Pengaruh Laju Aliran Saliva terhadap Kondisi Periodontal pada Penderita Gangguan Jiwa yang Mengkonsumsi Obat-Obatan Antipsikosis di Rumah Sakit Tuntungan

(1)

PENGARUH LAJU ALIRAN SALIVA TERHADAP

KONDISI PERIODONTAL PADA PENDERITA

GANGGUAN JIWA YANG MENGKONSUMSI

OBAT-OBATAN ANTIPSIKOSIS DI RUMAH SAKIT JIWA

TUNTUNGAN

SKRIPSI

Dianjurkan untuk memenuhi tugas dan melengkapi syarat guna memperoleh gelar Sarjana Kedokteran Gigi

Oleh:

ANUSHYIA MELANIE NIM : 110600128

FAKULTAS KEDOKTERAN GIGI

UNVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

2015


(2)

Fakultas Kedokteran Gigi Departemen Periodonsia Tahun 2015

Anushyia Melanie

Pengaruh Laju Aliran Saliva terhadap Kondisi Periodontal pada Penderita Gangguan Jiwa yang Mengkonsumsi Obat-Obatan Antipsikosis di Rumah Sakit Tuntungan

xi+ 35 halaman

Kebanyakan pasien gangguan jiwa tidak dapat memahami masalah kesehatan rongga mulutnya serta kurangnya pengetahuan tentang kesehatan rongga mulut yang mengakibatkan kesehatan gigi dan mulut memburuk. Beberapa faktor akibat gangguan jiwa memiliki efek yang sangat berpengaruh pada kesehatan mulut. Faktor-faktor tersebut antara lain yaitu efek samping dari obat, ketidakmampuan menjaga kesehatan gigi dan mulut, merokok, takut akan perawatan dan ketidakmampuan untuk mendapatkan layanan kesehatan gigi. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh laju aliran saliva terhadap kondisi periodontal pada penderita gangguan jiwa yang mengkonsumsi obat-obatan antipsikosis. Jenis penelitian ini adalah analitik observational dengan rancangan penelitian adalah Cross Sectional .Penelitian ini dilakukan di Rumah Sakit Tuntungan, Medan, Sumatera Utara. Subjek penelitian adalah pasien yang berobat di Rumah Sakit Tuntungan yang memenuhi kriteria inklusi dan ekslusi yang berjumlah 30 orang penderita. Umur subjek penelitian adalah pada rentang umur 20-60 tahun. Pemeriksaan diawali dengan wawancara langsung mengenai identitas subjek dan riwayat periodontal dengan bantuan kuesioner terhadap penderita gangguan jiwa lalu pengumpulan dan pengambilan laju aliran saliva tanpa stimulasi dilakukan dengan metode spitting. Selepas itu, pengukuran indeks periodontal telah dilakukan. Hasil yang penelitian ini menunjukkan seluruh subjek memiliki jumlah rerata laju aliran saliva yang normal. Penelitian ini ditemukan


(3)

bahwa mayoritas subjek penelitian menderita penyakit periodontal destruktif tahap awal diikuti dengan penyakit pada tahap akhir periodontal dan penyakit periodontal destruktif tahap awal. Tidak ada subjek yang memiliki periodonsium secara klinis normal maupun gingivitis sederhana. Dari penelitian ini dapat disimpulkan bahwa laju aliran saliva berpengaruh secara signifikan terhadap kondisi periodontal penderita gangguan jiwa yang mengkonsumsi obat-obatan antipsikosis. Hal ini menunjukkan bahwa hipotesis diterima.


(4)

Faculty of Dentistry

Department of Periodontology 2015

Anushyia Melanie

The influence of Salivary Flow Rate on Periodontal Conditions in Patients with mental disorders that are Consuming antipsychotic drugs at Tuntungan Mental Hospital

xi+ 35 pages

Most patients with mental illnesses are unable to perceive their oral health related problems, and their lack of knowledge of oral health and/or adequate motivation can result in poor dental health. Several factors due to mental disorders have a very influential effect on oral health. Multiple interrelated factors, such as the side effects of their medication, poor dental hygiene, smoking, fear and inadequate access to oral care. The aim of this study is to determine the influence of salivary flow rate on periodontal condition in people with mental disorders that are consuming antipsychotic drugs. This analytic observational research was done with cross sectional study design. This study was conducted at Tuntungan Mental Hospital, Medan, North Sumatra. Subjects were patients seeking treatment at the Tuntungan Mental Hospital that met the inclusion and exclusion criteria totaling of 30 patients. The ages of the research subjects ranges from 20-60 years old. The examination preceded by direct interview about the subject's identity and history of periodontal health with the help of questionnaires to people with mental disorders. The following clinical parameters were evaluated: saliva flow rate and periodontal index. The results of this study shows the entire research subjects has an average of normal salivary flow. This study discovered that majority of the research subjects suffers from mild phase destructive periodontal disease followed by the final stage destructive periodontal disease and early stage destructive periodontal disease. No subject had a


(5)

clinically normal periodontium or simple gingivitis. From this research it can be concluded that salivary flow rate significantly affect the periodontal health conditions in patients with mental disorders that are consuming antipsychotic drugs. This indicates that the hypothesis is accepted.


(6)

PERNYATAAN PERSETUJUAN

Skripsi ini telah disetujui untuk dipertahankan dihadapan tim penguji skripsi

Medan, 16 Juni 2015

Pembimbing: Tanda tangan

Rini Octavia Nasution, drg., Sp.Perio, M.Kes ... NIP : 19781002 20312 2005


(7)

TIM PENGUJI SKRIPSI

Skripsi ini Telah Dipertahankan di Hadapan Tim Penguji Pada Tanggal 16 Juni 2015

TIM PENGUJI

KETUA :1. Rini Octavia Nasution, drg., Sp.Perio, M.Kes ……… ANGGOTA : 1. Irmansyah R.,drg., Ph.D ……… 2. Krisna Murthy Pasaribu, drg., Sp. Perio ………

Mengetahui: KETUA DEPARTEMEN

Irmansyah R.,drg., Ph.D ………..


(8)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa yang telah memberikan rahmat dan karunia-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini sebagai salah satu syarat untuk mendapatkan gelar Sarjana Kedokteran Gigi.

Dalam penulisan skripsi ini penulis telah banyak mendapatkan bimbimgan, pengarahan, saran-saran dan bantuan berbagai pihak. Oleh karena itu, rasa terima kasih secara khusus penulis tujukan kepada orang tua tercinta, yaitu Ayahanda Mahendran dan Ibu Linda Tissa. Serta kakak dan adik tersayang, Kresha Melanie dan Arvind Vishal yang selalu memberikan doa, dorongan dan semangat kepada penulis.

Selain itu, penulis juga pada kesempatan ini dengan segala kerendahan hati mengucapkan terima kasih yang sebesar- besarnya kepada:

1. Prof. Nazruddin, drg., C.Ort., Ph.D., Sp.Ort selaku dekan Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Sumatera Utara.

2. Irmansyah R.,drg., Ph.D selaku Ketua Departemen Periodonsia Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Sumatera Utara.

3. Rini Octavia Nasution, drg, Sp.Perio, M.Kes selaku dosen pembimbing yang telah meluangkan waktu, tenaga dan pikiran serta dengan sabar memberikan bimbingan, arahan dan motivasi, nasehat dan semangat selama penulisan skripsi ini.

4. Seluruh staf pengajar khususnya staf pengajar di departemen Periodonsia dan pegawai FKG USU atas segala bimbingan dan bantuan selama penulis melaksanakan perkhuliahan di Fakultas Kedokteran Gigi.

5. Yumi Lindawati drg selaku dosen pembimbing akademik yang telah membimbing penulis selama menjalani pendidikan di Fakultas Kedokteran Gigi.

6. Ibu Maya selaku dosen Fakultas Kesehatan Masyarakat USU yang telah meluangkan waktu, tenaga dan pikiran serta bimbingan dalam melaksanakan analisis statistik hasil yang diperoleh.

7. Ibu Wirda selaku pegawai Rumah Sakit Jiwa Tuntungan yang telah membantu penulis selama menjalani penelitian di Rumah Sakit.


(9)

8. Semua penderita gangguan jiwa yang berobat di Rumah Sakit Jiwa Tuntungan untuk menjadi subjek dalam penelitian ini.

9. Terima kasih penulis sampaikan kepada teman-teman seperjuangan skripsi di Departemen Periodonsia Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Sumatera Utara.

10.Selanjutnya ucapan terima kasih juga kepada para sahabat penulis, Thanaletchumy, Michelle, Elangkeswary, Tebambigai, Shubah, Laidini, Angeline dan Dhanesh yang telah memberikan doa, dukungan dan semangat selama studi dan penelitian ini.

Penulis menyadari dalam penulisan skripsi ini masih jauh dari sempurna karena ada kelemahan dan keterbatasan ilmu yang penulis miliki, namun penulis mengharapkan semoga hasil karya atau proposal penelitian ini dapat memberikan sumbangan pikiran yang berguna bagi fakultas pengembangan ilmu dan masyarakat.

Medan, 15 Juni 2015 Penulis

(Anushyia Melanie) NIM: 110600128


(10)

DAFTAR ISI

Halaman HALAMAN JUDUL... ...

HALAMAN PERSETUJUAN ... HALAMAN TIM PENGUJI SKRIPSI ... KATA PENGANTAR ...

DAFTAR ISI ... iv

DAFTAR TABEL ... viii

DAFTAR GAMBAR ... ix

DAFTAR LAMPIRAN ... x

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Rumusan Masalah ... 3

1.3 Tujuan Penelitian ... 3

1.4 Hipotesis ... 3

1.5 Manfaat Penelitian ... 3

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1Gangguan Jiwa ... 4

2.1.1Definisi ... 4

2.1.2 Faktor Penyebab Gangguan Jiwa... 4

2.1.3 Klasifikasi Gangguan Jiwa ... 5

2.2 Obat Antipsikosis ... 7

2.2.1 Klasifikasi Obat Antipsikosis ... 7

2.2.2 Efek Samping Obat Antipsikosis ... 8

2.3 Saliva ... 8

2.4 Pengaruh Laju Aliran Saliva Terhadap Periodontal Pada Penderita Gangguan Jiwa Yang Mengkonsumsi Obat Antipsikosis... 10

2.5 Profil Rumah Sakit Jiwa Tuntungan Medan ... 12

2.6 Kerangka Teori ... 14

2.7 Kerangka Konsep ... 15

BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Rancangan Penelitian ... 16

3.2 Tempat dan waktu penelitian ... 16

3.2.1 Tempat Penelitian ... 16


(11)

3.3 Populasi dan Subjek ... 16

3.3.1 Populasi ... 16

3.3.2 Subjek ... 16

3.4 Kriteria Inklusi ... 16

3.5 Kriteria Eksklusi... 17

3.6 Besar Sample ... 17

3.7 Variabel Penelitian ... 19

3.7.1 Variabel Bebas ... 19

3.7.2 Variable Tergantung ... 19

3.8 Definisi Operasional ... 19

3.9 Alat dan Bahan Penelitian ... 19

3.9.1 Alat Penelitian ... 19

3.9.2 Bahan Penelitian ... 19

3.10 Prosedur Penelitian ... 19

3.10.1 Pengisian Kuesioner ... 19

3.10.2 Pengambilan Sample Saliva ... 19

3.10.3 Pengukuran Indeks Periodontal ... 19

3.11 Skema Alur Penelitian ... 21

3.12 Analisis Data ... 22

BAB 4 HASIL PENELITIAN 4.1 Data Demografis Subjek Penelitian ... 23

4.2 Data Perawatan Gigi dan Kebiasaan Higiene Oral Subjek Penelitian ... 26

4.3 Data Keluhan Oral Subjek Penelitian ... 27

4.4 Distribusi Laju Aliran Saliva ... 28

4.5 Distribusi Kondisi Klinis Periodontal ... 28

4.6 Distribusi antara Umur dengan Kondisi Klinis Periodontal ... 29

4.7 Distribusi antara Jenis Kelamin dengan Kondisi Klinis Periodontal... 30

4.8 Korelasi antara Laju Aliran Saliva dengan Kondisi Klinis Periodontal Pada Subjek Penelitian ... 30

4.9 Pengujian Hipotesis ... 31

BAB 5 PEMBAHASAN ... 32

BAB 6 KESIMPULAN DAN SARAN 6.1 Kesimpulan ... 36

6.2 Saran ... 36

DAFTAR PUSTAKA ... 37 LAMPIRAN


(12)

DAFTAR TABEL

Tabel Halaman

2.1 Titik refensi untuk saliva tidak terstimulasi dan

saliva terstimulasi pada orang dewasa ... 10

3.1 Kriteria pemberian skor dengan Indeks Periodontal Russel ... 20

3.2 Hubungan antara kondisi klinis dan kisaran skor periodontal Russel ... 21

4.1 Data Demografis Subjek Penelitian ... 23

4.2 Data Perawatan Gigi dan Kebiasaan Higiene Oral Subjek Penelitian... 26

4.3 Data Keluhan Oral Subjek Penelitian ... 27

4.4 Distribusi Laju Aliran Saliva ... 28

4.5 Distribusi Kondisi Klinis Periodontal ... 28

4.6 Distribusi antara Umur dengan Kondisi Klinis Periodontal... 29

4.7 Distribusi antara Jenis Kelamin dengan Kondisi Klinis Periodontal ... 30

4.8 Korelasi antara Laju Aliran Saliva dengan Kondisi Klinis Periodontal Pada Subjek Penelitian ... 31


(13)

DAFTAR GAMBAR

Gambar Halaman

2.1 Efek Antipsikosis Konvensional pada Empat Jalur

Dopamin ... 8

2.2 Kerusakan periodontal ... 11

2.3 Rumah Sakit Jiwa Tuntungan Medan ... 13

4.1 Kondisi rongga mulut subjek laki-laki ... 24


(14)

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran Halaman

1. Surat persetujuan komisi etik penelitian ... 40

2. Surat ijin penelitian... 41

3. Lembar penjelasan kepada calon subjek penelitian ... 42

4. Lembar persetujuan setelah penjelasan ... 44

5. Lembar kuesioner ... 45


(15)

Fakultas Kedokteran Gigi Departemen Periodonsia Tahun 2015

Anushyia Melanie

Pengaruh Laju Aliran Saliva terhadap Kondisi Periodontal pada Penderita Gangguan Jiwa yang Mengkonsumsi Obat-Obatan Antipsikosis di Rumah Sakit Tuntungan

xi+ 35 halaman

Kebanyakan pasien gangguan jiwa tidak dapat memahami masalah kesehatan rongga mulutnya serta kurangnya pengetahuan tentang kesehatan rongga mulut yang mengakibatkan kesehatan gigi dan mulut memburuk. Beberapa faktor akibat gangguan jiwa memiliki efek yang sangat berpengaruh pada kesehatan mulut. Faktor-faktor tersebut antara lain yaitu efek samping dari obat, ketidakmampuan menjaga kesehatan gigi dan mulut, merokok, takut akan perawatan dan ketidakmampuan untuk mendapatkan layanan kesehatan gigi. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh laju aliran saliva terhadap kondisi periodontal pada penderita gangguan jiwa yang mengkonsumsi obat-obatan antipsikosis. Jenis penelitian ini adalah analitik observational dengan rancangan penelitian adalah Cross Sectional .Penelitian ini dilakukan di Rumah Sakit Tuntungan, Medan, Sumatera Utara. Subjek penelitian adalah pasien yang berobat di Rumah Sakit Tuntungan yang memenuhi kriteria inklusi dan ekslusi yang berjumlah 30 orang penderita. Umur subjek penelitian adalah pada rentang umur 20-60 tahun. Pemeriksaan diawali dengan wawancara langsung mengenai identitas subjek dan riwayat periodontal dengan bantuan kuesioner terhadap penderita gangguan jiwa lalu pengumpulan dan pengambilan laju aliran saliva tanpa stimulasi dilakukan dengan metode spitting. Selepas itu, pengukuran indeks periodontal telah dilakukan. Hasil yang penelitian ini menunjukkan seluruh subjek memiliki jumlah rerata laju aliran saliva yang normal. Penelitian ini ditemukan


(16)

bahwa mayoritas subjek penelitian menderita penyakit periodontal destruktif tahap awal diikuti dengan penyakit pada tahap akhir periodontal dan penyakit periodontal destruktif tahap awal. Tidak ada subjek yang memiliki periodonsium secara klinis normal maupun gingivitis sederhana. Dari penelitian ini dapat disimpulkan bahwa laju aliran saliva berpengaruh secara signifikan terhadap kondisi periodontal penderita gangguan jiwa yang mengkonsumsi obat-obatan antipsikosis. Hal ini menunjukkan bahwa hipotesis diterima.


(17)

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Gangguan jiwa adalah kondisi medis yang dapat mengganggu kemampuan berpikir seseorang, kemampuan untuk berhubungan dengan orang lain dan fungsi sehari-hari.1 Diagnostic and Statistical Manual of Mental Disorders (DSM-IV) mengklasifikasikan gangguan jiwa menjadi: depresi, skizofrenia, gangguan bipolar, gangguan kecemasan dan gangguan penggunaan zat terlarang.2,3 Hasil penelitian

World Health Organization (WHO) menunjukkan bahwa beban yang terjadi pada penderita gangguan jiwa adalah sangat besar dimana terjadi lonjakan penyakit secara global akibat masalah kesehatan jiwa yang mencapai 8,1%. Berdasarkan data tersebut, kondisi gangguan jiwa memiliki angka yang lebih besar dibandingkan masalah kesehatan lainnya.4

Prevalensigangguan jiwa saat ini cukup tinggi, dimana satu dari empat orang di dunia menderita gangguan jiwa atau neurologis pada titik tertentu dalam hidup mereka. Data lain menunjukkan sekitar 450 juta orang saat ini menderita gangguan jiwa, dimana kelainan ini merupakan penyebab utama penyakit dan kecacatan mental di seluruh dunia.5 Riskesdas tahun 2013 menyatakan gangguan jiwa berat ditemukan sekitar 1,7 % dari jumlah penduduk Indonesia.6

Kebanyakan pasien gangguan jiwa tidak dapat memahami masalah kesehatan rongga mulutnya serta kurangnya pengetahuan tentang kesehatan rongga mulut yang mengakibatkan kesehatan gigi dan mulut memburuk.7 Beberapa faktor akibat

gangguan jiwa memiliki efek yang sangat berpengaruh pada kesehatan mulut. Faktor-faktor tersebut antara lain yaitu efek samping dari obat, ketidakmampuan menjaga kesehatan gigi dan mulut, merokok, takut akan perawatan dan ketidakmampuan untuk mendapatkan layanan kesehatan gigi.8,9

Salah satu obat yang digunakan pada pasien gangguan jiwa adalah obat antipsikosis seperti Chlropromazin, Haloperidol, Ziprasidone, Resperidone, Quetiapine and Olanzapine.Obat ini memiliki efek samping yang signifikan yaitu


(18)

hiposalivasi yang dapat menyebabkan Xerostomia.8,10 Hiposalivasi adalah kondisi dimana berkurangnya laju aliran saliva. Hiposalivasi dapat menyebabkan terjadinya penyakit mulut seperti karies gigi, bibir kering, mulut kering, dysgeusia, disfagia, halitosis, masalah pengunyahan, mukositis, kandidiasis orofaringeal, protesa longgar, kesulitan bicara, dan lesi oral traumatik. Diagnosis hiposalivasi dapat ditegakkan melalui pengukuran laju aliran saliva.11,12

Penelitian yang dilakukan oleh CC Azodo dkk di Nigeria terhadap 136 penderita gangguan jiwa menunjukkan bahwa dua pertiga yaitu sekitar 67,6% responden melaporkan, bahwa penderita gangguan jiwa memiliki masalah gigi dan mulut yang lebih tinggi dibandingkan dengan populasi umum.13 Penelitian yang dilakukan oleh Portilla MI di Pasto, Columbia terhadap 229 penderita epilepsi menunjukkan bahwa 55% mengalami masalah periodontitis serta 54% perempuan yang menderita epilepsi dan gangguan jiwa juga mengalami masalah periodontitis.14 Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Ajithkrishnan dkk pada

tahun 2012 di India pada 165 penderita gangguan jiwa menunjukkan 47,27% penderita gangguan jiwa memiliki poket periodontal dan 10,3% mengalami kehilangan perlekatan sebanyak 9 sampai dengan 11 mm.7

Penelitian awal yang dilakukan oleh A Eltas dkk pada tahun 2013 untuk menilai hubungan antara penyakit periodontal yang parah dan perubahan laju aliran saliva disebabkan oleh obat antipsikotik pada pasien dengan skizofrenia menunjukkan adanya peningkatan indeks plak (IP), perdarahan pada probing (PPP), kedalaman poket (KP), tingkat pelekatan plak dan skor DMFT(decay, missing, filling tooth) pada pasien skizofrenia.8 Namun belum ada penelitian lebih lanjut untuk menilai pengaruh laju aliran saliva terhadap kondisi periodontal pada penderita gangguan jiwa yang mengkonsumsi obat-obatan antipsikosis. Hal inilah yang menyebabkan peneliti tertarik untuk meneliti lebih lanjut tentang pengaruh laju aliran saliva terhadap kondisi periodontal pada penderita gangguan jiwa yang mengkonsumsi obat-obatan antipsikosis sehingga diharapkan dengan adanya penelitian ini dokter gigi maupun dokter umum yang merawat penderita gangguan jiwa dapat lebih memperhatikan pengaruh obat-obatan antipsikosis yang dapat


(19)

mempengaruhi kondisi kesehatan periodontal penderita gangguan jiwa sehingga tidak menimbulkan masalah kesehatan rongga mulut penderita gangguan jiwa secara umum.

1.2 Rumusan Masalah

Apakah ada pengaruh laju aliran saliva terhadap kondisi periodontal pada penderita gangguan jiwa yang mengkonsumsi obat-obatan antipsikosis.

1.3 Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh laju aliran saliva terhadap kondisi periodontal pada penderita gangguan jiwa yang mengkonsumsi obat-obatan antipsikosis.

1.4 Hipotesis Penelitian

Laju aliran saliva pengaruh terhadap kondisi periodontal pada penderita gangguan jiwa yang mengkonsumsi obat-obatan antipsikosis

1.5 Manfaat Penelitian

1. Mengetahui besarnya keparahan kondisi periodontal pada penderita gangguan jiwa.

2. Memberikan pengetahuan bagi para klinisi bahwa terapi obat antipsikosis dapat berpengaruh terhadap kondisi periodontal sehingga klinisi lebih memperhatikan kondisi rongga mulut penderita gangguan jiwa.


(20)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Gangguan Jiwa 2.1.1 Definisi

Gangguan jiwa dalam beberapa hal disebut sebagai perilaku abnormal yang dianggap sama dengan sakit mental, sakit jiwa, selain itu terdapat juga istilah-istilah yang serupa, yaitu: distress, discontrol, disadvantage, disability, inflexibility, irrationally, syndromal pattern dan disturbance. Gangguan jiwa merupakan kondisi dimana seseorang mengalami gangguan mental dan mengalami penyimpangan dari norma-norma perilaku, yang mencakup pikiran, perasaan dan tindakan. Diagnostic and Statistical Manual of Mental Disorders (DSM-IV) pula merumuskan gangguan jiwa sebagai sindroma atau pola perilaku atau kondisi psikologis yang terjadi pada individu dayang dihubungkan dengan adanya: (1) distress (misalnya simptom menyakitkan) atau (2) disability artinya ketidakmampuan (misalnya tidak berdaya pada satu atau beberapa bagian penting dari fungsi tertentu), atau (3) peningkatan resiko secara bermakna untuk mati, sakit, ketidakmampuan, atau kehilangan kebebasan.15

2.1.2 Faktor-faktor penyebab Gangguan Jiwa Faktor gangguan jiwa terdiri atas :

a. Biologis

Penyebab gangguan jiwa secara biologis adalah akibat kelainan struktural dalam otak, gangguan secara biokimiawi atau kelainan pada gen. Kelainan struktural dalam otak dapat disebabkan oleh cedera atau proses penyakit. Lokasi kerusakan otak mempengaruhi jenis gejala psikologis yang dihasilkan. Kebanyakan teori gangguan jiwa akibat biokimiawi berfokus pada gangguan


(21)

neurotransmitter yaitu proses biokimia yang memfasilitasi transmisi impuls di otak.16

b. Psikologis

Teori kelainan psikologis menunjukkan bahwa semua perilaku, pikiran dan emosi baik normal atau abnormal terjadi dan kondisi tidak sadar sehingga menimbulkan perasaan cemas dan menghasilkan perilaku maladaptif.16

c. Sosial

Kelainan sosial berfokus pada struktur sosial yang lebih besar pada kehidupan individu. Struktur ini termasuk perkawinan individu atau keluarga dan lingkungannya, status sosial dan budaya. Teori struktur sosial menunjukkan bahwa masyarakat memberikan kontribusi terhadap psikopatologis pada beberapa orang dengan menciptakan tekanan berat, atau mendorong untuk mengatasi stres tersebut dengan gejala psikologis. Orang yang tinggal di lingkungan dengan stress jangka panjang memiliki tingkat yang lebih tinggi dari segi psikopatologi.16

2.1.2 Klasifikasi Gangguan Jiwa

Gangguan jiwa dapat diklasifikasikan atas : a. Affective (mood) Disorder

Kelainan ini melibatkan gangguan mood (suasana hati) atau kondisi emosional berkepanjangan yang tidak disebabkan oleh gangguan mental medis lainnya. Depresi berat melibatkan suasana hati dysphoric, kehilangan minat melakukan kegiatan yang biasa dilakukan pasien atau hiburan dan hal ini dapat terjadi bersama dengan gejala lain seperti nafsu makan yang buruk, gangguan tidur, kelelahan, kehilangan energi, atau bunuh diri. 3

b. Skizofrenia

Skizofrenia adalah gangguan jiwa yang berkepanjangan, dimanifestasikan sebagai berbagai macam gangguan pikiran, ucapan dan perilaku dan memiliki gejala karakteristik seperti halusinasi, delusi dan perilaku aneh.17 Gangguan ini

merupakan salah satu kategori yang paling kronis dan berpotensi melemahkan penyakit jiwa karena banyak penderita skizofrenia mengalaminya seumur hidup.3


(22)

c. Gangguan Kecemasan

Kelompok gangguan ini melibatkan kecemasan sebagai gejala utama dan termasuk fobia, gangguan kecemasan umum, gangguan obsesif-complusive dan gangguan pasca trauma.3 Patofisiologi yang mendasari gangguan kecemasan masih belum jelas. Hal ini umumnya disebabkan karena gangguan kecamasan memiliki dasar biokimia, tetapi karakteristik yang tepat belum dapat dijelaskan. Menurut Nutt, banyak ahli mencurigai bahwa disfungsi noradrenergik, mungkin dimediasi melalui lokus seruleus yang terlibat dan pemberian obat untuk mengurangi kondisi ini telah terbukti sangat bermanfaat.17

d. Gangguan Kepribadian

Gangguan kepribadian melibatkan pola jangka panjang berpengalaman dan perilaku yang menyimpang dari normal dalam budaya seseorang. Pola ini menunjukkan dalam berbagai situasi pribadi dan sosial dan menyebabkan penderitaan pribadi yang signifikan atau terdapat penurunan fungsi. Individu dengan kelainan ini memiliki tanggapan memandang diri sendiri, orang lain dan masalah dunia dengan tanggapan emosional, kontrol impuls yang buruk dan / atau masalah hubungan yang signifikan.3

e. Gangguan Penggunaan Zat Terlarang

Gangguan zat terlarang adalah gangguan serius yang ditandai dengan hilangnya kontrol atas konsumsi alkohol atau penggunaan narkoba sifatnya kronis disebabkan oleh biomedis, psikologis dan sosial. Tindakan menghilangkan kebiasaan pengunaan zat terlarang adalah pengobatan tetap untuk para pecandu alkohol dan obat. Pendekatan terapi harus bersifat fleksibel, menberi mendukung dan tidak menghakimi.17

f. Ganggunan Psikosis Lain

Ganggunan psikosis lain seperti demensia yang diklasifikasi sebagai gangguan medis dan kewajiaan yang terkait dengan hilangnya fungsi otak, cacat interlektual dan gangguan perkembangan termasuk autisme.18,19


(23)

2.2 Obat Antipsikosis

Obat antipsikosis biasanya diresepkan kepada penderita gangguan jiwa untuk mengurangi gejala psikosis dan untuk menghentikan gangguan jiwa agar tidak kembali terjadi. Beberapa obat juga dapat bertindak sebagai antidepresan atau obat penenang.18 Antipsikosis mempengaruhi aksi sejumlah bahan kimia dalam otak yang disebut neurotransmitter yaitu zat kimia yang sel-sel otak untuk berkomunikasi satu sama lain. Dopamin adalah neurotransmitter utama yang dipengaruhi oleh obat antipsikosis. Hal ini terlibat dalam keadaan dimana mereka merasa adanya sesuatu yang signifikan seperti penting atau menarik, perasaan puas hati dan termotivasi.19 Beberapa penelitian telah menunjukkan bahwa dopamin yang terlalu banyak di otak dapat menyebabkan pengalaman halusinasi, delusi dan berpikir tidak teratur. Beberapa jenis antipsikotik juga mengubah efek neurotransmitter lain yang membantu mengatur perasaan dan emosi kita.18

2.2.1 Klasifikasi Obat Antipsikosis a. Antipsikosis Konvensional

Antipsikosis ini memblokir aksi dopamin pada reseptor D2 dan memperbaiki gejala positif (Gambar 1). Sayangnya, antipsikosis ini juga memblokir reseptor D2 di daerah-daerah di luar jalur mesolimbik. Hal ini dapat mengakibatkan memburuknya gejala negatif yang terkait dengan penyakit. Obat antipsikosis konvensional adalah Klorpromazin, Haloperidol, Trifluoperazine, Perphenazine dan Fluphenazine.22


(24)

Gambar 2.1. Efek antipsikosis konvensional pada empat jalur dopamin.25

b. Antipsikosis Atipikal

Antipsikosis ini memblokir reseptor D2 serta subtipe spesifik reseptor serotonin yang dikenali dengan nama reseptor 5HT2A. Hal ini diyakini bahwa tindakan pengabungan di reseptor D2 dan 5HT2A akan mengobati gejala baik, positif dan negatif. Antipsikosis atipikal meliputi clozapine, risperidone, olanzapine, quetiapine, paliperidone dan ziprasidone.22

2.2.2 Efek Samping Obat Antipsikosis

Antipsikosis memiliki efek samping antara lain adalah memblokir reseptor D2 yang menyebabkan mencakup tremor, akathisia (sensasi kegelisahan), kejang otot, disfungsi seksual, dan dalam kasus yang jarang dapat menyebabkan diskinesia tardif, suatu kelainan yang menyebabkan gerakan berulang, involunter dan tanpa tujuan. Efek samping ini lebih sering dikaitkan dengan antipsikotik konvensional lama yang masih dapat bekerja lebih baik untuk beberapa orang, tetapi tidak berarti bahwa obat antispikosis atipikal tidak memiliki efek samping. Efek samping yang berhubungan dengan antipsikotik atipikal termasuk penambahan berat badan, diabetes dan gangguan lipid. Efek samping tersebut lebih sering dikaitkan dengan obat clozapine dan olanzapine.22 Efek samping obat


(25)

antipsikosis terhadap rongga mulut adalah hiposalivasi kecuali obat antipsikosis klozapin yang akan menyebabkan hipersalivasi.18

2.3 Saliva

Saliva memainkan peran yang penting dalam homeostasis oral, karena memodulasi ekosistem dalam rongga mulut. Beberapa fungsi saliva berperan sebagai pelumas untuk bolus makanan, perlindungan terhadap virus, bakteri dan jamur, kapasitas buffer, perlindungan dan regenerasi mukosa oral, dan remineralisasi gigi. Saliva sebagian besar disekresikan dari tiga kelenjar utama yaitu kelenjar parotis, sublingual, dan submandibular (sekitar 90% dari total produksi air liur). Selain itu, ratusan kelenjar ludah minor pada bagian labial, bukal dan palatal, yang tersebar di seluruh bagian mukosa oral, berkontribusi terhadap sekresi saliva. Regulasi sekresi saliva adalah refleks dikontrol oleh divisi simpatis dan parasimpatis dari sistem saraf otonom.11

Cairan saliva adalah sekresi eksokrin yang terdiri dari sekitar 99% air, yang mengandung berbagai elektrolit (natrium, kalium, kalsium, klorida, magnesium, bikarbonat, fosfat) dan protein, yang diwakili oleh enzim, immunoglobulin dan faktor antimikroba lainnya, glikoprotein mukosa, albumin dan beberapa polipeptida dan oligopeptida yang penting bagi kesehatan gigi dan mulut. Ada juga produk glukosa dan nitrogen, seperti urea dan amonia. Komponen berinteraksi dan bertanggung jawab untuk berbagai fungsi yang dikaitkan dengan saliva.26 Sekresi saliva setiap hari biasanya berkisar antara 1,0 dan 1,5 L pada tingkat rerata 0,5 mL / menit (Tabel 1). Penurunan laju aliran saliva disebut hiposalivasi, yang dapat disebabkan oleh kehilangan air / metabolit, kerusakan kelenjar dan gangguan transmisi saraf ludah.

Perubahan kuantitatif dan / atau kualitatif sekresi saliva dapat menyebabkan efek samping lokal seperti karies, mukositis oral, kandidiasis, infeksi oral dan gangguan mengunyah atau efek samping ekstraoral seperti disfagia, halitosis dan penurunan berat badan.24 Salah satu faktor umum terjadinya penurunan sekresi saliva adalah karena peradangan kronis pada kelenjar ludah, sindrom Sjögren,


(26)

pengobatan radiasi, dehidrasi, faktor psikologis, dan obat-obatan. Peningkatan laju aliran saliva disebut hipersalivasi. Penyebab hipersalivasi tidak ketahui, namun hipersalivasi terlihat pada pasien dengan herpes stomatitis, stomatitis aftosa, gingivitis ulseratif, serta mereka yang memakai gigi tiruan.11

Tabel 2.1 Titik refensi untuk saliva tidak terstimulasi dan saliva terstimulasi pada orang dewasa.11

Saliva tidak terstimulasi Saliva terstimulasi

Hipersalivasi > 1.0 mL/min > 3.5 mL/min

Salivasi normal 0.1–1.0 mL/min 0.5–3.5 mL/min

Hiposalivasi < 0.1 mL/min < 0.5 mL/min

2.4 Pengaruh Laju Aliran Saliva Terhadap Kondisi Periodontal Pada Penderita Gangguan Jiwa Yang Mengkonsumsi Obat Antipsikosis

Pasien dengan gangguan jiwa rentan untuk menderita masalah rongga mulut khususnya masalah periodontal (Gambar 2). Hal ini mungkin oleh karena ketidakmampuan dan kepedulian diri yang kurang berhubungan dengan gangguan jiwa, ketakutan pada perawatan, ketidakmampuan untuk mengakses layanan kesehatan gigi dan efek samping dari berbagai obat-obatan yang digunakan dalam psikiatri.9 Antipsikotik juga mempengaruhi sistem neurotransmitter lain seperti kolinergik (muscarinic), alpha-adrenergik, histaminergik dan mekanisme serotonergik. Penggunaannya akibatnya dapat meningkatkan risiko berbagai efek samping yang tidak diinginkan.27 Obat ini juga dapat memberi efek saraf pada bagian atas otak yang dapat menstimulasi adrenoseptor tertentu dalam korteks frontal yang dapat menghasilkan efek penghambatan pada nuklei saliva dan juga dapat menyebabkan xerostomia tanpa mempengaruhi jalur saraf. Obat antipsikosis dapat menurunkan aliran saliva dengan menyebabkan vasokonstriksi di kelenjar ludah.28 Penelitian sebelumnya telah menemukan kesehatan mulut yang lebih buruk pada pasien dengan skizofrenia, termasuk kenyataan bahwa penderita tersebut memiliki lebih banyak gigi yang hilang daripada populasi umum.8 Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Ajithkrishnan dkk di India


(27)

terhadap 165 penderita gangguan jiwa menunjukkan 0,6% pasien memiliki periodontal yang sehat, 0,6% memiliki perdarahan saat probing, 12,12% memiliki kalkulus, 47,27% memiliki poket yang dangkal, 34,55% memiliki poket yang dalam dan 10.3% mengalami kehilangan perlekatan sebanyak 9-11 mm.

Gambar2.2 Kerusakan periodontal pada penderita gangguan jiwa(a) dan (b) Terlihat plak dan kalkulus supra dan subgingiva hampir di seluruh gigi (c), Resesi gingiva yang menunjukkan adanya kehilangan perlekatan. 25

Penelitian awal telah dilakukan oleh A Eltas dkk untuk menilai apakah ada hubungan antara penyakit periodontal yang parah dan perubahan aliran saliva disebabkan oleh obat antipsikotik pada pasien dengan skizofrenia terhadap 53 pasien gangguan jiwa. Subjek dikelompokan ke dalam dua kelompok. Kelompok A (n = 33) termasuk pasien yang menggunakan obat-obatan yang dapat menyebabkan xerostomia, atau mulut kering dan kelompok B (n = 20) termasuk pasien yang menggunakan obat-obatan yang dapat menyebabkan sialorrhea, sekresi berlebihan air liur. Hasil yang terdapat dari penelitian tersebut adalah rerata peningkatan indeks plak (IP), dan perdarahan pada probing (PPP) secara signifikan lebih tinggi di kelompok A dibanding kelompok B (P <0,001), sedangkan kedalaman poket (KP) dan tingkat pelekatan plak dan skor decay, missing, filling tooth (DMFT) tidak berbeda secara signifikan dalam dua kelompok sesuai dengan statistik hasil (P> 0,05).

Data yang diperoleh A Eltas dkk menunjukkan nilai laju aliran saliva tidak terstimulasi pada manusia yang sehat biasanya berkisar 0,35-1,05 ml min-1.


(28)

Rerata laju aliran saliva pasien di kelompok A lebih rendah dari normal dan lebih tinggi dari normal di kelompok B. Dengan kata lain, terbukti ada gejala xerostomia pada subjek kelompok A dan ada sialorrhea di Kelompok B. 8 Obat yang dikonsumsi oleh penderita yaitu obat antipsikosis, memiliki efek samping yang signifikan dalam rongga mulut. Xerostomia atau mulut kering tetap merupakan efek samping yang paling umum dan sering dilaporkan.11 Kegagalan untuk mengenali xerostomia disebabkan oleh obat antipsikosis dapat menyebabkan peningkatan karies gigi, penyakit periodontal, dan kondisi peradangan sistemik kronis yang dapat mempersingkat masa hidup pasien. 26

2.5 Profil Rumah Sakit Jiwa Tuntungan Medan

Rumah Sakit Jiwa Tuntungan Medan beralamat di Jalan Letjend. Jamin Ginting Km.10/Jl. Tali Air nom 21 Medan. Rumah sakit ini merupakan satu-satunya Rumah Sakit Jiwa Pemerintah yang ada di Provinsi Sumatera Utara yang memiliki kemampuan pelayanan diklasifikasikan Tipe A dangan sifat khususnnya. Dengan kemampuan pelayanan yang dimiliki, saat ini Rumah Sakit Jiwa Tuntungan juga merupakan Rumah Sakit JiwaRujukan bagi rumah sakit lain yang terdapat di Provinsi Sumatera Utara dan bagi Rumah Sakit- Rumah Sakit umum yang ada di Pulau Sumatera. (Gambar 3)


(29)

Gambar 2.3 Rumah Sakit Jiwa Tuntungan Medan.

2.5.1 Visi Dan Misi Rumah Sakit Jiwa Tuntungan Medan

Visi Rumah Sakit Jiwa Tuntungan Medan adalah menjadi pusat pelayanan kesehatan jiwa paripurna yang terbaik di Sumatera. Misi Rumah Sakit Jiwa Tuntungan Medan adalah:

a) Melaksanakan pelayanan kesehatan jiwa paripurna terpadu dan komprehensif

b) Mengembangkan pelayanan kesehatan jiwa dan fisik berdasarkan mutu dan profesionalisme

c) Meningkatkan penanggulangan masalah psikososial di masyarakat melalui jejaring pelayanan kesehatan jiwa

d) Melaksanakan pendidikan dan penelitian kesehatan jiwa terpadu dan komprehesif


(30)

2.6 Kerangka Teori

Laju aliran saliva

Efek Samping

Obat Antipsikosis  Antipsikosis

Konvensional  Antipsikosis

Atipikal Penyebab

 Biologis  Psikologis  Sosial

Klasifikasi Gangguan Jiwa

Affective (mood) Disorder

 Skizofrenia  Gangguan

Kecemasan  Gangguan

Kepribadian  Gangguan

Penggunaan Zat Terlarang Gangguan

Jiwa


(31)

2.7 Kerangka Konsep

Variable Tergantung 1. Laju aliran saliva 2. Indeks periodontal Variabel bebas

Penderita gangguan jiwa yang mengkonsumsi

obat antipsikosis

Variabel terkendali - Usia

- Jangka waktu rawat inap

Variabel tidak terkendali - Cara sikat gigi - Waktu sikat gigi - Pola makan - Kebiasaan buruk


(32)

BAB 3

METODOLOGI PENELITIAN

3.1 Rancangan Penelitian

Jenis penelitian ini adalah analitik observational dengan rancangan penelitian adalah Cross Sectional

3.2 Tempat dan Waktu Penelitian 3.2.1 Tempat Penelitian

Penelitian ini dilakukan di Rumah Sakit Tuntungan, Medan, Sumatera Utara 3.2.2 Waktu Penelitian

Waktu penelitian dalam jangka waktu bulan Februari hingga Mei 2015.

3.3 Populasi dan Subjek 3.3.1 Populasi

Populasi penelitian adalah penderita gangguan jiwa. 3.3.2 Subjek

Subjek penelitian adalah pasien yang berobat di Rumah Sakit Tuntungan yang memenuhi kriteria inklusi dan ekslusi.

3.4 Kriteria Inklusi

a. Pasien mendapat informed consent. b. Penderita skizofrenia yang kooperative.


(33)

3.5 Kriteria Eksklusi

a. Memiliki penyakit sistemik yang dapat mempengaruhi hasil perawatan periodontal seperti diabetes mellitus, hipertensi dan penyakit jantung.

b. Telah mendapatkan perawatan periodontal sekurang-kurangnya 12 bulan. c. Telah mengkonsumsi antibiotik sistemik dalam 6 bulan terakhir.

3.6 Besar Sampel

Perhitungan besar sampel pada penelitian ini menggunakan rumus, yaitu :

= . { . + , }2 . 2

= 29.1  30 orang

Keterangan:˙

n= Jumlah sampel minimal δ= mean dari penelitian sebelum

α= level of significant, penelitian ini menggunakan α= 5%, sehingga Zα = 1,96

β= power of test, penelitian ini menggunakan β= 10%, sehingga Zβ =1,282 µα = proporsi awal penelitian, pada penelitian ini diggunakan 50%

µo = proporsi yang diharapkan dari penelitian 80% = �2� − �{ + 2}2


(34)

3.7 Variabel Penelitian 3.7.1 Variabel bebas

Penderita gangguan jiwa yang mengkonsumsi obat antipsikosis 3.7.2 Variabel Tergantung.

1. Laju aliran saliva

2. Kondisi periodontal (indeks periodontal).

3.8Defenisi Operasional

1. Laju aliran saliva adalah jumlah saliva yang disekresi setiap menit dan dinyatakan dalam satuan mL/menit.

2. Status periodontal yaitu kondisi periodontal pasien gangguan jiwa diperiksa berdasarkan indeks periodontal Russel untuk mengukur keparahan penyakit periodontal.

3.9 Alat dan Bahan Penelitian 3.9.1 Alat Penelitian

1. Prob periodontal UNC-15 2. Pinset

3. Sonde 4. Kaca mulut 5. Tabung pengukur 3.9.2 Bahan Penelitian 1. Handscoon disposable 2. Masker

3. Alkohol 70%

3.10 Prosedur Penelitian

Sampel yang ingin berpartisipasi dalam penelitian ini harus mengisi lembar informed consent yang berisi keikutsertaanya dalam penelitian.


(35)

3.10.1 Pengisian Kuesioner

Pemilihan subjek penelitian dilakukan dengan wawancara langsung mengenai identitas subjek dan riwayat periodontal dengan bantuan kuesioner terhadap perawat atau ahli keluarga penderita gangguan jiwa. Subjek yang terpilih diberi penjelasan terlebih dahulu mengenai tujuan, manfaat dan prosedur penelitian yang akan dilakukan dan apabila subjek bersedia untuk berpartisipasi dalam penelitian, maka subjek diminta menandatangani lembar informed consent.

3.10.2 Pengambilan Sampel Saliva

Posisi subyek penelitian berdiri tegak lurus terhadap lantai. Pengumpulan dan pengambilan saliva dilakukan pada pukul 08.00-12.00 untuk menghindari variasi circadian rhythm. Metode spitting digunakan untuk pengumpulan laju aliran saliva tanpa stimulasi. Pengumpulan saliva dengan metode spitting dilakukan dengan meminta subjek duduk tegak dengan kepalanya dimiringkan. Kemudian pasien diinstruksikan untuk mengumpul salivanya ke dalam wadah saliva selama 3 menit. Saliva yang dikumpul adalah laju aliran saliva tanpa stimulasi per menit.

3.10.3 Pengukuran Indeks Periodontal

Gigi indeks yang digunakan adalah gigi indeks dari Ramfjord yaitu enam gigi terpilih masing-masing 16, 21, 24,36, 41, 44 karena keenam gigi terpilih telah terbukti merupakan indikator yang dapat diandalkan bagi keadaan seluruh mulut. Bila salah satu gigi ini hilang maka akan digantikan oleh gigi di sampingnya. Indeks pengukuran tingkat keparahan penyakit periodontal yang dipakai pada penelitian ini adalah Indeks Periodontal yang dikembangkan oleh Russel. Pemeriksaan ini dilakukan dengan menggunakan prob periodontal.


(36)

Tabel 3.1 Kriteria pemberian skor dengan Indeks Periodontal Russel.

skor Kriteria

0

1

2

6

8

Negatif. Tidak terlihat inflamasi pada gingiva maupun

kehilangan fungsi akibat destruksi struktur periodontal pendukung.

Gingivitis ringan. Terlihat daerah inflamasi ringan pada

gingiva bebas tetapi perluasannya tidak sampai mengelilingi gigi.

Gingivitis sedang. Inflamasi telah mengelilingi permukaan

gigi, tetapi perlekatan epitel belum mengalami kerusakan.

Gingivitis dengan pembentukan saku. Perlekatan terputus

dan terjadi pembentukan saku periodontal. Fungsi penguyahan normal; gigi masih ketat disoketnya dan tidak tilting

Kerusakan periodontal berat dan kehilangan fungsi pengunyahan.Gigi goyang, tilting, bunyi tumpul sewaktu

perkusi atau gigi tidakterlihat stabil di soketnya

Kriteria dasar penggunaan indeks ini adalah bila meragukan diberi skor yang lebih rendah. Skor indeks periodontal untuk satu orang diperoleh dari total skor dibagi dengan jumlah gigi yang diperiksa. Skor indeks periodontal suatu kelompok tertentu diperoleh dari jumlah skor total semua individu yang diukur dibagi dengan jumlah orang yang diperiksa.

Berdasarkan skor indeks periodontal Russel tersebut dapat ditentukan kondisi klinis dan stadium penyakit individu.

Skor Indeks Periodontal = Jumlah skor dari gigi yang diperiksa Jumlah gigi yang diperiksa (6)


(37)

Tabel 3.2 Hubungan antara kondisi klinis dan kisaran skor periodontal Russel

Kondisi klinis Rentang skor IP

Periodonsium secara klinis normal Gingivitis sederhana

Penyakit periodontal destruktif tahap ringan Penyakit periodontal destruktif tahap berat. Stadium lanjut penyakit periodontal

0,0 – 0,2 0,3 – 0,9 0,7 – 1,9 1,6 – 5,0 3,8 – 8,0 3.11 Skema Alur Penelitian

Subjek diminta persetujuannya untuk mengikuti penelitian dengan menandatangani informed consent

Subjek diminta mengisi kuesioner

Pemeriksaan klinis dilakukan dengan prob dan dinilai dengan indeks periodontal.

Pencatatan hasil pemeriksaan

Analisis data Pengambilan saliva


(38)

3.12 Analisis Data

Data diproses dan diolah dengan bantuan computer. Laju aliran saliva terhadap kondisi periodontal subjek dihitung dengan penyajian bentuk frekuensi dan persentase. Korelasi antara laju aliran saliva terhadap kondisi periodontal dicari dengan menggunakan uji korelasi Pearson jika distribusi data normal dan uji Spearman jika distribusi data tidak normal. Kemaknaan hasil uji statistic ditentukan berdasarkan nilai p <0.05. Hasil dari koefisien diinterpretasikan sebagai kekuatan korelasi yang mengacu kepada kriteria Guillford, yaitu:

a. <0,20 : korelasi yang sangat kecil b. 0,20-<0,40 : korelasi yang kecil

c. 0,40-< 0,7 : korelasi yang cukup erat d. 0,7- < 0,9 : korelasi yang sangat erat e. 0,9-1 : korelasi sempurna


(39)

BAB 4

HASIL PENELITIAN

Penelitian ini dilakukan selama bulan Februari hingga Mei 2015 di Rumah Sakit Jiwa Tuntungan, Medan. Jumlah seluruh subjek adalah 30 orang penderita gangguan jiwa yang mengkonsumsi obat-obatan antipsikosis Riperidone dan Clozapine. Data hasil penelitian tentang pengaruh laju aliran saliva terhadap kondisi periodontal pada penderita gangguan jiwa yang mengkonsumsi obat-obatan antipsikosis akan disajikan dalam bentuk tabel dan gambar.

4.1 Data Demografis Subjek Penelitian

Data demografis subjek penelitian terdiri dari jenis kelamin, usia, lama tinggal di Rumah Sakit Jiwa dan kebiasaan merokok dapat dilihat pada Tabel 4.1

Tabel 4.1 Data demografis Subjek Penelitian

Variabel n %

Jenis kelamin

 Laki-laki

 Perempuan Usia

 20 - 30 tahun

 31 - 40 tahun

 41 - 50 tahun

 51 - 60 tahun

15 14 6 14 5 4 51,7 48,3 20,96 48,28 17,24 13,79 Lama tinggal di RSJ

 2 – 5 tahun 29 100

Kebiasaan merokok  Ya  Tidak 7 22 24,1 75,9

Berdasarkan Tabel 4.1 diketahui bahwa subjek penelitian berjumlah 29 orang penderita gangguan jiwa terdiri dari 15 orang laki-laki (51,7%) dan 14 orang perempuan (48,3%). Hal ini disebabkan sewaktu penelitian salah satu subjek yang telah menandatangani informed consent menolak untuk dilakukan pemeriksaan. Usia


(40)

minimal subjek adalah 21 tahun dan usia maksimal adalah 54 tahun. Mayoritas subjek adalah pada rentang umur 31-40 tahun yaitu sebanyak 14 orang (48,28%) sedangkan yang paling sedikit adalah pada rentang usia 51-60 tahun yaitu sebanyak 4 orang (13,79%).

Lama tinggal semua subjek penelitian di Rumah Sakit Jiwa Tuntungan adalah 2-5 tahun. Berdasarkan kebiasaan merokok, 22 orang (75,9%) tidak mempunyai kebiasaan merokok dan hanya 7 orang (24,1%) mempunyai kebiasaan rokok.

Gambaran klinis rongga mulut subjek penelitian yang mengkonsumsi obat-obatan antipsikosis Clozapine dan Riperidone ditunjukkan pada Gambar 4.1 dan 4.2.

A B

C

Gambar 4.1 Gambar kondisi rongga mulut subjek laki-laki berusia 52 tahun. A. Pandangan frontal. B. Pandangan palatal. C. Pandangan lingual.


(41)

A B

C

Gambar 4.2 Gambar kondisi rongga mulut subjek perempuan berusia 26 tahun. A. Pandangan frontal. B. Pandangan palatal. C. Pandangan lingual.

Gambar 4.1 menunjukkan gambaran klinis rongga mulut salah satu subjek laki-laki berusia 52 tahun dengan indeks periodontal 6.33 yang termasuk kategori 5. Secara umum terlihat adanya karies pada bagian vestibular terutama di daerah servikal, beberapa gigi mengalami karies pada akar gigi dan terdapat sisa akar gigi. Inflamasi gingiva juga terlihat meliputi hampir seluruh gigi, adanya kehilangan perlekatan, akumulasi plak dan kalkulus supra dan subgingiva, serta stein berwarna coklat kehitaman karena subjek memiliki kebiasaan merokok.

Gambar 4.2 menunjukkan gambaran klinis rongga mulut salah satu subjek perempuan berusia 26 tahun dengan indeks periodontal 1.67 yang termasuk kategori 3. Kondisi rongga mulut yang serupa juga ditemukan pada subjek perempuan yaitu adanya karies pada bagian vestibular hingga ke servikal, terdapat sisa akar gigi,


(42)

inflamasi gingiva, adanya kehilangan perlekatan, akumulasi plak dan kalkulus supra dan subgingiva. Walaupun demikian secara garis besar kondisi periodontal subjek perempuan lebih baik dibanding subjek laki-laki.

4.2 Data Perawatan Gigi Dan Kebiasaan Higiene Oral Subjek Penelitian Gambaran perawatan gigi dan kebiasaan higiene oral pada subjek penelitian dapat dilihat pada Tabel 4.2.

Tabel 4.2 Gambaran perawatan gigi dan kebiasaan higiene oral subjek penelitian Perawatan gigi dan kebiasaan

higiene oral

n %

Perawatan gigi terakhir

 Tidak pernah

 Pencabutan gigi

 Pembersihan karang gigi

 Penambalan gigi

 Pembuatan protesa

21 4 1 3 0 72,4 13,8 3,4 10,3 0 Frekuensi sikat gigi

 Jarang

 1 kali sehari

 1-2 kali sehari

 > 2 kali sehari

3 6 17 3 10,3 20,7 58,6 10,3 Waktu sikat gigi

 Pagi saja 9 31,8

 Malam saja 0 0

 Pagi dan malam 16 55,2

 Setiap kali setelah

makan 4

13,8

Permukaan gigi yang disikat

 Hanya satu permukaan

 Seluruh permukaan

5 24

17,2 82,8

Tabel 4.2 menunjukkan bahwa 4 orang (13,8%) telah melakukan pencabutan, 1 orang (3,4%) telah melakukan pembersihan karang gigi, 3 orang (10,3%) telah melakukan penambalan manakala yang lainya, 21 orang (72,4%) tidak pernah melakukan perawatan gigi. Subjek penelitian sebanyak 3 orang (10,3%) jarang


(43)

melakukan penyikatan gigi, 6 orang (20,7%) melakukan penyikatan gigi 1 kali sehari, 17 orang (58,6%) melakukan penyikatan gigi 1-2 kali sehari dan 3 orang (10,3% ) melakukan penyikatan gigi lebih 2 kali sehari.

Berdasarkan waktu menyikat gigi, 9 orang (31,0%) menyikat gigi pada waktu pagi saja, 16 orang (55,2%) menyikat gigi pada waktu pagi dan malam dan 4 orang (13,8%) menyikat gigi setiap kali setelah makan. Berdasarkan permukaan gigi yang disikat, hanya 5 orang (17,2%) menyikat gigi pada satu bagian saja manakala mayoritas subjek seramai 24 orang (82,8%) menyikat keseluruh permukaan gigi.

4.3 Data Keluhan Oral Subjek Penelitian

Gambaran keluhan oral subjek penelitian dapat dilihat pada tabel 6. Tabel 4.3 Gambaran keluhan oral subjek penelitian

Variabel n %

Mulut Kering

 Ya

 Tidak Air liur Kental

 Ya  Tidak 26 3 8 21 89,66 10,34 27,59 72,41 Mulut rasa terbakar

 Ya  Tidak 13 16 44,83 55,17

Pada Tabel 4.3 terlihat keluhan oral penderita gangguan jiwa. Dari tabel tersebut diketahui bahwa mayoritas penderita gangguan jiwa mempunyai mulut yang kering adalah sebanyak 26 orang (89,66%). Berdasarkan kekentalan air liur 21 orang (72,41%) menjawab tidak kental manakala 8 orang (27,59%) menjawab ya. Seramai 13 orang (44,83%) mempunyai keluhan mulut rasa terbakar sedangkan 16 orang (55,17%) tidak memiliki keluhan mulut terbakar.


(44)

4.4 Distribusi Laju Aliran Saliva

Distribusi laju aliran saliva pada subjek penelitian akan disajikan pada Tabel 4.4

Tabel 4.4 Distribusi laju aliran saliva pada subjek berdasarkan titik referensi untuk saliva tidak terstimulasi dan saliva terstimulasi pada orang dewasa

Variabel Kriteria Mean(mLmin-1) n %

Saliva

a. Hipersalivasi (> 10 mL/min) b. Salivasi normal

(0,1–10 mL/min) c. Hiposalivasi

(< 0,1 mL/min)

0,29 0 29 0 0 100 0

Tabel 4.4 menunjukkan seluruh subjek memiliki jumlah rerata laju aliran saliva yang normal yaitu 0,29 mL min-1. Walaupun demikian, jika dilihat dari rerata tersebut maka nilainya mendekati kriteria hiposalivasi (<0,1 mL min-1).

4.5 Distribusi Kondisi Klinis Periodontal

Distribusi kondisi klinis periodontal pada subjek penelitian akan disajikan pada Tabel 4.5

Tabel 4.5 Distribusi kondisi klinis periodontal

Kondisi klinis N %

Periodonsium secara klinis normal 0 0

Gingivitis sederhana 0 0

Penyakit periodontal destruktif tahap awal 1 3,4

Penyakit periodontal destruktif tahap mantap 15 51,7

Penyakit periodontal pada tahap akhir 13 44,8

Tabel 4.5 menunjukkan penyakit periodontal destruktif tahap mantap didapati pada mayoritas subjek penelitian (51,7%), diikuti dengan penyakit pada tahap akhir periodontal (44,8%) dan penyakit periodontal destruktif tahap awal (3,4%). Berdasarkan hasil penelitian ditemukan tidak ada subjek yang memiliki periodonsium secara klinis normal maupun gingivitis sederhana


(45)

Distribusi kondisi klinis periodontal dihubungkan dengan umur pada subjek penelitian akan disajikan pada Tabel 4.6

Tabel 4.6 Distribusi kondisi klinis periodontal dihubungkan dengan umur

Umur (tahun)

Kondisi Klinis Penyakit

periodontal destruktif tahap awal

Penyakit periodontal destruktif tahap

mantap

Penyakit periodontal

pada tahap akhir Total

n % N % n % n %

20-30 1 3,4 5 17,2 0 0 6 20,7

31-40 0 0 7 24,1 7 24,1 14 48,3

41-50 0 0 3 10,3 2 6,9 5 17,2

51-60 0 0 0 0 4 13,8 4 13,8

Total 1 3,4 15 51,7 13 44,8 29 100

Data pada Tabel 4.6 menunjukkan kelompok umur 20-30 tahun memiliki kondisi klinis penyakit periodontal destruktif tahap awal (3,4%) dan penyakit periodontal destruktif tahap mantap (17,2%). Kondisi klinis penyakit periodontal destruktif tahap mantap ditemukan sebanding dengan penyakit periodontal destruktif tahap akhir pada kelompok umur 31-40 tahun (24,1%).

Selanjutnya, pada kelompok umur yang lebih tua yaitu kelompok umur 41-50 tahun memiliki kondisi klinis penyakit periodontal pada tahap mantap (10,3%) dan penyakit periodontal destruktif tahap akhir (6,9%). Penyakit periodontal destruktif tahap akhir ditemukan pada seluruh subjek pada kelompok umur 51-60 tahun (13,8%).


(46)

4.7 Distrubusi antara Kondisi Klinis Periodontal dengan Jenis Kelamin Distribusi antara jenis kelamin dengan Indeks Periodontal pada subjek penelitian akan disajikan pada Tabel 4.7

Tabel 4.7 Distrubusi antara kondisi klinis periodontal dengan jenis kelamin pada penderita gangguan jiwa Jenis Kelamin Kondisi Klinis Penyakit periodontal destruktif tahap awal Penyakit periodontal destruktif tahap mantap Penyakit periodontal pada tahap akhir Total

n % n % n % n %

Laki-laki 0 0 7 24,1 8 27,6 15 51,7

Perempuan 1 3,4 8 27,6 5 17,2 14 48,3

Total 1 3,4 15 51,7 13 44,8 29 100

Tabel 4.7 menunjukkan secara umum subjek laki-laki menpunyai kondisi klinis penyakit periodontal yang lebih parah dibanding dengan subjek perempuan. Kondisi klinis penyakit periodontal pada tahap akhir ditemukan paling banyak pada subjek laki-laki (27,6%) dibanding perempuan (17,2%). Namun hal berbeda terlihat pada kondisi klinis penyakit periodontal pada tahap mantap dimana persentase perempuan yang menderita penyakit ini lebih tinggi dibanding laki-laki (27,6%). kondisi klinis penyakit periodontal pada tahap awal tidak ditemukan pada subjek laki-laki tetapi ditemukan pada satu orang subjek perempuan (3,4%).

4.8 Korelasi antara Laju Aliran Saliva dengan Kondisi Klinis pada Penderita Gangguan Jiwa

Uji kolerasi antara laju aliran saliva dengan indeks periodontal pada penderita gangguan jiwa yang mengkonsumsi obat antipsikosis menggunakan uji Spearman yang ditunjukkan pada Tabel 4.8.


(47)

Tabel 4.8 Korelasi antara laju aliran saliva dengan indeks periodontal pada penderita gangguan jiwa yang mengkonsumsi obat antipsikosis

Variabel Koefisien korelasi Nilai p

Saliva-Indeks Periodontal -0,44 0,016*

* nilai p signifikan apabila p<0,05

Tabel 4.8 menunjukkan bahwa terdapat korelasi negatif antara laju aliran saliva dengan indeks periodontal dengan tipe korelasi yang cukup erat (-0,44). Korelasi tersebut juga signifikan secara statistik (p=0,016).

4.9 Pengujian Hipotesis Hipotesis:

Laju aliran saliva pengaruh terhadap kondisi periodontal pada penderita gangguan jiwa yang mengkonsumsi obat-obatan antipsikosis.

Analisis:

Hasil uji korelasi menunjukkan korelasi negatif dengan tipe korelasi yang cukup erat (-0,44). Korelasi tersebut juga signifikan secara statistik (p=0,016). Kesimpulan:


(48)

BAB 5

PEMBAHASAN

Gangguan jiwa dalam beberapa hal disebut sebagai perilaku abnormal, yang dianggap sama dengan sakit mental, sakit jiwa, selain itu terdapat istilah-istilah yang serupa, yaitu: distress, discontrol, disadvantage, disability, inflexibility, irrationally, syndromal pattern dan disturbance. Gangguan jiwa merupakan kondisi dimana seseorang mengalami gangguan mental dan mengalami penyimpangan dari norma-norma perilaku, yang mencakup pikiran, perasaan dan tindakan.14 Diagnostic and Statistical Manual of Mental Disorders (DSM-IV) mengklasifikasikan gangguan jiwa menjadi: depresi, skizofrenia, gangguan bipolar, gangguan kecemasan dan gangguan penggunaan zat terlarang.2,3 Kesadaran untuk menjaga kesehatan rongga mulut berperan penting dalam menentukkan kesehatan rongga mulut seorang individu, namun hal itu sulit diperoleh pada penderita gangguan jiwa.29 Bukti menunjukkan bahwa ada kontribusi psikologis untuk penyakit mulut. Oleh karena itu kesehatan mulut harus tidak lagi dipisahkan dari kesehatan mental. Kebanyakan pasien gangguan jiwa tidak dapat memahami masalah kesehatan rongga mulutnya serta kurangnya pengetahuan tentang kesehatan rongga mulut yang mengakibatkan kesehatan gigi dan mulut memburuk.7

Bukti yang ada menunjukkan prevalensi dan tingkat keparahan penyakit periodontal yang lebih tinggi antara penderita gangguan jiwa dibandingkan dengan populasi umum. Beberapa faktor yang saling terkait telah dipertimbangkan dalam upaya untuk menjelaskan hubungan ini. Hal ini sebelumnya dilaporkan bahwa efek samping dari obat-obatan mereka, kesehatan gigi yang buruk dan merokok menyebabkan penyakit periodontal yang parah pada penderita gangguan jiwa. Selain itu, perawatan gigi sulit untuk penderita ini karena kurangnya motivasi, kerjasama terbatas, adaptasi rendah untuk prostesis baru, kesulitan mobilitas, takut pengobatan, komunikasi yang buruk dan pertimbangan keuangan.8


(49)

Obat antipsikosis biasanya diresepkan kepada penderita gangguan jiwa untuk mengurangi gejala psikosis dan untuk menghentikan gangguan jiwa agar tidak kembali terjadi. Beberapa obat juga dapat bertindak sebagai antidepresan atau obat penenang.18 Obat ini juga dapat memberi efek saraf pada bagian atas otak yang dapat menstimulasi adrenoseptor tertentu dalam korteks frontal yang dapat menghasilkan efek penghambatan pada nuklei saliva dan juga dapat menyebabkan xerostomia tanpa mempengaruhi jalur saraf. Obat antipsikosis dapat menurunkan aliran saliva dengan menyebabkan vasokonstriksi di kelenjar ludah.28 Saliva memainkan peran yang penting dalam homeostasis oral, karena memodulasi ekosistem dalam rongga mulut. Beberapa fungsi saliva berperan sebagai pelumas untuk bolus makanan, perlindungan terhadap virus, bakteri dan jamur, kapasitas buffer, perlindungan dan regenerasi mukosa oral, dan remineralisasi gigi. 10 Sekresi saliva setiap hari biasanya berkisar

antara 1,0 dan 1,5 L pada tingkat rerata 0,5 mL / menit.24

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh laju aliran saliva terhadap kondisi periodontal pada penderita gangguan jiwa yang mengkonsumsi obat-obatan antipsikosis. Subjek penelitian ini diperoleh dari Rumah Sakit Jiwa Tuntungan, Medan yang berjumlah 29 orang penderita gangguan jiwa. Mayoritas subjek adalah pada rentang usia 31-40 tahun. Lama tinggal semua subjek penelitian di Rumah Sakit Jiwa Tuntungan adalah 2-5 tahun. Berdasarkan kebiasaan merokok, 22 orang subjek penelitian tidak mempunyai kebiasaan merokok dan hanya 7 orang subjek penelitian mempunyai kebiasaan rokok.

Pada penelitian ini, ditemukan bahwa seluruh subjek penelitian memiliki jumlah rerata laju aliran saliva yang normal yaitu 0,29 mL min-1. Walaupun demikian, jika dilihat dari rerata tersebut maka nilainya mendekati kriteria hiposalivasi. Hal ini terjadi mungkin karena teknik pengambil saliva kurang sesuai pada penderita skizofrenia yang kurang memahami dan koperatif. Berdasarkan hasil kuesioner, sebanyak 26 orang penderita gangguan jiwa mempunyai keluhan mulut yang kering. Hal ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh A Eltas dkk pada tahun 2013 pada pasien skizofrenia yang menunjukkan ada penurunan laju aliran


(50)

saliva pada penderita skizofrenia yang mengkonsumsi obat antipsikosis. Rerata laju aliran saliva pada penderita skizofrenia adalah 0.23 mL min-1.8

Pada penelitian ini, ditemukan bahwa mayoritas subjek penelitian menderita penyakit periodontal destruktif tahap mantap diikuti dengan penyakit pada tahap akhir periodontal dan penyakit periodontal destruktif tahap awal. Berdasarkan hasil penelitian ditemukan tidak ada subjek yang memiliki periodonsium secara klinis normal maupun gingivitis sederhana. Hasil ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Ajithkrishnan dkk pada tahun 2012 yang telah meneliti prevalensi penyakit periodontal antara pasien rawat inap di rumah sakit jiwa di India terhadap 165 penderita gangguan jiwa menunjukkan 0,6% pasien memiliki periodontal yang sehat, 0,6% memiliki perdarahan saat probing, 12,12% memiliki kalkulus, 47,27% memiliki poket yang dangkal, 34,55% memiliki poket yang dalam dan 10.3% mengalami kehilangan perlekatan sebanyak 9-11 mm.7 Menurut penelitian Shweta pada tahun 2010 juga menyatakan bahwa semua penderita gangguan jiwa mempunyai jaringan periodontal yang parah.30

Pada kelompok umur 20-30 tahun, hanya seorang yang memiliki kondisi klinis penyakit periodontal destruktif tahap awal. Kondisi klinis penyakit periodontal destruktif tahap mantap ditemukan sebanding dengan penyakit periodontal destruktif tahap akhir pada kelompok umur 31-40 tahun. Selanjutnya, pada kelompok umur yang lebih tua yaitu kelompok umur 41-50 tahun memiliki kondisi klinis penyakit periodontal pada tahap mantap dan penyakit periodontal destruktif tahap akhir. Penyakit periodontal destruktif tahap akhir ditemukan pada seluruh subjek pada kelompok umur 51-60 tahun. Hal ini terjadi karena keparahan periodontal akan meningkat sejalan dengan bertambahnya umur. Penyakit periodontal lebih banyak dijumpai pada orang tua dari pada kelompok yang muda, walaupun keadaan ini lebih sering dikaitkan sebagai akibat kerusakan jaringan yang kumulatif selama hidup.

Secara umum subjek pada penelitian ini, laki-laki menpunyai kondisi klinis penyakit periodontal yang lebih parah dibanding dengan subjek perempuan. Kondisi klinis penyakit periodontal pada tahap akhir ditemukan paling banyak pada subjek laki-laki dibanding perempuan. Namun hal berbeda terlihat pada kondisi klinis


(51)

penyakit periodontal pada tahap mantap dimana persentase perempuan yang menderita penyakit ini lebih tinggi dibanding laki-laki. Kondisi klinis penyakit periodontal pada tahap awal tidak ditemukan pada subjek laki-laki tetapi ditemukan pada satu orang subjek perempuan. Hal ini mungkin terjadi karena subjek penelitian laki-laki mempunyai kebiasaan merokok.

Hasil yang diperoleh dari penelitian ini ditemukan bahwa terdapat pengaruh laju aliran saliva terhadap kondisi periodontal pada penderita gangguan jiwa yang mengkonsumsi obat-obatan antipsikosis yang signifikan. Hasil ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh A Eltas pada tahun 2013 yang menunjukkan terdapat hubungan yang jelas antara peningkatan indeks periodantal dengan tingkat laju aliran saliva (p <0,001).

Pada penelitian ini, ditemukan laju aliran saliva pengaruh terhadap kondisi periodontal pada penderita gangguan jiwa yang mengkonsumsi obat-obatan antipsikosis. Hasil uji korelasi menunjukkan korelasi negatif dengan tipe korelasi yang cukup erat. Korelasi negatif artinya korelasi antara kedua variabel tersebut bersifat berlawanan dimana pada penelitian ini, penurunan nilai laju aliran saliva akan dibarengi dengan peningkatan kondisi klinis periodontal. Korelasi tersebut juga signifikan secara statistik (p=0,016)


(52)

BAB 6

KESIMPULAN DAN SARAN

6.1 Kesimpulan

Berdasarkan penelitian yang dilakukan dapat disimpulkan:

1. Terdapat korelasi yang signifikan antara laju aliran saliva dengan kondisi periodontal pada penderita gangguan jiwa yang mengkonsumsi obat-obatan antipsikosis.

6.2 Saran

1. Perlu diadakan pemeriksaan status kesehatan rongga mulut penderita secara rutin di poliklinik gigi Rumah Sakit Jiwa Tuntungan untuk meningkatkan pemeliharaan kebersihan rongga mulut.

2. Para klinisi yang menemui pasien dengan penurunan laju aliran saliva yang disebabkan oleh obat-obatan antipsikotik harus merekomendasikan agen yang meningkatkan aliran saliva.

3. Sebagai bahan pertimbangan untuk peneliti selanjutnya, sebaiknya menggunakkan subjek yang lebih besar dengan kriteria inklusi dan eksklusi yang lebih baik untuk meningkatkan keakuratan dalam penilitian tersebut.


(53)

DAFTAR PUSTAKA

1. Duckworth K. National Alliance on Mental Illness. http://www.nami.org/Content/NavigationMenu/Inform_Yourself/About_Mental_ Illness/By_Illness/MentalIllnessBrochure.pdf (3 disember 2014).

2. Mental llness. National Alliance on Mental Illness. <http://www.nami.org/Template.cfm?Section=By_Illness (3 disember 2014) 3. Daley DC, Salloum IM. Mental Ilness. Singapore: McGraw-Hill; 2001. 4-7. 4. Marisi IT, Daulay W. Hubungan pengetahuan keluarga dengan tingkat

kecemasan dalam menghadapi anggota keluarga yang mengalami gangguan jiwa di Rumah Sakit Jiwa Propinsi Sumatera Utara. Jurnal Keperawatan Rufaidah Sumatera Utara 2006; 2(1): 18-26

5. World health report. http://www.who.int/whr/2001/media_centre/press_ release/en/(3 disember 2014).

6. Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan. Kementerian Kesehatan RepublikIndonesia2013.http://www.depkes.go.id/resources/download/general/H asil%20Riskesdas%202013.pdf>(21 Oktober 2014).

7. Gopalakrishnapillai AC, Radhakrishnaniyer R, Kalantharakath T. Prevalence of Periodontal Disease among inpatients in a Psychiatric hospital in India. Spec Care Dentist. 2012; 32(5): 196-203.

8. Eltas A, Kartalci S, Eltas SD, Dundar S, Uslu MO. An Assessment of Periondontal Health in Patients with schizophrenia and taking antipsychotic medications. Int J Dent Hygiene. 2013; 11: 78-83.

9. Shah VR, Jain P, Patel N. Oral health of psychiatric patients: A cross sectional comparision study.Dental Research Journal.2012 ;9(2): 209-214.

10.Clark DB. How understanding psychiatric illness can help clinicians provide optimal oral health care. Can J Dent Hygiene.2009; 43(3): 101-6.


(54)

11.Tschoppe P, Wolgin M, Pischon N, Kielbassa AM. Etiologic factors of Hyposalivatrion and Consequences for oral health. Quintessence Inter. 2010; 41(4): 321-30.

12.Turner MD, Ship JA. Dry mouth and its effects on the oral health of elderly people. JADA. 2007; 138 (9 supplement):15S-20S.

13.Azodo CC, Ezeja EB, Omoaregba JO, James BO. Oral Health of Psychiatric

Patients: The nurse’s perspective. Int J Dent Hygiene. 2012; 10: 245–49.

14.Portilla MI, Mafla AC, Arteaga JJ. Periodontal status in female psychiatric patients. Creative Commons 2009; 40(2): 1-11

15.N. Moeljono, Latipun. Kesehatan Mental: Konsep dan Penerapan. 4th ed. Indonesia: Universitas Muhammadiyah Malang; 2005. 35-6.

16.Hoeksema SN. Abnormal Psychology. 4th ed. New York. McGraw-Hill; 2007.

33-65.

17.Goldman HH. Review of Genaral Psychiatry: An Introduction to Clinical Medicine. 5th ed. Singapore. McGraw-Hill; 2000. 230- 287.

18.Avval NF. Oral health status and treatment needs of the institutionalized chronic psychiatric patients in two Ontario psychiatric care centres. Tesis. Graduate Department of Dentistry, University of Toronto 2008: 1-26

19.Anonymous. WHO Fact sheet, Mental Disorder. http://www.who.int/medicare/factsheets/fs318/en/index.html

(15 Disember 2014).

20.Institute of Psychiatry, Psychology & Neuroscience. Antipsychotic medications. http://www.mentalhealthcare.org.uk/antipsychotic_medication (25 Januari 2015).

21.Royal College of Psychiatrists. Improving the lives of people with Mental illness.

http://www.rcpsych.ac.uk/healthadvice/treatmentswellbeing/antipsychoticmedica tion.aspx (25 Januari 2015).

22.Tung A, Procyshyn MR. Medications: How Antidepressant and Antipsychotic


(55)

23.Guzman F, Farinde A. First-Generation Antipsychotics: An Introduction. http://psychopharmacologyinstitute.com/antipsychotics/first-generation-antipsychotics/ (27 Maret 2015).

24.Palomares CF, Munos-Montagud JV, Sanchiz V, Herreros B, Hernandez V, Minguez M, Benages A. Unstimulated salivary flow rate, pH and buffer capacity of saliva in healthy volunteers. Rev Esp Enferm Dig 2004; 96 (11): 773-783. 25.de Almeida PDV, Grégio AMT, Machado MÂN, de Lima AAS, Azevedo LR.

Saliva Composition and Functions: A Comprehensive Review. J Contemp Dent Pract 2008; 9 (3): 72-080.

26.Swager LWM, Morgan SK. Psychotropic-induced dry mouth: Don’t overlook this potentially serious side effect. Current Psychiatry 2011; 10 (12).http://www.currentpsychiatry.com/home/article/psychotropic induced-dry-mouth-dont-overlook-this-potentially-serious-side

effect/94595beb2974c1d2c35d643fd3a5ba74.html (1 Disember 2014).

27.Beaumont G. Antipsychotics - The Future of Schizophrenia Treatment. Curr MedResOpin. 2000; 16 (1):http://www.medscape.com /viewarticle/407762_3 (27 Maret 2015).

28.Soman B, Bhatnagar S. Adverse Effects of Drugs on Salivary Glands. Int J Of Dent And Med Research 2014; 1 (4): 94-98.

29.Sikri V, Sikri P. Community dentistry. CBS Publishers and Distributors, New Delhi 2012: 106-15.

30.Scully C. Medical problems in dentistry. 6th Elseveir, United Kingdom 2010: 276-78.


(56)

(57)

(58)

LEMBAR PENJELASAN KEPADA CALON SUBJEK PENELITIAN Kepada Yth:

Saudara/Saudari ………

Bersama ini saya, Anushyia Melanie mahasiswa yang sedang menjalani pendidikan dokter gigi di Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Sumatera Utara, memohon kesedian Saudara/I untuk berpatisipasi sebagai subjek penelitian saya yang bejudul:

Pengaruh Laju Aliran Saliva Terhadap Kondisi Periodontal Pada Penderita Gangguan Jiwa Yang Mengkonsumsi Obat Antipsikosis Di Rumah Sakit Jiwa Tuntungan”.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh laju aliran saliva terhadap kondisi periodontal pada penderita gangguan jiwa yang mengkonsumsi obat antipsikosis di Rumah Sakit Jiwa Tuntungan.

Manfaat dari penelitian ini antara lain sebagai memberikan pengetahuan bagi para klinisis bahwa terapi obat antipsikosis dapat mengakibatkan terhadap kondisi periodontal sehingga klinisis lebih memperhatikan kondisi rongga mulut penderita gangguan jiwa. Selain itu adalah untuk mengetahui besarnya keparahan kondisi periodontal pada penderita gangguan jiwa.

Penelitian ini bersifat observational analatik dimana akan dilakukan mengumpulan saliva yang tidak distimulasi untuk memeriksa laju aliran saliva dan pemeriksaan periodontal akan dilakukan pada Saudara/I. Pada penelitian tersebut,

Pada penelitian ini, saya akan meminta saudara/i untuk mendapat mengisi kuesioner. Identitas Saudara/I akan disamarkan. Hanya peneliti, dokter pembimbing peneliti dan anggota komisi etik yang dapat melihat data tersebut. Bila data ini dipublikasikan, kerahasiaan akan tetap dijaga. Jika Saudara/I mengisi isi


(59)

dari lembar penjelas ini dan bersedia untuk menjadi subjek penelitian, maka kiranya Saudara/I untuk mengisi dan menandatangani surat pertanyaan persetujuan sebagai penelitian yang terlampir pada lembar berikutnya. Saudara/I perlu mengetahui bahwa surat kesediaan tersebut tidak mengikat dan Saudara/I dapat mengundur diri dari penelitian ini bila Saudara/I merasa keberatan.

Demikian informasi ini saya sampaikan, semoga keterangan ini dapat dimengerti dan atas kesedian Saudara/I untuk berpartisipasi dalam penelitian ini saya ucapkan terima kasih sebanyak-banyaknya.


(60)

LEMBAR PERSETUJUAN SETELAH PENJELASAN (INFORMED CONSENT)

Yang bertanda tangan di bawah ini:

Nama : ... Alamat : ...

Setelah mendapat penjelasan mengenai penelitian dan paham akan apa yang akan dilakukan, diperiksa, dan didapatkan pada penelitian yang berjudul:

“PENGARUH LAJU ALIRAN SALIVA TERHADAP KONDISI

PERIODONTAL PADA PENDERITA GANGGUAN JIWA YANG MENGKONSUMSI

OBAT-OBATAN ANTIPSIKOSIS DI RUMAH SAKIT

TUNTUNGAN”

Secara sadar dan tanpa paksaan, maka dengan surat ini menyatakan setuju menjadi subjek penelitian ini.

Medan,...2015 Yang menyetujui,

Subjek penelitian

(...) Tanda tangan dan nama jelas


(61)

No. Urut : Tanggal Pemeriksaan:

PENGARUH LAJU ALIRAN SALIVA TERHADAP KONDISI PERIODONTAL PADA PENDERITA GANGGUAN JIWA YANG

MENGKONSUMI OBAT-OBATAN ANTIPSIKOSIS DI RUMAH SAKIT TUNTUNGAN

KUESIONER

I. Data Responden Nama :

Jenis Kelamin : L/P

Usia : ... tahun

II.Pertanyaan

1. Sudah berapa lamakah ibu/bapak tinggal di Rumah Sakit Tuntungan ? a. < 2 tahun

b. 2-5 tahun c. > 5 tahun

2. Apakah ibu/bapak mempunyai kebiasaan merokok ? a. Ya

b. Tidak

3. Apakah ibu/bapak mempunyai penyakit sistemik ?  Gula (Diabetes Mellitus)

DEPARTEMEN PERIODONSIA FAKULTAS KEDOKTERAN


(62)

a. Ya b. Tidak

 Jantung a. Ya b. Tidak  Hipertensi

a. Ya b. Tidak

4. Apakah ibu/bapak mengkonsumsi obat antipsikosis? a. Ya

b. Tidak

5. Pernahkah ibu/bapak ke dokter gigi ? Perawatan gigi / jaringan pendukung gigi apa yang terakhir kali dilakukan ?

a. Tidak pernah b. Pencabutan gigi

c. Pembersihan karang gigi d. Penambalan gigi

e. Pembuatan protesa

6. Berapa kali ibu/bapak menyikat gigi sehari ? a. Jarang

b. 1 kali sehari c. 1 - 2 kali sehari d. Lebih 2 kali sehari

7. Kapan saja ibu/bapak menyikat gigi ? a. Pagi sahaja

b. Malam sahaja c. Pagi dan malam

d. Setiap kali setelah makan e. Tidak tentu

8. Permukaan gigi mana saja yang ibu/bapak sikat ? a. Sebelah luar saja


(63)

9. Apakah Anda terasa mulut kering? a. Tidak b. Ya

10.Apakah Anda terasa air liur kental? a. Tidak b. Ya

13. Apakah Anda terasa mulut terbakar? a. Tidak b. Ya


(64)

PEMERIKSAAN KLINIS 1. Indeks Periodontal

Skor Indeks Periodondal

Skor Indeks Periodontal = Jumlah skor dari gigi yang diperiksa Jumlah gigi yang diperiksa

= ………. Area gigi yang diukur

Indeks Gigi

Mesial Labial Distal Palatal/ Lingual 16

21 24 26 36 41 44 Total

Skor Kriteria

0 Negatif. Tidak terlihat inflamasi pada gingiva maupun kehilangan fungsi

akibat destruksi struktur periodontal pendukung.

1 Gingivitis ringan. Terlihat daerah inflamasi ringan pada gingiva bebas

tetapi perluasannya tidak sampai mengelilingi gigi.

2 Gingivitis sedang. Inflamasi telah mengelilingi permukaan gigi, tetapi

perlekatan epitel belum mengalami kerusakan

6 Gingivitis dengan pembentukan saku. Perlekatan terputus dan terjadi

pembentukan saku periodontal. Fungsi penguyahan normal; gigi masih ketat disoketnya dan tidak tilting

8 Kerusakan periodontal berat dan kehilangan fungsi pengunyahan.

Gigi goyang, tilting, bunyi tumpul sewaktu perkusi atau gigi tidak terlihat stabil di soketnya


(65)

Kriteria Penilaian indeks periodontal

No. Kondisi klinis Rentang skor IP

1. 2. 3. 4. 5.

Periodonsium secara klinis normal Gingivitis sederhana

Penyakit periodontal destruktif tahap ringan Penyakit periodontal destruktif tahap berat. Stadium lanjut penyakit periodontal

0,0 – 0,2 0,3 – 0,9 0,7 – 1,9 1,6 – 5,0 3,8 – 8,0

2. Laju Aliran Saliva

Laju aliran saliva tidak terstimulasi :………..

No. Kriteria Saliva tidak terstimulasi 1. Hipersalivasi > 1.0 mL/min 2. Salivasi normal 0.1–1.0 mL/min 3. Hiposalivasi < 0.1 mL/min


(66)

Hasil Pengolahan Data

1. DATA LAJU ALIRAN SALIVA

NO NAMA UMUR JK LAJU ALIRAN SALIVA (ml/min)

KRITERIA LAJU ALIRAN SALIVA

1 Subjek 1 32 L 0.27 2

2 Subjek 2 52 L 0.27 2

3 Subjek 3 37 L 0.3 2

4 Subjek 4 32 L 0.27 2

5 Subjek 5 33 L 0.27 2

6 Subjek 6 33 L 0.3 2

7 Subjek 7 36 L 0.33 2

8 Subjek 8 34 L 0.33 2

9 Subjek 9 34 L 0.27 2

10 Subjek 10 52 L 0.23 2

11 Subjek 11 35 L 0.27 2

12 Subjek 12 39 L 0.27 2

13 Subjek 13 25 L 0.6 2

14 Subjek 14 45 L 0.27 2

15 Subjek 15 32 L 0.27 2

16 Subjek 16 34 p 0.27 2

17 Subjek 17 27 p 0.33 2

18 Subjek 18 54 p 0.27 2

19 Subjek 19 41 p 0.33 2

20 Subjek 20 39 p 0.27 2

21 Subjek 21 40 p 0.33 2

22 Subjek 22 26 p 0.33 2

23 Subjek 23 26 p 0.27 2

24 Subjek 24 44 p 0.3 2

25 Subjek 25 43 p 0.27 2

26 Subjek 26 21 p 0.27 2

27 Subjek 27 26 p 0.3 2

28 Subjek 28 45 p 0.3 2


(67)

2. INDEKS PERIODONTAL

NO NAMA UMUR JK

TOTAL

SKOR Rentangan Skor IP

1 Subjek 1 32 L 2.25 4

2 Subjek 2 52 L 4.00 5

3 Subjek 3 37 L 6.33 5

4 Subjek 4 32 L 3.00 4

5 Subjek 5 33 L 5.67 5

6 Subjek 6 33 L 3.67 4

7 Subjek 7 36 L 2.67 4

8 Subjek 8 34 L 2.67 4

9 Subjek 9 34 L 3.67 4

10 Subjek 10 52 L 6.33 5

11 Subjek 11 35 L 5.67 5

12 Subjek 12 39 L 5.00 5

13 Subjek 13 25 L 2.00 4

14 Subjek 14 45 L 5.33 5

15 Subjek 15 32 L 5.00 5

16 Subjek 16 34 P 3.67 4

17 Subjek 17 27 P 3.67 4

18 Subjek 18 54 P 5.33 5

19 Subjek 19 41 P 4.00 5

20 Subjek 20 39 P 4.67 5

21 Subjek 21 40 P 4.33 5

22 Subjek 22 26 P 1.67 3

23 Subjek 23 26 P 2.67 4

24 Subjek 24 44 P 3.67 4

25 Subjek 25 43 P 3.17 4

26 Subjek 26 21 P 2.00 4

27 Subjek 27 26 P 2.67 4

29 Subjek 28 45 P 2.00 4


(68)

Tests of Normality

Kolmogorov-Smirnova Shapiro-Wilk

Statistic df Sig. Statistic df Sig.

Saliva .299 29 .000 .520 29 .000

IP .115 29 .200* .956 29 .260

a. Lilliefors Significance Correction

*. This is a lower bound of the true significance.

Nonparametric Correlations

Correlations

Saliva IP

Spearman's rho Saliva Correlation Coefficient 1.000 -.442*

Sig. (2-tailed) . .016

N 29 29

IP Correlation Coefficient -.442* 1.000

Sig. (2-tailed) .016 .

N 29 29

*. Correlation is significant at the 0.05 level (2-tailed).

Descriptive Statistics

N Minimum Maximum Mean Std. Deviation

Saliva 29 .23 .60 .2976 .06396

IP 29 1.67 6.33 3.8372 1.36032


(69)

Frequency Table

Umur

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

Valid 20-30 thn 6 20.7 20.7 20.7

31-40 thn 14 48.3 48.3 69.0

41-50 thn 5 17.2 17.2 86.2

51-60 thn 4 13.8 13.8 100.0

Total 29 100.0 100.0

JK

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

Valid Laki-laki 15 51.7 51.7 51.7

Perempu

an 14 48.3 48.3 100.0

Total 29 100.0 100.0

levelsaliva

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent


(1)

Frequency Table

Umur

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent Valid 20-30 thn 6 20.7 20.7 20.7

31-40 thn 14 48.3 48.3 69.0

41-50 thn 5 17.2 17.2 86.2

51-60 thn 4 13.8 13.8 100.0

Total 29 100.0 100.0

JK

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent Valid Laki-laki 15 51.7 51.7 51.7

Perempu

an 14 48.3 48.3 100.0

Total 29 100.0 100.0

levelsaliva

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent Valid Normal 29 100.0 100.0 100.0


(2)

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

Valid 3 1 3.4 3.4 3.4

4 15 51.7 51.7 55.2

5 13 44.8 44.8 100.0

Total 29 100.0 100.0

Lama tinggal di RS

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent Valid 2-5 thn 29 100.0 100.0 100.0

Merokok

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

Valid Ya 7 24.1 24.1 24.1

Tidak 22 75.9 75.9 100.0

Total 29 100.0 100.0

Penyakit

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent Valid Tidak 29 100.0 100.0 100.0


(3)

obat

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent Valid Ya 29 100.0 100.0 100.0

rawat

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

Valid Tidak Pernah 21 72.4 72.4 72.4

Pencabutan 4 13.8 13.8 86.2

Pembersihan karang gigi 1 3.4 3.4 89.7

Penambalan 3 10.3 10.3 100.0

Total 29 100.0 100.0

frekuensi

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent Valid Tidak pernah 3 10.3 10.3 10.3

1 x/hari 6 20.7 20.7 31.0

1-2 x/hari 17 58.6 58.6 89.7

>2x/hari 3 10.3 10.3 100.0


(4)

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

Valid pagi saja 9 31.0 31.0 31.0

pagi dan malam 16 55.2 55.2 86.2 setiap habis makan 4 13.8 13.8 100.0

Total 29 100.0 100.0

permukaan

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent Valid luar saja 5 17.2 17.2 17.2

luar dan dalam 24 82.8 82.8 100.0

Total 29 100.0 100.0

kering

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

Valid Ya 26 89.7 89.7 89.7

Tidak 3 10.3 10.3 100.0

Total 29 100.0 100.0

airliur

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

Valid Ya 21 72.4 72.4 72.4


(5)

terbakar

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

Valid Ya 13 44.8 44.8 44.8

Tidak 16 55.2 55.2 100.0

Total 29 100.0 100.0

Crosstabs

Umur * IPkat Crosstabulation IPkat

Total

3 4 5

Umur 20-30 thn Count 1 5 0 6

% within Umur 16.7% 83.3% .0% 100.0% % of Total 3.4% 17.2% .0% 20.7%

31-40 thn Count 0 7 7 14

% within Umur .0% 50.0% 50.0% 100.0% % of Total .0% 24.1% 24.1% 48.3%

41-50 thn Count 0 3 2 5

% within Umur .0% 60.0% 40.0% 100.0% % of Total .0% 10.3% 6.9% 17.2%

51-60 thn Count 0 0 4 4

% within Umur .0% .0% 100.0% 100.0% % of Total .0% .0% 13.8% 13.8%

Total Count 1 15 13 29

% within Umur 3.4% 51.7% 44.8% 100.0% % of Total 3.4% 51.7% 44.8% 100.0%


(6)

JK * IPkat Crosstabulation IPkat

Total

3 4 5

JK Laki-laki Count 0 7 8 15

% within JK .0% 46.7% 53.3% 100.0% % of Total .0% 24.1% 27.6% 51.7% Perempu

an

Count 1 8 5 14

% within JK 7.1% 57.1% 35.7% 100.0% % of Total 3.4% 27.6% 17.2% 48.3%

Total Count 1 15 13 29

% within JK 3.4% 51.7% 44.8% 100.0% % of Total 3.4% 51.7% 44.8% 100.0%