Analisis Daya Saing Investasi Di Kota Pematang Siantar

(1)

SKRIPSI

ANALISIS DAYA SAING INVESTASI DI KOTA PEMATANG SIANTAR

OLEH

AHMAD PAPIN HERDIAN 100501126

PROGRAM STUDI EKONOMI PEMBANGUNAN DEPARTEMEN EKONOMI PEMBANGUNAN

FAKULTAS EKONOMI

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN

2014  


(2)

ABSTRAK

Skripsi ini bertujuan untuk meneliti apa yang mempengaruhi kegiatan investasi di Kota Pematang Siantar. Adapun faktor-faktor yang mempengaruhi kegiatan investasi daerah, yaitu faktor kelembagaan, sosial politik, ekonomi daerah, tenaga kerja dan produktivitas, dan infrastruktur fisik.

Penelitian ini mengadopsi metode KPPOD untuk menganalisis kegiatan investasi pada tingkat daerah dan menggunakan Analytical Hierarchy Process (AHP) untuk menguji iklim usaha di Kota Pematang Siantar.

Hasil analisis menunjukkan bahwa faktor kelembagaan menjadi faktor yang paling dominan, diikuti faktor ekonomi daerah, faktor infrastruktur fisik, faktor tenaga kerja dan produktivitas, serta faktor sosial politik.

Kata kunci : AHP, Daya Tarik Investasi, KPPOD, Kelembagaan, Sosial Politik, Ekonomi Daerah, Tenaga Kerja, Infrastruktur Fisik


(3)

ABSTRACT

This paper attempts to explore to what extent the current regime has changed the investment attractiveness in Pematang Siantar City. Focus on five factors that lead to regional investment attractiveness, in particular institutional, social political, regional economy, labor and productivity, and physical infrastructure factor.

This paper combined KPPOD method to analyze investment attractiveness at regional level and Analytical Hierarchy Process (AHP) to examine the business climate in Pematang Siantar City.

The result of the analyze data with using AHP method that the particular institutional factor is found as the most important factor, followed by regional economy, physical infrastructure factor, labor and productivity, and social-political factor

Key words : AHP, Investment attractiveness, KPPOD, Particular Institutional, Social Political, Regional Economy, Labor and Productivity, Physical Infrastructure.

                         


(4)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur saya panjatkan kehadirat Allah SWT, atas segala limpahan rahmat dan hidayah yang diberikan kepada penulis yang telah menyelesaikan pengerjaan skripsi yang berjudul “ Analisis Daya Saing Investasi Di Kota Pematang Siantar”.

Skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana ekonomi pada departemen Ekonomi Pembangunan Fakultas Ekonomi Sumatera Utara tahun akademik 2013/2014. Adapun pengerjaan skripsi ini saya persembahkan kepada kedua orang tua tercinta, yakni Bapak Subandrio dan Ibunda Tercinta Sonta Bancin yang telah memberikan kasih sayang yang tulus seumur hidup saya.

Adapun keberhasilan pengerjaan skripsi ini tidak terlepas oleh pihak-pihak terkait yang telah banyak membantu kelancaran penulis dalam menyelesaikan skripsi ini. Oleh karena itu saya ingin mengucapkan terima kasih yang besar kepada:

1. Bapak Prof. Dr. Azhar Maksum, M.Ec, Ac, Ak selaku Dekan Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Sumatera Utara.

2. Bapak Wahyu Ario Pratomo, SE, M.Ec selaku Ketua Departemen Ekonomi Pembangunan Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Sumatera Utara, sekaligus sebagai Dosen Pembanding yang telah banyak memberikan masukan bagi pengerjaan Skripsi ini dan Bapak Drs. Syahrir Hakim Nasution, M.Si selaku Sekretaris Departemen Ekonomi Pembangunan Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Sumatera Utara


(5)

3. Bapak Irsyad Lubis, SE, M.Soc.Sc, Ph.D selaku Ketua Program Studi S1 Ekonomi Pembangunan Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Sumatera Utara dan Bapak Paidi Hidayat, SE, M.Si selaku Sekretaris Program Studi S1 Ekonomi Pembangunan Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Sumatera Utara, sekaligus menjadi Dosen Pembimbing yang telah banyak memberikan masukan dan bimbingan untuk penyesuaian Skripsi ini.

4. Bapak Drs. Rahmat Sumanjaya Hasibuan M.si selaku Dosen Pembanding yang juga telah memberikan masukan bagi pengerjaan Skripsi ini

5. Seluruh Dosen dan Staff Pengajar Fakultas Ekonomi Sumatera Utara.

6. Seluruh Pegawai dan Staff Administrasi Departemen Ekonomi

Pembangunan Universitas Sumatera Utara.

7. Seluruh sahabat yang telah memberi dukungan, motivasi dan inspirasi Saya menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan. Oleh karena itu penulis mengharapkan kritik dan saran demi perbaikan skripsi ini. Semoga skripsi ini memberikan manfaat bagi pengembangan ilmu pengetahuan. Akhir kata penulis ucapkan terima kasih.

Medan, Juli 2014

Ahmad Papin herdian 100501126


(6)

 DAFTAR ISI

Halaman

ABSTRAK ... i

ABSTRACT ... ii

KATA PENGANTAR ... iii

DAFTAR ISI ... v

DAFTAR TABEL ... vii

DAFTAR GAMBAR ... viii

BAB I PENDAHULUAN ... 1

1.1. Latar Belakang ... 1

1.2. Perumusan Masalah ... 4

1.3. Tujuan Penelitian ... 4

1.4. Manfaat Penelitian ... 4

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... 6

2.1. Teori Investasi ... 6

2.1.1. Penanaman Modal Asing ... 8

2.1.2. Penanaman Modal Dalam Negeri ... 10

2.2. Konsep Daya Saing Investasi ... 11

2.3. Faktor - Faktor yang Mempengaruhi Daya Saing Investasi ... 14

2.4. Penelitian Terdahulu ... 22

2.5. Kerangka Konseptual ... 24

BAB III METODE PENELITIAN ... 27

3.1. Jenis Penelitian ... 27

3.2. Tempat dan Waktu Penelitian... 27

3.3. Variabel Penelitian dan Defenisi Operasional ... 27

3.4. Skala Pengukuran Variabel ... 29

3.5. Populasi dan Sampel ... 29

3.6. Jenis dan Sumber Data ... 30

3.7. Metode Pengumpulan Data ... 31

3.8. Metode Analisis ... 32

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ... 41

4.1. Kondisi Demografi Kota Pematang Siantar ... 41

4.2. Pertumbuhan Ekonomi Kota Pematang Siantar ... 43

4.3. Inflasi Di Kota Pematang Siantar ... 44

4.4. Ketenagakerjaan Di Kota Pematang Siantar ... 44

4.5 Sektor Industri Kota Pematang Siantar ... 45

4,6 Perbankan dan Investasi Di Kota Pematang Siantar ... 46

4.7 Peringkat Daya Saing Investasi Di Kota Pematang Siantar ... 47

4.4.1. Faktor Kelembagaan ... 50


(7)

4.4.3. Faktor Ekonomi Daerah ... 53

4.4.4. Faktor Tenaga Kerja ... 54

4.4.5. Faktor Infrastruktur Fisik ... 56

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 58

5.1. Kesimpulan ... 58

5.2. Saran ... 59

DAFTAR PUSTAKA ... 63

LAMPIRAN - LAMPIRAN ... 65  

                                 


(8)

DAFTAR TABEL

Tabel Judul Halaman

1.1 Bobot Faktor Pemeringkat Daya Tarik Investasi

Kabupaten/Kota Di Indonesia KPPOD 2002-2003………… 2

4.1 Kecamatan di Kota Pematang Siantar……… 42

4.2 Perkembangan PDRB 2008-2011……….. 43

4.3 Indeks Harga Konsumen Dan Inflasi……… 44

4.4 Statistik Ketenagakerjaan……….. 44

4.5 Jumlah Industri di Kota Pematang Siantar………. 45

4.6 Distribusi Nilai Tambah Sektor Industri Pengolahan………. 45

4.7 Posisi Kredit UMKM………. 46

4.8 Posisi Pinjaman Menurut Lokasi Proyek……… 46

                               


(9)

DAFTAR GAMBAR

Gambar Judul Halaman

2.1 Kerangka Konseptual………... 25

4.1 Faktor-Faktor Daya Saing Investasi Kota Pematang Siantar……… 48

4.2 Faktor Kelembagaan……….... 49

4.3 Faktor Sosial Politik……… 52

4.4 Faktor Ekonomi Daerah……….. 54

4.5 Faktor Tenaga Kerja……… 55

4.6 Faktor Infrastruktur Fisik……… 57

                                 


(10)

ABSTRAK

Skripsi ini bertujuan untuk meneliti apa yang mempengaruhi kegiatan investasi di Kota Pematang Siantar. Adapun faktor-faktor yang mempengaruhi kegiatan investasi daerah, yaitu faktor kelembagaan, sosial politik, ekonomi daerah, tenaga kerja dan produktivitas, dan infrastruktur fisik.

Penelitian ini mengadopsi metode KPPOD untuk menganalisis kegiatan investasi pada tingkat daerah dan menggunakan Analytical Hierarchy Process (AHP) untuk menguji iklim usaha di Kota Pematang Siantar.

Hasil analisis menunjukkan bahwa faktor kelembagaan menjadi faktor yang paling dominan, diikuti faktor ekonomi daerah, faktor infrastruktur fisik, faktor tenaga kerja dan produktivitas, serta faktor sosial politik.

Kata kunci : AHP, Daya Tarik Investasi, KPPOD, Kelembagaan, Sosial Politik, Ekonomi Daerah, Tenaga Kerja, Infrastruktur Fisik


(11)

ABSTRACT

This paper attempts to explore to what extent the current regime has changed the investment attractiveness in Pematang Siantar City. Focus on five factors that lead to regional investment attractiveness, in particular institutional, social political, regional economy, labor and productivity, and physical infrastructure factor.

This paper combined KPPOD method to analyze investment attractiveness at regional level and Analytical Hierarchy Process (AHP) to examine the business climate in Pematang Siantar City.

The result of the analyze data with using AHP method that the particular institutional factor is found as the most important factor, followed by regional economy, physical infrastructure factor, labor and productivity, and social-political factor

Key words : AHP, Investment attractiveness, KPPOD, Particular Institutional, Social Political, Regional Economy, Labor and Productivity, Physical Infrastructure.

                         


(12)

BAB I PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Investasi memiliki peran yang sangat penting dalam mendorong pertumbuhan ekonomi (BPKM, 2004). Pertumbuhan ekonomi merupakan salah satu indikator penting dalam melakukan analisis mengenai pembangunan ekonomi suatu wilayah. Pembangunan wilayah dilakukan dengan mendorong pertumbuhan ekonomi daerah melalui kegiatan investasi baik yang berasal dari dalam atau disebut Penanaman Modal Dalam Negeri (PDMD) atau juga yang berasal dari luar negeri atau disebut Penanaman Modal Asing (PMA). Oleh karena itu, untuk meningkatkan laju pertumbuhan ekonomi suatu wilayah maka diperlukan investasi pada semua sektor pembangunan.

Globalisasi mengakibatkan persaingan dalam memperebutkan faktor-faktor produksi semakin meningkat. Secara umum semua daerah menyadari bahwa untuk mempercepat proses pembangunan diperlukan dana yang sangat besar. Pemerintah di daerah dihadapkan pada suatu masalah yang rumit. Di satu sisi terdapat keinginan yang besar untuk meningkatkan pembangunan dengan kemampuan sendiri tanpa harus bergantung terhadap pihak lain. Di sisi lain, banyak daerah yang mengalami keterbatasan dana untuk melakukan pembangunan daerahnya. Sumber pendanaan yang dapat menjadi alternatif untuk mewujudkan pembangunan daerah adalah dengan menarik investasi baik itu dari dalam negeri maupun yang berasal dari luar negeri.


(13)

Dengan adanya otonomi daerah telah memberikan peluang yang cukup besar kepada daerah untuk menarik investasi swasta sebagai salah satu sumber pembiayaan pembangunan. Namun hal ini akan menyebabkan tingkat persaingan daerah akan semakin tajam sehingga pemerintah daerah di tuntut untuk menyiapkan daerahnya sedemikian rupa sehingga mampu menarik investasi, orang dan industri untuk masuk ke wilayah masing-masing.

Menurut KPPOD (2003) terdapat beberapa faktor-faktor yang dapat menentukan daya tarik investor untuk masuk ke suatu daerah. Faktor-faktor tersebut diperkirakan juga relatif sama dengan yang terjadi di kota Pematang Siantar. Menurut KPPOD faktor-faktor tersebut adalah faktor kelembagaan, sosial politik, Ekonomi Daerah, Tenaga Kerja dan Infrastruktur Fisik. Pada tahun 2002 dan 2003 KPPOD melakukan penelitian terhadap 134-200 Kabupaten/Kota di Indonesia untuk mengetahui bobot masing-masing faktor tersebut. Hasil penelitian KPPOD menunjukkan bahwa faktor kelembagaan memiliki bobot tertinggi diantara faktor-faktor yang menjadi daya tarik investasi (Tabel 1). Faktor lain yang juga berpengaruh dan memiliki jumlah bobot yang cukup tinggi adalah kondisi sosial politik.

Tabel 1.1

Bobot Faktor Pemeringkat Daya Tarik Investasi Kabupaten/Kota di Indonesia

menurut penelitian KPPOD Tahun 2002-2003

Faktor 2002 2003

Kelembagaan 31% 31%

Sosial Politik 26% 26%

Ekonomi Daerah 17% 17%

Tenaga Kerja 13% 13%

Infrastruktur Fisik 13% 13%


(14)

Dengan adanya penerapan otonomi daerah diharapkan kota Pematang Siantar menjadi pusat kekuatan baru dalam bidang ekonomi, sosial dan politik. Kota Pematang Siantar merupakan salah satu kota yang sedang giat-giatnya melakukan pembangunan di segala bidang, yang bertujuan untuk menarik para investor dalam negeri maupun investor asing. Potensi dan peluang kota Pematang Siantar dalam menarik investor cukup besar. Hampir semua sektor di Kota Pematang Siantar memiliki potensi yang dapat di kembangkan. Prospek Investasi di Kota Pematang Siantar juga menjanjikan, karena letak kota Pematang Siantar yang strategis.

Sebagai kota perdagangan, secara geografi Pematang siantar diapit Kabupaten Simalungun yang memiliki kekayaan perkebunan karet, sawit, teh dan pertanian. Kemudian kota ini juga menghubungkan jalan darat ke kabupaten-kabupaten lainnya, seperti Toba Samosir, Tapanuli Utara, dan Tapanuli Selatan. Sehingga posisinya sangat strategis sebagai kota transit perdagangan antar kabupaten atau transit wisata ke Danau Toba Parapat.

Untuk mengupayakan agar Kota Pematang siantar dapat menjadi suatu wilayah yang menarik bagi investor/penanam modal, selain melakukan promosi perlu juga diketahui faktor-faktor yang menjadi daya tarik investasi dari sisi investor. Atas dasar latar belakang ini,maka penelitian yang mengkaji faktor-faktor yang mempengaruhi daya tarik investasi ke Pematang Siantar amat perlu dilakukan.


(15)

1.2 Perumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang yang diuraikan diatas, maka rumusan masalah yang dikemukakan sebagai dasar kajian dalam penelitian yang akan dilakukan, yaitu :

1. Faktor-Faktor apa saja yang mempengaruhi daya saing investasi di Kota Pematang Siantar?

2. Faktor-Faktor apa saja yang menjadi faktor dominan dalam menentukan daya saing investasi di Kota Pematang Siantar?

1.3 Tujuan Penelitian

Secara umum tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui apa saja kendala-kendala yang dihadapi pemerintah Kota Pematang Siantar dalam menarik investor dari dalam negeri maupun investor dari luar negeri.Secara khusus tujuan penelitian ini adalah:

1. Untuk mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi kegiatan investasi di Kota Pematang Siantar

2. Untuk melakukan pemeringkatan faktor-faktor dominan yang menentukan daya saing investasi kota Pematang Siantar

1.4 Manfaat Penelitian

Manfaat yang ingin diberikan dari penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Penelitian ini diharapkan dapat dimanfaatkan sebagai bahan masukan bagi

para pembuat kebijakan dan pengambil keputusan dalam meumuskan dan merencanakan arah kegiatan pembangunan perekonomian di Kota Pematang Siantar.


(16)

2. Penelitian ini juga diharapkan dapat menjadi bahan masukan untuk penelitian selanjutnya.


(17)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Teori Investasi

Investasi berarti setiap kegiatan yang meningkatkan kemampuan ekonomi untuk memproduksi output di masa yang akan datang. Secara umum investasi dapat diartikan sebagai pengeluaran untuk membeli barang dan modal dan perlengkapan produksi guna menambah kemampuan produksi barang dan jasa dalam perekonomian. Pertambahan jumlah barang modal memungkinkan perekonomian tersebut menghasilkan lebih banyak barang dan jasa di masa yang akan datang. Mankiw (2005) mengartikan investasi sebagai barang-barang yang dibeli untuk penggunaan masa depan.

Menurut Sukirno (1996), investasi dapat diartikan sebagai pengeluaran atau perbelanjaan penanaman modal atau perusahaan untuk membeli barang-barang modal dan perlengkapan-perlengkapan produksi untuk menambah produksi barang-barang dan jasa-jasa yang tersedia di dalam perekonomian. Investasi menempati posisi yang sangat penting dalam mendorong pertumbuhan perekonomian daerah. Besar kecilnya investasi dalam suatu kegiatan ekonomi ditentukan oleh tingkat suku bunga, tingkat pendapatan, kemajuan tekhnologi, ramalan kondisi ekonomi, dan faktor lainnya.

Investasi dapat diartikan sebagai suatu kegiatan yang dilakukan oleh pribadi (natural person) maupun badan hukum (juridical person) dalam upaya meningkatkan dan mempertahankan nilai modalnya, baik yang berbentuk uang


(18)

tunai, peralatan, aset tak bergerak, hak atas kekayaan intelektual, maupun keahlian (Harjono, 2007).

Investasi merupakan faktor yang penting dalam proses pertumbuhan ekonomi. Dengan adanya kegiatan investasi di suatu daerah tentunya akan mendorong peningkatan capital per tenaga kerja (perkapita) sehingga akan meningkatkan pendapatan nasional. Apabila terdapat kenaikan jumlah kapital perkapita maka akan meningkatkan pendapatan nasional sehingga meningkatkan investasi.

Menurut mankiw (2000), investasi terdiri dari barang yang dibeli untuk penggunaan masa depan. Investasi dapat dibagi menjadi tiga macam, yaitu business fixed investment, residential investment dan inventory investment. Business fixed Investment mencakup sarana dan prasarana yang digunakan perusahaan dalam produksinya, sementara Residential Investment meliputi pembelian rumah baru, baik yang akan ditinggali oleh pemilik sendiri maupun yang akan disewakan kembali, sedangkan Inventory Investment adalah barang yang disimpan oleh perusahaan di gudang, meliputi bahan baku, persediaan, barang setengah jadi dan barang jadi.

Investasi adalah variabel ekonomi yang menjadi penghubung antara kondisi pada saat sekarang ini dengan kondisi di masa yang akan datang, dan juga yang menghubungkan antara pasar barang dan pasar uang. Peranan suku bunga sangat penting dalam menjembatani kedua pasar tersebut. Investasi juga merupakan komponen PDB yang paling volatile. Pada saat resesi, penyebab utama dalam penurunan pengeluaran adalah turunnya investasi. Dalam konteks


(19)

makroekonomi, pengertian investasi adalah “…the flow of spend-ing that adds to the physical stock of capital”. Dengan demikian kegiatan seperti pembangunan rumah, pembelian mesin, pembangunan pabrik dan kantor, serta penambahan barang inventori suatu perusahaan termasuk dalam pengertian investasi tersebut, sedangkan kegiatan pembelian saham atau obligasi suatu perusahaan tidak termasuk dalam pengertian investasi ini (Dornbusch, 1996).

2.1.1 Penanaman Modal Asing

Menurut hulman panjaitan dalam Harjono (2007) pengertian penanaman modal asing adalah suatu kegiatan penanaman modal yang didalamnya terdapat unsur asing (foreign element) yang ditentukan oleh adanya kewarganegaraan yang berbeda, asal modal, dan sebagainya. Modal yang ditanam dalam penanaman modal asing merupakan modal yang berasal dari milik asing maupun modal gabungan antar modal milik asing dengan modal dalam negeri.

Pada umumnya di negara yang sedang berkembang menganggap bahwa pembangunan ekonomi negara tersebut akan dapat dikembangkan lagi jika dapat memanfaatkan modal asing. Modal asing tersebut akan dimanfaatkan ke dalam sektor-sektor yang produktif. Untuk aliran modal asing yang lebih besar lagi perlu diciptakan iklim ekonomi yang baik sehingga investor asing akan menanamkan modalnya dan modal asing tersebut akan disertakan dalam pembangunan ekonomi.

Peranan modal asing dalam pembangunan adalah bersifat komplementer yang diarahkan sesuai prioritas pembangunan. Seperti yang dketahui pembangunan ekonomi berarti pengelolaan kekuatan ekonomi potensial menjadi


(20)

kekuatan ekonomi riil melalui penanaman modal, penggunaan kecakapan manajemen, tekhnik dan organisasi. Pelaksanaannya harus diusahakan berdasarkan kemampuan yang ada di dalam negeri agar tidak merugikan kepentingan nasional. Menurut Sumantoro (1989), penanaman modal asing harus diarahkan menurut bidang-bidang yang telah ditetapkan prioritasnya oleh pemerintah yaitu untuk sekto-sektor sebagai berikut:

1. Usaha yang membutuhkan modal swasta sangat besar dan tekhnologi yang tinggi

2. Usaha yang mengolah bahan baku menjadi bahan jadi 3. Usaha pendirian industri-industri dasar

4. Usaha yang menciptakan lapangan pekerjaan 5. Usaha yang menunjang penerimaan negara

6. Usaha yang menunjang penghematan devisa atau pengganti impor 7. Usaha yang menunjang pembangunan daerah

Kebijaksanaan dibidang penanaman modal asingtersebut secara keseluruhan tercakup pada kebijaksanaan pengembangan dunia usaha dan mencakup bidang-bidang pengaturan tekhnis dan pengarahan dalam rangka meningkatkan partisipasi masyarakat dalam kegiatan usaha, peningkatan penyebaran kegiatan usaha kedaerah, pembukaan lapangan kerja yang lebih luas bagi tenaga kerja Indonesia dan pengarahan potensi investasi yang ada.

Penanamanan modal asing ke suatu negara akan mencari objek investasi yang menarik, mendapatkan keuntungan dan aman. Investor asing akan berusaha mencari dan mendapat perlindungan, sesuai dengan undang-undang No. 1 tahun


(21)

1967 tentang penanaman modal asing. Disamping itu investor asing juga mengusahakan perlindungan dari negara asalnya atau dari organisasi-organisasi keuangan internasional.

Pada saat sekarang ini negara yang sedang berkembang ataupun negara maju telah menyadari dan mengusahakan hubungan kerjasama antara pemerintah dan pihak swasta. Hal ini bertujuan untuk meningkatkan penanaman modal dari negara maju ke negara yang sedang berkembang. Motif mencari untung dari kegiatan penanaman modal akan selalu di utamakan oleh negara maju, sedangkan bagi negara yang sedang berkembang menganggap kegiatan penanaman modal asing sebagai suatu kegiatan perluasan untuk mendapatkan perkembangan dalam negeri.

2.1.2 Penanaman Modal Dalam Negeri

Penanaman modal dalam negeri diatur dalam UU No.6 Tahun 1968 tentang Penanaman Modal Dalam Negeri. Penanaman modal dalam negeri adalah penggunaan modal dalam negeri (merupakan kekayaan Masyarakat Indonesia yang dimiliki oleh negara maupun swasta nasional atau swasta asing yang berdomisili di Indonesia yang digunakan guna menjalankan kegiatan usaha) bagi usaha-usaha yang mendorong pembangunan ekonomi pada umumnya (Harjono, 2007).

Usaha pengembangan penanaman modal dalam negeri telah dirintis oleh pemerintah, yaitu dengan kebijakan kredit investasi. Pemberian kredit investasi memerlukan keahlian dalam proses pembangunannya. Pemberian atau penyaluran kredit investasi sering didasarkan pada perintah atau komando dari atasan. Hal ini


(22)

menyebabkan hal-hal yang tidak diinginkan dimana terjadi pemborosan keuangan negara dan pengaruhnya terhadap inflasi (Sumantoro, 1989)

2.2 Konsep Daya Saing Investasi

Daya Saing (Competiveness) merupakan salah satu kata kunci yang lekat dengan pembangunan ekonomi lokal/daerah. Camagni (2002) mengungkapkan bahwa daya saing daerah kini merupakan salah satu isu sentral, terutama dalam rangka mengamankan stabilitas ketenagakerjaan, dan memanfaatkan integrasi eksternal (kecenderungan global), serta keberlanjutan pertumbuhan kesejahteraan dan kemakmuran lokal/daerah.

Mayer-Staner (2003) menegaskan bahwa “ Local Economic Development is about competiveness – it is about companies thriving in a competitive globalised world.” Yang dimaksud daerah “daerah” dalam hal ini adalah wilayah geografis tertentu didalam suatu negara atau antar beberapa negara. Untuk pengertian yang pertama, maka daerah merupakan bagian integral dari suatu negara. Berikut adalah beberapa definisi tentang daya saing daerah.

 Daya saing tempat (lokalitas dan daerah) merupakan kemampuan ekonomi dan masyarakat lokal untuk memberikan peningkatan standar hidup bagi warga atau penduduknya (Malecki, 1999)

 Daya saing daerah dapat didefinisikan sebagai kemampuan para anggota konstituen dari suatu daerah untuk melakukan tindakan dalam memastikan bahwa bisnis yang berbasis di daerah tersebut menjual tingkat nilai tambah yang tinggi dalam persaingan terbuka terhadap persaingan eksternal (European Commision, 1999)


(23)

 Daya saing daerah dapat didefinisikan sebagai kemampuan para anggota konstituen dari suatu daerah untuk melakukan tindakan dalam memastikan bahwa bisnis yang berbasis di daerah tersebut menjuual tingkat nilai tambah yang tinggi dalam persaingan internasional, dapat dipertahankan oleh aset dan institusi di daerah tersebut, dan karenanya menyumbang pada peningkatan PDB dan distribusi kesejahteraan lebih luas dalam masyarakat, menghasilkan standar hidup yang tinggi, serta virtuous cycle dampak pembelajaran (Charles dan Benneworth, 2000)

 Daya saing perkotaan (urban Competiveness) merupakan kemampuan suatu daerah perkotaan untuk memproduksi dan memasarkan produk-produknya yang serupa dengan produk dari daerah perkotaan lainnya (World Bank ; dan Webster dan Muller 2000).

 Daya saing daerah adalah kemampuan perekonomian daerah dalam mencapai pertumbuhan tingkat kesejahteraan yang tinggi dan berkelanjutan dengan tetap terbuka pada persaingan domestic dan internasional. (Abdullah, et, al, 2002)

Daerah merupakan suatu entitas ekonomi dan sebagai bagian integral dari suatu negara. Karena itu dengan analogi terhadap negara, maka daya saing daerah, hingga batas tertentu, pada dasarnya akan memiliki keserupaan fitur dengan daya saing negara.

2.3 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Daya Saing Investasi 2.3.1 Faktor Kelembagaan


(24)

Kelembagaan, mencakup kapasitas pemerintah dalam menjalankan fungsi-fungsi pemerintahan dalam hal perumusan kebijakan,pelayanan publik,kepastian dan penegakan hukum, serta pembangunan daerah. Dalam penelitian ini, faktor kelembagaan terbagi menjadi 4 variabel yaitu:

1. Variabel Kepastian Hukum

Variabel ini diukur dari konsistensi peraturan yang ada, baik peraturan pemerintah maupun pemerintah daerah, penegakan keputusan peradilan, sejauh mana suatu keputusan peradilan perdana maupun pidana itu dilaksanakan, kecepatan aparat keamanan dalam merespon setiap kondisi gangguan keamanan yang terjadi dan juga seberapa banyak pungutan liar yang terjadi di luar sistem dan prosedur, peaturan perundang-undangan yang berlaku.

2. Variabel Pelayanan Aparatur

Variabel ini diukur dari sejauh mana respon kepedulian pemerintah daerah terhadap permasalahan yang ada di kalangan dunia usaha yang ada di daerahnya, bagaimana panjang dan berbelitnya birokrasi pelayanan kebutuhan dunia usaha dalam melakukan usahanya, bagaimana potensi ekonomi daerah dan sejauh mana informasi atas potensi ekonomi daerah itu disebarluaskan atau seberapa banyak akses yang ada untuk mengetahui potensi ekonomi daerahnya dan juga berapa banyak penyalahgunaan wewenang oleh aparat dan seberapa besar penyalahgunaan wewenang ini merugikan dunia usaha. Persepsi masyarakat Dunia usaha terhadap pelayanan birokrat kebanyakan masih negatif. Namun hal ini tidak dapat di generalisir kepada seluruh birokrat di pemerintah sebab masih banyak birokrat yang menjalankan tugas dengan baik.


(25)

3. Variabel Kebijakan Daerah dan Peraturan Daerah

Variabel ini di ukur dari bagaimana kejelasan tarif dan kesesuaiannya antara ketentuan dengan pemungutannya,bagaimana kejelasan prosedur pengurusan perizinan pembayaran pungutan. Persoalan yang sering muncul dalam perizinan adalah adanya ketidaksesuaian antara ketentuan yang telah ditetapkan dalam aturan formalnya dengan pelaksanaannya dilapangan yang terkait dengan prosedur yang harus dilalui,ketepatan waktu penyesuaian dan besarnya biaya yang harus dilaksanakan, dan juga variabel ini dinilai dari bagaimana proses penyusunan peraturan dalam kaitan dengan dunia usaha apakah ada keterlibatan penuh dari semua unsur yang terkait dalam dunia usaha tersebut 4. Variabel Kepemimpinan Daerah

Variabel ini dinilai dari bagaimana kebijakan kepala daerah, apa inisiatif kepala daerah dan bagaimana hubungan kepala daerah dengan pengusaha. Kepemimpinan kepala daerah yang kuat akan mampu menciptakan iklim investasi yang kondusif. Banyak kebijakan-kebijakan daerah lahir dari inisiatif kepala daerah. Adanya transparansi dan akuntabilitas kebijakan pembangunan daerah sering juga lahir dari kepala daerah.

2.3.2 Faktor Sosial Politik

Yang dimaksud dengan kondisi sosial politik daerah adalah berbagai dampak atau akibat dari hubungan timbale balik antara segi kehidupan ekonomi dengan segi kehidupan politik, antara segi hukum dan segi kehidupan agama, segi kehidupan politik dan keamanan dan sebagainya. Kelompok variabel ini digunakan untuk mengukur seberapa kondusif aspek sosial, politik, keamanan,


(26)

dan budaya dalam mendukung perekonomian daerah dan daya tarik investasi daerah. Faktor sosial politik terbagi menjadi tiga variabel yaitu:

1. Variabel Keamanan

Variabel keamanan diukur dari seberapa besar jaminan keamanan dalam berusaha, bagaimana tingkat keamanan dimasyarakat dan bagaimana dampak dari kegiatan unjuk rasa.

2. Variabel Politik

Variabel politik diukur dari bagaimana hubungan antara eksekutif dan legislatif di daerah. Seperti kita ketahui bersama dua unsur pemerintahan daerah yang berperan besar terhadap jalannya roda pembangunan di daerah adalah DPRD sebagai unsur legislatif dan Pemda sebagai unsur eksekutif. Bila terjadi konflik antara dua unsur ini akan sangat berpengaruh terhadap pelayanan birokrasi terhadap pelaku usaha.

3. Variabel Sosial Budaya

Variabel sosial budaya ditinjau dari seberapa besar keterbukaan masyarakat menerima dunia usaha yang umumnya dilakukan oleh kaum pendatang dari daerah lain, bagaimana keterbukaan masyarakat terhadap tenaga kerja dari luar daerah, bagaimana etos kerja masyarakat lokal yang berbeda dengan kinerja tenaga kerja pendatang, bagaimana kemudahan memperoleh hak atas penguasaan tanah dan seberapa besar terjadinya potensi konflik dimasyarakat yang dapat menganggu kegiatan para pelaku usaha.


(27)

Faktor Keamanan, Politik dan Sosial Budaya (Kampolsosbud) merupakan pertimbangan dalam berinvestasi. Tingginya pertimbangan investor akan faktor ini bukan karena keadaan kondisi yang tidak baik, namun lebih dikarenakan harapan yang tinggi terhadap faktor kampolsosbud. Sektor primer (pertanian,perkebunan dan pertambangan) membutuhkan kemudahan memperoleh hak atas penguasaan tanah, keterbukaan masyarakat terhadap dunia usaha, keamanan usaha, keamanan masyarakat, dampak unjuk rasa yang rendah, etos kerja masyarakat lokal yang tinggi, atau paling tidak keterbukaan masyarakat lokal terhadap tenaga kerja di luar daerah. Sedangkan sektor tersier (perdagangan dan jasa) membutuhkan keamanan usaha yang tinggi di tempat usaha, di masyarakat sekitar tempat usaha, serta dalam lalu lintas pengiriman barang.

2.3.3 Faktor Ekonomi Daerah

Merupakan ukuran kinerja sistem ekonomi daerah secara makro. Perekonomian daerah mencakup beberapa hal, antara lain variabel utama makro ekonomi (seperti total output/PDRB, tingkat harga dan kesempatan kerja) yang membentuk struktur ekonomi daerah. Perekonomian daerah digunakan untuk mengukur daya dukung potensi ekonomi.

Faktor ekonomi daerah ditinjau dari beberapa variabel yaitu potensi ekonomi daerah yang tercermin dari Produk Domestik Regional Bruto baik berdasarkan harga berlaku maupun harga konstan yang kemudian dibagi dengan jumlah penduduk sehingga diperoleh nilai PDRB per kapita,pertumbuhan ekonomi daerah yang merupakan nilai persentase perbedaan antara Produk Domestik Regional Bruto dari tahun ke tahun, dan juga indeks kemahalan


(28)

konstruktif yang menunjukkan nilai kumulatif rata-rata barang konsumsi konstruksi yang ada.

Potensi ekonomi juga dapat dilihat dari potensi yang berbasis pada sumber daya alam, maupun potensi akibat bentukan karena di dorong oleh aktivitas usaha atau adanya investasi. Pertumbuhan ekonomi yang tinggi dan struktur ekonomi yang kuat akan memacu perekonomian di daerah, peningkatan daya beli, yang pada gilirannya akan mendorong sikap mental masyarakat ke arah yang lebih maju. Setiap daerah mempunyai corak pertumbuhan ekonomi yang berbeda dengan daerah lain. Oleh sebab itu perencanaan pembangunan ekonomi suatu daerah pertama-tama perlu mengenali karakter ekonomi,sosial dan fisik daerah itu sendiri,termasuk interaksinya dengan daerah lain. Dengan demikian tidak ada strategi pembangunan ekonomi daerah yang berlaku untuk semua daerah. Namun di pihak lain, dalam menyususun strategi pembangunan ekonomi daerah, baik jangka pendek maupun jangka panjang,pemahaman mengenai teori pertumbuhan ekonomi wilayah, yang dirangkum dari kajian terhadap pola-pola pertumbuhan ekonomi dari berbagai wilayah, merupakan satu faktor yang cukup menentukan kualitas rencana pembangunan ekonomi daerah.

2.3.4 Faktor Tenaga Kerja

Tenaga kerja merupakan faktor produksi yang sangat penting dalam pmbentukan nilai tambah suatu kegiatan ekonomi. Selain itu pekerja yang merupakan sumber daya manusia adalah komponen utama dari pembangunan `karena pelaku utama pembangunan adalah manusia. Untuk melihat gambaran tentang berapa besar nilai tambah suatu kegiatan ekonomi yang diberikan oleh


(29)

setiap pekerja pada suatu kegiatan ekonomi dapat dilihat dengan menghitung produktivitas tenaga kerja. Beberapa hal yang berhubungan dengan ketenagakerjaan yang dapat mempengaruhu daya tarik terhadap investasi adalah.

1. Variabel Ketersediaan Tenaga Kerja

Untuk kegiatan diperlukan adanya tenaga kerja yang cukup tersedia baik tenaga kerja yang sudah berpengalaman maupun yang belum berpengalaman. Tenaga kerja dapat diperoleh dari daerah yang bersangkutan atau dengan cara mendatangkan dari daerah lain. Ketersediaan tenaga kerja dilihat dari raso jumlah penduduk usia produktif; rasio pencari kerja dengan angkatan kerja; maupun tenaga kerja dengan basis pendidikan minimal SLTP yang sudah memiliki pengalaman kerja

2. Variabel Biaya Tenaga Kerja

Merupakan tingkat kompensasi untuk pekerja secara keseluruhan sebagai biaya yang dikeluarkan oleh pengusaha, yang biasanya merupakan upah atau gaji untuk pekerja. Pengupahan yang ditetapkan pemerintah UMP/UMK merupakan faktor penting bagi pengusaha untuk menjalankan kegiatan usahanya. Asumsinya semakin kecil upah yang ditetapkan pemerintah semakin menarik bagi investor untuk melakukan kegiatan investasi

3. Variabel Produktivitas Tenaga Kerja

Produktivitas diukur berdasarkan besarnya PDRB di sektor tertentu dibagi dengan jumlah pekerja di sektor tersebut. Metode ini banyak kelemahan


(30)

dan kekurangannya namun pengukuran ini masih memadai untuk menunjuk kecenderungan produktivitas kesempatan kerja.

2.3.5 Faktor Infrastruktur Fisik

Yang dimaksud dengan infrastruktur fisik adalah berbagai instalasi dan kemudahan dasar yang diperlukan masyarakat dalam melakukan aktivitas perdagangan dan kelancaran pergerakan barang dari satu daerah ke daerah lain atau juga dari satu negara ke negara lain. Faktor infrastruktur fisik dibagi menjadi dua variabel yaitu:

1. Variabel Ketersediaan Infrastruktur Fisik

Ketersediaan infrastruktur fisik diperlukan untuk kelancaran kegiatan usaha. Agar kelancaran kegiatan usaha tercaopai maka harus didukung oleh ketersediaan infrastruktur fisik yang memadai seperti jalan raya, kereta api, pelabuhan laut dan udara, sarana komunikasi, dan sumber energi

2. Kualitas dan Akses Terhadap Infrastruktur Fisik

Infrastruktur yang tersedia belum tentu menjamin kelancaran kegiatan usaha. Maka infrastruktur yang tersedia juga harus memiliki kualitas yang baik. Kualitas infrastruktur yang baik ditunjukkan dengan kemudahan akses terhadap infrastruktur yang ada.

Faktor infrastruktur fisik merupakan faktor yang menjadi pertimbangan yang cukup penting dalam berinvestasi. Dukungan infrastruktur yang baik mampu meningkatkan produktivitas faktor-faktor penentu berinvestasi lainnya. Semakin besar skala usaha maka kebutuhan akan infrastruktur juga semakin besar.


(31)

Implikasinya, jika pemerintah daerah menginginkan masuknya investor dengan skala usaha besar maka pemerintah daerah harus mampu mempersiapkan skala infrastruktur yang juga besar guna menunjang kegiatan usaha investor. Dua variable utama dalam menunjang infrastruktur fisik adalah variabel ketersediaan dan kualitas infrastruktur fisik. Kedua variabel ini sangat berpengaruh terhadap kelancaran kegiatan usaha daerah.

2.4 Penelitian Terdahulu

Lingkungan bisnis yang sehat diperlukan untuk dapat menarik investor dalam dan luar negeri. Beberapa sumber membuktikan, faktor utama yang mempengaruhi lingkungan bisnis adalah tenaga kerjadan produktivitas,perekonomian daerah, infrastruktur fisik, kondisi sosial politik, dan kelembagaan (institusi). Survei yang dilakukan KPPOD (2003) menunjukkan bahwa institusi atau kelembagaan merupakan faktor utama yang menentukan daya tarik investasi di suatu daerah, diikuti oleh kondisi sosial politik, infrastruktur fisik, kondisi ekonomi daerah dan produktivitas tenaga kerja. Dalam keadaan normal potensi ekonomi merupakan faktor utama pertimbangan investasi. Studi terhadap lebih dari 2.000 perusahaan di lebih dari 60 kabupaten/kota yang dilakukan oleh LPEM FEUI (2000) menunjukkan bahwa alasan utama dibalik peningkatan ketidak pastian usaha yang signifikan berhubungan dengan masih kurangnya kemampuan pemerintah daerah dalam menciptakan dan mempertahankan iklim bisnis yang baik.

Studi Kuncoro & Rahajeng (2005) dengan meneliti 55 pengusaha kecil, menengah, dan besar di DIY menunjukkan menurut persepsi pelaku usaha di DIY,


(32)

faktor kelembagaan memiliki bobot terbesar dalam menentukan daya tarik investasi/ kegiatan usaha di DIY. Kemudian diikuti oleh faktor infrastruktur fisik, yang ketiga adalah faktor sosial politik. Berikutnya adalah faktor ekonomi daerah dan yang terakhir adalah faktor tenaga kerja. Hal ini menunjukkan perbedaan antara peringkat bobot faktor penentu investasi daerah di DIY dengan peingkat bobot faktor investasi yang dilakukan KPPOD (2003) bahwa faktor yang memiliki bobot terbesar adalah faktor kelembagaan diikuti faktor sosial politik, ekonomi daerah. Kemudian faktor tenaga kerja dan faktor infrastruktur fisik yang mempunyai bobot yang sama.

Menurut persepsi pelaku usaha di DIY, bobot ketersediaan infrastruktur memiliki peringkat pertama kedua adalah keamanan diikuti oleh perda dan kebijakan, berikutnya di peringkat keempat adalah potensi ekonomi, kepastian hukum, sospol, budaya, produktivitas tenaga kerja, dan kualitas infrastruktur fisik. Aparatur dan pelayanan berada di peringkat sepuluh diikuti oleh keuangan daerah, struktur ekonomi, biaya tenaga kerja, perbankan dan ketersediaan tenaga kerja. Hal ini menunjukkan bahwa daya tarik investasi di DIY relative lebih dipengaruhi oleh faktor non ekonominya terutama Kelembagaan,Infrastruktur Fisik dan Sosial Politik, dibandingkan dengan faktor ekonomi yaitu Ekonomi Daerah dan Tenaga kerja. Menurut persepsi pelaku usaha di DIY faktor ekonomi cenderung lebih dapat di awasi dibandingkan dengan faktor non ekonomi.

Studi Haryadi kamal yaitu tentang Analisis Daya Tarik Investasi Di Provinsi Jambi menunjukkan aliran investasi masuk belum menunjukkan perkembangan yang signifikan di provinsi Jambi, terutama bila dibandingkan


(33)

dengan anggaran yang dikeluarkan oleh daerah. Faktor yang menjadi pertimbangan paling utama pengusaha dalam berinvestasi adalah faktor kelembagaan. Faktor kedua adalah sosial politik sementara yang ketiga adalah infrastruktur fisik. Faktor yang keempat adalah ekonomi daerah dan tenaga kerja merupakan faktor yang terakhir. Aparatur pelayanan, peraturan daerah, kepastian hukum, ketersediaan infrastruktur fisik dan keberadaan perbankan merupakan lima variabel yang paling menentukan daya tarik investasi suatu daerah. Sistem dan proses pelayanan investasi di provinsi jambi belum maksimal. Sebagian investor masih mengeluhkan tentang proses pengurusan persetujuan izin usaha, dan adanya biaya siluman atau pungutan tak resmi serta sistem pelayanan yang belum satu pintu. Di samping itu lamanya pengurusan izin menyebabkan para calon investor harus mengeluarkan biaya tambahan tak resmi.

2.5 Kerangka Konseptual

Dalam konteks pembangunan regional, investasi memegang peranan penting dalam pertumbuhan ekonomi. Secara umum, investasi baik PMA atau PMDN membutuhkan adanya iklim yang sehat dan kemudahan serta kejelasan prosedur penanaman modal. Investasi akan masuk ke suatu daerah tergantung dari daya tarik daerah tersebut terhadap investasi serta adanya iklim investasi yang kondusif. Keberhasilan daerah untuk menentukan faktor-faktor yang digunakan sebagai ukuran daya saing perekonomian daerah. Pembangunan suatu wilayah sangat bergantung pada kegiatan investasi wilayah yang secara berkesinambungan.


(34)

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui peringkat yang menjadi Faktor-faktor daya saing investasi di Kota Pematang Siantar. Berdasarkan tujuan serta untuk menjawab pertanyaan dalam penelitian ini, faktor-faktor dan variabel daya saing investasi di Kota Pematang siantar adalah :

1. Faktor kelembagaan dan variabelnya yaitu: kepastian hukum, keuangan daerah, aparatur, dan peraturan daerah

2. Faktor Sosial politikdan variabelnya yaitu: sosial politik, kemanan dan budaya

3. Faktor Ekonomi Daerah dan variabelnya yaitu: potensi ekonomi dan stuktur ekonomi

4. Faktor Tenaga Kerja dan variabelnya yaitu: Biaya tenaga kerja, ketersediaan tenaga kerja dan produktivitas tenaga kerja

5. Faktor infrastruktur fisik dan variabelnya yaitu: ketersediaan infrastruktur fisik dan kualitas infrastruktur fisik


(35)

 

Gambar 2.1 Kerangka Konseptual

Daya Saing Investasi

Kelembaga an Sosial Politik Ekonomi Daerah Tenaga Kerja Infrastruk-tur Fisik Aparatur & Pelayanan Perda & Kebijakan Keuangan Daerah Kepastian Hukum Keamanan Sospol Budaya Potensi Ekonomi Struktur Perbankan Produktivi-tas Biaya Ketersediaa n Ketersedia-an Kualitas


(36)

BAB III

METODE PENELITIAN

Metode penelitian adalah langkah dan prosedur yang akan dilakukan dalam pengumpulan data atau informasi empiris guna memecahkan permasalahan dan menguji hipotesis penelitian. Dalam mengumpulkan data yang diperlukan dalam penyusunan skripsi ini, penulis menggunakan cara sebagai berikut:

3.1 Jenis Penelitian

Jenis penelitian ini adalah penelitian deskriptif kuantitatif.

3.2 Tempat dan Waktu Penelitian

Tempat penelitian ini adalah di Kota Pematang Siantar. Penelitian ini mengamati faktor-faktor yang mempengaruhi daya saing investasi di Kota Pematang Siantar. Penelitian ini dilaksanakan pada tahun 2014.

3.3 Variabel Penelitian dan Definisi Operasional

Variabel adalah sesuatu yang mempunyai nilai, sedangkan definisi operasional adalah operasionalisasi konsep agar dapat diteliti atau di ukur melalui gejala-gejala yang ada. Variabel penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah variabel AHP yaitu berupa Faktor-faktor yang mempengaruhi daya tarik investasi di Kota Pematang siantar. Faktor-faktor dan variabel dalam penelitian ini dijelaskan sebagai berikut:


(37)

Mencakup kapasitas pemerintah dalam menjalankan fungsi-fungsi pemerintah dalam hal perumusan kebijakan, pelayanan publik, kepastian, serta penegakan hukum, serta pembangunan daerah. Variabel dalam Faktor kelembagaan adalah

1) Variabel kepastian hukum

2) Variabel Aparatur dan Pelayanan

3) Variabel Kebijakan Daerah/Peraturan Daerah 4) Variabel Keuangan Daerah

2. Faktor Sosial Politik

Yang dimaksud dengan kondisi sosial politik daerah adalah berbagai dampak atau akibat dari hubungan timbal balik antara segi kehidupan ekonomi dan segi kehidupan politik, antara segi hukum dan segi kehidupan agama, segi kehidupan politik dan kemanan dan sebagainya. Variabel dalam Faktor sosial politik adalah:

1) Variabel Keamanan 2) Variabel Sosial Politik 3) Variabel Budaya Masyarakat 3. Faktor Ekonomi Daerah

Merupakan ukuran kinerja ekonomi daerah secara makro. Variabel dalam Faktor sosial politik adalah:

1) Variabel potensi ekonomi 2) Variabel struktur ekonomi


(38)

4. Faktor Tenaga Kerja

Tenaga kerja merupakan faktor produksi yang sangat penting dalam pembentukan nilai tambah suatu kegiatan ekonomi. Variabel dalam Faktor tenaga kerja adalah:

1) Variabel ketersediaan tenaga kerja 2) Variabel biaya tenaga kerja

3) Variabel produktivitas tenaga kerja 5. Faktor Infrastruktur Fisik

Infrastruktur fisik mencakup berbagai instalasi dan kemudahan dasar yang diperlukan dalam kelancaran aktivitas perdagangan. Variabel infrastruktur fisik adalah:

1) Variabel ketersediaan infrastruktur fisik 2) Kualitas dan akses terhadap infrastruktur fisik

3.4 Skala Pengukuran Variabel

1. Faktor Kelembagaan pengukurannya dinyatakan dalam persen (%) 2. Faktor Sosial Politik pengukurannya dinyatakan dalam persen (%) 3. Faktor Ekonomi Daerah pengukurannya dinyatakan dalam persen (%) 4. Faktor Tenaga Kerja pengukurannya dinyatakan dalam persen (%) 5. Faktor Infrastruktur Fisik dinyatakan dalam persen (%)

3.5 Populasi dan Sampel

Penentuan responden yang disurvei dengan purposive sampling didasarkan pada kriteria sebagai berikut:


(39)

2. Perusahaan yang berasal dari daerah yang bersangkutan yaitu Kota Pematang Siantar

3. Perusahaan yang terdaftar di DISPERINDAG Kota Pematang Siantar Tujuan penggunaan sampel adalah agar peneliti dapat memperoleh data yang dapat mencerminkan keadaan populasi dengan biaya lebih murah dan waktu penelitian yang cepat.

Pengumpulan data tentang Analisis Daya Saing Investasi di Kota Pematang Siantar dilakukan dengan wawancara yang dipandu dengan kuesioner Analytical Hierarchy process (AHP) dengan target 30 responden pelaku usaha yang ada di Kota Pematang Siantar yang telah memenuhi kriteria diatas.

3.6 Jenis dan Sumber Data

Data merupakan gambaran tentang suatu keadaan atau persoalan yang dikaitkan dengan tempat dan waktu yang merupakan bahan untuk analisis dalam suatu keputusan. Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah jenis data primer dan sekunder.

Data primer merupakan data yang dikumpulkan dan diolah sendiri oleh organisasi yang menerbitkan atau mengolahnya. Sedangkan data primer untuk pemeringkatan faktor-faktor yang menjadi daya tarik investasi diperoleh dari pengusaha kecil,menengah dan besar yang ada di Kota Pematang Siantar.

Data sekunder yaitu data yang diperoleh dari survei instansional melalui sumber yang relevan dengan topik yang diteliti, yaitu dari instansi terkait diantaranya Badan Penanaman Modal dan Promosi Daerah Provinsi Sumatera utara, dan DISPERINDAG Kota Pematang Siantar.


(40)

3.7 Metode Pengumpulan Data

Dalam penelitian ini, pengumpulan data dilakukan dengan dua cara, yaitu pengumpulan data primer dan pengumpulan data sekunder. Pengumpulan data primer dilakukan melalui pengamatan langsung terhadap lokasi penelitian dan wawancara. Wawancara merupakan metode pengambilan data dengan cara bertanya langsung dengan responden. Wawancara dilakukan terhadap pengusaha kecil,menengah dan besar yang ada di Kota Pematang Siantar. Hasil wawancara tersebut dikemukakan secara tertulis dalam kuesioner.

Kuesioner yang diajukan kepada responden berupa kuesioner AHP dengan menggunakan daftar pertanyaan yang sifatnya tertutup (close question) yaitu jawaban kuesioner telah tersedia dan responden tinggal memilih beberapa alternatif dari pilihan jawaban yang disediakan

Pengumpulan data sekunder dilakukan dengan melalui studi pustaka. Studi pustaka merupakan metode pengumpulan data dengan mempelajari literatur-literatur yang berhubungan dengan topik penelitian, antara lain buku, jurnal, laporan dari lembaga terkait dan bahan lainnya yang berhubungan dengan penelitian ini.

3.8 Metode Analisis

Metode analisis yang digunakan adalah AHP (Analisis Hirarki Proses). Metode AHP merupakan suatu model yang diperkenalkan oleh Thomas L.Saaty pada tahun 1971. Saaty menyatakan bahwa AHP adalah suatu model untuk membangun gagasan dan mendefenisikan persoalan dengan cara membuat asumsi-asumsi dan memperoleh pemecahan yang diinginkan, serta


(41)

memungkinkan menguji kepekaan hasilnya. Dalam prosesnya AHP memasukkan pertimbangan dan nilai-nilai pribadi secara logis yang bergantung pada imajinasi, pengalaman dan pengetahuan. Di lain pihak proses AHP memberi suatu kerangka bagi partisipasi kelompok dalam pengambilan keputusan atau pemecahan persoalan.

Keuntungan penggunaan metode AHP adalah sebagai berikut:

1) Memberi satu model tunggal, mudah dimengerti dan luwes untuk berbagai persoalan yang terstruktur

2) Mempunyai sifat kompleksitas dan saling ketergantungan,dimana dalam memecahkan persoalan dapat memadukan rancangan deduktif dan rancangan berdasarkan sistem serta menangani saling ketergantungan elemen-elemen dalam satu sistem

3) Elemen-elemen suatu sistem dalam berbagai tingkat yang berlainan dan kelompok unsur yang serupa dalam setiap tingkat dapat disusun secara hirarki.

4) Dengan menetapkan berbagai prioritas dapat memberikan ukuran skala objek dan konsistensi logis dari pertimbangan-pertimbangan yang digunakan serta menuntun pada suatu taksiran menyeluruh kebaikan setiap alternative.

5) Memungkinkan orang memilih alternatif terbaik berdasarkan tujuan-tujuan mereka dan tidak memaksakan konsesus, tetapi mensintesis suatu hasil yang representatif dari berbagai penilaian yang berbeda-beda


(42)

6) Memungkinkan orang memperhalus definisi pada suatu persoalan dan memperbaiki pertimbangan dan pengertian melalui pengulangan.

Faktor dan variabel yang digunakan dalam penelitian ini sesuai dengan yang digunakan oleh KPPOD dalam penelitian mengenai daya tarik investasi daerah tahun 2002,2003. AHP memecahkan suatu permasalahan investasi daerah secara hierarki. Metode AHP yang digunakan dalam penelitian ini adalah yang dikembangkan oleh Render (2000). Pemilihan alat analisis didasarkan pertimbangan bahwa AHP merupakan salah satu alat atau salah satu model pengambilan keputusan dengan input utama adalah persepsi manusia. AHP merupakan salah satu metode yang memecah suatu masalah kompleks ke dalam kelompok-kelompok secara hirarki. Dengan AHP pembobotan suatu faktor atau variabel dapat dilakukan sesuai dengan persepsi manusia sehingga diharapkan dapat menggambarkan kondisi yang senyatanya. Penelitian ini memecah masalah investasi daerah ke dalam beberapa faktor penentu daya tarik investasi daerah berdasarkan faktor penentu daya tarik investasi yang di tetapkan oleh KPPOD ke dalam beberapa variabel. Berikut ini adalah langkah-langkah dalam metode AHP (Saaty,1993):

Langkah pertama adalah menentukan tujuan berdasarkan permasalahan yang ada. Tujuan yang diambil dalam penelitian ini adalah menentukan pemeringkatan faktor-faktor yang mempengaruhi daya tarik investasi di Kota Pematang Siantar.


(43)

Langkah kedua adalah menentukan kriteria. Kriteria diperoleh dari hasil pra-suvey dan dari hasil pra survey yang telah dilakukan maka kriteria yang diperoleh adalah:

1. Faktor daya tarik investasi dipandang dari aspek Kelembagaan 2. Faktor daya saing investasi dipandang dari aspek Sosial Politik 3. Faktor daya saing investasi dipandang dari aspek Ekonomi Daerah 4. Faktor daya saing investasi dipandang dari aspek Tenaga Kerja 5. Faktor daya saing investasi dipandang dari aspek Infrastruktur Fisik Langkah ketiga adalah menentukan alternatif. Alternatif juga diperoleh dari hasil pra- survey. Dalam hal ini membahas mengenai pemeringkatan faktor-faktor yang menjadi daya tarik investasi di Kota Pematang Siantar. Dari hasil pembahasan tersebut maka diperoleh alternatif sebagai berikut:

1. Faktor-Faktor yang mempengaruhi daya saing investasi ditinjau dari aspek Kelembagaan meliputi:

a) Aparatur dan Pelayanan b) Perda dan Kebijakan c) Keuangan Daerah d) Kepastian Hukum

2. Faktor-Faktor yang mempengaruhi daya saing investasi ditinjau dari aspek Sosial Politik meliputi:

a) Keamanan b) Sospol c) Budaya


(44)

3. Faktor-Faktor yang mempengaruhi daya saing investasi ditinjau dari aspek Ekonomi Daerah meliputi:

a) Potensi Ekonomi b) Struktur

c) Perbankan

4. Faktor-Faktor yang mempengaruhi daya saing investasi ditinjau dari aspek Tenaga Kerja meliputi:

a) Produktivitas b) Biaya c) Ketersediaan

5. Faktor-Faktor daya saing investasi ditinjau dari aspek Infrastruktur Fisik meliputi:

a) Ketersediaan b) Kualitas

Langkah keempat adalah menyebarkan kuesioner kepada sejumlah responden yang sudah ditentukan

Langkah kelimaadalah menyusun matriks dari hasil rata-rata yang didapat dari sejumlah responden tersebut. Kemudian hasil diolah menggunakan expert choice versi 9.0

Langkah keenamadalah,menganalisis hasil olahan dari expert choice versi 9.0 untuk mengetahui hasil nilai inkonsistensi dan prioritas. Jika nilai konsistensinya lebih dari 0,10 maka hasil tersebut tidak konsisten, namun jika kurang dari 0,10 maka hasil tersebut konsisten.


(45)

Langkah ketujuh adalah penentuan skala prioritas dari kriteria dan alternatif untuk mencapai variabel hierarki dengan tujuan pemeringkatan faktor-faktor yang menentukan daya saing investasi di Kota Pematang Siantar.

Bobot yang lebih besar dari suatu faktor atau variabel menunjukkan faktor atau variabel tersebut lebih penting dibandingkan dengan faktor atau variabel lainnya dalam menentukan daya tarik investasi suatu daerah menurut persepsi pelaku usaha. Dengan memasukkan unsur persepsi maka metode AHP dapat mengatasi kelemahan utama pada metode pengambilan keputusan yang selama ini sering dikenal dengan kelemahan dalam mengubah data kualitatif ke dalam bentuk kuantitatif. Selain itu AHP juga mampu memberikan prioritas alternatif dan melacak ketidakkonsistenan dalam prtimbangan dan preferensi seorang responden (Saaty,2002).

Ada empat asumsi dasar yang harus dipenuhi agar dapat menggunakan dan memahami metode AHP yaitu:

Reciprocal comparison artinya pengambilan keputusan harus mampu membuat perbandingan dan menyatakan preferensinya. Preferensi tersebut harus memenuhi syarat resiprokal yaitu apabila A lebih disukai daripada B dengan skala X maka B lebih disukai daripada A dengan skala 1/X

Homogeneity, artinya preferensi seseorang harus dapat dinyatakan dengan skala terbatas atau dengan kata lain elemen-elemennya dapat dibandingkan satu sama lain. Jika elemen ini tidak terpenuhi maka


(46)

elemen-elemen yang dibandingkan tidak homogeneus dan harus dibentuk suatu elemen-elemen yang baru.

Independence diasumsikan bahwa kriteria tidak terpengaruhi oleh alernatif-alternatif yang ada tetapi dipengaruhi oleh sasaran secara keseluruhan artinya perbandingan antar elemen-elemen dalam suatu level dipengaruhi elemen-elemen dalam level diatasnya.

Expectation tujuan pengambilan keputusan struktur hirarki diasumsikan lengkap.

Adapun prinsip dasar metode AHP adalah sebagai berikut (Saaty,1990)

Decomposition proses penguraian permasalahan faktor dan variabel sehingga diperoleh suatu hierarki

Comparative judgement proses penilaian kepentingan relatif terhadap elemen-elemen yang terdapat dalam suatu tingkatan sehubungan dengan tingkatan diatasnya yang disajikan dalam bentuk matriks pairwaise comparison.

Synthesis of priority, setelah diperoleh skala perbandingan berpasangan maka akan dicari satu eigen vector yang menunjukkan sintesis local priority pada suatu hierarki

Logical consistency AHP mentoleransi tingkat konsistensi sebesar kurang dari 10% apabila lebih dari 10% maka responden dianggap tidak konsisten dalam menjawab pertanyaan maka diperbolehkan melakukan perbaikan atas penilaian yang diberikan.


(47)

Matriks pairwaise tidak ada yang bernilai 0 dan bilangan negatif sehingga dengan skala 1-9 maka syarat tersebut terpenuhi karena elemen terkecil adalah 1/9 dan terbesar 9

Menurut Saaty (1993) untuk menetapkan prioritas elemen-elemen dalam suatu persoalan keputusan adalah dengan membuat perbandingan berpasangan (pairwase comparison), yaitu setiap elemen dibandingkan berpasangan terhadap kriteria yang ditentukan. Bentuk perbandingan adalah matriks :

C A1 A2 A3 A4 A1 1

A2 1

A3 1

A4 1

Pengisian matriks banding berpasangan tersebut, menggunakan bilangan yang menggambarkan relatif pentingnya suatu elemen di atas yang lainnya. Skala itu mendefinisikan dan menjelaskan nilai 1-9 yang ditetapkan sebagai pertimbangan dalam membandingkan pasangan elemen yang sejenis di setiap tingkat hierarki terhadap suatu kriteria yang berada setingkat di atasnya. Pengalaman telah membuktikan bahwa skala dengan Sembilan satuan dapat diterima dan mencerminkan derajat sampai mana mampu membedakan intensitas tata hubungan antar elemen.

C:KRITERIA A:ALTERNATIF


(48)

Skala banding berpasangan yang digunakan dalam penyusunan AHP untuk menentukan susunan prioritas alternatif dan kriteria guna mencapai sasaran pemeringkatan faktor-faktor daya saing investasi di Kota Pematang Siantar.

Arti dari angka 1 s/d 9 dalam skala pilihan adalah sebagai berikut

 Angka 1 artinya sama penting: dua hal yang diperbandingkan sama pentingnya

 Angka 3 artinya sedikit (moderate) lebih penting : satu hal yang diperbandingkan sedikit lebih penting dibandingkan komponen lainnya  Angka 5 artinya lebih penting: satu hal yang diperbandingkan lebih

penting dibandingkan dengan komponen lainnya

 Angka 7 artinya sangat penting : satu hal yang diperbandingkan sangat lebih penting dibandingkan dengan komponen lainnya

 Angka 9 artinya sangat penting: satu hal yang diperbandingkan mutlak lebih penting dibandingkan komponen lainnya

Sedangkan angka genap 2,4,6,8 merupakan nilai tengah di antara dua nilai keputusan yang berdekatan. Dalam matriks pairwase berlaku prinsip kebalikan artinya jika untuk aktivitas I mendapat satu angka bila dibandingkan dengan aktivitas j, maka aktivitas j mempunyai nilai kebalikannya bila dibandingkan dengan i.

Setelah semua pertimbangan diterjemahkan secara numerik validitasnya dievaluasi dengan uji konsistensi. Pada persoalan pengambilan keputusan, konsistensi sampai kadar tertentu dalam menetapkan prioritas untuk


(49)

elemen-elemen atau aktivitas-aktivitas berkenaan dengan beberapa kriteria adalah perlu untuk memperoleh hasil-hasil yang sahih dalam dunia nyata.

AHP mengukur konsistensi menyeluruh dari berbagai pertimbangan melalui rasio konsistensi. Nilai rasio konsistensi harus 10 persen atau kurang (CR≤0,1). Jika lebih dari 10%, pertimbangan itu mungkin agak acak dan mungkin perlu diperbaiki. Pengukuran rasio konsistensi (CR) adalah sebagai berikut:

CR=CI/RI

Untuk keperluan pengolahan data pada dasarnya AHP dapat menggunakan dari satu responden ahli. Namun dalam aplikasinya penilaian kriteria dan alternatif dilakukan oleh beberapa ahli multidisipliner. Konsekuensinya pendapat beberapa ahli perlu dicek konsistensinya satu persatu, pendapat yang konsistensi kemudian digabungkan dengan menggunakan rata-rata geometric (Saaty, 1993).

Hasil penelitian gabungan tersebut selanjutnya diolah dengan prosedur AHP. Setelah dilakukan running melalui program expert choice versi 9.0, akan ditunjukkan hasil urutan skala prioritas secara grafis untuk mencapai sasaran. Urutan skala prioritas tersebut sesuai dengan bobot dari masing-masing alternatif dan kriteria serta besarnya konsistensi gabungan hasil running, apabila besarnya rasio konsistensi tersebut ≤ 0,1, maka keputusan yang diambil oleh para responden untuk menentukan skala prioritas cukup konsisten, artinya bahwa skala

CR: Consistency Ratio CI: Consistency Indeks


(50)

prioritas tersebut dapat diimplementasikan sebagai kebijakan untuk mencapai sasaran.


(51)

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

Survei ini dilakukan terhadap 30 perusahaan yang terdapat di Kota Pematang Siantar. Survey dilakukan dalam kurun waktu Juni 2014. Dalam penelitian tentang Analisis Daya Saing Investasi Di Kota Pematang Siantar terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi daya saing investasi di kota Pematang Siantar yaitu: faktor kelembagaan, faktor sosial politik, faktor ekonomi daerah, faktor tenaga kerja, dan faktor infrastruktur fisik. Dalam penelitian ini dilakukan pemeringkatan terhadap faktor-faktor tersebut, sehingga diketahui faktor yang menjadi faktor yang dominan dalam menentukan kegiatan investasi di Kota Pematang Siantar. Berikut ini merupakan pemaparan mengenai temuan-temuan penelitian ini.

4.1 Kondisi Demografi Kota Pematang Siantar

Sebagai kota perdagangan, secara geografi Pematang Siantar diapit Kabupaten Simalungun yang memiliki kekayaan perkebunan, karet, sawit, teh, dan hasil pertanian. Kemudian kota ini juga menghubungkan jalan darat ke kabupaten-kabupaten lainnya, seperti Toba Samosir, Tapanuli utara dan Tapanuli selatan. Sehingga posisinya sangat strategis sebagai kota transit perdagangan antar kabupaten atau transit wisata ke Danau Toba Parapat.


(52)

Tabel 4.1

Kecamatan di Kota Pematang Siantar

No Kecamatan Luas (Km2)

1 Siantar Marihat 25,83

2 Siantar Selatan 2,02

3 Siantar Barat 3,21

4 Siantar Utara 3,65

5 Siantar Timur 4,52

6 Siantar Martoba 40,75

Total 79,97

Sumber : Badan Pusat Statistik Kota Pematang Siantar

Kota Pematang Siantar terdiri dari 6 kecamatan yaitu kecamatan Siantar Marihat, Siantar Selatan, Siantar Barat, Siantar Selatan, Siantar Timur dan Siantar Martoba dengan jumlah kelurahan sebanyak 43 kelurahan.

Kondisi geografis Wilayah kota Pematang Siantar berada antara 3o 01’ 09” – 20 54’ 40” Lintang Utara dan 99o 6’ 23”- 99o 1’ 10” dengan luas wilayah 79,97 km2 dengan batas-batas sebagai berikut:

 Batas Utara : Kabupaten Simalungun  Batas Selatan : Kabupaten Simalungun  Batas Timur : Kabupaten Simalungun  Batas Barat : Kabupaten Simalungun

Kecamatan dengan luas wilayah terbesar adalah Kecamatan Siantar Martoba 940,75km2) Sedangkan Kecamatan dengan luas terkecil yaitu Kecamatan Siantar Selatan (2,02 Km2). Struktur geologis wilayah ini adalah berada pada ketinggian 0,5-5 meter diatas permukaan laut dengan tanah yang berbukit-bukit.


(53)

4.2Pertumbuhan Ekonomi Kota Pematang Siantar Tabel 4.2

Perkembangan PDRB Tahun 2008-2011

Uraian 2008 2009 2010 2011

Pertumbuhan (%) 5,72 5,36 5,85 6,02

Sumber Pertumbuhan (%)

Pertanian -0,37 0,02 -0,01 -0.02

Pertambangandan Penggalian 0,00 0,00 0,00 0,00

Industri Pengolahan 0,91 0,21 0,21 0,09

Listrik, gas dan Air Bersih -0,04 0,03 0,03 0,02

Konstruksi 0,06 0,30 0,28 0,03

Perdagangan 1,28 2,87 2,70 2,47

Pengangkutan dan Komunikasi

0,99 0,76 0,78 0,83

Keuangan dan jasa Keuangan 1,44 1,06 0,90 0,85

Jasa-jasa 0,84 0,60 0,45 1,46

Sumber : PDRB Lapangan Usaha Kota Pematang Siantar 2006-2011

Kemajuan perekonomian suatu wilayah dapat diukur dengan besaran nilai Produk Domestik Bruto (PDRB). Besaran pertumbuhan PDRB sering diasumsikan sebagai peningkatan pendapatan perkapita yang berkaitan dengan kesejahteraan yang meningkat. Tahun 2008 PDRB Kota Pematang Siantar adalah sebesar 5,72% dan setiap tahun mengalami peningkatan dan pada tahun 2011, PDRB kota pematang siantar tumbuh sebesar 6,02%.

Sumber pertumbuhan dari sektor pertanian pada tahun 2008 adalah sebesar -0,37% dan pada tahun 2009 mengalami peningkatan menjadi sebesar 0,02% dan mengalami penurunan kembali menjadi -0,02% pada tahun 2011. Dari sektor pertambangan dan penggalian tidak mengalami perubahan dari tahun ke tahun yaitu sebesar 0,00%. Dari sektor industri pengolahan pada tahun 2008 adalah sebesar 0,91% dan mengalami penurunan menjadi 0,9% pada tahun 2011.


(54)

Dari sektor listrik, gas dan air bersih pada tahun 2008 adalah sebesar -0,04% dan mengalami peningkatan pada tahun 2009 dan 2010 sebesar 0,3% dan mengalami penurunan kembali pada tahun 2011 menjadi sebesar 0,02%. Dari sektor konstruksi mengalami penurunan yaitu sebesar 0,06% pada tahun 2008 menjadi 0,03% pada tahun 2011. Dari sektor perdagangan mengalami peningkatan yaitu 1,28% pada tahun 2008 menjadi 2,47% pada tahun 2011.

Dari sektor pengangkutan dan komunikasi mengalami penurunan yaitu sebesar 0,99% pada tahun 2008 menjadi 0,83% pada tahun 2011. Dari sektor keuangan dan jasa keuangan mengalami penurunan yaitu sebesar 1,44% pada tahun 2008 menjadi 0,85% pada tahun 2011. Dari sektor jasa-jasa mengalami peningkatan yaitu pada tahun 2008 sebesar 0,84% menjadi 1,46% pada tahun 2011.

Tahun 2011, PDRB kota pematang siantar tumbuh sebesar 6,02%, dimana sumber pertumbuhan terbesar berasal dari sektor perdagangan, hotel dan restoran (2,47%) dan yang terkecil berasal dari sektor pertambangan dan penggalian 0,001%).

4.3 Inflasi Di Kota Pematang Siantar Tabel 4.3

Indeks Harga Konsumen dan Inflasi

Indikator 2007 2008 2009 2010 2011

IHK 156,59 113,11 116,19 127,44 132,85

Inflasi (%) 8,37 10,16 2,72 9,68 4,25

Sumber : Pematang Siantar dalam angka 2012

Inflasi sebagai salah satu produk dari penghitungan Indeks Harga Konsumen (IHK), merupakan masalah dominan dalam perekonomian suatu


(55)

wilayah. Laju inflasi dalam arti sempit adalah meningkatnya tingkat harga dan barang dan jasa kebutuhan masyarakat secara rata-rata. Laju inflasi yang tinggi dan berlangsung secara terus menerus dalam jangka waktu yang lama akan mengakibatkan stagflasi, sedang apabila tingkat inflasi sangat rendah akan mengakibatkan resesi ekonomi.

Pada tahun 2011, besaran nilai IHK sebesar 132,85 dan nilai inflasi yang terbentuk sebesar 132,85 dan nilai inflasi yang terbentuk sebesar 4,25%. Bila dilihat dari komponen pembentuk inflasi, komoditi sandang merupakan penyumbang terbesar bagi pembentukan inflasi (8,96%).

4.4 Ketenagakerjaan Di Kota Pematang Siantar Tabel 4.4

Statistik Ketenagakerjaan

Uraian 2009 2010 2011

TPAK 64,41 62,55 65,79

Tingkat Pengangguran Terbuka(%)

12,37 10,40 9,50

Bekerja(%) 87,63 89,60 90,50

Bekerja Di sektor Pertanian 8,63 7,60 9,12

Bekerja Di Sektor Industri 5,97 8,24 11,4

Bekerja Di Sektor Perdagangan

36,25 41,64 32,48

Bekerja Di Sektor Jasa 24,69 28,57 34,2

Bekerja Di Sektor Lainnya 18,49 15,18 17,43

Sumber : Susenas 2009,2010,2011

Dalam kurun waktu tiga tahun terakhir nilai TPAK cenderung berfluktuatif dan nilai TPT cenderung menurun. Tahun 2011 nilai TPAK sebesar 65,79%, mengalami peningkatan bila dibandingkan tahun 2010 sebesar 62,25%. Peningkatan nilai TPAK sejalan penurunan nilai TPT, dimana nilai TPT pada tahun 2011 sebesar 9,50%.


(56)

Bila dilihat dari lapangan usaha pekerjaan, 34,25% penduduk kota pemang siantar bekerja disektor jasa-jasa diikuti oleh sektor perdagangan sebanyak 32,48%, sektor lainnya sebesar 17,43%, sektor industri sebesar 11,44%, dan sektor pertanian sebesar 9,12%.

4.5 Sektor Industri Kota Pematang Siantar Tabel 4.5

Jumlah Industri di Kota Pematang Siantar Jumlah Industri

Uraian 2009 2010 2011

Kecil 501 526 526

Besar dan Sedang 38 35 35

Sumber: Pematang Siantar dalam angka 2012

Pembangunan sektor industri tidak dapat dipisahkan dari pembangunan perekonomian sesungguhnya. Pembangunan tekhnologi yang masih padat karya pada sektor ini berpotensi untuk mengurangi jumlah pengangguran. Dari sisi jumlah, banyaknya industri pengolahan baik kategori kecil maupun besar tidak mengalami perubahan.

Tabel 4.6

Distribusi Nilai Tambah Sektor Industri Pengolahan (Miliar RP)

Industri 2009 2010 2011

Industri Makanan Minuman dan Tembakau 97,04 97 96,99

Industri Tekstil, Pakaian Jadi dan Kulit 0,44 0,44 0,45

Industri Kayu 0,66 0,67 0,66

Industri Percetakan 0,49 0,50 0,51

Industri Kimia 1,15 1,16 1,15

Industri Barang Galian Bukan Logam - - -

Industri Logam Dasar - - -

Industri barang dari logam O,13 0,14 0,14

Industri Pengolahan lainnya 0,09 0,09 0,09

Sumber: PDRB Kota Pematang Siantar 2006-2011


(57)

makanan, minuman dan tembakau mencapai 96,99 persen, diikuti oleh industri kimia 1,16%, industri kayu 0,66%, industri percetakan 0,51%, industri tekstil 0,45%, industri mesin dan perlengkapan 0,14% dan kontribusi paling kecil diberikan oleh industry pengolahan lainnya yaitu 0,09%.

4.6 Perbankan Dan Investasi di Kota Pematang Siantar Tabel 4.7

Posisi Kredit UMKM 2011

Jenis Kredit Nominal %

Mikro s/d 50 juta 132.069 16,89

Kecil (>50 juta- 500 juta) 330.853 42,30

Menengah (>500 juta- 5 M) 319.143 40,81

Sumber : Bank Indonesia

Kebijakan pemerintah dalam upaya untuk mengembangkan dunia usaha mikro, kecil dan menengah mendorong lembaga keuangan bank untuk ikut juga berperan aktif dalam membentuk pemberian kredit kepada usaha/perusahaan mikro, kecil dan menengah. Jumlah kredit mikro, kecil dan menengah pada tahun 2011 mencapai 782.065 juta rupiah, dimana 16,89% disalurkan dalam bentuk kredit mikro.

Tabel 4.8

Posisi Pinjaman Menurut Lokasi Proyek (Juta Rp)

Lapangan Usaha 2010 2011

Pertanian, Peternakan, Kehutanan dan Perikanan

26.629 29.557

Pertambangan dan Penggalian 165 117

Industri Pengolahan 357.344 841.470

Listrik, Gas dan Air Bersih 1.100 90

Konstruksi 45.586 52.315

Perdagangan, Hotel dan Restoran 505.227 559.313

Pengangkutan dan Komunikasi 29.712 57.333

Keuangan 14.032 16.613

Jasa-Jasa 41.589 161.579


(58)

Sumber : Bank Indonesia

Posisi pinjaman yang disalurkan oleh perbankan di Kota Pematang Siantar mencapai 1.718.407 juta rupiah, meningkat sebesar 68,07% dibandingkan dengan tahun 2010. Jumlah kredit terbesar diserap oleh lapangan usaha industri pengolahan yang mencapai 841.80 juta rupiah (68,07%). Sedangkan lapangan usaha listrik, gas dan air bersih menyerap kredit paling kecil yaitu hanya 90 juta rupiah (0,01%)

4.7 Peringkat Daya Saing Investasi Di Kota Pematang Siantar

Hasil pemeringkatan daya saing investasi yang dilakukan terhadap 30 perusahaan yang terdapat di Kota Pematang Siantar disajikan berdasarkan peringkat secara umum dan berdasarkan masing masing peringkat faktor (5 faktor). Penyajian seperti ini dimaksudkan agar diperoleh gambaran lengkap terhadap hasil secara total, serta untuk mengetahui kelebihan dan kekurangan masing-masing faktor yang berpengaruh terhadap kegiatan investasi di Kota Pematang Siantar.

Priorities with respect to:

Goal: Analisis Daya Saing Investasi

inconsistency: 0,04

With 0 missing judgements Kelembagaan     .375

Sosial Politik      .068 Ekonomi Daerah     .208 Tenaga Kerja      .144 Infrastruktur Fisik     .205


(59)

Faktor-Faktor Daya Saing Investasi di Kota Pematang Siantar

Peringkat faktor-faktor yang mempengaruhi daya saing investasi di Kota Pematang Siantar secara umum diperoleh dari akumulasi seluruh faktor pemeringkatan (5 faktor dan 15 variabel). Dari 5 faktor pembentuk daya saing investasi di kota Pematang Siantar diperoleh hasil sebagai berikut:

 Faktor Kelembagaan menempati urutan pertama sebesar 37,5%. Faktor Kelembagaan mencakup kapasitas pemerintah dalam hal perumusan kebijakan, pelayanan publik, kepastian dan penegakan hukum, serta pembangunan daerah. Dalam penelitian ini, faktor kelembagaan terbagi menjadi 4 variabel yaitu : variabel kepastian hukum, variabel pelayanan aparatur, variabel kebijakan daerah dan peraturan daerah, variabel kepemimpinan daerah.

 Faktor ekonomi daerah menempati urutan kedua yaitu sebesar 20,8%. Faktor ekonomi daerah merupakan ukuran kinerja sistem ekonomi daerah secara makro. Perekonomian daerah mencakup beberapa hal, antara lain PDRB, tingkat harga dan kesempatan kerja yang membentuk struktur ekonomi daerah. Faktor ekonomi daerah diukur melalui 3 Variabel yaitu : variabel potensi ekonomi, variabel struktur ekonomi dan variabel perbankan.

 Faktor infrastruktur fisik menempati urutan ketiga yaitu sebesar 20,5%. Faktor infrastruktur fisik mencakup berbagai instalasi dan kemudahan dasar yang diperlukan dalam melakukan aktivitas perdagangan dan kelancaran pergerakan barang dari satu daerah ke daerah lain atau juga


(60)

dari satu negara ke negara lain. Faktor infrastruktur fisik dibagi menjadi 2 Variabel yaitu : variabel ketersedian infrastruktur fisik dan variabel kualitas infrastruktur fisik.

 Faktor tenaga kerja menempati urutan keempat yaitu sebesar 14,4%. Faktor tenaga kerja merupakan faktor produksi yang sangat penting dalam pembentukan nilai tambah suatu kegiatan ekonomi. Selain itu pekerja merupakan komponen utama dari pembangunan. Faktor tenaga kerja terdiri dari 3 Variabel yaitu : variabel ketersediaan tenaga kerja, variabel biaya tenaga kerja dan variabel produktivitas tenaga kerja.

 Faktor sosial politik menempati urutan kelima yaitu sebesar 6,8%. Faktor sosial politik digunakan untuk mengukur sebagaimana kondusif aspek sosial, politik, keamanan dan budaya dalam mendorong perekonomian daerah dan daya saing investasi daerah. Faktor sosial politik terbagi menjadi 3Variabel yaitu : variabel keamanan, variabel politik dan variabel sosial budaya.


(61)

4.7.1 Faktor Kelembagaan

Priorities with respect to:

Goal : Analisis Daya Saing Investasi > Kelembagaan

inconsistency : 0,06 

With 0 missing judgements

Gambar 4.2

Peringkat Variabel-variabel Faktor Kelembagaan

Peringkat berdasarkan faktor kelembagaan diperoleh dari akumulasi score tiap indikator yang tergabung dalam faktor tersebut. Indikator-Indikator dalam faktor kelembagaan dapat dikelompokkan menjadi 4 variabel yaitu : Variabel aparatur dan pelayanan, Variabel kepastian hukum, Variabel keuangan daerah dan Variabel peraturan daerah. Adapun hasil dari faktor kelembagaan terhadap kegiatan investasi di Kota Pematang Siantar dapat kita lihat pada gambar diatas. Dari keempat variabel tersebut dapat disimpulkan bahwa :

 Variabel Aparatur dan Pelayanan menempati urutan pertama yaitu sebesar 43,9%. Variabel ini diukur dari sejauh mana respon kepedulian pemerintah daerah terhadap permasalahan yang ada di kalangan dunia usaha yang ada di daerahnya.

 Variabel Keuangan Daerah menempati urutan kedua yaitu sebesar 27,8%. Variabel ini diukur dari bagaimana kejelasan tarif dan kesesuaiannya Aparatur dan Pelayanan      .439

Perda dan Kebijakan        .14 Keuangan Daerah     .278 Kepastian Hukum      .143


(62)

antara ketentuan dengan pemungutannya dan bagaimana kejelasan prosedur pengurusan perizinan pembayaran pungutan.

 Variabel Perda dan Kebijakan menempati urutan ketiga yaitu sebesar 14,3%. Variabel ini dinilai dari bagaimana kebijakan kepala daerah, bagaimana inisiatif kepala daerah dan bagaimana hubungan kepala daerah dengan pengusaha. Kepemimpinan kepala daerah yang kuat akan mampu menciptakan iklim investasi yang kondusif.

 Variabel Kepastian Hukum menempati urutan keempat yaitu sebesar 14,3%. Varibel ini diukur dari konsistensi peraturan yang ada, baik peraturan pemerintah pusat maupun pemerintah daerah, penegakan keputusan peradilan, kecepatan aparat keamanan dalam merespon setiap gangguan keamanan yang terjadi dan juga seberapa banyak pungutan liar yang terjadi di luar sistem dan prosedur, serta perundang-undangan yang berlaku.

Dapat disimpulkan bahwa pada faktor kelembagaan variabel aparatur menempati urutan pertama yaitu sebesar 43,9%, variabel keuangan daerah pada urutan kedua yaitu sebesar 27,8%, variabel perda dan kebijakan pada urutan ketiga sebesar 14,3% dan variabel kepastian hukum menempati urutan keempat sebesar 14,3%.


(63)

4.7.2 Faktor Sosial Politik

Priorities with respect to:

Goal : Analisis Daya Saing Investasi > Sosial Politik

inconsistency : 0,02

With 0 missing judgements

Gambar 4.3

Peringkat Variabel-Variabel Faktor Sosial Politik

Indikator- indikator dalam faktor sosial politik dapat dikelompokkan menjadi Tiga Variabel yaitu : Variabel Keamanan, Variabel Sosial Politik dan Variabel Budaya. Adapun hasil dari faktor sosial politik terhadap kegiatan investasi di Kota Pematang Siantar dapat kita lihat pada gambar diatas. Dari ketiga variabel tersebut dapat disimpulkan bahwa :

 Variabel keamanan menempati urutan pertama yaitu sebesar 50,4%. Variabel keamanan diukur dari seberapa besar jaminan keamanan dalam berusaha dan bagaimana tingkat keamanan dimasyarakat.

 Variabel budaya menempati urutan kedua yaitu sebesar 31,7%. Variabel budaya ditinjau dari seberapa besar keterbukaan masyarakat menerima dunia usaha yang umumnya dilakukan oleh kaum pendatang dari daerah lain, bagaimana keterbukaan masyarakat terhadap tenaga kerja dari daerah luar dan bagaimana etos kerja masyarakat lokal yang berbeda dengan kinerja tenaga kerja pendatang.

Keamanan     .504 Sospol      .179 Budaya     .317


(64)

 Variabel Sosial Politik menempati urutan ketiga yaitu sebesar 17,90%. Variabel ini diukur dari bagaimana hubungan antara eksekutif dan legislatif daerah. Kedua lembaga ini sangat berperan terhadap pembangunan daerah dan apabila terjadi konflik antara kedua lembaga ini maka akan sangat berpengaruh terhadap pelayanan birokrasi terhadap pelaku usaha.

Dapat disimpulkan bahwa pada faktor sosial politik, variabel keamanan menempati urutan pertama yaitu sebesar 50,4% diikuti variabel budaya diurutan kedua yaitu sebesar 31,7% dan variabel sosial politik pada urutan ketiga yaitu sebesar 17,90%.

4.7.3 Faktor Ekonomi Daerah

Priorities with respect to:

Goal : Analisis Daya Saing Investasi > Ekonomi Daerah

inconsistency : 0,10

With 0 missing judgements

Gambar 4.4

Peringkat Variabel-Variabel Faktor Ekonomi Daerah

Indikator-indikator dalam Faktor Ekonomi Daerah dapat dikelompokkan menjadi 3 variabel yaitu: Variabel Potensi Ekonomi, Variabel Struktur Ekonomi dan Variabel Perbankan. Hasil dari Faktor Ekonomi Daerah terhadap kegiatan

Potensi Ekonomi     .466 Struktur         .195 Perbankan        .339


(65)

investasi di Kota Pematang Siantar dapat dilihat dari gambar diatas. Dari ketiga variabel tersebut dapat disimpulkan bahwa :

 Variabel potensi ekonomi menempati urutan pertama yaitu sebesar 46,6 %. Variabel potensi ekonomi dapat dilihat dari potensi ekonomi yang berbasis pada sumber daya alam, maupun potensi akibat bentukan karena didorong oleh aktivitas usaha atau adanya investasi.

 Variabel perbankan menempati urutan kedua yaitu sebesar 33,9%. Peran lembaga keuangan di daerah bagi kegiatan usaha di daerah sangatlah penting. Variabel perbankan diukur dari bagaimana lembaga keuangan di daerah mampu bertindak sebagai intermediasi yaitu menarik dana dan menyalurkan dana dari masyarakat.

 Variabel Struktur Ekonomi menempati urutan ketiga yaitu sebesar 19,5%. Variabel ini diukur dari bagaimana pertumbuhan ekonomi daerah dan bagaimana struktur ekonomi daerah. Tentunya struktur ekonomi daerah yang kuat akan memacu perekonomian di daerah dan meningkatkan daya beli masyarakat yang baik untuk menjaga iklim investasi.

Dapat disimpulkan bahwa variabel potensi ekonomi merupakan variabel yang dominan dalam menentukan daya saing investasi di Kota Pematang Siantar yaitu sebesar 46,6%, diikuti variabel perbankan sebesar 33,9% pada urutan keduan dan variabel struktur ekonomi pada urutan ketiga sebesar 19,5%.


(66)

Indikator – indikator dalam faktor tenaga kerja dapat dikelompokkan menjadi 3 Variabel yaitu : Variabel Ketersediaan Tenaga Kerja, Variabel Biaya Tenaga Kerja dan Variabel produktivitas Tenaga kerja.

Priorities to :

Goal : Analisis Daya Saing Invesyasi > Tenaga Kerja

inconsistency : 0,01

With 0 missing judgements

Gambar 4.5

Peringkat Variabel-Variabel Faktor Tenaga Kerja

Hasil dari faktor ekonomi daerah terhadap kegiatan investasi di Kota Pematang Siantar dapat dilihat dari gambar diatas. Dari ketiga variabel tersebut dapat disimpulkan bahwa :

 Variabel Produktivitas menempati urutan pertama yaitu sebesar 52,9%. Variabel ini diukur dari bagaimana hasil kinerja dari tenaga kerja yang tersedia.

 Variabel Ketersediaan menempati urutan kedua yaitu sebesar 27,7%. Variabel ini diukur dari ketersediaan tenaga kerja di daerah baik tenaga kerja yang sudah berpengalaman maupun yang belum berpengalaman. Tenaga kerja dapat diperoleh dari daerah yang bersangkutan atau dengan cara mendatangkan dari daerah lain.

Produktivitas      .529 Biaya       .194 Ketersediaan       .277


(67)

 Variabel Biaya Tenaga Kerja menempati urutan ketiga yaitu sebesar 19,4%. Variabel ini diukur dari bagaimana kompensasi untuk pekerja secara keseluruhan sebagai biaya yang dikeluarkan oleh pengusaha, yang biasanya merupakan upah atau gaji untuk pekerja. Pengupahan yang ditetapkan pemerintah merupakan faktor penting bagi pengusaha untuk menjalankan kegiatan usahanya.

Dapat disimpulkan bahwa pada faktor tenaga kerja, variabel produktivitas merupakan variabel yang dominan dalam menentukan daya saing investasi di Kota Pematang Siantar sebesar 52,9%, diikuti oleh variabel ketersediaan sebesar 27,7% dan variabel biaya tenaga kerja pada urutan ketiga sebesar 19,4%

4.7.5 Faktor Infrastruktur Fisik

Priorities to :

Goal : Analisis Daya Saing Investasi > Infrastruktur

inconsistency : 0,00 With 0 missing judgements

Gambar 4.6

Peringkat Variabel-Variabel Faktor Infrastruktur Fisik

Indikator-indikator dalam faktor infrastruktur fisik dapat dikelompokkan menjadi 2 Variabel yaitu : Variabel Ketersediaan Infrastruktur Fisik dan Variabel Kualitas Infrastruktur Fisik. Hasil dari faktor infrastruktur fisik terhadap kegiatan

Ketersediaan       .478 Kualitas        .522


(1)

investasi dapat dilihat pada gambar diatas. Dari gambar diatas dapat disimpulkan bahwa:

 Variabel Ketersediaan Infrastruktur Fisik menempati urutan pertama yaitu sebesar 52,2%. Ketersediaan infrastruktur fisik diperlukan untuk kelancaran kegiatan usaha. Agar kelancaran kegiatan usaha tercapai maka harus didukung oleh ketersediaan infrastruktur fisik yang memadai seperti jalan raya, kereta api, pelabuhan laut atau udara, sarana komunikasi, dan sumber energi.

 Variabel Kualitas Infrastruktur Fisik Menempati urutan kedua yaitu sebesar 47,8%. Infrastruktur yang tersedia belum tentu menjamin kelancaran usaha. Maka infrastruktur yang tersedia juga harus memiliki kualitas yang baik.

Dapat disimpulkan bahwa pada faktor infrastruktur fisik variabel ketersediaan merupakan variabel yang dominan dalam menentukan daya saing investasi di Kota Pematang Siantar diikuti oleh variabel kualitas pada urutan kedua sebesar 47,8%.


(2)

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

1. Pertumbuhan ekonomi dan iklim investasi di Kota Pematang Siantar mengalami peningkatan dari tahun ke tahun.

2. Faktor Kelembagaan menempati urutan pertama dalam faktor-faktor pembentuk daya saing investasi di Kota Pematang Siantar yang diikuti oleh faktor ekonomi daerah, faktor infrastruktur fisik, faktor tenaga kerja dan faktor sosial politik menempati urutan terakhir.

3. Pada faktor kelembagaan variabel aparatur dan pelayanan menempati urutan pertama diikuti oleh variabel keuangan daerah pada urutan kedua, variabel kepastian hukum pada urutan ketiga dan variabel perda dan kebijakan pada urutan keempat.

4. Pada faktor sosial politik variabel kemanan menjadi faktor yang dominan dalam pembentuk daya saing investasi diikuti oleh variabel sosial politik dan variabel budaya pada urutan ketiga.

5. Pada faktor ekonomi daerah, variabel potensi ekonomi menempati urutan pertama diikuti oleh variabel perbankan dan variabel struktur ekonomi pada urutan ketiga.

6. Pada faktor tenaga kerja, variabel produktivtas menempati urutan pertama diikuti oleh variabel ketersediaan pada urutan kedua dan variabel biaya pada urutan ketiga.


(3)

7. Pada faktor infrastruktur fisik, variabel keualitas infrastruktur fisik lebih dominan dibandingkan variabel ketersediaan infrastruktur fisik.

5.2 Saran

1. Perlu diadakan peningkatan kualitas terhadap faktor-faktor yang menjadi pembentuk daya saing investasi untuk menarik investor asing dan untuk menjaga iklim investasi di Kota Pematang Siantar.

2. Perlu dilakukan upaya-upaya serius untuk memperbaiki kinerja aparatur pelayanan birokrasi daerah Kota Pematang Siantar. Perbaikan dapat dilakukan dengan restrukturisasi instansi pelayanan, misalnnya dengan membuat standar pelayanan birokrasi yang dapat dijadikan pedoman dalam melakukan pelayanan kepada masyarakat.

3. Pemerintah dari tingkat pusat maupun daerah harus mengupayakan pengurangan praktik-praktik pungutan liar yang dapat mengganggu kinerja dunia usaha terutama agar kegiatan dunia usaha di Kota Pematang Siantar mampu menghadapi persaingan global.

4. Pemerintah daerah harus lebih proaktif dan responsive dalam menghadapi keluhan dunia usaha di Kota Pematang Siantar yaitu menyangkut masalah perda-perda yang mendistorsi kegiatan usaha mereka. Pemerintah daera Kota Pematang Siantar harus lebih transparan dan meningkatkan partisipasi public dalam menyusun kebijakan daerah, yakni dengan melibatkan dunia usaha dan stakeholders lainnya.


(4)

5. Pemerintah daerah Kota Pematang Siantar, perlu untuk mengalokasikan lebih besar dana APBD untuk membangun dan memelihara infrastruktur fisik di Kota Pematang Siantar.


(5)

DAFTAR PUSTAKA

BKPM, (2005). http://www.bkpm.go.id.

Dornbusch, R. 1996. Teori Makroekonomi. Erlangga, Jakarta.

Haryadi (2007). Ekonomi Internasional. Buku Pertama: Teori dan Kebijakan. Penerbit Biografika, Jakarta.

Harjono, D. K. 2007. Hukum Penanaman Modal. PT Raja Grafindo Persada, Jakarta.

KPPOD. (2002,2003). Daya Tarik Investasi Kabupaten/Kota di Indonesia, Jakarta: KPPOD.

KPPOD. 2005. Daya Tarik Investasi Kabupaten/Kota. Jakarta:KPPOD.

Kuncoro, M dan Rahajeng, A. 2005. Daya Tarik Investasi dan Pungli Di DIY. Jurnal Ekonomi Pembangunan. 10(2): 171-184.

LPEM, 2000. Construction of Regional Index of Cost of Doing Business in Indonesia.

LPEM FE UI, 2001. Construction Of Regional Index Of Doing Business In Indonesia, Jakarta: LPEM FE UI.

Mankiw, G. 2000. Teori Makroekonomi Edisi Keempat. Imam Nurmawan [penerjemah]. Erlangga, Jakarta.

Render, Barry dan Ralph M. Stair Jr. (2000). Quantitative Analysis for Management, New Jersey: Prentice Hall.

Saaty, Thomas L. (1990). Decision Making For Leader: The Analytic Hierarchy Process For Decision in A Complex World, Pittsburgh: Univesity of Pittsburgh.

Sukirno, S. 1996. Ekonomi Pembangunan. Fakultas Ekonomi, Universitas Indonesia, Jakarta.

Sumantoro. 1989. Aspek-aspek Pengembangan Dunia Usaha Indonesia. Binacipta, Jakarta.


(6)

Saaty, T. Lorie. 1993. Pengambilan Keputusan Bagi Para Pemimpin, Proses Hirarki Analitik untuk Pengambilan Keputusan dalam Situasi yang Kompleks. Pustaka Binama Pressindo.