BAB III GAMBARAN UMUM BUKU MUKHTASHAR SHAHIH AL-BUKHARI
Buku Terjemahan Mukhtashar Shahih Al-Bukhari
Kitab Mukhtashar Shahih Al-Bukhari sesungguhnya adalah sebuah kitab ringkasan dari kitab asli Shahih Al-Bukhari. Oleh karena itu untuk memberikan
gambaran kitab Mukhtashar Shahih Al-Bukhari secara umum maka dalam pembahasan ini akan dipaparkan kitab Shahih Al-Bukhari serta pengarangnya dan
kitab Mukhtashar ringkasan Shahih Al-Bukhari dan penyusunnya.
A. Kitab Shahih Al-Bukhari
Kitab Shahih al-Bukhari adalah kitab pertama yang membukukan hadis- hadis shahih. Kitab ini lahir di abad ketiga hijriah.
78
Kitab ini juga disebut sebagai kitab tershahih setelah al-Quran.
79
Nama asli dari kitab ini adalah kitab Al-Jami Ash-Shahih Al-Musnadu min Haditsi Rasul Saw.
Al-Bukhari membagi kitabnya ke dalam 97 kitab bagian dan 3451 bab. Jumhur ulama menerima keseluruhan hadis Al-Bukhari sebagai hadis shahih.
78
Hasbi Ash-Shidieq, Sejarah dan Pengantar Ilmu Hadis Jakarta: Bulan Bintang, 1954, h. 102
79
Hasbi Ash-Shidieq, Sejarah dan Pengantar Ilmu Hadis ... h. 105.
Kitab Shahih Al-Bukhari mendapatkan perhatian yang sangat besar dari para ulama. Hal ini terlihat dari banyaknya kitab syarah penjelasan atas kitab
tersebut. Di antara kitab syarah tersebut adalah: Al-Tanqih karangan Badruddin Al-Zarkasy, Al-Tawsih karangan Jalaluddin Al-Sayuthi,
“Umdah Al-Qari karangan Badruddin Al-Aini, Fath Al-Bari karangan Syihabuddin Al-Asqalany.
Selain membuat kitab syarah penjelas, terdapat pula ulama yang menyusun ringkasan dari Shahih Al-Bukhari. Di antaranya adalah Al-Tajrid Al-Shahih
susunan Al-Husain ibn Al-Mubarak dan Mukhtashar Shahih Al-Bukhari susunan Nashiruddin Al-Albani
80
Perkembangan pembukuan hadis pada periode tabiin ada 3 bentuk, yaitu 1. Musnad, yaitu menghimpun semua hadis dari tiap-tiap sahabat tanpa
memperhatikan masalah dan topiknya, tidak perbab seperti fikih, dan kualitas hadisnya ada yang shahih, hasan, dan dhaif. Misalnya musnad Imam Ahmad bin
Hambal 2. Al- Jami’ yaitu teknik pembukuan hadis yang mengakumulasi sembilan
masalah yaitu aqaid, hukum, perbudakan riqaq, adab makan minum, tafsir, tarikh dan sejarah, sifat-sifat akhlak
syama’il, fitnah fitan, dan sejarah tokoh manakib. Misalnya Al-
Jami’ Al-Shahih li Al-Bukhari. 3. Sunan, teknik penghimpunan hadis secara bab seperti fikih, setiap bab memuat beberapa hadis
dalam satu topik. Salah satu contoh kitab tersebut misalnya, Sunan An-Nasai.
81
B.
80
Hasbi Ash-Shidieq, Sejarah dan Pengantar Ilmu Hadis ... h. 107.
81
Majid Khon, Ulumul Hadis Jakarta Amzah, 2009, h. 57-58.
Di dalam meringkas Shahih Imam Bukhari, saya menggunakan metode ilmiah yang cermat. Saya kira saya telah menerapkannya pada semua isi hadis Bukhari,
atsar-atsarnya, kitab-kitabnya, dan bab-babnya. Tidak ada satu pun yang terluput, insya Allah, kecuali apa yang tidak dapat dihindari sebagai tabiat manusia khilaf
dan lupa. Perinciannya sebagai berikut. 1. Saya buang semua isnad hadis tanpa tersisa kecuali nama sahabat perawi hadis
yang langsung dari Nabi Saw. Juga kecuali perawi-perawi yang di bawah sahabat yang tidak dapat dihindari karena keterlibatannya dalam kisah, sedang riwayat itu
tidak sempurna kecuali dengan menyebutkan mereka. 2. Telah dimaklumi oleh orang-orang yang mengerti kitab Shahih Bukhari bahwa
ia mengulang-ulang hadis dalam kitabnya itu danmenyebutkannya dalam beberapa tempat, kitab-kitab, dan bab-bab yang berbeda-beda, dan dengan riwayat
yang banyak jumlahnya. Terkadang ia menggunakan jalan periwayatan lebih dari satu, sekali tempo ditulisnya hadis itu dengan panjang, dan pada waktu yang lain
dengan ringkas. Berdasarkan hal itu, saya pilih di antara riwayat-riwayat yang diulang itu yang paling lengkap dan saya jadikan sebagai pokok dalam ringkasan
ini. Akan tetapi, saya tidak berpaling dari riwayat-riwayat yang lain. Bahkan, saya menjadikannnya sebagai kajian khusus, untuk mencari-cari barangkali di sana
terdapat faedah tertentu. Atau, untuk menambah sesuatu yang tidak terdapat dalam riwayat yang dipilih, lalu saya ambil dan saya gabungkan ke dalam yang
pokok. Penggabungan tersebut menggunakan dua bentuk. Pertama, apabila ada tambahan, digabungkan sesuai dengan tingkatan dan urutannya. Sehingga,
pembaca yang budiman tidak merasa bahwa itu adalah tambahan. Kemudian saya letakkan di antara dua kurung siku [ ].
Misalnya apa yang ada pada sebagaian karya saya seperti Shifatus Shalah, Hujjatun-Nabi, dan Ahkamul Janaiz. Kedua, jika tambahan itu tidak teratur sesuai
dengan tingkatan dan urutannya, maka saya letakkan di antara tanda kurung dan saya katakan: dan dalam riwayat ini dan ini. Apabila riwayat itu dari jalan lain
dari sahabat yang meriwayatkan hadis tersebut, saya katakan: dan dalam satu jalan periwayatan atau dan dalam jalur periwayatan yang kedua. Apabila
terdapat tambahan lain dari jenis periwayatan yang ketiga, saya katakan: dan dalam jalan yang ketiga. Dengan demikian, tujuan menjadi jelas, yaitu dapat
memberi manfaat kepada pembaca dengan menggunakan ungkapan yang sangat singkat, bahwa hadis tersebut tidak gharib
„asing‟ dan sendirian periwayatannya dari sahabat tersebut. Pada masing-masing bentuk tadi saya letakkan nomor juz
dan halaman dari cetakan Istambul pada tahun ..... di akhir tambahan sebelum tanda kurung tutup.
3. hadis shahih dari segi isnadnya menurut para ulama dibagi menjadi dua. Pertama, hadis maushul, yaitu hadis di mana penyusun menyebutkan isnadnnya
yang bersambung hingga para perawinya dari kalangan sahabat, itu termasuk sebagian atsar yang mauquf pada sahabat atau yang lainnya. Kedua, hadis
muallaq, yaitu penyusun tidak menyebutkan isnadnya sama sekali atau disebutkan sebagian dari yang paling tinggi derajatnya dengan men-
ta’liq-kannya pada sahabat atau lainnya, terkadang sanadnya adalah guru-guru Imam Bukhari.
Bagian ini dibagi menjadi dua macam, yaitu marfu’ dan mauquf yang tidak
semuanya shahih menurut penyusun dan para ulama sesudanhnya karena di dalamnya terdapat hadis sahih, hasan, dan dhaif. Matan ini juga saya bawakan
dalam mukhtashar „Ringkasan‟ ini, tetapi saya bermaksud mentakhrijnya pada
catatan kaki dengan menjelaskan tingkatannya dengan isnadnya itu sendiri atau lainnya jika hadis itu
marfu’. Apabila atsar mauquf, maka saya cukupkan dengan mentakhrijnya saja, dan jarang sekali saya menyebutkan derajatnya
tingkatannya. 4. Kemudian saya memberi nomor pada ketiga jenis hadis tersebut dengan nomor
khusus, dan setiap hadis mempunyai ukuran yang berbeda. Hadis yang musnad mempunyai nomor-nomor khusus yang berurutan, dan hadis yang marfu muallaq
mempunyai nomor-nomor khusus yang berurutan pula. Begitu juga atsar yang mauquf mempunyai nomor-nomor khusus pula. Manfaatnya ialah bahwa apabila
kitab itu telah selesai, maka akan mudah diketahui jumlah setiap hadis dari ketiga jenis tersebut.
5. saya memberi nomor kitab-kitab dalam Shahih Bukhari ini dengan nomor- nomor berurutan. Begitu juga pada semua bab. Dalam setiap babnya saya beri
nomor yang berurutan, dengan memperhatikan setiap babdari bab-bab yang ada. Hal itu karena telah populer dikalangan para ulama bahwa fiqih Bukhari itu ada
dalam judul bab-babnya. Kemudian saya membuang satu bab yang di dalamnya tidak ada judulnya di mana Imam Bukhari menulis “Bab” tanpa tambahan apa-apa
lagi. Apabila dibawah jenis itu ada hadis yang terdapat dalam Ash-Shahih, kemudian di dalam ringkasannya perlu dibuang, sehingga tinggal bab tanpa hadis,
maka dalam kondisi semacam ini saya membuang bab tersebut karena jika dibiarkan tidak ada manfaatnya. Hanya saja saya membuangnya dengan
nomornya sekaligus sebagai tanda pembuangan.
Tujuan dari penomoran dalam paragraf ini adalah adalah agar indeks pada kitab- kitab hadis kutubu-sittah dapat dipergunakan dalam Mukhtashar ini sebagaimana
dipergunakan dalam mukhtashar ini sebagaimana dipergunakan pada aslinya, untuk mempermudah mencari suatu hadis manakala diperlukan.
Pada catatan kaki, saya jelaskan kata-kata yang sulit dan sebagian kalimat yang samar, sebagaimana yang sering saya lakukan pada karya ilmiah saya. Kemudian
saya cantumkan pada setiap jilid indeks buku secara terinci baik untuk kitab- kitabnya, bab-babnya maupun hadisnya dengan tiga bagiannya itu.
Selanjutnya saya berniat memberi indeks secara terinci, yang di antaranya memuat indeks khusus untuk lafal-lafalnya dalam jilid tersendiri mudah-mudahnya Allah
SWT. Mengizinkan yang sekiranya memudahkan pembaca untuk mencari hadis dari kitab tersebut dalam waktu singkat.
82
A. Penulis Buku Shahih Al-Bukhari