Identifikasi Masalah Tujuan Penelitian Kegunaan Penelitian Tinjauan Pustaka

terbesar di Sumatera Utara dan menjadi daerah pengekspor terbesar di Indonesia. Kurangnya pemahaman bagi petani udang untuk membudidayakan udang dan tidak mengikuti ketentuan budidaya sehingga petani mengalami kegagalan karena dalam usaha ini memerlukan ketelitian, maka banyak petani yang beralih budidaya ke komoditas lainnya. Dalam hal ini menimbulkan keraguan terhadap petani tambak untuk membudidayakan udang, padahal budidaya udang akan sangat menguntungkan bagi petani tambak udang di Kabupaten Langkat, untuk penelitian ini dilakukan dengan melihat kelayakan usaha tambak budidaya udang di Desa Sei Meran, Kecamatan Pangkalan Susu, Kabupaten Langkat sehingga dapat diketahui layak atau tidak layak usaha budidaya tambak udang untuk dikembangkan di Kecamatan Pangkalan Susu, Kabupaten Langkat. Berdasarkan latar belakang di atas, penulis merasa tertarik untuk meneliti mengenai Analisis Kelayakan Tambak Udang di Desa Sei Meran, Kecamatan Pangkalan Susu, Kabupaten Langkat.

1.2. Identifikasi Masalah

Berdasarkan uraian pada latar belakang, maka dapat di analisis beberapa permasalahan sebagai berikut: 1. Bagaimana sistem budidaya udang di daerah penelitian? 2. Apakah usahatani tambak udang layak untuk dikembangkan di daerah penelitian? Universitas Sumatera Utara

1.3. Tujuan Penelitian

Berdasarkan identifikasi masalah, tujuan dari penelitian ini sebagai berikut: 1. Untuk mengetahui bagaimana sistem budidaya udang di daerah penelitian. 2. Untuk menganalisis kelayakan usahatani tambak udang yang di daerah penelitian.

1.4. Kegunaan Penelitian

Adapun kegunaan kegunaan dari penelitian ini diharapkan memberikan manfaat sebagai berikut 1. Sebagai bahan informasi bagi petani yang membudidayakan udang di Kabupaten Langkat. 2. Sebagai sumber informasi dan bahan pertimbangan pihak pemerintah dalam pengambilan kebijakan. 3. Sebagai bahan informasi dan referensi untuk penelitian selanjutnya. Universitas Sumatera Utara 7 BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN, DAN HIPOTESIS PENELITIAN

2.1. Tinjauan Pustaka

Menurut sistematika secara taksonomi udang ini dibagi dalam : Kingdom : Animalia Subkingdom : Metazoa Filum : Arthropoda Subfilum : Crustacea Kelas : Malacostraca Subkelas : Eumalacostraca Superord : Eucarida Ordo : Decapoda Subordo : Dendrobrachiata Famili : Penaeidae Genus : Litopenaeus Spesies : Litopenaeus vannamei Gambar 2. Udang Vannamei Universitas Sumatera Utara Dalam dunia perdagangan internasioanal Udang Vannamei memiliki beberapa nama, seperti whiteleg shrimp Inggris, crevette pattes blances Perancis, dan camaron patiblanco Spanyol. Ada sekitar 343 spesies udang yang potensial untuk dikembangkan secara komersil. Dari jumlah itu , setidaknya ada 110 spesies yang termasuk ke dalam genus penaeid. Salah satu spesies dari genus litopenaeus tersebut yaitu litopenaeus vannamei. Pada tahun 1993, Udang Windu mulai terserang penyakit bintik putih white spot atau White Spot Syndrome Virus WSSV. “White spot” bintik putih menjadi momok yang sangat menakutkan. Namun momok ini tidak hanya terjadi di Indonesia. Kematian udang ditambak yang ditemukan di Thailand lebih banyak disebabkan serangan virus ini. Menurut Jory 1997 dalam Kordi 2010 menyatakan bahwa penyakit “white spot” dapat menjalar baik secara vertikal dari induk maupun secara horizontal dari petak ke petak sebelahnya dan dapat mematikan udang di seluruh kawasan Kordi, 2010. beberapa petambak di Indonesia mulai mencoba membudidayakan Udang Vannamei. Produksi yang dicapai saat itu sungguh luar biasa. Apalagi, produksi Udang Windu yang saat itu sedang berkembang mengalami penurunan karena serangan penyakit, terutama bercak putih white spot syndrome virus. Kehadiran Udang Vannamei di akui sebagai penyelamat dunia pertambakan udang Indonesia. Petambak mulai bergairah kembali, begitu juga dengan para operator pembenihan udang. Operator mulai membenihkan Udang Vannamei untuk memenuhi kebutuhan petambak. Haliman dan Dian Adijaya S, 2008. Universitas Sumatera Utara Ada beberapa keunggulan budidaya Udang Vannamei dibandingkan dengan Udang Windu yang membuat masyakarat cepat menerima dan membudidayakan Udang Vannamei, yaitu a Tumbuh cepat, toleran terhadap suhu air, oksigen terlarut dan salinitas yang relatif rendah; b Mampu memanfaatkan seluruh kolam air; c Tahan terhadap penyakit dan tingkat produktivitas yang tinggi; d Kebutuhan kandungan protein pakan yang relative rendah; e Tersedia teknologi produksi induk atau benih bebas penyakit specific pathogen free = SPF dan tahan penyakit specific pathogen resistant = SPR Sudradjat dan Wedjatmiko, 2010. Siklus hidup Udang Vannamei bersifat nocturnal, yaitu melakukan aktivitas pada malam hari. Proses perkawinan ditandai dengan loncatan betina secara tiba-tiba. Pada saat meloncat tersebut, betina mengeluarkan sel-sel telur. Pada saat yang bersamaan udang jantan mengeluarkan sperma sehingga sel telur dan sperma bertemu. Proses perkawinan berlangsung sekitar 1 menit. Sepasang Udang Vannamei berukuran 30-45 gram dapat menghasilkan 100.000-250.000 sel telur yang berukuran 0,22 mm. Siklus hidup Udang Vannamei sebelum di tebar ditambak yaitu : 1. Stadia Nauplii Pada stadia ini larva berukuran 0,32-0,58 mm. Sistem pencernaannya belum sempurna dan masih memiliki cadangan makanan berupa kuning telur sehingga pada stadia ini benih Udang Vannamei belum membutuhkan makanan dari luar. 2. Stadia Zoea Universitas Sumatera Utara Stadia Zoea terjadi setelah nauplii ditebar di bak pemeliharaan sekitar 15 -24 jam. Larva berukuran 1,05-3,30 mm. Pada stadia ini benih udang mengalami moultin sebanyak 3 kali, yaitu : stadia zoea 1, stadia zoea 2, dan stadia zoea 3. Lama waktu proses penggantikan kulit sebelum memasuki stadia berikutnya mysis sekitar 4-5 hari. Pada stadia ini benih sudah dapat diberi pakan alami seperti artemia. 3. Stadia Mysis Pada stadia ini, benih sudah menyerupai bentuk udang dicirikan dengan sudah terlihat ekor kipas uropods dan ekor telson. Benih pada stadia ini sudah mampu menyantap pakan fitoplankton dan zooplankton. Ukuran larva berkisar 3.50-4,80 mm. stadia ini memiliki 3 substadia, yaitu : mysis 1, mysis 2, dan mysis 3 yang berlangsung selama 3-4 hari sebelum masuk pada stadia post larva PL. 4. Stadia Postlarva PL Pada stadia ini, benih Udang Vannamei sudah tampak seperti udang dewasa. Hitungan stadia yang digunakan sudah berdasarkan hari. Misalnya, PL 1 berarti postlarva berumur 1 hari. Pada stadia ini udang sudah mulai aktif bergerak lurus kedepan. Udang termasuk golongan omnivora atau pemakan segala. Beberapa sumber pakan udang antara lain, udang kecil rebon, fitoplankton, cocepoda, polyhaeta, larve keran dan lumut. Udang Vannamei mencari dan mengidentifikasi pakan menggunakan sinyal kimiawi berupa getaran dengan bantuan organ sensor yang terdiri dari bulu-bulu Universitas Sumatera Utara halus setae. Organ sensor ini terpusat pada ujung anterior antenula, bagian mulut, capit, antena, dan maxilliped. Dengan bantuan sinyal kimiawi yang ditangkap, udang akan merespon untuk mendekati atau menjauhi sumber pakan. Bila pakan mengandung senyawa organik, seperti : protein, asam amino, dan asam lemak maka udang akan merespon dengan cara mendekati sumber pakan tersebut. Pigmentasi atau perubahan warna kulit berhubungan dengan kesehatan udang. Warna kulit juga bisa digunakan sebagai acuan kualitas udang yang akan dipanen, seperti nilai gizi, kesegaran, dan rasa. Pigmen utama pada Udang Vannamei yaitu karotenoid yang dominan terdapat pada dieksoskleton. Karotenoid pada udang menimbulkan warna merah, kehijauan, kecoklatan, dan kebiruan. Warna -warna tersebut dipengaruhi lingkungan budidaya. Kekurangan karotenoid pada Udang Vannamei bisa menyebabkaan warna eksoskleton tampak dan pudar. Beberapa penelitian menunjukan bahwa karotenoid merupakan provitamin A yang berfungsi membentuk jaringan epidermis dan mukosa sehingga udang lebih tahan terhadap serangan bakteri dan jamur. Selain itu, karotenoid berfungsi untuk menjaga permeabilitas membran sel dan meningkatkan daya tahan tubuh imunologi Haliman dan Dian Adijaya S, 2008. Benih udang yang siap ditebar di tambak haruslah benih yang berkualitas. Benur yang berkualitas tumbuh pesat, sehat, dan setiap hari ganti kulit moulting. Benih-benih atau benur dari hasil penangkapan di alam maupun di hatchri yang akan ditebar di tambak harus dipilih yang benar-benar berkualitas. Maka perlu dicari hatchri yang mempunyai reputasi baik dalam menghasilkan benih. Indikator yang dapat dijadikan acuan untuk menilai hatchri berkualitas atau tidak sebagai Universitas Sumatera Utara berikut : sarana dan produksi hachri, sumber daya manusia pengelola hachri, metode produksi benih. Pemberian pakan yang tidak sesuai dengan kebutuhan udang akan menimbulkan masalah karena sisa-sisa pakan yang tidak habis dimakan udang akan menjadi limbah dan menurunkan kualitas air. Pakan powder serbuk untuk ukuran udang stadium larve, flake serpihan ukuran udang PL1 – PL15, crumble remahan untuk ukuran udang PL 20 - 1 g. Dan pellet untuk udang ukuran 1-10 g. Pakan umumnya dilihat dari komposisi zat gizinya. Beberapa komponen nutrisi yang penting dan tersedia dalam pakan udang antara lain: protein, lemak, karbohidrat, vitamin, dan mineral Kordi, 2010. Kualitas air dalam tambak petak pembesaran harus tetap terjaga. Adapun kualitas air yang optimum untuk hidup udang adalah sebagai berikut a salinitas : 10ppt ; b suhu air : 27-31°C ; c pH : 7,0-8,5 ; d oksigen terlarut : 3-8 mgL ; e alkalinitas : 150 mgL ; f kecerahan : 20-40 cm Sudrajat dan Wedjamiko, 2010. Usaha budidaya perairan, termasuk udang akan berhasil baik dalam air dengan pH 6.5-9.0, dan kisaran optimal untuk udang adalah pH 7.5-8.7. Untuk udang ukuran 0.02-15 gekor, pH yang cocok antara 7.9-8.3; untuk udang ukuran 16-30 gekor, nilai pH yang sesuai 7.7-8.2 dan ukuran lebih dari 30 gekor nilai pH yang cocok adalah 7.7-8.0. Menurut Kholik 1998 dalam Kordi 2010 pertumbuhan dan kehidupan udang sangat dipengaruhi suhu air. Umumnya dalam batas-batas tertentu kecepatan pertumbuhan udang meningkat sejalan dengan naiknya suhu air, sedangkan derajat kelangsungan hidupnya bereaksi sebaliknya terhadap kenaikan suhu. Universitas Sumatera Utara Artinya, derajat kelangsungan hidup udang menurut pada kenaikan suhu. Kisaran suhu terbaik bagi pertumbuhan dan kehidupan udang antara 28°-30°C, walaupun Udang Windu masih dapat hidup dalam suhu 18°C dan 36°C. Namun dalam tingkat suhu tersebut udang sudah tidak aktif Kordi, 2010. Induk betina siap pijah umumnya berukuran 35-40 gramekor, sedangkan ukuran siap panen di tambak umur 100 hari 3,5 bulan adalah 60-80 60-80 ekorkg atau rata-rata ukuran 70 untuk kepadatan tebar 80 ekor PL post larvam 2 dengan SR survival ratederajat kelangsungan hidup sekitar 80 dan FCR Feed Conversion Rate pakan 1,2. Hidup dalam tambak dengan salinitas kadar garam air tambak pemeliharaan berkisar 5-35 permil Amri dan Iskandar Kanna, 2008. Jenis hama yang potensial menggangu usaha budidaya udang dalam budidaya ini predator atau pemangsa adalah ikan,ular air,burung,serangga,cacing dan siput. Sedangkan jenis penyakit yang menyerang udang adalah virus,bakteri,parasit dan jamur. Virus dan baktri merupakan jenis penyakit yang sangat berbahaya bagi udang Kordi, 2010. Usaha budidaya udang di Indonesia memiliki tiga pola yaitu berpola tradisional, semi intensif, maupun intensif. Akan tetapi di Indonesia memakai budidaya secara intensif tersebut untuk meningkatkan produksi dan memperoleh hasil panen yang dapat di petik setiap bulan dengan pola pemeliharaan bergiliran pada petakan- petakan tambak sehingga dapat memenuhi kebutuhan permintaan udang sewaktu- waktu. Buwono, 1993. Indonesia merupakan daerah tropis dimana pola tanam pemeliharaan udang dapat dilakukan sepanjang tahun. Prasarana maupun saran dan fasilitas dalam industry Universitas Sumatera Utara boleh dikatakan cukup memadai dan menunjang pertambakan udang tersebut, sehingga mendorong kalangan untuk mengubah pola budidaya udang menjadi lebih intensif. Pengubahan pola ini dimaksud sebagai salah satu upaya meningkatkan produksi dan untuk memperoleh hasil panen yang dapat dipetik setiap bulan dengan pola pemeliharaan bergiliran pada petakan-petakan tambak sehingga dapat memenuhui kebutuhan permintaan udang sewaktu-waktu. Dalam pola budidaya secara intensif ini memerlukan manajemen usaha secara professional dan ketelitian. Pemeliharaan udang secara intensif berarti menggunakan padat penebaran tinggi, pola tanam yang terus-menerus, dan pemberian pakan bergizi tinggi. Keseimbangan ekosistem lingkungan, terutama kualitas air, harus dijaga dengan baik agar tidak mendorong tersebarnya organism- organisme asing yang berdampak buruk terhadap pertumbuhan udang. air adalah media hidup utama udang, maka keseimbangan ekosistemnya harus dijaga. Apabila air tersebut terus menerus dipakai tanpa ada sedikit perbaikan pada sifat biologis, kimiawi, dan physic, air tersebut tentunya kurang layak bagi kehidupan udang Buwono, 1993. Pola budidaya secara semi intensif ini sama dengan sistem intensif, akan tetapi yang membedakanya pada perlakuan budidaya udang seperti pemeliharaan,peralatan,obat-obatan dan penganggulangan hama pada budidaya udang tersebut. Sistem pengelolaan semi intensif merupakan teknologi budidaya yang dianggap cocok untuk budidaya udang di tambak di Indonesia karena dampaknya terhadap lingkungan relative lebih kecil. Selain kebutuhan sarana dan prasarana produksi Universitas Sumatera Utara yang jauh lebih murah dibandingkan tambak intensif, yang lebih pokok dari sistem semi intensif ini, yaitu memberikan kelangsungan produksi dan usaha dalam jangka waktu yang lebih lama Anonimous, 2008. Pola budidaya secara tradisional ini menggunakan lahan alam yang berada di pinggir laut. Membudidayakan udang sistem tradisional hanya membuat bedengan berbentuk kolam, untuk pengisian air dan bibit berharap pada saat air pasang dan tidak memerlukan pemeliharaan. sistem tradisional memperoleh produksi udang tidak bisa ditentukan, karena sistem ini hanya berharap terhadap alam. Sistem budidaya udang di Desa Sei Meran, Kec. Pangkalan Susu, Kab. Langkat semuanya menggunakan sistem semi intensif. 2.2. Landasan Teori 2.2.1. Biaya dan Pendapatan