Konsep Dasar Kalimat Efektivitas Kalimat Pada Terjemahan Hadis-Hadis Deputar Feminim Gender Dalam Buku Terjemahan Mukhtashar Shahih Al-Bukhari

Perbedaan kedua metode ini kemudian menimbulkan jalan tengah yang digagas para ahli. Jalan tengah yang dimaksud di sini adalah cara penerjemahan yang memadukan antara yang harfiah dan tafsiriah. Mula- mula seorang penerjemah bisa mengalihkan teks sumber secara harfiah dengan mengikuti struktur dan urutan teks sumber dengan kata per kata. Kemudian mengalihkan terjemahan harfiah ke dalam struktur bahasa penerima yang pokok; di sini terjadi proses transposisi tanpa menambah dan mengurangi. Selanjutnya, seorang penerjemah mengulangi proses penerjemahan dengan menyelami perasaan, emosi atau spirit penulis melalui penggunaan metafora yang relevan dan gaya bahasa dan penulisan yang dipakai. Sehingga pada akhirnya, seorang penerjemah mengambil keputusan untuk membuang apa yang harus dan perlu dibuang, menambah apa yang selayaknya ditambahkan, memilih dan menciptakan suatu istilah yang dipandang cocok untuk menggantikan istilah dalam bahasa sumber dan seterusnya. 17

B. Konsep Dasar Kalimat

1. Konsep Dasar Kalimat dalam Bahasa Arab dan Indonesia

a. Konsep Dasar Kalimat Bahasa Arab

Sebagaimana dijelaskan di atas, kalimat dalam bahasa Arab masuk dalam kajian nahwu. Di dalam buku-buku nahwu-termasuk dalam buku- buku induk- terdapat dua tiga istilah kunci, yaitu kalimah, jumlah, dan 17 M. Faisol Fatawi, Seni Menerjemah... h. 61. kalam. Jumlah dan kalam merupakan dua istilah bahasa Arab yang lazim disepadankan dengan istilah bahasa Indonesia kalimat. 18 Di lain penjelasan, Asrori memberikan batasan secara meyakinkan antara jumlah sebagai klausa dan kalam sebagai kalimat. 19 Berdasarkan batasan tersebut didapatkan beberapa pengertian kalimat dalam bahasa Arab kalam sebagai berikut: Kalam adalah konstruksi yang tersusun dari dua kata atau lebih yang mengandung arti, disengaja serta berbahasa Arab. 20 Kalam juga diartikan sebagai jumlah konstruksi yang terdiri dari subjek dan predikat, mengandung makna yang utuh dan dapat berdiri sendiri. 21 Berbeda dengan batasan yang diberikan Asrori, Syarif memadankan klausa dengan istilah jumailah, sedangkan kalimat dipadankan dengan istilah jumlah. 22 Peneliti cenderung memilih batasan sebagaimana dijelaskan oleh Asrori, namun untuk mempermudah penyusunan teori struktur kalimat dalam bahasa Arab, maka yang akan dijelaskan adalah konsep jumlah mengingat konsep tersebutlah yang banyak dijelaskan secara struktural dalam buku-buku nahwu ketimbang konsep kalam. Selanjutnya struktur kalimat akan dijelaskan pada bahasan struktur kalimat efektif dalam bahasa Arab. 18 Imam Asrori, Sintaksis Bahasa Arab, Malang: Misykat, 2004, h. 67. 19 Imam Asrori, Sintaksis Bahasa Arab ... h. 72. 20 Shonhaji, Matn al-Ajrumiyyah, T.tp.: Penerbit Dar Ihya al-Kutub Al-Arabiyyah, t.t., h. 1. 21 Musthafa Al-Ghalayany, Jami al-Durus al-Arabiyyah, Kairo: Maktabah al-Syuruq al- Dauliyyah, Juz I h. 9. 22 Syarif Hidayatullah dan Abdullah, Pengantar Linguistik Bahasa Arab, Jakarta: Universitas Islam Negeri UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, 2010, h. 104-106.

b. Konsep Dasar Kalimat Bahasa Indonesia

Kalimat adalah satuan sintaksis yang disusun dari konstituen dasar yang biasanya berupa klausa, dilengkapi dengan konjungsi bila diperlukan, serta disertai dengan intonasi final. 23 Dalam wujud lisan, kalimat diucapkan dengan suara naik turun dan keras lembut, disela jeda, dan diakhiri dengan intonasi akhir yang diikuti oleh kesenyapan yang mencegah terjadinya perpaduan ataupun asimilasi bunyi ataupun proses fonologis lainnya. Dalam wujud tulisan berhuruf Latin, kalimat dimulai dengan huruf kapital dan diakhiri dengan tanda titik ., tanda tanya ?, atau tanda seru ; sementara itu, di dalamnya disertakan pula berbagai tanda baca seperti koma ,, titik dua :, tanda pisah -, dan spasi. 24 Pengertian ini juga semakna dengan batasan yang disampaikan Henry Guntur Tarigan dengan mengutip pandangan Walter Cook S.J., Bejamin Elson dan Velma Pickett bahwa kalimat adalah satuan bahasa yang secara relatif dapat berdiri sendiri, yang mempunyai pola intonasi akhir dan yang terdiri dari klausa. 25 Dari pengertian terlihat bahwa, kalimat adalah satuan terkecil yang telah utuh dalam mengungkapkan gagasan dengan ditandai intonasi akhir, baik lisan maupun maupun tulisan. Intonasi akhir inilah yang membedakan klausa dengan kalimat. 23 Abdul Chaer, Sintaksis Bahasa Indonesia Pendekatan Proses, Jakarta: Rineka Cipta, 2009, h. 44. 24 Hasan Alwi, dkk. Tata Bahasa Baku Bahasa Indonesia,Jakarta: Balai Pustaka, 2003, h. 311. 25 Henry Guntur Tarigan, Prinsip-Prinsip Dasar Sintaksis,Bandung: Angkasa Bandung, 1983, h. 5. Dalam penerjemahan, ketika proses restrukturisasi -menyusun dan merakit kembali, makna, arti, ide dan gagasan yang ada dalam bahasa sumber, yang telah dipahami ke dalam bahasa sasaran- 26 , penerjemah tidak bisa meninggalkan keberterimaan kalimat dalam bahasa sumber. Begitu juga pandangan Widyamartaya. Ia menjelaskan sebagai berikut: Seorang penerjemah adalah seorang penulis. Tentu saja ia bukan pengarang author bukunya sendiri. Gagasan-gagasan pengarang yang ada didalam terjemahan tetap merupakan gagasan-gagasan pengarang itu, dan ia ingin menyamakan gagasan-gagasan pengarang secara efektif. Oleh karena itu, penerjemah harus mampu menyusun kalimat-kalimat yang efektif dalam bahasa sasaran bahasa penerima yang dipakainya. Ciri-ciri kalimat efektif dicantumkan dan dilaksanakan di dalamnya 27 . Oleh karena itu penggunaan kalimat efektif menjadi keharusan dalam penerjemahan. Berikut paparan konsep kalimat efektif dalam sintaksis bahasa Indonesia.

c. Perbedaaan dan Persamaan Kalimat Bahasa Arab dan Bahasa

Indonesia Dari penjelasan sub tema 1.a. dipahami bahwa, bahasa Arab memiliki dua konstruksi khas yang disebut jumlah ismiyyah kalimat nominal dan jumlah fi’liyyah kalimat verbal. Dua konstruksi tersebut memiliki persamaan dan perbedaan antara bahasa Indonesia dan bahasa Arab. Berikut tabel persamaan dan perbedaan kalimat dalam bahasa Arab dan bahasa Indonesia. 28 26 M. Faisol Fatawi, Seni Menerjemah... h. 21. 27 Widyamartaya, Seni Menerjemah Yogyakarta: Kanisius, 1998, h. 199. 28 Syarif Hidayatullah dan Abdullah, Pengantar Linguistik Bahasa Arab … h. 113-114. Kalimat Verbal Arab Kalimat Verbal Indonesia Kalimat Nominal Arab Kalimat Nominal Indonesia Perbedaaan Diawali fi’il أك ْل ت أن كأ ا ل Predikatnya Verba Saya makan Diawali isim أن م ا د ِّ ٌس أن ج ا لا ٌس Predikatnya nomina Saya guru Saya duduk Persamaan Predikatnya verba Predikatnya verba Predikatnya nomina dan bisa juga verba Predikatnya nomina Dari tabel di atas terlihat bahwa kalimat verbal dalam bahasa Arab maupun bahasa Indonesia, keduanya memiliki kesamaan, yaitu berpredikat verba. Begitu juga dengan kalimat nominal dalam bahasa Arab dan bahasa Indonesia, keduanya berpredikat nominal. Adapun perbedaannya, kalimat verba dalam bahasa Arab jumlah fi’liyyah mesti diawali verba begitu juga dengan kalimat nominal bahasa Arab jumlah ismiyyah, haruslah diawali dengan nomina. Sedangkan dalam bahasa Indonesia, hal yang menjadi patokan bahwa suatu kalimat dikategorikan verba atau nominal hanya dilihat dari bentuk predikatnya, apakah verba atau nomina.

2. Konsep Kalimat Efektif

a. Kalimat Efektif dalam Bahasa Indonesia

Kalimat efektif adalah kalimat yang dapat mengungkapkan gagasan, pikiran, dan perasaan dengan tepat ditinjau dari segi diksi, struktur, dan logikanya. 29 Pengertian di atas mirip dengan teori keberterimaan kalimat sebagaimana dijelaskan Chaer, penentu keberterimaan sebuah kalimat adalah faktor gramatikal, faktor semantik, dan faktor nalar. 30 Dengan kata lain kalimat efektif dapat disebut kalimat berterima begitu juga sebaliknya. Konsep yang perlu diurai dalam teori kalimat ini adalah konsep diksi, struktur, dan logika kalimat. Berikut uraiannya: 1 Diksi Dalam bahasa Indonesia, kata diksi berasal dari kata dictionary bahasa Inggris yang kata dasarnya diction berarti perihal pemilihan kata. Dalam Websters, diction diuraikan sebagai choice of word esp with regard to corecness, clearness, or effectiveness. 31 Jadi, diksi membahas penggunaan kata, terutama pada soal kebenaran, kejelasan, dan keefektifan. Mengenai diksi atau pilihan kata Gorys Keraf menyimpulkan uraiannya sebagai berikut. Pertama, pilihan kata atau diksi mencangkup pengertian kata-kata yang dipakai untuk menyampaikan 29 Ida Bagus Purtayasa, Kalimat Efektif Diksi, Struktur, dan Logika, Bandung: Refika Aditama, 2007, h. 2. 30 Abdul Chaer, Sintaksis Bahasa Indonesia Pendekatan Proses... h. 233. 31 Ida Bagus Purtayasa2, Kalimat Efektif Diksi, Struktur, dan Logika... h. 7. suatu gagasan, bagaimana membentuk pengelompokan kata-kata yang tepat atau menggunakan ungkapan-ungkapan yang tepat, dan gaya mana yang paling baik digunakan dalam suatu situasi. Kedua, pilihan kata atau diksi adalah kemampuan membedakan secara tepat nuansa-nuansa makna dari gagasan yang ingin disampaikan, dan kemampuan untuk menemukan bentuk yang sesuai cocok dengan situasi dan nilai rasa yang dimiliki kelompok masyarakat pendengar. Ketiga, pilihan kata yang tepat dan sesuai hanya dimungkinkan oleh penguasaan sejumlah besar kosa kata atau perbendaharaan bahasa itu. 32 a Ketepatan Diksi dan Persyaratannya. Untuk menyusun kalimat efektif, hendaknya dipilih kata yang tepat, ialah yang memenuhi isoformisme, yaitu kesamaan makna karena kesamaan struktur kognitif. 33 Menurut Gorys, syarat ketepatan diksi adalah sebagai berikut; 34 - Membedakan secara cermat denotasi dan konotasi. Dari dua kata yang mempunyai makna yang mirip satu sama lain ia harus menetapkan mana yang akan dipergunakannya untuk mencapai maksudnya. Kalau hanya pengertian dasar yang diinginkannya, ia harus memilih kata yang denotatif; kalau ia menghendaki reaksi emosional tertentu ia harus 32 Gorys Keraf, Diksi dan Gaya Bahasa... h. 24. 33 Ida Bagus Purtayasa, Aplikasi Bahasa Indonesia,Singaraja: IKIP Singaraja, 2005 h. 87. 34 Gorys Keraf, Diksi dan Gaya Bahasa... h. 88. memilih kata konotatif sesuai dengan sasaran yang akan dicapainya. - Membedakan dengan cermat kata-kata yang hampir bersinonim. kata-kata yang bersinonim tidak selalu memiliki distribusi yang saling melengkapi. Sebab itu, penulis atau pembicara harus berhati-hati memilih kata dari sekian sinonim yang ada untuk menyampaikan apa yang diinginkannya, sehingga tidak timbul intepretasi yang berlainan. - Membedakan kata-kata yang mirip dalam ejaannya. Bila penulis sendiri tidak mampu membedakan kata-kata yang mirip ejaannya, maka akan membawa akibat yang tidak diinginkan, yaitu salah paham. Kata-kata yang mirip dalam tulisannya itu misalnya: bahwa-bawah-bawa, interfensi- inferensi, karton-kartun, preposisi-proposisi, korporasi- koperasi, dan sebagainya. - Hindarilah kata-kata ciptaan sendiri. Bahasa selalu tumbuh dan berkembang sesuai dengan perkembangan dalam masyarakat. Perkembangan bahasa pertama-tama tampak dari pertambahan jumlah kata baru. Namun hal itu tidak berarti bahwa setiap orang boleh menciptakan kata baru seenaknya. Kata baru biasanya muncul untuk pertama kali karena dipakai oleh orang-orang terkenal atau pengarang terkenal. Bila anggota masyarakat lainnya menerima kata itu, maka kata itu lama-kelamaan akan menjadi milik masyarakat. Neologisme atau kata baru atau penggunaan sebuah kata lama dengan makna dan fungsi yang baru termasuk dalam kelompok ini. - Waspadalah terhadap penggunaan akhiran asing, terutama kata-kata asing yang mengandung akhiran asing tersebut. - Kata kerja yang menggunakan kata depan harus digunakan secara idiomatis. - Untuk menjamin ketepatan diksi, penulis atau pembicara harus membedakan kata umum dan kata khusus. Kata khusus lebih tepat menggambarkan sesuatu daripada kata umum. - Mempergunakan kata-kata indria yang menunjukan persepsi yang khusus. - Memperhatikan perubahan makna yang terjadi pada kata- kata yang sudah dikenal. - Memperhatikan kelangsungan pilihan kata. b Kesesuaian Diksi dan Persyaratannya Perbedaan yang sangat jelas antara ketepatan dan kesesuaian adalah bahwa dalam kesesuaian dipersoalkan: apakah kita dapat mengungkapkan pikiran kita dengan cara yang sama dalam semua kesempatan dan lingkungan yang kita masuki. 35 Pada kenyataanya, setelah diksi dipilih secara tepat maka seorang penutur bahasa meski menyesuaikan diksi tersebut dengan kondisi dan situasi yang ada. Secara garis besar kondisi atau situasi terbagi menjadi formal dan nonformal. Oleh karena itu penutur mesti menyesuaikan diksi dengan kondisi tersebut. Diksi formal untuk suasana formal dan diksi nonformal untuk suasana nonformal. Berikut syarat-syarat kesesuaian diksi: - Hindarilah sejauh mungkin bahasa atau unsur substandar tidak baku dalam situasi yang formal. - Gunakanlah kata-kata ilmiah dalam situasi yang khusus saja. Dalam situasi yang umum hendaknya penulis dan pembicara mempergunakan kata-kata polpuler. - Hindari jargon dialek yang hanya dimengerti oleh sebagian masyarakat saja atau tidak umum dalam tulisan untuk pembaca umum. - Penulis atau pembicara sejauh mungkin menghindari pemakaian bahasa slang bahasa gaul. - Dalam penulisan jangan mempergunakan kata percakapan. - Hindarilah ungkapan-ungkapan usang idiom yang mati. 35 Gorys Keraf, Diksi dan Gaya Bahasa... h. 102. - Jauhkan kata-kata yang artifisial bahasa yang disusun secara seni. Bahasa artifisial digunakan dalam puisi dan prosa lirik atau seni sastra. 2 Struktur Kalimat Efektif Putrayasa merumuskan unsur-unsur kalimat sebagai berikut: 36 Aux W K = FSb + Asp + FPr + T Pnd C Keterangan: K : Kalimat FSb : Frase Subjek = FB Frase Benda FPr : Frase Predikat = FB Frase Benda FK Frase Kerja FS Frase Sifat FD Frase Depan Fbil Frase Bilangan Aux : Auxilary : harus; Asp : Aspek : sudah, akan, senang; Pnd : Pendesak : memang, tidak, hanya; W : Waktu : sebelum, sesudah, ketika; T : Tempat : di......., ke........., dari .........; C : sebab, akibat, syarat, perlawanan, keadaan dan lain-lainya 36 Ida Bagus Purtayasa, Kalimat Efektif Diksi, Struktur, dan Logika... h. 48. Unsur-unsur yang diapit tanda kurung disebut unsur manasuka, sedangkan yang lainnya disebut unsur wajib harus ada, sedangkan unsur manasuka boleh digunakan atau tidak. Misalnya: Dia memang sudah harus pergi sore ini ke Kampus untuk tentamen FSb Pnd Asp Aux FPr W T C Unsur wajib di atas adalah Dia dan pergi. Kedua unsur wajib tersebut membuat kalimat inti: Dia pergi. Tidak selamanya, unsur-unsur yang membangun kalimat dalam bentuk yang sederhana seperti kalimat contoh. Hal ini berarti pada hakikatnya akan sering kita jumpai bentuk kalimat yang unsur-unsurnya sudah dikembangkan lebih jauh. a Kesejajaran Kalimat Penggabungan dua kata, atau lebih, dalam satu kalimat menuntut adanya keserasian di antara unsur-unsur tersebut baik dari segi makna maupun dari segi bentuk. 37 b Kesejajaran bentuk Banyak hal yang dilakukan budi selama liburan di desa, antara lain, menanam jagung, pencabutan rumput, dan membersihkan lahan dari semak belukar. Dari kalimat tersebut terdapat ketidaksejajaran bentuk pada frase menanam jagung, pencabutan rumput, dan membersihkan 37 Hasan Alwi, dkk. Tata Bahasa Baku Bahasa Indonesia ... h. 316. lahan. Sehingga akan menjadi kalimat yang sejajar apabila frase pencabutan rumput dirubah bentuknya menjadi mencabut rumput. c Kesejajaran makna Konsep kesejajaran makna dapat dilihat dari contoh kalimat dibawah ini. Adikku mencabuti sebuah paku di papan. Kata mencabuti tidak sejajar secara makna jika disandingkan dengan frase sebuah paku. Yang tepat adalah mencabuti paku-paku. 3 Logika atau Penalaran Kalimat Penalaran adalah adanya hubungan logis antara klausa pertama dengan klausa kedua, atau antara klausa utama dan klausa bawahan dalam sebuah kalimat majemuk subordinatif. Kalau hubungan antara kedua klausa tidak logis maka kalimat tersebut secara nalar tidak berterima, meskipun secara gramatikal tidak bermasalah. 38 Putrayasa -dengan mengutip Chaer- menjelaskan bahwa, kesalahan logika di dalam kalimat antara lain karena kesalahan dalam: a menarik kesimpulan umum induksi b menarik kesimpulan khusus deduksi c menarik persamaan analog; dan 38 Abdul Chaer, Sintaksis Bahasa Indonesia Pendekatan Proses ... h. 239. d memberi alasan argumentasi. 39 Masih mengutip Chaer, Putrayasa juga menjelaskan bahwa, argumentasi yang dibangun dalam kalimat dikatakan salah ketika alasan yang digunakan terkategori jenis alasan sebagai berikut: a Alasan yang diberikan ini tidak mengenai pokok masalah, atau pokok masalah itu ditukar dengan pokok lain. b Alasan yang diberikan bukan mengenai masalahnya, melainkan mengenai pribadi orangnya. c Alasan yang diberikan tidak berdasarkan pendapat ahli di bidangnya. d Alasan yang diberikan berdasarkan pikiran atau pandangan apriori. e Alasan yang diberikan tidak ada hubungannya dengan masalah pokok. f Alasan yang diberikan sama dengan masalahnya. Demikianlah teori tentang diksi, struktur kalimat dan logika. ketiga aspek ini secara langsung membangun efektifitas kalimat.

b. Kalimat Efektif dalam Bahasa Arab 1 Diksi dalam Bahasa Arab

Kata dalam bahasa Arab disebut sebagai kalimah. Konsep kalimah dalam bahasa Arab terbagi tiga yaitu: kalimah ism nomina, fi’l verba dan harf partikel. Nomina dalam bahasa 39 Ida Bagus Purtayasa, Kalimat Efektif Diksi, Struktur, dan Logika... h.74. Arab mengenal kasus haalah i’raabiyyah. Kasus adalah kategori gramatikal yang memperlihatkan hubungannya dengan kata lain dalam konstruksi sintaksis. Kasus tersebut antara lain nominatif marfu’, akusatif mansub dan genetif majrur. Verba mengenal kala yaitu; kala selesai madhi dan kala sedang dan atau akan datang mudhari. Ulama gramatika bahasa Arab ada yang menjadikan verba sebagai akar kata. Oleh karena itu verba mengalami infleksi tashrif lughawiy dan derivasi tashrif ishthilahiy. Adapun harf atau partikel dalam bahasa Arab adalah kelas kata yang baru bermakna apabila bersanding dengan kelas kata lainnya. Namun meski begitu harf memiliki peran sintaksis. Sama halnya dengan bahasa Indonesia, bahasa Arab juga mengenal pilihan kata diksi yang mesti secara cermat dioperasikan oleh seorang penulis. Bahasa Arab mengenal konsep; a Al-Taraaduf sinonimi; b Al-Musytarak polysemi c Al-Adhdaad antonimi d Al-Takhshis wa Al-Taimim umum dan khusus e Al-Hakikiy wa Al-Majaziy Denotasi dan Konotasi Untuk dapat mengoperasikan konsep makna dan mengatasi permasalahan diksi, alat yang dapat digunakan adalah kamus. Dalam bahasa Arab, kamus dikenal dengan sebutan mu’jam atau qaamus. Selain menyajikan kumpulan kosa kata, kamus juga berfungsi; a Menjelaskan makna kata-kata yang berbeda. b Mengeja kata secara benar. c Melafalkan secara benar. d Menelusuuri asal-usul kata. e Membedakan kata yang masih digunakan dan yang telah ditinggalkan. f Mengetahui kesalahn yang muncul dari kata dan antonimnya. g Memberikan contoh penggunaan kata-kata secara tepat dan benar. h Memberikan informasi ensiklopedis. 40 2 Struktur Kalimat Efektif Bahasa Arab Al-Jumlah al-Mufidah adalah konstruksi yang terdiri dari dua kalimat atau lebih dan memiliki makna yang utuh. Jumlah terbagi dua jenis: a Jumlah Ismiyyah kalimat nominal, adalah jumlah sebagaimana terdefinisikan di atas yang permulaannya adalah nomina atau pronomina. Contohnya, ّون ملعلا ilmu adalah cahaya. Pn S ket: Pn = Predikat nomina, S=Subjek 40 Syarif Hidayatullah dan Abdullah, Pengantar Linguistik Bahasa Arab … h. 96. b Jumlah Fi’liyah kalimat verbal, adalah jumlah yang permulaannya adalah verba. Contoh, لجرلا رضح seseorang telah hadir. 41 Pv S ket: Pv = predikat verba, S=subjek Selain konsep jumlah mufidah, sintaksis bahasa Arab juga mengenal jumlah al-syarth dan syibh al-jumlah. Jumlah al- syarth adalah konstruksi jumlah yang belum memiliki makna utuh dan agar memiliki makna utuh konstruksi tersebut memerlukan tambahan konstruksi yang disebut jawab al- syarth. berikut contohnya, ى شل ضيرملا جلوع ول kalau orang sakit di obati pasti sembuh Jb-sy Jm-sy ket: Jb-sy= jawab al-syarth, jm-sy=jumlah al-syarth Adapun yang dimaksud dengan syibh al-jumlah menyerupai jumlah adalah setiap konstruksi yang terdiri dari dzarfh dan mudhaf ilaihi atau jar dan majrur. 42 Contoh, ةرجشلا وف Md-I Dz ket: Md-I= mudhaf ilaihi, Dz= dzarf بتكملا ىلع di atas meja Mj J ket: Mj = majrur, J= harf al-jar 41 Fuad Ni‟mah, Qawaid al-Lughah al-Arabiyyah, Beirut: Dar al-Tsaqafah al-Islamiyyah, tt, h. 19. 42 Fuad Ni‟mah, Qawaid al-Lughah al-Arabiyyah … h. 19. 3 Penalaran dalam bahasa Arab dan bahasa Indonesia Penalaran dalam bahasa Arab masuk dalam bahasan Ilmu Mantiq. Penalaran adalah proses mengambil kesimpulan atau membentuk pendapat berdasarkan fakta-fakta tertentu yang telah tersedia, atau berdasar konklusi-konklusi tertentu yang telah terbukti kebenarannya. 43 Para ahli berbeda pendapat dalam mensepadankan konsep penalaran. Khalimi menyebut penalaran atau reasoning dengan istilah Al-Istintaj. 44 Sedangkan Syukri menyebut penalaran dengan istilah istidlal. 45 Khalimi mensepadankan kategorisasi penalaran dengan konsep yang digunakan dalam ilmu mantiq. penalaran induktif istiqraiyyah, penalaran deduktif istidlaliyyah, penalaran kausal sababiyah, penalaran analogi qiyas dan penalaran komparatif al-istintaj bil muqarranah. 46 Syukriadi menjelaskan bahwa secara lughawi, istidlal berarti mencari informasi to see information, meminta petunjuk, memberi petunjuk, memberi keterangan, meminta alasan dan memberi alasan. Menurut istilah istidlal adalah menentukan alasan dalil untuk menetapkan sesuatu yang ditunjukkan madlul dari „atsar kepada mu ’atsar yang disebut istidlal aniya; atau, dari mu’atsar kepada 43 Syarqawi Dhofir, Pengantar Logika; Dengan Spektrum Islam, Madura: Al-Amin, 1997, h. 71. 44 Khalimi, Logika; Teori dan Aplikasi, Ciputat: GP Press, 2011, h. 179. 45 Syukriadi Sambas, Mantik; Kaidah Berfikir Islami, Bandung: Remaja Rosda Karya, h. 112. 46 Khalimi, Logika ; Teori dan Aplikasi … h. 181. „atsar yang disebut istidlal lammiya atau dari dua „atsar kepada yang lain. Definisi istidlal menurut Al-Jurzani itu memuat tiga macam istidlal: a. Istidlal „Aniya; proses memikirkan objek pikir secara deduktif istidlal-Qiyasi min al- „atsar ila al-mu’atsar. b. Istidlal Lammiya; proses memikirkan objek pikir secara induktif Istidlal Istigra‟I min al-mu’atsar ila al-„atsar. c. Istidlal Jami’ Bainahuma; Proses memikirkan objek pikir secara komprehenshif min al- mu’atsirin ila al-akhar. Dari ketiga definisi tersebut dapatlah disimpulkan bahwa istidlal adalah untuk menyatakan proses pembentukan penalaran atau pemikian yang dirakit dari konsepsi tashawur dan keputusan tashdiq dalam menemukan kebenaran ilmiah yang sebenarnya. 47

C. Konsep Tentang Hadis Gender 1.