c. Gangguan Kecemasan
Kelompok gangguan ini melibatkan kecemasan sebagai gejala utama dan termasuk fobia, gangguan kecemasan umum, gangguan obsesif-complusive dan
gangguan pasca trauma.
3
Patofisiologi yang mendasari gangguan kecemasan masih belum jelas. Hal ini umumnya disebabkan karena gangguan kecamasan
memiliki dasar biokimia, tetapi karakteristik yang tepat belum dapat dijelaskan. Menurut Nutt, banyak ahli mencurigai bahwa disfungsi noradrenergik, mungkin
dimediasi melalui lokus seruleus yang terlibat dan pemberian obat untuk mengurangi kondisi ini telah terbukti sangat bermanfaat.
17
d. Gangguan Kepribadian
Gangguan kepribadian melibatkan pola jangka panjang berpengalaman dan perilaku yang menyimpang dari normal dalam budaya seseorang. Pola ini
menunjukkan dalam berbagai situasi pribadi dan sosial dan menyebabkan penderitaan pribadi yang signifikan atau terdapat penurunan fungsi. Individu
dengan kelainan ini memiliki tanggapan memandang diri sendiri, orang lain dan masalah dunia dengan tanggapan emosional, kontrol impuls yang buruk dan atau
masalah hubungan yang signifikan.
3
e. Gangguan Penggunaan
Zat Terlarang
Gangguan zat terlarang adalah gangguan serius yang ditandai dengan hilangnya kontrol atas konsumsi alkohol atau penggunaan narkoba sifatnya kronis
disebabkan oleh biomedis, psikologis dan sosial. Tindakan menghilangkan kebiasaan pengunaan zat terlarang adalah pengobatan tetap untuk para pecandu
alkohol dan obat. Pendekatan terapi harus bersifat fleksibel, menberi mendukung dan tidak menghakimi.
17
f. Ganggunan Psikosis Lain
Ganggunan psikosis lain seperti demensia yang diklasifikasi sebagai gangguan medis dan kewajiaan yang terkait dengan hilangnya fungsi otak, cacat
interlektual dan gangguan perkembangan termasuk autisme.
18,19
Universitas Sumatera Utara
2.2 Obat Antipsikosis
Obat antipsikosis biasanya diresepkan kepada penderita gangguan jiwa untuk mengurangi gejala psikosis dan untuk menghentikan gangguan jiwa agar
tidak kembali terjadi. Beberapa obat juga dapat bertindak sebagai antidepresan atau obat penenang.
18
Antipsikosis mempengaruhi aksi sejumlah bahan kimia dalam otak yang disebut neurotransmitter yaitu zat kimia yang sel-sel otak untuk
berkomunikasi satu sama lain. Dopamin adalah neurotransmitter utama yang dipengaruhi oleh obat antipsikosis. Hal ini terlibat dalam keadaan dimana mereka
merasa adanya sesuatu yang signifikan seperti penting atau menarik, perasaan puas hati dan termotivasi.
19
Beberapa penelitian telah menunjukkan bahwa dopamin yang terlalu banyak di otak dapat menyebabkan pengalaman halusinasi,
delusi dan berpikir tidak teratur. Beberapa jenis antipsikotik juga mengubah efek neurotransmitter lain yang membantu mengatur perasaan dan emosi kita.
18
2.2.1 Klasifikasi Obat Antipsikosis a.
Antipsikosis Konvensional
Antipsikosis ini memblokir aksi dopamin pada reseptor D2 dan memperbaiki gejala positif Gambar 1. Sayangnya, antipsikosis ini juga
memblokir reseptor D2 di daerah-daerah di luar jalur mesolimbik. Hal ini dapat mengakibatkan memburuknya gejala negatif yang terkait dengan penyakit. Obat
antipsikosis konvensional adalah Klorpromazin, Haloperidol, Trifluoperazine, Perphenazine
dan Fluphenazine.
22
Universitas Sumatera Utara
Gambar 2.1.
Efek antipsikosis konvensional pada empat jalur dopamin.
25
b. Antipsikosis Atipikal
Antipsikosis ini memblokir reseptor D2 serta subtipe spesifik reseptor serotonin yang dikenali dengan nama reseptor 5HT2A. Hal ini diyakini bahwa
tindakan pengabungan di reseptor D2 dan 5HT2A akan mengobati gejala baik, positif dan negatif. Antipsikosis atipikal meliputi clozapine, risperidone,
olanzapine, quetiapine, paliperidone dan ziprasidone.
22
2.2.2 Efek Samping Obat Antipsikosis
Antipsikosis memiliki efek samping antara lain adalah memblokir reseptor D2 yang menyebabkan mencakup tremor, akathisia sensasi kegelisahan, kejang
otot, disfungsi seksual, dan dalam kasus yang jarang dapat menyebabkan diskinesia tardif, suatu kelainan yang menyebabkan gerakan berulang, involunter
dan tanpa tujuan. Efek samping ini lebih sering dikaitkan dengan antipsikotik konvensional lama yang masih dapat bekerja lebih baik untuk beberapa orang,
tetapi tidak berarti bahwa obat antispikosis atipikal tidak memiliki efek samping. Efek samping yang berhubungan dengan antipsikotik atipikal termasuk
penambahan berat badan, diabetes dan gangguan lipid. Efek samping tersebut lebih sering dikaitkan dengan obat clozapine dan olanzapine.
22
Efek samping obat
Antipsikosis Generasi Pertama Yang Merupakan Antagonis Terhadap D2
Universitas Sumatera Utara
antipsikosis terhadap rongga mulut adalah hiposalivasi kecuali obat antipsikosis klozapin yang akan menyebabkan hipersalivasi.
18
2.3 Saliva
Saliva memainkan peran yang penting dalam homeostasis oral, karena memodulasi ekosistem dalam rongga mulut. Beberapa fungsi saliva berperan
sebagai pelumas untuk bolus makanan, perlindungan terhadap virus, bakteri dan jamur, kapasitas buffer, perlindungan dan regenerasi mukosa oral, dan
remineralisasi gigi. Saliva sebagian besar disekresikan dari tiga kelenjar utama yaitu kelenjar parotis, sublingual, dan submandibular sekitar 90 dari total
produksi air liur. Selain itu, ratusan kelenjar ludah minor pada bagian labial, bukal dan palatal, yang tersebar di seluruh bagian mukosa oral, berkontribusi
terhadap sekresi saliva. Regulasi sekresi saliva adalah refleks dikontrol oleh divisi simpatis dan parasimpatis dari sistem saraf otonom.
11
Cairan saliva adalah sekresi eksokrin yang terdiri dari sekitar 99 air, yang mengandung berbagai elektrolit natrium, kalium, kalsium, klorida, magnesium,
bikarbonat, fosfat dan protein, yang diwakili oleh enzim, immunoglobulin dan faktor antimikroba lainnya, glikoprotein mukosa, albumin dan beberapa
polipeptida dan oligopeptida yang penting bagi kesehatan gigi dan mulut. Ada juga produk glukosa dan nitrogen, seperti urea dan amonia. Komponen
berinteraksi dan bertanggung jawab untuk berbagai fungsi yang dikaitkan dengan saliva.
26
Sekresi saliva setiap hari biasanya berkisar antara 1,0 dan 1,5 L pada tingkat rerata 0,5 mL menit Tabel 1. Penurunan laju aliran saliva disebut
hiposalivasi, yang dapat disebabkan oleh kehilangan air metabolit, kerusakan kelenjar dan gangguan transmisi saraf ludah.
Perubahan kuantitatif dan atau kualitatif sekresi saliva dapat menyebabkan efek samping lokal seperti karies, mukositis oral, kandidiasis, infeksi oral dan
gangguan mengunyah atau efek samping ekstraoral seperti disfagia, halitosis dan penurunan berat badan.
24
Salah satu faktor umum terjadinya penurunan sekresi saliva adalah karena peradangan kronis pada kelenjar ludah, sindrom Sjögren,
Universitas Sumatera Utara
pengobatan radiasi, dehidrasi, faktor psikologis, dan obat-obatan. Peningkatan laju aliran saliva disebut hipersalivasi. Penyebab hipersalivasi tidak ketahui,
namun hipersalivasi terlihat pada pasien dengan herpes stomatitis, stomatitis aftosa, gingivitis ulseratif, serta mereka yang memakai gigi tiruan.
11
Tabel 2.1
Titik refensi untuk saliva tidak terstimulasi dan saliva terstimulasi pada orang dewasa.
11
Saliva tidak terstimulasi Saliva terstimulasi
Hipersalivasi 1.0 mLmin
3.5 mLmin Salivasi normal
0.1 –1.0 mLmin
0.5 –3.5 mLmin
Hiposalivasi 0.1 mLmin
0.5 mLmin
2.4 Pengaruh Laju Aliran Saliva Terhadap Kondisi Periodontal Pada Penderita Gangguan Jiwa Yang Mengkonsumsi Obat Antipsikosis
Pasien dengan gangguan jiwa rentan untuk menderita masalah rongga mulut khususnya masalah periodontal Gambar 2. Hal ini mungkin oleh karena
ketidakmampuan dan kepedulian diri yang kurang berhubungan dengan gangguan jiwa, ketakutan pada perawatan, ketidakmampuan untuk mengakses layanan
kesehatan gigi dan efek samping dari berbagai obat-obatan yang digunakan dalam psikiatri.
9
Antipsikotik juga mempengaruhi sistem neurotransmitter lain seperti kolinergik muscarinic, alpha-adrenergik, histaminergik dan mekanisme
serotonergik. Penggunaannya akibatnya dapat meningkatkan risiko berbagai efek samping yang tidak diinginkan.
27
Obat ini juga dapat memberi efek saraf pada bagian atas otak yang dapat menstimulasi adrenoseptor tertentu dalam korteks
frontal yang dapat menghasilkan efek penghambatan pada nuklei saliva dan juga dapat menyebabkan xerostomia tanpa mempengaruhi jalur saraf. Obat
antipsikosis dapat menurunkan aliran saliva dengan menyebabkan vasokonstriksi di kelenjar ludah.
28
Penelitian sebelumnya telah menemukan kesehatan mulut yang lebih buruk pada pasien dengan skizofrenia, termasuk kenyataan bahwa
penderita tersebut memiliki lebih banyak gigi yang hilang daripada populasi umum.
8
Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Ajithkrishnan dkk di India
Universitas Sumatera Utara
terhadap 165 penderita gangguan jiwa menunjukkan 0,6 pasien memiliki periodontal yang sehat, 0,6 memiliki perdarahan saat probing, 12,12 memiliki
kalkulus, 47,27 memiliki poket yang dangkal, 34,55 memiliki poket yang dalam dan 10.3 mengalami kehilangan perlekatan sebanyak 9-11 mm.
Gambar2
.2 Kerusakan periodontal pada penderita gangguan jiwaa dan b Terlihat plak dan kalkulus supra
dan subgingiva hampir di seluruh gigi c, Resesi gingiva yang menunjukkan adanya
kehilangan perlekatan.
25
Penelitian awal telah dilakukan oleh A Eltas dkk untuk menilai apakah ada hubungan antara penyakit periodontal yang parah dan perubahan aliran saliva
disebabkan oleh obat antipsikotik pada pasien dengan skizofrenia terhadap 53 pasien gangguan jiwa. Subjek dikelompokan ke dalam dua kelompok. Kelompok
A n = 33 termasuk pasien yang menggunakan obat-obatan yang dapat menyebabkan xerostomia, atau mulut kering dan kelompok B n = 20 termasuk
pasien yang menggunakan obat-obatan yang dapat menyebabkan sialorrhea, sekresi berlebihan air liur. Hasil yang terdapat dari penelitian tersebut adalah
rerata peningkatan indeks plak IP, dan perdarahan pada probing PPP secara signifikan lebih tinggi di kelompok A dibanding kelompok B P 0,001,
sedangkan kedalaman poket KP dan tingkat pelekatan plak dan skor decay, missing, filling tooth
DMFT tidak berbeda secara signifikan dalam dua kelompok sesuai dengan statistik hasil P 0,05.
Data yang diperoleh A Eltas dkk menunjukkan nilai laju aliran saliva tidak terstimulasi pada manusia yang sehat biasanya berkisar 0,35-1,05 ml min
-1
.
Universitas Sumatera Utara
Rerata laju aliran saliva pasien di kelompok A lebih rendah dari normal dan lebih tinggi dari normal di kelompok B. Dengan kata lain, terbukti ada gejala
xerostomia pada subjek kelompok A dan ada sialorrhea di Kelompok B.
8
Obat yang dikonsumsi oleh penderita yaitu obat antipsikosis, memiliki efek samping
yang signifikan dalam rongga mulut. Xerostomia atau mulut kering tetap merupakan efek samping yang paling umum dan sering dilaporkan.
11
Kegagalan untuk mengenali xerostomia disebabkan oleh obat antipsikosis dapat
menyebabkan peningkatan karies gigi, penyakit periodontal, dan kondisi peradangan sistemik kronis yang dapat mempersingkat masa hidup pasien.
26
2.5 Profil Rumah Sakit Jiwa Tuntungan Medan