo, dkk. 1985. Geografi dan Kependudukan. Jakarta: Pustaka Ilmu.

Kaslan, 1991. Seuntai Pengetahuan Usaha Tani di Indonesia. Jakarta: Rineka Cipta.)

Leibo, Jefta. 1994. Sosiologi Pedesaan. Yogyakarta: Andi Offset. Marbun. 1971. Geografi Sosial.Yogyakarta : Up Spring.

Mulyanto, 2008, Prinsip-prinsip Pengembangan Wilayah. Yogyakarta: Graha Ilmu.

Ndraha, Taliziduhu. 1991. Dimensi-dimensi Pemerintahan Desa. Jakarta: Bina Aksara Prayitno.

Sajogyo.1996. Masalah Kecukupan Pangandan Jalur Pemerataan. Jakarta : Bina Cipta

Sinulingga, Budi D. 1999.Pembangunan Kota. Jakarta: Pustaka Sinar Harapan. Soekanto, Soerjono. 1990. Sosiologi Suatu Pengantar. Jakarta: Raja Grafindo


(6)

Taringan, Robinson. 2005. Perencanaan Pembangunan Wilayah. Jakarta: Bumi Aksara

Wic. 1981. Geografi Ekonomi. Jakarta : Pustaka Ilmu.

Yunus, Hadi Sabari. 1978. Konsep Perkembangan dan Pengembangan Daerah Perkotaan. Yogyakarta: UGM Press.

________, 2002. Struktur Tata Ruang Kota. Yogyakarta: Pustaka Belajar.

Yuliati, Yayuk dan MangkuPoernomo. 2003. Sosiologi Pedesaan. Yogyakarta: Lappera Pustaka Utama.

Jurnal Ilmiah

Mardhanie, Bizrie. 2010. Jurnal Riset & Teknologi. Media Perspektif. 10 : 1 – 59

Etty Soesilowati, 2008. Dampak Pertumbuhan Ekonomi Semarang Terhadap kemacetan lalulintas di wilayah pinggiran. Jurnal Ekonomi dan Kebijakan Unnes (In press).

Soepono, Prasetyo, 2010. Model Gravitasi Sebagai Alat Pengukur Hinterland

dari Central Place: Suatu Kajian Teoritik.

Fadhilah, Afrahul, 2010. Kajian Dan Analisis Desa Marindal Sebagai Daerah Hinterland. Jurnal Pengetahuan Dan IlmuSosial.Unimed (In Press).

Muzamil Misbach, 2008. EkonomiPerkotaan. Jurnal Ekonomi. Universitas Negeri Malang (In press).