Latar Belakang Masalah PENDAHULUAN

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

Bahasa-bahasa yang hidup dewasa ini tidak muncul begitu saja. Sebelum sampai pada bentuknya yang sekarang sudah pasti bahasa-bahasa itu mengalami perjalanan sejarah yang panjang dari bahasa purba asalnya. Bahasa Proto Austronesia PAN sebagai bahasa asal induk mengalami perubahan dalam bahasa turunannya. Pada dasarnya perubahan bahasa merupakan suatu fenomena yang bersifat semesta dan universal. Perubahan bahasa sebagai fenomena yang bersifat umum dapat dilihat dari perubahan bunyi pada tataran fonologi yang merupakan tataran kebahasaan yang sangat mendasar dan penting dalam rangka telaah di bidang linguistik historis komparatif Fernandez, 1996. Lingusitik Historis Komparatif adalah suatu cabang dari Ilmu Bahasa yang mempersoalkan bahasa dalam bidang waktu serta perubahan-perubahan unsur bahasa yang terjadi dalam bidang waktu tersebut. Ia memperlajari data-data dari suatu bahasa atau lebih, sekurang-kurangnya dalam dua periode. Data-data dari dua periode atau lebih itu dibandingkan secara cermat untuk memperoleh kaidah-kaidah perubahan yang terjadi dalam bahasa itu. Demikian pula hal yang sama dapat dilakukan terhadap dua bahasa atau lebih Keraf, 1984: 22 Universitas Sumatera Utara Bahasa-bahasa yang termasuk dalam anggota satu kelompok bahasa biasanya mempunyai sejarah perkembangan yang sama. Dengan demikian, setiap bahasa yang digunakan sebagai alat komunikasi sesama penuturnya mempunyai relasi atau hubungan kekerabatan dengan bahasa lainnya, baik jauh maupun dekat. Hal ini dapat dibuktikan melalui rekonstruksi unsur-unsur retensi bersama atau pemertahanan dan inovasi atau perubahan dari bahasa asalnya yang disebut proto bahasa, baik pada tataran fonologi, leksikon, maupun gramatikal. Perubahan suatu bahasa atau bahasa-bahasa sekerabat itu dapat dilacak dengan mengembalikan atau menghubungkan bahasa itu dengan protobahasanya, yaitu dengan mengamati perubahan pada tahap yang paling awal, yaitu perubahan bunyi pada tataran fonologis. Misanya saja, untuk membuktikan adanya kekerabatan antara bahasa Batak Toba BBT dan bahasa Batak Mandailing BBM yang diturunkan oleh bahasa Proto Austronesia. Kekerabatan itu dapat dilihat dengan adanya korespondensi bunyi antara bahasa Batak Toba dan Mandailing, contohnya, apa PAN menjadi aha BBT dan BBM dan pewarisan ini disebut dengan pewarisan linear. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat dari bagan berikut. apa PAN aha BBT, BBM Dari bagan di atas dapat diketahui antara BBT dan BBM memiliki korespondensi bunyi a dan a yang diturunkan dari a. korespondensi tersebut juga dapat dilihat dalam contoh berikut ’ әpat PAN menjadi opat BBT dan Universitas Sumatera Utara BBM dan dau PAN menjadi dao dalam BBT dan BBM. Artinya ada pemeriaan secara bersama dalam bahasa turunan yaitu BBT dan BBM dari PAN. Dalam penelitian ini yang dikaji adalah bahasa daerah khususnya bahasa Mandailing dan Toba. Bahasa Mandailing dan Toba merupakan dua bahasa yang tergolong dalam kelurga bahasa Austronesia yang dituturkan oleh masyarakat di Pulau Sumatera bagian utara. Hal ini dapat dilihat dalam diagram pengelompokan bahasa Austronesia Dyen 1965, yang menunjukkan bahwa bahasa Batak Toba dan Mandailing berada dalam kelompok Hesperonesia bagian barat . Bahasa Batak Toba merupakan bahasa yang digunakan oleh masyarakat Batak Toba yang bertempat tinggal sebagai penduduk asli di sekitar Danau Toba di Tapanuli Utara, sedangkan bahasa Batak Mandailing merupakan bahasa yang digunakan masyarakat Mandailing dan daerah yang ditempati oleh suku Batak Mandailing terletak di Kabupaten Tapanuli Selatan dan Kabupaten Mandailing Natal di Sumatera Utara Wikipedia, 2009 Bahasa daerah khususnya bahasa Mandailing dan Toba dipilih sebagai bahasa yang diteliti karena dalam rangka membina dan mengembangkan bahasa daerah, penelitian terhadap bahasa daerah merupakan suatu langkah wajib yang harus dilaksanakan. Hal ini didasari oleh kesadaran bahwa bahasa daerah mempunyai fungsi dan kedudukan yang penting di dalam masyarakat Indonesia Basuki, 1981: 1. Selama ini penelitian terhadap bahasa-bahasa daerah di Indonesia yang dilakukan para peneliti Indonesia sendiri hanya berupa penelitian yang bersifat sinkronik. Penelitian yang bersifat diakronik masih jarang dilakukan. Begitu pula halnya usaha Universitas Sumatera Utara membandingkan bentuk-bentuk bahasa yang sekarang ada dengan bentuk protonya juga masih jarang dilakukan. Selain alasan di atas peneliti memilih bahasa Batak Toba dan Mandailing karena bahasa Batak Toba dan Mandailing merupakan dua bahasa yang berkerabat. Hal ini dapat dibuktikan dengan hasil Reconstruction of Proto Batak Phonology yang dilakukan Adelaar. Adelaar mengelompokkan bahasa Batak Toba dan Mandailing ke dalam Proto Batak bagian Selatan Adelaar, 1981: 55. Namun masyarakat secara umum hanya mengenal bahasa Batak yaitu bahasa Batak Toba sedangkan Madailing tidak merupakan bahasa Batak. Hal ini sesuai dengan perkataan Sibarani bahwa dalam pemakaian sehari-hari, istilah Batak sering hanya berasosiasi dengan Batak Toba, baik untuk menyebut bahasa maupun sukunya Sibarani, 1997: 2 Berdasarkan uraian di atas, penelitian bahasa daerah sangat penting bila dihubungkan pula dengan usaha pembangunan bangsa. Adanya bukti-bukti tentang keseasalan dan kekerabatan misalnya, sudah tentu membuka tirai penutup ikatan budaya bahasa yang selama ini terselubung karena tidak atau kurang terjamah secara ilmiah. Pengetahuan yang semakin meluas dan mendalam tentang kekerabatan dan keseasalan bahasa dan keturunan secara benar dan tepat objektif tentu akan ikut menanamkan kesadaran sejarah budaya bangsa dan kesadaran budaya bahasa khususnya. Faktor-faktor tersebut sudah tentu ikut menunjang usaha pembinaan kesatuan dan persatuan bangsa. Oleh karena hal-hal di atas, peneliti tertarik untuk meneliti “Beberapa Perubahan Bunyi Vokal Proto Austronesia dalam Bahasa Universitas Sumatera Utara Mandailing dan Toba”, yang sepanjang pengetahuan penulis belum pernah dilakukan oleh peneliti-peneliti sebelumnya.

1.2 Rumusan Masalah